• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aliran-Aliran Dalam Filsafat Pendidikan Dan Pandangan Dalam Filsafat Pendidikan Islam

N/A
N/A
Siti Rahma

Academic year: 2024

Membagikan "Aliran-Aliran Dalam Filsafat Pendidikan Dan Pandangan Dalam Filsafat Pendidikan Islam"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Aliran-Aliran Dalam Filsafat Pendidikan Dan Pandangan Dalam Filsafat Pendidikan Islam

Gabena Yolanda

gabenayolandanst@gmail.com

Universitas Islam Negeri Syekh Ali Hasan Ahmad Addary

Abstrak

Filsafat yang semula merupakan induk dari semua ilmu perlahan berkembang menjadi bagian dari ilmu itu sendiri. Filsafat Pendidikan Islam merupakan konsep berfikir tentang bagaimana kependidikan yang berlandaskan ajaran-ajaran agama Islam. Kita akan membahas beberapa aliran yang ada dalam filsafat pendidikan yaitu Idealisme, Realisme, Perenialisme, Esksistensialisme, Pragmatisme, Sosialisme, Progresivisme, Rekonstruksionisme, dan Esensialisme.

Kata Kunci : Filsafat Pendidikan

PENDAHULUAN

Dalam makalah ini ada beberapa aliran dan pandangan filsafat yang akan dijelaskan.

Pemikiran atau gagasan yang dicetuskan oleh para filsuf, dalam perkembangannya berubah menjadi suatu aliran pemikiran, pandangan atau paham yang mempunyai pengikut sendiri-sendiri.

Dengan mengetahui aliran dan pengikutnya maka akan mudah bagi kita untuk menetapkan pemikiran filsafat yang ada. Beberapa aliran dalam filsafat yang akan kita jelaskan adalah : Idealisme, Realisme, Perenalisme, Esksistensialisme, Pragmatisme, Sosialisme, Progresivisme, Rekonstruksionisme, dan Esensialisme.

(2)

1. IDEALISME

Idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami kaitannya dengan jiwa dan ruh. Istilah idealisme diambil dari kata idea, yakni sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran Idealisme disebut juga dengan aliran spritualisme yang merupakan satu aliran yang memiliki pandangan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua pada dasarnya berasal dari roh (sukma) atau sejenisnya yang tidak berbentuk dan memiliki ruang. Adapun materi atau zat diyakini hanyalah suatu jenis daripada penjelmaan rohani. Beberapa alasan aliran ini menyatakan bahwa hakikat benda adalah rohani adalah sebagai berikut :

a. Nilai roh lebih tinggi dari badan, lebih tinggi nilainya dari zat atau materi bagi kehidupan manusia. Roh diyakini sebagai hakikat yang sebenarnya, sedangkan materi diumpamakan sebagai badannya, penjelmaannya atau hanyalah bayangannya.

b. Manusia lebih dapat memahami apa yang ada pada dirinya daripada yang berada diluar dirinya.

c. Materi merupakan kumpulan energy yang menempati ruang. Benda dianggap tidak ada, yang ada energi itu saja.1

Idealisme adalah aliran yang menyatakan bahwa pengetahuan dan kebenaran tertinggi dipegang oleh ide atau akal pemikiran manusia itu sendiri. Sehingga sesuatu itu dapat terwujud atas dasar pemikiran manusia. Dalam konteks pendidikan, idealisme merupakan suatu aliran yang berkontribusi besar terhadap kemajuan pendidikan.

Tokoh-tokoh dalam pandangan ini adalah Plato (428-348 SM) dengan teori idenya yakni, tiap-tiap yang ada di alam semesta pasti ada idenya, yaitu konsep universal dari tiap sesuatu. Kemudian Aristoteles (348-322 SM) dengan pandangannya yang memberikan sifat kerohanian dengan ajarannya yang menggambarkan alam itu sebagai sesuatu tenaga

1 Nunu Burhanuddin, Filsafat Ilmu, Jakarta : Prenadamedia Grup, 2020, hal. 56-57.

(3)

yang berada dalam benda-benda itu sendiri dan menjalankan pengaruhnya dari dalam benda itu. Seiring berjalannya waktu pada Filsafat Modern, George Berkeley (1685-1753 M) menyatakan bahwa objek-objek fisis adalah ide-ide. Kemudian Immanuel Kant (1724- 1824 M), memandang bahwa semua pengetahuan mulai dari pengalaman, namun tidak berarti semua dari pengalaman. Adapun yang menjadi obyek luar ditangkap oleh indera, tetapi rasio mengorganisasikan bahan-bahan yang diperoleh dari pengalaman tersebut.

Fichte (1762-1814 M) Secara sederhana pemikirannya, manusia memandang objek benda- benda dengan inderanya. Dalam mengindra objek tersebut, manusia berusaha mengetahui yang dihadapinya. Maka berjalanlah proses intelektualnya untuk membentuk dan mengabstraksikan objek itu menjadi pengertian yang ada dalam pikirannya. Hegel (1770- 1831 M) Pernyataannya yang terkenal yakni semuanya yang real bersifat rasional dan semuanya yang rasional bersifat real. Maksudnya adalah bahwa luasnya rasio sama dengan luasnya realitas. dan Schelling (1775-1854 M ).

Seorang ilmuan Islam juga menjadi tokoh dalam aliran ini adalah Al-Ghazali, dalam masalah pendidikan Al-Ghazali lebih cenderung berpaham empirisme. Hal ini antara lain disebabkan karena ia sangat menekankan pengaruh pendidikan terhadap anak didik.

Menurutnya seorang anak tergantung kepada orang tua dan anaknya yang mendidiknya.

Hati seorang anak itu bersih, murni, laksana permata yang amat berharga, sederhana dan bersih dari gambaran apapun. Rasulullah SAW yang menegaskan : “bahwa setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan bersih, kedua orang tuanya lah yang menyebabkan anak itu menjadi penganut Yahudi, Nasrani atau Majusi”(H.R. Muslim)2

2. REALISME

Realisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan bahwa objek-objek indera adalah real, maksud real disini yakni : benda-benda ada, adanya itu terlepas dari kenyataan bahwa benda itu kita ketahui, atau kita persepsikan atau ada hubungannnya dengan pikiran kita. Objek-objek itu berada sendiri tanpa bersandar kepada pengetahuan lain atau kesadaran akal. Realisme menerima kenyataan bahwa dunia ini berbeda – beda tergantung kepada pengalaman maisng-masing subjek. Realisme bertentangan secara tajam dengan

2 Eka Yuniarti, “Pendidikan Islam dalam Presepektif Filsafat Idealisme”, Jurnal Pendidikan Islam, Vol 01,

Nomor 02, 2016, hal 149.

(4)

idealisme. Realisme juga merupakan sikap untuk menjaga subjek dari penilaiannya terhadap benda-benda, dengan membiarkan objek-objek berbicara sendiri kepada subjek.

Realisme melukiskan dunia ini sebagaimana adanya dan tidak menurut keinginannya.

Dalam filsafat pendidikan Realisme mendefinisikan dirinya sebagai aliran filsafat pendidikan dengan basis dasar 3 kategori metafisika dan epistemologi bahwa dunia luar berdiri tanpa tergantung keberadaan kita, realitas dapat diketahui melalui pikiran manusia.

a. Metafisika

Dalam pandangan realisme, realitas itu diartikan sebagai sesuatu yang sifatnya objektif, yaitu tersusun atas materi dan bentuk serta berdasarkan hukum alam. Sesuatu yang objektif adalah sesuatu yang berada di luar kesadaran manusia seperti keberadaan benda-benda , seperti misalnya meja, kursi, binatang, pintu, pohon, air, matahari dan lain sebagainya. Benda-benda ini secara objektif juga mengikuti hukum alam, dimana benda-benda tersebut dapat berubah atau rusak. Sedangkan sifat-sifat benda secara objektif mengikuti hukum alam ini di dalam pelajaran-pelajaran sekolah dekat kepada pembelajaran soal-soal sains.

b. Epistomologi

Epistemologi merupakan telaah filsafat yang berkaitan dengan masalah pengetahuan termasuk didalamnya masalah kebenaran. Sejumlah pertanyaan dalam epistemologi diantaranya adalah apakah hakekat pengetahuan itu ? bagaimana pengetahuan dapat diperoleh ? dan beberapa pertanyaan mendasar lainnya yang lebih berkaitan dengan kajian hubungan antara subjek dan objek. Epistemologi dalam filsafat pendidika, banyak berbicara mengenai masalah kurikulum, cara belajar dan metode pembelajaran, dan juga sumber-sumber pengetahuan , yaitu apakah sumber pengetahuan mutlak hanya berasal dari guru, ataukah ada sumber-sumber pengetahuan lainnya.

c. Aksiologi Realisme

Aspek aksiologis banyak berkaitan dengan bidang nilai. Sebagaimana pertanyaan- pertanyaan dasarnya adalah apakah nilai itu bersifat absolut ataukah justru bersifat relatif ? Masalah nilai menjadi sangat penting dalam konteks filsafat pendidikan. Dalam

(5)

pendidikan tidak hanya berbicara mengenai proses transfer pengetahuan, melainkan juga menyangkut penanaman nilai. Dalam kaitan dengan nilai, pandangan Realisme menyatakan bahwa nilai bersifat absolut, abadi namun tetap mengikuti hukum alam yang berlaku.

3.

PERENIALISME

Perennialisme diambil dari kata perennial yang berarti continuing throughout the whole year, yaitu abadi dan kekal. Perennialisme merupakan aliran filsafat pendidikan yang berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal abadi. Menurut pandangan Perenialisme, kehidupan modern telah banyak menimbulan krisis di berbagai bidang kehidupan umat manusia. Sebagai jalan keluar, aliran perennialisme memiliki prinsip atau semboyan “regressive road to culture”, yaitu kembali atau mundur kepada kebudayaan masa lalu yang masih ideal.3

Aliran Perenialisme dalam pendidikan berfungsi mengembalikan umat manusia saat ini kepada kebudayaan masa lampau yang masih ideal. Pandangan aliran perennialisme dipengaruhi antara lain Thomas Aquinas, yang berpendapat bahwa pendidikan merupakan suatu usaha mewujudkan kapasitas yang ada dalam diri individu atau seseorang menjadi nyata, aktual dan aktif. Peranan guru adalah mengajar guna memberi bantuan kepada peserta didik mengembangkan potensi yang ada pada dirinya.

4. ESKSISTENSIALISME

Eksistensialisme berasal dari kata eksistensi dari kata dasar exist. Kata exist itu sendiri berasal dari bahasa ex: keluar, dan sister: berdiri. Jadi, eksistensi berarti berdiri dengan keluar dari diri sendiri. Filsafat eksistensi tidak sama persis dengan filsafat eksistensialisme. Filsafat eksistensialisme lebih sulit ketimbang eksistensi.

Eksistensialisme adalah suatu aliran filsafat yang menekankan eksistensia. Para pengamat eksistensialisme tidak mempersoalkan esensia dari segala yang ada. Karena memang sudah ada dan tak ada persoalan. Kursi adalah kursi. Pohon mangga adalah pohon mangga. Harimau adalah harimau. Manusia adalah manusia. Namun, mereka

3 Ahmad Syar’i, Filsafat Pendidikan Islam, Kalimantan Tengah : Narasi Nara, 2020, hal 26.

(6)

mempersoalkan bagaimana segala yang ada berada dan untuk apa berada. Oleh karena itu, mereka menyibukkan diri dengan pemikiran tentang eksistensia. Dengan mencari cara berada dan eksis yang sesuai pun akan ikut terpengaruhi.

Menurut kaum eksistensialis, hidup ini dibuka. Nilai hidup yang paling tinggi adalah kemerdekaan Dalam hal etika, karena hidup ini terbuka, kaum eksistensialis memegang kemerdekaan sebagai norma. Bagi mereka, manusia mampu menjadi seoptimal mungkin.

Untuk menyelesaikan proyek hidup itu, kemerdekaan mutlak diperlukan . Berdasarkan dan atas norma kemerdekaan, mereka berbuat apa saja yang dianggap mendukung penyelesaian proyek hidup. Sementara itu, segala peraturan, hukum dan tata tertib, tidak menjadi bahan pertimbangan. Karena adanya saja sudah mengurangi kemerdekaan dan isinya menghalangi pencapaian cita-cita proyek hidup. Sebagai ganti tata-tertib, peraturan, dan hukum, mereka berpegang pada tanggung jawab pribadi. Mereka tak mempedulikan segala peraturan dan hukum, dan tidak mengambil pusing akan sanksi-sanksinya. Yang mereka pegang adalah tanggung jawab pribadi dan siap menanggung segala konsekuensi yang datang dari masyarakat, negara, atau lembaga agama. Satu-satunya hal yang diperhatikan adalah situasi.

Namun, bagi kaum eksistensialis yang memahami hidup belum selesai, setiap situasi membawa akibat untuk kemajuan kehidupan. Oleh karena itu, setiap situasi perlu dikendalikan, dimanfaatkan, diarahkan sehingga menjadi keuntungan bagi kemajuan hidup. Akhirnya, bagi orang yang menerima hidup sudah sampai titik dan puncak kesempurnaannya, masa depan tidak amat berperan karena masa depan pun keadaannya akan sama saja dengan masa yang ada sekarang.

Namun, bagi kaum eksistensialis yang belum puas dengan hidup yang ada dan yang merasa perlu untuk mengubahnya, masa depan merupakan faktor yang penting. Karena hanya dengan adanya masa depan itulah perbaikan hidup dimungkinkan dan pada masa depan pula hidup baik itu terwujud. Dengan demikian, gaya hidup kaum eksistensialis menjadi serius, dinamis, penuh usaha, dan optimis menuju ke masa depan.

5. PRAGMATISME

Pragmatisme berasal dari bahasa Yunani yaitu “Pragma” yang berarti perbuatan atau tindakan, dan “Isme” yang berarti aliran, ajaran atau paham. Pragmatisme merupakan aliran atau ajaran yang menekankan bahwa pemikiran itu menuruti tindakan. Dengan kata lain, suatu teori adalah benar if it works (apabila teori dapat diaplikasikan). Pada awal perkembangannya, pragmatisme

(7)

lebih merupakan suatu usaha-Usaha untuk menyatukan ilmu pengetahuan dan filsafat agar filsafat dapat menjadi ilmiah. Dan berguna bagi kehidupan praktis manusia. Sehubungan dengan usaha tersebut, Pragmatisme akhrinya berkembang menjadi suatu metode untuk memecahkan berbagai Perdebatan filosofis-metafisik yang tiada henti-hentinya, yang hampir mewarnai seluruh perkembangan dan perjalanan filsafat sejak zaman Yunani Kuno.

Pragmatisme kemudian dikembangkan oleh John Dewey, dengan pandangannya bahwa filsafat tidak boleh berada dalam pemikiran metafisika yang tidak ada manfaatnya. Filsafat harus berdasarkan pada pengalaman, kemudian mengatakan penyelidikan dan mengolah nya secara kritis sehingga filsafat dapat memberikan sistem norma dan nilai-nilai.

Pragmatisme telah membawa perubahan yang besar terhadap budaya Amerika dari lewat abad ke-19 hingga kini. Falsafah ini telah dipengaruhi oleh teori Charles Darwin dengan teori evolusinya dan Albert Einstein dengan teori relativitasnya. Falsafah Ini cenderung kepada falsafah epistemologi dan aksiologi dan sedikit perhatian terhadap Metafisik. Falsafah ini merupakan falsafah di antara idea tradisional mengenai realitas Dan model mengenai nihilisme dan irasionalisme. Ide tradisional telah mengatakan bumi Ini tetap dan manusia mengetahui hakiki mengenai bumi dan perkara-perkara nilai murni, Sementara nihilisme dan irasionalisme adalah menolak semua dugaan dan ketentuan.

dalam usahanya untuk memecahkan masalah-masalah metafisik yang selalu menjadi Pergunjingan berbagai filosofi itulah pragmatisme menemukan suatu metoda yang Spesifik, yaitu dengan mencari konsekuensi praktis dari setiap konsep atau gagasan dan Pendirian yang dianut masing-masing pihak. Dalam perkembangannya lebih lanjut, metode tersebut diterapkan dalam setiap bidang kehidupan manusia.

Pragmatisme tidak lain adalah suatu metode untuk menentukan konsekuensi praktis dari suatu ide atau tindakan. Karena itulah, Pragmatisme diartikan sebagai suatu filsafat tentang tindakan. Itu berarti bahwa Pragmatisme bukan merupakan suatu sistem filosofis yang siap pakai yang sekaligus memberikan jawaban terakhir atas masalah-masalah filosofis. Pragmatisme hanya berusaha menentukan konsekuensi praktis dari masalah- masalah itu, bukan memberikan jawaban final atas masalah-masalah itu.

Dalam pendidikan Islam pragmatisme menekankan pada pertimbangan psikologis dan sosiologis yang diterjemahkan dalam bentuk kurikulum. Selanjutnya agar proses

(8)

pembelajaran bisa berjalan efektif dengan pandangan dan paham pragmatis yang akan dicapai, metode problem solving dan belajar dengan berbuat sangat dikedepankan.

6. SOSIALISME

Secara etimologi, istilah sosialisme atau dalam bahasa Inggris disebu dengan istilah socialism berasal dari bahasa Perancis, yaitu “sosial” yang berarti “kemasyarakatan”.

Adapun secara historis, istilah sosialisme, pertama kali muncul di Perancis sekitar tahun 1830. Umumnya sebutan itu dikenakan bagi aliran atau pandangan yang masing-masing hendak mewujudkan masyarakat yang berdasarkan pada hak milik bersama terhadap alat- alat produksi, dengan maksud agar produksi tidak lagi diselenggarakan oleh orang-orang atau lembaga perorangan atau swasta yang hanya memperoleh laba, semata-mata untuk melayani kebutuhan masyarakat.

Secara terminologi, istilah sosialisme dipahami secara bermacam-macam oleh para tokoh. Franz Magnis-Suseno misalnya, menyatakan bahwa sosialisme merupakan, (1) ajaran dan gerakan yang menganutnya bahwa keadaan sosial tercapai melalui penghapusan hak milik pribadi atas alat-alat produksi, (2) Keadaan masyarakat di mana hak milik pribadi atas alat-alat produksi telah dihapus, selain itu ada juga Sosialisme Ilmiah yang diklaim oleh Karl Marx. Marx mengklaim bahwa sosialismenya adalah sosialisme ilmiah.

Sosialisme ilmiah, sosialisme dalam arti (1) yang mau memperlihatkan dengan meniliti hukum-hukum perkembangan masyarakat bahwa sosialisme dalam arti (2) pasti akan datang.

Meski ide-ide masyarakat sosialis sudah muncul sejak era Renainsesn, pertengahan, dan bahkan sejak masa Yunani Kuno, namun demikian Robert Marcus Owen, adalah orang pertama yang menggunakan kata sosialisme. Dia dikenal sebagai pelopor sosialisme di Inggris, dia adalah seorang pengusaha kapas yang kaya raya yang mengawali kariernya dengan menjadi seorang penjaga toko.

Argumen lain yang juga dapat digunakan untuk memperkuat bahwa sosialisme menganggap manusia sebagai makhluk sosial adalah dari perlunya individual bergaul dengan komunitas. Ide ini tampak misalnya dalam pemikiran sosialisme modern yang mengemukakan pentingnya revolusi untuk merubah tatanan sosial akibat adanya

(9)

kapitalisme. Tanpa persekutuan, mustahil revolusi akan terjadi. Individu mendapatkan artinya dengan bersatu dengan kelompok, sebaliknya kelompok menjadi solid dan kuat karena dukungan dan kepentingan yang sama dari individu-individu yang ada di dalamnya.

Inilah landasan ontologis kedua dari sosialisme, yaitu bahwa manusia pada dasarnya bersifat sosial.

Sosialisme menyerukan persamaan hak bagi semua lapisan, golongan, dan kelas masyarakat dalam menikmati kesejahteraan, kekayaan dan kemakmuran. Sosialisme menginginkan pembagian keadilan dalam ekonomi. Ugas negara adalah mengamankan sebanyak mungkin faktor produksi untuk kesejahteraan seluruh rakyat, dan bukan terpusat pada kesejahteraan pribadi. Sosialisme menganggap bahwa negara adalah lembaga di atas masyarakat yang mengatur masyarakat tanpa pamrih. Sosialisme menganggap bahwa kapitalisme memiliki sifat yang jahat, yaitu: kapitalisme menghasilkan sistem kelas ; kapitalisme adalah sistem yang tidak efisien; dan kapitalisme merusak sifat manusia karena cenderung membuat orang berlaku konfetitif, tamak, egois, dan kejam. Nilai-nilai utama dalam sosialisme adalah kesamaan, kerja sama, dan kasih sayang. Produksi dilakukan atas dasar kegunaan dan bukan untuk mencari keuntungan semata-mata. persaingan yang kompetitif digantikan dengan perencanaan. Setiap orang bekerja demi komunitas dan memberi kontribusi pada kebaikan bersama sehingga muncul kepedulian terhadap orang lain.4

7. PROGRESIVISME

Progresivisme adalah salah satu aliran filsafat pendidikan yang berkembang dan sangat berpengaruh pada abad ke 20. Pengaruh ini terjadi di berbagai belahan dunia, terutama sangat dominan di Amerika Serikat. Pembaharuan pendidikan umumnya terdorong dari paham aliran ini. Preogresivisme selalu dihubungkan dengan pandangan mereka “the liberal road to culture”. Makna liberal adalah fleksibel, toleran, lentur, tidak kaku, terbuka, tidak menolak perubahan, tidak terikat dengan doktrin tertentu apalagi dokrin absolut. Para

4 Reno wikandaru, “Landasan Ontologi Sosialisme”, Jurnal Filsafat, Vol 26, Nomor 01, 2016, hal 11.

(10)

penganut aliran progresiv ini selalu terbuka, menjelajah sesuatu yang baru, menghargai perbedaan dan selalu ingin mendapatkan sesuatu yang baru.5

Progresivisme memiliki watak yang dapat diklasifikasi menjadi: negatif and diagnostic, yaitu bersikap anti terhadap otoritarianisme dan absolutisme dalam segala bentuk seperti; agama, moral, sosial, politik dan ilmu pengetahuan, dan positive and remedial, yaitu suatu pernyataan dan kepercayaan atas kemampuan manuisa sebagai subyek yang memiliki potensi-ptensi alamiah, terutama kekuatan-kekuatan self-regeneratif untuk menghadapi dan mengatasi semua problem hidupnya.

Pendidikan yang dikembangkan progresivisme selalu menekankan tumbuh dan berkembangnya pemikiran dan sikap mental baik dalam pemecahan masalah maupun kepercayaan diri sendiri bagi peserta didik. Menurut aliran ini, kemajuan menimbulkan perubahan, perubahan menghasilkan pembaharuan. Kemajuan mengandung nilai yang mo adalah kunci untuk kebajikan. Ia percaya bahwa manusia sanggup melakukan yang baik.

Protagoras mengajarkan bahwa kebenaran dan norma atau nilai (value) tidak bersifat mutlak, melainkan relatif, bergantung kepada waktu dan tempat. Progresivisme dikaitkan dengan pendidikan modern abad ke 20, di mana rekonstruksi dunia pendidikan telah banyak dilakukan aliran ini melalui inisiatif dan karya nyata.

John Deway, tokoh berpengaruh di Amerika Serikat melalui “sekolah kerja” yang ia dirikan mempraktekkan pandangan-pandanngannya dalam dunia pendidikan mengenai kebebasan dan kemerdekaan kepada peserta didik dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan dalam pembentukan warga negara yang demokratis. Progresivisme tidak menghendaki mata pelajaran dibelajarkan secara terpisah, melainkan harus diusahakan terintegrasi dalam unit. Manyadari perubahan selalu terjadi, maka diperlukan u3uu dalam pelaksanaanya dalam arti tidak kaku, tidak menghindar dari perubahan, tidak terikat dengan dokrin tertentu, bersifat ingin tahu, toleran serta berpandangan luas dan terbuka.

8. REKONSTRUKSIONISME

5 Hery Noor, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999, hal 112.

(11)

Theodore Bramel adalah salah satu tokoh Rekontruksionalisme. Ia berpendapat bahwa krisis kebudayaan, kehidupan modern harus segera diatasi sebagaimana prennialisme. Antara perennialisme dengan rekonstruksionalisme terdapat perbedaan cara dalam mengatasi krisis kebudayaan di zaman modern. Perennialisme dengan cara kembali kepada kebudayaan manusia yang telah teruji dan terseleksi pada zaman Yunani Kuno dan abad pertengahan, sementara rekonstruksionalisme melalui kesepahaman dan kesepakatan masyarakat dunia mengenai tujuan utama atau tujuan tertinggi kehidupan manusia di dunia ini.

Dalam pandangan rekonstruksionalisme, untuk mengatasi terjadinya krisis kebudayaan zaman modern harus dilakukan usaha atau ikhtiar melahirkan kesepahaman dan kesepakatan semua orang mengenai tujuan utama kehidupan manusia yang mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu tatanan baru seluruh lingkungan dan umat manusia.

Melalui lembaga-lembaga pendidkan, rekondtrusionalisme ingin mengubah tata kehidupan lama serta merumuskan tatasusunan kehidupan dan budaya yang betul-betul baru di bawah suatu kedaulatan dunia serta pengawasan mayoritas umat manusia. Guna mewujudkan cita-cita pendidikan,

Rekonstruksionalisme berpendapat perlu dilakukan kerjasama bangsa-bangsa di dunia.

Mereka berkeyakinan bahwa bangsa-bangsa di dunia telah memiliki keinginan yang sama untuk menciptakan suasana tatanan suasana dunia baru dengan satu kebudayaan baru di bawah kendali dunia dan dalam pengawasan mayoritas umat manusia.

Adapun dalam pendidikan teori-teori Rekonstruksionalisme sebagai berikut : 1. Fungsi sekolah :

Aliran rekonstruksionisme menghendaki sekolah memfungsikan diri sebagai lembaga tempat membina kembali manusia agar hidup sesuai dengan norma-norma yang benar, demi generasi sekarang dan yang akan datang sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.

2. Metode pendidikan

Menurut rekonstruksionis metode-metode pengajaran harus didasarkan pada prinsip-prinsip demokratis yang bertumpu pada kecerdasan ‘Asali’

jumlah mayoritas untuk merenungkan dan menawarkan solusi yang paling valid bagi persoalan-persoalan umat manusia. Selainnya adalah metode

(12)

kajian dan diskusi kritis akan membantun peserta didik melihat ketidakadilan ketidakfungsian beberapa aspek sistem sekarang ini dan akan membantu mereka mengembangkan alternatif-altenatif bagi kebijaksanaan

kontroversial.

3. Kurikulum

Berisi mata-mata pelajaran yang berorientasi pada kebutuhan-kebutuhan masyarakat masa depan. Kurikulum berisi banyak masalah-masalah sosial, ekonomi, dan sains, politik, antropologi, sosiologi dan psikologi yang dihadapi umat manusi, yang termasuk di dalamnya masalah-masalah pribadi para peserta didik sendiri; dan program-program perbaikan yang ditentukan secara ilmiah untuk aksi kolektif.

4. Guru

Pandangan rekonstruksionisme terhadap peranan guru dalam pendidikan tidak jauh beda dengan pendangan prorativisme. Menurut rekonstruksionisme guru harus meenjadikan muridnya siap menghadapi persoalan-persoalan dalam masyarakat, membantu mereka mengidentifikasi permasalahan, lalu meyakinkan bahwa mereka sanggup memberikan solusinya, maka tugas guru adalah harus tampil dalam membantu siswa menghadapi persoalan dan perubahan. Guru harus memberi semangat terhadap munculnya pemikiran yang berbeda sebagai sarana untuk membentuk alternative penyelesaian masalah. Karenanya, kepala sekolah sebagai agen utama bagi perubahan social, politik, dan ekonomi masyarakat.

Guru dan pendidik lainnya untuk bertindak sebagai instrument perubahan sosial. 6

9. ESENSIALISME

Secara etimologi esensialisme berasal dari bahasa inggris yakni Essential yang berarti inti atau pokok dari sesuatu, dan isme berarti aliran, ajaran atau paham. Essensialisme

6 Nurul Qomariah, “ Pendidikan Islam dan Aliran Filsafat Pendidikan Rekonstruksionalisme”, Jurnal Al-

Falah, Vol 17, Nomor 32, 2016, hal 209

(13)

adalah istilah yang kurang jelas dan mencakup paham yang meneliti essensi, yaitu apa yang membuat sesuatu adalah sesuatu tersebut, berlawanan dengan kontingensi, yaitu sesuatu yang hanya kebetulan, yang ketiadaannya tidak akan meniadakan sesuatu tersebut.7

Aliran Filsafat Esensialisme adalah suatu aliran filsafat yang menginginkan agar manusia kembali kepada kebudayaan lama. Mereka beranggapan bahwa kebudayaan lama itu telah banyak menghasilkan kebaikan-kebaikan untuk umat manusia. Yang mereka maksud dengan kebudayaan lama itu adalah yang telah ada semenjak peradaban manusia yang pertama dahulu. Akan tetapi yang paling mereka pedomani yakni peradaban semenjak zaman Renaissance, yaitu yang tumbuh dan disekitar abad 11, 12, 13 dan ke 14 Masehi. 8

Dalam dunia pendidikan, aliran Esensialisme ini memandang bahwa pendidikan yang bertumpu pada dasar pandangan fleksibilitas dalam segala bentuk dapat menjadi sumber timbulnya pandangan yang berubah-ubah, mudah goyah dan kurang terarah dan tidak menentu serta kurang stabil. Karenanya pendidikan haruslah diatas pijakan nilai yang dapat mendatangkan kestabilan dan telah teruji oleh waktu, tahan lama dan nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan terseleksi. Nilai-nilai yang dapat memenuhinya adalah yang berasal dari kebudayaan dan filsafat yang memiliki hubungan empat abadsebelumnya. Sejak zaman renaissance, sebagai pangkal timbulnya pandangan-pandangan esensialisme awal.

Sedangkan puncak dari gagasan ini adalah pada pertengahan kedua abad ke-19.

DAFTAR PUSTAKA

Burhanuddin, Nunu Filsafat Ilmu, 2020, Prenadamedia Grup, Jakarta

Yuniarti, EkaPendidikan Islam dalam Presepektif Filsafat Idealisme”, Jurnal Pendidikan Islam, Vol 01, Nomor 02, 2016, hal 149.

7 Muhammad Ichsan Thaib,” Essensialisme dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam”, Jurnal Mudarrisuna, Vol 04, Nomor 02, 2015, hal 4-5.

8 Jalaluddin, Abdullah Idi, FILSAFAT PENDIDIKAN Manusia, Filsafat, dan pendidikan, Cet. III, (Jakarta:

Raja Gravindo Persada, 2013), hal. 95-96.

(14)

Syar’I, Ahmad, Filsafat Pendidikan Islam, 2020 Narasi Nara, Kalimantan Tengah.

Reno wikandaru, “Landasan Ontologi Sosialisme”, Jurnal Filsafat, Vol 26, Nomor 01, 2016, hal 11.

Hery Noor, Ilmu Pendidikan Islam, 1999 Logos Wacana Ilmu, Jakarta.

Nurul Qomariah, “ Pendidikan Islam dan Aliran Filsafat Pendidikan Rekonstruksionalisme”, Jurnal Al-Falah, Vol 17, Nomor 32, 2016, hal 209

Muhammad Ichsan Thaib,” Essensialisme dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam”, Jurnal Mudarrisuna, Vol 04, Nomor 02, 2015, hal 4-5.

Jalaluddin, Abdullah Idi, FILSAFAT PENDIDIKAN Manusia, Filsafat, dan pendidikan, Cet. III, (Jakarta: Raja Gravindo Persada, 2013), hal. 95-96.

(15)

Referensi

Dokumen terkait

Kajian ini berupaya menguraikan beberapa aliran filsafat pendidikan, yang secara langsung berimplikasi pada pengembangan kurikulum pendidikan

Dalam dunia filsafat, filsafat pendidikan merupakan suatu bentuk filsafat khusus, yaitu bagian cabang dari filsafat Islam yang mengkhususkan obyek

Dari penjelasan dan paparan pengertian Filsafat pendidikan Islam yang telah disebutkan oleh para pakar di atas, dapat disimpilkan bahwa Filsafat Pendidikan Islam adalah suatu

Sistem pembahasan persoalan dalam filsafat pendidikan islam dibuat secara sistematis dan logis mulai dari pembahasan tentang apa hakikat filsafat pendidikan islam

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini diantaranya : 1) Bagaimana konsep pemikiran filsafat perenialisme dalam pendidikan dan perspektif pendidikan islam?

Dalam perspektif aliran filsafat pendidikan rekonstruksionalisme, hakekat tujuan pendidikan Islam menurut Ibnu Khaldun yaitu tujuan peningkatan pemikiran, kemasyarakatan dan kerohanian,

buku konsep manusia dari tugas mata kuliah filsafat pendidikan

Sebagai Disiplin Ilmu Filsafat, Filsafat Pendidikan Islam mempunyai sumber-sumber dasar pijakan yang dijadikan rujukan operasional disiplinnya.Filsafat pendidikan ini adalah dalam