• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH ONTOLOGI DAN METAFISIKA FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

N/A
N/A
an-Dika Collection

Academic year: 2023

Membagikan "MAKALAH ONTOLOGI DAN METAFISIKA FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

I

MAKALAH

ONTOLOGI DAN METAFISIKA FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Pendidikan Islam Dosen pengampu: Dr. M. Sugeng Sholehuddin, M.Ag.

Oleh : ASARI NIM. 50222040

KELAS A

JURUSAN MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

KH. ABDURRAHMAN WAHID PEKALONGAN

2023

(2)

2 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Filsafat pendidikan Islam adalah cabang studi yang mendalami tentang prinsip-prinsip dan konsep-konsep yang mendasari sistem pendidikan dalam kerangka nilai-nilai Islam. Dalam rangka memahami esensi pendidikan Islam secara lebih mendalam, perlu untuk menganalisis aspek ontologi dan metafisika yang melandasi pandangan dunia dan pemahaman tentang realitas dalam tradisi filsafat Islam. Ontologi dan metafisika sebagai dua bidang inti dalam filsafat memainkan peran penting dalam membentuk pandangan tentang hakikat eksistensi, hubungan manusia dengan Tuhan, serta makna dan tujuan hidup manusia.

Ontologi adalah bidang utama filsafat yang mempertanyakan sifat eksistensial dari semua yang ada, menurut sistem hubungan yang sistematis berdasarkan hukum sebab dan akibat.1 Ontologi merupakan cabang filsafat yang berfokus pada pertanyaan mendasar mengenai eksistensi, substansi, dan hubungan antara entitas-entitas di alam semesta. Dalam konteks pendidikan Islam, pemahaman tentang ontologi mempengaruhi pandangan terhadap sumber ilmu, realitas pendidikan, dan konsep manusia sebagai makhluk Tuhan. Konsep-konsep seperti fitrah (fitra), alam semesta sebagai tanda-tanda Tuhan (ayatullah), dan relasi antara alam dan akhirat merupakan aspek-aspek ontologis yang penting dalam konteks pendidikan Islam.

Metafisika, di sisi lain, adalah cabang filsafat yang berusaha memahami realitas yang melebihi pengalaman empiris dan material. Dalam filsafat pendidikan Islam, metafisika membantu menjelaskan konsep-konsep seperti tujuan hidup (maqasid al-hayah), hakikat keberadaan manusia, serta

1 Suparlan, S. Filsafat Pendidikan. (Yogyakarta: Ar. Ruzz Media. 2008), h. 97.

(3)

3

dimensi-dimensi spiritualitas dalam pendidikan. Pemahaman tentang akhirat, kehidupan setelah kematian (akhirah), dan hubungan antara dunia material dan dimensi gaib juga merupakan bagian dari kerangka metafisika dalam pendidikan Islam.

Mengintegrasikan ontologi dan metafisika dalam filsafat pendidikan Islam memberikan landasan teoretis yang kuat bagi pengembangan kurikulum, metode pengajaran, dan tujuan pendidikan. Pemahaman tentang esensi keberadaan dan tujuan hidup membentuk landasan moral dan etis bagi siswa, membantu mereka memahami signifikansi tindakan mereka dalam konteks yang lebih luas. Selain itu, mempertimbangkan dimensi metafisika dalam pendidikan Islam membantu siswa mengembangkan kesadaran tentang hubungan mereka dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam semesta.

Dalam konteks kekinian, penerapan konsep-konsep ontologi dan metafisika dalam pendidikan Islam juga dapat membantu mengatasi tantangan- tantangan spiritual dan etis yang dihadapi oleh individu dalam masyarakat yang semakin kompleks dan serba materialistik.

Dengan demikian, makalah ini akan membahas peran ontologi dan metafisika dalam filsafat pendidikan Islam, menjelaskan konsep-konsep mendasar dalam kedua bidang tersebut, serta menyoroti relevansinya dalam membentuk pandangan dunia dan praktik pendidikan yang berlandaskan nilai-nilai Islam.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Ontologi dan Metafisika dalam Filsafat Pendidikan Islam?

2. Bagaimana perkembangan ontologi dan metafisika

3. Apa saja ruang lingkup dari ontologi dan metafiisika filsafat pendidikan islam

(4)

4 C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui Ontologi dalam Filsafat Pendidikan Islam.

2. Untuk mengetahui Metafisika dalam Filsafat Pendidikan Islam.

3. Untuk meamhami tentang ruang lingkup dari ontologi dan metafiisikan filsafat pendidikan islam

(5)

5 BAB II PEMBAHASAN

A. Ontologi Filsafat Pendidikan Islam

Persoalan ontologi merupakan persoalan “ada” atau hakekat, substansi awal dalam filsafat pendidikan Islam. Lazimnya, persoalan ontologi selalu dimulai dengan pertanyaan “apa”, seperti contoh apa itu pendidikan, apa itu filsafat, dan sebagainya.

1. Pengertian Ontologi

Istilah Ontologi berasal dari bahasa Inggris “Ontology” meskipun akar kata ini dari bahasa Yunani on-ontos ( ada-keberadaan ) dan logos (studi, ilmu tentang). Ada beberapa pengertian dasar mengenai “ontologi” antara lain:

pertama, ontologi merupakan studi tentang ciri-ciri “esensial” dari “Yang Ada

“dalam dirinya sendiri yang berbeda dari studi tentang hal-hal yang ada secara khusus. Dalam mempelajari “yang ada” dalam bentuknya yang sangat abstrak, studi tersebut melontarkan pertanyaan seperti “apa itu “Ada” dalam dirinya sendiri?”

Kedua, Ontologi juga bisa mengandung pengertian sebuah cabang filsafat yang menggeluti tata dan struktur realitas dalam arti seluas mungkin, yang menggunakan kategori-kategori seperti ada atau menjadi, aktualitas atau potensialitas, esensi, keniscayaan dasar, bahkan “yang ada” sebagai “yang ada”. Ketiga, Ontologi bisa juga merupakan cabang filsafat yang mencoba melukiskan hakikat “Ada” yang terakhir, ini menunjukan bahwa segala hal tergantung pada eksistensinya. Keempat, Ontologi juga mengandung pengertian sebagai cabang filsafat yang melontarkan pertanyaan, apa arti

“Ada” dan “Berada”, juga menganalisis bermacam-macam makna yang memungkinkan hal-hal dapat dikatakan “Ada”. Kelima, Ontologi bisa juga mengandung pengertian sebuah cabang filsafat

(6)

6

Ontologi merupakan bidang pokok filsafat yang mempersoalkan hakikat keberadaan segala sesuatu yang ada, menurut tata hubungan sistematis berdasarkan hukum sebab akibat. Berdasarkan teori diatas bisa kita nyatakan bahwa ontologi merupakan salah pokok bahasan dalam ilmu filsafat yang mengutamakan tentang persoalan keberadaan segala sesuatu benda baik itu berawal dari asal mula kemunculannya serta kegunaan benda tersebut.

Ontologi merupakan salah satu di antara lapangan-lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Awal mula alam pikiran Barat sudah menunjukan munculnya perenungan dibidang Ontologi. Yang tertua diantara segenap filsuf barat yang kita kena ialah orang Yunani yang bijak dan arif yang bernama Thales. Atas perenungannya terhadap air yang terdapat dimana-mana, ia sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan subtansi terdalam yang merupakan asal mula dari segala sesuatu. Yang penting bagi kita sesungguhnya bukanlah ajarannya yang mengatakan bahwa air itulah asal mula segala sesuatu, melainkan pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu berasal dari satu subtansi belaka.2

2. Objek Formal Ontologi

Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Bagi pendekatan kuantitatif, realitas tampil dalam kuantitas atau jumlah, telaahnya akan menjadi kualitatif. Realitas akan tampil menjadi airan-aliran seperti matrealisme, idealisme, naturalisme atau hylomorphisme.

3. Dasar Ontologi Ilmu

Dasar ontologi ilmu berbicara tentang apakah yang ingin diketahui ilmu? Atau apa yang bisa dirumuskan secara eksplisit yang menjadi bidang telaah ilmu? Berbeda dengan agama atau bentuk pengetahuan yang lainnya, maka ilmu membatasi diri hanya kepada kejadian yang bersifat empiris.

Untuk mendapatkan pengetahuan tersebut, ilmu membuat beberapa asumsi mengenai objek-objek empiris. Sebuah pengetahuan baru dianggap benar selagi kita bisa menerima asumsi yang dikemukakannya. Secara

2 Drs. Soejono Soemargono, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta : Tiara Wacana, 1992), hal.191

(7)

7

terperinci ilmu mempunyai tiga asumsi dasar. Asumsi pertama, menganggap bahwa objek-objek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain, umpamanya dalam hal bentuk, struktur, sifat dan sebagainya. Asumsi Kedua, ilmu menganggap bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu. Kegiatan ilmu bertujuan mempelajari tingkah laku suatu objek dalam suatu keadaan tertentu. Asumsi Ketiga, ilmu menganggap bahwa setiap gejala bukan merupakan sesuatu kejadian yang bersifat kebetulan. Setiap gejala mempunyai suatu hubungan pola- pola tertentu yang bersifat tetap dengan urutan kejadian yang sama. Dalam pengertian ini ilmu mempunyai sifat deterministic.

4. Metode dalam Ontologi

Lorens Bagus memperkenakan tiga tingkatan abstraksi dalam ontology, yaitu abstraksi fisik, abstraksi bentuk, dan abstraksi metaphisik. Abstraksi fisik menampilkan keseluruhan sifat khas suatu objek, sedangkan abstraksi bentuk mendeskripsikan sifat umum yang menjadi ciri semua yang sejenis.

Abstraksi metaphisik mengetengahkan prinsip umum yang menjadi dasar dari semua realitas. Abstraksi yang dijangkau oleh ontologi adalah abstraksi metaphisik.3

5. Aliran-aliran Ontologi

Dalam mengkaji ontology, muncul beberapa pertanyaan yang kemudian melahirkan aliran-airan dalam filsafat. Dari masing-masing pertanyaan menimbulkan beberpa sudut pandang mengenai ontologi.

Pertanyaan itu berupa “Apakah yang ada itu? (What is being?)”,

“Bagaimanakah yang ada itu? (How is being?)”, dan “Dimanakah yang ada itu? (what is being?)”

a. Apakah yang ada itu ? (What is being?)

Dalam memberikan jawaban masalah ini lahir tujuh aliran dalam filsafat, yaitu sebagai berikut :

1) Aliran Monoisme

3 Op.Cit, Prof.Dr.Idzam Fautanu, MA, Filsafat Ilmu,hal.123-124

(8)

8

Aliran ini berpendapat bahwa yang ada itu hanya satu, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber yang asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa ruhani.tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya merupakan sumber yang pokok dan dominan menentukan perkembangan yang lainnya. Plato adalah tokoh filsuf yang bisa dikelompokan dalam aliran ini, karena ia menyatakan bahwa alam ide merupakan kenyataan yang sebenarnya.4

2) Aliran Materialisme

Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan ruhan. Aliran ini sering juga disebut dengan naturalisme.

Menurutnya bahwa zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta. Aliran pemikiran ini dipelopori oleh bapak filsafat yaitu Thales.

Ia berpendapat bahwa unsur asal adalah air, karena pentingnya bagi kehidupan. Anaximander berpendapat bahwa unsur asal itu adalah udara, dengan alasan bahwa udara merupakan sumber dari segala kehidupan. Demokritos berpendapat bahwa hakikat alam ini merupakan atom- atom yang banyak jumlahnya, tak dapat dihitung dan amat halus.

Atom-atom itulah yang merupakan asal kejadian alam.5 3) Aliran Idealisme

Idealisme diambil dari kata “Idea” yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Aliran ini menganggap bahwa dibalik relitas fisik pasti ada sesuatu yang tidak nampak. Bagi aliran ini, sejatinya sesuatu justru terletak dibalik yang fisik. Ia berada dalam ide-ide yang fisik bagi aliran ini dianggap hanya merupakan bayang-bayang, sifat sementara, dan selalu menipu. Eksistensi benda fisik akan rusak dan tidak akan pernah membawa orang pada kebenaran sejati.

4) Aliran Dualisme

4 sunarto, Pemikiran Tentang Kefilsafatan Indonesia, (Yogyakarta : Andi Offset, 1983), hal.70

5 Jujun S.Suriasumantri, Fisafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 196), hal.64

(9)

9

Aliran ini berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikatse bagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat rohani, benda dan roh, jasad dan spirit. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama- sama azali dan abadi.

Hubungan keduanya menciptakan kehidupan dalam alam ini. Tokoh aliran ini adalah Descartes yang dianggap sebagai bapak filsafat modern. Ia menamakan kedua hakikat itu dengan istilah dunia kesadaran (rohani) dan dunia ruang (kebendaan).6

5) Aliran Pluralisme

Aliran ini berpandangan bahwa berbagai macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata. Tokoh aliran ini pada masa Yunani kuno ialah Anaxagoras dan Empledocles, yang menyatakan bahwa substansi yang ada itu udara. Tokoh moderen airan ini adalah William James yang mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, dan lepas dari akal yang mengenal.

6) Aliran Nihilisme

Nihilisme berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada. Sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas aternatif yang positif. Istilah nihilisme diperkenalkan oleh Ivan Turgniev pada tahun 1862 di Rusia. Doktrin tentang nihilisme sebenarnya sudah ada sejak zaman Yunani kuno, yaitu pada pandangan Gorgias yang memberikan tiga proposisi tentang relitas. Pertama, tidak ada sesuatupun yang eksis.

Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat kita ketahui. Ketiga, sekaipun relitas itu dapat diketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain. Tokoh aliran ini adalah Friedrich Nietzche. Dalam pandangannya dunia terbuka untuk kebebasan dan kreativitas manusia.

6 Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hal.142

(10)

10

Mata manusia tidak lagi diarahkan pada suatu dunia di belakang atau di atas dunia dimana ia hidup.

7) Aliran Agnostisisme

Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Kata agonostisime berasal dari bahasa Grik Agnostos, yang berarti unknown.

A artinya not, gno artinya know. Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal. Jadi, agnostisisme adalah paham pengingkaran/penyangkalan terhadap kemampuan manusia mengetahui hakikat benda, baik materi maupun ruhani.7

b. Bagaimanakah yang ada itu? (How is being?)

Apakah yang ada itu sebagai sesuatu yang tetap, abadi, atau berubah- ubah? Dalam hal ini, Zeno menyatakan sesuatu itu sebenarnya khayalan belaka. Pendapat ini dibantah oleh Bergson dan Russel. Seperti yang dikatakan oleh Whitehead bahwa alam ini dinamis, terus bergerak, dan merupakan struktur peristiwa yang mengalir terus secara kreatif.

c. Dimanakah yang ada itu? (Where is being?)

Aliran ini berpendapat bahwa yang ada itu berada dalam alam ide, adi kodrati, universal, tetap abadi, dan abstrak. Sementara aliran materilisme berpendapat sebaliknya, bahwa yang ada itu bersifat fisik, kodrati, individual, berubah-ubah, dan riil.8

B. Metafisika Filsafat Pendidikan Islam

Sejak lama, istilah “metafisika” dipergunakan di Yunani untuk menunjukan karya-karya tertentu Aristoteles. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani metata physika yang berarti “ha-hal yang terdapat sesudah fisika”.

7 Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hal.148

8 M. Zainuddin, Filsafat Ilmu Perspektif Pemikiran Islam, (Jakarta : Lintas Pustaka Publisher, 2006), hal. 26

(11)

11

Aristoteles mendefinisikan sebagai ilmu pengetahuan mengenai yang ada sebagai yang-ada, yang dilawankan. Misalnya, dengan yang-ada sebagai yang digerakan atau yang- ada sebagai yang dijumlahkan. Dewasa ini metafisika dipergunakan baik untuk menunjukan filsafat pada umumnya maupun acapkali untuk menunjukan cabang filsafat yang mempelajari pertanyaan-pertanyaan terdalam. Namun secara singkat banyak yang menyebutkan metafisika sebagai studi tentang realitas dan tentang apa yang nyata.

Terkadang metafisika ini sering disamakan dengan “ontologi” (hakikat ilmu). Namun demikian, Anton Baker membedakan antara Metafisika dan ontologi. Menurut istilah “metafisika” tidak menunjukan bidang ekstensif atau objek material tertentu dalam penelitian, tetapi mengenai suatu inti yang termuat dalam setiap kenyataan, ataupun suatu unsur formal. Inti itu hanya tersentuh pada taraf penelitian paling fundamental, dan dengan metode tersendiri.9

Maka nama metafisika menunjukan sebuah pemikiran, dan merupakan refleksi filosofis mengenai kenyataan yang secara mutlak paling mendalam dan paling Ultimate. Sedangkan ontologi yang menjadi objek material bagi filsafat pertama itu terdiri dari segala hal yang ada.

Secara umum metafisika adalah suatu pembahasan filsafati yang komprehensif mengenai seluruh realitas atau tentang segala sesuatu yang “ada”

(being). Yang dimaksud dengan “ADA” ialah semua yang ada, baik yang ada secara mutlak, ada tidak mutlak, maupun ada dalam kemungkinan.”

Jujun S Sumantri mengatakan, bidang telaah falasafati yang disebut metafisika ini merupakan tempat berpijak dari setiap pemikiran ilmiah.

Diibaratkan bila pikiran itu adalah roket yang meluncur ke bintang- bintang, menembus galaksi dan awan gemawan, maka metafisika adalah dasar peluncurannya.10

Secara umum metafisika dibagi menjadi dua bagian yaitu : 1. Metafisika umum (disebut Ontologi)

2. Metafisika khusus (disebut Kosmologi)

9 Anton Baker, Ontologi atau Metafisika Umum, (Yogyakarta : Kanisius, 1992), hal.15

10 Jujun S Sumantri, Filsafat Ilmu, (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 2001), hal.63

(12)

12

Metafisika umum (ontologi) berbicara tentang segala sesuatu sekaligus.

Perkataan ontologi berasal dari bahasa Yunani yang berarti “yang ada” dan, sekali lagi, logos. Maka objek material dari filsafat umum itu terdiri dari segala-gala yang ada.

Pertanyaan-pertanyaan dari ontologi misanya : Apakah kenyataan merupakan kesatuan atau tidak ? atau apakah alam raya merupakan peredaran abadi dimana semua gejala selau kembali, seperti dalam siklus musim-musim, atau justru suatu proses perkembangan ?

Sedangkan metafisika khusus (Kosmologi) adalah ilmu pengetahuan tentang struktur alam semesta yang membicarakan tentang ruang, waktu, dan gerakan. Kosmologi berasal dari kata “kosmos” = dunia atau ketertiban, lawan dari “chaos” atau kacau balau atau tidak tertib, dan “logos” = ilmu atau percakapan. Kosmologi berarti ilmu tentang dunia dan ketertiban yang paing fundamental dari seluruh realitas.11

C. Perkembangan Ontologi dalam Filsafat Pendidikan Islam:

Perkembangan Ontologi dan Metafisika dalam Konteks Filsafat Pendidikan Islam Ontologi dan metafisika, sebagai dua konsep fundamental dalam filsafat, telah mengalami perkembangan yang signifikan dalam sejarah filsafat Islam. Dalam konteks filsafat pendidikan Islam, pemahaman dan perkembangan konsep-konsep ini memainkan peran penting dalam membentuk pandangan dunia, tujuan pendidikan, serta pemahaman tentang hubungan antara manusia, alam semesta, dan Tuhan.

1. Awal Periode Islam: Pada awal periode Islam, pemikiran filosofis dan ontologis dipengaruhi oleh karya-karya filosof Yunani, terutama Plato dan Aristoteles. Pengenalan konsep-konsep seperti entitas, substansi, dan realitas menjadi bagian integral dari pemikiran filosofis dalam dunia Islam.

2. Al-Kindi dan Al-Farabi: Filsuf-filsuf awal seperti Al-Kindi dan Al-Farabi berupaya menggabungkan pemikiran Yunani dengan ajaran Islam. Mereka

11 Op.Cit, Prof.Dr. Idzam Fautanu, Filsafat Ilmu, hal.132

(13)

13

memainkan peran penting dalam memperkenalkan konsep-konsep ontologis seperti eksistensi, substansi, dan penciptaan alam semesta ke dalam konteks kepercayaan Islam.

3. Ibnu Sina (Avicenna): Salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah filsafat Islam adalah Ibnu Sina. Pemikirannya, terutama dalam karyanya

"Kitab al-Shifa" (The Book of Healing), membahas konsep eksistensi, substansi, dan hierarki realitas. Dia membedakan antara eksistensi yang wajib (necessary existence) dan eksistensi kontingent (contingent existence), serta menjelaskan hubungan antara Tuhan sebagai penyebab pertama dan alam semesta.

4. Ibnu Arabi: Ibnu Arabi adalah tokoh penting dalam tradisi sufisme dan pemikiran metafisika dalam Islam. Pemikirannya mengangkat konsep- konsep tentang realitas, pluralitas, dan hubungan antara Tuhan dan alam semesta. Pandangannya tentang "Wahdat al-Wujud" (kesatuan eksistensi) memiliki pengaruh yang mendalam dalam pemahaman tentang hubungan manusia dengan Tuhan.

D. Perkembangan Metafisika dalam Filsafat Pendidikan Islam:

1. Pemikiran Teosofi: Dalam periode awal Islam, terdapat pemikiran teosofis yang menekankan pemahaman tentang hubungan antara Tuhan dan alam semesta. Pemikiran ini mengarah pada eksplorasi metafisika untuk memahami dimensi gaib yang melampaui pengalaman empiris.

2. Konsep Maqasid al-Hayah: Pengembangan konsep maqasid al-hayah (tujuan hidup) dalam filsafat pendidikan Islam merupakan bagian dari pemikiran metafisika. Konsep ini melibatkan pemahaman tentang tujuan hakiki hidup manusia, yakni untuk mengenal Tuhan dan mendekatkan diri kepada-Nya.

3. Pengaruh Sufisme: Tradisi sufisme dalam Islam, yang menekankan pengalaman spiritual dan penyatuan dengan Tuhan, membawa dimensi metafisika yang mendalam ke dalam pendidikan Islam. Pemikirannya

(14)

14

mengeksplorasi realitas yang tidak terlihat dan pemahaman tentang hubungan antara alam materi dan alam gaib.12

E. Ruang Lingkup Ontologi dalam Filsafat Pendidikan Islam:

1. Hakikat Eksistensi: Ontologi membantu menjelaskan hakikat eksistensi manusia dan alam semesta dalam perspektif Islam. Konsep seperti fitrah (fitra) dan ayatullah (tanda-tanda Tuhan dalam alam) membentuk dasar pemahaman tentang asal-usul dan keberadaan makhluk.

2. Sumber Pengetahuan dan Nilai: Ontologi memengaruhi pemahaman tentang sumber-sumber pengetahuan dan nilai-nilai dalam pendidikan Islam. Pemahaman tentang realitas yang dibangun berdasarkan ajaran Islam membentuk landasan bagi kurikulum dan pembelajaran.

3. Karakteristik Manusia: Ontologi membantu menjelaskan sifat dan karakter manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Pemahaman tentang hakikat manusia sebagai khalifah (pemimpin) di bumi membentuk dasar etika dalam pendidikan.

Fungsi Ontologi dalam Filsafat Pendidikan Islam:

1. Landasan Pendidikan Etis: Ontologi membentuk dasar pemahaman tentang etika dan moralitas dalam pendidikan Islam. Konsep tentang keterkaitan manusia dengan Tuhan dan sesama manusia membentuk pedoman perilaku.

2. Pembentukan Tujuan Pendidikan: Ontologi membantu dalam menentukan tujuan pendidikan Islam yang berfokus pada pengembangan spiritualitas, pemahaman tentang tujuan hidup, dan pengabdian kepada Tuhan.13

F. Ruang Lingkup Metafisika dalam Filsafat Pendidikan Islam:

12 Maftukhin, M. (2016). Teologi Lingkungan Perspektif Seyyed Hossein Nasr. Dinamika Penelitian: Media Komunikasi Penelitian Sosial Keagamaan, 16(2), 337-352.

13 Safitri, E., Yoana, L., Yani, R., & Hayani, R. N. (2022). Pengertian, Objek dan Ruang Lingkup Filsafat, Filsafat Pendidikan dan Filsafat Pendidikan Islam. Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK), 4(6), 5398-5404.

(15)

15

1. Tujuan Hidup (Maqasid al-Hayah): Metafisika membantu menjelaskan tujuan hakiki hidup manusia dalam perspektif Islam. Konsep maqasid al- hayah, yaitu tujuan hidup, menekankan pada pengenalan dan pelayanan kepada Tuhan.

2. Dimensi Gaib dan Akhirat: Metafisika membuka pemahaman tentang dimensi gaib dan akhirat. Konsep ini mengarahkan individu untuk mempersiapkan diri untuk kehidupan setelah kematian dan memandang dunia sebagai persiapan untuk akhirat.

Fungsi Metafisika dalam Filsafat Pendidikan Islam:

1. Pemberian Makna dan Konteks Lebih Dalam: Metafisika membantu memberikan konteks yang lebih dalam dan makna kepada pengalaman hidup manusia. Ini membantu dalam mengatasi tantangan eksistensial dan memberikan persepektif yang luas.

2. Pembentukan Kesadaran Spiritual: Metafisika membantu dalam membentuk kesadaran spiritual dan hubungan individu dengan Tuhan. Ini melibatkan pencarian makna dan keberadaan di luar dimensi materi.

Dalam keseluruhan, ontologi dan metafisika berperan penting dalam membentuk pemahaman tentang eksistensi, tujuan hidup, dan hubungan dengan Tuhan dalam pendidikan Islam. Keduanya bekerja bersama untuk membentuk landasan etis, tujuan pendidikan, serta kesadaran spiritual bagi individu muslim.14

14 Sirait, R. (2021). KONSEP METAFISIKA PERSPEKTIF IBNU SINA DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM. HIKMAH: Jurnal Pendidikan Islam, 10(2), 105-119.

(16)

16 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Dalam filsafat pendidikan Islam, ontologi dan metafisika memainkan peran sentral dalam membentuk pandangan dunia, tujuan hidup, dan pemahaman tentang hubungan antara manusia, alam semesta, dan Tuhan. Ontologi, sebagai studi tentang hakikat eksistensi, mengajarkan pemahaman tentang keberadaan benda dan makhluk serta menghubungkannya dengan ajaran Islam. Metafisika, sebagai refleksi terdalam tentang realitas, membuka pintu pemahaman tentang dimensi gaib dan tujuan hakiki hidup.

Dalam perkembangan ontologi, pemikiran para filosof Muslim seperti Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Arabi membantu mengintegrasikan konsep-konsep Yunani dengan ajaran Islam. Konsep eksistensi, substansi, dan hierarki realitas menjadi bagian integral dalam pandangan dunia Islam. Ontologi juga membentuk landasan etika, pemahaman tentang sumber pengetahuan, dan konsep manusia sebagai khalifah di bumi.

Perkembangan metafisika dalam konteks filsafat pendidikan Islam juga sangat signifikan. Pemikiran teosofis awal Islam mengarahkan pada eksplorasi dimensi gaib yang melampaui pengalaman empiris. Konsep maqasid al-hayah, atau tujuan hidup, diarahkan pada pemahaman tujuan hakiki hidup manusia yang melibatkan pengenalan dan pelayanan kepada Tuhan. Pengaruh sufisme juga membawa dimensi metafisika mendalam, memahami realitas yang tidak terlihat, dan menghubungkan manusia dengan Tuhan melalui pengalaman spiritual.

Ontologi dan metafisika, melalui konsep-konsepnya seperti hakikat eksistensi, tujuan hidup, dan dimensi gaib, memberikan landasan bagi filsafat pendidikan Islam. Mereka membentuk dasar etika, tujuan pendidikan, serta membuka pintu bagi pemahaman yang lebih dalam tentang eksistensi dan hubungan manusia dengan Tuhan. Dalam pandangan filsafat pendidikan Islam, ontologi dan metafisika

(17)

17

menjadi landasan penting dalam membimbing individu menuju tujuan hakiki hidup yang bermakna dan mendalam.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan pedoman penulisan.

(18)

18

DAFTAR PUSTAKA

Prof.Dr. Idam Fautanu,MA, Filsafat Ilmu, (Jakarta : Referensi, 2012),.

Drs. Soejono Soemargono, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta : Tiara Wacana, 1992),.

Op.Cit, Prof.Dr.Idzam Fautanu, MA, Filsafat Ilmu,.

Sunarto, Pemikiran Tentang Kefilsafatan Indonesia, (Yogyakarta : Andi Offset, 1983),.

Jujun S.Suriasumantri, Fisafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 196),.

Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007),.

M. Zainuddin, Filsafat Ilmu Perspektif Pemikiran Islam, (Jakarta : Lintas Pustaka Publisher, 2006),.

Anton Baker, Ontologi atau Metafisika Umum, (Yogyakarta : Kanisius, 1992) Suparlan, S. Filsafat Pendidikan. (Yogyakarta: Ar. Ruzz Media. 2008)

Noeng, M. Filsafat Ilmu. (Yogyakarta: Rakersan. 2008)

Maftukhin, M. (2016). Teologi Lingkungan Perspektif Seyyed Hossein Nasr. Dinamika Penelitian: Media Komunikasi Penelitian Sosial Keagamaan,

Safitri, E., Yoana, L., Yani, R., & Hayani, R. N. (2022). Pengertian, Objek dan Ruang Lingkup Filsafat, Filsafat Pendidikan dan Filsafat Pendidikan Islam. Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK),

Sirait, R. (2021). Konsep Metafisika Perspektif Ibnu Sina Dalam Filsafat Pendidikan Islam. Hikmah: Jurnal Pendidikan Islam,

(19)

19

Referensi

Dokumen terkait

Filsafat Pendidikan Islam dalam Surat Al-Ashr adalah aplikasi pandangan,.. kepercayaan serta prinsip filosofis mengenai pendidikan yang

Muhammadiyah telah memainkan peranan penting dalam konteks rekonsiliasi antar intelektual muslim dan cendekiawan Barat. Berdasarkan konsep ini, lembaga-lembaga pendidikan

Berarti bahwa filsafat pendidikan perlu mengetengahkan tentang konsep-konsep dasar pendidikan.Pendidikan di Indonesia teraktualisasi dengan berdasar pada praksis

Dalam konteks pendidikan kemajuan yang terjadi dinegara-negara barat tidak terlepas dari pendidikan, maka pendidikan diindonesia harus sadar akan perubahan yang terjadi dalam

Rekonstruksionisme (rekonstruksi, artinya membangun ulang) yang sering kali disebut sebagai rekonstruksi sosial merupakan perkembangan dari gerakan filsafat pendidikan

Bidang utama dalam ilmu filsafat, seperti filsafat manusia, alam dunia, pengetahuan, kehutanan, moral dan sosial, kemudian disusunlah uraian

Latar Belakang Dalam dunia yang kompleks ini, pemahaman terhadap filsafat, pengetahuan, dan agama memiliki peran yang penting dalam membimbing manusia dalam pencarian kebenaran dan

Filsafat pendidikan Islam merupakan konsep berpikir tentang bagaimana pendidikan yang berlandaskan ajaran-ajaran agama