(Aliran Esensialisme dan Rekonstruksionisme)
Dosen Pengampu : Rapiko, M.Pd.I
Di Susun Oleh : Kelompok 2
Indah Ayu Apriliyani (TM140712) Miftahul Jannah (TM140730)
Lokal 3D
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat dijunjung tinggi. Filsafat berusaha untuk memahami realitas secara menyeluruh, dengan menjelaskannya secara umum dan sistematis. Begitu pula dengan filsafat pendidikan berusaha memahami pendidikan dalam keseluruhan, menafsirkannya dengan konsep-konsep umum, yang akan membimbing kita dalam memilih tujuan dan kebijakan pendidikan. Dengan cara yang sama filsafat mengkoordinasi hasil-hasil penemuan sains yang berlainan dan berbeda-beda, maka filsafat pendidikan menafsirkan penemuan-penemuan tersebut berkaitan dengan pendidikan.
Dalam filsafat terdapat berbagai aliran-aliran, seperti materialisme, idealisme, realisme, pragmatisme, dan lain-lainnya. Karena filsafat Esensialisme dan Konsruksionisme. Didalam makalah ini akan di jelaskan mengenai kedua aliran tersebut agar menambah pengetahuaan pembaca lebih dalam.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan masalah-masalah yang akan dibahas pada penulisan kali ini. Masalah yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian aliran esensialisme?
4. Bagaimana dasar filosofis dan teori pendidikan aliran konstruksionisme? 5. Bagaimana perkembangan rekonstruksionisme sosial?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan makalah ini adalah: 1. Menjelaskan pengertian aliran esensialisme
2. Menjelaskan karakteristik dan teori pendidikan aliran essensialisme 3. Menjelaskan pengertian aliran konstruksionisme
4. Menjelaskan dasar filosofis dan teori pendidikan aliran konstruksionisme 5. Menjelaskan bagaimana perkembangan rekonstruksionisme sosial
D. Manfaat penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Aliran Esensialisme
1. Pengertian Aliran Esensialisme
Essensial (essence, artinya esensi atau inti) dirintis oleh WC Bagley (1874-1946) yang merupakan tokoh guru atau dosen dan Presiden Dewan Nasional dari NEA’s National Council of Education.1
Esensialisme merupakan falsafah pendidikan tradisional yang memandang bahwa nilai pendidikan hendaknya bertumpu pada nilai-nilai yang jelas dan tahan lama sehingga menimbulkan kestabilan dan arah yang jelas pula.2
Esensialisme modern dalam pendidikan adalah gerakan pendidikan yang memprotes terhadap skeptisisme dan sinisme dari gerakan progrevisme terhadap nilai-nilai yang tertanam dalam warisan budaya atau sosial. Menurut Esensialisme, nilai-nilai yang tertanam dalam warisan budaya atau sosial adalah nilai-nilai kemanusiaan yang terbentuk secara beangsur-angsur dengan melalui kerja keras dan susah payah selama beratus tahun, dan di dalamnya berakar gagasan-gagasan dan cita-cita yang telah teruji dalam perjalanan waktu. Gerakan esensialisme itu sendiri muncul dan berkembang pada abad ke-20.3
Oleh karena itu esensialisme berpandangan bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai jelas yang terbentuk secara beangsur-angsur, yaitu kebudayaan lama yang telah banyak memperbuat kebaikan-kebaikan untuk umat manusia.
1 Mohammad Ali, dkk, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, (Bandung: PT. IMTIMA,
2009), hlm. 26
2 Abd. Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: RajaGrafndo
Persada, 2011), hlm. 191
3 Redja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: RajaGrafndo Persada,
2. Karakterisitik Filsafat Pendidikan Esensialisme
Karakteristik filsafat pendidikan esensialisme menurut Wiliam C. Bagley adalah sebagai berikut:
1) Minat-minat yang kuat dan tahan lama sering tumbuh dari upaya-upaya belajar awal yang memikat atau menarik perhatian bukan karena dorongan dari dalam diri siswa.
2) Pengawasan, pengarahan, dan bimbingan orang yang belum dewasa adalah melekat dalam masa balita yang panjang atau keharusan ketergantungan yang khusus pada spesies manusia.
3) Oleh karena kemampuan untuk mendisiplin diri harus menjadi tujuan pendidikan, maka menegakkan disiplin adalah suatu cara yang pendidikan, sedangkan sekolah-sekolah pesaingnya (progresivisme) memberikan sebuah teori yang lemah. Apabila terdapat sebuah pertanyaan dimasa lampau tentang jenis teori pendidikan yang diperlukan sejumlah kecil masyarakat demokrasi di dunia, maka pertanyaan terebut tidak ada lagi pada hari ini.4
3. Teori Pendidikan a. Tujuan Pendidikan
Dalam hubungannya dengan pendidikan, esensialisme menekankan pada tujuan pewarisan nilai-nilai kultural historis kepada peserta didik melalui pendidikan yang akumulatif dan terbukti dapat bertahan lama serta bernilai untuk diketahui oleh semua orang. Pengetahuan ini dilaksanakan dengan memberikan skill, sikap, dan
nilai-nilai yang tepat, yang merupakan esensial (inti) dari unsur-unsur pendidikan. Pendidikan bertujuan mencapai standar akademik yang tinggi, pengembangan intelek atau kecerdasan.5
b. Metode Pendidikan
1) Pendidikan yang berpusat pada guru (teacher centered).
2) Umumnya diyakini bahwa siswa tidak benar-benar tahu apa yang diinginkan, dan mereka harus dipaksa belajar. Oleh karena itu pedagogi yang bersifat lemah lembut harus dijauhi, dan memusatkan diri pada penggunaan metode latihan tradisional yang tepat.
3) Metode utama adalah latihan mental, misalnya melalui diskusi, pemberian tugas dan penguasaan pengetahuan (penyampaian informasi).6
c. Kurikulum
Kurikulum dipusatkan pada penguasaan materi pelajaran (subject-centered), dan karenanya fokus pendidikan selama masa sekolah dasar adalah keterampilan membacan menulis, dan berhitung. Sementara pada sekolah menengah hal tersebut diperluas dengan memasukkan pelajaran matematika, sains, humaniora, bahasa dan sastra. Penguasaan terhadap materi kurikulum ini dianggap sebagai fondasi yang esensial bagi keutuhan pendidikan secara umum untuk memenuhi kebutuhan hidup. Asumsinya adalah bahwa dengan pendidikan yang ketat terhadap disiplin ilmu ini akan dapat membantu mengembangkan intelek siswa dan pada saat yang sama akan menjadikannya sadar terhadap lingkungan dunia fisiknya. Menguasai dasar konsep dan fakta dari disiplin ilmu yang esensial merupakan suatu keharusan.
d. Peserta Didik
Siswa adalah makhluk rasional dalam kekuasaan fakta dan keterampilan-keterampilan pokok yang siap siaga melakukan latihan-latihan intelektif atau berpikir.
e. Pendidik
Ruang kelas ada dalam pengaruh dan kendali guru sepenuhnya. Guru berperan sebagai sebuah contoh dalam pengawalan nilai-nilai dan penguasaan pengetahuan atau gagasan – gagasan.
B. Aliran Rekonstruksionisme
1. Pengertian Rekonstruksionisme
Rekonstruksionisme dirintis oleh GS Counts dan siswa John Dewey, dari Teacher College, Columbia University (1927-1950). Aliran ini dibentuk oleh sebagian penganut aktivist progresivisme yang tidak sabar melihat macetnya reformasi pendidikan pasca resesi ekonomi 1929 si USA sebelum PD II.7 John Dewey memandang bahwa pendidikan sebagai rekonstruksi pengalaman-pengalaman yang berlangsung terus dalam hidup. Sekolah menjadi tempat utama berlangsungnya pendidikan haruslah merupakan gambaran kecil dari kehidupan sosial di masyarakat.
Rekonstruksionisme (rekonstruksi, artinya membangun ulang) yang sering kali disebut sebagai rekonstruksi sosial merupakan perkembangan dari gerakan filsafat pendidikan progresivisme. Umumnya rekonstruksionisme menganggap bahwa progsivisme belum cukup jauh berusaha memperbaiki masyarakat. Mereka percaya progsivisme hanya memerhatikan problema masyarakat pada saat itu saja, padahal yang diperlukan pada abad kemajuan teknologi yang pesat ini adalah rekonstruksi masyarakat dan penciptaan tatanan dunia baru secara menyeluruh.8
Maka dari itu, rekonstruksionisme menaruh perhatian terhadap pendidikan dalam kaitannya dengan masyarakat. Artinya, bahwa tujuan
pendidikan, kurikulum, metode, peranan guru dan sekolah sebagai lembaga pendidikan itu hendaknya searah dengan situasi dan kebutuhan masyarakat.
2. Dasar filosofis a. Pragmatisme
Rekonstruksionisme bersumber pada Pragmatisme. Seperti yang telah kita ketahui, Pragmatisme menganggap kenyataan sebagai dunia pengalaman, yang diperoleh melalui pengindraan, yang kebenarannya terkandung pada kegunaannya dalam masyarakat.
b. Neopositivisme
Sikap umum yang menjadi dasar pemikiran kaum Neopositivisme adalah humanisme ilmiah, yang menghargai harkat dan martabat manusia, dan mempunyai keyakinan teguh bahwa ilmu dapat dipergunakan untuk membangun masyarakat masa depan.
3. Teori Pendidikan a. Tujuan Pendidikan
Konstruksionisme menghendaki tujuan pendidikan untuk meningkatkan kesadaran siswa mengenai problematika sosial, politik, dan ekonomi yang dihadapi manusia secara global, dan untuk membina, membekali mereka dengan kemampuan-kemampuan dasar agar bisa menyelesaikan masalah-masalah tersebut.9
b. Metode Pendidikan
Analisis kritis terhadap kerusakan-kerusakan masyarakat dan kebutuhan-kebutuhan programatik untuk perbaikan. Dengan demikian menggunakan metode pemecahan masalah, analisis kebutuhan, dan penyusunan program aksi perbaikan masyarakat.
c. Kurikulum
Kurikulum berisi mata pelajaran yang berorientasi pada kebutuhan-kebutuhan masyarakat masa depan. Kurikulum banyak berisi masalah-masalah sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi umat manusia, yang termasuk di dalamnya masalah-masalah pribadi pada siswa sendiri dan program-program perbaikan yang ditentukan secara ilmiah. Struktur organisasi kurikulum terbentuk dari cabang ilmu sosial dan proses penyelidikan ilmiah sebagai metode pemecahan masalah. d. Peserta Didik
Siswa adalah generasi muda yang sedang tumbuh menjadi manusia pembangun, dan perlu berlatih keras untuk menjadi insinyur sosial yang diperlukan untuk membangun masyarakat masa depan. e. Pendidik
1) Direktur proyek
Guru harus membuat siswa menyadari masalah-masalah yang dihadapi umat manusia, sehingga mereka bisa memecahkannya, dan menjamin bahwa mereka memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah tersebut, maka tugas guru sebagai direktur proyek. Apabila mereka tidak memilikinya, tugas guru adalah mengajarkannya. 2) Pemimpin Penelitian
Guru harus tampil dalam membantu siswa menghadapi kontroversi dan memberi semangat terhadap munculnya pemikiran yang berbeda sebagai bentuk alternatif penyelesaian masalah.10
4. Perkembangan Rekonstruksionisme Sosial
Gagasan Rekonstruksionisme Sosial disambut oleh beberapa tokoh lain, antara lain oleh oleh Thorndike, Brameld dan Edwin O. Reischaer. Edwin O reischaur menyatakan bahwa perlu pembangunan kembali yang luar biasa dari pendidikan, apabila manusia ingin terus hidup dalam wajah dunia yang berkembang cepat. Rekonstruksionisme sosial mendorong berkembangnya sekolah-sekolah masyarakat, dengan lebih menekankan
pada masyarakat daripada individu. Sekolah masyarakat ini merupakan sekolah yang berpusat pada masyarakat atau “social-centered school”, yang menggunakan sekolah untuk memperbaiki kehidupan masyarakat.11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut Esensialisme, nilai-nilai yang tertanam dalam warisan budaya atau sosial adalah nilai-nilai kemanusiaan yang terbentuk secara beangsur-angsur dengan melalui kerja keras dan susah payah selama beratus tahun, dan di dalamnya berakar gagasan-gagasan dan cita-cita yang telah teruji dalam perjalanan waktu.
Dalam hubungannya dengan pendidikan, esensialisme menekankan pada tujuan pewarisan nilai-nilai kultural historis kepada peserta didik melalui pendidikan yang akumulatif dan terbukti dapat bertahan lama serta bernilai untuk diketahui oleh semua orang. Pengetahuan ini dilaksanakan dengan memberikan skill, sikap, dan nilai-nilai yang tepat, yang merupakan esensial (inti) dari unsur-unsur pendidikan. Pendidikan bertujuan mencapai standar akademik yang tinggi, pengembangan intelek atau kecerdasan.
Aliran Rekonstruksionisme menaruh perhatian terhadap pendidikan dalam kaitannya dengan masyarakat. Artinya, bahwa tujuan pendidikan, kurikulum, metode, peranan guru dan sekolah sebagai lembaga pendidikan itu hendaknya searah dengan situasi dan kebutuhan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Ali,Muhammad,dkk.2009.Ilmu dan Aplikasi Pendidikan.Bandung:PT. IMTIMA Assegaf,Abd.Rachman.2011.Filsafat Pendidikan Islam.Jakarta:RajaGrafindo
Persada