BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sertifikasi Guru
2.1.1 Hakikat Sertifikasi Guru
Pada hakikatnya, standar kompetensi dan sertifikasi guru adalah untuk
mendapatkan guru yang baik dan professional, yang memiliki kompetensi untuk
melaksanakan fungsi dan tujuan sekolah khususnya, serta tujuan pendidikan pada
umumnya, sesuai kebutuhan masyarakat dan tuntutan zaman. Sertifikasi adalah
proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen, sedangkan sertifikat
pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru dan
dosen sebagai tenaga professional. Oleh karena itu sertifikasi guru dapat diartikan
sebagai suatu proses pemberian pengakuan bahwa seseorang telah memiliki
kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan
tertentu, setelah uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi.
Dengan kata lain, sertifikasi guru adalah proses uji kompetensi yang dirancang untuk
mengungkapkan penguasaan kompetensi seseorang sebagai landasan pemberian
sertifikat pendidik.
Dalam hal ini, sertifikasi merupakan prosedur untuk menentukan apakah
seorang guru/calon guru layak diberikan izin dan kewenangan untuk mengajar.Hal
ini diperlukan karena lulusan lembaga pendidikan tenaga keguruan sangat bervariasi,
baik di kalangan perguruan tinggi negeri maupun swasta.Sertifikasi guru telah
dilakukan oleh pemerintah sejak tahun 2007. Dalam Undang-Undang Guru dan
akademik dan kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran dan kualifikasi
akademik diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana (S1) atau program
diploma empat (D-IV) yang sesuai dengan tugasnya sebagai guru untuk guru dan S-2
untuk dosen. Saat ini, seorang pendidik dikatakan sudah memenuhi standar
professional apabila yang bersangkutan sudah mengikuti uji sertifikasi.Ada dua
macam pelaksanaan uji sertifikasi yaitu yang merupakan bagian dari pendidikan
profesi, bagi mereka calon pendidik, dan yang berdiri sendiri bagi mereka yang saat
diundangkannya UUGD sudah berstatus pendidik (Sukarti, 2013: 39).
Wahab (dalam Sukarti, 2013: 39) menyatakan bahwa program sertifikasi
guru pada dasarnya diorientasikan kepada guru prajabatan dan guru dalam jabatan.
Namun mengingat kondisi dan tuntutan yang ada maka program sertifikasi guru
sementara diprioritaskan bagi guru dalam jabatan.Berdasarkan Surat Keputusan
Mendiknas No. 18 tahun 2007 tentaang penilaian, sertifikasi guru dalam jabatan
dilakukan dalam bentuk portofolio. Komponen penilaian portofolio dipilih dalam 3
(tiga) unsur, yaitu : Unsur A terdiri dari kualifikasi akademik, pengalaman mengajar,
perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran; Unsur B terdiri dari pendidikan dan
pelatihan, penilaian dari atasan dan pengawas, prestasi akademik, karya
pengembangan profesi; Unsur C terdiri dari keikutsertaan dalam forum ilmiah,
pengalaman organisasi di bidang pendidikan dan sosial, dan penghargaan yang
relevan dengan bidang pendidikan (Sukarti, 2013: 39-40). Menurut Permendiknas
No. 16 tahun 2007, guru yang memiliki nilai di atas batas minimal dinyatakan lulus
penilaian portofolio dan berhak menerima sertifikat pendidik. Namun, guru yang
hasil penilaian portofolionya memperoleh nilai kurang namun mendekati batas
minimal diberi kesempatan untuk melengkapi portofolio. Bagi guru yang
dan pelatihan profesi guru yang akan dilaksanakan oleh perguruan tinggi yang
ditetapkan oleh Menteri Pendidikan Nasional (Sukarti, 2013: 40).
Pada hakikatnya program sertifkasi guru adalah menghasilkan guru yang
professional, memiliki kompetensi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai
guru dan pendidik sesuai dengan visi dan misi sekolah khususnya, serta tujuan
pendidikan pada umumnya. Kompetensi guru merupakan gambaran kualitatif tentang
hakikat perilaku guru yang penuh arti, sedangkan dalam Undang-Undang RI No. 14
tahun 2005 tentang guru dan dosen dijelaskan bahwa kompetensi adalah seperangkat
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai
oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan (Broke & Stone,
dalam Mulyasa 2008: 25). Seorang pendidik diharapkan mempunyai kompetensi
pedagogik, kepribadian, professional dan sosial.Kompetensi pedagogik adalah
kemampuan mengelola pembelajaran bagi peserta didik yang meliputi pemahaman
terhadap peserta didik/siswa, pengelolaan pembelajaran yaitu perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran, serta evaluasi hasil belajar.
Kompetensi kepribadian adalah pribadi yang berakhlak mulia dan dapat
diteladani bagi peserta didik.Kepribadian tersebut meliputi kepribadian pendidik
yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.Kompetensi professional meliputi
kemampuan pendidik dalam penguasaan materi pembelajaran yang memungkinkan
membimbing peserta didik memperoleh kompetensi yang ditetapkan.Kompetensi
sosial meliputi kemampuan pendidik untuk dapat berkomunikasi dan berinteraksi
secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang
tua/wali peserta didik, dan masyarakat.Keberhasilan siswa dalam belajar memang
tidak hanya ditentukan dari kemampuan guru dalam mengajar.Keberhasilan siswa
42).Guru hanyalah satu bagian dari 13 faktor tersebut. Berdasarkan teori tersebut
maka dapat dikatakan bahwa keberhasilan siswa dalam belajar memang tidak
semata-mata dipengaruhi oleh kualitas guru. Secara garis besar, faktor-faktor yang
diduga berpengaruh terhadap kualitas guru dapat diklasifikasikan ke dalam 2 (dua)
kategori,yaitu : faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor
yang terkait dengan diri guru yang bersangkutan, seperti faktor motivasi, keluarga,
dan lainnya; sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berada di luar pribadi
guru tersebut, seperti kebijakan institusi/pemerintah serta kondisi lingkungan tempat
kerja guru, jaminan perlindungan hak, dan lainnya.
Dalam standar kompetensi dan sertifikasi guru, dimaksudkan untuk
mengangkat harkat dan martabat guru dalam kesejahteraannya, hak-haknya, dan
memiliki posisi yang seimbang dengan profesi lain yang lebih mapan kehidupannya.
Melalui standar kompetensi dan sertifikasi guru sebagai proses pemberdayaan,
diharapkan adanya perbaikan tata kehidupan yang lebih adil, demokratis, serta
tegaknya kebenaran dan keadilan di kalangan guru dan tenaga kependidikan.
Diharapkan guru dapat melaksanakan pendidikan sesuai dengan kebutuhan,
perkembangan zaman, karakteristik lingkungan dan tuntutan global.Dalam standar
kompetensi dan sertifikasi guru, pemberdayaan dimaksudkan untuk memperbaiki
kinerja sekolah melalui kinerja guru agar dapat mencapai tujuan secara optimal,
efektif, dan efisien. Standar kompetensi dan sertifikasi guru sebagai proses
pemberdayaan merupakan cara untuk membangkitkan kemauan dan potensi guru
agar memiliki kemampuan mengontrol diri dan lingkungannya untuk dimanfaatkan
2.1.2 Tujuan dan Manfaat Sertifikasi Guru
Sertifikasi guru bertujuan untuk hal-hal sebagai berikut :
1. Melindungi profesi pendidik dan tenaga kependidikan.
2. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik yang tidak kompeten, sehingga
merusak citra pendidik dan tenaga kependidikan.
3. Membantu dan melindungi lembaga penyelenggara pendidikan, dengan
menyediakan rambu-rambu dan instrumen untuk melakukan seleksi terhadap
pelamar yang kompeten.
4. Membangun citra masyarakat terhadap profesi pendidik dan tenaga
kependidikan.
5. Memberikan solusi dalam rangka meningkatkan mutu pendidik dan tenaga
kependidikan (Wibowo, dalam Mulyasa 2007: 35).
Lebih lanjut dikemukakan bahwa sertifikasi pendidik dan tenaga
kependidikan mempunyai manfaat sebagai berikut :
1) Pengawasan Mutu
(1) Lembaga sertifikasi yang telah mengidentifikasikan dan menentukan
seperangkat kompetensi yang bersifat unik.
(2) Untuk setiap jenis profesi dapat mengarahkan para praktisi untuk
mengembangkan tingkat kompetensinya secara berkelanjutan.
(3) Peningkatan profesionalisme melalui mekanisme seleksi, baik pada waktu
awal masuk organisasi profesi maupun pengembangan karier selanjutnya.
(4) Proses seleksi yang lebih baik, program pelatihan yang lebih bermutu
maupun usaha belajar secara mandiri untuk mencapai peningkatan
2) Penjaminan Mutu
(1) Adanya proses pengembangan profesionalisme dan evaluasi terhadap kinerja
praktisi akan menimbulkan persepsi masyarakat dan pemerintah menjadi
lebih baik terhadap organisasi profesi beserta anggotanya. Dengan demikian
pihak berkepentingan, khususnya para pelanggan/pengguna akan semakin
menghargai organisasi profesi dan sebaliknya organisasi profesi dapat
memberikan jaminan atau melindungi para pelanggan/pengguna.
(2) Sertifikasi menyediakan informasi yang berharga bagi para
pelanggan/pengguna yang ingin mempekerjakan orang dalam bidang keahlian
dan keterampilan tertentu.
Sudjanto (2009) mengungkapkan bahwa manfaat sertifikasi guru adalah
sebagai berikut :
1. Melindungi profesi guru dari praktik-praktik yang tidak kompeten, yang dapat
merusak citra profesi guru.
2. Melindungi masyarakat dari praktik-praktik pendidikan yang tidak berkualitas
dan tidak professional.
3. Menjaga lembaga penyelenggara pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) dari
keinginan internal dan tekanan eksternal yang menyimpang dari
ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Sertifikasi guru merupakan amanat Undang-Undang Republik Indonesia No.
20 tahun 2003 tentang Sisdiknas.Pasal 61 menyatakan bahwa sertifikat dapat
berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi, tetapi bukan sertifikat yang diperoleh
melalui pertemuan ilmiah seperti seminar, diskusi panel, lokakarya, dan simposium.
Namun, sertifikat kompetensi diperoleh dari penyelenggara pendidikan dan lembaga
yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi. Ketentuan ini bersifat umum, baik untuk
tenaga kependidikan maupun non-kependidikan yang ingin memasuki profesi
guru.Sertifikasi guru dikenakan baik pada calon guru lulusan LPTK, maupun yang
berasal dari perguruan tinggi non-kependidikan (bidang ilmu) tertentu yang ingin
memilih guru sebagai profesi.Lulusan dari jenis perguruan tinggi non-kependidikan,
sebelum mengikuti uji sertifikasi dipersyaratkan mengikuti program pembentukan
kemampuan mengajar di LPTK.Di samping itu, agar fungsi penjaminan mutu guru
dapat dilakukan dengan baik, guru yang sudah bekerja pada interval waktu tertentu
(0-15) tahun, dipersyaratkan mengikuti program resertifikasi.
2.1.3 Dasar Hukum Sertifikasi Guru
Menurut Dirjen PMTK Departemen Pendidikan Nasional tahun 2007, dasar
hukum sertifikasi profesi guru adalah sebagai berikut :
1. Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional :
a) Pasal 42 ayat 1, Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi
sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
b) Pasal 43 ayat 2, Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi
yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi.
2. Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen:
a) Pasal 8, Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat
pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
b) Pasal 11 ayat (1): Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 8
diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan, ayat (2): Sertifikasi
pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program
pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh
pemerintah, ayat (3): Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif,
transparan, dan akuntabel, ayat (4): Ketentuan lebih lanjut mengenai
sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
3. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 tahun 2007 tentang Standar
Kualifikasi dan Kompetensi Guru.
4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi
bagi Guru dalam Jabatan.
2.1.4 Guru Professional
Dalam proses pendidikan, guru mempunyai peranan yang sangat penting.
Guru merupakan orang yang memiliki kemampuan merancang program
pembelajaran serta mampu menata dan mengelola kelas agar peserta didik dapat
belajar dan pada akhirnya dapat mencapai tingkat kedewasaan sebagai tujuan akhir
dari proses pendidikan (Uno, dalam Aditya & Wulandari 2011: 36). Guru adalah
figur manusia yang menempati posisi dan memegang peranan penting dalam
pendidikan (Djamarah, dalam Aditya & Wulandari 2011: 27). Guru merupakan kunci
dalam peningkatan mutu pendidikan dan mereka berada di titik sentral dari setiap
usaha reformasi pendidikan yang diarahkan pada perubahan-perubahan kualitatif
Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menjelaskan bahwa guru
adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia
dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Menurut
Uno (dalam Aditya & Wulandari 2011: 28) guru adalah orang dewasa yang secara
sadar bertanggung jawab dalam mendidik, mengajar, dan membimbing peserta
didik.Guru yang memiliki kualitas mengajar yang baik merupakan pusat dari
keberhasilan suatu sistem pendidikan (Perie & Baker, dalam Aditya & Wulandari
2011: 36).
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa guru adalah
tenaga professional yang memiliki tugas mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia
dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, sampai pendidikan menengah. Guru
professional tidak hanya dituntut untuk menguasai bidang ilmu, bahan ajar, metode
pembelajaran, memotivasi peserta didik, memiliki keterampilan yang tinggi dan
wawasan yang luas terhadap dunia pendidikan, tetapi juga harus memiliki
pemahaman yang mendalam tentang hakikat manusia dan masyarakat.
Hakikat-hakikat ini akan melandasi pola pikir dan budaya kerja guru, serta loyalitasnya
terhadap profesi pendidikan. Demikian halnya dalam pembelajaran, guru harus
mampu mengembangkan budaya dan iklim organisasi pembelajaran yang bermakna,
kreatif dan dinamis, bergairah, dialogis, sehingga menyenangkan bagi peserta didik
maupun guru.
Untuk menjadi professional, seorang guru dituntut memiliki lima hal sebagai
berikut :
2. Menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara
mengajarnya kepada peserta didik;
3. Bertanggung jawab memantau hasil belajar peserta didik melalui berbagai cara
evaluasi;
4. Mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari
pengalamannya;
5. Seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan
profesinya (Supriadi, dalam Mulyasa 2007).
Ada beberapa indikator yang dapat dijadikan ukuran karakteristik guru yang
dinilai kompeten secara professional, yaitu :
1. Mampu mengemban tanggung jawab dengan baik.
2. Mampu melaksanakan peran dan fungsinya dengan tepat.
3. Mampu bekerja untuk mewujudkan tujuan pendidikan di sekolah.
4. Mampu melaksankan peran dan fungsinya dalam pembelajaran di kelas.
Peningkatan profesionalisme guru merupakan upaya untuk membantu guru
yang belum memiliki kualifikasi professional menjadi professional.Dengan demikian
peningkatan kemampuan professional guru merupakan bantuan atau memberikan
kesempatan kepada guru tersebut melalui program dan kegiatan yang dilakukan
pemerintah.Namun demikian, bantuan profesionalisme hanya sekedar bantuan,
sehingga yang harus lebih berperan aktif adalah guru itu sendiri.Artinya, bahwa
gurulah yang seharusnya meminta bantuan kepada yang berwenang untuk
mendapatkan pembinaan.Bantuan yang diberikan juga merupakan bantuan
professional, yang tujuan akhirnya adalah menumbuhkembangkan profesionalisme
guru.Peningkatan kemampuan profesionalisme guru bukan sekedar diarahkan kepada
lebih kepada peningkatan kemampuan keprofesionalannya dan komitmen sebagai
seorang pendidik.Guru professional memiliki dua ciri yaitu tingkat kemampuan yang
tinggi dan komitmen yang tinggi (Glickman, dalam Mulyasa 2007).
2.2 Kesejahteraan dan Kinerja 2.2.1 Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan sosial dalam artian yang sangat luas mencakup berbagai
tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik.Taraf
kehidupan yang lebih baik ini tidak hanya diukur secara ekonomi dan fisik belaka,
tetapi juga ikut memperhatikan aspek sosial, mental, dan segi kehidupan spiritual
(Adi, 2003). Kesejahteraan sosial dapat dianalogikan seperti kesehatan jiwa,
sehingga dapat dilihat dari empat sudut pandang, yaitu :
1. Kesejahteraan sosial sebagai suatu keadaan (kondisi).
Sebagai suatu kondisi (keadaan), kesejahteraan sosial dapat dilihat dari rumusan
Undang-Undang No. 6 tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan Pokok
Kesejahteraan Sosial, pasal 2 ayat 1 : “Kesejahteraan sosial ialah suatu tata
kehidupan dan penghidupan sosial materiil maupun spiritual yang diliputi oleh
rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir dan batin, yang
memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi
diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta
kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila”.
Rumusan tersebut menggambarkan kesejahteraan sosial sebagai suatu
yang meliputi kehidupan material maupun spiritual, dengan tidak menempatkan
suatu aspek lebih penting dari yang lainnya, tetapi lebih mencoba melihat pada upaya
mendapatkan titik keseimbangan.Titik keseimbangan yang dimaksud adalah
keseimbangan antara aspek jasmaniah dan rohaniah, ataupun keseimbangan antara
aspek material dan spiritual.
2. Kesejahteraan sosial sebagai suatu ilmu.
Sebagai suatu ilmu, pada dasarnya merupakan suatu ilmu yang mencoba
mengembangkan pemikiran, strategi dan teknik untuk meningkatkan
kesejahteraan suatu masyarakat, baik di level mikro, mezzo maupun makro.Ilmu
kesejahteraan sosial mengembangkan beberapa metode intervensi (termasuk di
dalamnya aspek strategi dan teknik) guna meningkatkan taraf hidup komunitas
sasaran.Metode intervensi dalam ilmu kesejahteraan sosial secara garis besar
dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu intervensi makro dan
mikro.Sebagai ilmu yang terkait dengan profesi yang memberikan bantuan
(helping professions) terhadap klien ataupun beneficiaries (penerima layanan),
ilmu kesejahteraan sosial merupakan suatu ilmu yang mencoba mensinergikan
berbagai ilmu yang sudah berkembang guna meningkatkan taraf hidup
(kesejahteraan) masyarakat.
3. Kesejahteraan sosial sebagai suatu kegiatan.
Sebagai suatu kegiatan, pengertian kesejahteraan sosial dapat terlihat dari
definisi: kesejahteraan sosial merupakan sistem yang terorganisir dari berbagai
institusi dan usaha-usaha kesejahteraan sosial yang dirancang guna membantu
individu ataupun kelompok agar dapat mencapai standar hidup dan kesehatan
yang lebih memuaskan (Friedlander, dalam Adi 2003). Meskipun tidak secara
yang dikemukakan Friedlander di atas sekurang-kurangnya menggambarkan
kesejahteraan sosial sebagai suatu sistem pelayanan (kegiatan) yang dirancang
guna meningkatkan taraf hidup masyarakat. Meskipun dalam pengertian yang
dikemukakannya Friedlander secara eksplisit menyatakan bahwa target dari
kegiatan tersebut adalah individu dan kelompok, tetapi dalam arti luas pengertian
Friedlander juga melihat masyarakat sebagai suatu totalitas.
4. Kesejahteraan sosial sebagai suatu gerakan.
Sebagai suatu gerakan, isu kesejahteraan sosial sudah menyebar luas hampir ke
seluruh penjuru dunia, sehingga menjadi suatu gerakan tersendiri yang bertujuan
memberitahukan kepada dunia bahwa masalah kesejahteraan sosial merupakan
hal yang perlu diperhatikan secara seksama oleh masyarakat dunia, baik secara
global maupun parsial.Oleh karena itu muncullah berbagai macam gerakan dalam
wujud organisasi lokal, regional, maupun internasional yang berusaha menangani
isu-isu kesejahteraan sosial ini.
Salah satu pengertian yang dikembangkan oleh Pre-Conference Working
Committee for the 15th International Conference of Social Welfare mungkin dapat
digunakan sebagai landasan untuk memandang kesejahteraan sosial sebagai suatu
gerakan yang global.Pengertian itu adalah kesejahteraan sosial merupakan
keseluruhan usaha sosial yang terorganisir dan mempunyai tujuan utama untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat berdasarkan konteks sosialnya. Di dalamnya
tercakup pula unsur kebijakan dan pelayanan dalam arti luas yang terkait dengan
berbagai kehidupan dalam masyarakat, seperti pendapatan; jaminan sosial;
kesehatan; perumahan; pendidikan; rekreasi; tradisi budaya; dan lain sebagainya
Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan sosial, pemerintah membuat UU
yang berisi tanggung jawab pemerintah dalam upaya penyelenggaraan kesejahteraan
sosial yang tertuang dalam UU No. 11 Tahun 2009 bagian II pasal 25 yang meliputi :
1. Merumuskan kebijakan dan program penyelenggaraan kesejahteraan sosial;
2. Menyediakan akses penyelenggaraan kesejahteraan sosial;
3. Melaksanakan rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan
perlindungan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
4. Memberikan bantuan sosial sebagai stimulan kepada masyarakat yang
menyelenggarakan kesejahteraan sosial;
5. Mendorong dan memfasilitasi masyarakat serta dunia usaha dalam melaksanakan
tanggung jawab sosialnya;
6. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia di bidang
kesejahteraan sosial;
7. Menetapkan standar pelayanan, registrasi, akreditasi, dan sertifikasi pelayanan
kesejahteraan sosial;
8. Melaksanakan analisis dan audit dampak sosial terhadap kebijakan dan aktivitas
pembangunan;
9. Menyelenggarakan pendidikan dan penelitian kesejahteraan sosial;
10.Melakukan pembinaan dan pengawasan serta pemantauan dan evaluasi terhadap
penyelenggaraan kesejahteraan sosial;
11.Mengembangkan jaringan kerja dan koordinasi lintas pelaku penyelenggaraan
kesejahteraan sosial tingkat nasional dan internasional;
12.Memelihara taman makam pahlawan dan makam pahlawan nasional;
14.Mengalokasikan anggaran untuk penyelenggaraan kesejahteraan sosial dalam
APBN.
Dalam UU No. 11 tahun 2009 tentang ketentuan-ketentuan pokok
kesejahteraan sosial disebutkan bahwa usaha kesejahteraan sosial adalah upaya yang
terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah,
dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar
setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan
sosial, dan perlindungan sosial. Semua upaya, program, dan kegiatan yang ditujukan
adalah untuk mewujudkan, membina, memelihara, memulihkan, dan
mengembangkan kesejahteraan sosial.Pernyataan tersebut mengartikan bahwa
usaha-usaha kesejahteraan sosial merupakan upaya yang ditujukan kepada manusia baik
individu, kelompok maupun masyarakat.
2.2.2 Kesejahteraan Guru
Saat ini, masalah status/kesejahteraan guru sedang hangat-hangatnya
dibicarakan oleh banyak pihak.Kenyataan ini menunjukkan bahwa masyarakat sudah
mulai menaruh perhatian terhadap masalah guru.Perhatian masyarakat ini tentunya
tidak datang begitu saja, tetapi ada alasan-alasannya.Perhatian tersebut bertitik tolak
pada dua hal, yaitu tumbuhnya kesadaran dan pengertian masyarakat tentang tugas
dan fungsi guru dan status/kesejahteraan guru yang tidak sesuai dengan urgensi tugas
dan fungsinya. Peningkatan status/kesejahteraan guru sebagai suatu usaha akan lebih
mudah dirintis realisasinya bila dilandasi oleh suatu legitimasi hukum. Walaupun
landasan hukum yang formal dan langsung belum ada, usaha untuk merealisasikan
maksud tersebut dapat mempergunakan landasan-landasan sebagai berikut : (a)
kepegawaian, (c) persyaratan teknis dan administratif bagi seorang guru, (d)
pandangan/opini masyarakat yang didasari pengertian dan kesadaran tentang
pentingnya peranan guru.
Untuk meningkatkan status/kesejahteraan guru, perlu usaha-usaha dari
beberapa pihak, baik guru, pemerintah, maupun masyarakat.Usaha-usaha tersebut
terutama dapat diarahkan kepada kesejahteraan guru baik yang bersifat moril
maupun materiil yang juga melibatkan pihak guru, pemerintah, dan masyarakat.
Usaha dari pihak guru antara lain : a) guru perlu meningkatkan mutu profesinya; b)
tetap berpijak pada moral dan mental guru; c) berpijak pada kode etik guru, d) loyal
kepada pemerintah. Usaha dari pihak pemerintah berupa : a) kebijaksanaan yang
mendukung peningkatan status/kesejahteraan guru, b) realisasi kebijaksanaan di
bidang kesejahteraan guru, c) perhatian terhadap calon guru (pendidikan guru)
maupun pensiunan guru, d) memberikan fasilitas sesuai dengan kemampuan, e)
mempersiapkan situasi dan kondisi yang relevan bagi pelaksanaan profesi guru
secara baik. Usaha dari masyarakat dinyatakan dalam bentuk : a) membantu usaha
dari pihak guru, b) membantu usaha dari pihak pemerintah, c) mengikuti secara
positif dan konstruktif perkembangan pendidikan pada umumnya dan pendidikan
guru pada khususnya.
Usaha-usaha dari ketiga pihak tersebut di antaranya dapat berwujud :
mendukung penerapan kode etik guru, mengadakan penataran untuk meningkatkan
mutu guru, meningkatkan/menyempurnakan lembaga-lembaga pendidikan guru,
menaikkan gaji guru, memberikan tunjangan khusus untuk guru, memperkuat
koperasi guru, dan menyediakan asuransi jiwa bagi guru. Status sosial profesi guru
dan kesejahteraannya berkaitan sangat erat. Kesejahteraan yang tinggi akan membuat
kesejahteraan guru yang rendah (dengan indikator utama gaji), maka status sosialnya
pun tidak begitu baik dalam masyarakat. Agak berbeda dengan profesi lain (misalnya
dokter), tingginya penghormatan pada guru karena perannya yang sangat penting
dalam pendidikan tidak dengan sendirinya menjadi jaminan bagi lebih baiknya
tingkat kesejahteraan mereka. Pokja Pemberdayaan Guru pada Bappenas (dalam
Jalal & Supriadi, 2001) menyimpulkan bahwa dilihat dari berbagai aspek dan
kriteria, memang tingkat kesejahteraan guru, khusunya gaji, masih rendah
dibandingkan dengan beban tugasnya yang berat dan perannya yang sangat penting
dalam keseluruhan proses pendidikan.
Jalal (2001: 221-225); dan Tilaar (2003: 382-391) mengungkapkan bahwa
proses sertifikasi guru menuju profesionalisasi pelaksanaan tugas dan fungsinya
harus dibarengi dengan kenaikan kesejahteraan guru, sistem rekrutmen guru,
pembinaan, dan peningkatan karir guru.
1. Kesejahteraan guru dapat diukur dari gaji dan intensif yang diperoleh. Gaji guru
di Indonesia ini masih relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara lain.
Rendahnya kesejahteraan guru bisa mempengaruhi kinerja guru, semangat
pengabdiannya, dan juga upaya mengembangkan profesionalismenya. Kenaikan
gaji dilakukan bersamaan dengan perbaikan aspek-aspek kesejahteraan lain yaitu
prosedur kenaikan pangkat, jaminan rasa aman, kondisi kerja, kepastian karir,
penghargaan terhadap tugas atau peran keguruan (Jalal, dalam Mulyasa 2007).
Kesejahteraan guru sebaiknya selain berasal dari pemerintah pusat, juga
didukung oleh pemerintah daerah serta partisipasi masyarakat dan dunia usaha.
2. Tunjangan fungsional yang merupakan insentif bagi guru sebaiknya diberikan
dengan mempertimbangkan: (1) kesulitan tempat bertugas, (2) kemampuan,
(4) prestasi guru dalam mengajar, menyiapkan bahan ajar, menulis, meneliti, dan
membimbing, serta berhubungan dengan stakeholder.
3. Sistem rekrutmen guru dan penempatannya memerlukan kebijakan yang tepat
mengingat banyak calon guru yang sering memilih tugas di tempat yang
diinginkannya. Ada kasus, guru yang ditempatkan di desa tertentu tidak pernah
muncul, atau kalau datang bertugas selalu berhalangan untuk hadir, yang
akhirnya minta dipindahkan ke tempat yang diinginkannya. Untuk
menghilangkan masalah seperti itu, maka dalam rekrutmen dan penempatan perlu
dipertimbangkan beberapa hal berikut:
a. asal tempat calon guru;
b. memperketat persyaratan calon guru yang diangkat dengan melihat hasil
pendidikan dan seleksi;
c. menetapkan batas waktu tugas untuk bisa mengajukan mutasi atau pindah;
d. memberikan insentif dan jaminan lain bagi calon guru yang ditempatkan di
daerah terpencil;
e. memperkuat disiplin di tempat tugas dan menerapkan sanksi bagi yang
melanggar;
f. memintakan partisipasi dan tanggung jawab masyarakat untuk menjamin
kesejahteraan, tempat tinggal, keamanan, kesehatan guru, terutama guru yang
berasal dari daerah lain;
g. untuk mengisi kekurangan guru di SD, SLTP, atau SLTA yang jauh dari kota,
sebaiknya memberdayakan lulusan yang ada di tempat itu dengan legitimasi
dari pemerintah daerah.
4. Pendidikan dan pembinaan tenaga guru dapat ditempuh melalui tiga cara, yaitu
2.2.3 Pengertian Tingkat Kesejahteraan
Tingkat kesejahteraan adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan
seseorang baik sosial material maupun spiritual yang disertai dengan rasa
keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin sehingga dapat memenuhi
kebutuhan jasmaniah, rohaniah, dan sosialnya.Untuk mengetahui tingkat
kesejahteraan, berdasarkan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) yang telah mengadakan program yang disebut dengan pendataan
keluarga.Pendataan ini bertujuan untuk memperoleh data tentang dasar
kependudukan dan keluarga dalam rangka program pembangunan dan pengentasan
kemiskinan. Adapun pentahapan keluarga sejahtera yaitu :
a. Keluarga pra sejahtera yaitu keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi
kebutuhan dasar secara minimal, seperti : kebutuhan spiritual, pangan, sandang,
papan dan kesehatan atau keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu
indikator-indikator keluarga sejahtera I.
b. Keluarga sejahtera I yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan
kebutuhan sosial psikologisnya, seperti: kebutuhan akan pendidikan, keluarga
berencana, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan sekitar dan
transportasi.
c. Keluarga sejahtera II yaitu keluarga-keluarga yang selain dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya, juga telah dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya,
tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangan, seperti menabung dan
d. Keluarga sejahtera III yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi
keseluruhan kebutuhan dasar, kebutuhan sosial psikologisnya dan kebutuhan
pengembangan, tetapi belum dapat memberikan sumbangan yang maksimal dan
teratur bagi masyarakat dalam bentuk material, seperti : sumbangan materi untuk
kepentingan sosial kemasyaratakatan atau yayasan sosial, keagamaan, kesenian,
olahraga, pendidikan, dan lain sebagainya.
e. Keluarga sejahtera III plus yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi
seluruh kebutuhannya, baik yang bersifat dasar, sosial psikologis maupun
pengembangan serta telah memberikan sumbangan yang nyata dan berkelanjutan
bagi masyarakat.
Dari pentahapan ini, dapat diketahui tingkat kesejahteraan guru dalam
lingkup keluarganya.Untuk mengukur tingkat kesejahteraan, telah dikembangkan
beberapa indikator operasional yang menggambarkan tingkat pemenuhan kebutuhan
dasar, kebutuhan sosial psikologis dan kebutuhan pengembangan. Beberapa indikator
tersebut yaitu :
a. Keluarga pra sejahtera
Keluarga yang tidak dapat memenuhi syarat-syarat sebagai keluarga sejahtera I.
b. Keluarga sejahtera I
1) Melaksanakan ibadah menurut agama yang dianut masing-masing.
2) Makan dua kali sehari atau lebih.
3) Pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan.
4) Lantai rumah bukan dari tanah.
5) Jika anak sakit dibawa ke sarana/petugas kesehatan.
1) Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menurut agama yang
dianut masing-masing.
2) Minimal seminggu sekali keluarga tersebut menyediakan daging/ikan/telur
sebagai lauk pauk.
3) Memperoleh pakaian baru dalam setahun terakhir.
4) Luas lantai tiap penghuni rumah 8 m2.
5) Anggota keluarga sehat dalam keadaan tiga bulan terakhir, sehingga dapat
menjalankan fungsi masing-masing.
6) Bisa baca tulis latin bagi anggota keluarga dewasa yang berumur 10-60
tahun.
7) Seluruh anak yang berumur 7-15 tahun bersekolah pada saat ini.
8) Anak hidup dua atau lebih dan saat ini masih memakai alat kontrasepsi.
d. Keluarga sejahtera III
1) Keluarga mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama.
2) Keluarga mempunyai tabungan.
3) Keluarga biasanya makan bersama minimal sekali dalam sehari.
4) Turut serta dalam kegiatan masyarakat.
5) Keluarga mengadakan rekreasi bersama..
6) Keluarga dapat memperoleh berita dari surat kabar/radio/televisi/majalah.
7) Anggota keluarga dapat menggunakan sarana transportasi.
e. Keluarga sejahtera III plus
1. Memberikan sumbangan secara teratur dan sukarela untuk kegiatan sosial
masyarakat dalam bentuk materi.
Faktor lain yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan keluarga antara lain
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal keluarga yang mempengaruhi
tingkat kesejahteraan meliputi : pendapatan, pendidikan, pekerjaan, jumlah anggota
keluarga, umur, kepemilikan asset dan tabungan; sedangkan faktor eskternal yang
mempengaruhi kesejahteraan adalah kemudahan akses finansial pada lembaga
keuangan, akses bantuan pemerintah, kemudahan akses dalam kredit
barang/peralatan dan lokasi tempat tinggal. Sementara itu, unsur manajemen sumber
daya keluarga yang mempengaruhi kesejahteraan adalah perencanaan, pembagian
tugas, dan pengontrolan kegiatan. Menurut Badan Pusat Statistik (2005), indikator
yang digunakan untuk mengetahui tingkat kesejahteraan ada delapan (8), yaitu
pendapatan, konsumsi atau pengeluaran keluarga, keadaan tempat tinggal, fasilitas
tempat tinggal, kesehatan anggota keluarga, kemudahan mendapatkan pelayanan
kesehatan, kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan, dan kemudahan
mendapatkan fasilitas transportasi.
2.2.4 Kinerja
Kinerja ialah hasil kerja dan kemajuan yang telah dicapai seseorang dalam
bidang tugasnya. Kinerja artinya sama dengan prestasi kerja. Kinerja merupakan
tanda keberhasilan suatu organisasi dan orang-orang yang ada dalam organisasi
tersebut (Hikman, dalam Usman 2010).Stoner & Freeman (dalam Usman, 2010)
mengemukakan bahwa kinerja adalah kunci yang harus berfungsi secara efektif agar
organisasi secara keseluruhan dapat berhasil. Kinerja digunakan apabila seseorang
menjalankan tugas atau proses dengan terampil sesuai dengan prosedur dan
pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujaun,
misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi.
Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan
individu maupun kelompok individu.Kinerja bisa diketahui hanya jika individu atau
kelompok individu tersebut mempunyai criteria keberhasilan yang telah
ditetapkan.kriteria keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan atau target-target tertentu
yang hendak dicapai. Tanpa ada tujuan atau target, kinerja seseorang atau organisasi
tidak mungkin dapat diketahui karena tidak ada tolak ukurnya. Kinerja mengacu
pada kadar pencapaian tugas-tugas yang membentuk sebuah pekerjaan pegawai.
Kinerja merefleksikan seberapa baik pegawai memenuhi persyaratan sebuah
pekerjaan pegawai.
Darma (dalam Suruni, 2002) mengatakan bahwa faktor internal yang dapat
mempengaruhi kinerja terdiri dari : 1) kemampuan, 2) sikap, 3) minat, 4) persepsi.
Sedangkan faktor eksternal meliputi : 1) struktur tugas, 2) iklim organisasi, 3) sistem
imbalan. Menurut Arikunto (1990) ada dua faktor yang mempengaruhi kinerja
seseorang yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi : sikap,
minat, inteligensi, motivasi dan kepribadian, sedangkan faktor eksternal meliputi
sarana dan prasarana, insentif atau gaji, suasana kerja dan lingkungan kerja (Aswir,
2013).Pengukuran kinerja adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan
terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk informasi
atas : efisiensi pengunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa; kualitas
barang dan jasa; hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan; dan
efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan (Robertson, dalam Mahsun: 2006).
Kinerja dalam menjalankan fungsinya tidak berdiri sendiri, melainkan selalu
diberikan, serta dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan, dan sifat-sifat individu.
Kinerja individu pada dasarnya dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor : (1) harapan
mengenai imbalan, (2) dorongan, (3) kemampuuan, (4) kebutuhan dan sifat, (5)
persepsi terhadap tugas, (6) imbalan internal dan eksternal, (7) persepsi terhadap
tingkat imbalan dan kepuasan kerja. Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan
di atas, maka pengertian atau definisi kinerja dapat disimpulkan sebagai berikut :
hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu
organisasi baik secara kuantitatif maupun kualitatif, sesuai dnegan kewenangan dan
tugas tanggung jawab masing-masing, dalam upaya mencapai tujuan organisasi
bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun
etika.
Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat disimpulkan beberapa aspek yang
mendasar dan paling pokok dari pengukuran kinerja, yaitu sebagai berikut :
1. Menetapkan tujuan, sasaran dan strategis organisasi, dengan menetapkan secara
umum apa yang diinginkan oleh organisasi sesuai dengan tujuan, visi, dan
misinya.
2. Merumuskan indikator kinerja dan ukuran kinerja, yang mengacu pada penilaian
kinerja secara tidak langsung, sedangkan indicator kinerja mengacu pada
engukuran kinerja secara langsung yang berbentuk keberhasilan utama dan
indicator kinerja kunci.
3. Mengukur tingkat capaian tujuan dan sasaran organisasi, menganalisis hasil
pengukuran kinerja yang dapat diimplementasikan dengan membandingkan
tingkat capaian tujuan dan sasaran organisasi.
4. Mengevaluasi kinerja dengan menilai kemajuan organisasi dan pengambilan
seberapa besar tingkat keberhasilan tersebut dan mengevaluasi langkah apa yang
diambil organisasi selanjutnya.
Unsur-Unsur yang terdapat dalam kinerja terdiri dari :
1. Hasil-hasil fungsi pekerjaan.
2. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi karyawan/pegawai seperti :
motivasi, kecakapan, persepsi peranan, dan sebagainya.
3. Pencapaian tujuan organisasi.
4. Periode waktu tertentu.
Berdasarkan hal-hal di atas, kinerja didefinisikan sebagai hasil-hasil fungsi
pekerjaan/kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang
dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode
waktu tertentu.
2.2.5 Kinerja Guru
Setiap individu yang diberi tugas atau kepercayaan untuk bekerja pada suatu
organisasi tertentu diharapkan mampu menunjukkan kinerja yang memuaskan dan
memberikan hasil yang maksimal terhadap pencapaian tujuan organisasi
tersebut.Kinerja seseorang dapat ditingkatkan bila ada kesesuaian antara pekerjaan
dan keahliannya. Kinerja guru adalah perilaku yang berhubungan dengan kerja
guru.(Anoraga: 1998). Suhertin (dalam Aswir, 2013) mengatakan kinerja guru
merupakan cerminan dari kualitas guru itu sendiri, sedangkan kemampuan yang
dimiliki oleh guru tersebut sangat erat sekali kaitannya dengan kinerja guru dalam
melaksanakan tugasnya sebagai pendidik di sekolah. Ada beberapa indikator dari
pengajaran, 2) kemampuan guru dalam melaksanakan program pengajaran, 3)
keluesan guru dalam berinteraksi sesama guru dan siswa, 4) keterampilan guru dalam
menilai hasil pengajaran.
Kinerja guru merupakan hasil atau keluaran dari proses atau kemampuan
aplikasi kerja guru dalam wujud nyata, yaitu pekerjaan atau rangkaian kegiatan yang
dilakukan guru dalam tugas keguruannya. Kinerja seorang guru tercermin dari
kemampuannya mencapai prasyarat-prasyarat tertentu yang telah ditetapkan atau
dijadikan standar. Kinerja guru adalah hasil kerja yang dicapai guru berdasarkan
kemampuannya menjalankan tugas pada proses pembelajaran yang mencakup aspek
perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran dan penilaian hasil
pembelajaran. Kinerja guru yang tinggi tentunya menjadi impian bagi para
guru.Namun dalam realitanya untuk mencapai kinerja guru yang tinggi sebagian guru
kesulitan untuk mencapainya.Hal ini ditunjukkan dengan masih adanya sebagian
guru yang kesulitan merancang perencanaan pelaksanaan pembelajaran yang efektif
dan inovatif.Masih ada guru yang kesulitan dalam mengelola kelas, monoton dalam
penggunaan metode, sumber belajar dan media pembelajaran.Selain itu masih ada
guru melakukan evaluasi hasil pembelajaran yang belum objektif.
Kinerja dikatakan baik dan memuaskan apabila tujuan yang dicapai sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan.Ada 10 (sepuluh) komponen portofolio
(penilaian diri) bagi guru sesuai dengan Permendiknas No. 18 tahun 2007 yaitu : (1)
kualifikasi akademik, (2) pendidikan dan pelatihan, (3) pengalaman mengajar, (4)
perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, (5) penilaian dari atasan dan pengawas,
(6) prestasi akademik, (7) karya pengembangan profesi, (8) keikutsertaan dalam
forum ilmiah, (9) pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial, (10)
berhubungan dengan kualitas dalam menjalankan tugasnya. Menilai kualitas kinerja
dapat ditinjau dari beberapa indikator yang meliputi : (1) unjuk kerja, (2) penguasaan
materi, (3) penguasaan profesional keguruan dan pendidikan, (4) penguasaan
cara-cara penyesuaian diri, dan (5) kepribadian untuk melaksanakan kualitas dengan baik
(Sulistyorini, 2001: 55).
Untuk mengetahui keberhasilan kinerja perlu dilakukan penilaian kinerja.
Penilaian kinerja dengan pendekatan yang berpusat pada pelaksanaan tugas,
dilakukan dengan cara menilai perilaku pegawai sesuai dengan tugas dan tanggung
jawabnya. Standar penilaian kinerja hendaknya berlandaskan pada persyaratan
kerja.Secara garis besar penilaian kinerja guru digunakan untuk menilai 14 indikator
dengan butir-butir kinerja yang telah ditentukan, yaitu :
1. Mengenal karakteristik peserta didik
2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik
3. Pengembangan kurikulum
4. Kegiatan pembelajaran yang mendidik
5. Memahami dan mengembangkan potensi
6. Komunikasi dengan peserta didik
7. Penilaian dan evaluasi
8. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional
Indonesia
9. Menunjukkan pribadi yang dewasa dan teladan
10.Etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, dan rasa bangga menjadi guru
11.Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif
12.Komunikasi dengan sesama guru, tenaga pendidikan, orang tua peserta didik, dan
13.Penguasaan materi struktur konsep dan pola piker keilmuan yang mendukung
mata pelajaran yang diampu
14.Mengembangkan keprofesian melalui tindakan reflektif
2.2.6 Teori Motivasi
Motivasi ialah keinginan untuk berbuat sesuatu, sedangkan motif adalah
kebutuhan, keinginan, dorongon, atau impuls.Motivasi merupakan keinginan yang
terdapat pada seseorang individu yang merangsangnya untuk melakukan
tindakan-tindakan atau sesuatu yang menjadi dasar atau alasan seseorang berperilaku.
Motivasi kerja dapat diartikan sebagai keinginan atau kebutuhan yang melatar
belakangi seseorang sehingga ia terdorong untuk bekerja. Motivasi merupakan
proses psikis yang mendorong orang untuk melakukan sesuatu. Motivasi dapat
berasal dari dalam diri maupun luar diri seseorang.
Teori motivasi terdiri dari dua, yaitu teori isi dan teori proses. Teori isi
memusatkan perhatiannya pada pertanyaan “apa penyebab perilaku terjadi dan
berhenti”.Jawabannya terpusat pada 1) kebutuhan, keinginan atau dorongan yang
memacu untuk melakukan kegiatan, 2) hubungan karyawan dengan faktor-faktor
eksternal dan internal yang menyebabkan mereka melakukan kegiatan. Sedangkan
teori proses memusatkan perhatian pada bagaimana perilaku dimulai dan
dilaksanakan.
Terjadinya proses motivasi diawali oleh adanya kebutuhan. Kebutuhan itu
dipenuhi oleh insentif atau gaji/upah dari organisasi tempat kita bekerja.Gaji/upah
yang diterima memberikan dampak persepsi.Misalnya, jika organisasi semakin maju
maka organisasi semakin untung. Apabila organisasi banyak keuntungannya,
maksud tersebut, muncul usaha-usaha motivasi.Usaha-usaha motivasi dan
kemampuan mempengaruhi tingkat kinerja.Tingkat kinerja mempengaruhi ganjaran
(hadiah) dan produktivitas.Produktivitas mempengaruhi insentif organisasi dan
ganjaran mempengaruhi kepuasan. Apabila kepuasan telah terpenuhi, maka akan
muncul pula kebutuhan-kebutuhan baru. Demikian seterusnya.
2.2.7 Tunjangan Profesi
Tunjangan profesi guru adalah tunjangan yang diberikan kepada guru
berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memiliki sertifikat pendidik.Sedangkan
bantuan tunjangan profesi guru adalah subsidi tunjangan yang diberikan kepada guru
berstatus Bukan Pegawai Negeri Sipil (Non-PNS) yang memiliki sertifikat pendidik.
Tujuan pemberian tunjangan profesi dan bantuan tunjangan profesi adalah untuk
meningkatkan motivasi, profesionalisme, dan kinerja serta kesejahteraan guru dalam
rangka meningkatkan kualitas proses belajar-mengajar dan prestasi belajar peserta
didik.
Besaran tunjangan profesi dan bantuan tunjangan profesi guru/pengawas
adalah :
a. Tunjangan profesi dan bantuan tunjangan profesi guru/pengawas :
1. Guru PNS dan Pengawas diberikan tunjangan sebesar gaji pokok per bulan.
2. Guru Bukan PNS diberikan bantuan tunjangan profesi setara dengan
kualifikasi akademik, pangkat, dan masa kerja yang berlaku bagi guru PNS.
3. Guru Bukan PNS yang belum disetarakan dengan kualifikasi akademik,
pangkat, dan masa kerja yang berlaku bagi guru PNS diberikan bantuan
tunjangan profesi sebesar Rp 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah) per
4. Tunjangan profesi dan bantuan tunjangan profesi guru/pengawas dibayarkan
mulai bulan Januari tahun berikutnya, terhitung sejak tanggal yang
bersangkutan dinyatakan lulus ujian sertifikasi guru sebagaimana yang
tercantum dalam sertifikat pendidik dan memperoleh NRG.
5. Guru yang memperoleh sertifikat pendidik sebelum tahun 2008, tunjangan
profesi atau bantuan tunjangan profesinya dibayarkan terhitung mulai tanggal
1 Januari 2008.
2.3 Kerangka Pemikiran
Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen,
sedangkan sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan
kepada guru dan dosen sebagai tenaga professional. Sertifikasi guru dapat diartikan
sebagai suatu proses pemberian pengakuan bahwa seseorang telah memiliki
kompetensi untuk melaksanakan pelayanan pendidikan pada satuan pendidikan
tertentu, setelah uji kompetensi yang diselenggarakan oleh lembaga sertifikasi. Pada
hakikatnya program sertifkasi guru bertujuan untuk menghasilkan guru yang
professional, memiliki kompetensi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai
guru dan pendidik sesuai dengan visi dan misi sekolah khususnya, serta tujuan
pendidikan pada umumnya. Dalam standar kompetensi dan sertifikasi guru,
dimaksudkan untuk mengangkat harkat dan martabat guru dalam kesejahteraannya,
hak-haknya, dan memiliki posisi yang seimbang dengan profesi lain yang lebih
mapan kehidupannya.
Guru yang telah memperoleh sertifikat pendidik berhak pula mendapat
16 bahwa guru yang memiliki sertifikat pendidik berhak mendapatkan insentif
berupa tunjangan profesi. Besar insentif tunjangan profesi tersebut adalah sebesar
satu kali gaji pokok untuk setiap bulannya bagi guru PNS dan Rp 1.500.000,- bagi
guru yang bukan PNS. Itu berarti pendapatan guru yang telah disertifikasi juga
meningkat. Peningkatan pendapatan tersebut juga berdampak positif terhadap
motivasi kerja guru yaitu keinginan atau kebutuhan yang melatar belakangi guru
tersebut sehingga ia terdorong untk bekerja, sehingga selain meningkatkan
kesejahteraan guru, juga meningkatkan kinerja dan kualitas guru yang selanjutnya
juga akan dapat meningkatkan mutu pendidikan. Melalui standar kompetensi dan
sertifikasi guru sebagai proses pemberdayaan, diharapkan adanya perbaikan tata
kehidupan yang lebih adil, demokratis, serta tegaknya kebenaran dan keadilan di
kalangan guru dan tenaga kependidikan. Diharapkan guru dapat melaksanakan
pendidikan sesuai dengan kebutuhan, perkembangan zaman, karakteristik lingkungan
dan tuntutan global.
Dalam standar kompetensi dan sertifikasi guru, pemberdayaan dimaksudkan
untuk memperbaiki kinerja sekolah melalui kinerja guru agar dapat mencapai tujuan
secara optimal, efektif, dan efisien. Melalui program sertifikasi ini, guru akan dapat
meningkatkan kinerja mereka sehingga juga akan berdampak terhadap peningkatan
prestasi siswa. Di samping peningkatan kinerja, diharapkan juga program sertifikasi
ini dapat meningkatkan kesejahteraan guru sebagai tenaga pendidik. Indikator
kesejahteraan guru dilihat dari antara lain :pendapatan, konsumsi atau pengeluaran
keluarga, keadaan tempat tinggal, fasilitas tempat tinggal, kesehatan anggota
keluarga, kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan memasukkan
Sedangkan indikatorpenilaian kinerja guru dapat dilihat dari : mengenal
karakteristik peserta didik, menuasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran
yang mendidik, pengembangan kurikulum, kegiatan pembelajaran yang mendidik,
memahami dan mengembangkan potensi, komunikasi dengan peserta didik, penilaian
dan evaluasi, bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan
nasional Indonesia, menunjukkan pribadi yang dewasa dan teladan, etos kerja,
tanggung jawab yang tinggi, dan rasa bangga menjadi guru, bersikap inklusif,
bertindak objektif, serta tidak diskriminatif, komunikasi dengan sesama guru, tenaga
pendiidkan, orang tua peserta didik, dan masyarakat, penguasaan materi struktur
konsep dan pola piker keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu,
Gambar 1.1
BAGAN ALIRPIKIR
TUNJANGAN SERTIFIKASI
MOTIVASI KERJA
Keinginan atau kebutuhan yang melatar
belakangi seseorang sehingga ia terdorong
untuk bekerja
KINERJA
1. Mengenal karakteristik peserta didik 2. Menguasai teori belajar dan
prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik
3. Pengembangan kurikulum
4. Kegiatan pembelajaran yang mendidik
5. Memahami dan mengembangkan
potensi
6. Komunikasi dengan peserta didik 7. Penilaian dan evaluasi
8. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional
Indonesia
9. Menunjukkan pribadi yang dewasa dan
teladan
10. Etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, dan rasa bangga menjadi guru
11. Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif
12. Komunikasi dengan sesama guru,
tenaga pendidikan, orang tua peserta
didik, dan masyarakat
13. Penguasaan materi struktur konsep dan pola piker keilmuan yang mendukung
mata pelajaran yang diampu
14. Mengembangkan keprofesian melalui
tindakan reflektif KESEJAHTERAAN
1. Pendapatan
a. Tinggi (>Rp 10.000.000,-)
b. Sedang (Rp 5.000.000 –
Rp 10.000.000,-)
c. Rendah (<Rp 5.000.000,-)
2. Konsumsi atau pengeluaran
keluarga
a. Tinggi (> 5.000.000,-)
b. Sedang (Rp 1.000.000 –
Rp 5.000.000,-)
c. Rendah (<Rp 1.000.000,-) 3. Keadaan tempat tinggal
a. Permanen b. Semi permanen
c. Non permanen
4. Fasilitas tempat tinggal (a.
lengkap, b. cukup, c. kurang) 5. Kesehatan anggota keluarga (a.
bagus, b. cukup, c.kurang)
6. Kemudahan mendapatkan
pelayanan kesehatan (a.
mudah, b. cukup, c. sulit)
7. Kemudahan memasukkan anak
ke jenjang pendidikan (a.
mudah, b. cukup, c. sulit)
8. Kemudahan mendapatkan
fasilitas transportasi (a. mudah,
2.4 Definisi Konsep dan Definisi Operasional 2.4.1 Definisi Konsep
Definisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang
dianut dalam suatu penelitian (Siagian, 2011: 138). Definisi konsep menggambarkan
secara cermat rencana sosial yang akan dikaji (Siagian, 2011: 136). Untuk lebih
mengetahui pengertian konsep-konsep yang akan digunakan, maka peneliti
membatasi konsep yang digunakan sebagai berikut :
1. Pengaruh adalah suatu kekuatan atau daya dari tunjangan sertifikasi terhadap
perubahan kinerja dan kesejahteraan guru di SMP Swasta Dharma Patra Rantau,
Kabupaten Aceh Tamiang.
2. Tunjangan sertifikasi adalah tunjangan yang diberikan kepada guru berstatus
Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memiliki sertifikat pendidik. Sedangkan
bantuan tunjangan profesi guru adalah subsidi tunjangan yang diberikan kepada
guru berstatus Bukan Pegawai Negeri Sipil (Non-PNS) yang memiliki sertifikat
pendidik.
3. Kesejahteraan guru adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan dasar, kebutuhan
sosial psikologis dan kebutuhan pengembangan guru dan keluarganya agar dapat
mencapai standar hidup yang memuaskan.
4. Kinerja guru merupakan hasil atau keluaran dari proses atau kemampuan aplikasi
kerja guru dalam wujud nyata, yaitu pekerjaan atau rangkaian kegiatan yang
dilakukan guru dalam tugas keguruannya.
2.4.2 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah langkah lanjutan dari perumusan definisi
pemahaman tentang konsep-konsep, baik berupa obyek, peristiwa maupun fenomena
yang diteliti, maka perumusan operasional ditujukan dalam upaya transformasi
konsep ke dunia nyata sehingga konsep-konsep penelitian dapat diobservasi. Definisi
operasional sering disebut sebagai suatu proses operasionalisasi konsep.
Operasionalisasi konsep berarti menjadikan konsep yang semula bersifat statis
menjadi dinamis (Siagian, 2011: 141).
Adapun yang menjadi defenisi operasional dalam penelitian ini adalah dapat
diukur dari :
a. Variabel bebas (independent variable), yaitu sekelompok atribut yang
mempengaruhi atau memberikan akibat terhadap variabel atau sekelompok
atribut lain. Ada kalanya variabel bebas itu disebut dengan variabel pengaruh.
Biasanya untuk variabel bebas diberikan simbol “X”, sehingga sering disebut
variabel X (Siagian, 2011: 89). Adapun yang menjadi variabel X adalah
Tunjangan Sertifikasi.
Variabel terikat (dependent variable) yang dapat diartikan sebagai variabel
yang dipengaruhi oleh variabel lain. Melihat kedudukannya, maka variabel terikat
sering juga disebut variabel terpengaruh.Biasanya untuk variabel terikat ini diberi
simbol “Y”, sehingga disebut sebagai variabel Y (Siagian, 2011: 90). Variabel terikat
dalam penelitian ini adalah Kesejahteraan dan Kinerja Guru dengan indikator sebagai
berikut :
1. Kesejahteraan :
a. Pendapatan :
1. Tinggi (> Rp 10.000.000,-)
2. Sedang ( Rp 5.000.000 – Rp 10.000.000,-)
b. Konsumsi atau pengeluaran keluarga :
1. Tinggi ( > Rp 5.000.000 – Rp 10.000.000,-)
2. Sedang ( Rp 1.000.000 – Rp 5.000.000,-)
3. Rendah (< Rp 1.000.000,-)
4. Makan 3 kali sehari
c. Keadaan tempat tinggal :
1. Rumah semi permanen ataupun permanen
2. Lantai terbuat dari trasam/pelur ataupun keramik
d. Fasilitas tempat tinggal :
1. Memiliki alat elektronik (misalnya : televisi, kulkas, pendingin
ruangan)
2. Memiliki penerangan di rumah
3. Memiliki WC yang layak
e. Kesehatan anggota keluarga
1. Anggota keluarga sehat (tidak memiliki penyakit kronis)
2. Anggota keluarga tidak memiliki penyakit tahunan
f. Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan
1. Mampu berobat ke dokter atau pelayanan kesehatan lain apabila sakit
2. Jarak antara rumah dengan rumah sakit atau pelayanan kesehatan
dapat dengan mudah terjangkau
g. Kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan
1. Mampu membiayai sekolah anak-anak
2. Jarak antara sekolah dengan tempat tinggal dapat terjangkau
3. Tidak ada kesulitan pada saat penerimaan anak di sekolah
1. Memiliki kendaraan bermotor milik pribadi (mobil ataupun sepeda
motor)
2. Memiliki ongkos untuk bepergian bukan dengan kendaraan pribadi.
4. Kinerja :
a. Mengenal karakteristik peserta didik
1. Guru mengidentifikasi karakteristik belajar setia peserta didik di
kelasnya.
2. Guru memastikan bahwa semua peserta didik mendapatkan
kesempatan yang sama untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan
pembelajaran.
3. Guru dapat mengatur kelas untuk memberikan kesempatan belajar
yang samapada semua peserta didik dengan kelainan fisik dan
kemampuan belajar yang berbeda.
4. Guru mencoba mengetahui penyebab penyimpangan perilaku peserta
didik untuk mencegah agar perilaku tersebut tidak merugikan peserta
didik lainnya.
5. Guru membantu mengembangkan potensi dan mengatasi kekurangan
peserta didik.
6. Guru memperhatikan peserta didik dengan kelemahan fisik tertentu
agar dapat mengikuti aktivitas pembelajaran, sehingga peserta didik
tersebut tidak termarginalkan (terselisihkan, diolok-olok, minder,
dsb).
1. Guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menguasai
materi pembelajaran sesuai usia dan kemampuan belajarnya melalui
pengaturan proses pembelajaran dan aktivitas yang bervariasi.
2. Guru selalu memastikan tingkat pemahaman peserta didik terhadap
materi pembelajaran tertentu dan menyesuaikan aktivitas
pembelajaran berikutnya berdasarkan tingkat pemahaman tersebut.
3. Guru dapat menjelaskan alasan pelaksanaan kegiatan/aktivitas yang
dilakukannya, baik yang sesuai maupun yang berbeda dengan
rencana, terkait keberhasilan pembelajaran.
4. Guru menggunakan berbagai teknik untuk memotivasi kemauan
belajar peserta didik.
5. Guru merencanakan kegiatan pembelajaran yang saling terkait satu
sama lain, dengan memperhatikan tujuan pembelajaran maupun
proses belajar peserta didik.
6. Guru memperhatikan respon peserta didik yang belum/kurang
memahami materi pembelajaran yang diajarkan dan menggunakannya
untuk memperbaiki rancangan pembelajaran berikutnya.
c. Pengembangan kurikulum
1. Guru dapat menyusun silabus yang sesuai dengan kurikulum.
2. Guru merancang rencana pembelajaran yang sesuai dengan silabus
untuk membahas materi ajar tertentu agar peserta didik dapat
mencapai kompetensi dasar yang ditetapkan
3. Guru mengikuti urutan materi pembelajaran dengan memperhatikan
4. Guru memilih materi pembelajaran yang a) sesuai dengan tujuan
pembelajaran, b) tepat dan mutakhir, c) sesuai dengan usia dan tingkat
kemampuan belajar peserta didik, d) dapat dilaksanakan di kelas, e)
sesuai dengan konteks kehidupan sehari-hari peserta didik.
d. Kegiatan pembelajaran yang mendidik
1. Guru melaksanakan aktivitas pembelajaran sesuai dengan rancangan
yang telah disusun secara lengkap dan pelaksanaan aktivitas tersebut
mengindikasikan bahwa guru mengerti tentang tujuannya.
2. Guru melaksanakan aktivitas pembelajaran yang bertujuan untuk
membantu proses belajar peserta didik, bukan untuk menguji sehingga
membuat peserta didik emrasa tertekan.
3. Guru mengkomunikasikan informasi baru (misalnya materi tambahan)
sesuai dengan usia dan tingkat kemampuan belajar peserta didik.
4. Guru menyikapi kesalahan yang dilakukan peserta didik sebagai
tahapan proses pembelajaran, bukan semata-mata kesalahan yang
harus dikoreksi.
5. Guru melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai isi kurikulum dan
mengkaitkannya dengan konteks kehidupan sehari-hari peserta didik.
6. Guru melakukan aktivitas pembelajaran secara bervariasi dengan
waktu yang cukup untuk kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan
usia dan tingkat kemampuan belajar dan mempertahankan perhatian
peserta didik.
7. Guru mengelola kelas dengan efektif tanpa mendominasi atau sibuk
dengan kegiatannya sediri agar semua waktu peserta dapat
8. Guru mampu menyesuaikan aktivitas pembelajaran yang dirancang
dengan kondisi kelas.
9. Guru memberikan banyak kesempatan kepada peserta didik untuk
bertanya, mempraktekkan dan berinteraksi dengan peserta didik lain.
10. Guru mengatur pelaksanaan aktivitas pembelajaran secara sistematis
untuk membantu proses belajar peserta didik.
11.Guru menggunakan alat bantu mengajar, dan/atau audio visual untuk
meningkatkan motivasi belajar peserta didik dalam mencapai tujuan
pembelajaran.
e. Memahami dan mengembangkan potensi
1. Guru menganalisis hasil belajar berdasarkan segala bentuk penilaian
terhadap setiap peserta didik untuk mengetahui tingkat kemajuan
masing-masing.
2. Guru merancang dan melaksanakan aktivitas pembelajaran yang
mendorong peserta didik untuk belajar sesuai dengan kecakapan dan
pola belajar masing-masing.
3. Guru merancang dan melaksanakan aktivitas pembelajaran untuk
memunculkan daya kreativitas dan kemampuan berpikir kritis peserta
didik.
4. Guru secara aktif membantu peserta didik dalam proses pembelajaran
dengan memberikan perhatian kepada setiap individu.
5. Guru dapat mengidentifikasi dengan benar tentang bakat, minat,
potensi, dan kesulitan belajar masing-masing peserta didik.
6. Guru memberikan kesempatan belajar kepada peserta didik sesuai
7. Guru memusatkan perhatian pada interaksi dengan peserta didik dan
mendorongnya untuk memahami dan manggunakan informasi yang
disampaikan.
f. Komunikasi dengan peserta didik
1. Guru menggunakan pertanyaan untuk mengetahui pemahaman dan
menjaga partisipasi peserta didik, termasuk memberikan pertanyaan
terbuka yang menuntut peserta didik untuk menjawab dengan ide dan
pengetahuan mereka.
2. Guru memberikan perhatian dan mendengarkan semua pertanyaan dan
tanggapan peserta didik, tanpa menginterupsi, kecuali jika diperlukan
untuk membantu atau mengklarifikasi pertanyaan/tanggapan tersebut.
3. Guru menanggapi pertanyaan peserta didik secara tepat, benar, dan
mutakhir, sesuai tujuan pembelajaran dan isi kurikulum, tanpa
mempermalukannya.
4. Guru menyajikan kegiatan pembelajaran yang dapat menumbuhkan
kerja sama yang baik antar peserta didik.
5. Guru mendengarkan dan memberikan perhatian terhadap semua
jawaban peserta didik baik yang benar maupun yang dianggap salah
untuk mengukur tingkat pemahaman peserta didik.
6. Guru memberikan perhatian terhadap pertanyaan peserta didik dan
meresponnya secara lengkap dan relevan untuk menghilangkan
kebingungan pada peserta didik.
1. Guru menyusun alat penilaian yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran untuk mencapai kompetensi tertentu seperti yang
tertulis dalam RPP.
2. Guru melaksanakan penilaian dengan berbagai teknik dan jenis
penilaian, selain penilaian formal yang dilaksanakan sekolah, dan
mengumumkan hasil serta implikasinya kepada peserta didik, tentang
tingkat pemahaman terhadap materi pembelajaran yang telah dan akan
dipelajari.
3. Guru menganalisis hasil penilaian untuk mengidentifikasi
topik/kompetensi dasar yang sulit sehingga diketahui kekuatan dan
kelemahan masing-masing peserta didik untuk keperluan remedial dan
pengayaan.
4. Guru memanfaatkan masukan dari peserta didik dan merefleksikannya
untuk meningkatkan pembelajaran selanjutnya, dan dapat
membuktikannya melalui catatan, jurnal pembelajaran, rancangan
pembelajaran, materi tambahan dan sebagainya.
5. Guru memanfaatkan hasil penelitian sebagai bahan penyusunan
rancangan pembelajaran yang akan dilakukan selanjutnya.
h. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan
nasional Indonesia
1. Guru menghargai dan mempromosikan prinsip-prinsip Pancasila
sebagai dasar ideologi dan etika bagi semua warga Indonesia.
2. Guru mengembangkan kerjasama dan membina kebersamaan dengan
3. Guru saling menghormati dan menghargai teman sejawat sesuai
dengan kondisi dan keberadaan masing-masing.
4. Guru memiliki rasa persatuan dan kesatuan sebagai bangsa Indonesia.
5. Guru mempunyai pandangan yang luas tentang keberagaman bangsa
Indonesia (misalnya : budaya, suku, agama).
i. Menunjukkan pribadi yang dewasa dan teladan
1. Guru bertingkah laku sopan dalam berbicara, berpenampilan, dan
berbuat terhadap semua peserta didik, orang tua, dan teman sejawat.
2. Guru mau membagi pengalamannya dengan teman sejawat, termasuk
mengundang mereka untuk mengobservasi cara mengajarnya dan
memberikan masukan.
3. Guru mampu mengelola pembelajaran yang membuktikan bahwa guru
dihormati oleh peserta didik, sehingga semua peserta didik selalu
memperhatiakn guru dan berpartisipasi aktif dalam proses
pembelajaran.
4. Guru bersikap dewasa dalam menerima masukan dari peserta didik
dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
5. Guru berperilaku baik untuk mencitrakan nama baik sekolah.
j. Etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, dan rasa bangga menjadi guru
1. Guru mengawali dan mengakhiri pembelajaran dengan tepat waktu.
2. Jika guru harus meninggalkan kelas, guru mengaktifkan siswa dengan
melakukan hal-hal produktif terkait dengan mata pelajaran, dan
3. Guru memenuhi jam mengajar dan dapat melakukan semua kegiatan
lain di luar jam mengajar berdasarkan izin dan persetujuan pengelola
sekolah.
4. Guru meminta izin dan memberitahu lebih awal, dengan memberikan
alas an dan bukti yang sah jika tidak menghadiri kegiatan yang telah
direncanakan, termasuk proses pembelajaran di kelas.
5. Guru menyelesaikan semua tugas administratif dan non-pembelajaran
dengan tepat waktu sesuai standar yang ditetapkan.
6. Guru memanfaatkan waktu luang selain mengajar untuk kegiatan
yang produktif terkait dengan tugasnya.
7. Guru memberikan kontribusi terhadap pengembangan sekolah dan
mempunyai prestasi yang berdampak positif terhadap nama baik
sekolah.
8. Guru merasa bangga dengan profesinya sebagai guru.
k. Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif
1. Guru memperlakukan semua peserta didik secara adil, memberikan
perhatian dan bantuan sesuai kebutuhan masing-masing tanpa
mempedulikan faktor personal.
2. Guru menjaga hubungan baik dan peduli dengan teman sejawat
(bersifat inklusif), serta berkontribusi positif terhadap semua diskusi
formal dan informal terkait dengan pekerjaannya.
3. Guru sering berinteraksi dengan peserta didik dan tidak membatasi
perhatiannya hanya pada kelompok tertentu.
l. Komunikasi dengan sesama guru, tenaga pendidikan, orang tua peserta