BAB II
PENGELOLAAN KASUS
2.1
Konsep Dasar Nyeri2.1.1 Defenisi
Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).
Asosiasi Internasional untuk Penelitian Nyeri (International Association for
the Study of Pain, IASP) mendefenisikan nyeri sebagai suatu “sensori subjektif dan
pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensi atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian di mana terjadi kerusakan” (IASP, 1979 dikutip dari Potter & Perry).
Menurut Engel (1970) menyatakan nyeri sebagai suatu dasar sensasi ketidaknyamanan yang berhubungan dengan tubuh dimanifestasikan sebagai penderitaan yang diakibatkan oleh persepsi jiwa yang nyata, ancaman atau fantasi luka.
Nyeri adalah apa yang dikatakan oleh orang yang mengalami nyeri dan bila yang mengalaminya mengatakan bahwa rasa itu ada. Definisi ini tidak berarti bahwa anak harus mengatakan bila sakit. Nyeri dapat diekspresikan melalui menangis, pengutaraan, atau isyarat perilaku (Mc Caffrey & Beebe, 1989 dikutip dari Betz & Sowden, 2002).
Rasa nyeri dapat disebabkan oleh terjadinya kerusakan saraf sensorik atau juga diawali rangsangan aktivitas set T ke korteks serebri dan menimbulkan persepsi nyeri. Jadi, nyeri sesungguhnya adalah respon tubuh yang disebabkan adanya salah satu atau beberapa rangsang yang mengenai bagian tubuh.
Beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian nyeri: a. Menurut Mc.Coffery (1979)
Nyeri adalah suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang yang keberadaannya diketahui hanya jika orang tersebut mengalaminya.
Nyeri merupakan suatu perasaan menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa menimbulkan ketegangan.
c. Arthur C. Curton (1983)
Nyeri merupakan suatu mekanisme produksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang dirusak, dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri.
d. Scrumum
Nyeri merupakan suatu keadaan yang tidak menyenangkan akibat terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti reaksi fisik, fisiologi, dan emosional.
2.1.2 Fisiologi Nyeri
Menurut Torrance & Serginson (1997), ada tiga jenis sel saraf dalam proses penghantaran nyeri yaitu sel syaraf aferen atau neuron sensori, serabut konektor atau interneuron dan sel saraf eferen atau neuron motorik. Sel-sel syaraf ini mempunyai reseptor pada ujungnya yang menyebabkan impuls nyeri dihantarkan ke sum-sum tulang belakang dan otak. Reseptor-reseptor ini sangat khusus dan memulai impuls yang merespon perubahan fisik dan kimia tubuh. Reseptor-reseptor yang berespon terhadap stimulus nyeri disebut nosiseptor.
Stimulus pada jaringan akan merangsang nosiseptor melepaskan zat-zat kimia, yang terdiri dari prostaglandin, histamin, bradikinin, leukotrien, substansi p, dan enzim proteolitik. Zat-zat kimia ini akan mensensitasi ujung syaraf dan menyampaikan impuls ke otak (Torrance & Serginson, 1997).
Menurut Smeltzer & Bare (2002) kornu dorsalis dari medula spinalis dapat dianggap sebagai tempat memproses sensori. Serabut perifer berakhir disini dan serabut traktus sensori asenden berawal disini. Juga terdapat interkoneksi antara sistem neural desenden dan traktus sensori asenden. Traktus asenden berakhir pada otak bagian bawah dan bagian tengah dan impuls-impuls dipancarkan ke korteks serebri.
menyakitkan atau yang menstimulasi nyeri dalam jaras asenden. Seringkali area ini disebut “gerbang” (Gating Mechanism). Mekanisme pintu gerbang ini dapat memodifikasi dan merubah sensasi nyeri yang datang sebelum sampai di korteks serebri dan menimbulkan persepsi nyeri. Kecendrungan alamiah gerbang adalah membiarkan semua input yang menyakitkan dari perifer untuk mengaktifkan nyeri. Namun demikian, jika kecendrungan ini berlalu tanpa perlawanan, akibatnya sistem yang ada akan menutup gerbang. Stimulasi dari neuron inhibitor sistem asenden menutup gerbang untuk input nyeri dan mencegah transmisi sensasi nyeri (Smeltzer & Bare, 2002).
2.1.3 Klasifikasi Nyeri
Menurut Taylor (1993) nyeri ini bersifat dalam, tumpul, diikuti berbagai macam gangguan, terjadi lambat dan meningkat secara perlahan setelahnya, dimulai setelah detik pertama dan meningkat perlahan sampai beberapa detik atau menit. Nyeri ini berhubungan dengan kerusakan jaringan, ini bersifat terus-menerus atau intermitten.
1. Berdasarkan lokasinya a. Cutaneus/ superficial
Nyeri berlangsung sebentar dan terlokalisasi. Nyeri biasanya terasa sebagai sensasi yang tajam seperti nyeri yang mengenai kulit/ jaringan subkutan. Contoh: terkena ujung pisau, jarum suntik atau gunting.
b. Nyeri alih/ referred
Nyeri terasa di bagian tubuh yang terpisah dari sumber nyeri dan dapat terasa dengan berbagai karakteristik. Merupakan fenomena umum dalam nyeri karena banyak organ tidak memiliki reseptor nyeri. Jalan masuk neuron sensori dari organ yang terkena ke dalam segmen medulla spinalis sebagai neuron dari tempat asal nyeridirasakan.
Contoh: Infark miokard, yang menyebabkan nyeri alih ke rahang, lengan kiri dan bahu kiri.
Nyeri bersifat difus dan dapat menyebar ke beberapa arah. Nyeri berlangsung lebih lama dan nyeri dapat terasa tajam, tumpul, atau unik tergantung organ yang terlibat.
Contoh: Sensasi pukul mis. Angina pektoris, dan sensasi terbakar mis. Ulkus lambung(Potter & Perry, 2005).
2. Berdasarkan penyebab: a. Fisik
Nyeri yang bisa terjadi karena stimulus fisik. Contoh : fraktur femur.
b. Psycogenetic
Nyeri yang terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah diindentifikasi, bersumber dari emosi/psikis dan biasanya tidak disadari
Contoh: orang yang marah-marah, tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya. Biasanya nyeri terjadi perpaduan dua sebab tersebut.
3. Berdasarkan lama/ durasinya
Nyeri dikelompokkan sebagai nyeri akut dan nyeri kronis: a. Nyeri akut
Nyeri akut biasanya datang tiba-tiba, umumnya berkaitan dengan cidera spesifik, jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistemik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan penyembuhan. Nyeri akut didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung beberapa detik hingga enam bulan (Brunner & Suddarth, 1996).
Nyeri akut secara serius mengancam proses serius mengancam proses penyembuhan klien, harus menjadi prioritas perawatan. Misalnya, nyeri pasca operasi yang akut menghambat kemampuan klien untuk terlibat aktif dan meningkatkan risiko komplikasi akibat imobilisasi. Kemajuan fisik atau psikologis tidak dapat terjadi selama nyeri akut masih dirasakan karena klien memfokuskan semua perhatiannya pada upaya untuk mengatasi nyeri (Potter & Perry, 2005).
b. Nyeri kronik
memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri kronis sering didefenisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan atau lebih (Brunner & Suddarth, 1996 dikutip dari Smeltzer 2001).
Nyeri kronik disebabkan oleh kanker yang tidak terkontrol atau pengobatan kanker tersebut, atau gangguan progresif lain, yang disebut nyeri yang membandel atau nyeri maligna. Nyeri ini dapat terus berlangsung terus sampai kematian (Potter & Perry, 2005).
2.1.4 Teori Pengendalian Gerbang (Gate Control Theory)
Menurut teori ini, nyeri tergantung dari kerja sel saraf besar dan kesil yang keduanya berada dalam akar ganglion dorsalis. Rangsangan pada saraf besar akan meningkatkan aktivitas subtansi gelatinosa yang mengakibatkan tertutupnya pintu mekanisme sehingga aktivitas sel T terhambat dan menyebabkan hantaran rangsangan ikut terhambat. Rangsangan seraf besar dapat langsung merangsang korteks serebri. Hasil persepsi ini akan dikembalikan ke dalam medula spinalis melalui eferen dan reaksinya memengaruhi aktivitas substansi dan membuka pintu mekanisme, sehingga merangsang aktivitas sel T yang selanjutnya akan menghantarkan rangsangan nyeri (Potter & Perry, 2005).
2.1.5 Faktor – faktor yang mempengaruhi nyeri
Nyeri merupakan hal yang kompleks, banyak faktor yang mempengaruhi pengalaman seseorang terhadap nyeri. Seorang perawat harus mempertimbangkan faktor-faktor tersebut dalam menghadapi klien yang mengalami nyeri. Hal ini sangat penting dalam pengkajian nyeri yang akurat dan memilih terapi nyeri yang baik.
a. Usia
Anak-anak yang belum mempunyai kosakata yang banyak, mempunyai kesulitan mendeskripsikan secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau perawat. Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi (Tamsuri, 2007).
Seorang perawat harus menggunakan teknik komunikasi yang sederhana dan tepat untuk membantu anak dalam membantu anak dalam memahami dan mendeskripsikan nyeri. Sebagai contoh, pertanyaan kepada anak, “ Beritahu saya dimana sakitnya?” atau “apa yang dapat saya lakukan untuk menghilangkan sakit kamu?”. Hal-hal diatas dapat membantu mengkaji nyeri dengan tepat.
Perawat dapat menunjukkan serangkaian gambar yang melukiskan deskripsi wajah yang berbeda, seperti tersenyum, mengerutkan dahi atau menangis. Anak-anak dapat menunjukkan gambar yang paling tepat untuk menggambarkan perasaan mereka.
b. Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak mempunyai perbedaan secara signifikan mengenai respon mereka terhadap nyeri. Masih diragukan bahwa jenis kelamin merupakan faktor yang berdiri sendiri dalam ekspresi nyeri. Misalnya anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis dimana seorang wanita dapat menangis dalam waktu yang sama. Penelitian yang dilakukan Burn, dkk. (1989) dikutip dari Potter & Perry, 1993 mempelajari kebutuhan narkotik post operative pada wanita lebih banyak dibandingkan dengan pria.
c. Budaya
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Calvillo & Flaskerud, 1991).
atau meringis yang berlebihan. Pasien dengan latar belakang budaya yang lain bisa berekspresi secara berbeda, seperti diam seribu bahasa ketimbang mengekspresikan nyeri klien dan bukan perilaku nyeri karena perilaku berbeda dari satu pasien ke pasien lain.
Mengenali nilai-nilai budaya yang memiliki seseorang dan memahami mengapa nilai-nilai ini berbeda dari nilai-nilai kebudayaan lainnya membantu untuk menghindari mengevaluasi perilaku pasien berdasarkan harapan dan nilai budaya seseorang. Perawat yang mengetahui perbedaan budaya akan mempunyai pemahaman yang lebih besar tentang nyeri pasien dan akan lebih akurat dalam mengkaji nyeri dan respon-respon perilaku terhadap nyeri juga efektif dalam menghilangkan nyeri pasien (Smeltzer& Bare, 2003).
d. Perhatian
Gill (1990) mengungkapkan bahwa tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan(distraksi) dihubungkan dengan respons nyeri yang menurun.
e. Ansietas
Gill (1990) mengungkapkan hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansientas. Pola bangkitan otonom adalah sama dalam nyeri dan ansietas.
f. Keletihan
Keletihan dapat meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping. Apabila keletihan disertai kesulitan tidur, maka persepsi nyeri bahkan dapat terasa lebih berat lagi. Nyeri seringkali lebih berkurang setelah individu mengalami suatu periode tidur yang lelap dibanding pada akhir yang melelahkan.
g. Pengalaman masa lalu dengan nyeri
Seringkali individu yang lebih berpengalaman dengan nyeri yang dialaminya, makin takut individu tersebut terhadap peristiwa menyakitkan yang akan diakibatkan. Individu ini mungkin akan lebih sedikit mentoleransi nyeri, akibatnya ia ingin nyerinya segera reda sebelum nyeri tersebut menjadi lebih parah. Reaksi ini hampir pasti terjadi jika individu tersebut mengetahui ketakutan dapat meningkatkan nyeri dan pengobatan yang tidak adekuat.
Cara seseorang berespon terhadap nyeri adalah akibat dari banyak kejadian nyeri selama rentang kehidupannya. Bagi beberapa orang, nyeri masa lalu dapat saja menetap dan tidak terselesaikan, seperti padda nyeri berkepanjangan atau kronis dan persisten.
Efek yang tidak diinginkan yang diakibatkan dari pengalaman sebelumnya menunjukkan pentingnya perawat untuk waspada terhadap pengalaman masa lalu pasien dengan nyeri. Jika nyerinya teratasi dengan tepat dan adekuat, individu mungkin lebih sedikit ketakutan terhadap nyeri dimasa mendatang dan mampu mentoleransi nyeri dengan baik (Smeltzer & Bare, 2002).
h. Dukungan Keluarga dan Support Sosial
2.2Asuhan Keperawatan Pada Masalah Kebutuhan Dasar Aman Nyaman (Nyeri)
2.2.1 Pengkajian Nyeri
Pengkajian nyeri yang faktual dan akurat dibutuhkan data dasar untuk menegakkan diagnosa keperawatan yang tepat, untuk menyeleksi terapi yang cocok, dan mengevaluasi respon pasien terhadap terapi. Walaupun pengkajian nyeri aktifitas yang paling umum dilakukan perawat, pengkajian nyeri merupakan salah satu yang paling sulit dilakukan. Perawat harus menggali pengalaman nyeri dari sudut pandang pasien. Penting untuk mengimprestasi secara cermat tanda-tanda nyeri dan untuk mengingat bahwa komponen fisik dan psikologis dari suatu nyeri mempengaruhi reaksi pasien terhadap nyeri. Keuntungan pengkajian nyeri bagi pasien adalah bahwa nyeri diindentifikasi, dikenal sebagai suatu yang nyata dapat di ukur, dan dapat di jelaskan, serta digunakan untuk mengevaluasi perawatan (Mc Guire, 1992).
Pengkajian nyeri yang benar memungkinkan petugas kesehatan untuk menetapkan status nyeri pasien, lebih bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap perawatan yang diberikan, dan lebih berorientasi kepada sifat kemitraan dalam melakukan penatalaksanaan nyeri.
Dalam mengkaji respon nyeri yang dialami klien ada beberapa komponen yang harus diperhatikan :
1. Penentuan ada tidaknya nyeri
Dalam melakukan pengkajian terhadap nyeri, harus mempercayai ketika pasien melaporkan adanya nyeri, walaupun dalam observasi tidak ditemukan adanya cedera atau luka.
2. Karakteristik nyeri ( Metode P, Q, R, S, T) a. Faktor pencetus ( P : Provocate)
b. Kualitas (Q : Quality)
Kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subjektif yang diungkapkan oleh klien, seringkali klien mendeskripsikan nyeri dengan kalimat-kalimat: tajam, tumpul, berdenyut, berpindah-pindah, seperti tertindih, perih tertusuk dimana tiap-tiap klien mungkin berbeda-beda dalam melaporkan kualitas nyeri yang dirasakan.
c. Lokasi (R: Region )
Untuk mengakji lokasi nyeri maka meminta klien untuk menunjukkan semua bagian / daerah dirasakan tidak nyaman oleh klien. Untuk melokalisasi nyeri lebih spesifik, maka perawat dapat meminta klien untuk melacak daerah nyeri dan titik yang paling nyeri, kemungkinan hal ini akan sulit apabila nyeri yang dirasakan bersifat difus (menyebar).
d. Keparahan (S: Severe)
Tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik yang paling subjektif. Pada pengkajian ini klien diminta untuk menggambarkan nyeri yang ia rasakan sebagai nyeri ringan, nyeri sedang atau berat.
e. Durasi (T: Time)
Menanyakan pada pasien untuk menentukan awitan, durasi, dan rangkaiian nyeri. Menanyakan “Kapan nyeri mulai dirasakan?”, “Sudah berapa lama nyeri dirasakan?”.
2.2.2 Analisis Data
Diagnosa keperawatan mengidentifikasi nyeri berdasarkan pengumpulan data yang selama pengkajian. Analisa menampilkan kelompok data yang mengidentifikasikan ada atau risiko terjadi masalah.
Contoh Diagnosa Keperawatan NANDA untuk Nyeri
Ansietas yang berhubungan dengan:
- Nyeri yang tidak hilang
Nyeri yang berhubungan dengan:
- Cedera fisik atau trauma
Nyeri kronik yang berhubungan dengan:
- Jaringan parut
- Kontrol nyeri yang tidak adekuat
Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan:
- Nyeri maligna kronik
Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan :
- Nyeri punggung bagian bawah
Ketidakefektifan koping individu yang berhubungan dengan:
- Nyeri kronik ‘
Hambatan mobilisasi fisik yang berhubungan dengan :
- Nyeri muskuloskeletal - Nyeri insisi
Risiko cedera yang berhubungan dengan:
- Penurunan resepsi nyeri
Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan:
- Nyeri muskulokeletal
Disfungsi seksual yang berhubungan dengan:
Nyeri artritis panggul
2.2.3 Rumusan Masalah
Selain bisa ditetapkan sebagai label diagnosis, masalah nyeri bisa pula dijadikan etiologi untuk diagnosis keperawatan yang lain. Menurut NANDA, label diagnosis untuk masalah nyeri meliputi Gangguan mobilisasi fisik. Sedangkan label diagnosis dengan masalah nyeri sebagai etiologi bergantung pada erea fungsi atau sistem yang dipengaruhi (Wahid, 2008).
2.2.4 Perencanaan
Secara umum tujuan asuhan keperawatan untuk klien yang mengalami gangguan nyeri, bergantung pada diagnosis dan batasan karakteristik masing-masing individu. Menurut sigit (2010), beberapa tujuan pada pasien yang mengalami masalah nyeri:
2. Mampu mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk memodifikasi faktor penyebab nyeri.
3. Mampu memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
4. Mampu mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki. 5. Mampu menjelaskan faktor-faktor penyebab nyeri.
6. Dapat menggunakan terapi yang diberikan untuk mengurangi rasa nyeri saat dirumah.
Perencanaan intervensi terapeutik terhadap klien yang bermasalah dalam nyeri. Perawat merencanakan terapi sesuai dengan skala nyeri klien, dan perencanaan bersifat individu disesuaikan perkembangan klien, tingkat kesehatan, dan gaya hidup.
Rencana keperawatan di dasari oleh satu atau lebih tujuan berikut: 1. Tanda-tanda vital dalam batas normal
2. Ekspresi wajah tampak tenang dan rileks 3. Nyeri berkurang
4. Skala nyeri 3
5. Perasaan senang secara fisik dan psikologis meningkat 6. Klien bisa tidur nyenyak (NANDA, 2012).
2.3
Asuhan Keperawatan Kasus
Dalam sub bab ini akan dijelaskan asuhan keperawatan yang dilakukan kepada Tn. E dengan post operasi colostomy atas indikasi cancer recti yang dilaksanakan pada tanggal 29 april 2013. Asuhan keperawatan ini dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
2.3.1 Pengkajian
1. Biodata
2. Keluhan utama
Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 3 juni 2014 Tn. E mengeluh nyeri dibagian perutnya terasa seperti ditusuk-tusuk, saat klien bergerak atau ingin duduk terasa nyeri yang luar biasa sehingga klien sulit bergerak dan duduk. Dan klien berharap bisa melakukan aktivitasnya.
3. Riwayat Kesehatan Sekarang
Nyeri yang dirasakan oleh klien karena akibat dari penyakitnya post operasi colostomy. Klien sering merasakan nyeri di sekitar abdomen sebelah kiri jika terlalu banyak bergerak. Nyeri hilang jika klien istirahat atau mendapatkan terapi farmakologi. Nyeri dirasakan menyebar di bagian abdomen. Jika klien merasakan nyeri, wajah pasien terlihat pucat, gelisah, dan meringis kesakitan saat dikaji nyeri pada skala 8. Keadaan ini sangat mengganggu aktivitas klien, karena nyeri dapat timbul secara tiba-tiba. Hal ini sudah dirasakan klien sejak seminggu yang lalu sebelum dibawah ke RSUD. dr. Pirngadi Medan.
4. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Klien tidak mempunyai riwayat penyakit masa lalu, sehingga klien tidak pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya. Klien tidak memiliki riwayat alergi, dan klien mengatakan tidak mengingat apakah pernah imunisasi atau tidak.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Saat dilakukan pengkajian tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit serius dalam tahun terakhir ini, tidak ada penyakit keturunan, dan tidak ada anggota keluarga yang memiliki penyakit yang sama seperti yang diderita klien. Ayah dari orang tua klien sudah meninggal dunia akibat proses penuaan.
6. Pemeriksaan Fisik
terhadap cahaya baik, kornea bulat merata, iris simetris berbatas jelas, ketajaman penglihatan baik, tekanan bola mata baik.
Pada pemeriksaan hidung, tulang hidung tepat di tengah, posisi septum nasi simetris, lubang hidung normal, bersih dan tidak ada sumbatan, tidak ada pernafasan cuping hidung. Bentuk daun telinga normal, dan simetris, ukuran telinga simetris kiri dan kanan, lubang telinga paten dan bersih, ketajaman pendengaran baik.
Pada pemeriksaan mulut dan faring didapati bahwa bibir agak kering, keadaan gusi baik, gigi sehat dan tidak berlubang, keadaan lidah sedikit kotor. Posisi trakea normal dan medial, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, suara normal dan jelas. Tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak ada distensi vena jugularis, denyut nadi karotis teraba.
Pada pemeriksaan integumen terlihat sedikit kotor. Akral hangat, warna kulit normal, tidak ada cianosis, turgor kulit baik, CRT< 2 detik, kelembaban kulit baik, tidak ada kelainan pada kulit. Pada pemeriksaan thoraks/dada normal, simetris, pernafasan (frekuensi,irama) 22kali/ menit dan tidak ada tanda kesulitan saat bernafas. Saat palpasi pemeriksaan paru gerak dada tampak normal,suara perkusi resonan dan saat auskultasi suara nafas vesikuler.
Pada pemeriksaan abdomen bentuk abdomen cembung, terdapat kantong colostomi pada bagian kiri abdomen klien, tidak ada benjolan dan massa yang terlihat. Pemeriksaan aulkultasi, palpasi dan perkusi tidak dilakukan tindakan pengkajian karena klien masih merasa nyeri.
7. Pola Kebiasaan sehari-hari
Pasien biasa makan 3 kali sehari (pagi, siang, malam), kurang selera makan, tidak mengalami mual dan muntah. Jumlah makanan setengah piring setiap makan, jenis makanan lembek. Biasanya klien minum setiap haus saja, Tidak ada kesulitan menelan saat makan dan minum.
8. Perawatan Diri/Personal Hygine
9. Pola Kegiatan/Aktivitas
Klien melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri dan terkadang klien membutuhkan bantuan untuk melakukan aktivitas. Walaupun keluhan nyeri dirasakan klien tapi klien selalu berusaha untuk bergerak.
10. Pola Eliminasi
Klien menggunakan kantong colostomi pada bagian kiri abdomen bawah. Karakter feses encer, tidak ada pendarahan, terakhir BAB pada saat setelah pemasangan kantong colostomi, tidak pernah menggunakan laksatif. Klien BAK 2-4 kali per hari dengan karakteristik urine kurning, adanya nyeri pada saat BAK karena adanya luka bekas operasi, dan klien tidak mempunyai riwayat penyakit batu ginjal.
2.3.2 Analisa Data
No Data Penyebab Masalah
Keperawatan 1. DS:
- Tn. E mengatakan nyeri pada insisi post colostomi
- Tn. E mengatakan tubuhny masih lemas - P: Tn. E mengatakan
nyeri bertambah jika merubah posisinya - Q: nyeri seperti
ditusuk-tusuk - R: nyeri di area
abdomen kiri bawah - S: skla nyeri 8 Post operasi colostomy, menimbulkan
kerusakan jaringan kulit sehingga
menimbulkan zat neuro transmitter yang
mentransfer kemedula spinalis dimana akan menimbulkan
rangsangan nyeri.
DO:
- Ekspresi wajah klien Tampak meringis GCS : 8
- Klien tampak menahan nyeri dan lemah
TD: 130/70 mmHg HR: 80x/menit
RR: 22x/menit T : 37 °
- Tampak kemerahan pada daerah post operasi
- Klien terlihat menahan nyeri dan menyebabkan klien kesulitan dalam melakukan
aktifitas/mobilisasi
2.3.3 Perumusan Masalah
Masalah Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman; nyeri
DIAGNOSA KEPERAWATAN (PRIORITAS)
2.3.4 Perencanaan Keperawatan
Hari/
tanggal No.
DX PerencanaanKeperawatan
Rabu 04 juni
2014 1
Tujuan dan Kriteria Hasil:
- Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri yang dirasakan oleh klien hilang atau tidak dirasakan lagi.
- Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
- Pasien tampak rileks, dapat beristirahat/tidur dan melakukan pergerakkan yang berarti sesuai toleransi. Pasien mengatakan bahwa rasa nyeri telah terkontrol atau hilang.
RencanaTindakan Rasional
Mandiri
a. Lakukan pengkajian nyeri, catat lokasi, dan karakteristik nyeri (skala 0-10) b. Mengukur tanda -
tanda vital setia 3 jam sekali/ bila perlu
c. Mengobservasi adanya rasa cemas/ takut sehubungan dengan keadaan fisik dan lingkungan. d. Melakukan reposisi
sesuai jadwal dan dengan teknik yang
a. Mengevaluasi derajat ketidaknyamanan yang terjadi pada pasien.
b. Mengetahui terjadinya perubahan penyakit secara dini
c. Rasa cemas dapat
mengakibatkan tegangan otot meningkat.
benar.
e. Mengajarkan teknik relaksasi dengan benar.
e. Melancarkan sirkulasi darah.
Hari/
tanggal No.
DX PerencanaanKeperawatan
Kamis 05 juni 2014
2
Tujuan dan Kriteria Hasil:
1. Untuk mencegah terjadinya resiko infeksi yang
berkelanjutan. Meminimalkan proses penyebaran infeksi dan metastase ke organ lain.
2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien tidak akan mengalami infeksi akibat mikroorganis
melalui luka pembedahan.
3. Terbebas dari tanda dan gejala infeksi
4. Memperlihatkan personal higiene yang adekuat
RencanaTindakan Rasional
Mandiri
a. Tekankan pentingnya cuci tangan yang baik untuk semua individu yang dating kontak dengan pasien. b. Gunakan tekhnik
steril dalam perawatan luka.
c. Observasi dan
Inspeksi luka terhadap tanda-tanda infeksi
d. Gunakan teknik steril pada waktu b. Mencegah agar luka
tidak terinfeksi.
c. Mengetahui tanda – tanda terjadinya inflamasi secara dini.
penggantian kantong colostomi, berikan lokasi perawatan seperti jalur invasif. e. Pantau peningkatan
suhu tubuh/ hipertemi.
terhindar dari resiko infeksi.
e. Peningkatan suhu tubuh merupakan indikator penyebaran endotoksin pada hipotalamus
2.3.5 Impementasi Keperawatan
No.Dx Hari/tanggal Pukul Implementasi Evaluasi
1 Rabu dan karateristik nyeri (skala 0-10)
- Mengukur tanda-tanda vital - Mengidentifikasi adanya rasa cemas/ takut sehubungan dengan keadaan fisik danl ingkungan.
- Melakukan reposisi sesuai jadwal dan dengan teknik yang benar.
- Mengajarkan teknik relaksasi dengan benar.
- Kolaborasi dengan dokter dan bagian farmasi dalam pemberianan algetik jika diperlukan.
S:Klien
mengatakan nyeri pada daerah luka insisi post operasi colostomi
A: Masalah belum
- Melakukan tindakan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas/ keperawatan. - Melakukan observasi dan inspeksi luka terhadap tanda-tanda infeksi
- Menggunakan teknik steril pada waktu penggantian balutan, berikan lokasi perawatan seperti jalur invasif. - Memantau peningkatan suhu tubuh/hipertermi akan terjadinya infeksi
Setelah penulis membahas Asuhan Keperawatan pada pasien Post Operasi Colostomidengan prioritas masalah gangguan rasa aman dan nyaman; Nyeri, penulis akan membandingkan dengan konsep keperawatan Nyeri dan masalah-masalah yang penulis temukan pada pasien saat pengkajian maupun intervensi yang perawat berikan, serta evaluasi akhirnya.
kesamaan dari data yang ada pada konsep dan data yang diperoleh langsung dari pasien.
Berdasarkan rumusan masalah yang ada pada konsep dasar Nyeri, penulis menemukan diagnosa yang sama yaitu gangguan rasa nyaman nyeri, selain itu penulis menemukan masalah baru yang diperoleh dari pengkajian langsung kepada pasien yaitu penulis menemukan adanya resiko terjadinya infeksi pada luka pasien disebabkan luka insisi post operasi yang baru dialami oleh pasien.
Pada diagnosa yang pertama perawat mengkaji skala nyeri, durasi dan intensitas nyeri pasien, ditemukan skala nyeri 8, durasi 10-15 menit dan nyeri terasa di bagian abdomen sebelah kiri, perawat mengajarkan teknik relaksasi nyeri seperti tarik napas dalam, hiburan dengan mengajak pasien bercerita tentang hobinya, dan memantau tanda-tanda vital pasien untuk mengetahui keadaan umum pasien, setelah diberi intervensi selama empat hari nyeri yang dirasakan pasien berkurang secara bertahap setiap harinya namun, pemberian analgesic (injeksi ketorolac) masih dibutuhkan pasien untuk mengurangi rasa nyerinya tersebut. Hal ini membuktikan bahwa pasien belum dapat mengontrol nyerinya dengan teknik relaksasi sepenuhnya.
Pada diagnosa kedua perawat menemukan adanya resiko infeksi karena adanya trauma pada jaringan atau kerusakan jaringan pada bagian post operasi Ca. colon, dimana perawat harus menjaga dan memberikan personal hygien pada pasien agar mencegah masuknya mikroorganisme kedalam luka post operasi. Dari intervensi yang dilakukan, pasien mengatakan tidak adanya nyeri dan kebas pada bagian abdomen. Dan pasien dapat melakukan aktifitas.