• Tidak ada hasil yang ditemukan

i OPTIMASI FORTIFIKASI TEPUNG PISANG (Musa paradisiaca Lin) VAR. UTER DAN SUBTITUSI TERIGU DALAM MOCAF TERASETILASI OPTIMATION OF BANANA FLOUR (Musa paradisiaca Lin) VAR. UTER FORTIFICATION AND WHEAT SUBSTITUTION IN ACETYLATED MOCAF Oleh: Christine Handay

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "i OPTIMASI FORTIFIKASI TEPUNG PISANG (Musa paradisiaca Lin) VAR. UTER DAN SUBTITUSI TERIGU DALAM MOCAF TERASETILASI OPTIMATION OF BANANA FLOUR (Musa paradisiaca Lin) VAR. UTER FORTIFICATION AND WHEAT SUBSTITUTION IN ACETYLATED MOCAF Oleh: Christine Handay"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

i

FORTIFICATION AND WHEAT SUBSTITUTION IN ACETYLATED MOCAF

Oleh:

Christine Handayani 652013011

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

(2)
(3)
(4)
(5)

1

OPTIMASI FORTIFIKASI TEPUNG PISANG (Musa paradisiaca Lin) VAR. UTER DAN SUBTITUSI TERIGU DALAM MOCAF TERASETILASI

OPTIMATION OF BANANA FLOUR (Musa paradisiaca Lin) VAR. UTER FORTIFICATION AND WHEAT SUBSTITUTION IN ACETYLATED MOCAF

Christine Handayani1, Cucun Alep Riyanto2, Yohanes Martono2

1

Mahasiswa Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika

2

Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana

Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga 50711 Jawa Tengah - Indonesia

652013011@student.uksw.edu

ABSTRACT

The aims of this research were to determine the effect of fortification acetylated MOCAF using banana uter (M. paradisiaca) flour based on expansion property, swelling power, solubility and ratio of amylose-amylopectin. Fortification of acetylated MOCAF was carried out by variation of banana and wheat flour composition. Optimized formulation was derived by desirability function using Simplex Lattice Design. Data were analyzed using a completely randomized design (CRD) comprised of one factor, which was the ratio between flour, banana flour, and acetylated MOCAF.

Factors that affected optimum expansion property of fortificated MOCAF were combination of banana-acetylated MOCAF and also banana-wheat-MOCAF flour. The results showed that fortification of wheat flour, banana flour, and acetylated MOCAF was lowering amylose and amylopectin content compared to unfortified flour. The same ratio between amylose and amylopectin influenced on the nature of the expansion property and solubility. Same ratio of amylose and amylopectin in fortified and unfortified flour did not alter swelling power properties except banana flour. FTIR

spectra scanning results showed that three flours contain functional groups O−H, C=O, and C−O−C. Fortification of wheat and banana flour enhances the quality of acetylated MOCAF.

(6)

PENDAHULUAN

Berdasarkan data Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo), konsumsi terigu nasional pada Januari 2016 mengalami kenaikan sebesar 3,8% atau sekitar 475.500 metrik ton (MT) dibandingkan pada Januari 2015 (Gunawan, 2016). Hal tersebut menunjukkan bahwa produksi gandum dalam negeri belum cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri karena produksi tepung terigu hanya menyerap sekitar 7,8 juta ton dari total impor gandum (Anonim, 2016). Penyerapan tepung terigu terbesar adalah produsen mie yang mencapai 55%, sedangkan produsen roti sebanyak 22% dan biskuit 18% (Jaramaya dan Ramadhan, 2015). Apabila keadaan ini dibiarkan secara terus menerus maka negeri ini akan memiliki sifat ketergantungan pangan dari luar negeri. Di Indonesia terdapat beragam tanaman sumber karbohidrat yang tumbuh dengan subur sehingga diversifikasi pangan merupakan pilihan yang tepat untuk lepas dari ketergantungan terhadap beras dan terigu (Salim, 2011 dalam Amri dan Pratiwi, 2014). Salah satu bahan baku kearifan lokal yang dapat dijadikan substitusi terigu dalam rangka mendukung ketahanan pangan nasional yaitu singkong/ubi kayu (Martono, 2016).

Singkong merupakan salah satu alternatif sumber karbohidrat sebagai substitusi tepung terigu, karena kandungan patinya yang tinggi. Hasil analisa yang dilakukan Subagio (2008) menunjukkan bahwa karbohidrat mendominasi komposisi ubi kayu, yaitu sebanyak 34,00 g per 100 g bahan. Pati ubi kayu ini mempunyai karakteristik yang sangat khas, yaitu prosentase amilopektinnya yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan pati dari sumber lain. Sifat amilopektin berbeda dengan amilosa yaitu retrogradasi lambat dan pasta yang terbentuk tidak dapat membentuk gel tetapi bersifat lengket (kohesif) dan elastis (gummy texture). Hal ini dikarenakan terdapat banyaknya struktur percabangan pada amilopektin (Estiasih, 2006). Adanya kemampuan pembentukan gel dari sifat pati melalui proses gelatinasinya dan bentukan daya lengket yang kuat dari tingginya kadar amilopektin merupakan potensi dalam pembentukan sifat kekenyalan (Ekafitri dkk., 2011).

(7)

starch noodle. Kadar amilosa pati pisang nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan amilosa pada sumber karbohidrat dari umbi, seperti umbi talas yang memiliki nilai 5,59±1,54% (Aprianita et al., 2009). Untuk kadar amilopektin berkisar 49,27-60,08% sehingga dengan adanya kandungan amilosa dan amilopektin pada tepung komposit antara tepung pisang dengan terigu tersebut diharapkan dapat menghasilkan sifat fisik mie yang lebih baik (Rohmah, 2013).

MOCAF dikenal sebagai tepung singkong alternatif pengganti terigu. Kata MOCAF merupakan singkatan dari Modified Cassava Flour yang berarti tepung singkong yang dimodifikasi. MOCAF memiliki karakter yang berbeda dengan tepung ubi kayu biasa dan tapioka, terutama dalam hal derajat viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi dan kemudahan melarut yang lebih baik (Subagio, 2008). Penelitian sebelumnya tentang fortifikasi MOCAF dengan penambahan pisang uter (Reformasi dan Ervani, 2015) mampu meningkatkan daya kembang kue namun masih memiliki kekurangan dalam hal elastisitas jika ingin digunakan untuk pembuatan mie. Pada penelitian Martono (2016) telah dilakukan proses asetilasi pada MOCAF yang dapat meningkatkan sifat elastisitas dari MOCAF tersebut. Ciri modifikasi kimia adalah dengan menambahkan gugus fungsional baru pada molekul pati sehingga mempengaruhi sifat fisika-kimia dari pati tersebut (Hermansson and Svegmark, 1996 dalam Teja dkk., 2008).

Modifikasi secara kimia dapat dilakukan dengan cara penambahan reagen atau bahan kimia tertentu dengan tujuan mengganti gugus hidroksil (OH) pada pati. Sebagai contoh, dengan adanya distribusi gugus asetil yang menggantikan gugus OH- melalui reaksi asetilasi akan mengurangi kekuatan ikatan hidrogen di antara pati dan menyebabkan granula pati menjadi lebih mengembang (banyak menahan air), mudah larut dalam air, serta meningkatkan freeze-thaw stability pati (Adebowale et al., 2005 dalam Teja dkk., 2008).Selain itu, ikatan silang pada asetilasi menyebabkan terjadinya ikatan hidrogen diantara granula pati dan berfungsi sebagai jembatan antar molekul. Ikatan hidrogen inilah yang dapat meningkatkan elastisitas tepung (Miyazaki et al.,

(8)

tinggi kemampuannya menyerap air sehingga mempengaruhi elastisitas dan daya kembang pati (Silfia, 2012).

Oleh karena itu, penelitian ini akan meneliti pengaruh fortifikasi pisang uter dalam MOCAF terasetilasi ditinjau dari nisbah amilosa:amilopektin, expansion property, swelling power, dan solubility serta melakukan identifikasi gugus fungsi MOCAF terasetilasi dan terfortifikasi menggunakan spektrofotometer FTIR.

Dari latar belakang di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menentukan optimasi proses pembuatan tepung dengan variasi komposisi fortifikasi pisang uter dan subtitusi terigudalam MOCAF terasetilasi berdasarkan sifat

expansion property dan swelling power menggunakan model Rancangan Bujur Sangkar Sederhana.

2. Menentukan pengaruh fortifikasi tepung pisang uter dan subtitusi gandum terhadap MOCAF terasetilasi ditinjau dari kadar amilosa dan amilopektin.

3. Melakukan identifikasi gugus fungsi MOCAF terasetilasi dan terfortifikasi menggunakan spektrofotometer FTIR.

METODOLOGI

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah singkong dan pisang uter yang diperoleh dari kebun di daerah Tuntang, Kabupaten Semarang. Air rendaman kedelai (ARK) diperoleh dari perajin tempe dari Salatiga. Bahan-bahan yang digunakan diantaranya adalah aquades, HCl, NaOH, asam sitrat, minyak sayur, garam, asam asetatglasial, amilosa, amilopektin, larutan iodin, TCA (Tricholoroacetic acid), KI, asam oksalat, dan indikator fenolptalein. Semua bahan kimia yang digunakan berderajat PA (pro-analysis) yang diperoleh dari E-Merck, Germany.

(9)

Preparasi Sampel (Martono, 2016)

Singkong dibersihkan dan dikupas kulitnya. Singkong kemudian dicuci bersih. Singkong yang telah bersih ditiriskan dan dipotong kecil-kecil serta digunakan untuk perlakuan selanjutnya.

Uji pH dan Keasaman (Kadar Asam Laktat pada Air Rendaman Kedelai) 1. Nilai pH

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Alat pH meter dikalibrasi terlebih dahulu dengan buffer pH 7 sesuai kisaran pH air rendaman kedelai. Pengukuran dilakukan dengan mencelupkan elektroda pH meter kedalam 10 mL sampel (AOAC, 1995).

2. Keasaman

Pengukuran keasaman dilakukan dengan menghitung kadar asam setara asam laktat dengan metode titrasi (Hadiwiyoto, 1994). Air rendaman kedelai yang akan diukur keasamannya diambil sampelnya sejumlah 20 mL untuk dititrasi. Sebelum dititrasi sampel ditetesi phenolptalin (PP) 1% sejumlah 2 tetes, setelah itu sampel dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai terlihat warna merah muda konstan. Perhitungan kadar asam dilakukan dengan rumus :

Kadar asam =

× 100% ... (1) Keterangan:

V1 = Volume NaOH (mL)

V2 = Volume sampel (mL)

N = Normalitas NaOH (0,1 N)

B = Berat molekul asam laktat (90g/ekivalen)

Fermentasi (Martono dkk., 2016)

Seberat 50,00 g singkong yang telah dipotong-potong ditimbang dan dimasukkan ke dalam wadah. Singkong direndam dalam air (T=60°C) selama 5 menit. Setelah perendaman, air dibuang dan diganti Air Rendaman Kedelai (ARK) dengan nisbah singkong:ARK = 1:2 (b/v). Singkong difermentasi selama 12 jam. Setelah waktu fermentasi selesai, singkong dicuci dengan air bersih.

Pembuatan Tepung Pisang (Wahyuningtyas dkk., 2014 yang dimodifikasi)

(10)

yang sudah bersih direndam dalam larutan asam sitrat 0,3% selama 15 menit lalu ditiriskan dan diiris tipis menggunakan pisau, sehingga berbentuk potongan dengan ukuran kurang lebih 1 x 0,5 cm setelah itu dilakukan pengeringan menggunakan drying cabinet sampai kering dengan suhu 50°C. Tanda sudah kering adalah jika gaplek pisang mudah dipatahkan dengan kadar air sekitar 6-10% dan selanjutnya dihancurkan dengan

blender dan diayak dengan kehalusan 80 mesh. Asetilasi MOCAF (Lawal et al., 2004)

Singkong seberat 200,0 g ditimbang dan ditambahkan dengan aquades sejumlah 500 mL. pH larutan diatur menjadi pH 8 dengan NaOH 1,0 M dan dibiarkan selama 1 jam. Larutan tersebut ditambahkan asam asetat glasial 10% (w/w) dan dibiarkan selama 1 jam. pH larutan diatur menjadi pH 7,8–8,5 dengan NaOH 1,0 M dan dibiarkan selama 1 jam. pH larutan diatur menjadi pH 5,5 dengan HCl 1,0 M lalu singkong dicuci dengan air bersih. MOCAF dikeringkan dalam drying cabinet pada suhu 40°C selama 24 jam. Singkong ditepungkan hingga halus dan disimpan dalam wadah tertutup. Tepung yang telah jadi disebut sebagai MOCAF terasetilasi.

Fortifikasi Tepung Pisang Uter dan Substitusi Tepung Terigu pada MOCAFTerasetilasi

Pencampuran antara tepung pisang uter dengan MOCAF tersetilasi yaitu dengan cara dihomogenisasikan dengan menggunakan blender. Variasi perlakuan komposisi fortifikasi tepung pisang uter dan substitusi tepung terigu ditunjukkan pada Lampiran 1.

Uji Kualitas Tepung

MOCAF terasetilasi dengan penambahan tepung pisang uter kemudian diuji kualitasnya berdasarkan:

1. Expansion Property (Neves et al., 2010 yang dimodifikasi)

(11)

105°C selama 20 menit. Volume spesifik dievaluasi menggunakan metode perpindahan adonan tepung (Hsieh et al., 1991 dalam Neves et al., 2010), dinyatakan dalam mL/g dengan cara gelas ukur diberi air misal 50 mL. Adonan dimasukkan hingga volume naik. Daya ekspansi ditentukan sesuai persamaan 2 berikut :

Expansion property =

... (2)

2. Swelling Power dan Solubility (Nuwamanya et al., 2011)

Sampel ditimbang seberat 0,75 g kedalam tabung sentrifuge yang telah diberi label. Pada masing-masing tabung ditambahkan 10 mL aquades dan diaduk. Tabung kemudian dipanaskan pada suhu 95°C sambil diaduk. Setelah sampel menjadi gelatin, sampel didiamkan dalam waterbath pada suhu 95°C selama 1 jam. Setelah 1 jam, sampel didinginkan hingga mencapai suhu ruang dengan mengalirkan air pada sampel. Sampel yang dingin disentrifuge selama 30 menit dengan kecepatan 1100 rpm. Setelah disentrifuge, supernatan dipisahkan dari sedimen dan dimasukkan kedalam cawan porselin selama sehari dan ditimbang massanya. Massa pada sedimen ditimbang kembali. Swelling power dan solubility ditentukan berdasarkan persamaan 2 dan 3 di bawah ini:

Swelling power:

... (3) Solubility:

x 100% ... (4)

3. Nisbah Amilosa dan Amilopektin (Martono dkk., 2016) a. Pengukuran Sampel Kadar Amilosa

Sampel ditimbang seberat 20,0 mg dan dilarutkan dalam 5 mL NaOH 1 M dan 5 ml aquades. Larutan sampel diambil sejumlah 1 mL dan ditambahkan 5 mL HCl 1 M lalu digenapi dengan aquades hingga volume menjadi 50 mL. Konsentrasi larutan baku amilosa untuk kurva baku adalah antara 4,00 ×10

-33,60×10-2

mg/mL. Larutan sampel diambil sejumlah5 mL, lalu ditambahkan dengan 2 mL larutan TCA (Tricholoroacetic acid) dan 2 mL larutan reagen I2-KI.

(12)

b. Pengukuran Sampel Kadar Amilopektin

Sampel ditimbang seberat 20,0 mg dan dilarutkan dalam 5 mL NaOH 1 M dan 5 mL aquades. Larutan sampel diambil sejumlah 1 mL dan ditambahkan 5 mL HCl 1 M lalu digenapi dengan aquades hingga volume menjadi 50 mL. Konsentrasi larutan baku amilopektin untuk kurva baku adalah antara 5,0×10

-35,0×10-2

mg/mL. Larutan sampel diambil sejumlah 5 mL, lalu ditambahkan dengan 2 mL larutan TCA (Tricholoroacetic acid) dan 2 mL larutan reagen I2-KI.

Absorbansi larutan diukur menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 530 nm. Konsentrasi amilopektin ditetapkan berdasarkan kurva baku standar amilopektin (mg/mL) terhadap absorbansi (A530).

Pemindaian spektra FTIR (Martono dkk., 2016 yang dimodifikasi)

Sampel singkong, MOCAF, MOCAF terasetilasi, dan tepung fortifikasi pisang uter dalam MOCAF terasetilasi diletakkan di atas perangkat Horizontal Attenuated Total Reflectance (HATR) pada suhu ruang (25°C). Spektra FTIR dari semua sampel dipindai dengan spektrofotometer FTIR ABB MB3000 (Clakuadeset Scientific, Northampton, UK) yang dilengkapi dengan detektor Deuterated Triglycine Sulphate

(DTGS) dan germanium beam splitter. Padatan sampel dipindai pada bilangan gelombang 4000–650 cm-1 dengan resolusi 4 cm-1 dan jumlah pindaian sebanyak 32 kali. Semua spektra dikalibrasi dengan udara sebagai blanko dan setiap setelah pemindaian, FTIR dikalibrasi baru dengan udara sebagai blanko. Semua spektra direkam dalam grafik absorbansi vs bilangan gelombang (cm-1) pada setiap titik analisis FTIR yang dilakukan di Laboratorium LPPT UGM Yogyakarta.

Desain Ekperimen (Karaman et al., 2010)

Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan model Rancangan Bujur Sangkar Sederhana dengan peubah tak terikat yang dilakukan pada penelitian yang dapat dilihat pada (Lampiran1). Analisa data yang diperoleh dilakukan dengan menggunakan software Design Expert 7.0.0

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengukuran Asam Laktat

(13)

Rendaman Kedelai (ARK) terkandung asam laktat yang dapat digunakan sebagai biostarter fermentasi MOCAF.

Expansion Property

Hasil optimasi fortifikasiMOCAF terasetilasi dengan tepung pisang dan gandum berdasarkan expansion property, swelling power dan solubility dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan penelitian, hasil expansion property tertinggi diperoleh pada perbandingan 25:5:70 (b/b/b) sebagai perlakuan yaitu terigu:tepung pisang:MOCAF terasetilasi dengan nilai sebesar 1,3605 mL/g. Persamaan polinomial orde dua pada penelitian ini berdasarkan persamaan matematis berikut ini, yaitu:

Pencampuran ketiga tepung (terigu, tepung pisang dan MOCAF terasetilasi) menaikkan sifat ekspansi (daya kembang) tepung komposit dibandingan dengan sebelum pencampuran tepung (Gambar 1). Hal tersebut dikarenakan nilai koefisien volume berubah dengan perbedaan formulasi tepung. Semakin besar selisih volume akhir dan volume awal, maka nilai koefisien ekspansi volume akan semakin naik. Koefisien ekspansi volume dipengaruhi oleh volume awal, volume akhir, suhu sebelum dan suhu setelah dioven pada mi instan (Wigati dkk., 2015). Zasypkin et al. (1992) menemukan bahwa expansion ratio (ER) meningkat secara signifikan ketika pati kentang lebih besar dari 50% dari formulasi dalam campuran pati kentang-isolat protein kedelai dan disimpulkan bahwa protein yang membatasi ekspansi. Menurut de Mesa et al. (2009), ketika rasio tepung kentang ditambahkan ke isolat protein kedelai, ekspansi mengalami peningkatan. Pati membentuk matriks terus menerus yang memungkinkan uap air untuk memperluas karena viskositas patimencair lebih rendah dari viskositas protein meleleh. Chang et al. (2001) melaporkan ekspansi yang lebih besar dengan meningkatkan penggantian isolat protein kedelai dengan pati singkong.

Gambar 1. Diagram Batang Interaksi Pengaruh Tepung untuk Expansion Property

0 2

terigu tepung pisang MOCAF terasetilasi Tepung Komposit*

(14)

Persamaan polinomial yang diperoleh dari expansion property disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Persamaan Polinomial Rancangan Bujur Sangkar Sederhana Optimasi

Expansion Property

Analisa penelitian dengan menggunakan Rancangan Bujur Sangkar Sederhana sangat bergantung pada model yang digunakan, oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan terhadap model yang digunakan. Tabel Daftar Sidik Ragam (Dasira) hasil optimasi fortifikasi MOCAF dengan tepung pisang dan gandum dapat diamati pada Lampiran 3. Berdasarkan analisis varian dari Rancangan Bujur Sangkar Sederhana untuk respon hasil expansion property dari fortifikasi terigu, tepung pisang dan MOCAF terasetilasi menunjukkan bahwa model yang dipakai signifikan sehingga untuk optimasi expansion property model ini cocok digunakan.

Optimasi hasil dari expansion property dari berbagai formulasi perbandingan antara terigu, tepung pisang dan MOCAF terasetilasi sesuai pada Lampiran 2. dapat diamati pada plot berikut:

Gambar 2. Rancangan Bujur Sangkar Sederhana expansion property

Hasil optimasi dari data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan Rancangan Bujur Sangkar Sederhana menghasilkan hasil perbandingan yang optimum yaitu 4,4:17,5:78,1 (b/b/b) sebagai kontrol adalah terigu, tepung pisang, dan MOCAF terasetilasi.

A (1)

B (0)

C (1)

0.6 0.7925 0.985 1.1775 1.37

R

1

A (0)

B (1) C (0)

Persamaan Polinomial Rancangan Bujur Sangkar Sederhana R2 CV Expansion

property

y= 0.74814X1+0.65262X2+0.83322X3+0.28431X1X2 -9.84628X1X3+2.35384X2X3

(15)

Swelling Power

Hasil optimasi swelling power dari berbagai formulasi perbandingan antara terigu, tepung pisang dan MOCAF terasetilasi dapat dilihat pada Lampiran 2. Pencampuran ketiga tepung berpengaruh terhadap sifat swelling power tepung komposit meskipun menurunkan swelling power dari tepung pisang. Berdasarkan penelitian, hasil

(16)

cenderung mengurangi kemekaran kerupuk, sedangkan amilopektin berfungsi sebaliknya mengarah pada pembentukan tekstur yang lebih ringan yang berhubungan langsung dengan kemekaran kerupuk (Lavlinesia, 1995). Ukuran granula pati berkaitan dengan seberapa banyak air yang dapat ditampung ketika pati mengalami proses pemanasan. Semakin besar ukuran granula, maka air yang dapat ditampung akan semakin besar (Witono dkk., 2012). Ukuran granula pati pisang lebih besar yaitu 35-55 μm dibandingkan pati gandum yaitu 2-35 μm dan pati ubi jalar sebesar 16-25 μm, sehingga potensi pengembangannya lebih besar karena semakin banyak air yang dapat ditampung oleh pati pisang. Interaksi pengaruh tepung untuk sifat swelling power dapat ditunjukkan dengan diagram batang berikut:

Gambar 3. Diagram Batang Interaksi Pengaruh Tepung untuk Swelling power

Persamaan polinomial yang diperoleh dari Swelling Power disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Persamaan Polinomial Rancangan Bujur Sangkar Sederhana Optimasi

Swelling Power

Analisa penelitian dengan menggunakan Rancangan Bujur Sangkar Sederhana sangat bergantung pada model yang digunakan, oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan terhadap model yang digunakan. Tabel Daftar Sidik Ragam (Dasira) hasil optimasi fortifikasi MOCAF dengan tepung pisang dan gandum dapat diamati pada Lampiran 4. Berdasarkan analisis varian dari Rancangan Bujur Sangkar Sederhana untuk respon hasil swelling power dari fortifikasi terigu, tepung pisang dan MOCAF

0 10

terigu tepung pisang MOCAF terasetilasi Tepung Komposit

swelling power

(g/g)

Persamaan Polinomial Rancangan Bujur Sangkar Sederhana R2 CV Swelling

Power

y= 7.47405X1+6.70547X2+7.31704X3+0.78981X1X2 -0.11198X1X3+1.51660X2X3

(17)

terasetilasi menunjukkan bahwa model yang dipakai signifikan sehingga untuk optimasi

expansion property model ini cocok digunakan.

Optimasi hasil dari swelling power dari berbagai formulasi perbandingan antara terigu, tepung pisang dan MOCAF terasetilasi sesuai pada Lampiran 2 dapat diamati pada plot berikut:

Gambar 4 .Rancangan Bujur Sangkar Sederhana swelling power

Hasil optimasi untuk kriteria swelling power (Respon) maksimum dari data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan Rancangan Bujur Sangkar Sederhana menghasilkan hasil perbandingan yang optimum yaitu 2:23:75 (b/b/b) sebagai kontrol adalah terigu:tepung pisang:MOCAF terasetilasi.

Solubility

Pencampuran ketiga tepung berpengaruh terhadap sifat solubility tepung komposit meskipun menurunkan solubility dari tepung terigu. Berdasarkan penelitian, hasil tertinggi dari solubility diperoleh pada perbandingan 15:25:60 (b/b/b) dengan nilai sebesar 8,00% sebagai kontrol adalah terigu:tepung pisang:MOCAF terasetilasi. Kenaikan konsentrasi asetat dan lama perendaman meningkatkan persen kelarutan dibandingkan perlakuan native. Hal ini disebabkan karena melemahnya ikatan hidrogen di dalam pati yang dimodifikasi. Melemahnya ikatan hidrogen di dalam pati memudahkan air untuk masuk ke dalam granula pati sehingga kelarutan meningkat (Singh, 2004). Perbandingan antara amilosa dan amilopektin akan berpengaruh terhadap sifat kelarutan pati. Amilopektin bersifat tidak larut dalam air. Ketika pati dipanaskan dalam air yang berlebih, ikatan hidrogen, yang menstabilkan struktur pati, putus dan digantikan dengan ikatan hidrogen antara pati dan air. Hal inilah yang menyebabkan

A (1)

B (0)

C (1)

6.7 7 7.3 7.6 7.9

R

1

A (0)

(18)

granula pati mengembang dan memudahkannya untuk larut di dalam air. Substitusi gugusasetil pada pati sagu melemahkan ikatanhidrogen pada pati sehingga air menjadi lebih mudah berpenetrasi ke dalam granula pati dan menyebabkan ter-leaching-nya amilosa dari granula. Inilah yang menyebabkan solubility pati sagu semakin meningkat (Teja dkk., 2008).

Adapun nilai solubility tidak terlalu tinggi dikarenakan pada pati pisang kandungan amilopektinnya lebih tinggi yaitu 78,10%. Amilopektin bersifat tidak larut dalam air sehingga membuat tepung pisang ini memiliki kelarutan yang rendah. Interaksi pengaruh tepung untuk sifat solubility ditunjukkan dengan diagram batang berikut:

Gambar 5. Diagram Batang Interaksi Pengaruh Tepung untuk Solubility

Kadar Amilosa dan Amilopektin pada Fortifikasi Terigu, Tepung Pisang dan MOCAF Terasetilasi

Purata persen kadar amilosa dari fortifikasi terigu, tepung pisang, dan MOCAF terasetilasi dengan berbagai perbandingan yaitu sebesar 24,8958±0,16% sampai dengan 34,9533±0,07%. Hasil uji BNJ 5% menunjukkan bahwa persen kadar amilosa dari fortifikasi terigu, tepung pisang dan MOCAF terasetilasi dengan berbagai perbandingan berbeda nyata (Lampiran 5).

Purata persen kadar amilopektin dari fortifikasi terigu, tepung pisang dan MOCAF terasetilasi dengan berbagai perbandingan yaitu sebesar 60,4057±0,16% sampai dengan 82,7882±0,51%. Hasil uji BNJ 5% menunjukkan bahwa persen kadar amilopektin dari fortifikasi terigu, tepung pisang dan MOCAF terasetilasi dengan berbagai perbandingan berbeda nyata (Lampiran 6).

Dari hasil penelitian dan uji ANOVA pengaruh perbandingan terigu, tepung pisang dan MOCAF terasetilasi terhadap persen kadar amilosa dan amilopektin ternyata

0 20

terigu tepung pisang MOCAF terasetilasi Tepung Komposit

(19)

menunjukkan ada interaksi yang berpengaruh nyata pada taraf signifikansi 0,05 (p<0,05).

Sifat amilosa dan amilopektin ini akan mempengaruhi karakteristik pati dari tepung dan produk olahannya. Amilosa meningkatkan kekokohan struktur pati, sedangkan amilopektin menyebabkan kekentalan dan kekuatan gel pati (Winarno dkk., 1996 dalam Witono dkk., 2012). Amilosa memiliki rantai lurus yang menyebabkan amilosa dapat membentuk ikatan hidrogen yang kuat sehingga dapat membentuk gel

yang kokoh. Semakin besar kandungan amilopektin maka pati akan lebih basah dan lengket. Sebaliknya jika kandungan amilosa tinggi, pati bersifat kering dan kurang lekat (Wirakartakusumah dkk., 1984).

Kadar amilopektin lebih tinggi daripada kadar amilosa karena selama proses perendaman molekul amilosa akan keluar dari granula pati dan larut dalam air sehingga membuat kadar amilopektin dalam pati meningkat (Triyani dkk., 2013). Perendaman singkong dengan asam asetat dilakukan selama 60 menit. Pada penelitian Artiani dan Yohanita (2010), semakin lama waktu reaksi maka semakin banyak amilosa yang tereduksi sehingga jumlah amilosa mengalami penurunan.

(20)

Interaksi antar tepung yang dikompositkan antara terigu, tepung pisang, dan MOCAF terasetilasi menunjukkan nilai amilosa yang lebih rendah daripada tepung yang tidak dikompositkan. Oleh karena itu, diperlukan adanya optimasi formulasi atau fortifikasi antar tepung. Demikian pula juga dengan amilopektin yang menunjukkan nilai yang lebih rendah daripada tepung yang tidak dikompositkan. Pengaruh nisbah amilosa dan amilopektin pada beberapa sifat tepung dapat dilihat pada Lampiran 7.

Perbedaan kadar amilosa dan amilopektin memberikan nisbah yang relatif sama namun berpengaruh pada sifat expansion property dan solubility. Hasil ini menunjukkan bahwa sifat ekspansi dan kelarutan tepung lebih ditentukan oleh kadar/kuantitas amilosa dan amilopektin, karena kadar amilosa dan amilopektin berpengaruh dalam menentukan karakteristik pati yang terkandung di dalam suatu tepung (Rohmah, 2013). Nisbah amilosa dan amilopektin yang relatif sama memberikan sifat swelling power yang tidak berbeda antar tepung kecuali pada tepung pisang.

Hasil Pemindaian spektra FTIR

Hasil yang diperoleh dari analisa spektroskopi FTIR untuk MOCAF terasetilasi, Tepung Pisang dan Tepung Fortifikasi Maksimal dapat dilihat pada Lampiran 9a, 9b dan 9c. Bilangan gelombang dan gugus fungsi beserta senyawa pada setiap sampel tepung berdasarkan hasil pemindaian spektra FTIR dapat dilihat pada Tabel 13.

Berdasarkan hasil pemindaian spektra FTIR dapat dilihat bahwa ketiga tepung mengandung gugus fungsi O−H, C=O, danC−O−C yang nilai bilangan gelombangnya sesuai dengan literatur yang dapat dilihat pada Lampiran 8.

Tabel 13. Bilangan gelombang, gugus fungsi dan nama senyawa hasil pemindaian spektra FTIR.

Sampel Bilangan gelombang (cm-1 ) Gugus Fungsi

MOCAF Terasetilasi 3186,17 O−H stretching

1631,66 C=O stretching

999,05 C−O−C stretching

Tepung Pisang 3328,89 O−H stretching

1643,23 C=O stretching

999,05 C−O−C stretching

Tepung Fortifikasi Maksimal 3294,18 O−H stretching

1643,23 C=O stretching

999,05 C−O−C stretching

(21)

menunjukkan bahwa tepung pisang dapat meningkatkan daya kembang karena gugus hidroksil dari molekul pati tepung pisang memiliki kemampuan menyerap air (Silfia, 2012). Pada tepung fortifikasi maksimal puncak O−H lebih intens daripada MOCAF terasetilasi karena terdapat penambahan tepung pisang sedangkan MOCAF terasetilasi tidak diberi penambahan tepung pisang.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut:

1. Hasil optimasi tepung berdasarkan expansion property dicapai pada kondisi pencampuran tepung terigu: pisang: MOCAF terasetilasi dengan perbandingan sebesar 4,4:17,5:78,1 (b/b/b) dan untuk swelling power sebesar 2:23:75 (b/b/b). 2. Fortifikasi tepung pisang uter dan subtitusi gandum terhadap MOCAF terasetilasi

berpengaruh menurunkan kadar amilosa dan amilopektin dalam tepung komposit namun tidak merubah nisbah amilosa dan amilopektin.

3. Hasil pemindaian spektra FTIR menunjukkan ketiga tepung mengandung gugus fungsi O−H, C=O, dan C−O−C yang merupakan gugus dari tepung pisang dan MOCAF terasetilasi.

SARAN

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan, untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan pengukuran tingkat kematangan pisang untuk diukur amilosa dan amilopektinnya.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada Universitas Kristen Satya Wacana yang telah membiayai pembelian standar amilosa dan amilopektin.

DAFTAR PUSTAKA

(22)

Sagu dengan Metode Modifikasi Asetilasi dan Cross-Linking. Jurnal Teknik Kimia Indonesia.7(3): 836-843.

AOAC. 1995. Official Methods of analysis of the association of official agricultural chemist.Washington: AOAC Int..

Anonim. 2016. Kebutuhan Gandum untuk Industri Naik. Harian Jurnal Asia. 20 Juni. https://www.jurnalasia.com/bisnis/industri/kebutuhan-gandum-untuk-industri-naik/. [27 Oktober 2016].

Aprianita, A., Purwandari, U.,Watson, B., and Vasiljevic, T. 2009. Physico-chemical properties of fours and starches fromselected commercial tubers available in Australia. International Food Research Journal.16, 507-520.

Artiani, P. A., dan Yohanita, R. A. 2010. Modifikasi Cassava Starch Dengan Proses Acetylasi Asam Asetat Untuk Produk Pangan. Jurnal Teknik Kimia. Semarang: Universitas Diponegoro

Chang, Y. K., Hashimoto, J. M.,Moura, R. A., Flores, M. H. E.,and Bustos, M. F. 2001. Influence of extrusion conditions on cassava starch and soybean protein concentrate blends. Acta Alimentaria.30(2):189–203.

Charles, A. L., Chang, Y. H., Ko, W. C.,Sriroth, K., and Huang, T. C. 2005. Influence of amylopectin structure and amylose content on gelling properties of five cultivars of cassava starches. Journal of Agriculture and Food Chemistry. 53: 2717-2725.

de Mesa, N. J. E., Alavi, S., Singh, N., Shi, Y. C., Dogan, H.,and Sang, Y. 2009. Soy protein-fortified expanded extrudates: Baseline study using normal corn starch.

Journal of Food Engineering. 90: 262–270.

Ekafitri, R., Kumalasari, R., dan Indrianti, N. 2011. Karakterisasi Tepung Jagung dan Tapioka serta Mie Instan Jagung yang Dihasilkan. ProsidingSeminar Nasional Sains dan Teknologi – IV. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Emanuel, C. 2005. Pengaruh Fosforilasi dan Penambahan Asam Stearat Terhadap Karakteristik Film Edible Pati Sagu. Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Estiasih, T., 2006. Teknologi dan Aplikasi Polisakarida dalam Pengolahan Pangan.

Jurnal Fakultas Teknologi Pertanian. Malang: Universitas Brawijaya.

Gunawan, H. 2016. Aptindo Minta Kejelasan Pelonjakan Impor. Tribun News. 19 Februari. http://www.tribunnews.com/bisnis/2016/02/19/aptindo-minta-kejelasan-pelonjakan-impor-gandum. [20 Oktober 2016].

(23)

Jaramaya, R. dan Ramadhan, B. 2015. Indonesia Jadi Salah Satu Pengimpor Gandum

Terbesar Dunia. Republika. 5 April 2015.

http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/15/04/05/nmbvyl-indonesia-jadi-salah-satu-pengimpor-gandum-terbesar-dunia. [23 Mei 2017].

Hermansson, A. M., and Svegmark, K., 1996. Developments in the understanding of starch functionality dalam: Teja, A., Sindi, I ., Ayucitra, A dan Setiawan, L. E. K. 2008. Karakteristik Pati Sagu dengan Metode Modifikasi Asetilasi dan

Cross-Linking. Jurnal Teknik Kimia Indonesia. 7(3): 836-843.

Karaman, S., Yilmaz, M. T., and Kayacier, A. 2010. Simplex lattice mixture design approach on the rheological behaviorof glucomannan based salep-honey drink mixtures: An optimizationstudy based on the sensory properties. Food Hydrocolloids. 25(2011): 1319-1326.

Lavlinesia. 1995. Kajian Beberapa Pengembangan Volumetrik dan Kerenyahan Kerupuk Ikan. Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Lawal, O.S., Adebowale, K. O., and Oderinde, R. A. 2004. Functional properties of amylopectin and amylose fractions isolated from bambarra groundnut (Voandzeia subterranean) starch. African Journal of Biotechnology. 3: 399-404. Martono, Y. 2016. Proses Produksi Tepung Mocaf Terasetilasi sebagai Pengganti

Tepung Terigu. Laporan Kemajuan Penelitian Perseorangan/Kelompok Wajib.

Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana.

Martono, Y., Danriani, L. D., dan Hartini, S. 2016. Pengaruh Fermentasi Terhadap Kandungan Protein Dan Asam Amino Pada Tepung Gaplek yang Difortifikasi Tepung Kedelai (Glycine max (L)). Agritech.36: 56-63.

Miyazaki, M. R., Hung, P. V., Maeda, T., and Morita, N. 2006. Recent Advances In Application of Modified Starches for Bread Making. Journal Food Science & Technology.17: 591-599.

Napitupulu, D. S., Karo, T. K., dan Lubis, Z. 2013. Pembuatan Kue Bolu dari Tepung Pisang sebagai Substitusi Tepung Terigu dengan Pengayaan Tepung Kedelai.

Jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian. 1(4).

Neves, F. M., Pereira, J. M., Zavareze, E. R., Dias, A. R. G., and Elias, M. C. 2010. Expansion of rice flour treated with lactic acid and sodium bisulphite.

Food Science and Technology. 43: 326-330.

Nuwamanya, E., Baguma, Y., Wembabazi, E., and Rubaihayo, P. 2011. A comparative study of the physicochemical properties of starches from root, tuber and cereal crops. African Journal of Biotechnology 10: 12018-12030.

(24)

Reformasi, S. dan Ervani, T. J. 2015. Inovasi Tepung Termodifikasi Berbahan Baku Lokal, berupa Tepung Komposit Mocaf dan Tepung Pisang Uter untuk Mereduksi Ketergantungan Terhadap Tepung Terigu sebagai Upaya Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional. Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) Nasional. Salatiga: SMA Kristen 1 Salatiga.

Riley, C. K., Wheatley, A. O., and Asemota, H. N. 2006. Isolation and Characterization of Starches from Eight Dioscoreaalata Cultivars Grown in Jamaica. African J of Biotech. 17: 1528-1536.

Rohmah, M. 2013. Kajian Kandungan Pati, Amilosa dan Amilopektin Tepung dan Pati pada Beberapa Kultivar Pisang (Musa sp). Prosiding Seminar Nasional Kimia. Samarinda: Universitas Mulawarman.

Sacithraa, R., Mohan, M. M., and Vijayachitra, S. 2013. Quantitative Analysis of Tapioca Starch using FT-IR Spectroscopy and Partial Least Squares. International Journal of Computer Applications. 0975 – 8887.

Salim E. 2011. Mengolah Singkong Menjadi Tepung Mocaf. dalam: Amri, Edan Pratiwi, P.

2014. Pembuatan MOCAF (Modified Cassava Flour) dengan Proses Fermentasi

Menggunakan Beberapa Jenis Ragi. Jurnal Pelangi.6(2):82-191.

Sasaki, T. and Matsuki, J. 1998. Effect of Wheat Starch on Structure on Swelling Power. Cereal Chemistry.75: 525-529.

Singh, J. 2004. Effect of Acetylation on Some Properties of Corn and Potato Starches, Starch. Starke. 56: 586-601.

Silfia. 2012. Pengaruh Substitusi Tepung Pisang Terhadap Mutu Kue Kering. Jurnal Litbang Industri. 2(1):43-49.

Subagio, A. 2008. Modified Cassava Flour (MOCAL): Sebuah Masa Depan Ketahanan Pangan Nasional Berbasis Potensi Lokal. Rubrik Teknologi. No. 50/XVII/Januari- Juni/2008.

Teja, A., Sindi, I., Ayucitra, A., dan Setiawan, L. E. K. 2008. Karakteristik Pati Sagu dengan Metode Modifikasi Asetilasi dan Cross-Linking. Jurnal Teknik Kimia Indonesia.7(3): 836-843.

Triyani, A. P., Ishartani, D., dan Rahadian, D. A. M. 2013. Kajian Karakteristik Fisikokimia Tepung Labu Kuning (Cucurbita moschata) Termodifikasi dengan Variasi Lama Perendaman dan Konsentrasi Asam Asetat. Jurnal Teknosains Pangan. 2(2).

(25)

Wigati, L. R., Sumarlan, S. H., dan Kadarisman, D. 2015. Uji Karakteristik Fisik, Kimia dan Organoleptik Mi Instan Menggunakan Tepung Sorgum (Sorghum bicolor (L) Moench) Sebagai Bahan Baku Substitusi Terigu. Jurnal Bioproses Komoditas Tropis. 3(2).

Winarno, F. G., Fardiaz, S., dan Fardiaz, D. 1996. Pengantar Teknologi Pangan. dalam: Witono, J. R., Kumalaputri, A. J., dan Lukmana, H. S. 2012. Optimasi Rasio Tepung Terigu, Tepung Pisang, dan Tepung Ubi Jalar, serta Konsentrasi Zat Aditif pada Pembuatan Mie. Perjanjian.No: III/LPPM/2012-02/11-P. Bandung: Universitas Katolik Parahyangan.

Wirakartakusumah, M. A., Eriyatno, S., Fardiaz, M., Thenawidjaja, D., Muchtadi, B. S. L., Jenie., dan Machfud. 1984. Studi Tentang Ekstraksi, Sifat-Sifat Fisiko Kimia Pati Sagu dan Pengkajian Enzima. Dirjen Dikti, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Witono, J. R., Kumalaputri, A. J., dan Lukmana, H. S. 2012. Optimasi Rasio Tepung Terigu, Tepung Pisang, dan Tepung Ubi Jalar, serta Konsentrasi Zat Aditif pada Pembuatan Mie. Perjanjian.No: III/LPPM/2012-02/11-P. Bandung: Universitas Katolik Parahyangan.

Yuan, R. C., Thompson, D., BandBoyer, C. D. 1993. Fine structure of amylopectin in relationto gelatinization and retrogradation behavior of maize starches from three wxcontaining genotypes in two inbred lines. Cereal Chemistry. 70: 81–89. Zasypkin, D. V., Yuryev, V. P., Alexeyev, V. V., and Tolstoguzov, V. B. 1992.

Mechanical properties of the products obtained by the thermoplastic extrusion of potato starch–soybean protein mixtures. Carbohydrate Polymers 18:119–124. Zhang, P., Whistler, R. L., Bemiller, J. N., and Hamaker, B. R. 2005. Banana starch:

(26)

Lampiran

Lampiran 1. Tabel peubah tak terikat

Terigu (%) Tepung Pisang (%) MOCAF

Lampiran 2. Tabel hasil expansion property, swelling power dan solubility dengan berbagai perbandingan antara terigu, tepung pisang dan MOCAF terasetilasi Terigu

(mL/g) Swelling Power (g/g)

(27)

Lampiran 3. Analisis varian dari Rancangan Bujur Sangkar Sederhana untuk respon hasil expansion property dari fortifikasi terigu, tepung pisang dan MOCAF terasetilasi

Sumber Db JK KT F hitung F tabel

Expansion

property Model 6 0,36 0,060 12,25*

0,0021

Linear Mixture

2 0,068 0,034 6.88 0,0223

AB 1 6,785.10-3 6,785.10-3 1,38 0,2783

AC 1 5,036.10-6 5,036.10-6 1,025.10-3 0,9754

BC 1 0,29 0,29 58,58 0,0001

ABC 1 0,062 0,062 12,53 0,0095

Lack of Fit 3 0,014 4,738 0,94 0,5004

Pure Error 4 0,020 5,044

Galad 7 0,034 4,913.10-3

Keterangan: Angka yang diikuti dengan tanda (*) untuk nilai F hitung menunjukkan bahwa

model signifikan, sedangkan F hitung tanpa tanda (*) menunjukkan bahwa Lack of

Fit tidak signifikan.

Lampiran 4. Analisis varian dari Rancangan Bujur Sangkar Sederhana untuk respon hasil swelling power dari fortifikasi terigu, tepung pisang dan MOCAF terasetilasi

Sumber Db JK KT F hitung F tabel

Swelling

Power Model 5 0,83 0,17 3,81* 0,0460 Linear Mixture

2 0,62 0,31 7,14 0,0166

AB

1 0,058 0,058 1,34 0,2812

AC

1 8,095.10-4 8,095.10-4 0,019 0,8947

BC

1 0,15 0,15 3,43 0,1013

Lack of Fit 4 0,068 0,017 0,24 0,9001

Pure Error 4 0,28 0,070

Galad 8 0,096 0,043

(28)

Lampiran 5. Purata % Kadar Amilosa pada Fortifikasi Terigu, Tepung Pisang dan MOCAF Terasetilasi dengan Berbagai Perbandingan

Keterangan:* W = BNJ 5%

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris/lajur yang sama

menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda nyata, sebaliknya angka-angka yang

diikuti huruf yang berbeda pada baris/lajur yang sama menunjukkan antar

perlakuan berbeda nyata.

Lampiran 6. Purata % Kadar Amilopektin pada Fortifikasi Terigu, Tepung Pisang dan MOCAF Terasetilasi dengan Berbagai Perbandingan

Perbandingan Terigu, Tepung Pisang dan MOCAF Terasetilasi %Kadar

(29)

Lampiran 7. Pengaruh nisbah amilosa dan amilopektin pada beberapa sifat tepung

Lampiran 8. Literatur gugus fungsi dan bilangan gelombang

Gugus Fungsi Bilangan gelombang (cm-1 )

O−H stretching 3700–3600

C=O stretching 1830–1650

C-O-C stretching 1026,06 – 1043,42

(Sacithraa et al., 2013).

Lampiran 9a. Spektra FTIR MOCAF terasetilasi

(30)

Lampiran 9b. Spektra FTIR Tepung Pisang

(31)
(32)

Based on ANOVA and HSD assay, fortification of wheat and banana flour in acetylated MOCAF influenced amylose and amylopectin content significantly at the significance level of

0.05 (p <0.05).The results for fortification of wheat flour, banana flour, and acetylated MOCAF

was lowering amylose content compared to unfortified flour. Similarly, the amylopectin was lower than unfortified flour. The same ratio between amylose and amylopectin influenced on the nature of the expansion property and solubility. Same ratio of amylose and amylopectin in fortified and unfortified flour did not alter swelling power properties except banana flour.

Keywords: MOCAF, acetylation, fortification, amylose, amylopectin

PENDAHULUAN

Di Indonesia terdapat beragam

tanaman sumber karbohidrat yang tumbuh

dengan subur sehingga diversifikasi

pangan merupakan pilihan yang tepat untuk

lepas dari ketergantungan terhadap beras

dan terigu [1]. Salah satu bahan baku

kearifan lokal yang dapat dijadikan

substitusi terigu dalam rangka mendukung

ketahanan pangan nasional yaitu

singkong/ubi kayu [2].

Karbohidrat mendominasi komposisi

ubi kayu, yaitu sebanyak 34,00 g per 100 g

bahan [3]. Karbohidrat yang cukup tinggi

pada ubi kayu menunjukkan bahwa ubi

kayu memiliki kandungan pati yang juga

tinggi. Pati ubi kayu ini mempunyai

karakteristik yang sangat khas, yaitu

prosentase amilopektin yang sangat tinggi

jika dibandingkan dengan pati dari sumber

lain. Sifat amilopektin berbeda dengan

amilosa yaitu retrogradasi lambat dan pasta

yang terbentuk tidak dapat membentuk gel

tetapi bersifat lengket (kohesif) dan elastis

(gummy texture). Hal ini dikarenakan

terdapat banyaknya struktur percabangan

pada amilopektin [4]. Adanya kemampuan

pembentukan gel dari sifat pati melalui

proses gelatinasinya dan bentukan daya

lengket yang kuat dari tingginya kadar

amilopektin merupakan potensi dalam

pembentukan sifat kekenyalan [5].

Charles et al. (2005) [6] melaporkan

bahwa semakin tinggi kadar amilosa maka

viskositas maksimum pati akan semakin

tinggi sehingga semakin mudah produk

mengalami retrogradasi (kecenderungan

amilosa saling bergabung dengan amilosa

yang lainnya). Pati dengan kandungan

amilosa yang tinggi sangat cocok untuk

pembuatan starch noodle. Kadar amilosa

pati pisang nilainya lebih tinggi

dibandingkan dengan kandungan amilosa

pada sumber karbohidrat dari umbi, seperti

umbi talas yang memiliki nilai 5,59±1,54%

[7]. Untuk kadar amilopektin berkisar

49,27-60,08% sehingga dengan adanya

kandungan amilosa dan amilopektin pada

tepung komposit antara tepung pisang

dengan terigu tersebut diharapkan dapat

menghasilkan sifat fisik mie yang lebih baik

[8]. Oleh karena itu, penelitian ini akan

meneliti pengaruh fortifikasi pisang uter

dalam MOCAF terasetilasi ditinjau dari

rasio amilosa:amilopektin.

METODE PENELITIAN

Bahan yang digunakan dalam

(33)

uter yang diperoleh dari kebun di daerah

Tuntang, Kabupaten Semarang. Air

rendaman kedelai (ARK) diperoleh dari

perajin tempe dari Salatiga. Bahan-bahan

yang digunakan diantaranya adalah

aquades, HCl, NaOH, asam sitrat, asam

asetat glasial, amilosa, amilopektin, larutan

iodin, TCA (Tricholoroacetic acid), dan KI.

Semua bahan kimia yang digunakan

berderajat PA (pro-analysis) yang diperoleh

dari E-Merck, Germany.

Piranti yang digunakan dalam

penelitian yaitu blender (Philips), ayakan 80

mesh, desikator, drying cabinet, waterbath

(Memmert WNB 14, Jerman), piranti gelas,

spektrofotometer UV-VIS (Optizen UV

2120), loyang alumunium, oven, neraca

analitis dengan ketelitian 0,0001 g (OHAUS

PA214), neraca dengan ketelitian 0,01 g

(OHAUS TAJ02), pH meter (HANNA

Instrument 9812).

Preparasi Sampel [2]

Singkong dibersihkan dan dikupas

kulitnya. Singkong kemudian dicuci bersih.

Singkong yang telah bersih ditiriskan dan

dipotong kecil-kecil serta digunakan untuk

perlakuan selanjutnya.

Fermentasi [9]

Sebanyak 50,00 g singkong yang

telah dipotong-potong ditimbang dan

dimasukkan ke dalam wadah. Singkong

direndam dalam air (T= ) selama 5

menit. Setelah perendaman, air dibuang

dan diganti Air Rendaman Kedelai (ARK)

dengan rasio singkong:ARK = 1:2 (b/v).

Singkong difermentasi selama 12 jam.

Setelah waktu fermentasi selesai, singkong

dicuci dengan air bersih.

Pembuatan Tepung Pisang [10]

Sebelum diolah menjadi tepung,

pisang uter yang tua tetapi belum masak

menggunakan pisau, sehingga berbentuk

potongan dengan ukuran kurang lebih 1 x

0,5 cm setelah itu dilakukan pengeringan

menggunakan drying cabinet sampai kering

dengan suhu Tanda sudah kering

adalah jika gaplek pisang mudah

dipatahkan dengan kadar air sekitar 6-10%

dan selanjutnya dihancurkan dengan

blender dan diayak dengan kehalusan 80

mesh.

Asetilasi MOCAF [11]

Singkong sebanyak 200,0 g

ditimbang dan ditambahkan dengan

aquades sebanyak 500 mL. pH larutan

diatur menjadi pH 8 dengan NaOH 1,0 M

dan dibiarkan selama 1 jam. Larutan

tersebut ditambahkan asam asetat glasial

10% (w/w) sedikit demi sedikit dan

MOCAF dikeringkan dalam drying cabinet

(34)

ditepungkan hingga halus dan disimpan

dalam wadah tertutup. Tepung yang telah

jadi disebut sebagai MOCAF terasetilasi.

Fortifikasi Tepung Pisang Uter dan

Substitusi Tepung Terigu pada MOCAF

Terasetilasi

Pencampuran antara tepung pisang uter

dengan MOCAF tersetilasi yaitu dengan

cara dihomogenisasikan dengan

menggunakan blender.

Rasio Amilosa dan Amilopektin [9]

a. Pengukuran Sampel Kadar

Amilosa

Sampel ditimbang sebanyak

20,0 mg dan dilarutkan kedalam 5

mL NaOH 1 M dan 5 ml aquades.

Larutan sampel diambil sebanyak 1

mL dan ditambahkan 5 mL HCl 1 M

lalu digenapkan dengan aquades

hingga volume menjadi 50 mL.

Konsentrasi larutan baku amilosa

untuk kurva baku adalah antara

4,00×10-33,60×10-2 mg/mL. Larutan

sampel diambil sebanyak 5 mL, lalu

ditambahkan dengan 2 mL larutan

TCA (Tricholoroacetic acid) dan 2 mL

larutan reagen I2-KI. Absorbansi

larutan diukur menggunakan

spektrofotometer UV-VIS pada

panjang gelombang 630 nm.

Konsentrasi amilosa ditetapkan

berdasarkan kurva baku standar

amilosa (mg/mL) terhadap

absorbansi (A630).

b. Pengukuran Sampel Kadar

Amilopektin

Sampel ditimbang sebanyak

20,0 mg dan dilarutkan kedalam 5

mL NaOH 1 M dan 5 mL aquades.

Larutan sampel diambil sebanyak 1

mL dan ditambahkan 5 mL HCl 1 M

lalu digenapkan dengan aquades

hingga volume menjadi 50 mL.

TCA (Tricholoroacetic acid) dan 2 mL

larutan reagen I2-KI. Absorbansi

larutan diukur menggunakan

spektrofotometer UV-VIS pada

panjang gelombang 530 nm.

Konsentrasi amilopektin ditetapkan

berdasarkan kurva baku standar

amilopektin (mg/mL) terhadap

absorbansi (A530).

Analisa Data

Data penelitian dianalisis

menggunakan Rancangan Acak Lengkap

(RAL) satu faktor, yaitu perbandingan

antara terigu, tepung pisang dan MOCAF

terasetilasi. Antar rata-rata hasil diuji

menggunakan uji BNJ 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Amilosa dan Amilopektin pada

Fortifikasi Terigu, Tepung Pisang dan

MOCAF Terasetilasi

Kandungan pati yang terdapat pada

(35)

Amilosa merupakan fraksi linier yang

terkandung dalam pati, fraksi bercabangnya

adalah amilopektin. Kadar amilosa dan

amilopektin sangat berperan dalam proses

gelatinisasi, retrogradasi, dan menentukan

karakteristik pasta pati [8]. Purata persen

kadar amilosa dari fortifikasi terigu, tepung

pisang dan MOCAF terasetilasi dengan

berbagai perbandingan yaitu sebesar

24,8958±0,16% sampai dengan

34,9533±0,07%. Hasil uji BNJ 5%

menunjukkan bahwa persen kadar amilosa

dari fortifikasi terigu, tepung pisang dan

MOCAF terasetilasi dengan berbagai

perbandingan berbeda nyata (Tabel 1.).

Tabel 1. Purata % Kadar Amilosa pada Fortifikasi Terigu, Tepung Pisang dan MOCAF

Terasetilasi dengan Berbagai Perbandingan

Perbandingan Terigu, Tepung Pisang dan MOCAF Terasetilasi % Kadar

Amilosa 1 2 3 4 5 6

W=

0,8483 24,8958±0,16 26,7708±0,27 28,2158±0,2

5

29,7858±0,20 30,298 ±0,10 34,9533±0,07

(a) (b) (c) (d) (d) (e)

Keterangan: * W = BNJ 5%

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris/lajur yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak

berbeda nyata, sebaliknya angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris/lajur yang sama menunjukkan

antar perlakuan berbeda nyata.

Purata persen kadar amilopektin dari

fortifikasi terigu, tepung pisang dan MOCAF

terasetilasi dengan berbagai perbandingan

yaitu sebesar 60,4057±0,16% sampai

dengan 82,7882±0,51%. Hasil uji BNJ 5%

menunjukkan bahwa persen kadar

amilopektin dari fortifikasi terigu, tepung

pisang dan MOCAF terasetilasi dengan

berbagai perbandingan berbeda nyata

(36)

Tabel 2. Purata % Kadar Amilopektin pada Fortifikasi Terigu, Tepung Pisang dan MOCAF

Terasetilasi dengan Berbagai Perbandingan

Perbandingan Terigu, Tepung Pisang dan MOCAF Terasetilasi % Kadar

Amilopektin 1 2 3 4 5 6

W= 1,6982 60,4057±0,16 62,6157±0,61 69,3757±0,3

3

pengaruh perbandingan terigu, tepung

pisang dan MOCAF terasetilasi terhadap

persen kadar amilosa dan amilopektin

ternyata menunjukkan ada interaksi yang

berpengaruh nyata pada taraf signifikansi

0,05 (p<0,05).

Sifat amilosa dan amilopektin ini

akan mempengaruhi karakteristik pati dari

tepung dan produk olahannya. Amilosa

meningkatkan kekokohan struktur pati,

sedangkan amilopektin menyebabkan

kekentalan dan kekuatan gel pati [12].

Amilosa memiliki rantai lurus yang

menyebabkan amilosa dapat membentuk

ikatan hidrogen yang kuat sehingga dapat

membentuk gel yang kokoh. Semakin besar

kandungan amilopektin maka pati akan

lebih basah dan lengket. Sebaliknya jika

kandungan amilosa tinggi, pati bersifat

kering dan kurang lekat [13].

Kadar amilopektin lebih tinggi daripada

kadar amilosa karena selama proses

perendaman molekul amilosa akan keluar

dari granula pati dan larut dalam air

sehingga membuat kadar amilopektin

dalam pati meningkat [14]. Pada penelitian

Artiani dan Yohanita (2010) semakin lama

waktu reaksi maka semakin banyak

amilosa yang tereduksi sehingga jumlah

amilosa mengalami penurunan [15]. Pada

penelitian ini, perendaman singkong

dengan asam asetat dilakukan selama 60

menit.

Pada penelitian ini kandungan

amilosa pati pisang yaitu 29,79% dan

amilopektinnya 78,10%. Penelitian ini

menunjukkan hasil yang selaras dengan

penelitian Yuan et al. (1993) yaitu pada pati

pisang kandungan amilosa sekitar 20,5%

dan amilopektinnya 79,5% [16]. Pada

tepung pisang, kandungan amilopektin

lebih mendominasi dibandingkan dengan

amilosa. Perbedaan jumlah kadar amilosa

dan amilopektin pada tepung pisang yang

didapatkan disebabkan oleh tingkat

kematangan buah pisang. Tingkat

kematangan mempengaruhi komposisi

kimia daging pisang seperti kadar pati salah

satunya [17]. Pati terdiri dari dua fraksi

yaitu amilosa dan amilopektin yang pada

umumnya mengandung 15-30% amilosa

(37)

amilopektin berpengaruh pada sifat tepung

yang dihasilkan. Sifat fungsional pati pada

tepung juga dipengaruhi oleh varietas,

kondisi alam, dan tempat tanaman tersebut

berasal [19].

Interaksi antar tepung yang

dikompositkan antara terigu, tepung

pisang, dan MOCAF terasetilasi

menunjukkan nilai amilosa yang lebih

rendah daripada tepung yang tidak

dikompositkan. Oleh karena itu,

diperlukan adanya optimasi formulasi atau

fortifikasi antar tepung. Demikian pula

dengan amilopektin yang menunjukkan

nilai yang lebih rendah daripada tepung

yang tidak dikompositkan. Pengaruh rasio

amilosa dan amilopektin pada beberapa

sifat tepung dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh rasio amilosa dan amilopektin pada beberapa sifat Tepung

Formulasi tepung

Perbedaan kadar amilosa dan

amilopektin memberikan rasio yang relatif

sama namun berpengaruh pada sifat

volume pengembangan dan kelarutan.

Hasil ini menunjukkan bahwa sifat ekspansi

dan kelarutan tepung lebih ditentukan oleh

kadar/kuantitas amilosa dan amilopektin,

karena kadar amilosa dan amilopektin

berpengaruh dalam menentukan

karakteristik pati yang terkandung di dalam

suatu tepung [8]. Rasio amilosa dan

amilopektin yang relatif sama memberikan

sifat swelling power yang tidak berbeda

antar tepung kecuali pada tepung pisang.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan yang dipaparkan, fortifikasi

tepung pisang uter, dan subtitusi gandum

terhadap MOCAF terasetilasi berpengaruh

menurunkan kadar amilosa dan amilopektin

dalam tepung komposit namun tidak

merubah rasio amilosa dan amilopektinnya.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada Universitas

Kristen Satya Wacana yang telah

membiayai pembelian standar amilosa dan

amilopektin.

DAFTAR RUJUKAN

[1] Reformasi, S. dan Ervani, T.J. 2015.

Inovasi Tepung Termodifikasi

(38)

Uter untuk Mereduksi Ketergantungan Terhadap Tepung Terigu sebagai

Upaya Mewujudkan Ketahanan

Pangan Nasional. Lomba Karya Tulis

Ilmiah (LKTI) Nasional. Salatiga: SMA Kristen 1 Salatiga.

[2] Martono, Y. 2016. Proses Produksi

Tepung Mocaf Terasetilasi sebagai

Pengganti Tepung Terigu. Laporan

Kemajuan Penelitian Perseorangan/

Kelompok Wajib. Salatiga: Universitas

Kristen Satya Wacana.

[3] Subagio, A. 2008. Modified Cassava

Flour (MOCAL): Sebuah Masa Depan Ketahanan Pangan Nasional Berbasis

Potensi Lokal. Rubrik Teknologi. No.

50/XVII/Januari- Juni/2008.

[4] Estiasih, T., 2006. Teknologi dan

Aplikasi Polisakarida dalam

Pengolahan Pangan. Jurnal Fakultas

Teknologi Pertanian. Malang:

Universitas Brawijaya.

[5] Ekafitri, R., Kumalasari, R. dan

Indrianti, N. 2011. Karakterisasi

Tepung Jagung dan Tapioka serta Mie

Instan Jagung yang Dihasilkan.

Prosiding Seminar Nasional Sains dan

Teknologi – IV. Bandar Lampung:

Universitas Lampung.

[6] Aprianita, A., Purwandari, U., Watson, B., and Vasiljevic, T. 2009. Physico-chemical properties of fours and starches from selected commercial

tubers available in Australia.

International Food Research Journal. 16: 507-520.

[7] Charles, A. L., Chang, Y. H., Ko, W. C.,

Sriroth, K. and Huang, T. C. 2005. Influence of amylopectin structure and amylose content on gelling properties of five cultivars of cassava starches. Journal of Agriculture and Food

Chemistry. 53: 2717-2725.

[8] Rohmah, M. 2013. Kajian Kandungan

Pati, Amilosa dan Amilopektin Tepung dan Pati pada Beberapa Kultivar

Pisang (Musa sp). Prosiding Seminar

Nasional Kimia. Samarinda:

Universitas Mulawarman.

[9] Martono, Y., Danriani, L.D., dan Hartini.,

S. 2016. Pengaruh Fermentasi

Terhadap Kandungan Protein Dan Asam Amino Pada Tepung Gaplek yang Difortifikasi Tepung Kedelai

(Glycine max (L)). Agritech.36: 56-63.

[10] Wahyuningtyas, N., Basito, dan Atmaka, W. 2014. Kajian Karakteristik Fisikokimia dan Sensoris Kerupuk

Berbahan Baku Tepung Terigu,

Tepung Tapioka dan Tepung Pisang

Kepok Kuning. Jurnal Teknosains

Pangan. 3 (2).

[11] Lawal, O.S., Adebowale, K.O., and

Oderinde, R.A. 2004. Functional properties of amylopectin and amylose

fractions isolated from bambarra

groundnut (Voandzeia subterranean)

starch. African Journal of

Biotechnology.3: 399-404.

[12] Witono, J.R., Kumalaputri A.J dan

Lukmana, H.S. 2012. Optimasi Rasio Tepung Terigu, Tepung Pisang, dan Tepung Ubi Jalar, serta Konsentrasi Zat Aditif pada Pembuatan Mie. Perjanjian. No: III/LPPM/2012-02/11-P.

Bandung: Universitas Katolik

Parahyangan.

[13] Wirakartakusumah, M.A., Eriyatno, S.,

Fardiaz, M., Thenawidjaja, D.,

Muchtadi, B.S.L., Jenie, dan Machfud. 1984. Studi Tentang Ekstraksi, Sifat-Sifat Fisiko Kimia Pati Sagu dan

Pengkajian Enzima. Dirjen Dikti,

Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan.

[14] Triyani, A.P., Ishartani, D., dan

Rahadian D.A.M. 2013. Kajian

Karakteristik Fisikokimia Tepung Labu

Kuning (Cucurbita moschata)

Termodifikasi dengan Variasi Lama Perendaman dan Konsentrasi Asam

Asetat. Jurnal Teknosains Pangan. 2

(2).

[15] Artiani, P.A., dan Yohanita R.A. 2010.

Modifikasi Cassava Starch Dengan Proses Acetylasi Asam Asetat Untuk

Produk Pangan. Jurnal Teknik Kimia

Universitas Diponegoro. Semarang.

16] Yuan, R.C., Thompson, D.B., and

(39)

genotypes in two inbred lines. Cereal

Chemistry. 70: 81–89.

[17] Zhang, P., Whistler, R.L., Bemiller,

J.N., and Hamaker, B.R. 2005. Banana starch: production, physicochemical properties, and digestibility - a review.

J Carbohy Polymers. 59: 443–458.

[18] Emanuel, C. 2005. Pengaruh

Fosforilasi dan Penambahan Asam

Stearat Terhadap Karakteristik Film

Edible Pati Sagu. Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

[19] Riley, C.K., Wheatley, A.O., and Asemota, H.N. 2006. Isolation and Characterization of Starches from Eight Dioscoreaalata Cultivars Grown

in Jamaica. African J of Biotech.

(40)

Gambar

Gambar 1. Diagram Batang Interaksi Pengaruh Tepung untuk Expansion Property
Tabel 1. Tabel 1. Persamaan Polinomial Rancangan Bujur Sangkar Sederhana Optimasi
Gambar 3. Diagram Batang Interaksi Pengaruh Tepung untuk Swelling power
Gambar 4 .Rancangan Bujur Sangkar Sederhana swelling power
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dari Tabel 1, nampak pula bahwa pemberian bulu ayam sebanyak 9,6% nyata (P&lt; 0,05) menurunkan konsumsi ransum yakni dari 2748,4 g (kontrol) menjadi 2429,7 g, sementara

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa: (1) siswa kelompok prestasi tinggi menggunakan kemampuan berpikir intuitifnya berdasarkan pengalaman

Agar sebuah variabel dikenali dengan mudah, maka seperti halnya benda atau manusia, yang untuk indetitasnya menggunakan nama, maka sebuah variabel juga harus mempunyai nama3.

- Processing, diversification of products and trade Vietnam pepper were not adequate to the potential advantage since depending on the market and due.. to the limitation of

Jadi nilai probabilitas dari rangking bertanda wilcoxon lebih kecil dari pada probabillitas yang ditetapkan 5% (α = 0.05), dan dari hasil analisis deskriptif diperoleh

[r]

Ayat (5) dan (6) : Pemberian bunga dalam ayat-ayat ini dimaksudkan untuk memberi daya-penarik bagi para pemilik dari surat-surat obligasi yang telah terundi dan

Berdasarkan hasil penelitian, beberapa saran yang dapat peneliti sampaikan yaitu: (1) perencanaan pembelajaran harus dipersiapkan dengan baik dan matang, penentuan