• Tidak ada hasil yang ditemukan

SII Penyebaran Islam di Nusantara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "SII Penyebaran Islam di Nusantara"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Dosen Pengampu: Suparman Jassin, M.Ag.

.

Oleh:

Faqih Kurnia Azis 1145010042 Hasna Nurfarida 1145010052 Jawad Mughofar KH 1145010071

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

(2)

KATA PENGANTAR Bismillaahirrahmaanirrohiim,

Puji syukur Kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa atas petunjuk, rahmat, dan hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan tugas ini tanpa ada halangan apapun sesuai dengan waktu yang telah di tentukan.

Makalah ini di susun dalam rangka memenuhi tugas terstruktur pada mata kuliah Sejarah Islam Indonesia I. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penyusun harapkan.

Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penyusun dan umumnya bagi para pembaca. Aamiin.

Bandung, 27 September 2015

Penyusun,

(3)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 1

C. Tujuan... 2

BAB II PEMBAHASAN A. Penyebaran Islam di Nusantara... 3

B. Penyebar Islam di Nusantara... 3

C. Cara Penyebaran Islam di Nusantara... 5

D. Wilayah awal Perkembangan Penyebaran Islam di Nusantara... 8

BAB III PENUTUP A. Simpulan... 13

DAFTAR PUSTAKA

(4)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa agama Islam diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril. Sejak saat itulah Rasulullah mulai menyebarkan agama islam ke seluruh penjuru dunia. Khususnya Jazirah Arab.

Agama Islam mulai berkembang semakin pesat ke seluruh Arab Saudi, wa l-au pun masih mendapat penolakan dan ancaman dari para kaum kafir Quraisy. Dengan usaha keras dan pantang menyerah dari Rasulullah SAW agama

Islam telah menyebar ke seluruh penjuru Arab. Hingga beliau wafat,

perjuangan untuk menyiarkan dan mendirikan agama Islam tidaklah berhenti begitu saja. Sepeninggalnya beliau, perjuangan tersebut dilanjutkan oleh para generasi selanjutnya yang pada akhirnya sampailah pada negeri tercinta ini, yaitu Nusantara atau Indonesia.

Penyebaran Islam di Nusantara, termasuk di pulau Jawa, biasanya digambarkan sebagai penyebaran yang bersifat damai. Dengan kata lain, Islam tersebar di wilayah ini tanpa melalui peperangan sebagaimana yang terjadi di Timur Tengah, Afrika Utara, Eropa, dan Asia Tengah. Penyebaran yang damai ini dilihat oleh sebagian orang sebagai hal yang positif, karena membantu terbentuknya karakteristik Islam yang cenderung damai dan toleran. Tapi ada juga yang melihatnya sebagai kelemahan. Pola dakwahnya yang cenderung kurang tegas dalam aspek aqidah dianggap telah menyebabkan banyaknya percampuran nilai-nilai lokal yang tidak Islami dengan nilai-nilai dan praktek agama Islam. Penjelasan lebih lanjut menegenai bagaimana Penyebaran Islam di Nusantara, insyaAllah akan kami paparkan dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka dapat dibuat perumusan masalah sebagai berikut;

(5)

a. Bagaimana Penyebaran Islam di Nusantara? b. Siapa saja penyebar Islam di Nusantara?

c. Bagaimana Cara penyebaran Islam di Nusantara?

d. Wilayah mana saja yang menjadi awal Perkembangan Penyebaran Islam di Nusantara?

C.Tujuan

Berdasarkan rumusan diatas, tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk: a. Mengetahui Penyebaran Islam di Nusantara

b. Mengetaui siapa saja penyebar islam di Nusantara. c. Mengetahui Cara Penyebaran Islam di Nusantara.

(6)

BAB II PEMBAHASAN A. Penyebaran Islam di Nusantara

Penyebaran Islam di Nusantara adalah proses menyebarnya agama Islam di Nusantara (sekarang Indonesia). Dalam buku Api Sejarah karya Ahmad Mansur Suryanegera dijelaskan bahwa kalau diperhatikan mengenai awal masuknya islam bisa di lihat dari Kesultanan Samodra Pasai di Sumatra yang didirikan pada 1275 M dan menurut yang mempunyai selisih lebih awal 19 tahun dari Kerajaan Hindu Madjapahit yang didirikan pada 1294 M. Dengan demikian tidak dapat dibenarkan pernyataan masuknya Islam ke Nusantara sesudah runtuhnya Kerjaan Hindu Madjapahit.

Hal ini memberikan kita kejelasan bahwa kita harus paham antara apa yang dimaksud dengan saat agama islam masuk dan saat perkembangan agama Islam, yang sangat jelas bahwa kedua hal tersebut jauh berbeda

Masuknya agama islam adalah ketika agama islam baru dikenal oleh Bangsa Indonesia dikenalkan oleh para niagawan Mulim pada saat melakukan transaksi niaga di pasar. Demikian pula apa yang dimaksud dengan masa perkembangan agama Islam adalah saat umat islam telah membangun kekuasaan politik islam atau kesultanan. Misalnya Kesultanan Leran di Gresik Jawa Timur pada abad ke-11 M dan Kesultanan Samodra Pasai di Sumetra Utara pada abad ke-13 M.1

B. Para Penyebar Islam di Nusantara

Umumnya kita mengira Wali Sanga sebagai pembawa pertama ajaran Islam ke Nusantara Indonesia. Padahal, aktivitas para Wali Sanga terjadi pada Periode Perkembangan Agama Islam di Nusantara yang ditandai dengan berdirinya kekuasaan politik islam dan kesultanan.2 Karena sejatinya islam sudah mulai di dakwahkan ajarannya oleh para

wiraswasta di Nusantara sejak abad ke-7 M. Berikut ini para penyebar islam di Nusantara pada masa perkembangan Islam di Nusantara:

1 Ahmad Mansur Suryanegara. 2014. Api Sejarah. Bandung: Penerbit Suryadinasti. Hal: 117

2 Ahmad Mansur Suryanegara. 2014. Api Sejarah. Bandung: Penerbit Suryadinasti. Hal: 119

(7)

1. Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik)

Beliau dikenal juga dengan sebutan Syeikh Magribi. Ia dianggap pelopor penyebaran Islam di Jawa. Beliau juga ahli pertanian, ahli tata negara dan sebagai perintis lembaga pendidikan pesantren. Wafat tahun 1419 M. (882 H) dimakamkan di Gapura Wetan Gresik

2. Raden Ali Rahmatullah (Sunan Ampel)

Dilahirkan di Aceh tahun 1401 M. Ayahnya orang Arab dan ibunya orang Cempa, ia sebagai mufti dalam mengajarkan Islam tak kenal kompromi dengan budaya lokal. Wejangan terkenalnya Mo Limo yang artinya menolak mencuri, mabuk, main wanita, judi dan madat, yang marak dimasa Majapahit. Beliau wafat di desa Ampel tahun 1481M

3. Raden Aenul Yaqin atau Raden Paku (Sunan Giri)

Ia putra Syeikh Yakub bin Maulana Ishak. Ia sebagai ahli fiqih dan menguasai ilmu Falak. Dimasa menjelang keruntuhan Majapahit, ia dipercaya sebagai raja peralihan sebelum Raden Patah naik menjadi Sultan Demak. Ketika Sunan Ampel wafat, ia menggantikannya sebagai mufti tanah Jawa.

4. Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang)

Putra Sunan Ampel lahir tahun 1465. Sempat menimba ilmu ke Pasai bersama-sama Raden Paku. Beliaulah yang mendidik Raden Patah. Beliau wafat tahun 1515 M.

5. Raden Syahid (Sunan Kalijaga)

(8)

5

6. Syarifudin (Sunan Drajat)

Nama aslinya adalah Syarifudin (putra Sunan Ampel, adik Sunan Bonang). Dakwah beliau terutama dalam bidang sosial. Beliau juga mengkader para da’i yang berdatangan dari berbagai daerah, antara lain dari Ternate dan Hitu Ambon.

7. Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Djati)

Nama lainnya adalah Sunan Gunung Jati yang kerap kali dirancukan dengan Fatahillah, yang menantunya sendiri. Ia memiliki keSultanan sendiri di Cirebon yang wilayahnya sampai ke Banten. Ia juga salah satu pembuat sokoguru masjid Demak selain Sunan Ampel, Sunan Kalijaga dan Sunan Bonang. Keberadaan Syarif Hidayatullah dengan kesultanannya membuktikan ada tiga kekuasaan Islam yang hidup bersamaan kala itu, yaitu Demak, Giri dan Cirebon. Hanya saja Demak dijadikan pusat dakwah, pusat studi Islam sekaligus kontrol politik para wali

8. Ja’far Sidiq (Sunan Kudus)

Nama aslinya adalah Ja’far Sadiq. Lahir pada pertengahan abad ke 15 dan wafat tahun 1550 M. (960 H). Beliau berjasa menyebarkan Islam di daerah kudus dan sekitarnya. Ia membangun masjid menara Kudus yang sangat terkenal dan merupakan salah satu warisan budaya Nusantara.

9. Raden Umar Said (Sunan Muria)

Nama aslinya Raden Prawoto atau Raden Umar Said putra Sunan Kalijaga. Beliau menyebarkan Islam dengan menggunakan sarana gamelan, wayang serta kesenian daerah lainnya. Beliau dimakamkan di Gunung Muria, disebelah utara kota Kudus.

C. Cara Penyebaran Islam di Nusantara

(9)

persuasif berkat kegigihan para ulama. Karena memang para ulama

berpegang teguh pada prinsip Q.S. al- Baqarah ayat 256 yang artinya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya dia telah ber pegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Menden gar lagi Maha Mengetahui.”

Adapun cara penyebaran Islam di Nusantara yaitu: 1. Perdagangan

Pada abad ke-7 M, bangsa Indonesia kedatangan para pedagang Islam dari Arab, Persia, dan India. Mereka telah ambil bagian dalam kegiatan perdagangan di Indonesia. Hal ini konsekuensi logisnya menimbulkan jalinan hubungan dagang antara masyarakat Indonesia dan para pedagang Islam. Di samping berdagang, sebagai seorang muslim juga mempunyai kewajiban berdakwah maka para pedagang Islam juga menyampaikan dan

mengajarkan agama dan kebudayaan Islam kepada orang lain. Dengan cara tersebut, banyak pedagang Indonesia memeluk agama Islam dan mereka pun menyebarkan agama Islam dan budaya Islam yang baru dianutnya kepada orang lain. Dengan demikian, secara bertahap agama dan budaya Islam tersebar dari pedagang Arab, Persia, India kepada bangsa Indonesia. Proses penyebaran Islam melalui perdagangan sangat menguntungkan dan lebih efektif dibanding cara lainnya.

2. Perkawinan

Kedudukan ekonomi dan sosial para pedagang yang sudah menetap makin membaik. Para pedagang itu menjadi kaya dan terhormat, tetapi keluarga

nya tidak dibawa serta. Para pedagang itu kemudian menikahi gadis-gadis setempat de ngan syarat mereka harus masuk Islam. Cara itu pun

tidak mengalami kesulitan. Misalnya, perkawinan Raden Rahmat (Sunan Ampel) dengan Nyai Gede Manila, putri Tumenggung Wilatikta; perkawinan antara Raja Brawijaya dengan putri Jeumpa yang beragama Islam

(10)

7

3. Politik

Seorang raja mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar dan memegang peranan penting dalam proses Islamisasi. Jika raja sebuah

kerajaan memeluk agama Islam, otomatis rakyatnya akan berbondong-bondong memel uk agama Islam. Karena, masyarakat Indonesia memiliki

kepatuhan yang tinggi dan raja selalu menjadi panutan rakyatnya. Jika raja dan rakyat memeluk agama Islam, pastinya demi kepentingan politik maka akan diadakannya perluasan wilayah kerajaan, yang diikuti dengan penyeba ran agama Islam.

4. Pendidikan

Perkembangan Islam yang cepat menyebabkan muncul tokoh ulama atau mubalig yang menyebarkan Islam melalui pendidikan dengan mendirikan pondok–pondok pesantren. Dan di dalam pesantren itulah tempat

pemuda pemudi menuntut ilmu yang berhubungan dengan agama Islam. Yang jika para pelajar tersebut selesai dalam menuntut ilmu mengenai agama Islam, mereka mempunyai kewajiban untuk mengajarkan kembali ilmu yang diperolehnya kepada masyarakat sekitar. Yang akhirnya masyarakat sekitar menjadi pemeluk agama Islam. Pesantren yang telah berdiri pada masa pertumbuhan Islam di Jawa, antara lain Pesantren Sunan Ampel Surabaya yang didirikan oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel) dan Pesantren Sunan Giri yang santrinya banyak berasal dari Maluku.

5. Seni Budaya

Perkembangan Islam dapat melalui seni budaya, seperti bangunan (masjid), seni pahat, seni tari, seni musik, dan seni sastra. Cara seperti ini banyak

kita jumpai di Jogjakarta, Solo, Cirebon, dll. Seni budaya Islam dibuat dengan cara mengakrabkan budaya daerah setempat dengan ajaran Islam yang

disusupkan ajaran tauhid yang dibuat sederhana, sehalus dan sedapat mungkin memanfaatkan tradisi lokal, seperti:

a. Membumikan ajaran Islam melalui syair-syair. Contohnya: Gending Dharma, Suluk Sunan Bonang, Hikayat Sunan Kudus. dll

(11)

ndek-atkan dengan ajaran Islam. Mencipta tokoh baru dan narasi baru yang sarat p engajaran.

c. Membunyikan bedug sebagai ajakan sholat lima waktu sekaligus alarm pengingat. Sebab insting masyarakat telah akrab dengan gema bedug sebagai pemanggil untuk acara keramaian.

d. Menggeser tradisi klenik dengan doa-doa pengusir jin sekaligus doa kepada leluhur. Diantaranya yang kita kenal dengan sebutan Tahlil.

6. Tasawuf

Seorang Sufi biasa dikenal dengan hidup dalam keserhanaan, mereka selalu

menghayati kehidupan masyarakatnya yang hidup bersama di tengah-tengah masyarak atnya. Para Sufi biasanya memiliki keahlian yang

membantu masyarakat dan menyebarkan agama Islam. Para Sufi pada masa itu diantaranya Hamzah Fansuri di Aceh dan Sunan Panggung Jawa

D. Wilayah Awal Perkembangan Penyebaran Islam di Nusantara

Pada awalnya sejarawan meyakini bahwa Islam menyebar di masyarakat Nusantara dengan cara yang umumnya berlangsung damai, dan dari abad 7 sampai akhir abad ke-19 Nusantara melihat hampir tidak ada aktivitas misionaris Muslim terorganisir. Namun klaim ini kemudian dibantah oleh temuan sejarawan bahwa beberapa bagian dari Jawa, seperti Suku Sunda di Jawa Barat dan kerajaan Majapahit di Jawa Timur ditaklukkan oleh Muslim Jawa dari Kesultanan Demak. Kerajaan Hindu-Buddha Sunda Pajajaran ditaklukkan oleh kaum Muslim di abad ke-16, sedangkan bagian pesisir-Muslim dan pedalaman Jawa Timur yang Hindu-Buddha sering berperang. Pendiri Kesultanan AcehAli Mughayat Syah memulai kampanye militer pada tahun 1520 untuk mendominasi bagian utara Sumatera dan mengkonversi penduduknya menjadi Islam. Penyebaran terorganisir Islam juga terbukti dengan adanya Wali Sanga (sembilan orang suci) yang diakui mempunyai andil besar dalam Islamisasi Nusantara secara sistematis selama periode ini.3

Malaka

Didirikan sekitar awal abad ke-15, negara perdagangan Melayu Kesultanan Malaka (sekarang bagian Malaysia) didirikan oleh Sultan Parameswara, adalah, sebagai pusat perdagangan paling penting di kepulauan Asia Tenggara, pusat kedatangan Muslim

(12)

9

asing, dan dengan demikian muncul sebagai pendukung penyebaran Islam di Nusantara. Parameswara sendiiri diketahui telah dikonversi ke Islam, dan mengambil nama Iskandar Shah setelah kedatangan Laksamana Cheng Ho yang merupakan Suku Hui muslim dari negeri China. Di Malaka dan di tempat lain batu-batu nisan bertahan dan menunjukkan tidak hanya penyebaran Islam di kepulauan Melayu, tetapi juga sebagai agama dari sejumlah budaya dan penguasa mereka pada akhir abad ke-15.

Sumatera Utara

Bukti yang lebih kuat mendokumentasikan transisi budaya yang berlanjut berasal dari dua batu nisan akhir abad ke-14 dari Minye Tujoh diSumatera Utara, masing-masing dengan tulisan Islam tetapi dengan jenis karakter India dan lainnya Arab. Berasal dari abad ke-14, batu nisan di Brunei, Trengganu (timur laut Malaysia) dan Jawa Timur adalah bukti penyebaran Islam. Batu Trengganu memiliki dominasi bahasa Sansekerta atas kata-kata Arab, menunjukkan representasi pengenalan hukum Islam. Menurut Ying-yai Sheng-lan: survei umum pantai samudra (1433) yang ditulis oleh Ma Huan, pencatat sejarah dan penerjemah Cheng Ho: "negara-negara utama di bagian utara Sumatrasudah merupakan Kesultanan Islam. Pada tahun 1414, ia (Cheng Ho) mengunjungi Kesultanan Malaka, penguasanya Iskandar Shah adalahMuslim dan juga warganya, dan mereka percaya dengan sangat taat".

Di Kampong Pande, Banda Aceh terdapat batu nisan Sultan Firman Syah, cucu dari Sultan Johan Syah, yang memiliki sebuah prasasti yang menyatakan bahwa Banda Aceh adalah ibukota Kesultanan Aceh Darussalam dan bahwa kota itu didirikan pada hari Jumat, 1 Ramadhan (22 April 1205) oleh Sultan Johan Syah setelah ia menaklukkan Kerajaan Hindu-Buddha Indra Purba yang beribukota di Bandar Lamuri.

(13)

Pada 1520, Ali Mughayat Syah memulai kampanye militer untuk mendominasi bagian utara Sumatera. Dia menaklukkan Daya, dan mengkonversi orang-orangnya ke Islam. Penaklukannya berlanjut ke bawah pantai timur, seperti Pidie dan Pasai menggabungkan beberapa daerah penghasil emas dan lada. Penambahan daerah-daerah tersebut akhirnya menyebabkan ketegangan internal dalam Kesultanan Aceh, karena kekuatan Aceh adalah sebagai bandar perdagangan, yang kepentingan ekonominya berbeda dari wilayah-wilayah bandar produksi.

Buku ahli pengobatan Portugis Tome Pires yang mendokumentasikan pengamatannya atas Jawa dan Sumatera dari kunjungannya tahun 1512-1515, dianggap salah satu sumber yang paling penting tentang penyebaran Islam di Nusantara. Pada saat tersebut, menurut Piers, kebanyakan raja di Sumatera adalah Muslim, dari Aceh dan ke selatan sepanjang pantai timur ke Palembang, para penguasanya adalah Muslim, sementara sisi selatan Palembang dan di sekitar ujung selatan Sumatera dan ke pantai barat, sebagian besar bukan. Di kerajaan lain Sumatera, seperti Pasai dan Minangkabau penguasanya adalah Muslim meskipun pada tahap itu warga mereka dan orang-orang di daerah tetangga bukan. Bagaimanapun, dilaporkan oleh Pires bahwa agama Islam terus memperoleh penganut baru.

Setelah kedatangan rombongan kolonial Portugis dan ketegangan yang mengikuti tentang kekuasaan atas perdagangan rempah-rempah, Sultan Aceh Alauddin al-Kahar (1539-1571) mengirimkan dutanya ke Sultan Kesultanan Utsmaniyah, Suleiman I tahun 1564, meminta dukungan Utsmaniyah melawan Kekaisaran Portugis. Dinasti Utsmani kemudian dikirim laksamana mereka, Kurtoğlu Hızır Reis. Dia kemudian berlayar dengan kekuatan 22 kapal membawa tentara, peralatan militer dan perlengkapan lainnya. Menurut laporan yang ditulis oleh Laksamana Portugis Fernão Mendes Pinto, armada Utsmaniyah yang pertama kali tiba di Aceh terdiri dari beberapa orang Turki dan kebanyakanMuslim dari pelabuhan Samudera Hindia.

Jawa Tengah dan Jawa Timur

(14)

Hindu-11

Buddha Majapahit, Louis-Charles Damais (peneliti dan sejarawan) menyimpulkan bahwa makam ini adalah makam orang-orang Jawa pribumi yang sangat terhormat, bahkan mungkin keluarga kerajaan.4 Hal ini menunjukkan bahwa beberapa elit Kerajaan

Majapahit di Jawa telah memeluk Islam pada saat Majapahit yang merupakan Kerajaan Hindu-Buddha berada di puncak kejayaannya.

Ricklefs (1991) berpendapat bahwa batu-batu nisan Jawa timur ini, berlokasi dan bertanggal di wilayah non-pesisir Majapahit, meragukan pandangan lama bahwa Islam di Jawa berasal dari pantai dan mewakili oposisi politik dan agama untuk kerajaan Majapahit. Sebagai sebuah kerajaan dengan kontak politik dan perdagangan yang luas, Majapahit hampir pasti telah melakukan kontak dengan para pedagang Muslim, namun kemungkinan adanya abdi dalem keraton yang berpengalaman untuk tertarik pada agama kasta pedagang masih sebatas dugaan. Sebaliknya, guru Sufi-Islam yang dipengaruhi mistisisme dan mungkin mengklaim mempunyai kekuatan gaib, lebih mungkin untuk diduga sebagai agen konversi agama para elit istana Jawa yang sudah lama akrab dengan aspek mistisisme Hindu dan Buddha.5

Pada awal abad ke-16, Jawa Tengah dan Jawa Timur, daerah di mana suku Jawa hidup, masih dikuasai oleh raja Hindu-Buddha yang tinggal di pedalaman Jawa Timur di Daha (sekarang Kediri). Namun daerah pesisir seperti Surabaya, telah ter-Islamisasi dan sering berperang dengan daerah pedalaman, kecuali Tuban, yang tetap setia kepada raja Hindu-Buddha. Beberapa wilayah di pesisir tersebut adalah wilayah penguasa

Jawa yang telah berkonversi ke Islam, atau

wilayah Tionghoa Muslim, India, Arab dan Melayuyang menetap dan mendirikan negara perdagangan mereka di pantai. Menurut Pires, para pemukim asing dan keturunan mereka tersebut begitu mengagumi budaya Hindu-Buddha Jawa sehingga mereka meniru gaya tersebut dan dengan demikian mereka menjadi "Jawa". Perang antara Muslim-pantai dan Hindu-Buddha-pedalaman ini juga terus berlanjut lama setelah jatuhnya Majapahit oleh Kesultanan Demak, bahkan permusuhan ini juga terus berlanjut lama setelah kedua wilayah tersebut mengadopsi Islam.

4 Ma Huan’s, 1970. Ying-yai Sheng-lan: The overall survey of the ocean's shores' (1433). Ed. and transl. J.V.G. Mills. Cambridge: University Press

(15)

Kapan orang-orang di pantai utara Jawa memeluk Islam tidaklah jelas. Muslim Tionghoa, Ma Huan, utusan Kaisar Yongle, mengunjungi pantai Jawa pada 1416 dan melaporkan dalam bukunya, Ying-yai Sheng-lan: survei umum pantai samudra (1433), bahwa hanya ada tiga jenis orang di Jawa: Muslim dari wilayah barat Nusantara, Tionghoa (beberapa adalah Muslim) dan Jawa yang bukan Muslim. Karena batu-batu nisan Jawa Timur adalah dari Muslim Jawa lima puluh tahun sebelumnya, laporan Ma Huan menunjukkan bahwa Islam mungkin memang telah diadopsi oleh sebagian abdi dalem istana Jawa sebelum orang Jawa pesisir.

Sebuah nisan Muslim bertanggal 822 H (1419 M) ditemukan di Gresik, pelabuhan di Jawa Timur dan menandai makam Maulana Malik Ibrahim. Namun bagaimanapun, dia adalah orang asing non-Jawa, dan batu nisannya tidak memberikan bukti konversi pesisir Jawa. Namun Malik Ibrahim, menurut tradisi Jawa adalah salah satu dari sembilan rasul Islam di Jawa (disebut Wali Sanga) meskipun tidak ada bukti tertulis ditemukan tentang tradisi ini. Pada abad ke-15-an, Kerajaan Majapahit yang kuat di Jawa berada di penurunan. Setelah dikalahkan dalam beberapa pertempuran, kerajaan Hindu terakhir di Jawa jatuh di bawah meningkatnya kekuatan Kesultanan Demak pada tahun 1520.

Jawa Barat

(16)
(17)

A. Simpulan

Penyebaran Islam di Nusantara adalah proses menyebarnya agama Islam di Nusantara (sekarang Indonesia). Dalam buku Api Sejarah karya Ahmad Mansur Suryanegera dijelaskan bahwa kalau diperhatikan mengenai awal masuknya islam bisa di lihat dari Kesultanan Samodra Pasai di Sumatra yang didirikan pada 1275 M dan menurut yang mempunyai selisih lebih awal 19 tahun dari Kerajaan Hindu Madjapahit yang didirikan pada 1294 M. Dengan demikian tidak dapat dibenarkan pernyataan masuknya Islam ke Nusantara sesudah runtuhnya Kerjaan Hindu Madjapahit.

Para Penyebar Gama islam di Nusantara umumnya kita mengira Wali Sanga sebagai pembawa pertama ajaran Islam ke Nusantara Indonesia. Padahal, aktivitas para Wali Sanga terjadi pada Periode Perkembangan Agama Islam di Nusantara yang ditandai dengan berdirinya kekuasaan politik islam dan kesultanan. Karena sejatinya islam sudah mulai di dakwahkan ajarannya oleh para wiraswasta di Nusantara sejak abad ke-7 M

Cara Penyebaran Islam di Nusantara yaitu: 1. Perdangangan

2. Perkawinan 3. Politik 4. Pendidikan 5. Seni Budaya 6. Tasawuf

Wilayah awal perkembangan penyebaran Islam di Nusantara yaitu Malaka, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat.

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azyumardi. 2006. Islam in the Indonesian world: an account of institutional formation. Mizan Pustaka.

Badriyatim, 2008. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta: Grafindo Persada

Ma Huan’s, 1970. Ying-yai Sheng-lan: The overall survey of the ocean's shores' (1433). Ed. and transl. J.V.G. Mills. Cambridge: University Press

Ricklefs, M.C. 1991. A History of Modern Indonesia since c.1300, 2nd Edition. London: MacMillan.

Referensi

Dokumen terkait

Interaksi antara penduduk Pulau Bali yang beragama Hindu dengan orang yang memeluk agama Islam yang datang ke Bali beberapa abad yang lalu sangat memungkinkan mereka

Kajian tentang pembentukan Islam secara makro di wilayah Nusantara khususnya di Indonesia sekalipun telah dilakukan oleh banyak peneliti, tetapi hal tersebut masih menarik

Pengaruh Islam di Demak pun berkembang sampai ke wilayah Jawa Barat oleh Sunan Gunung Jati (Menantu dari Sultan Trenggono raja Demak) beliau menyebarkan agama Islam pertama kali

Pada abad ke-16, di Sulawesi Selatan telah berdiri kerajaan Hindu Gowa dan Tallo. Penduduknya banyak yang memeluk agama Islam karena hubungannya dengan kesultanan Ternate. Pada

Islam semakin berkembang di Sumatera Utara setelah semakin ramai pedagang – pedagang muslim yang datang ke Nusantara, karena Laut Merah telah menjadi Laut Islam sejak armada

Kemajuan ekonomi Kerajaan Malaka telah mengundang banyak ulama dari mancanegara untuk berpartisipasi dengan lebih intensif dalam proses pendidikan dan pembelajaran agama

Bagi golongan saudara baru di Malaysia, mereka memerlukan bantuan kerana mereka baru sahaja berhijrah dari agama asal kepada agama Islam dan terdapat banyak benda yang perlu mereka

Pemahaman terhadap karakter dan budaya masyarakat Jawa inilah yang menentukan kesuksesan Walisanga dalam menyebarkan Islam sehingga Indonesia kini menjadi negara dengan penduduk Muslim