BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Evaluasi
2.1.1 Pengertian Evaluasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia , evaluasi memiliki arti penilaian.
Penilaian berarti pengukuran atau penentuan manfaat dari pada suatu kegiatan. Dalam
perusahaan, evaluasi dapat diartikan sebagai proses pengukuran akan efektivitas
strategi yang digunakan dalam upaya mencapai tujuan perusahaan. Data yang
diperoleh dari hasil pengukuran tersebut akan digunakan sebagai analisis situasi
program berikutnya (http://id.wikipedia.org /wiki/Evaluasi diakses pada tanggal 16
juni 2013 pukul 21.44 WIB).
Viviane dan Gilbert de Lansheere dalam bukunya menyatakan bahwa evaluasi
adalah proses penentuan apakah materi dan metode pembelajaran telah sesuai dengan
tujuan yang diharapkan. Penentuannya bisa dilakukan salah satunya dengan cara
pemberian tes kepada pembelajar. Terlihat disana bahwa acuan tes adalah tujuan
pembelajaran. Selanjutnya evaluasi adalah suatu aktivitas yang dirancang untuk
menimbang manfaat atau efektivitas suatu program melalui indikator yang khusus,
tekhnik pengukuran, metode analisis, dan bentuk perencanaan (Siagian dan Agus,
Evaluasi meliputi mengukur dan menilai yang digunakan dalam rangka
pengambilan keputusan. Hubungan antara pengukuran dan penilaian saling berkaitan.
Mengukur pada hakikatnya adalah membandingkan sesuatu dengan atau atas dasar
ukuran atau kriteria tertentu (meter, kilogram, takaran dan sebagainya), pengukuran
bersifat kuantitatif. Penilaian berarti menilai sesuatu, sedangkan menilai itu
mengandung arti, mengambil keputusan terhadap sesuatu yang berdasarkan pada
ukuran baik atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau bodoh dan sebagainya. Serta
penilaian bersifat kualitatif. Menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap
sesuatu dengan ukuran baik buruk (bersifat kualitatif), dan evaluasi meliputi kedua
langkah tersebut (Arikunto, 2009:3).
Evaluasi sebagai salah satu fungsi manajemen berurusan dan berusaha untuk
mempertanyakan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan dari suatu rencana sekaligus
mengukur seobyektif mungkin hasil-hasil pelaksanaan itu dengan ukuran-ukuran
yang dapat diterima dari pihak-pihak yang mendukung maupun tidak mendukung
suatu rencana (Sirait, 1990:30).
Dari rumusan evaluasi yang dikemukakan tersebut maka dapat diartikan
bahwa evaluasi adalah sebuah proses yang dilakukan oleh seseorang untuk melihat
sejauh mana keberhasilan (efektivitas dan efisiensi) sebuah program dengan
menggunakan indikator yang khusus, tekhnik pengukuran, metode analisis, dan
bentuk perencanaan. Keberhasilan program itu sendiri dapat dilihat dari dampak atau
2.1.2Jenis-jenis Evaluasi
Secara umum, evaluasi dibagi menjadi tiga jenis yaitu:
1. Evaluasi Pada Tahap Perencanaan
Kata evaluasi sering digunakan dalam tahap perencanaan dalam rangka
memilihdan menentukan sebuah program dan tujuan. Untuk itu diperlukan
metode-metode yang dapat dipakai oleh perencana. Satu hal yang patut
dipertimbangkan dalam kaitan ini adalah bahwa metode-metode yang
ditempuh dalam pemilihan prioritas tidak selalu sama untuk setiap
keadaan, melainkan berbeda menurut hakekat dari permasalahannya
sendiri.
2. Evaluasi Pada Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini, hal-hal yang telah ditentukan sebelumnya seperti program,
tujuan dan metode-metode harus dianalisa untuk menentukan tingkat
kemajuan pelaksanaan dibanding dengan rencana dimana evaluasi juga
mempertimbangkan faktor-faktor seperti sarana yang mempengaruhi
keberhasilan proyek tersebut, selain itu dalam melaksanakan evaluasi pada
tahap pelaksanaan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh
pihak-pihak yang melaksanakan evaluasi diantaranya adalah:
a. Melakukan pengukuran kuantitatif maupun kualitatif terhadap
program secara tekhnik.
b. Melakukan analisa obyektif dan menghindari analisa subyektif
sebagai salah satu program yang sangat penting dalam manajemen
program (Sirait, 1990:159).
3. Evaluasi Pada Tahap Pasca Pelaksanaan
Disini pengertian evaluasi hampir sama dengan pengertian pada tahap
pelaksanaan, hanya perbedaannya bahwa yang dinilai dan dianalisa bukan
lagi tingkat kemajuan pelaksanaan dibanding dengan rencana yakni
apakah dampak yang dihasilkan oleh pelaksanaan kegiatan tersebut sesuai
efektivitas dan efisiensi dengan tujuan yang ingin dicapai (Nugroho,
2009:537).
2.1.3 Tolak Ukur Evaluasi
Suatu program dapat dievaluasi apabila ada tolak ukur yang biasa dijadikan
penilaian terhadap program yang telah berlangsung tersebut. Berhasil atau tidaknya
suatu program berdasarkan tujuan yang dimiliki tolak ukur yang nantinya harus
dicapai dengan baik oleh sumber daya yang mengelolanya, diantaranya:
1. Tolak ukur dalam evaluasi pada tahap perencanaan adalah:
a. Mempunyai sebuah program yang akan disosialisasikan.
b. Mempunyai sebuah tujuan yang akan disosialisasikan.
c. Mempunyai metode-metode yang akan digunakan untuk
disosialisasikan.
2. Tolak ukur dalam evaluasi pada tahap pelaksanaan adalah:
a. Apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang telah direncanakan.
c. Apakah metode-metode sesuai dengan yang telah direncanakan.
d. Apakah sarana yang ada dapat mencapai tujuan yang telah direncakan.
3. Tolak ukur dalam evaluasi pada tahap pasca pelaksanaan adalah:
a. Apakah hasil yang diperoleh (efektivitas dan efisiensi) sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai (Suwito, 2002:16).
2.1.4 Tujuan dan Fungsi Evaluasi
Setiap kegiatan yang dilaksanakan pasti mempunyai tujuan, demikian juga
dengan evaluasi. Ada dua tujuan evaluasi yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
Tujuan umum diarahkan kepada program secara keseluruhan, sedangkan tujuan
khusus lebih difokuskan pada masing-masing komponen (Arikunto, 2002:13).
Menurut Crawford (2000:30), tujuan dan atau fungsi evaluasi adalah :
1. Untuk mengetahui apakah tujuan-tujuan yang telah ditetapkan telah
tercapai dalam kegiatan.
2. Untuk memberikan objektivitas pengamatan terhadap perilaku hasil.
3. Untuk mengetahui kemampuan dan menentukan kelayakan.
4. Untuk memberikan umpan balik bagi kegiatan yang dilakukan.
Pada dasarnya tujuan akhir evaluasi adalah untuk memberikan bahan-bahan
pertimbangan untuk menentukan/membuat kebijakan tertentu, yang diawali dengan
suatu proses pengumpulan data yang sistematis (http://repository.usu.ac.id/bitstream/
123456789/ 19622/4/Chapter%20II.pdf diakses pada tanggal 16 juni 2013 pukul
2.1.5 Teknik Evaluasi
Untuk membuat sebuah keputusan yang merupakan tujuan akhir dari proses
evaluasi diperlukan data yang akurat. Untuk memperoleh data yang akurat diperlukan
teknik dan instrumen yang valid dan reliabel. Secara garis besar evaluasi dapat
dilakukan dengan menggunakan teknik tes dan teknik nontes (alternative test).
Terdapat dua jenis pengelompokan tes, yaitu:
1. Menurut bentuknya; secara umum terdapat dua bentuk tes, yaitu tes
objektif dan tes subjektif. Tes objektif adalah bentuk tes yang diskor
secara objektif. Disebut objektif karena kebenaran jawaban tes tidak
berdasarkan pada penilaian (judgement) dari korektor tes. Tes bentuk ini
menyediakan beberapa opsi untuk dipilih peserta tes, yang setiap butir
hanya memiliki satu jawaban benar. Tes subjektif adalah tes yang diskor
dengan memasukkan penilaian dari korektor tes. Jenis ini antara lain: tes
esai, lisan.
2. Menurut ragamnya; tes esay dapat diklasifikasikan menjadi tes esay
terbatas (resricted esay), dan tes esay bebas (extented esay). Butir tes
objektif menurut ragamnya dapat dibagi menjadi tiga , yaitu: tes
benar-salah (true-falses), tes menjodohkan (matching), dan tes pilih ganda
(mulitiple choice). Tekhnik notes dalam evaluasi banyak macamnya,
beberapa diantaranya adalah: angket (quesionaire), wawancara (interviev),
pengamatan (observation), skala bertingkat (rating scale), sosiometri,
paper, portofolio, kehadiran (presence), penyajian (presentation),
2.1.6 Standar Evaluasi
Standar yang dipakai untuk mengevaluasi suatu kegiatan tertentu dapat dilihat
dari tiga aspek utama yaitu;
1. Utility (manfaat)
Hasil evaluasi hendaknya bermanfaat bagi manajemen untuk pengambilan
keputusanatas program yang sedang berjalan.
2. Accuracy (akurat)
Informasi atas hasil evaluasi hendaklah memiliki tingkat ketepatan tinggi.
3. Feasibility (layak)
Hendaknya proses evaluasi yang dirancang dapat dilaksanakan secara
layak (Umar, 2002 : 40).
2.2 Evaluasi Program
Evaluasi program merupakan suatu langkah, yaitu awal dalam supervisi yaitu
mengumpulkan data yang tepat agar dapat dilanjutkan dengan pemberian pembinaan
yang tepat pula. Jika ditinjau dari aspek tingkat pelaksanaannya, secara umum
evaluasi terhadap suatu program dapat dikelompokkan kedalam tiga jenis, yaitu:
1. Penilain atas perencanaan, yaitu mencoba memilih dan menetapkan
prioritas terhadap berbagai alternatif dan kemungkinan atas cara mencapai
2. Penilaian atas pelaksanaan, yaitu melakukan analisis tingkat kemajuan
pelaksanaan dibandingkan dengan perencanaan, di dalamnya meliputi
apakah pelaksanaan program sesuai dengan apa yang direncanakan,
apakah ada perubahan-perubahan sasaran maupun tujuan dari program
yang sebelumnya drencanakan
2.3 Jaminan Sosial
Kata “jaminan sosial” berasal dari social dan security. Security diambil dari
Bahasa Latin “ se-curus” yang bermakna“se” (pembebasan atau liberation) dan
“curus” yang berarti (kesulitan atau uneasiness). Sementara itu, kata “social”
menunjuk pada istilah masyarakat atau orang banyak (society). Dengan demikian,
jaminan sosial secara harafiah adalah “pembebasan kesulitan masyarakat” atau “suatu
upaya untuk membebaskan masyarakat dari kesulitan” (Suharto, 2009).
Sementara itu, Jaminan sosial menurut ILO (1998) yang mengacu pada
Konvensi ILO No. 102 (1952) dalam UU SJSN (2006: 33), adalah perlindungan yang
diberikan oleh masyarakat untuk masyarakat melalui seperangkat kebijaksanaan
publik terhadap tekanan ekonomi sosial bahwa jika tidak diadakan sistem Jaminan
Sosial akan menimbulkan hilangnya sebagian pendapatan sebagai akibat sakit,
persalinan, kecelakaan kerja, sementara tidak bekerja, cacat, hari tua dan kematian
dini, perawatan medis termasuk pemberian subsidi bagi anggota keluarga yang
Dalam Undang-undang No.40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasca
putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia ditegaskan, jaminan sosial
merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin agar setiap rakyat
dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak, yang dimaksudkan adalah
kebutuhan esensial setiap orang agar dapat hidup layak demi terwujudnya
kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Selanjutnya, sistem jaminan sosial
dirancang untuk mampu menyinkronisasikan penyelenggaraan berbagai bentuk
jaminan sosial yang dilaksanakan oleh beberapa penyelenggara agar dapat
memberikan manfaat yang lebih besar bagi seluruh peserta. Program jaminan sosial
diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi sosial, bantuan sosial,
dan atau tabungan wajib yang bertujuan untuk dapat memberikan jaminan sosial bagi
seluruh penduduk, guna memenuhi kebutuhan dasar hidup layak (UU. No. 40:11-12).
Jaminan kesejahteraan sosisal dikelompokkan kedalam tiga model,yaitu:
a. Jaminan kesejahteraan sosial dalam bentuk bantuan sosial (social
assistance), yakni skema publik yang diberikan oleh negara terutama
kepada warganya yang sangat rentan dan tidak termasuk angkatan kerja
(anak-anak, jompo, penyandang cacat yang tidak dapat bekerja)
b. Jaminan kesejahteraan sosial dalam bentuk asuransi sosial dalam bentuk
asuransi sosial (social insurance), jika bantuan sosial didanai dari pihak
pajak dan diberikan tanpa memperhatikan apakah si penerima
memberikan kontribusi (premi). Asuransi sosial secara umum
c. Jaminan kesejahteraan sosial berbasis masyarakat (micro and area based
schemes) yang dikembangkan untuk merespon beberapa kekurangan yang
ada pada skema formal (bantuan sosial dan asuransi sosial), yang
sasarannya adalah komunitas pedesaan dan perkotaan yang tidak memeliki
atau belum tercakup oleh mekanisme perlindungan sosial formal (Suharto,
2007:18-20).
Jaminan sosial mengenal beberapa pendekatan yang saling melengkapi.
Pendekatan pertama adalah asuransi sosial (compulsory social insurance) yang
dibiayai dari kontribusi/premi tersebut harus dikaitkan dengan tingkat
pendapatan/upah yang dibayarkan oleh pemberi kerja. Pendekatan kedua berupa
bantuan sosial (insurance assistance) baik dalam bentuk pemberian bantuan uang
tunai maupun pelayanan dari sumber pemberian negara dan bantuan sosial dari
masyarakat lainnya. Jaminan sosial diberikan kepada seluruh warga negara baik yang
bekerja maupun yang tidak bekerja namun demikian tetap mengacu pada pilar
jaminan sosial yang ada, yaitu:
1. Pilar pertama yang terbawa adalah pilar bantuan sosial (social assitance)
bagi mereka yang miskin dan tidak mampu atau tidak memiliki
penghasilantetap yang memadai untuk meemenuhi kebutuhan dasar hidup
yang layak. Dalam praktiknya, bantuan sosial ini diwujudkan dengan
bantuan iuran oleh Pemerintah agar mereka yang miskin dan tidak
mamapu dapat tetap menjadi peserta SJSN. Bantuan sosial diberikan
atas kehilangan fungsi-fungsi sosial ekonominya, baik secara permanen
maupun untuk sementara waktu. Bantuan sosial permanen diberikan
kepada lanjut usia terlantar dan penyandang cacat ganda sedangkan
bantuan sementara diberikan kepada mereka yang ditimpa bencana alam
dan bencana sosial.
2. Pilar kedua adalah pilar asuransi sosial yang mempunyai penghasilan
(diatas garis kemiskinan) dengan membayar iuran yang proporsional
terhadap penghasilannya/upahnya. Pendekatan ini merupakan upaya
negara untuk mensejahterakan masyarakat dengan mengikutsertakan
secara aktif tanggung jawab dalam bentuk iuran. Asuransi sosial diberikan
kepada:
a. Mereka yang bekerja pada sektor formal dijamin dalam program
Jamsostek bagi tenaga kerja swasta yang diatur dengan
Undang-Undang No.3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(JAMSOSTEK) dan UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
yang mencakup program jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan
kecelakaan kerja, jaminan hari tua, dan jaminan kematian. Kemudian,
untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS), telah dikembangkan program dana
Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN), yang secara
khusus diatur dalam UU No.11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun.
Kemudian, untuk program Asuransi Kesehatan (ASKES) secara
Tahun 1999, dan UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Sedangkan untuk prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota
Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) dan PNS Departemen
pertahanan/TNI/POLRI beserta keluarganya telah dilaksanakan
program Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(ASABRI) yang secara khusus diatur dalam UU No. 34 Tahun 2004
tentang TNI.
b. Bagi mereka yang bekerja pada sektor informal/mandiri, untuk
memberikan perlindungan bagi pekerja sektor informal/mandiri maka
Departemen Sosial mengembangkan Asuransi Kesejahteraan Sosial
(ASKESOS). Askesos didefenisikan sebagai suatu sistem asuransi
sosial untuk memberikan perlindungan/pertanggungan bagi warga
masyarakat terhadap resiko menurunnya tingkat kesejahteraan sosial
akibat pencari nafkah utama meninggal, mendertia sakit, mengalami
kecelakaan, dan berada dalam kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan
dasar anggota keluarga (Dit.Jamkesos, 2007 :13).
c. Pilar ketiga adalah pilar tambahan atau suplemen bagi mereka yang
menginginkan jaminan yang lebih besar dari jaminan kebutuhan
standar hidup yang layak dan mereka yang mampu membeli jaminan
tersebut (pilar jaminan swasta/privat yang berbasis sukarela/dagang).
Pilar ini dapat diisi dengan membeli asuransi komersial (baik asuransi
kesehatan, pensiun, atau asuransi jiwa), tabungan sendiri, atau
kelompok seperti investasi saham, reksa dana, atau membeli properti
sebagai tabungan bagi dirinya atau keluarganya (http://
kebijakansosial.wordpress.com/2010/02/09/jaminan-sosial-merupakan
tanggung-jawab-kita-semua/ diakses pada tanggal 17 juni 2013 pukul
16.33 WIB).
Pada pilar pertama tanggung jawab jaminan sosial lebih mengutamakan
tanggung jawab pemerintah, pilar kedua berupa asuransi sosial tanggung jawab relatif
lebih berimbang untuk program Jamsostek tanggung jawab berupa premi dibebankan
kepada pekerja dan perusahaan. Pada program Askes pegawai negeri, Taspen dan
Asabri tanggung jawab dibebankan kepada negara sebagai pemberi kerja bagi
PNS/TNI dan PNS/TNI itu sendiri. Sedangkan pada pilar ketiga tanggung jawab
penuh perorangan atau kelompok.
Pilar satu dan pilar kedua ini merupakan fondasi Sistem Jaminan Sosial
Nasional untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak yang harus diikuti dan
diterima oleh seluruh rakyat (pilar jaminan sosial publik). Kedua pilar ini juga
terakomodasi dalam Undang-Undang No. 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan
Sosial yang menyatakan bahwa Jaminan Sosial adalah skema yang melembaga untuk
menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak
(pasal 1 ayat 11). Kemudian diatur lagi pada pasal 9 ayat 1,2 dan 3 Jaminan Sosial
yang dimaksud untuk:
a. Menjamin fakir miskin, anak yatim piatu terlantar, lanjut usia terlantar,
penyakit kronis yang mengalami masalah ketidakmampuan
sosial-ekonomi agar kebutuhan dasarnya terpenuhi.
b. Menghargai pejuang, perintis kemerdekaan, dan keluarga pahlawan atas
jasa-jasanya.
c. Jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan
dalam bentuk asuransi kesejahteraan sosial dan bantuan langsung
berkelanjutan.
d. Jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diberikan
dalam bentuk tunjangan berkelanjutan (http://kebijakansosial. wordpress.
com/2010/02/09/jaminan-sosialmerupakan-tanggung-jawab-kita-semua/diakses pada tanggal 17 juni 2013 pukul 16.50 WIB).
Asuransi sosial memiliki kelebihan dan sekaligus kekurangan, diantara
kelebihannya antara lain: peserta memiliki hak untuk menerima manfaat (mengajukan
klaim) sebagai balasan atas premi yang dia bayar, dimana hak tersebut lebih kuat
daripada hak yang diberikan oleh sistem bantuan sosial. Berkaitan dengan
sumber-sumber pendanaan, beban pembiayaan lebih mudah diterima secara logis, karena
beban asuransi dan tingkat manfaat (pertanggungan) berhubungan erat. Hal ini
berbeda dengan sistem bantuan sosial yang mengandalkan pajak dengan mana antara
pembayar dan penerima seringkali tidak berkaitan tuntutan-tuntutan yang bersifat
mementingkan diri sendiri, seperti: “saya ingin lebih banyak manfaat, tetapi tidak
ingin lebih banyak menanggung beban premi” dapat dihindari. Sedangkan
yang tetap (fixed), dan kemungkinan terjadinya penyalahgunaan manfaat (the abuse
of benefits)
(http://puslit.kemsos.go.id/download/pdf/evaluasi-program-jaminan-kesejahteraan-sosial.pdf diakses pada tanggal 17 juni 2013 pukul 17.18 WIB).
Terkait konsep Asuransi Sosial, terdapat konsep asuransi mikro (micro
insurance), yang seolah-olah ada asuransi makro dan asuransi mikro. Asuransi mikro
adalah bentuk jaminan sosial berbasis komunitas dimana anggotanya yang berjumlah
terbatas secara sukarela memusatkan sumber dana berupa premi ke dalam wadah
kelompok untuk kemudian mendapat manfaat dari kontribusi itu (Gaol, 2008:13).
2.4 Program Asuransi Kesejahteraan Sosial 2.4.1 Latar Belakang Askesos
Askesos adalah salah satu sistem jaminan sosial untuk memberikan
perlindungan/pertanggungan bagi kelompok miskin dan hampir miskin terutama di
kalangan pekerja sektor informal dan pekerja sektor informal dan pekerja mandiri
dimana pencari nafkah berpotensi mengalami resiko menurunnya tingkat
kesejahteraan sosial akibat meninggal dunia, menderita sakit, mengalami kecelakaan
dan berada dalam kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan dasar anggota keluarga. Dana
klaim peserta Askesos di bayar oleh pemerintah melalui Kementerian Sosial RI.
Sasaran program Askesos adalah Pekerja informal yaitu pekerja yang
penghidupannya miskin dan hampir miskin, berpenghasilan dibawah Upah Minimal
1. Pekerja yang menjalankan sendiri modalnya yang sangat kecil, misalnya
pedagang kaki lima, pedagang asongan, pedagang pasar dan pedagang
keliling
2. Pekerja informal yang bekerja pada orang lain
3. Pemilik suatu usaha kecil yang mempekerjakan satu dua orang pekerja
Dalam melaksanakan program Askesos maka kementerian Sosial
mengembangkan kemitraan dengan berbagai pihak diantaranya:
1. Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang dibina oleh Kementerian Sosial
maupun yang tidak.
2. Orsos, Yayasan, Lembaga Sosial yang memenuhi syarat.
3. Instansi pemerintah terkait, diantaranya dengan Kementerian Koperasi dan
UKM.
Sasaran lokasi yang akan dioperasikanlkan program Askesos adalah wilayah
yang memiliki data populasi pekerja sektor informal di wilayah perkotaan, sub urban,
pesisir, dan perbatasan amtara negara. Sasaran lokasi Askesos untuk pengembangan
lokasi selanjutnya bisa diarahkan ke lokasi yang mempunyai kriteria kemiskinan
termasuk sekitar industri, daerah terpencil dan pinggiran hutan (Dit. Jamkesos,
2010:5-6).
Program Askesos ini berbeda dari asuransi sosial lainnya. Dalam
pelaksanaannya, lebih memerlukan partisipasi aktif dari masyarakat. Dalam hal ini,
Pemerintah bertindak sebagai fasilisator dan motivator, karena masyarakat lebih sadar
pada masalah sosial dan kondisi di lapangan. Askesos telah mencapai 33 provinsi,
peserta. Besaran dana Askesos ini dialokasikan sekitar Rp 22 miliar, termasuk juga
untuk program Bantuan Kesejahteraan Sosial Permaen (BKSP), bagi anggota
masyarakat miskin yang termasuk kategori Penyandang Masalah Kesejahteraan
Sosial (PMKS), seperti lanjut usia, penyandang cacat mental dan fisik, dan
penyandang psikotik atau eks penyakit kronis yang terlantar.
Lembaga pelaksana Askesos adalah lembaga yang memiliki legalitas dan
berpengalaman memberikan pelayanan sosial dan memiliki usaha ekonomis
produktif, dengan legalitas sebagai berikut:
1. Lembaga Sosial yang berbadan hukum dan terdaftar pada Instansi Sosial
Provinsi/Kabupaten/Kota.
2. Kelompok Usaha Bersama (Kube), Lembaga Keuangan Mikro (LKM),
Lembaga Perkreditan Desa (LPD), koperasi, dan kelompok sosial
masyarakat lain yang dibentuk dan dibina oleh Kementerian Sosial RI.
3. Lembaga Sosial Lokal yang legalitas diakui oleh pemerintah
desa/kelurahan setempat.
4. Lembaga Sosial yang ditunjuk sebagai Pelaksana Askesos:
a. Untuk kegiatan yang didukung dana subsidi cadangan klaim APBN
ditetapkan dengan Keputusan Dirjen Bantuan dan Jaminan Sosial
b. Untuk kegiatan yang didanai dari subsidi dana cadangan klaim melalui
dana dekonsentrasi dan/atau APBD I maka ditetapkan oleh Kepala
c. Untuk kegiatan yang didukung subsidi dana cadangan klaim APBD II
ditetapkan oleh Kepala Instansi Sosial Kabupaten/Kota/ atas nama
Bupati/Walikota.
d. Untuk kegiatan yang didanai swadaya masyarakat, maka legalitasnya
ditetapkan dengan keputusan Kepala Instansi Sosial Kabupaten/Kota
atas ama Bupati/Walikota setempat (Dit. Jamkeos, 2010:15-16).
2.4.2 Tujuan dan Manfaat Askesos
Tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan program Askesos ini adalah:
1. Memberikan perlindungan sosial dalam bentuk jaminan kesejahteraaan
sosial kepada pekerja mandiri dan pekerja di sektor informal dari
kemungkinan risiko menurunnya tingkat kesejahteraan sosial akibat
pencari nafkah utama mengalami sakit, kecelakaan,dan meninggal
dunia.
2. Memperkuat ketahanan keluarga rentan terhadap risiko menurunnya
tingkat kesejahteraan sosial melalui pemeliharaan pendapatan (income
maintenance).
3. Meningkatkan partisipasi sosial masyarakat dalam menyediakan
perlindungan sosial berbasis masyarakat.
Manfaaat program Askesos yag diharapkan adalah:
1. Sebagai pengganti pendapatan keluarga apabila mengalami risiko atau
musibah akibat sakit, kecelakaan, dan meninggal dunia.
3. Mempertahankan pendapatan apabila pencari nafkah utama mengalami
musibah.
4. Mendorong pola hidup hemat dan membiasakan menabung
(http://puslit.kemsos.go.id/download/pdf/evaluasi-program-jaminan-kesejahteraan-sosial.pdf diakses pada tanggal 17 juni 2013 pukul 22.18
WIB).
2.4.3 Prinsip-prinsip Pengelolaan Askesos
Pengelolaan Askesos dilaksanakan berpedoman pada prinsip-prinsip sebagai
berikut:
1. Legalitas, yakni pengelolaan Askesos dilaksanakan berdasarkan azas
yuridis-formal atau mengacu pada peraturan perundang-undangan dan
ketentuan lain yang berlaku
2. Berbasis masyarakat dan sumber daya lokal, yakni pengelolaan Askesos
dilakukan dengan kekuatan-kekuatan yang ada dalam masyarakat potensi
sumber-sumber yang tersedia di lingkungan sekitarnya
3. Transparansi, yakni pengelolaan Askesos dilaksanakan berdasarkan azas
keterbukaan
4. Objektif, yakni bersikap adil dan tidak menunjukkan keberpihakan
5. Partisipatif, yakni pengelolaan Askesos melibatkan berbagai lapisan dalam
komponen masyarakat
7. Profesional dan akuntabel, yakni pengelolaan Askesos dilaksanakan
berdasarkan kompetensi dan dapat dipertanggung jawabkan
8. Kemandirian, yakni pengelolaan Askesos diarahkan pada peningkatan
kemampuan swakelola dan swadana
9. Keberlanjutan, yakni pengelolaan Askesos harus mampu menumbuhkan
peranserta masyarakat untuk memanfaatkan, memelihara, melestarikan,
menguatkan dan mengembangkan program secara terus menerus
10. Pelaksanaan sesuai prosedur (panduan Dit. Jamkesos, 2010:21-22).
2.4.4 Prosedur Penyelenggaraan Askesos
Secara kelembagaan, pelaksanaan Askesos didukung oleh keorganisasian
yang memiliki tugas dan tanggung jawab sesuai fungsinya. Pada tingkat pelaksana,
masing-masing memiliki struktur organisasi yang berbeda sesuai jenis, bentuk dan
karkteristik/keunikan lembaga. Mengacu pada pedoman dan ketentuan yang berlaku,
maka setiap lembaga pelaksana berkewajiban untuk membentuk Tim pengelola. Tim
pengelola tidak diperkenankan merangkap jabatan dalam struktur organsisasi
lembaga pelaksana Askesos.
Kelembagaan Askesos
a. Lembaga pelaksana
1. Fungsi:
Lembaga pelaksana mengemban fungsinya sebagai penanggung jawab
2. Tugas pokok
a. Membentuk dan menetapkan Tim Pengelola
b. Menunjuk dan menetapkan Pendamping
c. Bersama Tim Pengelola menyeleksi dan menetapkan peserta
Askesos
d. Menghimpun data dan melakukan pemetaan populasi pekerja
di sektor informal
e. Melaksanakan kegiatan sosialisasi
f. Memberikan bimbangan motivasi
g. Melaksanakan operasional kegiatan Askesos
h. Menyediakan sarana/prasarana pendukung pelaksanaan
Askesos (kantor, perlengkapan administrasi, peralatan
komunikasi dan transportasi)
i. Melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan Askesos secara
berjenjang.
a. Tim pengelola dan pelaksana terdiri dari:
1. Ketua
a. Fungsi: Ketua Tim Pengelola berfungsi sebagai koordinator
dalam pengelolaan Askesos.
b. Tugas Pokok:
1. Mempertanggung jawabkan pengelolaan Askesos
3. Memelihara dan mengembangkan hubungan baik serta
kerjasama dengan jajaran Instansi Sosial Provinsi,
Kabupaten/Kota, Kecamatan, Desa/Kelurahan dan RW/RT,
tokoh masyarakat serta Lembaga Sosial/LSm setempat
4. Bersama lembaga pelaksana menyeleksi calon peserta
Askesos.
2. Sekretaris
a. Fungsi: berfungsi sebagai pelaksana tata kegiatan administrasi
perkantoran dalam pengelolaan Askesos.
b. Tugas pokok:
1. Melaksanakan surat-menyurat kegiatan Askesos
2. Melaksanakan administrasi kegiatan Askesos
3. Melaporkan kegiatannya kepada Ketua Tim
3. Bendahara
a. Fungsi: berfungsi sebagai pengatur penerimaan dan
pengeluaran keuangan Askesos.
b. Tugas Pokok:
1. Menerima dan menjaga dana subsidi cadangan klaim untuk
kemudian dicatat dan dibukukan
2. Membuat buku kas umum dana Askesos
3. Melaksanakan administrasi keuangan Askesos
4. Melakukan pembukuan bukti setoran premi
6. Menyetorkan premi ke bank dan melakukan pembayaran
kalim
7. Membuat laporan keuangan secara berkala sesuai
keputusan tim
8. Melaporkan kegiatannya kepada ketua tim.
4. Urusan Pemasaran dan Pembina Peserta
a. Fungsi: berfungsi sebagai perekrutan dan pemberdayaan
peserta Askesos.
b. Tugas Pokok:
1. Melaksanakan kegiatan sosialisasi/pemasaran sosial
Askesos
2. Merekrut calon peserta Askesos
3. Memberikan bimbingan motivasi
4. Melaporkan kegiatannya kepada ketua tim.
5. Urusan Premi dan Keuangan
a. Fungsi: berfungsi sebagai pengelola keuangan premi Askesos.
b. Tugas Pokok:
1. Melaksanakan kegiatan administrasi keuangan premi
2. Melakukan pembukuan keuangan premi
3. Melakukan pembukuan bukti setoran premi
4. Menerima setoran premi dari peugas lapangan
6. Melakukan pengisian dan penyerahan polis Askesos
kepada peserta yang berhak menerimanya
7. Melaporkan kegiatannya kepada ketua tim.
6. Urusan klaim dan Pertanggungan
a. Fungsi: berfungsi untuk mengelola klaim dan
pertanggungan Askesos
b. Tugas Pokok:
1. Melaksanakan kegiatan administrasi klaim dan
pertanggungan Askesos
2. Menerima ajuan klaim dan pertanggungan dari peserta
Askesos
3. Memeriksa serta memverifikasi ajuan klaim dan
pertanggungan dari peserta Askesos
4. Memberikan persetujuan atau penolakan ajuan klaim
dan pertanggungan dari peserta Askesos
5. Menyalurkan dana klaim dan pertanggungan kepada
yang berhak sesuai ketentuan
6. Melaporkan kegiatannya kepada ketua tim.
7. Petugas lapangan
a. Fungsi: berfungsi sebagai ujung tombak dalam pengelolaan
b. Tugas Pokok:
1. Mengadakan kegiatan Komunikasi Informasi dan
Edukasi (KIE) pada calon peserta tentang manfaat
Askesos dengan pendekatan individu, home visit dan
melalui media tradisional secara berkala
2. Melakukan pendekatan dan koordinasi dengan jajajran
Pemerintah Kecamatan, Desa/Kelurahan, RW/RT,
tokoh masyarakat dan Lembaga Swadaya Sosial/LSM
guna mendapat dukungan bagi pelaksana Askesos
3. Membantu pelaksanaan kegiatan sosialisasi Askesos
4. Memberikan pelayanan, cepat tanggap terhadap calon
peserta yang berminat dan peserta yang bertanya atau
mengajukan kalim
5. Mengisi formulir daftar kolektif peserta
6. Menerima uang premi dari peserta tepat waktu
7. Menyetorkan uang premi/iuran kepada urusan premi
dan keuangan
8. Mendorong peserta Askesos untuk memebentuk
kelompok
9. Mendorong upaya pengembangan usaha peserta
Askesos
c. Peserta Askesos
a. Fungsi: berfungsi sebagai penerima pelayanan sosial Askesos
b. Tugas Pokok:
1. Mendaftarkan diri sebagai calon peserta Askesos
2. Mematuhi peraturan dan ketentuan yang berlaku
3. Membayar premi
4. Menerima dan menyimpan polis
5. Mengajukan klaim/dana pertanggungan sesuai ketentuan
6. Menerima dan memanfaatkan dana klaim sesuai
keperuntukannya.
d. Pendamping
a. Fungsi: berfungsi sebagai fasilisator, mediator, advokator dan
motivator bagi peserta dalam mengakses pelayanan sosial Askesos.
b. Tugas Pokok:
1. Mengadakan kegiatan Komunikasi Informasi dan Edukasi
(KIE) pada calon peserta dan peserta Askesos
2. Melakukan pendekatan dan koordinasi dengan jajajaran
Pemerintah Kecamatan, Desa/Kelurahan, RW/RT, tokoh
masyarakat, Lembaga Sosial/LSM dan sistem sumber lainnya
guna mendapat dukungan bagi peserta Askesos dalam
memperoleh pelayanan sosial
3. Membantu pelaksanaan kegiatan sosialisasi Askesos
5. Mendorong upaya pengembangan usaha peserta Askesos
6. Melaporkan kegiatannya kepada Lembaga Pelaksana Askesos
(Dit. Jamkesos, 2010:11-18).
Tanggung jawab Lembaga Pelaksana:
1. Melaksanakan keg iatan Askesos sesuai dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Membuat data dan pemetaan populasi pekerja di sektor informal
b. Memebentuk tim pengelola
c. Melaksanakan kegiatan sosialisasi
d. Memberikan bimbangan motivasi
2. Melaksanakan operasional kegiatan Askesos
3. Melaporkan hasil pelaksanaan kegiatan Askesos secara berjenjang.
Kriteria Lembaga Pelaksana Askesos:
1. Memiliki legalitas
2. Berpengalaman memebrikan pelayanan sosial 3 tiga tahun berturut-turut
3. Memiliki kelengkapan program
4. Memiliki kelengkapan Sistm Manajemen
5. Melengkapi kelengkapan sarana dan prasarana
6. Memiliki kelengkapan SDM/pelaksana (berpengalaman, pendidikan
minimal SLTA)
7. Sanggup memebentuk tim pengelola Askesos
8. Memiliki jaringan kerja yang baik dengan pemerintah, dunia usaha dan
9. Mempunyai target rencana sasaran peserta di lingkungan minimal 200
peserta.
2.4.5 Tahapan Penyelenggaran Program
Tahap persiapan sebagai langkah perencanaan dalam pengelolaan Askesos
dilaksanakan melalui serangkaian kegiatan yang meliputi:
1. Persiapan
a. Penjajakan bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi awal
yang terkait dengan pengelolaan Askesos, terutama dari segi
kelayakan lokasi. Penjajakan dilakukan oleh petugas dari Lembaga
Pelaksana agar memenuhi kelayakan lokasi Askesos tersebut.
Kelayakan lokasi harus memenuhi syarat yaitu: memiliki data populasi
pekerja sektor informal pada lokasi setempat dengan penghasilan
pencari nafkah utama minimal sebesar Rp 300.000 dan atau dibawah
upah minimum regional (UMR), kemudian Lingkungan setempat
mendukung pelaksanaan Askesos, dan yang terakhir kemampuan
masyarakat dalam membayar premi
b. Sosialisasi
Kegiatan sosialisasi dimaksudkan sebagai pendekatan awal dalam
memperkenalkan atau menginformasikan kegiatan Askesos kepada
calon peserta. Sosialisasi dilakukan oleh petugas dari lembaga
pelaksana (Orsos) agar masyarakat yang bekerja pada Sektor Informal
sosial yang bermanfaat bagi mereka. Pelaksanaan sosialisasi
disesuaikan situasi dan kondisi setempat
c. Identifikasi dan Seleksi
Kegiatan ini dimaksudkan untuk menginvetarisasi dan menyeleksi
calon peserta Askesos serta sumber lain sebagai pendukung kelancaran
pelaksanaan kegiatan Askesos
d. Pemantapan Tim Pengelola dan Pendamping
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan dan membangun
pemhaman, kesepakatan serta kesatuan kerangka pikir dalam
pelaksanaan kegiatan Askesos. Pemantapan Tim Pengelola dilakukan
oleh pusat dan untuk Pendamping pelaksanaannya dikoordinasikan
dengan Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota setempat
e. Pembekalan Kemampuan Manajerial Tim Pengelola dan Pendamping
Tahap ini bertujuan meningkatkan pengetahuan, sikap dan
keterampilan tekhnis yang berkaitan dengan pengelolaan Askesos.
Pembekalan kemampuan Manejerian tim pengelola dilakukan oleh
pusat dan untuk pendamping pelaksanaannya dikoordinasikan dengan
Dinas/Instansi Sosial Kabupaten/Kota setempat
f. Bimbingan Motivasi
Tahap ini bertujuan meningkatkan pemahaman, kesadaran dan
kesediaan untuk menjadi peserta Askesos. Waktu dan tempat
g. Penyediaan Sarana dan Prasarana Pengelolaan Askesos
Penyediaan sarana dan prasaran pengelolaan Askesos meliputi:
1. Menyediakan kelengkapan kantor, yaitu ruang kantor, peralatan
kantor, peralatan informasi dan komunikasi dan yang terakhir
peralatan transportasi.
2. Kelengkapan administrasi berupa formulir sesuai dengan
kebutuhan.
2. Pelaksanaan dan Pengelolaan
a. Pemasaran
Bertujuan memperkenalkan Askesos kepada para pekerja sektor
informal, sehingga mereka memahami manfaat Askesos serta hak dan
kewajibannya sebagai peserta. Adapun kewajiban dan hak peserta
Askesos sebagai berikut:
1) Kewajiban Peserta adalah:
a) Mendaftarkan diri kepada lembaga yang telah ditetapkan
sebagai pelaksana Askesos.
b) Membayar premi/iuran Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah) per
bulan selama masa pertanggungan 3 tahun
c) Mematuhi peraturan dan ketentuan Askesos.
2) Hak Peserta adalah:
a) Mendapatkan Polis Askesos dan Kartu Tanda Peserta
1. Tertanggung sakit atau kecelakaan yang mengakibatkan
tidak dapat mencari nafkah akan di berikan dana
pertanggungan sebesar Rp. 250.000,-, hanya 1(satu)
kali per-tahun dengan ketentuan: Minimal 10 (sepuluh)
hari berturut-turut yang dibuktikan dengan surat dari
ketua RT dan RW serta Kelurahan, dan yang terakhir 3
(tiga) hari rawat inap yang dibuktikan dengan surat
keterangan Rumah Sakit.
2. Tertanggung meninggal dunia akan diberikan dana
pertanggungan sebesar:
• Rp. 400.000,- jika tertanggung meninggal dunia
di tahun pertama
• Rp. 600.000,- jika tertanggung meninggal dunia
di tahun kedua
• Rp. 800.000,- jika tertanggung meninggal dunia
di tahun ketiga.
3. Setelah masa pertanggungan (3tahun) berakhir, maka:
• Seluruh dana premi peseta baik yang mengalami
atau tidak mengalami resiko akan dibayarkan
• Bersamaan dengan waktu tersebut peserta
berhak mendapatkan polis untuk masa
pertanggungan 3 (tiga) tahun berikutnya.
4. Bila peserta mengundurkan diri sebelum masa
pertanggungan berakhir, maka premi dibayarkan
sebesar jumlah yang disetorkan.
b. Perekrutan Peserta
Bertujuan menjaring pekerja disektor informal untuk menjadi peserta
Askesos. Persyaratan untuk menjadi peserta Askesos yaitu:
1) Pekerja sektor informal
2) Pencari nafkah utama dengan penghasilan dibawah atau setara
UMP (Upah Minimum Provinsi)
3) Umur 21 s/d 60 tahun dan atau telah menikah
4) Memiliki identitas diri atau surat keterangan domisili dari
pemerintah setempat
5) Mengisi formulir peserta yang telah disediakan
6) Bersedia membayar premi sebesar Rp. 5.000,- perbulan atau sesuai
selama masa pertanggungan selama 3 (tiga) tahun.
c. Penyaluran Dana Cadangan Klaim
Dana cadangan klaim disediakan oleh Pemerintah (Kementerian Sosial
RI). Penyaluran dana klaim dilakukan melalui prosedur sebagai
1) Lembaga Pelaksana Askesos yang telah ditetapkan
mengajukan penyaluran dana cadangan klaim kepada Kuasa
Pengguna Anggaran (KPA) di daerah (dana dekon Provinsi)
dilengkapi dengan dokumen yang dibutuhkan (Surat
Keputusan, kuitansi, dsb)
2) KPA di Provinsi yang bersangkutan menerbitkan Surat
Permintaan Pembayaran (SPM) kepada Kantor Pelayanan
Pembendaharaan Negara (KPPN) setempat
3) KPPN menerbitkan Surat Perintah Pembayaran Dana (SP2D)
kepada Bank Persepsi yang telah ditunjuk.
4) Bak Persepsi melakukan transfer dana ke rekening Lembaga
Pelaksana Askesoso yang telah ditentukan.
d. Pengumpulan Dana premi
Pengumpulan dana premi sebagai bentuk partisipasi peserta dalam
mengakumulasi dana pertanggungan atas dana cadangan klaim yang
disediakan Pemerintah. Pengumpulan dana premi dilakukan oleh
Petugas Lapangan yang telah ditetapkan oleh Lembaga Pelaksana.
Hasil pengumpulan premi dibukukan dan dananya disimpan pada
rekening tersendiri atas nama Lembaga Pelaksana Askesos dengan
pecimen tandatangan oleh Ketua dan Bendahara. Proses pengumpulan
1) Petugas Lapangan melakukan penagihan premi kepada peserta
setiap bulan. Besarnya dana premi setiap peserta sebesar Rp.
5.000,- (lima ribu rupiah) setiap bulan
2) Petgas Lapangan melakukan pencatatan terhadap pembayaran
premi oleh peserta
3) Uang tagihan premi yang telah diterima dari peserta disetor
kepada Kepala Urusan Premi/Iuran dan Keuangan paling lama
1 (satu) hari kerja
4) Kepala Urusan Premi/Iuran dan Keuangan setelah menerima
dan mencatat setoran premi seegera menyetor uang premi
kepada Bendahara paling lama 1 (satu) hari kerja
5) Bendahara menerima uang setoran dari Kepala Urusan
Premi/Iuran dan Keuangan dan membukukannya dalam Buku
Premi kemudian menyetor uang premi tersebut ke rekening
khusus pada Bank yang telah dibuka paling lambat 1 (satu)
hari kerja dan membukukannya pada Buku Bank.
e. Pembayaran dana klaim
Bertujuan menyediakan dan membayarkan dana klaim untuk peserta
Askesos yang mengalami resiko alamiah seperti sakit, kecelakaan dan
meninggal dunia sesuai dengan prosedur.
1) Jenis pertanggungan yang diberikan meliputi:
Peserta yang menderita sakit dan kecelakaan hanya
diberikan sekali dalam 1 (satu) tahun dan besarnya
sesuai ketentuan yang diatur pada hak peserta
b) Pertanggungan Santunan Kematian.
Pertanggungan santunan kematian hanya diberikan
kepada ahli warisnya dan besarnya nilai pertanggungan
santunan seperti diatur pada hak peserta.
2) Pembayaran Dana Klaim dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a) Peserta mengalami resiko (sakit, kecelakaan dan
meninggal dunia) yang dibuktikan dengan surat
keterangan sebagaimana ketentuan yang tercantum
dalam Polis Askesos
b) Peserta mengisi dan mengajukan Surat Permitaan
Pembayaran Klaim sesuai formulir yang telah
disediakan sekretariat
c) Kepala urusan klaim dan pertanggungan melakukan
verifikasi Surat Permintaan Pembayaran Klaim dari
peserta Askesos beserta lampiran dokumen yang
dipersyaratkan, kemudian diteruskan kepada sekretaris.
d) Sekretaris memeriksa kembali kelengkapan berkas
Ketua Tim Pengelola Askesos untk mendapatkan
persetujuan pembayaran klaim sesuai ketentuan
e) Pembayaran Klaim dilaksanakan oleh Bendahara
melalui Kepala Urusan Klaim dan Pertanggungan
7. Proses pembayaran klaim selambat-lambatnya dilakukan
selama 2 (dua) hari kerja (Dit. Jamkesos, 2010:22-31).
3. Kemitraan
Bertujuan untuk: meningkatkan hubungan kerjasama lintas pelaku
Askesos, membangun kolaborasi dan koordinasi pada tingkat
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dengan melibatkan peserta
Askesos. Sasarannya yaitu: Instansi terkait di tingkat provinsi dan
kabupaten/kota, Lembaga Sosial yang terkait dan yang terakhir Dunia
Usaha (berupa pemberian pelatihan, pemasaran, pendampingan, bantuan
modal, dan lain-lain) (http://puslit.kemsos.go.id
/download/pdf/evaluasi-program-jaminan-kesejahteraan-sosial.pdf diakses pada tanggal 19 juni
2013 pukul 21.15 WIB).
4. Pengendalian
a. Pemantauan: perkembangan, keberhasilan, penyimpangan dan
permasalahan pelaksanaan di lapangan, dan langkah-langkah
perbaikan yang dilakukan
b. Penyeliaan: bimbangan tekhnis dalam rangka peningkatan kualitas
pelayanan Askesos
d. Pelaporan: bahan informasi keberhasilan pelayanan Askesos pada
setiap tahap kegiatan.
Kelayakan lokasi
1. Memiliki data populasi pekerja mandiri di sektor informal baik di
pedesaan maupun di perkotaan
2. Lingkungan setempat mendukung pelaksanaan Askesos
3. Adanya Orsos sesuai dengan kriteria dan dapat dijadikan sebagai
pelaksana Askesos
4. Adanay kesanggupan dari Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk
membentuk Tim Pengendali kabupaten/Kota.
2.4.6 Pendampingan
Sejalan dengan permasalahan dan tantangan di lapangan, perlu dilakukan
pendampingan dalam pelaksanaan Askesos. Kegiatan pendampingan diarahkan untuk
memfasilitasi peserta Askesos dalam rangka pelayanan sosial.
a. Hakekat Pendampingan
Pendampingan dilakukan agar kegiatan Askesos terlaksana dengan baik
dan berkesinambungan. Pendampingan dalam hal ini adalah suatu proses
menjalin relasi sosial antara pendamping dengan peserta Askesos dalam
rangka memperkuat dukungan, memecahkan masalah, memotivasi,
memfasilitasi dan menjembatani kebutuhannya dalam melaksanakan
b. Tujuan Pendampingan
1) Meningkatkan kemampuan peserta Askesos dalam menemukenali
permasalahan, potensi dan sumber daya sosial ekonomi yang ada di
lingkungannya
2) Meningkatkan kemampuan peserta Askesos dalam merencanakan,
mengorganisasikan, melaksanakan dan mengendalikan kegiatan
3) Meningkatkan akses peserta Askesos dalam mengembangkan kegiatan
usaha
c. Prinsip-prinsip Pendamping
Yaitu: kesetaraan dan berkeadilan, kepercayaan, penghargaan dan harkat
martabat, disiplin dan yang terakhir konsistensi
d. Peranan Pendamping
1) Konsultan, memberikan masukan-masukan dalam rangka
meningkatkan pelaksanaan kegiatan Askesos
2) Motivator, memotivasi dan menumbuhkan kesadaran berusaha dalam
rangka kesejahteraan sosial sasaran pelayanan, kerja sama dan akses
pelayanan sosial
3) Fasilisator, memfasilitasi peserta Askesos dalam rangka
mengoptimalkan kegiatan pengelolaan usaha ekonomi produktif dan
kegiatan lainnya
4) Kualisator, menjembatani dan mendorong hubungan antara peserta
Askesos dengan Tim Pengelola, dengan warga masyarakat, pihak
e. Kriteria Pendamping
Pendampingan dilaksanakan oleh Petugas Pendamping lokal yang berasal
dari Lembaga Pelaksana Askesos. Pendamping diangkat dengan surat
keputusan pimpinan Lembaga Pelaksana Askesos (Dit. Jamkesos,
2010:37-39).
2.4.7 Pengelolaan Dana Askesos
Bertujuan meyediakan dana klaim bagi peserta yang mengalami sakit,
kecelakaan dan meninggal dunia sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.
Pengelolaan dana Askesos menggunakan aturan yang telah ditetapkan dengan
melakukan penatausahaan sesuai berbagai formulir yang disediakan. Pengelolaan
dana Askesos meliputi kegiatan:
a. Pembukaan rekening di Bank atas nama Lembaga Sosial dan harus
ditandatangani oleh 2 orang pengurus (Ketua dan Bendahara) dan atau
penanggung jawab yang ditunjuk telah membuat surat pernyataan di atas
materai untuk tidak menyalahgunakan dana program.
b. Lima puluh persen (50%) dana cadangan klaim wajib disimpan dalam
rekening bank, atas nama Askesos. Sedangkan lima puluh persen (50%)
lainnya dapat dikelola dengan status dipinjamkan untuk mendukung
kegiatan usaha ekonomi produktif dalam rangka meningkatkan
pendapatan peserta (mekanisme tekhnis peminjaman melalui MOU antara
c. Hasil usaha yang diperoleh dari jasa pinjaman 50% dana cadangan klaim
tersebut, sebesar enam puluh persen (60%) disetorkan ke rekening bank
untuk mengakumulasi cadangan dana klaim dan empat puluh persen
(40%) sisanya dapat dipergunakan untuk mendukung operasional Askesos
d. Premi yang diterima dari peserta wajib disetorkan dan di simpan pada
bank
e. Lembaga Pengelola Askesos berkewajiban menjaga kemanan dana yang
ada (Dit. Jamkesos, 2010:31-32).
Adapun Indikator keberhasilan Askesos antara lain:
1. Kelembagaan Pengelola Askesos
a. Sumber Daya Manusia: SDM memadai dan memiliki kemampuan
pelaksana asuransi kesejahteraan sosial
b. Struktur Organisasi / Pengurus: pembagian tugas dan tanggung jawab
dilaksanakan dalam setiap unsur atau komponen kegiatan asuransi.
2. Kesejahteraan Sosial
a. Administrasi: pengadministrasian yang lengkap, jelas terhadap
kegiatan ASKESOS secara berkelanjutan dengan data, dokumentasi
(foto / gambar)
b. Perlengkapan: tersedianya peralatan (gedung, kantor, komputer, mesin
tik, lemari, ATK, sarana komunikasi)
c. Sumber dana memiliki modal dan sumber dana lain untuk kegiatan
usaha kesejahteraan sosial dan tidak ketergantungan terhadap pihak
3. Kepesertaan
a. Memiliki sumber penghasilan
b. Diutamakan yang telah berkeluarga
c. Mampu membayar premi
d. Sebagai pencari nafkah utama dan keluarga
e. Memiliki kartu anggota dan polis
Aspek berkelanjutan Askesos meliputi:
1. Kemandirian
a. Meningkatnya kepercayaan para peserta kepada pelaksana Askesos
b. Mengembangkan hasil kerja Askesos yang terukur
c. Cara pengelolaan yang transparan
2. Kemitraan
Kesetaraan, keterbukaan, kejujuran, saling menguntungkan,
berkesinambungan dan berkolaborasi.
3. Jejaring
Untuk mengembangkan dan memperluas jangkauan kegiatan Askesos
dengan: Instalasi Pemerintah, dunia usaha, lembaga donor nasional
maupun Internasional dan yang terakhir masyarakat.
Bentuk jaringan yang perlu dikembangkan:
a. Pertukaran Informasi
c. Memperjuangkan kebijakan yang memihak dan berdasarkan kepentingan
peserta Askesos
d. Memperluas kerjasama di berbagai tingkat lokal, provinsi, nasional
maupun dan global.
2.4.8 Peranan Pekerja Sosial dalam Pelaksanaan Askesos
Pekerja sosial yaitu seseorang yang mempunyai kompetensi profesional dalam
pekerjaan sosial yang diperolehnya melalui pendidikan formal atau pengalaman
praktek di bidang pekerjaan sosial/kesejahteraan sosial yang diakui secara resmi oleh
pemerintah dan melaksanakan tugas profesional pekerjaan sosial (Kepmensos No.
10/HUK/2007). Profesi di bidang pekerja sosial terfokus pada upaya peningkatan
kesejahteraan manusia, baik secara individual maupun masyarakat.
Dalam kaitannya dalam pelaksanaan Askesos maka tugas pekerja sosial yang
diperlukan oleh masyrakat dalam hal ini mencapai kesejahteraan masyarakat melalui
Askesos. Peranan pekerja sosial dalam hal ini adalah saat mana ada suatu wilayah
yang tidak mendapatkan atau belum pernah merasakan program Askesos dengan
jumlah masyarakat yang bekerja di sektor informal yang banyak di wilayah tersebut.
Dengan demikian sasaran pertolongan pekerja sosial adalah masyarakat yang ada di
2.5 Kesejahteraan Sosial
2.5.1 Pengertian Kesejahteraan Sosial
Menurut UU No. 11 Tahun 2009 Kesejahteraan Sosial adalah kondisi
terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup
layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi
sosialnya (http://www.kemsos.go.id/unduh/UU-Kesos-No11-2009.pdf diakses pada
tanggal 20 juni 2013 pukul 00.55 WIB).
Kesejahteraan Sosial juga merupakan sistem yang terorganisir dari
pelayanan-pelayanan sosial dan lembaga-lembaga yang bertujuan untuk membantu individu dan
kelompok untuk mencapai standar hidup dan kesehatan yang memuaskan dan
relasi-relasi pribadi dan sosial yang memungkinkan mereka mengembangkan
kemampuannya seoenunh mungkin dan meningkatkan kesejahteraannya selaras
dengan kebutuhan dan keluarga masyarakat (Muhidin, 1992:1).
Berdasarkan data diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Kesejahteraan
Sosial mencakup berbagai usaha yang dikembangkan untuk meningkatkan taraf hidup
manusia, baik itaau dibidang fisik, mental, emosional, sosial, ekonomi, ataupun
2.5.2 Kebijakan Pemerintah Dalam Menanggulangi Kemiskinan
Kebijakan menyangkut pada segala sisi dan aspek dari pemerintahan, baik di
bidang ekonomi, politik, hukum, pembangunan dan lain-lain. Adanya kebijakan ini
tidak lain adalah agar dapat memajukan tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu
negara.
Kebijakan sosial adalah suatu aspek dan politik kajian yang memiliki ruang
lingkup luas dan global. Peranan pekerja sosial dalam menghadapi fenomena
perkembangan suatu negara sangat diperlukan dan peran serta aktif pula dalam
bekerja sama dengan instansi pemerintah yang memang memiliki otoritas dan
peranan dalam melakukan suatu kebijakan.
Seperti yang terdapat dalam defenisi tersebut, kebijakan sosial berfungsi
melakukan suatu kesejahteraan bagi penduduk di suatu negara. Pekerja sosial sebagai
tenaga yang sangat dibutuhkan kontribusinya dapat pula berfungsi dengan berperan
serta ikut aktif menentukan dan membuat rancangan kebijakan sosial strategi tidak
hanya dalam ruang lingkup lokal melainkan dalam mantra global.
Pekerja sosial haruslah aktif dalam merespon situasi perubahan dan
perkembangan kondisi global, sehingga dapat bersama dengan permerintah
melakukan rancangan yang efektif dalam mensejahterakan masyarakat.
Pemerintah dapat mempengaruhi kejahteraan masyarakat melalui kebijakan
yang telah disusun dan diterapkan, ketiga langkah tersebut adalah:
1. Pemerintah membuat kebijakan yang bersifat spesifik dengan maksud
mungkin saja mencoba memperbaiki kondisi sosial penduduknya
denganmemperkenalkan bentuk program kebijakan yang baru.
2. Pemerintah mempengaruhi kesejahteraan sosial melalui kebijkan sosial
dengan melihat sisi ekonomi, limgkungan atau kebijakan lainnya.
Walaupun begitu mereka memiliki perhatian terhadap suatu kondisi sosial.
Contoh: Kebijakan sosial dengan menambah hubungan relasi perdagangan
atau mengundang investor dari negara lain lalu menciptakan lapangan
pekerjaan baru dan membangkitkan pemasukan yang akan mempengaruhi
kesejahteraan masyarakt dengan melihat tumbuh suburnya jumlah investor
perdagangan lain-lain.
3. Kebijakan sosial pemerintah yang mempengaruhi kesejahteraan
masyarakat secara tidak terduga dan tidak diharapkan. Suatu kebijakan
terfokus pada salah satu grup tetapi pada kenyataanya justru
mendatangkan keuntungan yang tidak terduga pada aspek yang lain
(http://erizco.wordpress.com/2010/04/18/kebijakan-sosial-dalam-menanggulangi-masalah-kemiskinan/ diakses pada tanggal 20 juni 2013
pukul 01.46 WIB).
2.6 Pelayanan Sosial
Pelayananan sosial meliputi kegiatan-kegiatan atau intervensi-intervensi
terhadap kasus yang muncul dan dilaksanakan secara terorganisasi serta memiliki
di masyarakat, yang terkandung dalam pelayanan dapat dikatakan adanya
kegiatan-kegiatan yang memberikan jasa kepada klien dan membantu mewujudkan
tujuan-tujuan mereka. Pelayanan sosial itu sendiri merupakan suatu bentuk aktivitas yang
bertujuan untuk membantu individu, kelompok ataupun kesatuan masyarakat agar
mereka mamapu memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pelayanan sosial dibedakan
kedalam dua golongan, yaitu:
1. Pelayanan-pelayanan sosial yang sangat rumit dan komperhensif sehingga
sulit ditentukan identitasnya. Pelayanan ini anatara lain pendidikan,
bantuan sosial dalam bentuk uang oleh pemerintah, perawatan medis dan
perumahan rakyat.
2. Pelayanan sosial yang jelas ruang lingkupnya dalam
pelayanan-pelayanannya walaupun selalu mengalami perubahan. Pelayanan ini dapat
berdiri sendiri, misalnya kesejahteraan anak dan kesejahteraan keluarga,
tetapi juga dapat merupakan suatu bagian dari lembaga-lembaga lainnya,
misalnya pekerjaan sosial di sekolah, pekerjaan sosial medis, pekerjaan
sosial dalam perubahan rakyat dan pekerjaan sosial.
Pelayanan sosial dalam arti luas adalah pelayanan sosial yang mencakup
fungsi pengembangan termasuk pelayanan sosial dalam bidang pendidikan,
kesehatan, tenaga kerja, dan sebagainya. Sedangkan pelayanan sosial dalam arti
sempit adalah pelayanan sosial yang mencakup pertolongan dan perlindungan kepada
golongan yang tidak beruntung (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789
Berkaitan dengan tujuan pelayanan sosial, Anthony H. Pascal, seperti dikutip
M.R. Siahaan (2004), mengemukakan lima bentuk tujuan pelayanan sosial, yaitu:
a. Memberikan perlindungan kepada orang yang mengalami kehilangan
kemampuan
b. Menyediakan pilihan-pilihan kepada penerima pelayanan
c. Mengembangkan keberfungsian sosial
d. Meningkatkan keadilan untuk memperoleh kesempatan dan memelihara
terpenuhinya kebutuhan minimal.
Berdasarkan kutipan tersebut dapat dipahami bahwa pelayanan sosial
disediakan: sebagai perlindungan sosial bagi orang yang berada dalam kondisi tidak
berdaya agar tidak semakin terpuruk; pelayanan sosial disediakan dalam berbagai
alternatif, tidak dipaksakan seragam; pelayanan sosial dimaksudkan disediakan untuk
menolong orang agar dapat menjalankan tugas (fungsi) sosial; pelayanan sosial
diselenggarakan untuk keadilan, memberi kesempatan bagi semua orang; pelayanan
sosial dilakukan untuk menjamin agar semua orang memperoleh kebutuhan minimal
untuk dapat tetap eksis/mempertahankan hidup. Demikian pun dalam konteks
penelitian ini, akan diupayakan agar pelayanan sosial memenuhi seluruh hakekat
tersebut
Sedangkan menurut fungsinya pelayanan sosial dapat dibedakan menjadi lima
(Soetarso, 1980), yaitu:
a. Pencegahan, yaitu serangkaian kegiatan yang dilaksanakan untuk
mencegah meluasnya dampak masalah bagi individu, keluarga, kelompok
dan komunitas
b. Rehabilitasi, yaitu serangkaian kegiatan yang dilaksanakan untuk
memenuhi kebutuhan dan memulihkan kehidupan masyarakat,
pembangunan rumah, pengadaan sarana dan prasarana pendidikan,
ekonomi dan fasilitas publik
c. Pengembangan, yaitu serangkaian kegiatan yang dilaksanakan untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pemberdayaan
d. Perlindungan, yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
memberikan jaminan rasa aman dan ketenangan
e. Suportif, yaitu serangkaian kegiatan untuk mendukung kegiatan sektor
terkait
(http://puslit.kemsos.go.id/download/pdf/persiapan-pemberdayaan-sosial-masyarakat.pdf diakses pada tanggal 20 juni 2013 pukul 22.12
WIB).
2.7 Kerangka Pemikiran
Sistem jaminan sosial merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial untuk
menjamin agar setiap rakyatdapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak, demi
sosial dirancang untuk mampu mensinkronisasikan penyelenggaraan berbagai bentuk
jaminan sosial yang dilaksanakan oleh beberapa penyelenggara agar dapat
memberikan manfaat yang lebih besar bagi seluruh peserta.
Dalam hal ini, Askesos sebagai salah satu bentuk jaminan kesejahteraan sosial
merupakan sistem jaminan asuransi sosial untuk memberikan perlindungan
pertanggungan bagi warga masyarakat terhadap resiko menurunnya tingkat
kesejahteraan sosial akibat pencari nafkah utama mengalami resiko sakit, kecelakaan
atau meninggal dunia. Program Askesos menjadi strategis karena selama ini belum
ada program pemeliharaan penghasilan (income maintenance) yang berskala nasional
bagi masyarakat miskin seperti pekerja informal dan pekerja mandiri.
Tujuan program Askesos adalah memberikan perlindungan sosial dalam
bentuk jaminan kesejahteraan sosial kepada pekerja mandiri dan pekerja di sektor
informal dari kemungkinan resiko menurunnya tingkat kesejahteraan sosial akibat
pencari nafkah utama mengalami sakit, kecelakaan dan meninggal dunia.
Memperkuat ketahanan keluarga rentan terhadap resiko menurunnya tingkat
kesejahteraan sosial melalui pemeliharaan pendapatan, dan meningkatkan partisipasi
sosial masyarakat dalam menyediakan perlindungan sosial masyarakat dalam
menyediakan perlindungan sosial berbasisis masyarakat dalam menyediakan
perlindungan sosial berbasis masyarakat dalam rangka mengefektifkan upaya
perlindungan sosial kepada pekerja informal.
Keseluruhan program yang dibuat pemerintah pasti membutuhkan tahap
Untuk memperjelas alur pemikiran, penulis membuat bagan yang
menggambarkan isi dari pemikiran:
Bagan Alir Pemikiran
YAKMI
Program Askesos
Perlindungan
Sosial bagi:
• Pekerja mandiri
• Pekerja sektor informal
Evaluasi pelaksanaan program
dilihat dari:
• Masukan (input)
• Proses (process)
• Keluaran (output)
2.8Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.8.1 Defenisi Konsep
Suatu konsep adalah sejumlah pegertian atau ciri-ciri yang berkaitan dengan
berbagai peristiwa, objek, kondisi, situasi dan hal lain-lain yang sejenis. Konsep
diciptakan dengan mengelompokkan objek-objek atau peristiwa-peristiwa yang
mempunyai ciri-ciri yang sama. Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan
sejumlah pengertian yang digunakan secara mendasar dan menyamakan persepsi
tentang apa yang akan diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat
mengaburkan tujuan penelitian (Silalahi, 2009:112).
Untuk lebih mengetahui pengertian mengenai konsep-konsep yang yang akan
digunakan, maka peneliti membatasi konsep yang digunakan sebagai berikut:
1. Evaluasi adalah sebuah proses penilaian dan pengukuran untuk melihat
sejauh mana keberhasilan pelaksanaan suatu program dengan melihat
dampak atau hasil yang telah dicapai dari pelaksanaan program tersebut.
2. Pekerja mandiri dan pekerja di sektor informal adalah pekerja atau
pelaksana dalam kelompok usaha ekonomi yang tidak berbadan hukum
dan tidak mempunyai hubungan kerja formal, baik mempunyai majikan
maupun tidak dan tidak terjangkau oleh Sistem Jaminan Sosial
3. Askesos adalah suatu program jaminan sosial dalam bentuk asuransi sosial
untuk memberikan perlindungan/pertanggungan bagi warga masyarakat
terhadap resiko menurunnya tingkat kesejahteraan sosial akibat pencari
mengalami kecelakaan dan berada dalam kondisi tidak terpenuhinya
kebutuhan dasar anggota keluarga
4. Kesejahteraan sosial adalah suatu kondisi terpenuhinya kebutuhan
material spiritual dan sosial individu agar dapat hidup layak dan mampu
mengembangkan diri, sehingga mampu melaksanakan fungsi sosialnya.
2.8.2 Defenisi Operasional
Defenisi operasional merupakan seperangkat petunjuk atau kriteria atau
operasi yang lengkap tentang apa yang harus diamati dan bagaimana mengamatinya
dengan memiliki rujukan-rujukan empiris. Bertujuan untuk memudahkan penelitian
dalam melaksanakan penelitian di lapangan. Maka perlu operasionalisasi dari
konsep-konsep yang menggambarkan tentang apa yang harus diamati (Silalahi, 2009:120).
Melihat transformasi yang berlaku, maka defenisi operasional sering disebut
suatu proses operasionalisasi konsep. Operasionaliasi konsep berarti menjadikan
konsep yang semula bersifat statis menjadi dinamis. Jika konsep adalah bersifat
dinamis maka akan memungkinkan untuk dioperasikan. Wujud operasionaliasi
konsep adalah dalam bentuk sajian yang benar-benar terperinci, sehingga makna dan
aspek-aspek yang terperangkum dalam konsep tersebut terangkat dan terbuka
(Siagian, 2011:141).
Dalam penelitian ini, Evaluasi Program Asuransi Kesejahteraan Sosial Oleh
Lembaga Pelayanan Kesejahteraan Masyarakat Indonesia di Kelurahan Mabar Hilir
1. Lembaga pelaksana:
a. Ketepatan seleksi peserta Askesos
b. Ketepatan data dan pemetaan populasi dan pekerja mandiri dan
pekerja sektor informal
c. Intensitas kegiatan sosialisasi program
d. Intensitas pelaksanaan bmbingan motivasi
e. Ketersediaan sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan
program
f. Kemudahan pembayaran klaim peserta Askesos
g. Keterlibatan sumber daya lokal dalam pengelolaan Askesos
h. Kejelasan pembagian tugas dan tanggung jawab pengurus dan
pelaksana program
i. Tingkat transparansi (keterbukaan) pengelolaan Askesos
j. Intensitas kegiatan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE)
k. Kelengkapan Sumber Daya Manusia (SDM) yang ahli dibidangnya
2. Peserta Askesos
a. Kepatuhan terhadap peraturan dan ketentuan program Askesos
b. Kepatuhan dalam pembayaran dana premi
c. Kesesuaian pengajuan klaim terhadap kondisi peserta
d. Kesesuain dalam pemanfaatan dana klaim
e. Kepemilikan kartu anggota dan polis
h. Kepemilikan sumber penghasilan
i. Usia peserta
j. Status pserta: berkeluarga/belum berkeluarga, dan pencari nafkah
utama/tidak
3. Kelayakan Lokasi Pelaksanaan Program
a. Ketepatan data populasi pekerja mandiri / pekerja sektor informal
b. Tingkat penghasilan pencari nafkah utama pada lokasi setempat
c. Mendukung atau tidaknya lingkungan setempat terhadap
pelaksanaan Askesos
4. Kesesuaian Hasil Pelaksanaan Program Dengan Tujuan Yang Ingin