• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perawatan Bayi Baru Lahir Menurut Perspektif Budaya Suku Batak Toba di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perawatan Bayi Baru Lahir Menurut Perspektif Budaya Suku Batak Toba di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir"

Copied!
178
0
0

Teks penuh

(1)

PERAWATAN BAYI BARU LAHIR MENURUT PERSPEKTIF

BUDAYA SUKU BATAK TOBA DI KECAMATAN

PANGURURAN KABUPATEN SAMOSIR

SKRIPSI

Juliana F Pandiangan

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Segala hormat, puji, dan syukur penulis panjatkan kepada Yesus Kristus yang telah menganugerahkan keselamatan kepada penulis, hanya karena kasih karunia-Nya sajalah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Perawatan Bayi Baru Lahir Menurut Perspektif Budaya Suku Batak Toba di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir”, yang menjadi syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

Selama proses penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan dukungan dan bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Siti Saidah Nasution, S.Kp, M.Kep, Sp. Mat, sebagai dosen pembimbing skripsi yang selalu memberi motivasi dan bimbingan dengan ide-ide cemerlang yang sangat berharga bagi penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Dedy Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan, Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I. Terima kasih kepada Ibu Reni Asmara Ariga, S.Kp, MARS, selaku dosen penguji I dan Ibu Ellyta Aizar, S.Kp selaku dosen penguji II yang telah memberikan motivasi, masukan-masukan yang sangat membantu peneliti, dan menolong peneliti menyelesaikan skripsi ini.

(4)

Terkhusus kepada Ayahanda Sahat Pandiangan dan Ibunda Raya Purba yang selalu memberikan yang terbaik bagi penulis, dalam keadaan suka dan duka selalu ada mendampingi penulis. Terimakasih atas segala doa yang selalu menyertai penulis dan dukungan baik moril maupun dana dalam menyelesaikan pendidikan di Fakultas Keperawatan ini. Kepada Kak Mery Pandiangan (Ma Grace), adik-adikku yang sangat kusayangi Lasma Pandiangan, Kardo Pandiangan, Jony Pandiangan, Roy Pandiangan, terimakasih buat dukungan dan semangat kalian yang sangat luar biasa yang menjadi pendorong penulis untuk berjuang terus.

Terimakasih juga kepada Thou VisionQuh, K’Nani Oktavia Tambunan, Dian Pitaloka Siregar, Dahlia Sinambela, atas segala doa, motivasi dan kebersamaan yang hidup. Terkhusus kepada K’ Efi Sitanggang dan keluarga atas segala bantuan, motivasi, dan dorongan yang sangat membantu penulis menyelesaikan skripsi ini mulai dari awal hingga akhir penyelesaian.

(5)

Benita, Geta, Ika dan Maike, serta semua teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan satu.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan Ilmu Keperawatan dan akhir kata segala kemuliaan bagi Allah di tempat Yang Maha Tinggi.

Medan, Juni 2011

(6)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Lembar Pengesahan ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... vi

Abstrak ... viii

Absract ... ix

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1. Latar Belakang .... ... 1

2. Pertanyaan Penelitian. ... 5

3. Tujuan Penelitian ... 5

4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

1. Bayi Baru Lahir ... 7

1.1Defenisi Bayi Baru Lahir ... 7

1.2Adaptasi Kehidupan Ekstra Uteri... 7

1.3Perawatan Bayi Baru Lahir ... 9

1.3.1 Pengkajian Awal ... 9

1.3.2 Mempertahankan Bersihan Jalan Nafas ... 9

1.3.3 Suhu Tubuh ... 10

1.3.4 Perawatan Organ Tubuh Bayi ... 10

1.3.5 Perawatan Tali Pusat ... 12

1.3.6 Higiene dan Perawatan Kulit ... 12

1.3.7 Genitalia ... 13

1.3.8 Sirkumsisi ... 13

1.3.9 Nutrisi ... 14

1.3.10 Imunisasi ... 15

2. Budaya... 15

2.1Konsep Budaya ... 15

2.2Wujud Kebudayan ... 16

2.3Ciri-Ciri Kebudayaan ... 17

2.4Aspek Budaya dalam Keperawatan ... 17

2.5Budaya Suku Batak Toba ... 23

2.6Aspek Budaya Batak Toba dalam Perawatan Bayi Baru Lahir ... 27

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 30

1. Desain Penelitian ... 30

2. Populasi dan Sampel ... 30

2.1Populasi ... 30

2.2Sampel ... 31

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31

4. Pertimbangan Etik ... 31

5. Instrumen Penelitian... 32

(7)

7. Analisa Data ... 33

8. Tingkat Kepercayaan Data ... 35

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

1. Karakteristik Partisipan ... 36

2. Hasil Wawancara ... 38

2.1Perawatan Organ Tubuh ... 38

2.2Perawatan Tali Pusat ... 44

2.3Perawatan Higiene dan Kulit ... 49

2.4Perawatan Saluran Cerna ... 53

2.5Mempertahankan Suhu dan Menghangatkan Tubuh... 54

2.6Pemenuhan Nutrisi ... 60

2.7Pemberian Kekebalan... 63

2.8Perawatan Khusus ... 66

3. Pembahasan ... 71

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 91

1. Kesimpulan ... 91

2. Rekomendasi ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 95

LAMPIRAN 1. Lembar Persetujuan Menjadi Partisipan ... 100

2. Kuesioner Data Demografi ... 101

3. Panduan Wawancara ... 102

4. Transkip Data ... 103

5. Surat Izin Survei Awal ... 166

6. Surat Izin Pengambilan Data ... 167

7. Time Table Penyusunan Skripsi... 168

(8)

Judul : Perawatan Bayi Baru Lahir Menurut Perspektif Budaya Suku Batak Toba di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir

Nama Mahasiswa : Juliana Friska Pandiangan NIM : 071101044

Program : S1 Keperawatan

Abstrak

Masa bayi baru lahir (neonatal) adalah masa 28 hari pertama kehidupan manusia. Pada masa ini terjadi proses penyesuaian sistem tubuh bayi dari kehidupan intra uteri ke kehidupan ekstra uteri. Masa ini adalah masa yang perlu mendapatkan perhatian dan perawatan yang ekstra karena pada masa ini terdapat mortalitas paling tinggi. Budaya suku Batak Toba mempunyai tradisi-tradisi tertentu yang telah diterapkan secara turun-temurun hingga sekarang dalam hal perawatan bayi baru lahir. Penelitian ini menggunakan desain kualitatif fenomenologi yang bertujuan untuk mengetahui dan menggali lebih dalam tentang perawatan bayi baru lahir menurut perspektif budaya suku Batak Toba di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir. Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 15 Januari 2011 sampai 20 April 2011 menggunakan purposive sampling dengan sampel sebanyak lima partisipan. Proses pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dengan menggunakan alat perekam. Hasil penelitian menunjukkan perawatan bayi baru lahir menurut perspektif budaya Batak Toba yaitu terdiri dari perawatan organ tubuh, perawatan tali pusat, perawatan higiene dan kulit, perawatan saluran cerna, mempertahankan suhu dan menghangatkan tubuh bayi, pemenuhan nutrisi, pemberian kekebalan, dan perawatan khusus lainnya yaitu maranggap, maresek-esek serta pemberian pasu-pasu (berkat). Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat dijadikan sebagai bahan pengetahuan dan informasi bagi perawat dalam mengenal budaya suku Batak Toba dan merencanakan asuhan keperawatan yang komprehensif terkait dengan perawatan bayi baru lahir. Budaya tersebut juga harus disaring karena adanya budaya yang berdampak negatif terhadap kesehatan bayi, dan perlu diadakan penyuluhan terkait dengan perawatan bayi baru lahir.

(9)

Title : Newborn Care According to Culture Perspective of Batak Toba Tribe at Pangururan District Samosir Regency Name : Juliana Friska Pandiangan

NIM : 071101044 Faculty : Nursing

Abstract

The period of the newborn (neonatal) is the first 28 days of human life. At this time there is a process of adjustment systems of the body of the intra uterine life to extra uterine life. This period is the period that needs to get that extra attention and care because at this time there is the highest mortality. Batak Toba ethnic culture has certain traditions that have been applied for generations to the present in terms of newborn care. This study used a qualitative phenomenological design which aims to identify and explore more about newborn care according to culture perspective of Batak Toba Tribe at Pangururan District Samosir Regency. The data was collected on 15 January 2011 until 20 April 2011 using a purposive sampling with a sample size of five participants. The process of data collection is done by in-depth interviews using a tape recorder. The results showed neonatal care according to the perspective of Toba Batak tribe culture is comprised of maintenance of organs, umbilical cord care, hygiene and skin care, gastrointestinal care, maintaining body temperature and warm the baby, nutrition, granting immunity, and other specialized care that is maranggap, maresek-esek and giving

(10)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Masa bayi baru lahir (neonatal) adalah masa 28 hari pertama kehidupan manusia. Pada masa ini terjadi proses penyesuaian sistem tubuh bayi dari kehidupan intra uteri ke kehidupan ekstra uteri. Masa ini adalah masa yang perlu mendapatkan perhatian dan perawatan yang ekstra karena pada masa ini terdapat mortalitas paling tinggi (Rudolf, 2006).

Hari-hari sesudah bayi lahir sangat penting karena menentukan perkembangan selanjutnya. Pada masa ini, organ bayi mengalami penyesuaian dengan keadaan di luar kandungan, ini diperlukan untuk kehidupan selanjutnya (Maryunani & Nurhayati, 2008).

Penelitian telah menunjukkan bahwa lebih dari 50% kematian bayi terjadi dalam periode neonatal yaitu bulan pertama kehidupan. Kurang baiknya penanganan bayi baru lahir sehat akan menyebabkan kelainan-kelainan yang dapat mengakibatkan cacat seumur hidup, bahkan kematian (Saifuddin, 2006).

(11)

Melihat angka kematian bayi yang masih tinggi berarti perlu adanya tindak lanjut dalam menangani hal tersebut. Salah satu akses untuk mengatasi masalah perawatan bayi baru lahir adalah melalui pelayanan-pelayanan kesehatan yang banyak dijangkau oleh masyarakat pengguna yang mengadakan program peningkatan perawatan yang aman dan tepat bagi bayi baru lahir (Stright, 2005).

Beberapa masyarakat menjalankan strategi yang berbeda dalam menghadapi berbagai masalah kesehatan termasuk untuk perawatan bayinya. Melalui seluruh potensi budayanya, masyarakat mengembangkan perilaku kesehatan yang dianggap mampu mengatasi berbagai masalah kesehatan yang mereka hadapi di lingkungannya (Swasono, 1998).

Berdasarkan fakta yang terjadi pada masyarakat ada beberapa nilai kepercayaaan masyarakat yang berhubungan dengan perawatan bayi baru lahir. Mengingat bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang multikultural, maka fenomena tersebut sangat wajar terjadi (Swasono, 1998)

Pengetahuan tentang aspek budaya merupakan hal penting diketahui oleh pelayan kesehatan untuk memudahkan dalam melakukan pendekatan dan pelayanan kesehatan, sebab tidak semua perawatan yang dilakukan dengan berpedoman pada warisan leluhur tersebut bisa diterima sepenuhnya, bisa saja perawatan-perawatan yang dilakukan tersebut memberikan dampak kesehatan yang kurang menguntungkan bagi ibu dan bayinya. Hal ini tentu saja memerlukan perhatian khusus untuk mengatasinya (Swasono, 1998).

(12)

terdiri dar Pakpak. Masing-masing suku memiliki keunikan budaya tersendiri, walaupun terdapat kesamaan pada beberapa hal (BPS Sumut, 2010)

Budaya suku Batak Toba memiliki kebudayaan tersendiri dalam menjalani kehidupan. Segala perilaku-perilaku dipengaruhi oleh budaya yang telah dianut secara turun-temurun. Dalam menangani masalah kesehatannya, suku Batak Toba banyak menggunakan praktek budaya, begitu juga halnya dengan perawatan bayi baru lahir. Budaya suku Batak Toba mempunyai tradisi-tradisi tertentu yang telah diterapkan secara turun-temurun hingga sekarang (BPS Sumut, 2010)

Menurut budaya

Dukun juga memberikan kalung yang berwarna merah, putih, hitam bersama dengan soit (sejenis tumbuhan dengan daun berduri) dan hurungan tondi

(penjaga roh/jiwa). Pada hari ke tujuh setelah bayi lahir bayi tersebut dibawa ke

(13)

sumber air sebagai pendahuluan untuk pemberian nama) yang dipimpin oleh pimpinan agama yaitu ulu punguan (kepala perkumpulan). Setelah bayi dimandikan biasanya dipupus (disembur)(Manik, 2010).

Uraian di atas menunjukkan terdapat nilai budaya yang dianut suku Batak Toba berhubungan dengan perawatan bayi baru lahir. Hal ini membuat peneliti merasa tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang perawatan bayi baru lahir dalam aspek budaya, selain itu setelah penulis melakukan tinjauan literatur, belum pernah ada penelitian yang khusus mempelajari dan membahas perawatan bayi baru lahir menurut perspektif budaya suku Batak Toba, oleh karena itu penelitian tentang perawatan bayi baru lahir menurut perspektif budaya suku Batak Toba penting dilakukan.

(14)

2. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana perawatan bayi baru lahir menurut perspektif Budaya suku Batak Toba di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir?

3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui dan menggali lebih dalam perawatan bayi baru lahir menurut perspektif budaya suku Batak Toba di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir.

4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi pengembangan praktek keperawatan, pendidikan keperawatan, dan penelitian keperawatan.

4.1 Bagi Praktek Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi untuk mengetahui perawatan bayi baru lahir menurut budaya suku Batak Toba dan menambah pengetahuan yang dapat menjadi masukan yang bermanfaat bagi praktek keperawatan.

4.2 Bagi Pendidikan Keperawatan

(15)

kepustakaan dan menjadi masukan yang berarti dan bermanfaat bagi mahasiswa keperawatan dan bidang kesehatan lainnya.

4.3 Bagi Penelitian Keperawatan

(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Bayi Baru Lahir

1.1 Defenisi Bayi Baru Lahir

Periode baru lahir atau neonatal adalah bulan pertama kehidupan (Maryunani & Nurhayati, 2008). Berat rata-rata bayi yang lahir cukup bulan adalah 3,5 – 3,75 kg dan panjang 50 cm (Simkin, Penny., et al)

Bayi baru lahir memiliki kompetensi perilaku dan kesiapan interaksi sosial. Periode neonatal yang berlangsung sejak bayi lahir sampai usianya 28 hari, merupakan waktu berlangsungnya perubahan fisik yang dramatis pada bayi baru lahir (Bobak dkk, 2005). Pada masa ini, organ bayi mengalami penyesuaian dengan keadaan di luar kandungan, ini diperlukan untuk kehidupan selanjutnya (Maryunani & Nurhayati, 2008). Dimana bayi mengalami pertumbuhan dan perubahan yang menakjubkan (Halminton, 1995).

1.2 Adaptasi Kehidupan Ekstra Uteri

Periode neonatal adalah periode 28 hari pertama setelah bayi dilahirkan, selama periode ini bayi harus menyesuaikan diri dengan lingkungan ekstra uteri. Bayi harus berupaya agar fungsi-fungsi tubuhnya menjadi efektif sebagai individu yang unik. Respirasi, pencernaan dan kebutuhan untuk regulasi harus bisa dilakukan sendiri (Gorrie et al, 1998).

(17)

hemodinamik dan thermoregulasi mendukung keberhasilan beradaptasi dengan lingkungan ekstra uteri (Simpson & Creehan, 2001).

Dalam uterus semua kebutuhan janin secara sempurna dilayani pada kondisi normal yaitu nutrisi dan oksigen disuplai oleh sirkulasi ibu melalui plasenta, produk buangan tubuh dikeluarkan dari janin melalui plasenta, lingkungan yang aman disekat oleh plasenta, membran dan cairan amnion untuk menghindari syok dan trauma, infeksi dan perubahan dalam temperatur (Maryunani & Nurhayati, 2008). Di dalam uterus bayi juga hidup di lingkungan yang terlindung dengan suhu terkontrol, kedap suara, terapung dalam suatu genangan cairan hangat, dan memperoleh pasokan untuk semua kebutuhan fisiknya (Miriam, 1999).

(18)

1.3 Perawatan Bayi Baru Lahir

Perawatan bayi baru lahir dimulai saat lahir. Perawatan yang dilakukan bertujuan untuk mencegah adanya komplikasi sedini mungkin. Perawatan yaitu berawal dari pengkajian awal hingga perawatan secara keseluruhan.

1.3.1 Pengkajian Awal

Pengkajian pertama pada seorang bayi dilakukan pada saat lahir dengan menggunakan nilai apgar dan melalui pemeriksaan fisik singkat. Pengkajian nilai apgar didasarkan pada lima aspek yang menunjukkan kondisi fisiologis neonatus yakni, denyut jantung, dilakukan dengan auskultasi menggunakan stetoskop. Pernafasan, dilakukan berdasarkan pengamatan gerakan dinding dada. Tonus otot dilakukan berdasarkan derajat fleksi dan pergerakan ekstremitas. Pergerakan iritabilitas refleks, dilakukan berdasarkan respon terhadap tepukan halus pada telapak kaki. Warna, dideskripsikan sebagai pucat diberi nilai 0, sianotik nilai 1, atau merah muda nilai 2. Evaluasi dilakukan pada menit pertama dan menit kelima setelah bayi lahir. Sedangkan pengkajian usia gestasi dilakukan dua jam pertama setelah lahir (Bobak dkk, 2005). Pengukuran antropometri dengan menimbang berat badan menggunakan timbangan, penilaian hasil timbangan dengan kategori sebagai berikut, bayi normal BB 2500-3500 gram, bayi prematur <2500 gram dan bayi marosomia >3500 gram (Maryunani & Nurhayati, 2009).

1.3.2 Mempertahankan Bersihan Jalan Napas

(19)

lendir berlebih di jalan napas bayi, jalan napas bayi dapat dihisap melalui mulut dan hidung dengan sebuah bulb syringe. Bayi yang tersumbat oleh sekresi lendir, harus ditopang kepalanya agar menunduk ( Bobak dkk, 2005).

1.3.3 Suhu Tubuh

Setiap kali prosedur apa pun yang dilakukan pada bayi, upayakan untuk mencegah atau mengurangi hilangnya panas. Stres dingin (cold stress) akan mengganggu kesehatan bayi baru lahir. Temperatur ruang sebaiknya 24 0C. Bayi baru lahir harus dikeringkan dan dibungkus dengan selimut hangat segera setelah lahir, perhatikan supaya kepala juga harus diselimuti selama bayi digendong orang tuanya. Bayi dapat segera diletakkan di atas abdomen atau dada ibu, dikeringkan, dan dibungkus dengan selimut hangat ( Bobak dkk, 2005).

1.3.4 Perawatan Organ Tubuh Bayi

Pada organ kepala lingkar kepala diukur dengan menggunakan meteran (Maryunani & Nurhayati, 2008). Kepala bayi juga dilakukan palpasi dan memantau fontanel.

Mata harus bersih, tanpa drainase dan kelopak mata tidak bengkak, perdarahan konjungtiva mungkin ada (Ladewigs et al, 2006). Untuk membersihkan mata, gunakan kapas paling lembut. Jangan memaksa mengeluarkan kotoran di mata jika sulit. Jika sudah dibersihkan pastikan mata bayi bersih dari sisa kapas (Bonny & Mila, 2003).

(20)

depan atau bagian belakang (Ladewigs et al, 2006). Untuk membersihkan telinga, bagian luar dibasuh dengan lap atau kapas.

Bagian dalam hidung mempunyai mekanisme membersihkan sendiri. Jika ada cairan atau kotoran keluar, bersihkan hanya bagian luarnya saja. Gunakan cotton bad atau tisu yang digulung kecil, jika menggunakan jari pastikan jari benar-benar bersih. Jika hidung bayi mengeluarkan lendir sangat banyak karena pilek, sedotlah keluar dengan menggunakan penyedot hidung bayi, atau letakkan bayi dalam posisi tengkurap untuk mengeluarkan cairan tersebut (Bonny & Mila, 2003).

Kebersihan mulut bayi harus diperhatikan, karena bercak putih pada lidah

(oral thurust) dapat menjadi masalah jika diikuti dengan tumbuhnya jamur (Musbikin, 2005). Untuk membersihkan mulut bayi digunakan kapas yang sudah direndam dengan air masak, diperas dan mulut bayi dibersihkan dengan hati-hati serta mengeluarkan lendir yang ada di mulut bayi (Dainur, 1995). Dapat juga dilakukan dengan menggunakan kain kasa atau waslap yang sudah dibasahi dengan air matang hangat lalu dibalut pada jari telunjuk, kemudian membersihkan mulut dari bagian luar, yaitu bibir dan sekitarnya. Setelah itu bagian gusi belakang hingga depan, lalu membersihkan lidah bayi dengan perlahan-lahan. Posisi bayi sebaiknya terbaring agar lebih mudah dibersihkan

(21)

menggunakan sarung tangan atau dengan melakukan pemotongan kuku dengan hati-hati (Farrer, 1999).

1.3.5 Merawat Tali Pusat

Menurut Penny dkk. (2007) tali pusat bayi umumnya berwarna kebiruan dan panjangnya 2,5 cm sampai 5 cm sesudah dipotong. Klem tali pusat akan dipasang untuk menghentikan perdarahan. Klem tali pusat dibuka jika tali pusat sudah kering. Sebelum tali pusat lepas jangan memandikan bayi dengan merendamnya dan jangan membasuh tali pusat dengan lap basah. Sebelum melakukan perawatan pada tali pusat harus mencuci tangan bersih-bersih. Membersihkan sisa tali pusat terutama pangkalnya dilakukan dengan hati-hati jika tali pusat masih berwarna merah.

Tujuan perawatan tali pusat adalah mencegah dan mengidentifikasi perdarahan atau infeksi secara dini. Setiap hari harus melakukan pemeriksaan untuk menemukan tanda-tanda infeksi (Bobak dkk, 2005).

1.3.6 Higiene dan Perawatan Kulit

Higiene bayi dapat terjaga dengan mandi. Mandi memiliki beberapa tujuan yaitu membersihkan seluruh tubuh, mengobservasi keadaan, memberi rasa nyaman, dan mensosialisasikan orang tua, anak dan keluarga (Bobak dkk, 2005)

(22)

diperkenankan tetapi penggunaan bedak tabur tidak dianjurkan karena dapat terhirup oleh bayi dan mengganggu jalan napas atau membuat tersedak (Bonny & Mila, 2003).

1.3.7 Alat Genitalia dan Anus

Genitalia bayi laki-laki dibersihkan dengan menggunakan air sabun. Gunakan kapas basah untuk membersihkan lipatan-lipatannya jangan memaksa menarik kulit luar dan membersihkan bagian dalam atau menyemprotkan antiseptik karena sangat berbahaya. Kecuali ketika kulit luar sudah terpisah dari gland, sesekali bisa ditarik dan membersihkan bawahnya. Bagian anus dan bokong dibersihkan dari luar ke dalam. Kemudian keringkan dengan tisu lembut, jangan buru-buru memakai popok, tetapi biarkan terkena udara sejenak. Lipatan kulit dan bokong boleh diolesi krim (Bonny & Mila, 2003)

Genitalia perempuan dibersihkan menggunakan sabun dan air. Gunakan gulungan kapas untuk membersihkan bagian bawah kelamin, lakukan dari arah depan ke belakang. Bagian anus dan bokong dibersihkan dari arah anus keluar. Kemudian keringkan dengan tisu lembut. Lipatan kulit dan bokong boleh diolesi krim (Bonny & Mila, 2003).

1.3.8 Sirkumsisi

(23)

Pada bayi baru lahir akan disirkumsisi, pelaksanaannya baru dilakukan sesudah bayi tersebut berusia lebih dari 8 hari dan kalau bayinya sehat, matur serta tidak menunjukkan gejala ikterus. Bahaya perdarahan dan infeksi harus dipikirkan pada waktu merawat bayi yang menjalani prosedur pembedahan ini (Farrer, 1999). Lembaran kasa berbentuk pita harus dibelitkan disekitar luka sirkumsisi dan kita dapat menggunakan friar’s balsam (tinc benz co) untuk membuat kasa tersebut melekat serta bersifat antiseptik. Kasa biasanya baru dilepas pada hari ke-3 atau ke-4 setelah operasi.

1.3.9 Nutrisi

Nutrisi yang baik pada bayi memungkinkan kesehatan yang baik, pertumbuhan dan perkembangan yang optimal selama beberapa bulan pertama kehidupan dan juga membiasakan bayi agar memiliki kebiasaan makan yang baik pada masa selanjutnya. Pemenuhan nutrisi pada bayi baru lahir sebaiknya dengan memberikan Air Susu Ibu (ASI), namun jika adanya kendala-kendala khusus dapat diberikan susu formula (Bobak dkk, 2005). Kebutuhan nutrien yang diperlukan yaitu meliputi energi, karbohidrat, lemak, protein, cairan, mineral dan vitamin.

(24)

1.3.10 Imunisasi

Bayi dan anak akan diberi vaksinasi pada saat pemeriksaan dengan kondisi bayi dan anak sehat, untuk melindunginya dari penyakit-penyakit dapatan yang mungkin serius. Kemampuan vaksinasi untuk untuk memvaksinasi bayi terhadap penyakit-penyakit seperti polio dan batuk rejan bahkan cacar. Beberapa orang tua dalam upaya melindungi dari efek samping resiko vaksinasi memutuskan untuk tidak mengimunisasi anaknya. Mereka lebih suka mengambil resiko yaitu anak mereka terkena penyakit dari pada melihat anaknya mengalami efek samping dari vaksinasi. Sebaiknya orang tua mengumpulkan informasi dari masing-masing vaksin saat membuat pilihan tentang imunisasi (Ladewigs, et al 2006).

2.Budaya

2.1 Konsep Budaya

Kebudayaan berasal dari bahasa Latin colere yang berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan. Dari konsep ini berkembanglah pengertian kebudayaan yaitu segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Ditinjau dari sudut bahasa Indonesia, kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah yaitu bentuk jamak dari buddhi, yang berarti budi atau akal. Dengan demikian kebudayaan adalah hal-hal yang bersangkutan dengan akal.

(25)

seluruh sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan bermasyarakat yang didapat dengan belajar dan dijadikan milik manusia sendiri (Syafrudin, 2009).

2.2Wujud Kebudayaan

Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga yaitu pertama, gagasan wujud ideal yaitu berbentuk kumpulan ide, nilai, norma dan peraturan aktivitas, dan artefak. Kedua, aktivitas atau disebut juga dengan sistem sosial yaitu terdiri dari aktivitas, interaksi, yang mempunyai pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Ketiga, artefak (karya) yaitu wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan dan karya manusia dalam masyarakat (Syafrudin, 2009)

(26)

2.3Ciri-Ciri Kebudayaan

Ciri-ciri khas kebudayaan yaitu pertama, bersifat historis yaitu manusia membuat sejarah yang bergerak dinamis dan selalu maju yang diwariskan secara turun-temurun (Syafrudin, 2009).

Kedua, bersifat geografis yaitu kebudayaan manusia tidak selalu berjalan seragam, ada yang berkembang pesat dan ada yang lamban, serta ada pula yang

mandeg (stagnan) yang nyaris berhenti kemajuannya. Dalam interaksi dengan lingkungan, kebudayaan tersebut berkembang pada komunitas tertentu lalu meluas dalam kesukuan dan kebangsaan/ras, selanjutnya kebudayaan itu meluas dan mencakup wilayah/regional, serta makin meluas ke seluruh penjuru belahan bumi. Puncaknya adalah kebudayaan kosmo (duniawi) dalam era informasi di mana terjadi saling melebur dan berinteraksinya kebudayaan-kebudayaan.

Ketiga, bersifat perwujudan nilai-nilai tertentu yaitu dalam perjalanan kebudayaan, manusia selalu berusaha melampaui (batas) keterbatasannya. Di sinilah manusia terbentur pada nilai, nilai yang mana, dan seberapa jauh nilai itu bisa dikembangkan? Sampai batas mana?

2.4Aspek Budaya dalam Keperawatan

Menurut Leininger (Tomey & Alligood, 2006) transcultural nursing

(27)

Menurut Giger dan Davidhizar (1995) keperawatan transkultural dipandang sebagai bahan untuk melatih secara kompeten menilai budaya yang berpusat pada klien. Meskipun keperawatan transkultural dipandang sebagai berpusat pada klien, penting bagi perawat untuk mengingat budaya yang dapat dan tidak mempengaruhi bagaimana klien dilihat dan perawatan yang diberikan. Perawat harus berhati-hati untuk menghindari memproyeksikan pada klien mereka sendiri keunikan budaya dan pandangan dunia, sehingga culture care harus disediakan. Dalam memberikan culture care, perawat harus ingat bahwa setiap individu adalah unik dan produk dari pengalaman masa lalu, keyakinan, dan nilai-nilai yang telah dipelajari dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Teori keperawatan kultural menurut Leininger yaitu cultur care diversity dan cultural care universality (Tomey & Alligood, 2006).

Cultur care diversity (perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan)

merupakan bentuk yang optimal dari pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinan variasi pendekatan keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya yang menghargai nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakan termasuk kepekaan terhadap lingkungan dari individu yang datang dan individu yang mungkin kembali lagi.

(28)

untuk menolong orang lain (terminology universality) tidak digunakan pada suatu cara yang absolut atau suatu temuan statistik yang signifikan.

Leininger mengartikan paradigma keperawatan transkultural sebagai cara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep sentral keperawatan yaitu : manusia, sehat, lingkungan dan keperawatan (Andrew & Boyle dalam Geiger and Davidhizar, 1995).

1. Manusia

Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan pilihan. Menurut manusia memiliki kecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapun dia berada (Geiger and Davidhizar, 1995).

2. Sehat

(29)

3. Lingkungan

Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu: fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim. Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol yang menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan (Geiger and Davidhizar, 1995).

4. Keperawatan

(30)

a. Mempertahankan budaya

Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya berolahraga setiap pagi.

b. Negosiasi budaya

Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani lain.

c. Restrukturisasi budaya

Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.

(31)

1. Akulturasi yaitu proses dimana anggota kelompok kultural beradaptasi dan belajar bagaimana memperlakukan kelompok lain

2. Kebutaan kultural yaitu ketidakmampuan individu untuk mengenali nilai, kepercayaan dan praktik mereka sendiri dan kelompok lain akibat kecenderungan etnosentris yang kuat

3. Imposisi kultural yaitu kecenderungan memaksakan keyakinan, nilai-nilai, dan pola perilaku seseorang atau kelompok orang dari kultur yang berbeda

4. Tabu kultural yaitu aktvitas yang diatur oleh peraturan perilaku yang dihindari, dilarang atau yang tidak diizinkan oleh kelompok cultural tertentu

Asuhan keperawatan yang cakap atau kongruen secara kultural mengacu kepada integrasi kompleks sikap, pengetahuan, dan keterampilan (termasuk pengkajian, pengambilan keputusan, penilaian, berfikir kritis dan evaluasi) yang memungkinkan perawat untuk memberikan asuhan dengan cara yang peka secara kultural (Brunner & Suddarth, 2002)

Kebijakan yang meningkatkan asuhan yang kongruen secara kultural membuat regulasi fleksibel sehingga dapat disesuaikan dengan pengunjung (pengunjung, frekuensi, dan lama kunjungan), dengan memperhitungkan peran dukun dalam perencanaan, implementasi, dan evaluasi asuhan, menyediakan pelayanan penerjemahan bagi pasien yang tidak bisa berbahasa Indonesia, mengetahui kebutuhan diet khusus bagi pasien dari kelompok kultur tertentu dan menciptakan lingkungan yang mendukung praktik spiritual dan religious pasien (Brunner & Suddarth, 2002)

(32)

berkembangnya sikap saling menguntungkan dan rasa menilai masing-masing individu dari budaya lain. Keadaan ini akan dapat bekerjasama dengan mitra secara lebih baik dan menemukan solusi yang baik terhadap masalah kesehatan. Walaupun tujuannya untuk mengembangkan dan keseimbangan dan hubungan timbal balik (Basford & Slevin, 2006)

2.5 Budaya Suku Batak Toba

Suku Batak Toba menarik garis keturunan melalui garis ayah (patrilinear). Satu kelompok kerabat dihitung dari satu ayah disebut sa-ama, satu nenek disebut

sa-ompung, dan kelompok kekerabatan yang besar adalah marga (Bangun, 1980 dalam Lubis, 1999). Kelompok kekerabatan yang terkecil disebut ripe (Lubis, 1999).

Hubungan kekerabatan yang timbul sebagai akibat dari penarikan garis keturunan itu mempunyai nilai yang sangat penting, karena dalam urutan generasi setiap ayah yang mempunyai anak laki-laki menjadi bukti nyata dalam silsilah kelompok patrinealnya (Lubis, 1999).

(33)

falsafah hidup. Apabila ada dalam masyarakat perselisihan keluarga, maka dalihan natolu dapat langsung terjun mengatasi masalah tersebut yang dapat diselesaikan dengan cara musyawarah dan mufakat. Dalihan natolu yaitu hula-hula, dongan tubu, dan boru (Lubis, 1999).

Dalam Budaya Batak Toba terdapat 9 nilai budaya yang utama (Manik, 2010) yaitu terdiri dari:

a. Kekerabatan

Kekerabatan yaitu hal yang mencakup hubungan premordial suku, kasih sayang atas dasar hubungan darah, kerukunan unsur-unsur Dalihan Natolu (Hula-hula, Dongan Tubu, Boru), Pisang Raut (Anak Boru dari Anak Boru),

Hatobangon (cendikiawan) dan segala yang berkaitan hubungan kekerabatan karena pernikahan atau solidaritas marga.

b. Religi

Mencakup kehidupan keagamaan, baik agama tradisional maupun agama yang datang kemudian yang mengatur hubungannya dengan Maha Pencipta serta hubungannya dengan manusia dan lingkungan hidupnya.

c. Hagabeon

(34)

belas dan putri enam belas. Sumber daya manusia bagi orang Batak sangat penting.

Kekuatan yang tangguh hanya dapat dibangun dalam jumlah manusia yang banyak. Ini erat hubungannya dengan sejarah suku bangsa Batak yang ditakdirkan memiliki budaya bersaing yang sangat tinggi. Konsep hagabeon berakar dari budaya bersaing pada zaman purba, bahkan tercatat dalam sejarah perkembangan, terwujud dalam perang huta.

Mengenai umur panjang dalam konsep hagabeon disebut saur matua bulung ( seperti daun, yang gugur setelah tua). Dapat dibayangkan betapa besar pertambahan jumlah tenaga manusia yang diharapkan oleh orang Batak, karena selain setiap keluarga diharapkan melahirkan putra-putri sebanyak 33 orang, juga semuanya diharapkan berusia lanjut.

d. Hasangapon

Kemuliaan, kewibawaan, kharisma, suatu nilai utama yang memberi dorongan kuat untuk meraih kejayaan. Nilai ini memberi dorongan kuat, lebih-lebih pada orang Toba, pada zaman modern ini untuk meraih jabatan dan pangkat yang memberikan kemuliaan, kewibawaan, kharisma dan kekuasaan.

e. Hamoraon

(35)

f. Hamajuon

Kemajuan yang diraih melalui merantau dan menuntut ilmu. Nilai budaya

hamajuon ini sangat kuat mendorong orang Batak bermigrasi keseluruh pelosok tanah air.

g. Hukum

Patik dohot uhum dapat diartikan sebagai aturan dan hukum. Nilai patik

dohot dan uhum merupakan nilai yang kuat disosialisasikan oleh orang Batak. Budaya menegakkan kebenaran, berkecimpung dalam dunia hukum merupakan dunia orang Batak. Nilai ini mungkin lahir dari tingginya frekuensi pelanggaran hak asasi dalam perjalanan hidup orang Batak sejak jaman purba. Sehingga mereka mahir dalam berbicara dan berjuang memperjuangkan hak-hak asasi.

h. Pengayoman

Dalam kehidupan sosio-kultural orang Batak pengayoman kurang kuat dibandingkan dengan nilai-nilai yang disebutkan terdahulu. Ini mungkin disebabkan kemandirian yang berkadar tinggi. Kehadiran pengayoman, pelindung, pemberi kesejahteraan, hanya diperlukan dalam keadaan yang sangat mendesak.

i. Konflik

(36)

Arti sakit bagi suku Batak adalah keadaan dimana seseotang hanya berbaring dan penyembuhannya melalui cara-cara tradisional atau ada juga yang membawa orang yang sakit kepada dukun atau orang pintar. Dlaam kehidupan sehari-hari suku Batak, segala sesuatunya termasuk mengenai pengobatan jaman dahulu, untuk mengetahui bagaimana cara mendekatkan diri pada sang Pencipta agar manusia tetap sehat dan jauh dari marabahaya (Merliana, 2010)

Kebiasaan-kebiasaan suku Batak Toba yaitu berupa upacara adat dimulai dari masa dalam kandungan, kelahiran, penyapihan, penyakit, malapetaka, hingga kematian. Peralihan dari setiap tingkat hidup ditandai dengan pelaksanaan suatu upacara adat khusus. Upacara adat dilakukan agar terhindar dari bahaya/celaka yang akan menimpa memperoleh berkat, kesehatan dan keselamatan. Inilah salah satu prinsip yang terdapat di balik pelaksanaan setiap ipacara adat suku Batak Toba (Merliana, 2010)

Beberapa upacara data yang dijumpai pada masyarakat Batak Toba diantaranya: mangganje (kehamilan), mangharoan (kelahiran) martutu aek dan

mampe goar (permandian dan pemberian nama), manulangi (menyulangi)

hamatean (kematian), dan mangongkal holi (menggali tulang belulang) (Merliana, 2010)

2.6 Aspek Budaya Batak Toba dalam Perawatan Bayi Baru Lahir

Menurut budaya Batak Toba mamoholi disebut manomu-nomu yang maksudnya adalah menyambut kedatangan (kelahiran) bayi yang dinanti-nantikan, di samping itu juga dikenal istilah lain utuk tradisi ini yaitu mamboan aek ni unte

(37)

pemberian nama) yang secara khusus digunakan bagi kunjungan dari keluarga

hula-hula/tulang.

Kunjungan pihak hulahula/tulang untuk menyatakan sukacita dan rasa syukur mereka atas kelahiran adalah sesuatu yang khusus. Untuk menyambut dan menghormati kunjungan hulahula itu maka tuan rumah pun mengundang seluruh keluarga sekampungnya untuk bersama-sama menikmati makanan yang dibawa oleh rombongan hulahula itu. Setelah makan bersama, anggota rombongan

hulahula akan menyampaikan kata-kata doa restu semoga si bayi yang baru lahir itu sehat-sehat, cepat besar dan dikemudian hari juga diikuti oleh adik-adik laki-laki maupun perempuan (Panjaitan, 2010)

Dukun beranak mengambil buah ubi rambat dan sisik bambu, lalu mematok tali pusat bayi dengan sisik bambu yang tajam dengan beralaskan buah ubi rambat dengan ukuran 3 jari dari bayi. Setelah bayi lahir si dukun memecahkan kemiri dan mengunyahnya kemudian memberikan kepada bayi dengan tujuan untuk membersihkan kotoran yang dibawa bayi dari kandungan sekaligus membersihkan dalam perjalanan pencernaan makanan yang pertama yang disebut tilan (kotoran pertama).

Dukun juga memberikan kalung yang berwarna merah, putih, hitam bersama dengan soit (sebuah anyaman kalung). Kalung ini mempunyai kegunaanagar jauh dari marabahaya. Apabila bayi tersebut terus menerus menangis, maka dia dimandikan dengan bahan yang memotong pusar tadi, yaitu kulit bambu, jeruk purut dan ubi rambat.

Pada hari ke tujuh setelah bayi lahir bayi tersebut dibawa ke pancur

(38)
(39)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang hal yang dialami subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, atau tindakan yang dilihat secara menyeluruh dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada konteks khusus yang alamiah dengan menggunakan berbagai metode alamiah (Moleong, 2005). Tujuan penelitian kualitatif adalah memahami fenomena melalui gambaran holistik dan memperbanyak pemahaman mendalam (Moleong, 2005)

Penelitian fenomenologi merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang berada dalam situasi-situasi tertentu (Moleong, 2005). Fenomenologi menunjukkan pengalaman subyektif dari berbagai jenis tipe subyek yang ditemui (Moleong, 2005). Dalam hal ini penelitian fenomenologi digunakan untuk mengetahui dan mengeksplor secara mendalam bagaimana perawatan bayi baru lahir menurut perspektif budaya suku Batak Toba di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir.

2. Populasi dan Sampel

2.1Populasi

(40)

2.2Sampel

Sampel dalam penelitian ini disebut sebagai partisipan. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling, di mana dalam hal ini yang memenuhi kriteria sampel dan sesuai dengan kebutuhan penelitian. Kriteria sampel yang diambil yaitu suku Batak Toba asli, pernah melahirkan, menyatakan masih melakukan praktek perawatan BBL berdasarkan tradisi Batak Toba, dan bersedia untuk diwawancarai atau menjadi partisipan.

Besar jumlah sampel dalam penelitian ini adalah lima orang, yang diperoleh berdasarkan saturasi data yaitu peneliti berhenti mengambil sampel ketika tidak ditemukan lagi data baru dari subyek penelitian dan kekhususan makna dari informasi yang diberikan oleh partisipan telah ditemukan.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir. Penelitian ini dilakukan mulai pada tanggal 15 Januari 2011 sampai 20 April 2011.

4. Pertimbangan Etik

(41)

(informed consent). Peneliti tidak memaksa jika calon partisipan menolak untuk diwawancarai dan menghormati hak-haknya sebagai sukarelawan dalam penelitian ini. Untuk menjaga kerahasiaan identitas partisipan maka pada lembar kuesioner tidak dicantumkan nama partisipan (anonimity), tetapi hanya inisial sehingga kerahasiaan informasi yang diberikan tetap terjaga. Kerahasiaan informasi dan identitas partisipan dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok data yang diperlukan yang dilaporkan sebagai hasil penelitian (confidentiality).

5. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pertama, kuesioner data demografi yang berisi pernyataan mengenai data umum responden pada lembar pengumpulan data. Data demografinya yaitu terdiri dari : nomor partisipan; nama partisipan (inisial); jenis kelamin; usia; pendidikan; pekerjaan; jumlah anak (kelahiran); dan darimana mendapat informasi perawatan bayi baru lahir.

(42)

pemenuhan nutrisi bayi (pemberian ASI atau makanan tambahan), dan pemberian imunisasi atau kekebalan pada bayi dan perawatan khusus lain menurut budaya Batak Toba.

Ketiga, alat perekam yaitu untuk merekam wawancara yang dilakukan kepada partisipan.

6. Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada tahap awal dilakukan dengan cara mengadakan pendekatan kepada calon partisipan dengan memperkenalkan diri peneliti terlebih dahulu dan menjelaskan hal-hal yang terkait dengan penelitian untuk mendapatkan persetujuan partisipan sebagai sampel penelitian.

Dalam pelaksanaan pengumpulan data selanjutnya, peneliti melakukan wawancara mendalam (in-depth interview) yang bersifat terbuka. Peneliti menyusun daftar pokok-pokok pertanyaan terlebih dahulu sebagai pedoman wawancara di lapangan, namun pedoman tersebut dapat mengalami perubahan sesuai kondisi dan situasi di lapangan. Wawancara direkam dengan menggunakan alat perekam. Hasil rekaman wawancara didengarkan kembali oleh peneliti kemudian diketik dan dibuat transkip datanya.

7. Analisa Data

(43)

juga kategori-kategori yang lain. Secara umum proses analisa data mencakup reduksi data, kategorisasi, sintesisasi, dan menyusun hipotesis kerja.

7.1Reduksi Data

Identifikasi satuan, dengan mengidentifikasi bagian terkecil yang ditemukan dalam data yang memiliki makna bila dikaitkan dengan focus dan masalah penelitian (Moleong, 2005). Sesudah satuan diperoleh, langkah berikutnya adalah membuat koding, yang berarti memberi kode pada setiap satuan, data/satuannya masih dapat ditelusuri, dan dapat dilihat sumbernya.

7.2Kategorisasi

Menyusun kategori adalah upaya memilah-milah setiap satuan ke dalam bagian-bagian yang memiliki kesamaan. Setiap kategori diberi nama yang disebut label (Moleong, 2005).

7.3Sintesisasi

Mensintesisasikan berarti mencari kaitan antara satu kategori dengan kategori lainnya. Kaitan kategori dengan kategori lainnya diberi nama/label lagi (Moleong, 2005).

7.4Menyusun Hipotesis Kerja

(44)

8. Tingkat Kepercayaan Data

(45)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan hasil penelitian perawatan bayi baru lahir menurut perspektif budaya suku Batak Toba, yang telah dilaksanakan pada tanggal 15 Januari sampai 20 April 2011 di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir. Penelitian fenomenologi ini bertujuan untuk untuk mengetahui dan mengeksplor secara mendalam bagaimana perawatan bayi baru lahir menurut perspektif budaya suku Batak Toba di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara secara mendalam.

1. Karakteristik Partisipan

1.1Partisipan 1

Partisipan 1 adalah seorang ibu berusia 83 tahun. Mempunyai anak 11 orang. Pendidikan terakhir di Sekolah Dasar (SD) dan pekerjaan sebagai wiraswasta. Beragama Kristen Protestan. Partisipan 1 mendapatkan informasi dari orang tua dan kepercayaan secara turun-temurun. Partisipan 1 pernah melakukan perawatan bayi baru lahir pada kesebelas anaknya dan cucu-cucunya.

1.2Partisipan 2

(46)

Partisipan 2 pernah melakukan perawatan bayi baru lahir kepada ke16 anaknya dan bayi masyarakat yang dibawa kepadanya.

1.3Partisipan 3

Partisipan 3 adalah seorang ibu berusia 50 tahun. Mempunyai anak lima orang. Pendidikan terakhir di D2 dan memiliki pekerjaan sebagai seorang Guru. Beragama Kristen Protestan. Partisipan 3 mendapatkan informasi perawatan bayi baru lahir dari orang tua yang telah dipercayai secara turun-temurun. Partisipan 3 melakukan perawatan bayi baru lahir pada kelima anaknya.

1.4Partisipan 4

Partisipan 4 adalah seorang ibu berusia 49 tahun dan mempunyai 5 orang anak. Partisipan 4 tidak pernah sekolah dan memiliki pekerjaan sebagai petani. Partisipan 4 pernah bekerja sebagai orang yang membantu melahirkan dan merawat bayi baru lahir bagi masyarakat di sekitarnya. Partsipan 4 beragama Kristen Protestan. Patisipan 4 pernah melakukan perawatan bayi baru lahir pada kelima anaknya dan bayi baru lahir di masyarakat.

1.5Partisipan 5

(47)

perawatan bayi baru lahir dari orang tua. Partisipan 5 pernah melakukan perawatan bayi baru lahir pada kelima anaknya dan bayi di masyarakat.

2 Hasil Wawancara

Analisa data dilakukan dengan metode perbandingan tetap dengan proses reduksi data, kategorisasi, sintesisasi, dan menyusun hipotesis kerja. Setelah dilakukan analisa data maka didapatkan hasil sesuai wawancara yang dilakukan terhadap kelima partisipan, peneliti mengidentifikasi perawatan bayi baru lahir menurut perspektif budaya suku Batak Toba yaitu ke dalam beberapa kategori yaitu: (1) perawatan organ tubuh, (2) perawatan tali pusat, (3) perawatan higiene dan kulit, (4) perawatan saluran cerna, (5) menghangatkan tubuh bayi, (6) pemenuhan nutrisi, (7) pemberian kekebalan, dan (8) perawatan khusus lainnya.

2.1Perawatan Organ Tubuh

Setiap organ tubuh bayi harus dirawat yaitu terdiri dari perawatan kepala, hidung, telinga, mulut, tangan, kuku, tangan, dan kaki.

2.1.1 Perawatan Kepala

Pada bayi dapat dibentuk dengan menggunakan bantal yang disebut

(48)

“...dibentuk ulu ni on. Jadi dibahen ma boras i otik di abit-abitna i, asa bagak ulu nai. Molo boru-boru bagak marsanggul ina, boras do battalna dibahen.”

(...membentuk kepalanya. Jadi diambil beras sedikit pada kain, supaya kepalanya bagus. Kalau perempuan supaya cantik memakai sanggul, beraslah bantalnya dikenakan.)

(Partisipan A)

“...baru binahen do muse sigundal bolon, ahana battal na, adong so adong antong sigundal bolon niba, boras ido binahen saminggu-saminggu i asa bagak berbentuk ulu nai. Ide i.”

(Lalu dibuat sigundal bolon sebagai bantalnya, jika tidak ada sigundal bolon kita, beraslah penggantinya sampai seminggu supaya bagus bentuk kepalanya.)

(Partisipan B)

“Dipohol ma kan dibentuk ma sude songonon, kepalanya ada sampe dua minggu itu...”

(Dipohol untuk membentuk badannya, kepala selama dua minggu...) (Partisipan C)

“Jadi antong asa panas. Makana gok poga-poga ni dakdanak on, longkot ma antong kan, longkot-longkot ujungna angin ipe dang pala be masuk tu bagasan, songon ima. Ido parsijujung nai, sai binurskhon ma antong. Ujungna longkot ma dison. Naeng hira naeng tutup ibana, dibahen ma minyak makan ibana naeng maridi, dibungka.“

(Supaya panas. Jadi fontanel bayi tersebut dan lengket, lengket sehingga angin pun tidak bisa lagi masuk. Iya, kepalanya ini disembur. Sehingga lengket disitu. Kira-kira akan tutup dibuat minyak sebelum mandi, dan supaya terbuka.)

(Partisipan D)

“Oh iya, molo disungkun ho tong mai dibahen ma boras di bagasan sorpet-sorpet songoni, asa bagak talmak ulu na on, unang tepal. Adong do na deba jugul dakdanak i. Sai dipatingkos ai tong do jugul. Ai na deba sala ni natua-tua, sae olo ibana modom paminumhon ima antong asa tepal kan. Molo hundul dipaminum nuaeng, dang mereng be. Jadi olo do alani malasna, dipapodom songoni. Ai ujungna mereng uluna.”

(Oh iya, kalau hal itu dibuat beras ke dalam kain, supaya bagus dan rata kepalanya, dan tidak miring. Karena sebagian bayi sangat bandal. Sebagian juga kesalahan orangtua, karena mau dia tidur sambil menyusui, sehingga miring kepalanya. Kalau duduk tidak menjadi miring. Kadang-kadang karena malas, ditidurkan saja sehingga miring kepalanya.)

(49)

“Ehm, simburna on ma kan napuran, gambiri, jarango do. Gambiri, napuran. Dihil-hil mai, disimburi asa unang mohop-mohop, dibahenma sude tu badannai (menyembur). Adong ma sopa-sopa na tu son na on. Alana manjaga parsiguguna on, kan olo do mangolbak-olbak songoni.”

(Bahan semburnya sirih, kemiri, jarango. Dikunyah lalu disembur supaya tidak panas, disembur ke seluruh kulit badannya. Supaya menjaga kepalanya juga, karena masih berdenyut-denyut.)

(Partisipan E)

“Oh bantalna do i, asa bagak ulu na on asa unang aha kan, ibana antongkan, olo hot dope, lembek do. Dibahen ma boras on tolu tangkar.”

(Itu adalah bantal supaya bentuk kepala bagus karena kepala bayi masih lembek. Dibuat beras sebanyak tiga muk.)

(Partisipan E)

2.1.2 Perawatan Hidung dan Telinga

Hidung dan telinga bayi dapat dibentuk dengan dipohol (dipijat dengan telapak tangan yang hangat), supaya hidung mancung dan pada wanita agar telinga cantik menggunakan anting-anting.

“Ai ima. Dipohol, nyon ma api i kan, telanjang ma dakdanak on nyon ma binahen ma songoni mambentuk biar mancung, mambentuk telinga ini. jai sipata, nyon pe dibentuk do songoninon i. dibentuk asa bagak kan molo poso-poso lembek nyon dibentuk unang pissur ngingina”

(Ya itulah. Dipohol, inilah misalnya api, telanjanglah bayi tersebut. Dibuatlah begitu supaya membentuk biar mancung, membentuk telinga. Jadi kadang-kadang dibentuk seperti ini. Dibentuk supaya bagus, karena anak-anak masih lembek. Dibentuklah supaya tidak ke depan giginya,

(Partisipan A)

“Asa boi antong dibentuk sude igungna asa mancung, ba dibahen ma antong songoni, baru tu pinggolna i asa bagak pinggolnnai...”

(Supaya hidung terbentuk sehingga mancung, dibuatlah seperti itu, lalu ke telinganya, supaya bagus telinganya.)

(50)

“Waktu ditataring i kan, dipohol unang songon inna pesek, ai ima. Ai halak si David on dohot si Jefri, ido antong. Anggo lagi sehat do antong iba, sae mandadang iba, sae mandi asa unang gabe pesek.”

(Sewaktu di perapian, dipohol supaya jangan pesek. Anak saya David dan Jefri juga seperti itu. Jika sedang dalam kondisi sehat, memanaskan kita, setelah mandi supaya tidak pesek.)

(Partisipan D)

“Ido nyan boi doi api i tu pinggolna i, tu patna i muse asa jago manjangkit, maragat ina muse.”

(Ya bisa juga, api ke telinganya, ke kakinya juga supaya pintar memanjat dan menyadap tuak.)

(Partisipan D)

“Oh boi do antong, igungna asa mancung lanjutanna sinangkin na marsisilu ido antong i, na pangke api i, dipohol-poholkan. Nga hudok nangkin dipohol, baru dipisit ma igungna on asa timbo buti, mancung.”

(Ya bisa, ini adalah lanjutan di perapian tadi untuk dipohol, supaya hidung mancung. Seperti yang saya bilang tadi, lalu hidung ditekan supaya lebih tinggi dan mancung.)

(Partisipan E)

2.1.3 Perawatan Mulut

Mulut bayi kadang-kadang keputih-putihan yaitu bekas Air Susu Ibu (ASI) yang dapat menyebabkan panas dalam sehingga digunakan rambut ibu untuk membersihkannya dengan cara mengkorek mulut bayi, tetapi sebelumnya dipastikan kalau rambut ibu dalam keadaan bersih, jika rambut ibu tidak bisa maka digunakan bulu ayam yang sudah dibersihkan sebelumnnya. Hal ini dinyatakan oleh partisipan berikut:

(51)

(Mulut bayi yang baru lahir keputih-putihan, rambut kita ini yang dioleskan.)

(Partisipan A)

“Diusaha hon ma da. Ale ipe molo pendek hian obut niba songoni ba ni aha on buti jadi nunga beda pabbuaton hami tu nuaeng hamu naposo nuaeng. Ale misalna so adong pe obut bulu ni manuk i dipapungu tolu bulu ni manuk i kan.”

(Diusahakanlah. Tapi kalau pendek pun rambut kita, diambilkan saja begitu. Itu pun kalau tetap tidak bisa maka bulu ayam dikumpulkan tiga helai.)

(Partisipan A)

“Emm, molo i antong obutna i do antong, jambulanni iba do antong binahen. Nipaiashon ma ibana, panas dalam inna. Jadi bontar-bontar dilana binereng, dibahen ma jambulanni iba i paiashon, ima.”

(Rambutlah yang dibuat. Dibersihkan, karena akan seperti panas dalam. Karena mulutnya biasanya keputih-putihan, jadi untuk membersihkannya menggunakan rambut.)

(Partisipan B)

“Ido, dibahen do obut, molo hiamonkan sahera panas dalam si anak kan, lagian minum ASI ibana, molo daong bersih, dibersihon baba nai gabe longkot-longkot bekas ASI i, itu bisa menimbulkan tebal di mulutnya, i aha ni ASI i kan, bekasna, baru minum ASI ibana kan, tertidur, jadi gok babana i, kotor, jadi olo menimbulkan panas dalam muse. Rambut, rambut do binahen paiashon i. Molo so tuk rambut ni iba, bulu ayam, dicucilah ini kan, ima digosokkon buti tu babana i, kan molo so tuk obut niba on, biasana diusahakan itu rambut itu, ima ni ula do i tu halak on, songoni dibahen.Nah itu. Kita pun yakin rambut kita dalam keadaan bersih, tak mungkin kita masukkan ke mulut anak yang kotor kan. Kita yakin rambut keadaan bersih, itulah kita membuat menggosok. Intor dapot do nabontar-bontar na di baba nai, intor dikorek doi.”

(Iya dibuat rambut membersihkan karena seperti panas dalam, karena minum ASI jadi sisa ASI kalau tidak dibersihkan maka sisa ASI akan lengket dan menimbulkan tebal di mulutnya. Saat minum ASI jadi tertidur maka mulutnya akan kotor dari sisa ASI tersebut. Maka digunakan rambut membersihkan, digosokkan kalau rambut tidak sampai, harus diusahakan. Kalau pun tidak bisa digunakan bulu ayam yang sudah dicuci. Itu saya lakukan pada anak saya. Nah itu. Kita yakin rambut kita dalam keadaan bersih, tak mungkin kita masukkan ke mulut anak yang kotor kan. Kita yakin rambut keadaan bersih, itulah kita membuat menggosok. Sehingga langsung dapat putih-putih yang ada di mulutnya, karena langsung dikorek.)

(52)

“Olo ganjang do antong obuthu. Hubuathon, hukorek ma antong asa tor dapot do antong. Obut on do tu baba nai, samara ma goarna, giang do antong. Na giamon do antong dakdanak.”

(Ya, rambut kan panjang lalu digosok ke mulutnya. Rambut saya yang ke mulut bayi. karena bayi tersebut panas dalam.)

(Partisipan E)

2.1.4 Perawatan Tangan dan Kaki

Pada tangan dan kaki dibedung dengan menggunakan kain sorbet agar tidak bergerak-gerak dan dipohol. Cara membedung ini dapat membuat tangan bagus menari dan kaki terhindar dari kaki O. Kaki dipohol supaya pintar memanjat (maragat). Untuk kuku bayi digunakan sarung tangan supaya kuku bayi tidak mengenai bagian tubuh bayi. Hal ini dinyatakan oleh partisipan berikut ini:

“Ai dibukkus do antong tangannai, dang pola digunting-gunting on i, mabiar do iba. Ai nageleng tanganna i, jadi dang pola digunting, nijaithon do aha i kain-kain i, binahen ma i asa adong sarung tanganna dungi asa aha e, unang digaromahi badanna i, dang pola binahen.”

(Tangannya dibungkus, tidak perlu digunting, karena masih takut. Tangannya masih sangat kecil, jadi tidak perlu digunting, kain dijahit supaya ada sarung tangannya, apalagi supaya jangan dicakar badannya.)

(Partisipan B)

“...alai boi do alani dapol natua-tua on, api on dibahen mandapol, api on do, dohot kemiri, didapol songoni, ale utuh do denggan, dibentuk badannai asa jago, timbo, asa timbo ibana, tanganni on ingkon lurus mambedong, dang bebas songoni, pokokna ingkon songon na di kandungan ibana selama seminggu, tujuh hari tujuh malam.”

(...tapi bisa karena pijat dari orangtua, panas api tersebut dibuat memijat dan kemiri tersebut, akhirnya bisa utuh kembali, membentuk badan supaya tinggi dan tangan harus lurus, dibedong supaya tidak bebas, pokoknya posisinya seperti di dalam kandungan selama seminggu, tujuh hari tujuh malam.)

(53)

“Persis kayak di kandungan itu, harus ketat dia, meronta-ronta, ingkon dibahen tangannon lurus songonon, asa molo haduan manortor katanya kan tangannya ini lurus cara membedungnya. Jadi ketat do on diikat, ketat hanya ini. Badan nyon paling songonon, tangannai ingkon songonon ketat dohot patna on lurus, asa malo ina manortor. Asa malo manortor haduan, unang tor bebas tu san tu son, bisa diatur tanganmu manortor, menari, dididik simatuaku on, dipalurus do tangan on dibahen songonon, dibedung, dibungkus, songonna di batuhaon. Alana perasaan on nuaeng, didia dope ahu nuaeng ina rohana.”

(Persis seperti di dalam kandungan. Harus ketat supaya tidak bisa meronta-ronta, supaya bisa menari. Supaya tidak bisa bebas ke sana-ke sini dan tangannya bisa diatur, pandai menari, sudah dididik mertua saya supaya meluruskan tangannya. Karena bayi masih merasa belum tahu di mana saat itu berada. Bayi di dalam perut dalam keadaan terbungkus, jadi harus dibungkus juga sampai tiba waktunya karena sudah di dunia luar.)

(Partisipan C)

“Ido nyan boi doi api i tu pinggolna i, tu patna i muse asa jago manjangkit, maragat ina muse.”

(Ya bisa juga, api ke telinganya, ke kakinya juga supaya pintar memanjat dan menyadap tuak.)

(Partisipan D)

“Asa unang lasak, pangke lampin dibungkus.”

(Supaya tidak bergerak-gerak, sehingga dibungkus dengan lampin.) (Partisipan E)

2.2Perawatan Tali Pusat

(54)

2.2.1 Pemotongan tali pusat

Tali pusat dipotong menggunakan bambu dan ubi atau kunyit sebagai landasan dengan jarak tiga jari dari bayi. Hal ini dinyatakan oleh lima partisipan, berikut pernyataannya:

“Ima tubu ma, jadi molo maneat pusok nai. Jadi adong do antong najolo dibahen sisik ni bulu.”

(Setelah lahir, maka pusatnya dipotong digunakan sisik bambu.)

(Partisipan A)

“Sisik ni bulu, diboan, intor diboan hian do i, mamotong pusok na i. Intor i do dibahen, diseat dibahen tolu jari songon on sian i bah gadongma sangkalanna.”

(Sisik bambu dibawa untuk memotong pusatnya, dipotong dengan tiga jari dan ubi sebagai landasan.)

(Partisipan A)

“Oh, songonon, molo pusok nai hira-hira dung tubu ibana, hira-hira tolu jari ni aha ma inon, niputus ma i dohot bambu, bambu ima binaen manggunting i, angka gadong ma sangkalanna.”

(Begini setelah bayi lahir, maka pusat dipotong menggunakan bambu dengan jarak tiga jari, dan ubi sebagai landasan.)

(Partisipan B)

“Mamotong tali pusatni dakdanak on kan sambilu goarna, molo didok sambilu dari bambu itu mamotong tali pusat ini. Sambilu goarnai, nga diparsiaphon antongan i.”

(Untuk memotong tali pusat digunakan bambu. Sebelumnya bambu sudah harus dipersiapkan.)

(Partisipan C)

“Lao diparsiaphon hian do dohot sangkalanna gadong do dibahen.”

(Disediakan juga dengan landasannya yaitu ubi.)

(Partisipan C)

(55)

pusok on ni ukurma antong, niukurma songoni baru bulu ma marharitonteng, ima binahen mamotong unang hona tetanus”

(Saya langsung menyiapkan bambu, saya potong tipis. Jika saya melahirkan, saya mengukur tiga jari dari pusat. Kira-kira begini, tiga jari dari pusat dan bambu memotong agar tidak tetanus.)

(Partisipan D)

“Jadi molo sae huukuri kan, niukur buti huikat ma dohot bonang pusok nai, baru ubi, gadong julur ma sangkalanna mamotong. “

(Setelah selesai diuukur, lalu diikat dengan benang, untuk memotong digunakan ubi, ubi rambat sebagai landasan.)

(Partisipan D)

“Hubuatma bulu antong, bulu, patajom lingkit nai, sisik nai, donganni bulu on muse, hunikma sangkalannai mamotong antong. Alana molo maraha pusok nai tolu jongkal ma antong ibana, eh tolu jari.”

(Saya ambil bambu, kulitnya atau sisiknya ditajamkan, lalu kunyit untuk landasan pemotongannya. Untuk memotong pusatnya tiga jengkal eh...tiga jari.)

(Partisipan E) “Oh boi do gadong. Sarupa ma inon, gadong julur pe boi, pokokna boi mai. Parsedianma antong bonangna, buluna, gadong i, molo naeng partus antong, disediakan ma on antong, Dipotong ma dohot bulu i pake sangkalanna, ukuranna ma antong i kan, niukurma i, tor ni potong ma i dungi diikatma dohot bonang”

(Ubi juga bisa. Karena itu sama saja, ubi rambat juga bisa. Jika akan melahirkan disediakan benang, bambu, ubi. Dipotong menggunakan bambu, diukur lalu dipotong kemudian diikat dengan benang.)

(Partisipan E)

2.2.2 Mengikat Tali Pusat

Tali pusat yang sudah dipotong kemudian diikat dengan menggunakan benang atau jimbai ulos. Hal ini dinyatakan oleh partisipan. Berikut pernyataannya:

(56)

(Diikat, menggunakan jimbai ulos.)

(Partisipan A)

“Tusi, ulos bulak i. Ido dibuathon dua biji, dirappingkon”

(Ke pusat, ulos bulak yang dicabut dua buah.)

(Partisipan A)

“Dungi diikat mai, binahenma bonang mangingkati dibahen ma rabbu ni ulos i, diikatma, ima binahen mangingkat pusok i.”

(Setelah itu diikat, digunakan benang untuk mengikat atau jimbai ulos, diikat.)

(Partisipan B)

“E..bonang kan, bonangma dipake nalao martonun ulos i laho mangingkat pusok nai.”

(Benang digunakan, yaitu benang yang dipakai menenun ulos untuk mengikat pusat.)

(Partisipan C)

“Jadi molo sae huukuri kan, niukur buti huikat ma dohot bonang pusok nai, baru ubi, gadong julur ma sangkalanna mamotong.”

(Jadi setelah diuukur lalu dipotong dengan benang, ubi jalar sebagai landasannya.)

(Partisipan D)

“Dipotong ma dohot bulu i pake sangkalanna, ukuranna ma antong i kan, niukurma i, tor ni potong ma i, dungi diikatma dohot bonang.”

(Dipotong dengan bambu menggunakan landasan, diukur, lalu dipotong, kemudian diikat dengan benang.)

(Partisipan E)

2.2.3 Mengobati Tali Pusat

Berdasarkan wawancara dengan partisipan mengatakan bahwa pusat bayi kadang-kadang lembab, maka diberi obatnya berupa abu bekas pembakaran kain warna hitam atau sirih. Berikut pernyataannya:

(57)

(Obatnya, dibakar apa, kain hitam.)

(Partisipan A)

“E..e.. dapot ma, dibahen ma songonon tu pusok na mapulpul on, ido obatna, dibuatma abu nai, ido disonlophon hu bagas. Ido dibahen ubatna.”

(Dibuat seperti ini ke pusat yang telah putus, itu adalah obatnya. Abunya diambil lalu dimasukkan ke pusat.)

(Partisipan A)

“Ah songonon, asa molo maraek pusok i jadi dibuathon ma rabbu ulos i dibakarma i, nung dibakar dibahen ma i obatnai tu pusok nai tu pusok ni poso-poso i asa unang maraek-aek.”

(Saat pusatnya lembab maka diambil jimbai ulos dan dibakar, setelah itu diberi obat kepada bayi supaya tidak lembab.)

(Partisipan B)

“Ima dibahenma rambu ni ulos on, on ma dibahen songoni. Ai ima sampe dua minggu antong maraek-aek pusok nai”

(Dibuat jimbai ulos karena bisa sampai dua minggu pusatnya lembab.) (Partisipan C)

“Imana, tong do siniburan napuran tu pusok nai.”

(Sirih disembur ke pusatnya.)

(Partisipan D)

“Ima haroa, ima ubatna inna. Ai na maraek ba napuran, napuran on do torus ima dibahen asa hatop. Napuran ditabasi.”

(Sebagai obat. Jika lembab maka sirih yang digunakan supaya kering.) (Partisipan D)

“Molo maraek-aek pusok inon, hupio ma muse napuran i. Antong dung mapipil pusok na on, dibahen ma songoni.”

(Jika pusatnya lembab, saya melumatkan sirih. Setelah pusat putus, dibuat ke pusat.)

(58)

2.3Perawatan Higiene dan Kulit

Perawatan Higiene dimulai dari memandikan bayi, kebersihan bayi dan pakaian bayi serta perawatan kulit bayi.

2.3.1 Memandikan Bayi

Setiap bayi baru lahir dimandikan menggunakan air hangat yang dicampur dengan kemiri, daun sona,pucuk leung atau daun longa. Berdasarkan wawancara pada saat bayi lahir harus segera dimandikan setelah tali pusat dipotong, karena bayi dalam keadaan kotor. Hal ini dinyatakan oleh partisipan berikut ini:

“Ba isi lahir dididi ma da. Na di huta-huta i dope, sibaso na hudokkon on, dididi do natubu, dibahen aek las, adong dibaen bunga raya, molo adong bulung sona i.”

(Ya, setelah lahir langsung dimandikan. Di kampung juga, sibaso yang saya katakan dimandikan dengan air hangat serta daun sona.)

(Partisipan A)

“...molo nga tubu bah dipaias ma, diparidi, dung diparidi...”

(...jika sudah lahir dibersihkan, dimandikan, setelah dimandikan...)

(Partisipan B)

“Oh. Songonon molo maridi poso-poso niba i, dihilhilma gambiri, paridian nai, binahen ma dohot pusuk ni leung, pitu-pitu pusuk, ima gabbiri dohot leung on ma dibahen ma tu paridianna...”

(Oh, begini kalau bayi mandi, dikunyahlah kemiri, pemandiannya itu dibuatlah dengan pucuk leung inilah ke pemandiannya...)

(Partisipan B)

“Aek las do antong, aek las dibahen paridianna dibahenma sinakkaning gambiri, dihilhil dibahen tu paridian nai...”

(Air hangat dibuat sebagai pemandiannya, dibuatlah kemiri, dikunyah, dibuat ke pemandiannya.)

(59)

“Begitu lahir si anak dimandikan, dimandikan, dibersihkan...”

(Partisipan C)

“...intor inna do, dilehan mangan tong tangis, berarti ada lagi mengganggunya, buka semua bajunya, mungkin maraek ma on, koncing. Jadi molo tahan dakdanak, ingkon steril do sude, ias do, molo adong pe somut masuk tu dakdanak on, buka bajunya, contohnya ganti bajunya, intor ido antong, intor ganti.”

(...katanya jika sudah diberi makan tetap menangis, berarti ada lagi mengganggunya, buka semua bajunya, mungkin basah karena sudah buang air. Jadi bayi akan nyaman jika sudah steril semua dan bersih, misalnya ada semut masuk maka buka bajunya dan ganti. Pakaian gantinya dikelilingkan dulu diatas api supaya hangat dan menghindari ada kuman. Setelah itu bayi akan tenang kembali.)

(Partisipan C)

“Dipamandima. Molo iba tor diparidi hian do. Dididi do.”

(Dimandikan. Kalau saya langsung memandikan.)

(Partisipan D)

“Ingkon dididi do, pangke gambiri, bulung longa, sona pe boi do, bunga tawar i. Niparidi sampe hira-hira sabulan asa lebih aha, lambok ma modom.”

(Harus dimandikan, dengan kemiri, daun longa, daun sona pun bisa. Dimandikan begitu sampai kira-kira sebulan supaya segar dan nyaman tidur.)

(Partisipan D)

“...kebersihan ni ibana ingkon rajin ni sada ibu.”

(..seorang ibu harus rajin dalam kebersihan bayi.)

(Partisipan E)

“Molo paridihon antong muse, dibahen ma gambiri, dihilhilma gambiri. Dibahen untuk mandian nai muse, nisampurhon asa bolong angka imbulu ari nai. Ehm, asa bersih.”

(Dalam memandikan bayi, digunakan kemiri, kemiri yang dikunyah. Dicampur ke dalam air pemandiannya supaya menghilangkan kotoran.)

(Partisipan E)

(60)

(Setelah lahir langsung dimandikan, dibersihkan dan dibungkus.)

(Partisipan E)

2.3.2 Kebersihan Bayi dan Pakaian Bayi

Kebersihan bayi harus selalu dijaga karena bayi akan terganggu kalau dalam keadaan kurang bersih sehingga akan menangis, jadi seorang ibu harus rajin memperhatikan kondisi bayinya serta membersihkan hidung dan telinga. Pakaian bayi juga harus dalam keadaan bersih dan seluruh tubuh harus dijaga dari kotoran dan bakteri. Hal ini dinyatakan oleh partisipan berikut ini yaitu:

“Nisisiran do antong, dikorek-korek do otik-otik membersihkan hidung, telinga, molo masuk aek muse tu pinggolna i, niendat ma asa unang tungkikon. Niendatma, kaluarma aek i. ido memang ingkon naias do.”

(Kita sambil menyisir, mengorek untuk membersihkan hidung, telinga, supaya jika ada air yang masuk ke telinga maka dihisap supaya tidak bernanah di dalam telinga. Dihisap supaya air tersebut keluar, jadi memang harus dalam keadaan bersih.)

(Partisipan E)

“Bah ido, molo bandanna i nipaias do sasude antong, apalagi boru-boru.”

(Iya, seluruh badan harus dibersihkan, apalagi jika perempuan.)

(Partisipan E)

2.3.3 Perawatan Kulit

Referensi

Dokumen terkait

setelah mengeringkan tubuh bayi dan memotong tali pusat. Sebelumnya ganti handuk atau kain yang telah digunakan untuk. mengeringkan tubuh bayi. Kain basah di dekat bayi

Dalam penelitian ini hasil dari uji statistik diperoleh nilai rata – rata lama pelepasan tali pusat pada kelompok yang dirawat secara terbuka adalah 5,6 hari, sedangkan