• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP DEMOKRASI DUNIA DENGAN PRAKTIK DE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KONSEP DEMOKRASI DUNIA DENGAN PRAKTIK DE"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP DEMOKRASI DUNIA DENGAN

PRAKTIK DEMOKRATISASI LOKAL DAN

DESENTRALISASI DI INDONESIA

Melisa Andriani

(1211801068)

Administrasi Negara / VII/ B, FISIP , UIN Sunan Gunung Djati Bandung

ABSTRAK: Demokrasi lahir dari bangsa Yunani kuno yang mengedepankan gaya pemerintahan berdasarkan suara rakyat. Tetapi gagasan demokrasi Yunani boleh dikatakan hilang dari muka dunia Barat waktu bangsa Romawi, yang sedikit banyak masih kenal budaya Yunani, dikalahkan oleh suku bangsa Eropa Barat dan benua Eropa memasuki abad pertengahan (600-1400). Dan kemudian Monarki absolut telah muncul dalam masa 1500- 1700, sesudah berakhirnya Abad pertengahan. Raja- raja absolud mengganggap dirinya berhak atas tahta berdasarkan konsep Hak Suci raja . Pendobrakan terhadap kedudukan raja- raja absolut ini didasarkan atas suatu teori rasionalistis yang umumnya dikenal sebagai

social contract (kontrak social). Filusuf- filusuf yang mencetuskan gagasan ini adalah John Locke dari Inggris (1632- 1704) dan Montesquieu dari Perancis (1689- 1755).

Wacana demokratisasi dan pengarusutamaan lokalitas menjadi diskursus utama intelektual di dunia internasional. Demokrasi lokal adalah demokrasi yang terjadi di level lebih bawah dari hirarki pemerintahan suatu Negara. Sementara Desentralisasi adalah suatu istilah yang luas dan selalu menyangkut persoalan kekuatan (power). Di Indonesia sendiri konsep desentralisasi sudah ada sejak zaman kolonial, meskipun pada waktu itu tujuan dari sitem desentralisasi berbeda dengan yang sekarang yaitu hanya untuk mengeksploitasi Indonesia sebagai Negara jajahan. Selanjutnya desentralisasi lalu menjadi harapan sekaligus tantangan bagi proses demokratisasi di Indonesian. Desentralisasi yang bangkit setelah runtuhnya rezim Orde Baru tidak hanya menjanjikan harapan- harapan baru pada masyarakat, tetapi juga telah membawa perubahn drastis dalam konteks hubungan rakyat dan pemerintah atau antar Negara dan masyarakat.

(2)

Indonesia sekarang ini membutuhkan hadirnya kepemimpinan transformative, yakni pemimpin visioner, bersih, berbasis massa, dan bertangan besi. Namun di Indonesia, solusi kepemimpinan ini hanya masuk akal secara teoretik, tetapi tidak masuk akal secara empiris. Solusi kepemimpinan mungkin bersifat voluntaristik, kasrena tidak ada tanda- tanda cerah yang melahirkan pemimpin yang bersih, bertangan besi, dan berbasis massa. oleh karena itu sangat tepat kiranya seperti pemikiran Jackson, bahwa Orde Baru tidak pernah mati! Orde Baru sebagai rezim sudah mati, tetapi sebagai nilai dan ideologi, Orde Baru tidak pernah mati, dan Indonesia tidak akan pernah menjadi sebuah Negara yang benar- benar seutuhnya dapat mensejahterakan rakyatnya.

KATA KUNCI : Demokrasi,Demokratisasi, Demokrasi Lokal, Desentralisasi,

PEMBAHASAN

Sistem demokrai sebenarnya sudah ada di Negara- kota (city- state) Yunani Kuno (abad ke-6 sampai ke-3 S.M) yang merupakan demokrasi langsung, yaitu suatu bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat keputusan- keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga Negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas. Tetapi gagasan demokrasi Yunani boleh dikatakan hilangdari muka dunia Barat waktu bangsa Romawi, yang sedikit banyak masih kenal budaya Yunani, dikalahkan oleh suku bangsa Eropa Barat dan benua Eropamemasuki abad pertengahan (600-1400). Masyarakat Abad Pertengahan dicirikan oleh struktur social yang feodal, yang kehidupan spiritual dan sosialnya dikuasai oleh Paus dan pejabat- pejabat agama lainnya. Dilihat dari sudut perkembangan demokrasi Abad pertengahan menghasilkan suatu dokumen yang penting yaitu Magna Charta (Piagam Besar) 1215.

(3)

Dan kemudian Monarki absolut telah muncul dalam masa 1500- 1700, sesudah berakhirnya Abad pertengahan. Raja- raja absolud mengganggap dirinya berhak atas tahta berdasarkan konsep Hak Suci raja . Pendobrakan terhadap kedudukan raja- raja absolut ini didasarkan atas suatu teori rasionalistis yang umumnya dikenal sebagai social contract (kontrak social). Pada hakikatnya kontrak social merupakan usaha untuk mendobrak dasar dari pemerintahan absolud dan menetapkan hak- hak politik rakyat. Filusuf- filusuf yang mencetuskan gagasan ini adalah John Locke dari Inggris (1632- 1704) dan Montesquieu dari Perancis (1689- 1755).

Sebagai akibat dari pergolakan tersebut, maka pada akhir abad ke-19 gagasan mengenai demokrasi mendapat wujud yang konkrit sebagai program dan system politik. Demokrasi pada tahap ini semata- mata bersifat politis dan mendasarkan dirinya atas asas- asas kemerdekaan individu, kesanmaan hak (equal rights), serta hak pilih untuk semua warga (universal suffrage).

(4)

sempurna gaya sentralisasi kekuasaan yang represif. Sejarah membuktikkan bahwa ketika kekuasaan mempraktikkan gaya sentralistiknya maka bencana kemanusiaanlah yang terjadi, ketimpangan pusat-daerah, penghisapan sumber daya lokal, pelanggaran HAM berat, hingga kehancuran kearifan lokal menjadi ‘catatan kelam’ rezim otoriter-sentralistik. Perubahan ke arah demokratisasi baru benar benar berlangsung ssat reformasi pecah di tahun 1998.

Demokrasi lokal adalah demokrasi yang terjadi di level lebih bawah dari hirarki pemerintahan suatu negara. Sementara itu, kajian Birokrasi dan Demokrasi utamanya ditujukan mengefektifkan tujuan-tujuan pemerintahan demokrasi dalam memenuhi janji terhadap para konstituen. Salah satunya adalah, lewat penitikberatan pada kinerja birokrasi. Publik diarahkan lebih mendekati “kerja-kerja nyata” pemerintahan, tidak seperti kondisi saat ini yang seperti “teralienasi” dari implementasi perilaku pemerintah. Signifikansi demokrasi di tingkat local semakin terlihat tatkala banyak keputusan-keputusan yang khas ditujukan hanya pada satu wilayah. Keputusan spesifik ini membutuhkan persetujuan dari public, baik tatkala disusun maupun dijalankan. Misalnya di Indonesia, implementasi kebijakan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dipegang oleh Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten, bukan pusat. Tanpa partisipasi yang efektif dan efisien dari warganegara, mustahil kebijakan yang baik tersebut terlaksana. Sifat dari dari demokrasi di tingkat local pun tidak ‘seabstrak’ demokrasi di tingkat Negara.

(5)

undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 1 Ayat 7, desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatyur dan mengurus urusan pemerintah dalam system Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian maka wewenang pemerintah tersebut adalah melaksanakan wewenang yang diberikan oleh pemerintah pusat sesuai dengan aspirasi masyarakat daerahnya, walaupun sebenarnya daerah telah diberikan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya secara luas, nyata, dan bertanggung jawab.

Di Indonesia sendiri konsep desentralisasi sudah ada sejak zaman kolonial, meskipun pada waktu itu tujuan dari sitem desentralisasi berbeda dengan yang sekarang yaitu tidah untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat, tetapi lebih kepada mempermudah atau membantu para penjajah kolonial untuk mengeksploitasi kekayaan alam Indonesia sebagai Negara jajahan. Sedangkan desentralisasi yang ada saat ini adalah salah satu bentuk robohnya rezim Orde Baru, dimana pada zaman Orde Baru menjadikan demokrasi dan desentralisasi hanya sebagai nama belaka, sedang dalam pelaksanaannya cenderung menggunakan sistem sentralisasi dengan beberapa penerapan konsep dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Konsep desentralisasi juga tidak bisa terlepas dari sejarah sistem demokrasi yang ada di Indonesia. Menurut Miriam Budiardjo sejarah perkembangan demokrasi di Indonesia dapat dibagi menjadi empat periode antara lain:

a. Masa Republik Indonesia I (1945- 1959), yaitu masa demokrasi (konstitusional) yang menonjolkan peran parlemen serta partai- partai dan yang karena itu dapat dinamakan Demokrasi Parlemen.

(6)

c. Masa republik Indonesia III(1965- 1998), yaitu masa demokrasi pancasila yang merupakan demokrasi konstitusional yang menonjolkan system presidensial.

d. Masa Republik Indonesia IV (1998- sekarang), yaitu masa reformasi yang menginginkan tegaknya demokrasi di indobnesia sebagai koreksi terhadap praktik- praktik politik yang terjadi pada masa Republik Indinesia III.

Selanjutnya desentralisasi lalu menjadi harapan sekaligus tantangan bagi proses demokratisasi di Indonesian. Globalisasi di semua belahan dunia menimbulkan anomi, disentegrasi, konflik berbasis lokalitas. Namun disisi lain globalisasi akan melibas nilai dan konsep budaya lokal yang tidak sesuai dengan norma dan standar nilai internasional. Jika yang hilang dari budaya Indonesia adalah mental korupsi, dan mental negatif lainya alangkah berbahagianya penduduk Indonesia sebagai buah dari perkembangan teknologi komunikasi dengan terbukanya system politik yang demokratis. Namun, jika desentralisasi kemudian menjadi ajang dari meningkatnya politik lokalitas, dan perpindahan korupsi dari pusat ke daerah.

Desentralisasi dan demokrasi lokal yang kini bangkit kembali di Indonesia lebih bersifat transisional. Desentralisasi yang bangkit setelah runtuhnya rezim Orde Baru tidak hanya menjanjikan harapan- harapan baru pada masyarakat, tetapi juga telah membawa perubahn drastis dalam konteks hubungan rakyat dan pemerintah atau antar Negara dan masyarakat. Lahirnya UU No. 22/ 1999, misalnya merupakan garansi formal yang memaksa pemerintah Jakarta membagi kekuasaan dan sumberdaya kepada daerah. Jika dulu semua kekuasaan dan asset ekonomi didomisili secara sentralistik ji Jakarta, maka sekarang daerah (kabupaten/ kota) mempunyai kewenangan dan ruang yang luarbiasa untuk mengelolah desentralisasi dan otonomi daerah. Di daerah, pola pengelolahan kekuasaan tersentral pada penguasa tunggal (gubernur, bupati, camat dan kepala desa) dan pemerintahan birokrat telah digerogoti masuknya akitor- aktor masyarakat politik yang membentuk pemerintah partai.

(7)

desentralisasi dapat mendorong tumbuhnya demokrasi local yang lebih baik, mendekatkan, dan memperbaiki kualitas layanan publik, memperbaiki kinerja birokrasi, memberdayakan masyarakat, memberantas korupsi, dan lain- lain.

Akan tetapi yang terjadi adalah sebaliknya. Akibat dari warisan system kekuasaan masa lampau, penguasa masih mempunyai kuku yang kuat mencengkeram, meskipun giginya sudah mulai ompong. Demokratisasi dan otonomi daerah menyuguhkan kebangkitan raja- raja kecil didaerah, memindahkan korupsi dari Jakarta ke daerah, konflik wewenang dan semberdaya, pelipat gandaan pajak, dan retribusi daerah yang menjadi beban berat pada ,masyarakat., serta pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang tidak responsive, konflik horizontal( agama dan etnis), dan seterusnya. Akibatnya banyak orang secar sinis menganggap bahwa reformasi, demokrasi, dan desentralisasi adalah sumber malapetaka dan kekacauan dinegeri ini sehingga juga menimbulkakan kerinduan (nostalgia) pada rezim Orde Baruyang dulu lebih menjanjikan keamanan, ketertiban, dan kemakmuran.

(8)

Bagaimana membuat desentralisasi dan demokrasi lokal di Indonesia, dalam berbagai kesempatan, setiap orang yang menghendaki perubahan selalu gelisah, jika bukan frustasi, dan mengharapkan perubahan secara instan. Tidak ada satupun orang Indonesia yang mampu memberikan jaminan dan menyajikan resep mujarap yang dapat membuahkan perubahan secara cepat.

Sebuah pendekatan elitis mengatakan bahwa kondisi transisional masyarakat Indonesia sekarang ini membutuhkan hadirnya kepemimpinan transformative, yakni pemimpin visioner, bersih, berbasis massa, bertangan besi, dan berani mengambil resiko termasuk berani menjadi korban reformasi. Orang sering berharap tentang hadirnya ratu adil yang mempunyai komitmen kuat, mampu dan berani membawa perubahan, termasuk berani merombak birokrasi yang korup dan meminggirkam militer yang represif. Inggris misalnya, mampu keluar secara cepat pada krisis financial Negara pada awal decade 1980-an antara lain karena hadirnya Margareth Tatcher, seorang pemimpin “bertangan besi” yang berani merombak birokrasi Negara meskipun dia harus berhadapan dengan gelombang protes dari elemen- elemen birokrasi Negara. Namun di Indonesia, solusi kepemimpinan ini hanya masuk akal secara teoretik, tetapi tidak masuk akal secara empiris. Solusi kepemimpinan mungkin bersifat voluntaristik, kasrena tidak ada tanda- tanda cerah yang melahirkan pemimpin yang bersih, bertangan besi, dan berbasis massa. oleh karena itu sangat tepat kiranya seperti pemikiran Jackson, bahwa Orde Baru tidak pernah mati! Orde Baru sebagai rezim sudah mati, tetapi sebagai nilai dan ideologi, Orde Baru tidak pernah mati, dan Indonesia tidak akan pernah menjadi sebuah Negara yang benar- benar seutuhnya dapat mensejahterakan rakyatnya.

DAFTAR PUSTAKA

Budiardjo, Miriam. Dasar- Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2008.

(9)

Jamil Gunawan. Sutoro Eko Yunanto. Anton Birowo.Bambang Purwanto. Desentralisasi, Globalisasi dan Demokrasi Lokal. Jakarta: LP3ES. 2005.

Mufti, Muslim. Teori- Teori Demokrasi. Bandung: CV Pustaka Setia.2013

Referensi

Dokumen terkait

TABEL 4.1 Apakah Ibu/Bapak selalu menggunakan program atau tayangan televisi sebagai media pembelajaran moral pada pelajaran PKn pada saat proses

Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian dan sejarah perkembangan sosiologi dan antropologi pendidikan dengan baik. Yang harus dikerjakan dan

Dengan ini menyatakan bahwa proposal PKM-KC saya dengan judul : Permainan Tradisional Engkleng dalam Animasi Tiga Dimensi yang diusulkan untuk tahun anggaran 2015 bersifat

Dari Gambar 11 menunjukkan bahwa kekuatan bending komposit hibrid polyester yang diperkuat serat buah lontar dan serat kaca mengalami penurunan kekuatan bending seiring dengan

Berdasar tahapan uji coba dan evaluasi perhitungan analisis dapat ditarik kesimpulan, bahwa aplikasi yang dibangun dapat menganalisis pengaruh kualitas pelayanan

Kelompok kami juga setuju dengan pendapat tersebut karena pengimplemtasikan Pancasila terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi adalah suatu kesinambungan

Model belajar Hebb disebut sebagai Hebbian Learning dengan cara pengulangan stimulus yang sama sehingga respon otak akan semakin cepat dalam

Sedangakan untuk hubungan alat pelindung diri dengan gangguan telinga kanan didapatkan hasil correlation coefficient sebesar 0,577*, sehingga diartikan ada