BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang saling memerlukan.
Pelaku usaha (produsen, dan/atau penjual barang dan jasa), pebisnis, perlu
menjual barang dan jasanya kepada konsumen. Konsumen memerlukan barang
dan jasa yang dihasilkan dan dijual oleh pelaku usaha guna memenuhi
keperluannya.2
Kedua belah pihak saling memperoleh manfaat dan keuntungan. Namun
dalam praktek seringkali konsumen dirugikan oleh pelaku usaha yang tidak jujur,
nakal, yang ditinjau dari aspek hukum merupakan tindak pelanggaran hukum.
Akibatnya, konsumen menerima barang dan/atau jasa yang berstandar rendah
dengan harga yang tinggi atau kualitas barang/jasa tidak sesuai dengan harga
(tinggi). Di sisi lain, karena ketidaktahuan, kekurangsadaran konsumen akan
hak-haknya sebagai konsumen maka konsumen menjadi korban pelaku usaha yang
berlaku curang.
Hukum perlindungan konsumen dewasa ini mendapat cukup perhatian
karena menyangkut aturan-aturan guna mensejahterakan masyarakat, bukan saja
masyarakat selaku konsumen saja yang mendapat perlindungan, namun pelaku
usaha juga mempunyai hak yang sama untuk mendapat perlindungan,
masing-masing ada hak dan kewajiban.
2
▸ Baca selengkapnya: berikut ini adalah cakupan dari bisnis asuransi jiwa kecuali
(2)Namun setiap orang, pada suatu waktu, dalam posisi tunggal/sendiri
maupun berkelompok bersama orang lain, dalam keadaan apa pun pasti menjadi
konsumen untuk suatu produk barang atau jasa tertentu. Keadaan yang universal
ini pada beberapa sisi menunjukkan adanya berbagai kelemahan pada konsumen
sehingga konsumen tidak mempunyai kedudukan yang “aman”.3
Perjanjian-perjanjian yang dilakukan antara para pihak tidak selamanya
dapat berjalan mulus dalam arti masing-masing pihak puas, karena
kadang-kadang pihak penerima tidak menerima barang atau jasa sesuai dengan
harapannya.
Oleh karena itu,
secara mendasar konsumen juga membutuhkan perlindungan hukum yang
sifatnya universal. Mengingat lemahnya kedudukan konsumen pada umumnya
dibanding dengan kedudukan produsen yang relatif lebih kuat dalam banyak hal,
maka pembahasan perlindungan perlindungan konsumen akan selalu terasa aktual
dan selalu penting dikaji ulang.
4
Wanprestasi salah satu pihak dalam perjanjian merupakan kelalaian untuk
memenuhi syarat yang tercantum dalam perjanjian.
Apabila pembeli, yang dalam hal ini konsumen, tidak menerima
barang atau jasa sesuai dengan yang diperjanjikan, maka produsen telah
melakukan wanprestasi, sehingga konsumen mengalami kerugian.
5
3
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 5
Hal ini biasanya lebih banyak
dialami pihak yang lemah/memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap pihak
lainya, karena persyaratan tersebut berat sebelah/lebih memberatkan kepada pihak
yang lemah. Hal ini disebabkan karena persyaratan-persyaratan tersebut telah
4
Ahmadi Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hal. 1
5
dituangkan ke dalam suatu perjanjian baku. Perjanjian yang demikian sudah lazim
dipergunakan dan memegang peranan penting dalam hukum bisnis yang pada
umumnya dilandasi oleh nilai-nilai yang berorientasi pada efisiensi.
Di samping wanprestasi, kerugian dapat pula terjadi di luar hubungan
perjanjian, yaitu jika terjadi perbuatan melanggar hukum, yang dapat berupa
adanya cacat pada barang atau jasa yang mengakibatkan kerugian bagi konsumen,
baik itu karena rusaknya atau musnahnya barang itu sendiri.
Gerakan Perlindungan Konsumen sejak lama dikenal di dunia barat.
Negara-negara di Eropa dan Amerika juga telah lama memiliki peraturan tentang
perlindungan konsumen. Organisasi Dunia seperti PBB pun tidak kurang
perhatiannya terhadap masalah ini. Hal ini terbukti dengan dikeluarkannya
Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa No. 39/248 Tahun 1985. Dalam resolusi ini
kepentingan konsumen yang harus dilindungi meliputi:6
a. Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan keamanannya;
b. Promosi dan perlindungan kepentingan sosial ekonomi konsumen; c. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk
memberikan kemampuan mereka dalam melakukan pilihan yang tepat sesuai dengan kehendak dan kebutuhan pribadi;
d. Pendidikan konsumen;
e. Tersedianya ganti rugi yang efektif;
f. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen.
Perlindungan konsumen mutlak dilakukan oleh negara sesuai dengan
Resolusi Majelis Umum PBB. Di Indonesia, signifikansi pengaturan hak-hak
konsumen melalui Undang-undang merupakan bagian dari implementasi sebagai
suatu negara kesejahteraan, karena Undang-undang Dasar 1945 di samping
6
sebagai konstitusi politik juga dapat disebut konstitusi ekonomi, yaitu konstitusi
yang tumbuh berkembang karena pengaruh sosialime sejak abad sembilan belas.
Melalui Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
menetapkan 9 (sembilan) hak konsumen.
Terkait dengan hak-hak konsumen di atas, yang menjadi sorotan dalam
pokok persoalan yang dihadapi oleh konsumen dalam skripsi ini adalah mengenai
konsumen dalam usaha asuransi jiwa.
Untuk mendorong kegiatan perarusansian di Indonesia, tak
tanggung-tanggung pemerintah telah mengeluarkan Paket Kebijakan 20 Desember 1988
(Pakdes 1988). Setelah dikeluarkannya paket ketentuan itu, terdapat sekitar 130
perusahaan asuransi, meliputi: asuransi kerugian, reasuransi, asuransi jiwa, dan
asuransi sosial.7
Risiko tidak lain adalah beban kerugian yang diakibatkan karena suatu
peristiwa di luar kesalahannya, misalnya risiko yang menyangkut nyawa manusia,
artinya jiwa seseorang di pertanggungkan, risiko kematian tersebut ditanggung
perusahaan asuransi jiwa (penanggung). Selama masa pertanggungan, konsumen
wajib membayar preminya kepada penanggung. Sebagai kompensasinya,
konsumen memperoleh manfaat asuransi dari perusahaan asuransi jiwa. Dalam pada itu, tradisi berasuransi masih dianggap hal baru oleh
sebagian masyarakat konsumen, padahal sejalan dengan semakin kompleksnya
aktivitas para pelaku ekonomi (pemerintah, perusahaan swasta, BUMN, koperasi,
dan konsumen), berbagai risiko senantiasa mengincar konsumen setiap saat.
7
Konsumen merasakan mendapat manfaat bahwa pihak keluarga konsumen yang
ditunjuk namanya dalam polis untuk menerima uang pertanggungan terlindungi.
Sewaktu-waktu risiko kematian dialami konsumen selama pertanggungan,
baik karena kecelakaan ataupun sakit, pihak keluarga konsumen (istri/suami dan
anak) berhak mendapatkan uang pertanggungan (santunan) sebagai salah satu
manfaat asuransi jiwa. Besarnya uang pertanggungan yang diterima tidak akan
pernah sebanding dengan kerugian akibat kecelakaan, sakit atau bahkan kematian.
Namun demikian, setidaknya uang pertanggungan yang diterima, dapat
meringankan beban konsumen (bila ternyata konsumen masih hidup) atau
keluarga konsumen.
Dalam hal konsumen tetap sehat walfiat sampai pada saat berakhirnya
masa pertanggungan, konsumen akan menerima sejumlah uang pertanggungan
yang diperjanjikan dan tertuang dalam polis asuransi.8
Keikutsertaaan konsumen dalam berbagai program dan jenis asuransi
sangat bergantung pada pemahaman konsumen terhadap produk yang ditarwakan.
Tidak mudah mencari tahu seberapa jauh pemahaman konsumen pada umumnya
terhadap produk-produk asuransi.
Perusahaan asuransi telah membuat suatu pilihan untuk mendapatkan
konsumen sebanyak-banyaknya tanpa memperhitungkan apakah penetapan
besarnya premi yang tidak proporsional (rendah) tersebut dapat
dipertanggungjawabkan dari sisi underwriting, yaitu kemampuan untuk
8
membayar polis kelak.9
Pada faktanya di lapangan, di dalam usaha asuransi jiwa masih banyak
terjadi sengketa dalam hal pengajuan klaim asuransi jiwa, sering kali penerima
manfaat tidak tahu bagaimana harus memulainya. Karena biasanya pihak
tertanggung (orang yang telah meninggal dunia) adalah pihak yang selalu
berhubungan dengan pihak perusahaan asuransi jiwa. Di lain pihak, penerima
manfaat tidak ikut mendapatkan penjelasan dari pihak penanggung atau
perusahaan asuransi jiwa sehingga tidak mengetahui seperti apa produk asuransi
(polis asuransi) yang dipakai tertanggung. Oleh karena hal tersebut, sering kali
pihak penanggung atau perusahaan asuransi jiwa mempersulit proses pembayaran
klaim asuransi jiwa atau bahkan mencari alasan-alasan untuk tidak melakukan
pembayaran klaim asuransi jiwa dengan itikad buruk demi sebuah keuntungan. Akibatnya klaim asuransi konsumen ditolak tanpa alasan
yang benar dan patut. Dalam keadaan seperti ini, tak ada perlindungan risiko yang
dialami konsumen. Sebaliknya perusahaan asuransi sudah mendapatkan premi
yang dibayarkan konsumen.
Salah satu bentuk itikad buruk dari perusahaan asuransi jiwa adalah
dengan tidak melakukan pembayaran atas klaim asuransi dengan memberikan
berbagai alasan-alasan terutama terhadap asas utmost good faith, yaitu asas
kejujuran yang sempurna.
Menurut asas ini, suatu pihak dalam perjanjian tidak wajib
memberitahukan sesuatu yang ia ketahui mengenai objek perjanjian kepada pihak
lawannya. Pihak lawan harus mewaspadai sendiri keadaan dan kualitas objek
9
perjanjian, tetapi karena sifatnya yang khusus, maka di dalam perjanjian asuransi
pihak tertanggung harus memberikan segala keterangan mengenai risikonya.10
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu diingat bahwa asas utmost
good faith tidak hanya ditujukan kepada pihak tertanggung tetapi juga pihak
penanggung, yakni pihak penanggung harus dengan jujur menjelaskan segala
sesuatu tetang luasnya syarat atau kondisi suatu asuransi.11
Pelanggaran tersebut dapat menimbulkan persoalan hukum di kemudian
hari terhadap pelaksanaan perjanjian yang telah dibuat antara tertanggung dan
perusahaan asuransi sebagai pihak penanggung, terutama apabila terjadi klaim
asuransi jiwa dari tertanggung, keluarganya atau ahli warisnya seperti yang terjadi
berdasarkan Studi Kasus pada Putusan Mahkamah Agung No. 560
K/Pdt.Sus/2012 yang secara garis besarnya pihak PT. AVRIST ASSURANCE
tidak mau melakukan pembayaran atas klaim asuransi jiwa kepada penerima
manfaat dari asuransi itu yaitu Hermi Sinurat sebagai ahli waris dalam perjanjian Karena pada faktanya
sering kali dijumpai ketidakjujuran agen asuransi. Banyak agen hanya mengejar
target penjualan dan komisi, sehingga mereka enggan menjelaskan panjang lebar
tentang produk yang di tawarkan. Dan ketidakjujuran agen juga bisa dalam
bentuk menjanjikan sesuatu yang tidak tercantum dalam polis. Serta banyak agen
(yang jujur sekalipun) lalai dalam menjelaskan pengecualian-pengecualian yang
ada dalam polis.
10
Ridwan Khairandy, “Karya Ilmiah Dosen” diakses dari
2013
11
asuransi jiwa yang dibuat PT. AVRIST ASSURANCE dengan tertanggung yaitu
alm. Mardi Simarmata.
Oleh karena berbagai persoalan tentang perlindungan konsumen
khususnya dalam usaha asuransi jiwa seperti yang telah dipaparkan diatas dan
peraturan pelaksana tentang Perlindungan Konsumen yaitu UU No. 8 Tahun 1999
yang dalam prakteknya belum dapat dilihat keefektifannya di Indonesia, maka
inilah yang menjadi pokok pembahasan penulis yang disertai dengan Studi Kasus
pada Putusan Mahkamah Agung No. 560 K/Pdt.Sus/2012 dalam skripsi yang
diberi judul “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Berkaitan Dengan Itikad
Buruk Dari Perusahaan Asuransi Jiwa (Studi Kasus pada Putusan Mahkamah
Agung No. 560 K/Pdt.Sus/2012)”.
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian yang terdapat dalam latar belakang diatas, dapat
dirumuskan bahwa studi tentang perlindungan hukum bagi konsumen dalam
usaha asuransi jiwa di Indonesia masih menjadi topik yang sangat diperhatikan
oleh karena usaha asuransi saat ini menjadi salah satu pendukung utama
perekonomian nasional. Hal tersebut dikarenakan industri ini dapat membuka
lapangan kerja baru dengan membentuk agen asuransi. Selain itu industri ini juga
akan membuat masyarakat lebih mandiri karena dapat memberikan proteksi
terhadap risiko yang tidak diinginkan seperti terhadap jiwa ataupun harta
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada
konsumen pada usaha asuransi jiwa di Indonesia?
2. Bagaimana bentuk-bentuk itikad buruk dari perusahaan asuransi jiwa
atas polis asuransi jiwa terkait dengan kewajibannya dalam
menjalankan usaha asuransi jiwa?
3. Bagaimana upaya hukum yang dilakukan dalam penyelesaian sengketa
konsumen atas polis asuransi jiwa di Indonesia? (Studi Putusan
Mahkamah Agung No. 560 K/Pdt.Sus/2012)
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulisan membahas masalah perlindungan hukum bagi
konsumen berkaitan dengan itikad buruk dari perusahaan asuransi jiwa adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada
konsumen pada usaha asuransi jiwa di Indonesia.
2. Untuk mengetahui bentuk-bentuk itikad buruk perusahaan asuransi
jiwa atas polis asuransi jiwa terkait dengan kewajibannya dalam
menjalankan usaha asuransi jiwa di Indonesia.
3. Untuk mengetahui upaya-upaya hukum yang dapat dilakukan dalam
menyelesaikan sengketa konsumen atas polis asuransi jiwa di
memutuskan sengketa konsumen melalui Putusan Mahkamah Agung
No. 560 K/Pdt.Sus/2012.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini adalah:
a. Secara Teoritis
Pembahasan terhadap skripsi ini diharapkan akan memberikan
pemahaman dan pengetahuan bagi pembaca mengenai aturan hukum terhadap
perlindungan hukum bagi konsumen berkaitan dengan itikad buruk dari
perusahaan asuransi jiwa. Jadi, secara teoritis diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran untuk pengembangan ilmu pengetahuan hukum secara
umum dan ilmu hukum perdata pada khususnya. Selain itu juga diharapkan
dapat menambah dan melengkapi koleksi karta ilmiah di bidang keperdataan
terkait dengan perlindungan hukum yakni perlindungan hukum terhadap
konsumen.
b. Secara Praktis
Ditinjau dari sisi praktis, melalui penulisan ini diharapkan secara nyata
dapat menyumbangkan konsep pemikiran kearah upaya perlindungan hukum
khususnya dalam hal perlindungan konsumen.
E. Metode Penelitian
Sesuai dengan karakteristik perumusan masalah yang ditujukan untuk
menganalisa Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Berkaitan Dengan Itikad
Buruk Dari Perusahaan Asuransi Jiwa (Studi Kasus Putusan Mahkamah
Agung No. 560 K/Pdt.Sus/2012), maka metode penelitian yang digunakan
dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis normatif yaitu mengacu kepada
norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan
putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada pada
masyarakat.12
Dan pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
pendekatan kasus yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah
kasus (studi kasus/case study) yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang
telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan yang
tetap.
13
2. Teknik Pengumpulan Data
Metode Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kepustakaan atau library research. Jenis penelitian ini adalah
penelitian yang menunjukkan perpustakaan sebagai tempat dilaksanakannya
suatu penelitian. Penelitian ini mutlak menggunakan kepustakaan sebagai
sumber data sekunder.14
12
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hal 41
Di tempat inilah peneliti dapat memilih dan menelaah
bahan-bahan kepustakaan yang diperlukan guna dapat memecahkan dan
menjawab permasalahan pada penelitian yang dilaksanakan.
13
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2010), hal 94 14
Penelitian kepustakaan dilakukan untuk mendapatkan data sekunder
dengan melakukan pengkajian terhadap:15
a. Bahan hukum primer yaitu norma atau kaidah dasar seperti Pembukaan UUD 1945, peraturan dasar seperti ketentuan-ketentuan dalam batang tubuh UUD 1945, Ketetapan MPR, Peraturan perundang-undangan seperti UU, Perpu, PP, Perpres, dan lain-lain, bahan hukum yang tidak dikodifikasi seperti ketentuan hukum adat, yurisprudensi, traktat dan bahan hukum dari zaman penjajahan yang masih berlaku.
b. Bahan hukum sekunder yaitu Rancangan Undang-Undang, hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum dan lain-lainnya yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer.
c. Bahan hukum tertier yaitu kamus, ensiklopedia dan lain-lain bahan hukum yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer dan sekunder.
3. Alat Pengumpulan Data
Data sekunder yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan ini disusun
secara sistematis, selanjutnya akan dianalisis secara kualitatif yaitu dengan cara
penguraian, menghubungkan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dan
menghubungkan dengan pendapat pakar hukum, dan hasil yang diperoleh dari
analisis ini berbentuk deskripsi.16
Sebagai akhir, penarikan kesimpulan dalam penulisan skripsi ini dilakukan
dengan metode deduktif, yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang
bersifat umum terhadap permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan
yang konkret dihadapi.17
F. Keaslian Penulisan
15
Ibid, hal 76 16
H. Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal 107
17
Untuk mengetahui keaslian penulisan skripsi ini, sebelum melakukan
penulisan “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Berkaitan Dengan Itikad Buruk
Dari Perusahaan Asuransi Jiwa (Studi Kasus pada Putusan Mahkamah Agung No.
560 K/Pdt.Sus/2012)”, Penulis terlebih dahulu melakukan penelusuran terhadap
berbagai judul skripsi yang tercatat pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara.
Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum/Perpustakaan Universitas
cabang Fakultas Hukum USU melalui surat tertanggal 07 Oktober 2013
menyatakan bahwa tidak ada buku yang sama.
Adapun beberapa judul yang memiliki sedikit kesamaan di perpustakaan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara antara lain:
1. Perjanjian Asuransi Jiwa Ditinjau Dari Segi Hukum Perjanjian Perdata
(Studi Kasus PT. Asuransi Jiwa Tugu Mandiri), yang disusun oleh
Nevo Restuty/860200143.
2. Tinjauan Yuridis terhadap Perusahaan Asuransi Jiwa Patungan
Dikaitkan Dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan RI No.
1250/KMK.013/1988 (disusun oleh Mikuel N. Pardede/890200052)
Penulis juga menelusuri berbagai judul karya ilmiah melalui
mediainternet, dan sepanjang penelusuran yang penulis lakukan, belum ada
penulis lain yang pernah mengangkat topik tersebut. Sekalipun ada, hal tersebut di
luar sepengetahuan penulis dan tentu saja substansinya berbeda dengan substansi
dalam skripsi ini. Permasalahan dan pembahasan yang diangkat dalam penulisan
penulisan ini dapat terjamin, dengan kata lain bukanlah merupakan suatu plagiat
dari penulisan karya ilmiah orang lain. Namum demikian, dalam penulisan skripsi
ini terdapat kutipan-kutipan atau pendapat orang lain yang mana hal tersebut
dilakukan sebagai referensi untuk mendukung fakta-fakta dalam penulisan ini.
G. Sistematika Penulisan
Pembahasan dan penyajian suatu penelitian harus terdapat keteraturan agar
terciptanya karya ilmiah yang baik. Maka dari itu penulis membagi skripsi ini
dalam beberapa bab yang saling berkaitan satu sama lain, karena isi dari skripsi
ini bersifat berkesinambungan antara bab yang satu dengan bab yang lainnya.
Skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab yang diorganisasikan ke dalam bab
demi bab sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan, pada bab ini diuraikan tentang Latar Belakang yaitu
apa yang melatarbelakangi Penulis mengangkat judul, perumusan masalah yaitu
hal yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini, tujuan dan manfaat penulisan
yaitu maksud dari penulis dalam menulis skripsi ini, metode penelitian yang
memaparkan metode yang digunakan penulis dalam mengkaji permasalahan, dan
keaslian penulisan yang merupakan penegasan bahwa skripsi tentang
Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Berkaitan Dengan Itikad Buruk Dari
Perusahaan Asuransi Jiwa (Studi Kasus pada Putusan Mahkamah Agung No. 560
K/Pdt.Sus/2012) belum pernah dibahas sebelumnya di lingkungan Fakultas
Bab II : Ruang Lingkup Perlindungan Konsumen Ditinjau Dari UU No. 8
Tahun 1999. Bab ini merupakan awal dari pembahasan terhadap permasalahan
yang telah dirumuskan dalam pendahuluan. Adapun yang dibahas adalah
pengertian konsumen dan pelaku usaha serta hukum perlindungan konsumen, hak
dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha, asas dan tujuan perlindungan
konsumen, prinsip-prinsip umum perlindungan konsumen dan bentuk-bentuk
perlindungan hukum yang diberikan terhadap konsumen.
Bab III : Usaha Asuransi Jiwa Dan Pengaturan Mengenai Usaha Asuransi
Jiwa Di Indonesia. Pada bab ini, yang menjadi pembahasan adalah pengertian
usaha asuransi jiwa dan ruang lingkup usaha asuransi jiwa, pengaturan usaha
asuransi jiwa dalam UU No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian serta
hak dan kewajiban para pihak dalam usaha asuransi jiwa.
Bab IV : Analisis Yuridis Terhadap Perlindungan Hukum Bagi Konsumen
Berkaitan Dengan Itikad Buruk Perusahaan Asuransi Jiwa. Sebagai kelanjutan
bab sebelumnya, bab ini akan membahas aturan hukum yang digunakan dalam
sengketa konsumen atas polis asuransi jiwa, bentuk-bentuk itikad buruk dari
perusahaan asuransi jiwa terkait dengan polis asuransi jiwa, upaya-upaya hukum
yang dilakukan dalam penyelesaian sengketa konsumen atas polis asuransi jiwa
dan pada bab ini dilakukan studi kasus pada kasus perlindungan hukum bagi
konsumen pada usaha asuransi jiwa dalam Putusan Mahkamah Agung No. 560
K/Pdt.Sus/2012 dan disertai dengan tanggapan penulis terhadap kasus dalam
Bab V : Penutup, bab ini merupakan akhir dari penulisan skripsi ini. Bab
ini berisi kesimpulan dari ketiga pembahasan yang telah ada sebelumnya. Setelah
mendapat kesimpulan dari pembahasan sebelumnya, maka dapatlah ditentukan
poin-poin yang berisi saran konstruktif yang penulis ciptakan dalam kaitannya