• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESAIN MENUJU SEBUAH PERKEMBANGAN DITINJ (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DESAIN MENUJU SEBUAH PERKEMBANGAN DITINJ (1)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

DESAIN MENUJU SEBUAH PERKEMBANGAN DITINJAU DARI FILSAFAT ILMU

I N Artayasa AA Gde Bgs Udayana Jurusan Desain FSRD ISI Denpasar Abstrak

Desain berasal dari bahasa inggris yang artinya perancangan, rancang, desain, bangun. Sedangkan merancang artinya mengatur segala sesuatu sebelum bertindak, mengerjakan atau melakukan sesuatu dan perancangan artinya proses, cara, berbuatan, perbuatan merancang. Desain suatu karya yang pada dasarnya lahir dari berbagai pertimbangan pikir, gagasan, rasa, dan jiwa penciptanya (internal), yang didukung oleh faktor eksternal, hasil penemuan dari berbagai bidang ilmu, teknologi, ergonomi, lingkungan, sosial, budaya, estetika, ekonomi, dan politik, serta segala perkembangannya di masa depan. Sejarah perkembangan desain yang secara tegas, ini bisa dikatakan bermula dari revolusi industri di Eropa. Desain modern tetap tidak terlepas di sekitar lahirnya revolusi industri, disaat manusia mempunyai kekuatan untuk mencipta mesin. Dengan mesin, produk-produk yang tadinya dikerjakan oleh tangan menjadi jauh lebih presisi dan massal. Gerakan Bauhaus dianggap sebagai titik penting perkembangan desain modern selanjutnya, karena dianggap berhasil memadukan antara seni rupa dengan industri secara harmonis. Dari gerakan Bauhaus inilah mulai dikenal profesi ‘industrial design’ yang dianggap cukup berperan dalam era pertumbuhan industri dunia kemudian hari. Di Indonesia pengembangan desain diawali dengan membentuk ‘Design Center’ oleh Fakultas perencanaan dan sipil Institut Teknologi Bandung tahun 1968 dan pada waktu itu diperkenalkan dalam expo 70 di Osaka Jepang. Pada kekinian yang ditelisik dari dunia internet, maka akan dapat ditemui 107 institusi pengelola desain baik pada Universitas, Institut, Sekolah dan Akademi. Dilihat dari ontologinya bahwa istilah desain berasal dari Bahasa Prancis, dessiner yang berarti menggambar kadang juga diartikan dalam pengertian perancangan. Secara epistemologi, desain mempunyai metode yang rasional, sistematis dan terencana. Dari sisi aksiologi, hasil penelitian desain bermanfaat baik secara akademis untuk kemajuan pengembangan teori dan metode desain maupun secara praktis untuk membantu mengindentifikasi masalah-masalah yang ada di masyarakat dan mencoba menaggulangi dengan memberikan rekomendasi, serta menciptakan inovasi yang dapat memberikan kenyamanan maupun ketenangan bagi masyarakat. Pada akhirnya Desain patut dikembangkan menjadi sebuah institusi yang lebih besar seperti misalnya sebuah Fakultas, yang didasarkan atas kebutuhan masyarakat, memiliki obyek yang jelas, serta patuh terhadap norma serta etika yang ada

(2)

DESAIN MENUJU SEBUAH PERKEMBANGAN DITINJAU DARI FILSAFAT ILMU

nymn Artayasa AA Gde Bgs Udayana Jurusan Desain FSRD ISI Denpasar

1. Pendahuluan

Desain berasal dari bahasa inggris yang artinya perancangan, rancang, desain, bangun. Sedangkan merancang artinya mengatur segala sesuatu sebelum bertindak, mengerjakan atau melakukan sesuatu dan perancangan artinya proses, cara, berbuatan, perbuatan merancang. Dapat disimpulkan arti kata desain adalah proses – cara – perbuatan dengan mengatur segala sesuatu sebelum bertindak atau merancang.

Bagi sebagian besar penduduk Indonesia penggunaan istilah desain masih berupa kata asing yang sulit untuk dicerna. Tapi sebagian dari kegiatan desain barangkali sudah akrab dengan masyarakat, seperti istilah yang dipakai pada: kata menata, merancang, menempa, mengukir, merencana, menggambar, membangun dan lain-lain. Demikian juga dengan istilah desain, seperti pada desain: pakian, motor, televisi, rumah, kursi, interior, grafis dan lain-lain. Hanya istilah desain seperti itu belum diterima sepenuhnya sebagai ilmu-ilmu formal, itu dikarenakan pengembangan ilmu desain sendiri masih relatif muda. Maka wajarlah jika pemahaman tentang desain baru terbatas kepada hal-hal yang tertentu saja.

Mengetahui hasil Desain tidak cukup hanya dilihat sebagai suatu karya desain dalam bentuk barang mati saja, tapi harus dikupas secara terpadu dari segi nilai-nilai budaya maupun sosial, serta ekonomi yang menyertainya. Desain suatu karya pada dasarnya lahir dari berbagai pertimbangan pikir, gagasan, rasa, dan jiwa penciptanya (internal), yang didukung oleh faktor eksternal, hasil penemuan dari berbagai bidang ilmu, teknologi, ergonomi, lingkungan, sosial, budaya, estetika, ekonomi, dan politik, serta segala perkembangannya.

Desain harus disadari sebagai patner teknologi dalam menghadapi persoalan-persoalan yang ada, dan agar dapat membangun wawasan yang luas, seorang desainer harus ditopang minimal oleh lima demensi keilmuan lain yaitu, seperti:

a. Wawasan Teknologi: terutama teknologi, mekanik, teknologi produksi, teknologi bahan, ergonomi dan wawasan ilmu-ilmu enjinering; sehingga dengan demikian seorang desainer diharapkan mempunyai pemahaman ke arah sistem industri, bahan dan proses, manajemen, kesadaran akan kelebihan dan keterbatasan manusia sebagai pemakai dan ketrampilan teknis.

b. Wawasan Sains; terutama fisika, metodelogi riset, logika matematika; sehingga dengan demikian seorang desainer diharapkan mempunyai tanggungjawaban ilmiah yang tinggi serta mampu merumuskan persoalan yang dihadapi secara sistematis.

c. Wawasan Seni; terutama seni rupa; dengan harapan seorang desainer akan mempunyai pemahaman estetika dan kreatifitas yang tinggi

d. Wawasan Sosial dan Budaya; terutama sosiologi, psikologi, ekonomi, komunikasi, antropologi, dengan harapan membuka seorang desainer ke arah wawasan budaya, sejarah persoalan sosial dan permasalahan manusia lainnya.

(3)

1.2. Pokok Bahasan.

Dalam tulisan ini akan dibahas tentang desain, yang pada saat ini sangat diperlukan oleh masyarakat, memliki obyek dan jelas serta menerapkan etika-etika dan norma yang ada.

Tujuan kajian pendekatan ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh desain dikatakan sebagai disiplin ilmu dan layak dikembangkan, melalui pendekatan filsafat

1.3. Ciri-Ciri Keilmuan.

Pengetahuan pada hakekatnya merupakan segenap apa yang diketahui tentang suatu obyek tertentu, termasuk ke dalamnya adalah ilmu, jadi ilmu adalah bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia. Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung atau tak langsung turut memperkaya kehidupan. Sebab pengetahuan merupakan sumber jawaban bagi berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan. Jadi pada hakekatnya diharapkan jawaban yang benar, dan bukan sekedar jawaban yang bersifat sembarang saja. Lalu timbulah masalah, bagaimana cara menyusun pengetahuan yang benar? Masalah inilah yang dalam kajian filsafati disebut epistemologi, dan landasan epistemologi ilmu disebut metode ilmiah. (Jujun, 1991; 104-105). Dalam pada itu, juga ditegaskan bahwa epistemologi adalah teori pengetahuan ilmiah, dengan alasan bahwa studi pertumbuhan pengetahuan ilmiah merupakan jalan paling bermanfaat untuk mempelajari pertumbuhan pengetahuan pada umumnya, sebab pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan manusia sehari-hari yang tertulis. (Papper: 1989: 25).

Setiap jenis pengetahuan dibatasi dan dicirikan oleh apa yang dicoba diketahui, membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate realty baik yang berbentuk jasmani/kongkret maupun rohani/abstrak, (Bakhtiar, 2005) mengkaji asas-asas dan menjelaskan hakikat keberadaan atau kenyataan (ontologi).

Bagaimana cara memproses tubuh pengetahuan yang disusun, darimana atau dengan bahasa akademis bagaimana kurikulum dari sebuah program studi/jurusan/ fakultas dibentuk, dan bagaimana mendapatkan, sumber-sumber, hakikat, jangkauan, ruang lingkup pengetahuan dan kemungkinan untuk mendapatkan, seberapa besar pengetahuan bisa didapatkan. (Jujun, 2005) (Epistemologi).

Dan untuk apa, serta apa kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh serta pengetahuan tersebut disusun (aksiologi). (Jujun, 2005; Bakhtiar, 2005) Ketiga landasan ini saling berkaitan; jadi ontology terkait dengan epistemologi dan epistemologi terkait dengan aksiologi dan seterusnya. Jadi kalau kita ingin membicarakan epistemologi, maka hal ini harus dikaitkan dengan ontologi dan aksiologi ilmu. (Jujun S; 1991; 105).

2. Desain Sebagai Disiplin Ilmu yang Patut Dikembangkan 2.1. Sejarah Perkembangan Desain.

(4)

bentuk dan fungsi. Lain halnya dengan Mayal justru memperluas arti desain yaitu bahwa desain bermula dari kesadaran manusia membuat alat. (Sachari, 1986: 130-131).

Tetapi Desain modern tetap tidak terlepas di sekitar lahirnya revolusi industri, disaat manusia mempunyai kekuatan untuk mencipta mesin. Dengan mesin, produk-produk yang tadinya dikerjakan oleh tangan menjadi jauh lebih presisi dan massal. Pada tahun 1847 Sir Henry Cole dengan lantang berkata: bahwa kemampuan mekanis haruslah dikawinkan dengan kemampuan artistic yang tinggi. Selanjutnya sebagai puncak gerakan ketidak puasan masyarakat karena industrialisasi dan dehumanisasi yang terus menerus tersebut, menyeburlah ke permukaan gerakan Bauhaus pada tahun 1919 di Weimar-Jerman. Gerakan ini dianggap sebagai titik penting perkembangan desain modern selanjutnya, karena dianggap berhasil memadukan antara seni rupa dengan industri secara harmonis . Dari gerakan Bauhaus inilah mulai dikenal profesi ‘industrial design’ yang dianggap cukup berperan dalam era pertumbuhan industri dunia kemudian hari. (Sachari, 1986: 131).

Gerakan ini diwujudkan dengan berdirinya Bauhaus yang dipimpin oleh Walter gropius. Prinsip dasar pendidikannya adalah memadukan semua ilmu pendukung desain, seni, ketrampilan, dan teknik. Tenaga pengajarnya umumnya adalah seniman “pembaharuan” yang beraliran kubisme dan konstruktivisme; seperti wassily kandinsky, Josef albers, dan paul klee. (Sachari, 1999; 86-87).

Friendrich Naumann, kritikus seni pada waktu itu dalam tulisannya mengungkapkan bahwa dalam dunia industri perlu penggabungan yang selaras antara seniman, produsen, dan penjual. Secara tegas, ia menyatakan bahwa adanya usaha untuk memproduksi karya secara besar-besaran harus disusul dengan usaha mencari nilai estetika baru. Tanpa hal itu, berarti kita menyia-nyiakan peradaban mesin yang berkembang. Untuk itu nilai estetika yang ada perlu disempurnakan, sedangkan karya mesin perlu diberi roh sebagai pembimbing selera masyarakat. (Sachari, 1999: 59).

Pada babak ini ditandai dengan munculnya gagasan untuk meninggalkan ornamen dengan cara memadukan unsur estetika dan rekayasa. Pada masa ini didirikan Deutsche Werkbund di Jerman, sebagai lembaga budaya yang bertujuan meningkatkan kerja profesional melalui keselarasan antara seni, industri, dan ketrampilan. Hal ini dinyakini dapat meningkatkan kwalitas melalui pendidikan yang bersikap menyelesaikan segala permasalahan dengan menciptakan bakuan estetika, aspirasi budaya, dan tatanan sosial yang berkehidupan. ( Sachari, 1999: 62-63).

Di Indonesia pengembangan desain diawali dengan membentuk ‘Design Center’ oleh Fakultas perencanaan dan sipil Institut Teknologi Bandung tahun 1968 dan pada waktu itu diperkenalkan dalam expo 70 di Osaka Jepang. (Gunawan, 1986; 68). Rintisan yang telah dilakukan ini dapat menyakinkan pemerintah untuk menggalakan kesadaran desain secara lebih luas lagi di Indonesia. Sebelumnya pada tanggal 1 Agustus 1947, pendidikan menggambar diresmikan dengan nama Balai Pendidikan Universitas Guru Gambar, bernaung di bawah Fakultas Ilmu Pengetahuan Teknik, universitas Indonesia. Kemudian, atas inisiatif Sjafei Soemardjo, pada tahun 1950 diusahakan memperjelas status balai tersebut apakah menjadi Akademi Seni Rupa yang berdiri sendiri, atau di lepas dari fakultas teknik dan menjadi embrio Universitas Kesenian Indonesia. (Sachari .dan Yan, 2001; 63)

(5)

adalah suatu saran agar setiap anggota ASEAN memiliki dan mendirikan pusat pengembangan Desain dan Kerajinan (Sachari, 1986; 69).

Dengan adanya kegiatan-kegiatan yang berkisar pada masalah-masalah desain dengan berbagai aspek, dalam sebuah lokakarya munculah gagasan untuk membentuk sebuah organisasi yang pada waktu itu diberi nama IADI (Ikatan Ahli Desain Indonesia) (Gunawan, 1986;68). Munculnya organisasi IADI merupakan manifestasi dari kehadiran profesi desain di Indonesia, dan terbentuknya timbulnya oleh kesadaran akan tanggung jawab profesi para ahli desain Indonesia. Dan untuk ikut membantu mengatasi negara yang sedang berusaha menaikan taraf hidup bangsanya sampai pada garis kelayakan hidup yang sesuai dengan derajat martabat manusia.

Pada kekinian jika ditelisik di dunia internet pada website http://evaluasi.or.id yang diakses pada tanggal 26 Januari 2006, maka akan dapat ditemui 107 institusi pengelola desain baik pada Universitas, Institut, Sekolah dan Akademi, yang tersebar dari Palangkaraya, Makasar, Denpasar dan kota-kota besar di pulau Jawa. Bahkan ada di antaranya ada yang sudah berbentuk Fakultas Desain dan Akademi Desain dan membawahi jurusan Produk, Komunikasi Visual, Interior dan Pertamanan.

2.2. Batas dan Ciri Keilmuan Desain Universal.

Desain merupakan suatu proses pemecahan masalah pada komponen-komponen fisik dari suatu struktur fisik (secara sistemik) untuk mencapai kesesuaian suatu tujuan. Dan permasalahan di sini bukan hanya untuk mencapai nilai benar salah, tetapi sesuai atau tidak sesuai, tepat atau tidak tepat. (Subarniati, 2001; 8).

Lebih lanjut dikatakan bahwa desain itu merupakan pemilihan dan penggabungan bahan-bahan untuk dapat mencapai suatu akibat yang diinginkan. Proses penyusunan tersebut dengan memakai unsur-unsur seni visual seperti: garis, bentuk, ruang, cahaya, warna, tekstur, untuk mewujudkan tujuan tertentu. Dalam Penerapan metode ilmiah Beer berpendapat bahwa dalam penyusunan atau proses pengambilan keputusan yang secara sadar. Keinginan untuk meningkatkan kebenaran (validitas) kebijaksanaan yang berhubungan dengan situasi lingkungan masa kini dan masa depan. (Subarniati, 2001; 9).

Tetapi pada saat kita dihadapkan kepada kegiatan desain yang cukup kompleks, metode-metode terasa menjadi penting dan hal itulah kemudian desain berkembang menjadi ilmu pengetahuan baru yang harus mampu mengolah dan menjabarkan berbagai masalah kearah hal yang sistematis untuk kemudian dipecahkan dengan pendekatan-pendekatan ilmiah. Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa batas dan ciri keilmuan desain Universal dapat dilihat dari aspek ontologis, yaitu pokok persoalan yang dibahas bersifat empiris dapat diamati berdasarkan penalaran yang dapat dijangkau manusia. Secara epistemologis desain menggunakan metode ilmiah dan dilihat dari lingkup pekerjaan merupakan integrasi dari kegiatan sains kemudian juga teknologi dan seni rupa (aksiologis). Dengan demikian desain memenuhi syarat ilmiah sebagai ilmu.

2.3. Batas dan Ciri Keilmuan Spesifik Desain.

(6)

merangkap sebagai ahli teknik atau pemborong atau pelaksana, dan sekaligus bertindak sebagai ahli ekonomi, ahli material dan bentuk yang lainnya.

Dilihat dari ontologinya bahwa istilah desain berasal dari Bahasa Prancis, dessiner yang berarti menggambar kadang juga diartikan dalam pengertian perancangan. (Yustiono, 1986; 22). Dalam hal ini bahwa apa yang kita sebut bidang desain meliputi cara penanganan berbagai bidang seperti: seni, kerajinan, teknologi bahkan yang lebih luas meliputi ilmu kemasyarakatan dan peningkatan taraf hidup. Hingga sejauh ini batasan yang kiranya mendekati dapat kita temui pada pendapat Profesor Bruce Archer (1977) beliau mengartikan kata “Design” dengan huruf kapital D, dalam cara yang sama sebagaimana “Science” dengan kapital S. Dalam hal ini, istilah itu menunjukan adanya sikap kegiatan dan pengetahuan manusia terhadap lingkungannya dalam rangka menemukan kebutuhan material dan spiritual. Sedangkan beberapa ahli berikut mengartikan desain sebagai berikut:

Bruce Acher, 1965: Suatu aktivitas pemecahan masalah yang diarahkan pada tujuan (Goal). Desain merupakan suatu aktivitas pemecahan masalah atau cara, sedangkan yang dipecahkan adalah elemen-elemen dan diarahkan pada kesesuaian tujuan.

Beer, 1966 dan Quode, 1968: Penerapan metode ilmiah terhadap penyusunan atau proses pengambilan keputusan; Secara sadar meningkatkan kebenaran kebijaksanaan yang berhubungan dengan situasi lingkungan masa kini dan masa depan; Prosesnya melibatkan ilmuwan sebagai penasehat dan pembuat keputusan sehingga terbentuk hasil perancangan; Keterikatan antara saran-saran ilmiah, keputusan dan kebijaksaan;

Maria Evans, 1973: Pemilihan dan penggabungan bahan-bahan untuk mencapai suatu akibat yang diinginkan; Proses penyusunan dengan memakai unsur-unsur seni visual seperti: garis bentuk, ruang, cahaya, warna , tekstur, untuk mewujudkan tujuan tertentu

J. Christoper Jones, 1978: Penyelesaian, memecahan yang optimal terhadap sejumlah kebutuhan dalam kerangka kondisi khusus; Proses perancanagan yang mengakibatkan perintisan perubahan-perubahan benda kesatuan manusia;

William Pena at all, 1989; Merupakan sebuah sintesa dari penyusunan sintesis yang dapat menjadi penerangan, wawasan dari pemecahan masalah; Program analisis atau gerak analisis dari proses menjawab masalah; Adanya masalah merupakan batas antara penyususan program dengan perancangan, sebab pernyataan masalah menjadi salah satu dokumen terpenting dalam rantai keseluruhan proyek perancangan.

Desain muncul di kota-kota besar karena adanya keinginan mendasar manusia akan kemudahan, keamanan, kenyamanan dan keindahan. Keamanan baik dalam penggunaan seluruh elemen desain ataupun keamanan dalam arti sesungguhnya. Kenyamanan dan keindahan tidak hanya berhubungan dengan lukisan saja, tetapi berhubungan dengan tempat tinggal, unsur-unsur seni visual, ergonomi, sosial budaya dan lingkungan sangat mendapat perhatian sehingga dalam desain faktor manusia sebagai pemakai sangat diperhitungkan. Desain terletak di antara seni, ilmu dan teknologi, jika dibandingkan dengan Obyek telaah Desain adalah hubungan manusia dengan hasil desain yang aman, nyaman dan indah, sesuai dengan sosial budaya dan lingkungan yang ada dan semuanya dapat ditangkap dan dijangkau lewat panca indra atau alat yang membantu kemampuan pancaindra.

(7)

a. Model black-Box.

Model ini berkeyakinan bahwa proses desain yang paling utama sebenarnya terletak di dalam proses berpikir melalui tukar pikiran secara bebas kemudian di transformasikan secara sistematis. Proses berpikir itu dapat pula dilakukan secara sintetik dengan mengkaji permasalahan sebagai umpan, kemudian menganalogikan secara sistematis dalam black-box keluaran yang dihasilkan dengan cara itu telah diolah berdasarkan perjalanan.

b. Model Glass-Box.

Model ini berkenyakinan bahwa proses desain dapat dilakukan secara rasional dan sistematis. Seperti halnya sebuah komputer, otak menerima umpan permasalahan, kemudian mengkaji secara terencana, analitis, sintetis dan evaluatif sehingga kita akan mendapatkan optimasi pemecahan yang mungkin dilakukan. Beberapa kateristik metode glass-box adalah: Sasaran, variable, dan kriteria ditetapkan sebelumnya; Mengadakan analisis sebelum melakukan pemecahan masalah; Mencoba mensintesiskan hal-hal yang di dapat secara sistematis; Mengevaluasi secara logis (kebalikan dari eksperimental). (Sachari , 1999;20-30).

Desain merupakan suatu aktivitas pemecahan masalah atau cara, sedangkan yang dipecahkan adalah elemen-elemen dan diarahkan pada kesesuaian tujuan (Goal). Penerapan metode ilmiah terhadap penyusunan atau proses pengambilan keputusan yang berhubungan dengan situasi lingkungan masa kini dan masa depan. Proses perancanagan yang mengakibatkan perubahan-perubahan secara menyeluruh dalam suatu desain di mana manusia termasuk di dalamnya, proses tersebut melibatkan ilmuwan sebagai penasehat, pembuat keputusan dan dengan memakai unsur-unsur seni visual seperti: garis bentuk, ruang, cahaya, warna, tekstur sehingga terbentuk suatu desain. Dalam proses perancangannya dilaksanakan pemilihan dan penggabungan bahan-bahan untuk mencapai suatu yang diinginkan. Pememecahan masalah yang diinginkan adalah optimalisasi terhadap sejumlah kebutuhan dalam kerangka kondisi yang diinginkan.

Dalam mendesain meliputi tema umum dengan mempertimbangkan aktifitas yang terjadi, sehingga wujud desain akan serasi dengan unsur-unsur lain (garis s/d warna dan lain-lain yang merupakan unsur-unsur elementer) dan nilai yang terkait dalam lingkungan keberadaannya seperti: ergonomi, fungsional dan balance. Semua itu merupakan jawaban atas kebutuhan manusia sehingga dapat sesuai dengan tututan aktifitas dan tatanan kehidupan yang berakibat pada peningkatan kehidupan.

Jones (1978) juga menyatakan, bahwa proses awal yang penting dari desain adalah proses analitik yang dimulai dengan observasi objektif dan induktif yang di dalamnya juga termasuk dan terlibat proses-proses kreatif, kesimpulan-kesimpulan yang sifatnya subyektif dan proses deduktif. Jika simpulan terhadap suatu masalah sudah dihasilkan, maka dilanjutkan dengan alternatif desain, gambar-gambar, rencana kerja, maket dan lain-lain.

(8)

Observasi Pengukuran

MOCK UP

PROYEK

PENGUMPULAN DATA

ANALISA SINTESA PENGEMBANGAN

PERWUJUDAN DESAIN

proses induktif

proses deduktif Tahap Analitik

Tahap Kreativ

Tahap akhir

(9)

Sumber: J Christopher Jones, 1978, Design Methods, Seeds of human future, London: John Wiley & Sons Ltd

Pendapat Bryan Lawson juga sejalan dengan Jones. Ia berpendapat bahwa proses analisis-sintesis-evaluasi penting dilakukan dalam proses desain. Namun, Lawson secara Spesifik lebih menekankan aspek umpan balik (feed back) dalam setiap langkah berpikir. Demikian juga dengan Bruce Archer secara lebih terinci mengungkapkan bahwa proses nalar induktif secara lebih luas harus diterapkan pada tahap awal proses mendisain. Sementara itu, nalar deduktif untuk ditekankan pada tahap analisis-sintesis desain. (Sachari, 1999; 30).

Jika pada pra-revolusi industri desain terlahir dari kebutuhan untuk memperindah suatu barang atau meningkatkan bentuk visual suatu produk, maka kini desain itu ditarik lagi lebih ke dalam; yaitu sebagai proyeksi pemecahan masalah dari kebutuhan fisik manusia. Berdasarkan hal itu dalam pendidikan tinggi desain di Institut Seni Indonesia Denpasar misalnya berkembang menjadi satu bagian keilmuan tersendiri, Ilmu empiris, ilmu yang tidak cukup hanya didasarkan logika semata, tetapi juga melandasi ke budaya riset dan pembuktian kemudian tahap perkembangan ilmu itu sementara ini memecah menjadi dua kelompok besar: Desain Komunikasi Visual dan Desain Interior. Tapi di Indonesia sudah terdapat dalam empat kelompok besar seperti di ITB ada Desain Tekstil, dan Desain Produk.

(10)

Dalam perkembangan berikutnya, istilah seni rupa dilengkapi menjadi seni rupa murni (seni murni), desain grafis menjadi Desain Komunikasi Visual, Desain Tekstil menjadi Kria Tekstil, Desain Interior dan Desain Pertamanan. Pergeseran pengertian dan lingkup inilah yang menjadi titik tolak perkembangan desain di Indonesia, yaitu (1) desain dalam lingkup gambar (termasuk melukis, menggambar, dan menggambar bangunan), (2) desain dalam lingkup gaya seni (aspek estetis), (3) desain dalam lingkup seni rupa (termasuk pendidikan seni rupa dan Kerajinan), dan (4) desain dalam lingkup ketehnikan (karya teknologis). (Sachari dan Yan, 2001; 19)

Konsekwensi perkembangan profesi dan perkembangan ilmu adalah spesialisasi dan interdisipliner menjadi tak terhindarkan sehingga tercipta hasil desain yang bersifat holistik. Seorang desainer tak dapat bekerja sendiri untuk memecahkan masalah, ia memerlukan bantuan konsultasi dari ahli ekonomi, kontruksi, ergonomi, mekanikal dan elektrikal, pemipaan, manajemen dan lain-lain. Sehingga dengan demikian perkembangan ilmu yang membentuk kerangka profesinya juga harus menjembati kerja interdisipliner tersebut.

Secara Aksiologi, hasil penelitian desain bermanfaat baik secara akademis untuk kemajuan pengembangan teori dan metode desain maupun secara praktis untuk membantu mengindentifikasi masalah-masalah yang ada di masyarakat dan mencoba menaggulangi dengan memberikan rekomendasi, serta menciptakan inovasi yang dapat memberikan kenyamanan maupun ketenangan bagi masyarakat.

Desain bertujuan untuk menyesuaikan antara hasil desain dengan manusia sebagai pemakainya dengan menyadari kelebihan keterbatasan serta kemampuan yang dimilikinya. Dalam penyesuaian ini unsur-unsur kelebihan dan keterbatasan serta kemampuan manusia dijadikan acuan, kemudian dipadupadankan dengan unsur-unsur seni dan teknologi untuk mencapai keamanan, kenyaman dan keindahan. Dilihat jauh ke depan bahwa dengan desain mampu meningkatkan efisiensi, produkvitas dan kwalitas hidup manusia. Untuk bisa mewujudkan hal tersebut dalam program pendidikan telah dirancang sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur norma, etika, kepribadian dan moral telah menjadi satu kesatuan yang sangat utuh serta sesuai dengan toksonomi tujuan pendidikan yang menyesuaikan antara kemampuan cognitif, psychomotoric dan affective. Serta lebih jauh dikembangkan menjadi sebuah kurikulum yang berbasis kompetensi dengan elemem-elemen: kepribadian; penguasaan ilmu dan keterampilan; kemampuan berkarya; sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasai; pemehaman kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya (LP3 Unud, 2004)

Sehingga dengan Desain, orang-orang yang mempelajarinya memiliki kepribadian, keilmuan dan ketrampilan, ahli dalam berkarya, memiliki prilaku dalam berkarya dan mampu hidup dan bekerja bersama-sam dalam masyarakat.

3.PENUTUP 3.1. Kesimpulan

(11)

ilmiah. Aspek Aksiologisnya, desain mengikuti serta mematuhi etika dan norma yang ada, memberikan pengertian-pengertian umum, rational dan empiris tentang kebutuhan masyarakat.

2. Batas dan ciri keilmuan Spesifik desain dapat dilihat bahwa desain memiliki kekhasan sebagai ilmu yang multi guna, secara ontologis objek materi desain adalah sikap kegiatan dan pengetahuan manusia terhadap lingkungannya dalam rangka menemukan kebutuhan material dan spiritual. Secara epistemologi, desain mempunyai metode yang rasional, jelas dan tersistimatis. Aspek Aksiologisnya adalah secara teoritis (akademis) memperkaya khasanah keilmuan desain, baik untuk Penyempurnaan teori, metodelogi dan secara empiris, mengindefikasi masalah-masalah di masyarakat dan mencoba menanggulangi dengan memberikan inovasi, dilandasi sikap netral moral sebagai ilmuwan.

3. Desain patut dikembangkan menjadi institusi yang lebih besar seperti Fakultas Desain, yang didasarkan atas kebutuhan masyarakat, memiliki obyek yang jelas, serta patuh terhadap norma serta etika yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Sachari Agus. 1986. Paradigma Desain Indonesia, Jakarta: CV Rajawali.

Sachari Agus dan Sunarya Yan Yan. 1999. Modernisme, Sebuah Tinjauan Historis, Desain Modern, Jakarta; Balai Pustaka.

Sachari Agus dan Yan Yan. Sunarya 2001. Desain dan dunia Kesenirupaan Indonesia dalam Wacana Transformasi Budaya, Bandung; ITB.

Subarmiati,W. , 2001. Disain Interior, Denpasar: Seni Rupa, Unud. Suriasumantri, Jujun S. 1991. Filsafat Ilmu.

Taryadi Alfons. 1991. Epostemologi Pemecahan Masalah Menurut Karl.R.Popper. Jakarta PT; Gramedia.

Bakhtiar Amsal, 2005. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Jujun S. Suriasumantri 2005. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada).

Jones J. Christopher 1978, Design Methods, Seeds of Human Future, London: John Wiley & Sons Ltd

Referensi

Dokumen terkait

Penetapan solusi penggunaan media lego warna untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran operasi hitung penjumlahan bilangan bulat yang dilakukan

Palawakya yang banyak dikenal merupakan terjemahan dari karya sastra Arjuna Wiwaha namun palawakya dalam putru ini menceritakan serangkaian proses upacara ngaben dan memukur

Di lokasi ini dilakukan kegiatan penanganan pascapanen yang meliputi penyeragaman ukuran (grading), penyeragaman jenis, pemulihan kesehatan ikan, pengepakan,

PENGOLAHAN PRODUK KP 2650 SERTIFIKAT KELAYAKAN PENGOLAHAN 228 PERALATAN PENGOLAHAN 5 SARANA PASCA PANEN 2 UNIT PENGOLAHAN IKAN MENUJU ZERO WASTE SKPT 2 SENTRA KELAUTAN

Tempat: Jabatan Insolvensi Malaysia, Cawangan Kuching, Tingkat 1, Wisma Hong, No.. Mahkamah: Mahkamah Tinggi

Usaha dan upaya untuk senantiasa melakukan yang terbaik atas setiap kerja menjadikan akhir dari pelaksanaan penelitian yang berwujud dalam bentuk penulisan skripsi

Temuan bahwa model belajar konstruktivis lebih baik daripada model belajar konvensional dalam mengubah miskonsepsi siswa ditinjau dari penalaran formal siswa, memberikan

Pembentukan AMF tertuang dalam APSC (ASEAN Political- Security Comunit) Blueprint (2009-20015) yaitu dalam butir A.2.5 Mempromosikan Kerja Sama Maritim ASEAN