BAB I PENDAHULUAN
A.Latar belakang Penelitian
Kualitas pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah ditentukan oleh
berbagai faktor, diantaranya adalah kemampuan guru dalam mengajar dan minat
siswa untuk belajar. Guru pendidikan jasmani yang kurang memahami hakikat
pendidikan jasmani akan sulit mewujudkan efektivitas dan efisiensi pengajaran
sehingga berdampak pada sulitnya mencapai tujuan pembelajaran pendidikan
jasmani secara maksimal. Oleh karena itu, guru pendidikan jasmani harus
memahami hakikat pendidikan jasmani, salah satu hakikat pendidikan jasmani
menurut Suherman (2009, hlm. 5) adalah:
Pendidikan melalui dan tentang aktivitas fisik. Terdapat tiga kata kunci dalam definisi tersebut, yaitu 1) pendidikan yang direfleksikan dengan kompetensi yang ingin diraih siswa. 2) melalui dan tentang gerak sebagai kata sambung yang menggambarkan keeratan hubungan yang dinyatakan dengan berhubungan langsung atau tidak langsung, dan 3) adalah gerak yang merupakan bahan kajian yang telah tertera dalam kurikulum penjas.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, guru pendidikan jasmani idealnya
memahami kompetensi yang harus dimiliki siswa yaitu, pemahaman, pengetahuan
dan pengembangan sikap melalui aktivitas gerak yang diharapkan setelah
pembelajaran penjas. Dalam proses pembelajaran pendidika n jasmani di sekolah,
siswa diberi pengalaman belajar melalui aktivitas jasmani. Aktivitas jasmani ini
diharapkan dapat mengembangkan kemampuan gerak siswa. Sebagaimana yang
di ungkapkan oleh Pusat Kurikulum DEPDIKNAS (2003, hlm. 1) yaitu:
Peningkatan kualitas generasi muda jaman sekarang, salah satunya dapat
dicapai melalui pendidikan, pendidikan diyakini sebagai investasi jangka
panjang yang sangat berharga dan pendidikan mempunyai peran sangat dominan
dalam penentuan nasib sebuah bangsa. Peranan ini berkaitan secara langsung
dengan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) baik di masa sekarang
maupun di masa yang akan datang. Agar dapat menghasilkan SDM yang
berkualitas dalam pendidikan dibutuhkan guru yang kreatif dan inovatif dalam
kegiatan pembelajaran, baik dalam penggunaan media, model, dan strategi
pembelajaran. Penggunaan model dan strategi pembelajaran yang tepat dapat
menciptakan suasana belajar yang bermakna serta menyenangkan bagi siswa.
Guru memiliki peran sentral dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan
jasmani. Berkualitas tidaknya pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah sangat
ditentukan oleh guru karena guru dituntut untuk melakukan pembelajaran secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, efisien, memotivasi siswa untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas,
dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
psikologis siswa. Hal ini sesuai dengan PERMENDIKBUD No 65 tahun 2013
tentang Standar Proses, dengan mengacu pada prinsip-prinsip pembelajaran
sebagai berikut :
a. Perbedaan individual siswa, antara lain kemampuan awal, tingkat intelektual,
bakat, potensi, minat, motivasi belajar, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar,
kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai,
dan/atau lingkungan siswa.
b. Partisipasi aktif siswa dan berpusat pada siswa untuk mendorong semangat
belajar, motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, inovasi dan
kemandirian.
Pembelajaran yang dilakukan oleh guru mempunyai makna luar biasa bagi
perkembangan anak dimasa kini dan dimasa yang akan dating, Suherman, (2009,
hlm. 10) menyatakan bahwa :
Aktivitas fisik dan olahraga di masa yang akan datang mungkin sangat berbeda dengan aktivitas fisik dan olahraga yang ada dan popular pada masa sekarang. Oleh karena itu program yang ada sekarang selayaknya mempersiapkan anak didik dengan keterampilan-keterampilan gerak dasar yang sangat diperlukan untuk setiap aktivitas fisik dan olahraga, baik yang sedang popular pada masa sekarang maupun aktivitas fisik yang mungkin akan ditemukan di masa yang akan datang.
Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan
seseorang karena melalui pendidikan seseorang dapat meningkatkan kecerdasan,
keterampilan, mengembangkan potensi diri, dan dapat membentuk pribadi yang
bertanggung jawab, cerdas, dan kreatif. Pendidikan jasmani pada hakikatnya
adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan
perubahan holistic dalam kualitas hidup.
Belajar akan lebih bermakna dan menyenangkan bagi siswa bila siswa
mengalami secara langsung apa yang dipelajarinya, oleh karena itu diperlukan
pendekatan yang tepat agar siswa dapat mengalami apa yang dipelajarinya. Peran
guru atau pendidik adalah sebagai fasilitator dan merangsang atau memberikan
stimulus, sehingga siswa mau belajar sendiri dan merumuskan pengertiannya
serta mengevaluasi apakah gagasan siswa itu sesuai dengan gagasan para ahli atau
tidak, sedangkan tugas siswa aktif belajar, mencerna, dan memodifikasi gagasan
sebelumnya. Siswa bukan mobil yang bisa di pindah-pindahkan tempat
seenaknya, apabila supir menginginkannya. Siswa bukan wayang golek yang
hanya dapat diatur sesuai keinginan dalangnya, tetapi siswa adalah anak manusia
yang harus diberikan pemahaman agar dia menyadari bahwa kelak dia harus
mandiri tanpa bergantung kepada orang lain. Oleh karena itu guru harus mampu
memberikan pemahaman yang baik kepada siswanya agar setiap siswa sadar akan
tugas dan peranannya baik di sekolah maupun di lingkungannya.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 69 Tahun 2013
Tentang Tujuan Kurikulum 2013 adalah untuk mempersiapkan manusia
yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi
pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara,dan peradaban dunia.
Berdasarkan pernyataan di atas, guru mempunyai tanggung jawab yang
lebih luas dalam membantu siswa untuk mencapai perkembangan yang optimal.
Oleh sebab itu guru diharapkan dapat menciptakan situasi kegiatan belajar dan
pembelajaran di sekolah dengan efektif dan efisien, sehingga siswa diharapkan
dapat mencapai hasil belajar yang optimal. Untuk mencapai hasil belajar yang
optimal bagi siswa, setiap kesulitan atau masalah yang timbul dalam belajar
seyogyanya dapat segera diidentifikasi dan segera diberikan bantuan atau
perbaikan. Ini berarti bahwa setiap guru dituntut kemampuannya untuk
memberikan bantuan pada siswa yang mengalami kesulitan atau masalah dalam
belajar, materi yang di bahas dan pembelajaran. Jika proses belajar yang
diharapkan berjalan tidak sesuai dengan kenyataan, maka hal inilah yang
menyebabkan terjadinya masalah. Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu
yang dialami oleh siswa dan menghambat kelancaran proses belajarnya. Kondisi
tersebut, berkenaan dengan keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-kelemahan
yang dimilikinya dan dapat juga berkenaan dengan lingkungan yang tidak
menguntungkan bagi dirinya. Permasalahan belajar penjas tidak hanya dialami
oleh siswa yang lambat dalam penguasaan geraknya, tetapi juga dapat menimpa
siswa yang mempunyai penguasaan gerak yang istimewa. Salah satu
permasalahan yang ada adalah apakah saat ini guru pendidikan jasmani dalam
proses pembelajarannya sudah sesuai dengan apa yang diharapkan?. Suherman
(2009, hlm. 71) menjelaskan sebagai berikut:
Lingkungan belajar yang mendukung terciptanya proses belajar mengajar
yang kondusif adalah bagaimana guru mampu mengatur siswa untuk terus belajar
gerak dan disiplin untuk mencapai tujuannya. Dukungan alat dan sarana
pembelajaran sehingga proses pembelajaran bisa berlangsung efektif, serta
bagaimana mengelola waktu pembelajaran sehingga tepat sesuai dengan alokasi
jumlah jam pelajaran yang tersedia. Efektivitas guru dalam proses pembelajaran
sangat berpengaruh pada produk pembelajaran itu sendiri, terutama pada
pembelajaran pendidikan jasmani yang menuntut guru melakukan inovasi dengan
berbagai macam metode, model, pendekatan dan teknik pembelajaran.
Perubahan perilaku sebagai hasil belajar adalah perubahan yang dihasilkan
dari pengalaman interaksi dengan lingkungan, di mana proses mental dan
emosional terjadi. Gagne (1985, hlm. 135) mengemukakan bahwa, “Learning is
change in human disposition or capacity, wich persists over a period time, and
which is not simply ascribable to process a growth. Belajar adalah perubahan
yang terjadi dalam kemampuan manusia setelah belajar secara terus menerus,
bukan hanya disebabkan karena proses pertumbuhan saja. Seseorang yang belajar
akan mengalami perubahan perilaku, baik yang berupa pengetahuan, keterampilan
motorik, atau penguasaan nilai-nilai (sikap). Perubahan perilaku sebagai hasil
belajar dikelompokkan dalam 3 ranah, yaitu: pengetahuan (kognitif), keterampilan
motorik (psikomotorik), dan penguasaan nilai-nilai atau konsep (afektif).
Materi pelajaran yang diberikan oleh guru kadang memberatkan sebagian
siswa sehingga berdampak terhadap penyerapan materi dan ketuntasan belajar,
hal inilah yang akan menyebabkan siswa menjadi lambat memahami materi yang
diberikan oleh guru. Beban yang semakin hari semakin berat mengakibatkan
minat siswa dalam pembelajaran akan menjadi menurun dan bisa menyebabakan
boredom (bosan). Dampak lain yang lebih fatal adalah siswa tidak lagi mau
mengikuti pelajaran penjas karena menganggap mata pelajaran penjas sebagai
Salah satu alternatif dalam menyelesaikan permasalahan dalam pembelajaran
pendidikan jasmani adalah dengan memberikan perhatian dan dukungan terhadap
siswa dalam proses KBM baik secara langsung maupun tidak langsung. Suherman
(2009, hlm. 121) menyatakan, “Tantangan terberat bagi guru penjas pada waktu
mengajar adalah bagaimana mengaktifkan semua siswa yang bervariasi tingkat
kemampuannya tersebut mempelajari suatu keterampilan secara serempak dalam waktu yang bersamaan”. Karena tugas berat tersebut maka seorang guru pendidikan jasmani dituntut untuk terampil dalam menjabarkan materi dari
SK/KD kurikulum yang diterapkan serta dapat mengimplikasikan dengan apa dan
bagaimana tugas gerak yang akan dilakukan siswa, guru pendidikan jasmani
dituntut pula untuk tetap energik membantu siswa dalam penguasaan geraknya
serta selalu cerdas dan responsive menyikapi ketika pembelajaran berlangsung
termasuk memodifikasi dan mengembangkan tugas gerak siswa.
Berdasarkan pernyataan tersebut, guru pada hakekatnya mempunyai
tanggung jawab yang lebih luas dari peranannya sebagai pendidik dan pengajar.
Guru sebagai pendidik bertanggung jawab untuk membantu siswa dalam
mencapai perkembangan yang optimal. Oleh sebab itu guru diharapkan dapat
menciptakan situasi kegiatan belajar dan pembelajaran yang efektif dan efisien,
sehingga siswa diharapkan mencapai hasil belajar yang optimal. Untuk mencapai
hasil belajar yang optimal bagi siswa, maka setiap kesulitan atau masalah yang
timbul dalam belajar seyogyanya dapat segera diidentifikasi dan segera pula
diberikan bantuan atau perbaikan. Ini berarti bahwa setiap guru dituntut
kemampuannya untuk mampu memberikan bantuan pada siswa yang mengalami
kesulitan atau masalah dalam belajar, materi yang di bahas, dan pembelajaran.
Pembelajaran yang kurang efektif di sekolah disebabkan karena kurangnya
pemahaman guru dalam proses KBM, pemilihan materi, metode, penentuan
konten belajar, dan pemahaman siswa. Efektifitas seorang guru dalam proses
pembelajaran sangat berpengaruh pada produk pembelajaran itu sendiri, terutama
modifikasi berbagai macam metode pengajaran serta menerapkan metode yang
variatif.
Proses belajar mengajar (PBM) merupakan interaksi berkelanjutan antara
perilaku yang dilakukan oleh guru dan perilaku yang dilakukan siswa (Mosston
dan Asworth, 1994). Pelaksanaan proses belajar mengajar pendidikan jasmani dan
olahraga, terdapat empat faktor yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, yaitu;
(1) tujuan, (2) materi, (3) metoda, dan (4) evaluasi. Beberapa faktor yang dapat
meningkatkan minat belajar siswa dalam pembelajaran penjas seperti yang
dikemukakan Rink (1993:hlm 17) bahwa, faktor-faktor yang mempengaruhi
proses belajar mengajar pendidikan jasmani dan olahraga, yaitu: (1) motivasi
belajar siswa, (2) kemampuan siswa, (3) kemampuan guru, dan (4) fasilitas
pembelajaran. Keempat faktor ini sangat dominan dalam menentukan
keberhasilan dalam proses maupun upaya mencapai tujuan pembelajaran di
sekolah.
Realita di SMAN 1 Baleendah menunjukan bahwa sebagian besar siswa
kurang memiliki kemauan belajar yang baik terhadap pendidikan jasmani.
Banyak siswa merasa “ogah-ogahan” di dalam/luar kelas, berganti pakaian yang
lama ketika pergantian jam pelajaran dan tidak mampu memahami dengan baik
pelajaran yang disampaikan oleh guru-guru mereka. Hal ini menunjukan bahwa
siswa tidak mempunyai motivasi yang kuat untuk belajar. Siswa masih
mengganggap kegiatan belajar tidak menyenangkan dan memilih kegiatan lain di
luar kontek belajar seperti menonton televisi, sms, chatting dan bergaul dengan
teman sebaya. Motivasi mempunyai peranan yang cukup besar dalam upaya
belajar. Tanpa motivasi, siswa tidak mungkin melakukan kegiatan pembelajaran.
Motivasi merupakan tenaga dari dalam yang menyebabkan seseorang untuk
berbuat sesuatu. Energi yang di timbulkan motivasi dapat mempengaruhi gejala
kejiwaan, misalnya adalah perasaan, perasaan akan timbul simpati yang
menyebabkan kegiatan belajar siswa yang memiliki motivasi belajar yang kuat,
belajar siswa akan membuat mereka tertarik pada hal-hal yang negatif. Raymond
dan Judith (2004, hlm. 22) mengungkapkan bahwa secara harfiah anak- anak
tertarik pada belajar, pengetahuan, seni (motivasi positif) namun mereka juga bisa
tertarik pada hal–hal yang negatif seperti minum obat-obatan terlarang, pergaulan
bebas dan lainnya. Motivasi belajar pada siswa tidak akan lenyap tapi ia akan
berkembang dalam cara-cara yang bisa membimbing mereka untuk menjadikan
diri mereka lebih baik atau juga bisa sebaliknya. Hal inilah yang harus
diperhatikan oleh orang tua, guru dan pengambil kebijakan dalam bidang
pendidikan.
Guru sering kali mengalami hambatan dalam upaya peningkatan motivasi
siswa pada pembalajaran penjas. Apakah aktivitas yang diberikan dalam proses
pembelajaran telah sesuai dengan kemampuan siswa? Waktu penentuan sebuah
aktivitas berpengaruh terhadap kecepatan seorang guru dalam merubah
pengajaran kurang efektif, yang kemudian diperbaiki dengan aktivitas yang baru
dan lebih efektif. Guru penjas harus memberikan pengajaran yang membantu
siswa melakukan aktivitas gerak sehingga siswa dapat dengan baik melakukan
aktivitas dan termotivasi dalam pembelajaran. Guru juga diupayakan untuk lebih
memberikan aktivitas yang lebih menantang sehingga siswa tidak mengalami
kejenuhan serta termotivasi untuk menjawab tantangan dari tugas gerak tersebut
dalam proses pembelajaran.
Motivasi belajar siswa tentu saja tidak mudah didapat jika anak tidak
diberikan stimulus dalam melakukan aktivitas olahraga. Oleh karena itu seorang
guru harus mampu meciptakan suasana yang menyenangkan dalam pembelajaran
pendidikan jasmani yang dapat meningkatkan motivasi siswa. Menurut Suherman
(2009, hlm. 132) tenaga pengajar memiliki tiga pilihan penting selama proses
belajar mengajar berlangsung:
2. Menyempurnakan aktivitas belajar dengan cara memberikan kunci atau resep latihan yang mengakibatkan kualitas keterampilan siswa lebih baik/efisien (penyempurnaan kualitas teknik).
3. Memberikan tantangan kepada siswa sehingga siswa punya kesempatan untuk menguji kemampuannya dan terus mempunyai motivasi untuk terus melakukan latihan (tantangan).
Bardasarkan pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengembangan
isi pelajaran sangat penting sehingga upaya meningkatkan motivasi siswa untuk
aktif belajar untuk mengikuti proses pembelajaran Pendidikan Jasmani dapat
berjalan dengan baik. Sukses tidaknya suatu proses pembelajaran bisa ditentukan
oleh pengembangan isi pelajaran, pengembangan isi pelajaran, dan
mengembangkan isi dari sebuah materi yang akan diajarkan. Materi pelajaran
tersebut dapat disesuaikan dengan kebutuhan sehingga pembelajaran pendidikan
jasmani bisa menjadi lebih menarik, tidak monoton, variatif dan dapat
menumbuhkan motivasi bagi siswa untuk melakukan tugas aktivitas geraknya.
Pembelajaran dan pelatihan beladiri, khususnya karate, sudah sangat lekat
dengan istilah kaku, keras dan disiplin yang tinggi sehingga kohai atau siswa tidak
mendapatkan ruang yang cukup untuk memilih jenis tugas geraknya sesuai
keinginan sendiri. Bela diri asal Jepang, yang berkarakter kaku-keras, akan
sangat sulit dipraktekan di dalam pembelajaran penjas dengan alasan menurut,
Peterson (2010, hlm. 3) bahwa pembelajaran karate adalah :
The martial arts can be dangerous. Minor injuries such as bruises, scrapes and sometimes sprains are not uncommon. A good school pushes students to their limits but not at the expense of permanent injury. Problem schools are schools where the students or instructors are out of control. In these problem schools, injuries are a regular occurrence or sometimes are intentional. Besides the moral implications of these kinds of injuries, such constant danger is counterproductive. A student who is constantly afraid won't learn well.
Berdasarkan pernyataan tersebut, penulis berasumsi bahwa pembelajaran
rentan terhadap resiko cedera serta benturan secara langsung, akan menimbulkan
rasa takut yang semakin tinggi sehingga akan menyebabkan siswa enggan dalam
melakukan pembelajaran, karena tertanam dalam benak sebagian masyarakat bahwa beladiri itu “menakutkan”, sehingga pembelajaran beladiri karate di sekolah pun siswa cenderung untuk enggan mengikutinya.
Pentingnya pembelajaran beladiri diungkapkan oleh seorang master beladiri
dan pendidikan asal Jepang, Yoshinori (2010, hlm. 7) bahwa:
The martial arts are all about learning to confront serious problems in the most straightforward and efficient way possible. I am convinced that introducing children to this kind of practical, experience-based learning from their earliest years would have all kinds of benefits in terms of their later development.
Berdasarkan pernyataan di atas, bahwa belajar seni beladiri adalah tentang
bagaimana belajar untuk menjawab berbagai masalah yang serius dengan mudah
dan efisien. Alangkah lebih baik apabila pembelajaran beladiri dimulai sedini
mungkin karena manfaat yang diperolehnya hingga perkembangan mereka
selanjutnya.
Pada kenyataannya, proses pembelajaran beladiri tidak mudah untuk
dikembangkan di sekolah, karena guru/instruktur memegang kendali penuh dalam
setiap pemberian materi latihan/pelajaran sehingga proses pembelajaran beladiri berlangsung satu arah dan terkesan ”kaku”. Kebiasaan yang berlangsung pada saat pembelajaran beladiri guru menjelaskan teknik yang akan dipelajari, memberikan
contoh tugas gerak dan selanjutnya memberi aba-aba siswa untuk melakukan
tugas gerak yang dilakukan secara klasikal atau bersama-sama. Cave (2012, hlm.
5) mengungkapkan bahwa :
Karate is boring, it’s all the same. I tell students this all the time. Of course I
times. And thinking about that sort of repetition in solo training can be daunting. However, recognizing the repetition in concepts can be very inspiring.
Pendapat tersebut menegaskan bahwa cara melatih karate sekarang ini dinilai
terlalu membosankan, karena aspek yang ditekankan adalah pengulangan yang
dilakaukan ratusan bahkan ribuan kali, hal ini membuat rasa jenuh bagi
siswa/karateka karena mereka selalu mengulangi gerakan yang sama secara
berulang-ulang. Lebih jauh Twemlow dan Sacco (1998, hlm. 131)
mengungkapkan:
Studied 42 youths and found that karate training did not increase aggressivness. however, it was hypothesized that the more violent youths would trend to drop out of training , thus confounding the results. a follow-up study sfollow-upported the traditional training hypothesise ra ther than negative selection as an explanation of reduced aggresion. the reseachers suggested that there are three key element when working with violent adolescensts. first is the role of the sensei as an "exemplar of restraint" a parent figure , and someone with faith in the student. second is the teaching of the do (the ethics and philosophy of martial arts) along with the physical training. third is the use of the kata (noncombative physical forms), which stress technique rather than conflict.
Menurut pendapat tersebut bahwa pelatihan bela diri yang menekankan pada
metode yang lama akan memicu pada meningkatkan agresivitas para siswa dan
akan merusak pada tujuan semula, akan tetapi filosofi pembelajaran bela diri
adalah untuk pertahanan diri dan peningkatan kondisi fisik atau kebugaran
jasmani. Dalam pembelajaran beladiri di sekolah, hal demikian sangatlah tidak
sesuai dengan semangat kurikulum 2013 dimana terjadi pergeseran dari
pembelajaran berpusat dari guru (teacher center) ke pembelajaran berpusat
kepada siswa (student center).
Pergeseran makna yang terjadi pada Kurikulum 2013, diharapakan dapat
menjadikan pembelajaran yang lebih bermakna serta dapat meningkatkan kualitas
pendidikan secara umum. Peningkatan motivasi ini didasarkan pada perubahan
melibatkan siswa dalam pembelajaran di lapangan. Selain dengan hal itu guru
juga mempunyai peran yang sangat penting dalam peningkatan motivasi. Peran
pengajar adalah membangkitkan motivasi dalam diri siswanya agar makin aktif
belajar. Membangkitkan motivasi belajar tidak hanya terletak bagaimana peran
pengajar, namun banyak hal yang mempengaruhinya. Kreatifitas serta aktivitas
guru /instruktur beladiri harus mampu menjadi inspirasi bagi para siswa sehingga
siswa akan lebih terpacu motivasi untuk belajar beladiri, berkarya dan berkreasi.
Pengajar bertugas memperkuat motivasi belajar siswa lewat penyajian pelajaran,
penghargaaan, sanksi-sanksi dan hubungan pribadi siswanya.
Dalam kontek penelitian ini guru melakukan hal yang menggiatkan anak
dalam belajar, peran guru untuk mengelola motivasi belajar sangat penting dan
dapat dilakukan melelui berbagai aktivitas belajar. Kemampuan mengajar
menjadikan dirinya model yang mampu membangkitkan rasa ingin tahu dan
kesanggupan dalam diri siswa merupakan aset utama dalam membangkitkan
motivasi. Pembelajaran dengan melibatkan siswa diharapakan dapat membantu
siswa dalam pengembangan keterampilan dan pengembangan motivasi dalam diri
siwa tersebut. Pembelajaran yang berpusat pada guru biasanya menyebabkan
siswa menjadi tertekan dalam proses pembelajaran yang sedang berlangsung hal
ini karena menganggap guru adalah seseorang yang sangat menakutkan.
Banyak cara yang digunakan dalam meningkatkan motivasi belajar siwa
pada pembelajara pendidikan jasmani, menurut Suherman (2009, hlm. 124)
terdapat enam teknik dalam memotivasi siswa yaitu: teaching by invitation,
intratask variations, task sheet, stations atau learning centers, child design
activities, dan videotaping.
Berdasarkan pernyataan di atas dalam pembelajaran penjas bahwa
meningkatkan motivasi mempunyai peran yang sangat penting karena dapat
meningkatkan keikutsertaan siswa dalam pembelajaran penjas, sehingga tidak ada
lagi siswa yang hanya menjadi penonton. Salah satu cara yang dapat digunakan
pembelajaran penjas adalah dengan menggunakan teknik stations (learning
centers) dan intratask variations.
B.Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang di kemukakan di atas, maka penulis
mengidentifikasi masalah penelitian sebagai berikut :
1. Tidak adanya inovasi dalam merubah aktivitas gerak yang layak dalam
pembelajaran penjas sehingga tidak tercipta suasana joyfull instruction.
2. Guru tidak bisa menyesuaikan aktivitas gerak sesuai kemampuan siswanya
sehingga menyebabkan tidak tercapainya tujuan pembelajaran bagi sebagian
siswa, dan siswa kurang termotivasi untuk mengikuti pembelajaran
pendidikan jasmani.
3. Pembelajaran karate lebih berpusat pada guru atau instruktur.
4. Dalam pembelajaran karate, guru sering memberikan hukuman fisik yang
mengakibatkan siswa kurang tertarik untuk mengikuti pembelajaran.
5. Pembelajaran beladiri di sekolah cenderung membosankan dan monoton.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, salah satu yang dapat
digunakan adalah pemberian materi dengan menggunakan teknik stations
(learning centers) dan intratask variation, namun teknik ini belum tentu berhasil
dalam meningkatkan motivasi belajar karena belum pernah dilakukan penelitian
sebelumnya, maka diperlukan penelitian untuk menguji manfaaat dari teknik
stations (learning centers) dan intratask variation pada pembelajaran penjas.
C.Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, penulis berasumsi bahwa salah
satu cara untuk mengatasi berbagai permasalahan dalam pembelajaran penjas
secara umum dan khususnya pembelajaran beladiri adalah dengan menggunakan
tersebut penulis merumuskan masalah yang dituangkan dalam kalimat pertanyaan
penelitian. Rumusan masalah yang penulis ajukan adalah:
1. Apakah terdapat pengaruh teknik stations (learning centers) terhadap
motivasi belajar pada pembelajaran beladiri (karate)?
2. Apakah terdapat pengaruh teknik intratask variations terhadap motivasi
belajar pada pembelajaran beladiri (karate)?
3. Teknik manakah yang paling berpengaruh terhadap motivasi belajar
siswa, teknik stations (learning centers) atau intratask variation pada
pembelajaran beladiri?
D.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian sesuai dengan pertanyaan penelitian yang di ajukan pada
rumusan masalah, adalah untuk mengetahui pengaruh teknik stations (learning
centers) dan intratask variations pada motivasi belajar beladiri siswa kelas X dan
teknik manakah yang lebih berpengaruh terhadap motivasi belajar penjas dalam
materi beladiri (karate).
E.Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dalam penelitian ini adalah:
a) untuk menambah dan mengembangkan wawasan ilmu
pengetahuan serta lebih mendukung teori teori yang telah ada, yang
berhubungan dengan masalah yang sedang diteliti khususnya tentang
pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani;
b) sebagai sumber referensi bagi seorang guru dalam pengembangan atau
peningkatan motivasi belajar beladiri dengan menggunakan teknik
stations (learning centers) dan intratask variations. Diharapkan dengan
variations dapat menciptakan suasana pembelajaran yang efektif dan
efisien dalam pembelajaran penjas.
2. Manfaat Praktis a. Manfaat bagi guru
1) Membangun hubungan personal
2) Mencari tahu faktor-faktor yang menghambat siswa dalam belajar
3) Belajar dalam suasana yang menyenangkan.
4) Menggunakan teknik pembelajaran yang bervariasi.
5) Memberikan penghargaan atau pujian.
6) Meningkatkan dan menyadarkan guru untuk memilih satu diantara
bermacam-macam peran sebagai penasihat, fasilitator, teman diskusi,
penyemangat, pemberi hadiah atau pendidik.
7) Memberi peluang guru untuk “unjuk kerja” rekayasa pedagogis.
b. Manfaat bagi siswa
1) Membangkitkan, meningkatkan dan memelihara semangat siswa
untuk belajar sampai berhasil; membangkitkan bila siswa tak
bersemangat; meningkatkan bila semangat belajarnya timbul
tenggelam; memelihara bila semangatnya telah kuat untuk mencapai
tujuan belajar.
2) Mengetahui dan memahami motivasi belajar siswa bermacam ragam.
F. Struktur Organisasi Tesis
Secara keseluruhan, sistematika penelitian ini adalah: BAB I mengemukakan
tentang pembalajaran penjas di Sekolah Menengah Atas. Latar belakang
penelitian yang penulis kemukakan adalah bahwa penjas merupakan satu-satunya
mata pelajaran yang mempunyai UU SKN. Penulis mengemukakan tentang
bagaimana pemahaman guru terhadap siswa, bagaimana guru bisa
mengembangkan proses pembelajaran, memotivasi siswa, mnciptakan
pembelajaran yang menyenangkan. Selain itu juga bagaimana masalah-masalah
hanya menekankan pada aspek psikomotor saja sehingga akan mendapatkan hasil
yang timpang. Selain itu juga tentang manfaat penelitian baik secara teoritis
maupun praktis.
BAB II membahas tentang konsep motivasi dan teori-teori yang mendukung
tentang motivasi yang terkandung di dalamnya dan bagaimana teknik
meningkatkan motivasi dengan stations (learning centers) dan intratask
variations dalam pembelajran penjas, penelitian terdahulu yang menudukung
terhadap variabel bebas maupun variabel terikat, serta mengemukakan tentang
kerangka berpikir per variabel.
BAB III berisi tentang tempat penelitian yaitu di SMA Negeri 1 Baleendah ,
populasi dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas X
SMA Negeri 1 Baleendah dengan penarikan sampel secara Cluster Sampling
dengan menggunakan desain penelitian The Pre-Test Post-Test Two Experimental
Groups Design, insrumen test yang digunakan dalam penelitian ini dengan
menggunakan angket motivasi, definisi operasional, instrument penelitian hasil
belajar gerak pembelajaran beladiri karate, proses pengembangan instrument,
teknik pengumpulan data, analisis data.
BAB IV berisi tentang hasil analisis data yang disajikan dengan
menggunakan grafik batang dan berisi tentang diskusi penemuan di lapangan
yang berkaitan dengan penelitian yang penulis lakukan. BAB V berisi
kesimpulan dan saran yang berkaiatan dengan teknik meningkatkan motivasi
dengan menggunakan teknik stations (learning centers) dan intratask variations
sehingga di harapkan di masa yang akan datang akan ada penelitian yang