• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

14 2.1 Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah proses umum yang dilakukan peneliti dalam upaya menemukan teori, referensi dari semua jenis referensi berupa buku, jurnal, yang relevan dengan pemasalahan. Fungsi kajian pustaka adalah mengemukakan secara sistematis tentang hasil penelitian yang diperoleh terdahulu dan ada hubungannya denga penelitian yang dilakukan dimana kajian pustaka membantu peneliti mengembangkan pengertian serta wawasan yang mendalam.

2.1.1 Pengertian dan Fungsi-fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1.1 Pengertian Manajemen

Manajemen sangat penting untuk mengatur semua kegiatan dalam organisasi. Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur. Mengatur disini ditujukan kepada unsur-unsur manajemen yang terdiri dari : man,

money, methode, machines, materials, dan market yang dikenal dengan 6 M.

Banyak para ahli mengemukakan pendapat yang berbeda-beda tentang manajemen, tetapi pada prinsipnya mempunyai maksud dan tujuan yang sama. Untuk lebih jelasnya berikut ini dikemukakan pendapat para ahli mengenai pengertian manajemen, diantaranya adalah sebagai berikut :

(2)

Malayu S.P. Hasibuan (2006) manajemen sebagai berikut :

“Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertent”.

Dalam definisi tersebut arti kata seni mengandung maksud bahwa instansi memiliki gaya yang berbeda dalam menjalankan manajemennya. Ilmu manajemen disini diartikan suatu pengetahuan, cara ataupun teknik dalam menjalankan kegiatan instansi, untuk mengatur dan menjalankan instansi tergantung kepada kebijaksanaan dan keinginan instansi itu sendiri untuk memanfaatkan faktor sumber daya yang ada secara tepat guna mencapai tujuan instansi.

Bambang Wahyudi (2003:8), manajemen sebagai berikut :

“Manajemen adalah suatu proses pencapaian tujuan yang dilakukan dengan menggunakan bantuan sumber daya (orang lain) yang tersedia.

Pengertian tersebut mengandung maksud bahwa dalam suatu instansi tidak terlepas dari keterlibatan sumber daya manusia yang akan menentukan keberhasilan pencapaian tujuan instansi. Dalam mencapai tujuan tersebut, manusia sebagai sumber daya memiliki peranan yang sangat penting untuk menggerakan unsur-unsur pendukung lainya. Sumber daya manusia yang profesional merupakan ujung tombak untuk tercapainya tujuan perusahaan.

Bagaimanapun bunyi definisi manajemen, secara prinsip harus mengandung tiga unsur pokok, yaitu :

a. Suatu proses, yaitu dalam pelaksanaanya dilakukan dalam kurun waktu dan langkah-langkah tertentu.

(3)

b. Adanya sumber daya (manusia) lain, didalamnya terdapat manusia pegawai sebagai penggerak dan pelaksanan kegiatan manajemen didalam instansi pemerintahan.

c. Adanya tujuan, berupa harapan yang ingin dicapai instansi.

2.1.1.2 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen Sumber Daya Manusia dengan Manajemen Personalia adalah keduanya merupakan ilmu yang mengatur unsur manusia dalam suatu instansi maupun organisasi, agar mendukung terwujudnya tujuan. Sedangkan Sumber Daya Manusia (human resource) itu sendiri dapat didefinisikan kedalam dua bagian yaitu SDM secara makro dan mikro :

Sumber daya manusia secara makro merupakan keseluruhan potensi kerja yang dimiliki oleh suatu instansi maupun organisasi dalam cakupan yang luas baik yang telah bekerja dan terlibat dalam suatu instansi / organisasi maupun yang belum terlibat di dalamnya.

Sedangkan sumber daya manusia secara mikro merupakan individu ataupun kelompok yang memiliki kemampuan bekerja untuk direalisasikan dalam kegiatan dunia usaha dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya pada ruang lingkup organisasi maupun instansi pemerintah.

Perbedaan Manajemen Sumber Daya Manusia dengan Manajemen Personalia adalah manajemen sumber daya manusia dikaji secara makro, sedangkan manajemen personalia dikaji secara mikro, manajemen sumber daya

(4)

manusia pendekatannya secara modern, sedangkan manajemen personalia pendekatannya secara klasik.

Manajemen Sumber Daya Manusia menganggap bahwa pegawai adalah kekayaan ( asset ) utama instansi / organisasi, jadi harus dipelihara dengan baik. Manajemen personalia menganggap bahwa pegawai adalah faktor produksi, jadi harus dimanfaatkan secara produktif . Manajemen sumber daya manusia adalah suatu bidang manajemen yang khusus mempelajari hubungan dan peranan manusia dalam instansi maupun organisasi, unsur manajemen sumber daya manusia adalah manusia yang merupakan tenaga kerja pada instansi dengan demikian focus, yang dipelajari manajemen sumber daya manusia ini hanyalah masalah yang berhubungan dengan tenaga kerja manusia saja, jadi secara sederhana pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia adalah mengelola sumber daya manusia, dari keseluruhan sumber daya yang tersedia dalam suatu instansi maupun organisasi, maupun swasta.

Berdasarkan hal itu, maka manajemen sumber daya manusia secara sederhana dapat diberi pengertian sebagai ilmu manajemen yang diterapkan dalam masalah pengelolaan sumber daya manusia untuk pencapaian tujuan instansi organisasi. Berikut ini dikemukakan beberapa pendapat menurut para ahli mengenai manajemen sumber daya manusia yaitu :

Menurut Gary Dessler (2004:4), manajemen sumber daya manusia adalah:

“Human resource management (HRM) is the policies and practices involved in carrying out the “people” or human resource aspects of amanagement position ,including recruiting, screening, training, rewarding and appraising”.

(5)

Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah suatu kebijakan dan praktik menentukan aspek “manusia” atau sumber daya manusia dalam posisi manajemen termasuk merekrut, melatih, memberikan penghargaan dan penilaian.

T. Hani Handoko (2008:4), manajemen sumber daya manusia adalah : “Manajemen Sumber Daya Manusia adalah penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai baik tujuan-tujuan individu maupun organisasi”.

Veithzal Rivai (2005:1), manajemen sumber daya manusia adalah : “Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan, pengorganisasian, pelaksana dan pengendalian”

Malayu S.P Hasibuan (2006:10), manajemen sumber daya manusia adalah :

“Manajemen Sumber Daya Manusia ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat”.

Gary Dessler. yang di alih bahasakan oleh Achmad S. Ruky (2003 :14), adalah sebagai berikut :

“Manajemen Sumber Daya Manusia adalah semua konsep dan teknik yang dibutuhkan untuk menangani aspek personalia atau sumber daya manusia dari sebuah posisi manajerial, seperti rekutmen, seleksi, pelatihan, pemberian imbalan, penilaian dan semua kegiatan lain yang selama ini dikenal”.

Dalam definisi tersebut arti kata seni mengandung maksud bahwa instansi memiliki gaya yang berbeda dalam menjalankan manajemennya. Ilmu manajemen disini diartikan suatu pengetahuan, cara ataupun teknik dalam menjalankan

(6)

kegiatan perusahaan untuk mengatur dan menjalankan perusahaan tergantung kepada kebijaksanaan dan keinginan instansi itu sendiri untuk memanfaatkan faktor output yang ada secara tepat guna mencapai tujuan instansi maupun organisasi.

Berdasarkan beberapa para ahli yang telah mengemukakan pendapatnya diatas menunjukan bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan ilmu atau seni atau proses memperoleh, memajukan atau mengembangkan, dan memelihara sumber daya manusia sesuai dengan fungsi-fungsi manajemen baik manajerial maupun operasional dengan sedemikian rupa, sehingga tujuan instansi maupun organisasi dapat tercapai dengan efektif, efisiensi dan produktif. Fokus utama manajemen sumber daya manusia adalah pengelolaan pegawai, yaitu mengarahkan perilaku pegawai bagi kepentingan instansi pemerintah

2.1.1.3 Fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia

Sudah merupakan tugas manajemen SDM untuk mengelola manusia seefektif mungkin agar dapat diperoleh suatu sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, keterampilan dan profesionalisme yang akan membantu tercapainya tujuan individu dan instansi / organisasi. Dalam menjalankan pekerjaan seharusnya organisasi memperhatikan kegiatan utama dari manajemen sumber daya manusia tersebut agar dapat berjalan dengan baik dan tercapainya tujuan utama suatu organisasi seperti yang dikemukakan oleh Stephen P. Robbins (1999:5). Menurutnya, kegiatan utama manajemen sumber daya manusia terdapat pada gambar 2.1:

(7)

Gambar 2.1

Kegiatan MSDM dari Stephen P. Robbins (1999:5)

Kegiatan Manajemen Sumber Daya Manusia berdasarkan gambar 2.1 1. Penempatan (Staffing)

Pada tahapan ini MSDM melakukan rekruitmen terhadap para calon karyawan kemudian melakukan seleksi untuk menentukan para pegawai yang dianggap pantas bekerja di organisasi/perusahaan tersebut, serta membuat suatu rencana strategi sdm sebagai acuan bagi para karyawan dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya sesuai dengan dimana karyawan tersebut akan ditempatkan.

2. Pelatihan dan pengembangan (Training and development)

Pada tahapan ini MSDM terlebih dahulu melaksanakan suatu orientasi pengenalan terhadap lingkungan perusahaan kemudian melakukan suatu

Tujuan MSDM Pelatihan dan pengembangan: -Orientasi -Pelatihan -Pengembangan karir Motivasi: -Desain pekerjaan -Penilaian kinerja -Kompensasi -Tunjangan Pemeliharaan: - Keamanan dan kesehatan - Komunikasi - Tunjangan karyawan Penempatan : -Rencana strategi SDM -Rekruitmen

(8)

pelatihan kepada para karyawan, serta melaksanakan suatu pengembangan karier kepada para karyawan.

3. Motivasi (Motivation)

Pada tahapan ini MSDM melakukan suatu penyusunan desain pekerjaan, kemudian melakukan suatu penilaian kinerja para pegawai sebagai acuan untuk pemberian kompensasi serta tujangan yang dibutuhkan oleh para karyawan agar dapat meningkatkan motivasi kerja para pegawai.

4. Pemeliharaan (Maintenance)

Pada tahapa ini MSDM melakukan pemeliharaan karyawan dengan terlebih dahulu memberikan jaminan kesehatan serta keamanan kepada para karyawan, kemudian menjalin suatu komunikasi yang baik dengan para karyawan serta memberikan suatu tunjangan kepada karyawan dengan tujuan untuk memberikan rasa nyaman kepada para karyawan dalam bekerja.

Menurut Veitzhal Rivai (2009:13), fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia terdiri dari:

1. Fungsi Manajerial

a. Perencanaan (Planning)

Perencanaan (Human Resources Planning) adalah merencanakan tenaga kerja secara efektif dan efisien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan.

(9)

Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan memantapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi, wewenang, integrasi, dan koordinasi dalam bagan organisasi (organization

chart).

c. Pengarahan (Directing)

Pengarahan adalah kegiatan semua karyawan, agar mau bekerjasama dan bekerja efektif serata efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat, maka dengan di berikannya pengarahan kepada pegawai diharapkan kinerja pegawai lebih baik.

d. Pengendalian (Controlling)

Pengendalian adalah kegiatan mengendalikan semua karyawan, agar mau mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana.

2. Fungsi Operasional Manajemen a. Pengadaan (Procurement)

Pengadaan adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk mendapatkan karyawa yang sesuai dengan kebutuha perusahaan.

b. Pengembangan (Development)

Pengembangan adalah proses peningkatan keterampilan teknis, teoritis, konsetual, dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan.

c. Kompensasi (Compensation)

(10)

uang atau barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada perusahaan.

d. Pengintegrasian (Integration)

Pengintegrasian adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, agar tercipta kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan.

e. Pemeliharaan (Maintenance)

Pemeliharaan adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental, dan loyalitas karyawan, agar mereka tetap mau bekerja sama sampai pensiun.

f. Pemberhentian (Separation)

Pemberhentian adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu perusahaan. Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan karyawan, keinginan perusahaan, kontrak kerja berakhir, pensiun, dan sebab-sebab lainnya. Pelepasan ini diatur oleh Undang-undang No. 12 Tahun 1964. Diantara fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia diatas, saling mempengaruhi satu sama lain. Apabila terdapat ketimpangan dalam salah satu fungsi, akan mempengaruhi fungsi yang lain, tingkat efektivitas dari fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia tersebut ditentukan oleh profesionalisme departemen sumber daya manusia yang ada dalam instansi pemerintah.

Seluruh kegiatan melalui fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia tersebut diarahkan untuk mewujudkan sasaran pokok manajemen sumber daya manusia, yaitu mendayagunakan secara optimal sumber daya manusia dalam

(11)

suatu instansi / organisasi melalui terciptanya suatu kondisi ketenagakerjaan yang memenuhi semboyan “3 tepat”, yaitu tepat orang, tepat jabatan dan tepat waktu

(The Right Man on the Right Job at the Right Time).

2.1.2. Pelatihan (training)

Pelatihan atau training diberikan instansi pada pegawai dalam rangka menjembatani adanya kesenjangan atau gap antara kemampuan faktual pegawai dengan kondisi ideal yang diharapkan oleh suatu instansi. Pelatihan pada umumnya bermaksud untuk mengembangkan prilaku dan potensi pegawai guna memenuhi tuntutan tugas-tugas jabatan.

2.1.2.1 Pengertian Pelatihan

Para pegawai baru biasanya telah mempunyai kecakapan dan keterampilan dasar yang dibutuhkan, mereka adalah output dari suatu sistem pendidikan dan mempunyai pengalaman yang diperoleh dari instansi / organisasi lain. Tidak jarang pula para pegawai baru yang diterima tidak mempunyai kemampuan secara penuh untuk melaksanakan tugas -tugas pekerjaan mereka. Bahkan para pegawai yang sudah berpengalaman pun perlu belajar dan menyesuaikan dengan instansi / organisasi tersebut baik orang-orangnya, kebijaksanaan-kebijaksanaannya, dan prosedur-prosedurnya. Mereka juga mungkin memerlukan latihan dan pengembangan lebih lanjut untuk mengerjakan tugas-tugas secara sukses. Meskipun program orientasi serta latihan dan pengembangan memakan waktu dan dana, hampir semua instansi / organisasi melaksanakannya, dan menyebut biaya

(12)

-biaya untuk berbagai program tersebut sebagai investasi dalam sumber daya manusia.

Ada dua tujuan utama dalam pelatihan dan pengembangan pegawai. Pertama, pelatihan dan pengembangan dilakukan untuk menutupi “gap” antara kecakapan atau kemampuan pegawai dengan permintaan jabatan. Kedua, pelatihan tersebut diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja pegawai dalam mencapai sasaran kerja yang telah ditetapkan oleh instansi pemerintah.

Pelatihan merupakan proses membantu para pegawai untuk memperoleh efektivitas dalam pekerjaan mereka yang sekarang atau yang akan datang melalui pengembangan kebiasaan tentang pikiran, tindakan, kecakapan, pengetahuan, dan sikap yang layak. Dalam ilmu pengetahuan tentang perilaku, pelatihan merupakan kegiatan lini dan staf pekerjaan indivual pegawai yang lebih besar, hubungan antar individu pegawai dalam instansi / organisasi menjadi lebih baik, dan penyesuaian kepala pimpinan yang ditingkatkan kepada suasana lingkungan secara keseluruhan, jika sebuah instansi / organisasi ingin memiliki daya saing yang tinggi di masa depan, maka salah satu upaya strategis yang perlu dilakukan adalah menciptakan sebuah proses belajar berkelanjutan di seluruh lapisan pegawai melalui pelatihan.

Menurut Veithzal Rivai ( 2005:226), menyebutkan :

“Pelatihan merupakan bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan diluar sistem pendidikan yang berlaku dalam waktu yang relatif singkat dengan metode yang lebih mengutamakan pada praktek dari pada teori”.

(13)

Batasan pengertian pelatihan diatas mengacu pada pembentukan keterampilan para pegawai yang cenderung menggunakan pendekatan praktek dalam pengenalan dan pelaksanaan sistem kerja instansi / organisasi dalam kurun waktu yang relatif singkat. Pada pemahaman pelatihan ini pihak manajemen tidak memprioritaskan pada teori-teori yang berkembang dewasa ini melainkan lebih mempertimbangkan pencapaian kemampuan pegawai dalam menjalankan kewajiban kerjanya.

Menurut Henry Simamora ( 2006:273 ), menyebutkan :

“Pelatihan merupakan proses pembelajaran yang melibatkan perolehan keahlian, konsep, peraturan, atau sikap untuk meningkatkan kinerja karyawan”.

Menurut Jiwo Wungu dan Hartanto Brotoharsojo (2003:134), menyebutkan :

“Pelatihan adalah upaya sistematik perusahaan untuk meningkatkan segenap pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan sikap-sikap kerja (attitudes) para pegawai melaui proses belajar agar optimal dalam menjalankan fungsi dan tugas-tugas jabatan”.

Menurut Tb. Sjafri Mangkuprawira ( 2004:135 ), menyebutkan :

“Pelatihan merupakan sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar karyawan semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar”.

Menurut Budianto (2006:109) mengemukakan bahwa :

“Untuk membentuk sumber daya yang berkualitas, berprestasi, dan berkinerja diperlukan cara untuk meningkatkan keterampilan, sikap, dan pengetahuan melalui program pendidikan dan pelatihan”.

(14)

Menurut Wursanto (2003:60), mengemukakan bahwa :

“pelatihan adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh manajemen kepegawaian dalam rangka meningkatkan pengetahuan, kecakapan, keahlian dan mental pegawai dalam menjalankan tugas”.

Berdasarkan pengertian tersebut diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa pelatihan adalah suatu proses pendidikan jangka pendek dengan menggunakan prosedur yang sistematis dan terorganisir, sehingga pegawai belajar pengetahuan teknik belajar dan keahlian untuk tujuan tertentu dan merupakan suatu usaha peningkatan pengetahuan dan keahlian pegawai untuk mengerjakan suatu pekerjaan tertentu.

2.1.2.2 Indikator Pelatihan

Beberapa indikator pelatihan yang dijelaskan menurut Tb. Sjafri Mangkuprawira (2004:135), sebagai berikut :

1. Tujuan

Pelatihan memerlukan tujuan yang telah ditetapkan, khususnya terkait dengan penyusunan rencana aksi (action play) dan penetapan sasaran, serta hasil yang diharapkan dari pelatihan yang akan selenggarakan. 2. Sasaran

Sasaran pelatihan harus ditetapkan dengan kriteria yang terinci dan terukur (measureable).

3. Pelatih

Mengingat pelatih umumnya berorientasi pada peningkatan skill, maka para pelatih yang dipilih untuk memberikan materi pelatihan harus

(15)

benar-benar memiliki kualifikasi yang memadai sesuai bidangnya, professional, dan berkompeten.

4. Materi

Pelatihan sumber daya manusia memerlukan materi atau kurikulum yang sesuai dengan tujuan pelatihan sumber daya manusia yang hendak dicapai oleh institusi rumah sakit umum.

5. Metode

Metode pelatihan akan lebih menjamin berlangsungnya kegiatan pelatihan sumber daya manusia yang efektif apabila sesuai dengan jenis materi dan kemampuan peserta pelatihan.

6. Peserta pelatihan

Peserta pelatihan tentunya harus diseleksi berdasarkan persyaratan tertentu dan kualifikasi yang sesuai.

2.1.2.3 Tujuan Pelatihan

Menurut Jiwo Wungu dan Hartanto Brotoharsojo 2003:135), pelatihan bertujuan untuk :

1. Menyiapkan pegawai dalam penugasan tertentu.

2. Meningkatkan kinerja atau performansi dan produktivitas para pegawai pemegang jabatan-jabatan tertentu.

3. Memberikan kesempatan belajar sebagai bagian dari program pengembangan diri dan karir pegawai.

(16)

4. Menyiapkan para pegawai agar dapat menangani atau mengerjakan tugas-tugas pekerjaannya.

5. Menyiapkan para lulusan dari berbagai tingkatan sekolah atau pendidikan umum agar dapat melampaui masa transisi untuk memasuki situasi kerja yang nyata.

6. Memungkinkan diselenggarakannya perencanaan sumber daya manusia yang lebih integratif dan komprehensif dengan kebijakan manajemen lainnya sehingga kinerja dan produktivitas pegawai yang tinggi dapat berpengaruh langsung pada peningkatan kinerja instansi / organisasi secara keseluruhan.

Berdasarkan uraian diatas, pada hakekatnya tujuan-tujuan pelatihan dapat dipahami secara khusus dan secara umum sebagaimana yang ditunjukkan bagan diatas.

2.1.2.4 Manfaat Pelatihan

Menurut Tb. Sjafri Mangkuprawira (2004:136), manfaat pelatihan dapat dikategorikan sebagai berikut:

1. Manfaat untuk Pelatihan

a. Memperbaiki pengetahuan dan keterampilan. b. Memperbaiki moral pekerja.

c. Memperbaiki hubungan antara atasan dan bawahan. d. Membantu pengembangan instansi / organisasi.

(17)

e. Membantu dalam pengembangan keterampilan kepemimpinan, motivasi, loyalitas, sikap yang lebih baik dan aspek-aspek lainnya yang menampilkan pekerja dan kepala pimpinan yang sukses. 2. Manfaat untuk Individual

a. Membantu meningkatkan motivasi, prestasi, pertumbuhan, dan tanggung jawab.

b. Membantu dalam mendorong dan mencapai pengembangan dan kepercayaan diri.

c. Membantu dalam menghadapi stress dan konflik dalam pekerjaan. d. Menyediakan informasi untuk memperbaiki pengetahuan

kepemimpinan, keterampilan berkomunikasi dan sikap.

e. Meningkatkan pemberian pengakuan dan perasaan kepuasan pekerjaan.

3. Manfaat untuk Personal, Hubungan Manusia dan Pelaksanaan Kebijakan

a. Memperbaiki komunikasi antara kelompok dan individual. b. Memperbaiki hubungan lintas personal.

c. Memperbaiki moral.

d. Menyediakan lingkungan yang baik untuk belajar, berkembang dan koordinasi.

e. Membuat perusahaan menjadi tempat yang lebih baik untuk bekerja dan hidup

(18)

2.1.2.5 Langkah-Langkah Pendahuluan dalam Persiapan Pelatihan

Meskipun pegawai baru telah menjalani orientasi yang komprehensif, mereka jarang melaksanakan pekerjaan dengan memuaskan. Mereka harus dilatih dan dikembangkan dalam bidang tugas-tugas tertentu. Begitu pula dengan pegawai yang lama yang telah berpengalaman mungkin memerlukan pelatihan untuk mengurangi atau menghilangkan kebiasaan-kebiasaan kerja yang jelek atau untuk mempelajari keterampilan-keterampilan baru yang akan meningkatkan kinerja. Sebagai bagian proses program pelatihan, bidang pelatihan sumber daya manusia dan para kepala pimpinan harus memiliki kebutuhan, tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran program pelatihan, isi dan prinsip-prinsip belajar.

Seperti ditunjukkan pada gambar diatas, orang yang bertanggung jawab atas program pelatihan (instruktur atau pelatih) harus mengidentifikasikan kebutuhan-kebutuhan pegawai dan instansi / organisasi agar dapat menentukan sasaran-sasaran yang ingin dicapai, setelah sasaran-sasaran ditetapkan, isi dan prinsip-prinsip belajar diperhatikan. Berikut ini beberapa penjelasan mengenai langkah-langkah pendahuluan dalam persiapan pelatihan.

Menurut T. Hani Handoko (2001:108), Gambar 2.2 menguraikan langkah-langkah yang seharusnya diikuti sebelum kegiatan pelatihan dimulai.

Gambar 2.2

Langkah-Langkah dalam Persiapan Pelatihan

T. Hani Handoko (2001:108)

Penilaian dan Identifikasi Kebutuhan-Kebutruhan Sasaran-Sasaran Pelatihan Prinsip-Prinsip Belajar Isi Program

(19)

Seperti ditunjukkan pada gambar diatas, orang yang bertanggung jawab atas program pelatihan (instruktur atau pelatih) harus mengidentifikasikan kebutuhan-kebutuhan pegawai dan instansi / organisasi agar dapat menentukan sasaran-sasaran yang ingin dicapai. Berikut ini beberapa penjelasan mengenai langkah-langkah pendahuluan dalam persiapan pelatihan menurut T. Hani Handoko (2001:108), yaitu:

1. Penilaian dan Identifikasi Kebutuhan

Untuk memutuskan pendekatan yang akan digunakan, instansi perlu mengidentifikasikan kebutuhan-kebutuhan pelatihan. Penilaian kebutuhan mendiagnosa masalah-masalah dan tantangan-tantangan lingkungan yang dihadapi institusi inorganisasi sekarang, kemudian manajemen mengidentifikasikan berbagai masalah dan tantangan yang dapat diatasi melalui pelatihan jangka panjang. Pelatihan dapat juga digunakan apabila tingkat kecelakaan atau pemborosan tinggi, semangat kerja dan motivasi rendah atau masalah operasional lainnya.

2. Sasaran-Sasaran Pelatihan

Setelah evaluasi kebutuhan-kebutuhan pelatihan dilakukan, maka sasaran-sasaran dinyatakan dan ditetapkan. Sasaran ini mencerminkan prilaku dalam kondisi yang diinginkan.

3. Isi Program ditentukan oleh identifikasi kebutuhan-kebutuhan dan sasaran-sasaran pelatihan.

(20)

- Program mungkin berupaya untuk mengajarkan berbagai keterampilan tertentu, menyampaikan pengetahuan yang dibutuhkan atau mengubah sikap.

- Apapun isinya, program hendaknya memenuhi kebutuhan-kebutuhan institusi maupun organisasi dan peserta.

- Para peserta juga perlu meninjau isi program, apakah relevan dengan kebutuhan, atau motivasi mereka untuk mengikuti program tersebut rendah atau tinggi.

- Agar isi program efektif, prinsip-prinsip belajar perlu diperhatikan.

4. Prinsip-Prinsip Belajar

Prinsip-prinsip belajar adalah program bersifat partisipatif, relevan dan memberikan umpan balik mengenai kemajuan para peserta pelatihan, semakin terpenuhinya prinsip-prinsip tersebut, pelatihan akan semakin efektif.

2.1.2.6 Teknik-Teknik Pelatihan

Teknik dalam pelatihan dirancang untuk meningkatkan kinerja, mengurangi absensi dan perputaran serta memperbaiki kepuasan kerja dan prestasi kerja. Metode yang dipilih hendak disesuaikan dengan jenis pelatihan yang akan dilaksanakan dan pendekatanya disesuaikan dengan sasaran yang ingin dicapai instansi / organisasi itu sendiri, berikut ini beberapa metode pelatihan

(21)

menurutT. Hani Handoko (2008:110), yaitu :

1. Metode on the job training yaitu metode yang pelaksanaannya dilakukan ditempat kerja.

2. Metode off the job training yaitu metode yang pelaksanaannya dilakukan diluar tempat kerja, metode ini terbagi dua, yaitu: simulasi dan persentasi informasi.

Masing-masing kategori mempunyai sasaran pengajaran sikap, konsep atau pengetahuan dan keterampilan utama yang berbeda. Secara skematik :

1. Metode On The Job Training

Pegawai dilatih tentang pegawai baru dengan pelatih langsung seorang yang berpengalaman (biasanya pegawai lain). Berbagai macam teknik yang biasa digunakan dalam praktek adalah sebagai berikut:

a. Rotasi Jabatan

Memberikan kepada pegawai pengetahuan tentang bagian-bagian institusi yang berbeda dan praktek berbagai macam keterampilan manajerial.

b. Coaching

Penyedia atau pimpinan memberikan bimbingan dan pengarahan kepada pegawai dalam pelaksanaan kerja rutin mereka. Hubungan penyedia dan pegawai sebagai bawahan serupa dengan hubungan dosen dan mahasiswa.

(22)

c. Pelatihan Instruksi Pekerjaan

Petunjuk-petunjuk pekerjaan diberikan secara langsung pada pekerjaan dan digunakan terutama untuk melatih para pegawai tentang cara pelaksanaan pekerjaan mereka sekarang.

d. Magang

Merupakan proses belajar dari seorang atau beberapa orang yang lebih berpengalaman Asistensi dan Intership adalah bentuk lain program magang.

e. Penugasan Sementara

Penempatan pegawai pada posisi manajerial atau sebagai anggota panitia tertentu untuk jangka waktu yang ditetapkan, pegawai terlibat dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah-masalah instansi maupun organisasi nyata.

2. Metode Off The Job Training A. Metode Simulasi

Pegawai peserta pelatihan menerima representasi tujuan suatu aspek instansi dan diminta menanggapinya seperti dalam keadaan sebenarnya. Diantara metode-metode simulasi yang paling umum digunakan adalah sebagai berikut:

a. Metode Studi Kerja

Pegawai yang terlibat dalam metode pelatihan ini diminta untuk mengidentifikasikan masalah-masalah, menganalisa situasi dan

(23)

merumuskan penjelasan-penjelasan alternatif. Dengan metode kasus, pegawai dapat mengembangkan keterampilan pengambilan keputusan. b. Role Playing

Teknik ini merupakan suatu peralatan yang memungkinkan para pegawai (peserta pelatihan) untuk memainkan peran yang berbeda. c. Business Games

Suatu simulasi pengambilan keputusan skala kecil yang dibuat sesuai dengan situasi kehidupan bisnis nyata. Permainan disusun dengan aturan-aturan tertentu yang diperoleh dari teori ekonomi atau dari teori operasi bisnis secara terinci.

d. Vestibule Training

Bentuk pelatihan ini dilaksanakan oleh bukan atasan (penyedia), tetapi oleh pelatih-pelatih khusus. Area-area terpisah dibangun dengan berbagai jenis peralatan sama seperti yang akan digunakan pada pekerjaan sebenarnya.

e. Pelatihan Laboratorium

Suatu bentuk pelatihan kelompok yang terutama digunakan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan antar pribadi. Salah satu bentuk pelatihannya adalah pelatihan sensitivitas.

f. Program Pengembangan Eksekutif

Program-program ini biasanya dilaksanakan di universitas atau lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Institusi maupun organisasi bisa mengirimkan para pegawai untuk mengikuti paket-paket khusus yang

(24)

ditawarkan atau bekerjasama dengan suatu lembaga pendidikan untuk mengembangkan secara khusus suatu bentuk penataran, pendidikan atau pelatihan sesuai kebutuhan instansi maupun organisasi.

B. Teknik-Teknik Presentasi Informasi

Tujuan utama teknik-teknik presentasi (penyajian) informasi adalah untuk menyajikan berbagai sikap, konsep atau keterampilan kepada para peserta. Metode-metode yang digunakan:

1) Kuliah

Para peserta diasumsikan sebagai pihak yang pasif, kelemahannya adalah tidak atau kurang adanya partisipasi dan umpan balik. Teknik kuliah cenderung lebih tergantung pada komunikasi bukan modeling. 2) Presentasi Video

Presentasi TV, films, slides dan sejenisnya adalah serupa dengan bentuk kuliah, biasanya digunakan sebagai bahan atau pelengkap bentuk-bentuk pelatihan lainnya.

3) Metode Konferensi

Metode ini sama dengan bentuk kelas seminar di perguruan tinggi, sebagai pengganti metode kuliah. Tujuannya adalah untuk mengembangkan kecakapan dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan dan untuk mengubah sikap para pegawai. Proses pelatihan hampir selalu berorientasi pada diskusi tentang masalah atau bidang baru yang telah ditetapkan sebelumnya.

(25)

4) Programmed Instruction

Metode ini menggunakan mesin penyaji atau komputer untuk memperkenalkan kepada peserta topik yang harus dipelajari dan merinci serangkaian langkah dengan umpan balik langsung pada penyelesaian setiap langkah. Sebelum pelajaran dimulai, perlu dilakukan tes penempatan untuk menentukan tingkatan awal setiap peserta. Instruksi dipersiapkan oleh para ahli dari berbagai disiplin ilmu

5) Self Study

Teknik ini biasanya menggunakan manual atau modul tertulis dan kaset atau video tape rekaman. Self study berguna bila para pegawai tersebar secara geografis atau bila proses belajar hanya memerlukan sedikit interaksi.

2.1.3 Motivasi Kerja

Motivasi kerja kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu pekerjaan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).

2.1.3.1 Pengertian Motivasi Kerja

Motivasi berarti suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatan atau kegiatan, yang berlangsung secara

(26)

sadar. Dari pengertian tersebut berarti pula semua teori motivasi bertolak dari prinsip utama bahwa manusia (seseorang) hanya melakukan suatu kegiatan, yang menyenangkan untuk dilakukan. Prinsisp itu tidak menutup kondisi bahwa keadaan terpaksa seseorang mungkin saja melakukan sesuatu yang tidak disukainya. Dalam kenyataannya kegiatan yang didorong oleh sesuatu yang tidak disukai berupa kegiatan yang terpaksa dilakukan, cenderung berlangsung tidak efektif dan efisien. Dengan demikian berarti juga yang menjadi prinsip utama dari segi psikologis, bagi manajemen di muka bumi adalah menciptakan kondisi yang mampu mendorong setiap pekerja agar melaksanakan tugas-tugasnya dengan rasa senang dan puas. Dengan kata lain manajemen sebagai proses mendayagunakan orang lain untuk mencapai suatu tujuan, hanya akan berlangsung efektif dan efisien, jika para kepela pimpinan mampu memotivasi pegawai dalam melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawabnya.

Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai pengertian motivasi, berikut dikemukakan beberapa definisi motivasi menurut menurut Abraham Maslow yang diterjemahkan oleh beberapa ahli antara lain :

Edwin B. Flippo dialihbahasa Malayu S.P Hasibuan (2006) menyatakan bahwa :

“Motivasi adalah suatu keahlian dalam mengarahkan pegawai dan organisasi agar mau bekerja secara berhasil, sehingga tercapai keinginan pegawai sekaligus tercapai tujuan perusahaan.

Malayu S.P. Hasibuan (2006:219), menyatakan bahwa :

“Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan”.

(27)

Stephen Robbins dalam sofyandi (2006 : 99) mengatakan bahwa : “Motivasi adalah sebagai proses mengarahkan dan ketekunan setiap individu dengan tingkat intensitas yang tinggi untuk meningkatkan suatu usaha dalam mencapai tujuan”.

Moekijat (2003:5), menyatakan bahwa :

“motivasi adalah suatu daya pendorong atau perangsang untuk melakukan sesuatu”.

Sondang P. Siagian (2002 : 102) menyatakan bahwa:

“Motivasi merupakan daya dorong bagi seseorang intuk memberikan kontribusi yang sebesar mungkin demi keberhasilan organisasi mencapai tujuannya, dengan pengertian bahwa tercapainya tujuan organisasi berarti tercapai pula tujuan pribadi para anggota organisasi yang bersangkutan”.

2.1.3.2 Aspek dan Pola Motivasi

Aspek motivasi dibedakan antara aspek aktif atau dinamis dan aspek pasif atau statis. Dalam aspek aktif atau dinamis, motivasi tampak sebagai suatu usaha positif dalam menggerakkan dan mengarahkan sumber daya manusia agar secara produktif berhasil mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam aspek pasif atau statis, motivasi akan tampak sebagai kebutuhan dan juga sekaligus sebagai perangsang untuk dapat mengarahkan dan menggerakkan potensi sumber daya manusia ke arah tujuan yang diinginkan.

Keinginan dan kegairahan kerja dapat ditingkatkan berdasarkan pertimbangan tentang adanya dua aspek motivasi yang bersifat statis, yaitu :

(28)

1. Aspek motivasi statis yang tampak sebagai keinginan dan kebutuhan pokok manusia yang menjadi dasar dan harapan yang akan diperolehnya dengan tercapainya tujuan instansi / organisasi.

2. Aspek motivasi statis yang berupa alat perangsang atau insentif yang diharapkan akan dapat memenuhi apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan pokok yang diharapkannya.

Menurut Wursanto (2003:300) kebutuhan (needs) merupakan pembangkit dan penggerak perilaku. Ini berarti bahwa apabila terdapat kekurangan akan kebutuhan, maka orang akan lebih peka terhadap motivasi. Dengan demikian, kebutuhan berhubungan erat dengan kekurangan yang dialami seseorang. Kekurangan ini dapat bersifat fisiologis (makanan, pakaian, dan tempat tinggal), psikologis (pengakuan atau penghargaan) dan sosial (kelompok).

Oleh karena itu, motivasi utama seseorang bekerja di instasni / organisasi adalah untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan tersebut.

David McClelland mengemukakan pola motivasi sebagai berikut : 1. Achievement motivation

2. Affiliation motivation 3. Competence motivation 4. Power motivation

Apabila kebutuhan pegawai terpenuhi maka pegawai akan cenderung berperilaku seperti yang dikehendaki instansi / otganisasi. Adanya kebutuhan berprestasi yang tinggi pada pegawai akan mendorong pegawai mencapai

(29)

kesuksesan. Pegawai akan berjuang untuk memenuhi ambisi secara pribadi daripada mencapai kesuksesan dalam bentuk penghargaan instansi.

2.1.3.3.Indikator Motivasi Kerja

Indikator-indikator motivasi menurut Abraham Maslow yang dialih bahasakan oleh Malayu S.P Hasibuan (2006:141) menyatkan bahwa ada beberapa tingkatan yang dibutuhkan oleh manusia:

1. Kebutuhan fisikologis, merupakan kebutuhan yang sangat mendasar, paling kuat dan paling jelasdari antara sekian kebutuhan adalah untuk mempertahankan hidupnya secara fisik. ditunjukan dengan pemberian gaji yang layak kepada pegawai, pemberian bonus, uang transport, fasilitas kerja dan lain-lain.

2. Kebutuhan rasa aman, ditunjukan dengan: fasilitas keamanan, keselamatan kerja seperti jaminan sosial, dana pensiun, tunjangan kesehatan, asuransi kecelakaan, dan lain-lain.

3. Kebutuhan berafiliasi atau kebutuhan sosial, ditunjukan dengan:: melakukan interaksi dengan orang lain yang diantaranya dengan menjalin hubungan kerja yang harmonis, dan kebutuhan untuk diterima oleh kelompok.

4. Kebutuhan akan penghargaan, ditunjukan dengan: pengakuan dan penghargaan berdasarkan kemampuannya, yaitu kebutuhan untuk dihormati dan dihargai pegawai lain, dari perusahaan dan pimpinan terhadap prestasi kerja.

(30)

5. Kebutuhan aktualisasi diri (perwujudan diri), ditunjukan dengan: sifat pekerjaan yang menarik dan menantang, dimana pegawai akan mengerahkan kemampuan, keterampilan dan potensinya.

2.1.3.4 Tujuan Motivasi

Dalam pencapaian tujuan perusahaan atau instansi perlu adanya pemberian motivasi terhadap setiap karyawan ataupun pegawai dengan maksud agar tujuan motivasi dapat tercapai untuk :

a. Mendorong gairah dan semangat kerja pegawai. b. Meningkatkan moral dan kepuasan pegawai. c. Meningkatkan produktivitas kerja pegawai.

d. Mempertahankan loyalitas dan kesetabilan pegawai.

e. Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi pegawai. f. Meningkatkan kesejahteraan pegawai.

g. Menciptakan hubungan kerja dan suasana yang baik

2.1.3.5 Langkah-Langkah Pemberian Motivasi Kerja.

Menurut Heidjrachman Ranupandojo dan Suad Husnan (2002:196), menyatakan beberapa pendekatan yang dipakai untuk meningkatkan motivasi kerja yaitu :

1. Gaji dan upah. Karena motivasi seseorang bekerja adalah untuk mencari uang, maka tingkat gaji dan upah harus dapat memenuhi kebutuhan hidup seseorang.

(31)

2. Penghargaan terhadap pekerjaan yang dilakukan. Dengan cara memberikan pujian kepada siapa saja dan pekerjaan apa saja, bagaimanapun bentuk penghargaan.

3. Informasi mengenai latar belakang atau alasan suatu tindakan yang diperintahkan kepada pegawai.

4. Pemberian perhatian yang tulus kepada karyawan sebagai seorang individu. Pemberian perhatian yang tulus sukar dilakukan oleh seseorang “asal” saja. Para pegawai bisa merasakan apakah suatu perhatian diberikan secara tulus atau tidak.

5. Persaingan. Menjalankan persaingan yang sehat dalam melaksanakan pekerjaan.

6. Partisipasi. Dengan menjalankan partisipasi ini bias diperoleh beberapa manfaat seperti dibuatnya keputusan yang lebih baik (karena banyaknya sumbangan pikiran), adanya penerimaan yang lebih besar terhadap perintah yang diberikan dan adanya perasaan yang diperlukan (feeling of important)

2.1.3.6 Metode-metode Motivasi

Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2001:222), metode-metode motivasi adalah sebagai berikut :

1. Motivasi langsung (Direct motivation), adalah motivasi (material dan non material) yang diberikan secara langsung kepada setiap individu pegawai untuk

(32)

memenuhi kebutuhan dan kepuasannya. Jadi sifatnya khusus seperti memberikan pujian, penghargaan, bonus, piagam, dan lain sebagainya.

2. Motivasi tidak langsung (Indirect motivation), adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja atau kelancaran tugas, sehingga para pegawai betah dan bersemangat melakukan pekerjaannya. Misalnya : kursi yang empuk, mesin-mesin yang baik, penempatan pegawai yang tepat dan lain-lainnya. Motivasi tidak langsung ini besar pengaruhnya untuk merangsang semangat bekerja pegawai, sehingga produktivitas kerja meningkat.

2.1.3.7 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Motivasi

Apabila pegawai diperlakukan dengan adil, gaji mereka memadai dan kondisi kerja mereka baik, maka mereka condong akan mempunyai semangat, kinerja yang akan menghasilkan prestasi kerja, dan moril yang tinggi.

Menurut Frederick Herzberg dalam Sedamayanti (2007:236) mengembangkan teori hierarki kebutuhan Maslow menjadi teori dua faktor tentang motivasi. Dua faktor itu dinamakan faktor pemuas (motivation factor) yang disebut dengan satisfier atau intrinsic motivation dan faktor pemeliharaan (maintenance factor) yang disebut dengan disastifier atau extrinsic motivation. Faktor pemuas yang disebut juga motivator yang merupakan faktor pendorong seseorang untuk berprestasi yang bersumber dari dalam diri seseorang tersebut (condition intrinsic) antara lain:

1. Prestasi yang diraih (achievement) 2. Pengakuan orang lain (recognition)

(33)

3. Tanggungjawab (responsibility) 4. Peluang untuk maju (advancement)

5. Kepuasan kerja itu sendiri (the work itself)

6. Kemungkinan pengembangan karier (the possibility of growth)

Sedangkan faktor pemelihara (maintenance factor) disebut juga hygiene

factor merupakan faktor yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk

memelihara keberadaan pegawai sebagai manusia, pemeliharaan ketentraman dan kesehatan. Faktor ini juga disebut dissatisfier (sumber ketidakpuasan) yang merupakan tempat pemenuhan kebutuhan tingkat rendah yang dikualifikasikan ke dalam faktor ekstrinsik, yang meliputi:

1. Kebijakan Manajemen

2. Supervisi yang memuaskan hubungan interpersonal di antara teman sejawat, dengan atasan, dan dengan bawahan.

3. Kondisi kerja

4. Hubungan antar pribadi 5. Penghasilan yang mencukupi 6. Keamanan dan keselamatan kerja 7. Status

2.1.3.8 Teori-teori Motivasi

Motivasi kerja terbentuk karena adanya interaksi antara kebutuhan dengan kondisi kerja. Kebutuhan telah melahirkan teori-teori kepuasan. Teori kepuasan memusatkan perhatian dalam diri orang yang menguatkan dan mengarahkan perilaku. Pada dasarnya proses motivasi dapat digambarkan jika

(34)

seseorang tidak puas akan mengakibatkan ketegangan, yang pada akhhirnya akan mencari kepuasaan yang menurut ukurannya sendiri sudah sesuai dan harus dipenuhi. Beberapa teori motivasi yang dikenal yaitu:

A. Hierarki Teori Kebutuhan (Maslow)

Teori ini mengatakan bahwa manusia termotivasi untuk memuaskan lima jenis kebutuhan, yang dapat disusun dalam suatu hierarki. Kebutuhan yang lebih tinggi baru akan muncul apabila kebutuhan yang di bawahnya telah terpenuhi.

1. Kebutuhan fisiologik (physiological needs), misalnya makanan, minuman, istirahat/tidur, seks. Kebutuhan inilah yang merupakan kebutuhan pertama dan utama yang wajib dipenuhi pertama tama oleh tiap individu. Karena dengan terpenuhinya kebutuhan ini, orang dapat mempertahankan hidup dari kematian. Kebutuhan utama inilah yang mendorong setiap individu untuk melakukan pekerjaan apa saja, karena ia akan memperoleh imbalan, baik berupa uang atau pun barang yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan utama ini.

2. Kebutuhan aktualisasi diri, yaitu senantiasa percaya kepada diri sendiri. Pada puncak hierarki, terdapat kebutuhan untuk realisasi diri, atau aktualisasi diri. Kebutuhan-kebutuhan tersebut berupa kebutuhan-kebutuhan individu untuk merealisasi potensi yang ada pada dirinya, untuk mencapai pengembangan diri secara berkelanjutan, dan untuk menjadi kreatif.

3. Kebutuhan akan penghargaan yaitu senantiasa timbul dari dalam diri rasa ingin dihargai atas prestasi yang diraihnya

(35)

4. kebutuhan sosial yaitu suatu kebutuhan untuk melakukan interaksi social didalam melaksanakan pekerjaan

5. Kebutuhan akan rasa aman yaitu kebutuhan akan keselamatan dalam melaksanakan pekerjaan

B. Teori Kebutuhan McClelland’s

David McClelland’s menganalisis tentang tiga kebutuhan manusia yang sangat penting di dalam organisasi atau perusahaan tentang motivasi mereka. Seperti yang dikemukakan oleh Stephen P. Robbins (2002:222) dan Veithzal Rivai (2004:459), yaitu:

1. Kebutuhan dalam mencapai kesuksesan (Need For Achievement); kemampuan untuk mencapai hubungan kepada standar perusahaan yang telah ditentukan juga perjuangan pegawai untuk menuju keberhasilan.

2. Kebutuhan dlam kekuasaan atau otoritas kerja (Need For Power); kebutuhan untuk membuat orang berperilaku dalam keadaan yang wajar dan bijaksana didalam tugasnya masing-masing.

3. Kebutuhan untuk berafiliasi (Need for Affiliation); hasrat untuk

bersahabat dan mngenal lebih dekat rekan kerja atau pegawai di dalam organisasi.

Berdasarkan teori McCllend’s tersebut sangat penting dibinanya kondisi jiwa yang mendorong seseorang untuk mampu mencapai prestasinya secara maksimal dengan cara mengembangkan potensi pegawai melalui lingkungan kerja

(36)

secara efektif agar terwujudnya produktivitas perusahaan yang berkualitas tinggi dan tercapainya tujuan utama organisasi.

C. Teori X dan Y

Douglas McGregor mengajukan dua pandangan yang berbeda tentang manusia, negatif dengan tanda label X dan positif dengan tanda label Y. setelah melalui penyelidikan tentang perjanjian seseorang manajer dan pegawai, McGregor merumuskan asumsi-asumsi dan perilaku manusia dalam organisasi sebagai berikut:

Teori X (negatif) merumuskan asumsi seperti:

a. Pegawai sebenernya tidak suka bekerja dan jika ada kesempatan dia akan menghindari atau bermalas-malasan dalam bekerja.

b. Semenjak pegawai tidak suka atau tidak menyukai pekerjaannya, mereka harus dikontrol dan diatur bahkan mungkin ditakuti untuk menerima sanksi jika tidak bekerja dengan sungguh-sungguh.

c. Pegawai akan menghindari tanggung jawabnya dan mencari tujuan formal sebisa mungkin.

d. Kebanyakan pegawai yang menempatkan keamanan di atas faktor lainnya yang berhubungan erat dengan pekerjaan dan akan menggambarkannya dengan sedikit ambisi.

Sebaliknya, teori Y (positif) memiliki asumsi-asumsi sebagai berikut:

a. Pegawai dapat memandang pekerjaan sebagai sesuatu yang wajar, lumrah dan alamiah baik ditempat bermain atau beristirahat, dalam artian berdiskusi atau sekedar teman bicara.

(37)

b. Manusia akan melatih tujuan pribadi dan pengontrolan diri sendiri jika mereka melalui komitmen yang sangat objektif.

c. Kemampuan untuk melalui keputusan yang cerdas dan inovatif adalah terbesar secara meluas di berbagai kalangan top management atau dewan direksi (Stephen P. Robbins, 2002:222)

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa upaya mendorong pegawai yang masuk kedalam kategori „X‟ dalam meningkatkan kinerja adalah berupa imbalan disertai dengan ancaman bahwa jika yang bersangkutan tidak bekerja dengan lebih baik, kepadanya akan dikenakan sanksi. Sebaliknya, pujian atau penghargaan merupakan senjata yang ampuh untuk mendorong pegawai yang masuk kedalam kategori „Y‟ meningkatkan kinerja.

D. Teori Growth Existence Relatedness (ERG)

Clayton Alderfer menyebutkan ada tiga kategori kebutuhan individu, yaitu eksistensi (existence), keterhubungan (relatedness), pertumbuhan

(growth),karena itu disebut sebagai teori ERG yang berupa:

1. Kebutuhan eksistensi untuk bertahan hidup, kebutuhan fisik.

2. Kebutuhan keterhubungan adalah kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain yang bermanfaat seperti keluarga, sahabat, atasan, keanggotaan di dalam masyarakat.

3. Kebutuhan pertumbuhan adalah kebutuhan untuk menjadi produktif dan kreatif, misalnya diberdayakan di dalam potensi tertentu dan berkembang secara terus-menerus (Veithzal Rivai, 2004:462).

(38)

E. Two-Factory Theory (Teori Dua Faktor), adalah teori Herzberg yang mengatakan bahwa ketidakpuasan dan kepuasan muncul dari dua faktor yang berbeda. Teori dua faktor yang dikemukakan oleh Herzberg :

a. Faktor penyebab ketidakpuasan (yang disebut faktor “hygiene”) termasuk gaji, kondisi kerja, dan kebijakan perusahaan semuanya mempengaruhi konteks tempat pekerjaan dilakukan. Faktor yang paling penting adalah kebijakan perusahaan, yang dinilai oleh banyak orang sebagai penyebab utama ketidakefisiennan dan ketidakefektifan. Penilaian positif untuk faktor-faktor ini tdak menyebabkan kepuasan kerja tetapi hanya sampai hilangnya ketidakpuasan.

b. Faktor penyebab kepuasan (faktor yang memotivasi) termasuk prestasi, pengakuan, tanggung jawab, dan kemajuan. Semuanya berkaitan dengan isi pekerjaan dan imbalan prestasi kerja

1. Equity Theory (teori keadilan), adalah suatu teori motivasi kerja yang menekankan peran yang dimainkan oleh keyakinan seseorang akan keadilan dan kujujuran dari penghargaan dan hukuman dalam menentukan prestasi dan kepuasan kerjanya.

2. Expentacy Theory (teori harapan), adalah teori motivasi yang menyatakan bahwa orang memilih bagaimana bertindak dari berbagai alternatif tingkah laku, berdasarkan harapannya apakah ada keuntungan yang diperoleh dari tiap tingkah laku. Yang terdiri dari :

(39)

a. Harapan hasil prestasi. Individu mengharapkan konsekuensi tertentu dari tingkah laku mereka. Harapan ini, nantinya, akan mempengaruhi keputusan mereka tentang cara bertingkah laku.

b. Valensi, adalah kekuasaan yang memberi motivasi dari hasil spesifik suatu tingkah laku; bervariasi dari individu ke individu.

c. Harapan prestasi usaha. Harapan orang mengenai seberapa sulit untuk melaksanakan tugas secara berhasil mempengaruhi keputusan tingkah laku.

3. Reinforcement Theory (teori penguatan), adalah pendekatan pada motivasi berdasarkan “hukum pengaruh”, ide bahwa tingkah laku dengan konsekuensi positif cenderung untuk diulang, sementara tingkah laku dengan konsekuensi negatif cenderung untuk tidak diulang. Yang terdiri dari :

a. Behavior Modification (modifikasi tingkah laku), adalah penggunaan teori penguatan untuk mengubah tingkah laku manusia.

b. Positif reinforcement (penguatan positif), adalah penggunaan konsekuensi positif untuk mendorong tingkah laku yang dikehendaki. c. Avoidance Learning (belajar menghindari), adalah proses belajar yang

terjadi ketika seseorang mengubah tingkah laku untuk menghindari atau mengelak keadaan yang tidak menyenangkan.

d. Extinction (pemadaman), adalah absennya penguatan untuk tingkah laku yang tidak dikehendaki, sehingga pada akhirnya tingkah laku tadi berhenti muncul.

(40)

e. Punishment (hukuman), adalah aplikasi konsekuensi negative untuk menghentikan atau mengoreksi tingkah laku yang tidak dikehendaki. 4. Goal Setting Theory (teori penetapan sasaran), adalah sebuah teori proses motivasi yang memfokuskan pada proses penetapan sasara.

Dari beberapa teori tersebut diatas teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori motivasi yang dikemukakan oleh Abraham Maslow. Setiap instasni / organisasi selalu berupaya untuk berhasil dalam mencapai tujuan, ini dilakukan agar kelangsungan hidup instansi maupun organisasi tetap terjaga.

2.1.4 Semangat Kerja

2.1.4.1 Pengertian Semangat Kerja

Setiap instansi menginginkan agar setiap pegawai memiliki semangat kerja yang tinggi, semangat kerja ini di butuhkan agar aktivitas-aktivitas instansi dalam mencapai tujuan dapat berjalan lancar. Semangat kerja merupakan suatu sifat yang harus dipunyai oleh setiap pegawai sehingga pekerjaan yang dikerjakan tidak saja cepat selesai namun mutunya juga baik, pengertian tentang semangat kerja adalah:

Menurut Nitisemito (2002:160) semangat kerja adalah

“Melakukan pekerjaan secara lebih giat. sehingga dengan demikian pekerjaan akan dapat diharapkan lebih cepat dan lebah baik”.

Menurut Hasibuan (2002:105) semangat kerja adalah

“Keinginan dan kesungguh-sungguhan seseorang menjalankan pekerjaannya dengan baik serta berdisiplin untuk mencapai prestasi kerja yang maksimal, semangat kerja ini dapat merangsang seseorang untuk berkarya dan berkreativitas dalam melakukan pekerjaannya”.

(41)

B. Siswanto (2009) menyatakan bahwa :

” Semangat kerja dapat diartikan sebagai suatu kondisi rohaniah atau perilaku individu tenaga kerja dan kelompok yang menimbulkan kesenangan yang mendalam pada diri tenaga kerja untuk bekerja dengan giat dan konsekuen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

Dari pendapat di atas ditarik kesimpulan yaitu bahwa semangat kerja adalah suatu kondisi rohani dan jasmani manusia terhadap kerjaan dan lingkungan sehingga pekerjaannya dapat diselesaikan dengan cepat dan baik.

2.1.4.2 Faktor yang Mempengaruhi Semangat Kerja

Pada umumnya semangat kerja timbul karena adanya kepuasan pegawai yang bersangkutan baik materi maupun non materi.

Menerut Nitisemito (1996 : 101), ada beberapa cara untuk meningkatkan semangat kerja, cara-cara tersebut antara lain :

1 Gaji

Setiap perusahaan seharusnya memberikan gaji yang cukup kepada pegawainya, pengertian cukup sangat relatif sifatnya oleh karenanya, cukup disini adalah jumlah yang mampu dibayarkan tanpa menimbulkan kerugian pada perusahaan, jumlah gaji tersebut akan mampu memberikan semangat dan kegairah kerja pada pegawai, bahwa yang dimaksud dalam bentuk-bentuk lain, missal : jatah beras, perawatan kesehatan, fasilitas perumahan dan sebagainya.

(42)

2 Kebutuhan Rohani

Untuk memenuhi kebutuhan rohani perusahaan bukan hanya menyediakan tempat ibadah tetapi juga perusahaan harus memenuhi kebutuhan pegawainya untuk dihargai, kebutuhan keikut sertaan, ebutuhan ketentraman jiwa dan sebagainya.

3 Harga diri pegawai

Banyak cara pemimpin menunjukkan sikap menghargai pegawai. misalnya, jika pegawai melakukan kesalahan pemimpin tidak memarahi didepan umum, sebaliknya jika pegawai berprestasi maka berilah ia penghargaan atau pujian.

4 Posisi yang tepat

Setiap perusahaan harus mampu menempatkan pegawainya pada posisi yang tepat, artinya tempatkan mereka pada posisi yang sesuai dengan keterampilan masing-masing. Ketidak tepatan menempatkan posisi pegawai akan menyebabkan pekerjaan menjadi kurang lancar dan tidak akan menghasilkan hasil yang masimal.

5 Kesempatan untuk maju

Semangat kerja akan timbul jika mereka mempunyai harapan untuk maju, jadi hendaknya perusahaan memberikan kesempatan kepada pegawainya berikanlah penghargaan yang sesuai dengan prestasinya, penghargaan itu dapat berupa hadiah, kenaikan gaji, kenaikan pangkat, promosi jabatan.

(43)

Kesetiaan dan loyalitas pegawai terhadap perusahaan dapat menimbulkan rasa tanggung jawab dan menciptakan semangat kegairahan kerja. Untuk menciptakan loyalitas pegawai terhadap perusahaan pemimpin harus mengusahakan agar karyawan merasa senasib dengan perusahaan.

Sedangkan menurut Saydam (2000:28), faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam pembinaan semangat kerja pegawai adalah :

1 Penerapan super Visi yang baik

Seperti diketahui bahwa para pegawai yang sedang melakukan pekerjaannya perlu didampingi supervisor, agar pelaksanaan pekerjaan dapat lebih terarah dan tepat mutu.

2 Kodisi kerja yang menyenangkan

Kondisi kerja yang menyenangkan menjadi dambaan setiap pegawai karena bekerja bagi sebagian orang bukan hanya mengharapkan kompensasi yang tinggi, tetapi lebih luas dari itu.

3 Kesempatan untuk berpartisipasi

Kesempatan berpartisipasi artinya adanya kesempatan bagi para pegawai diikutsertakan dalam setiap kegiatan perusahaan.

4 Hubungan antar manusia yang harmonis

Hubungan antar manusia yang harmonis berarti suatu system pergaulan yang orang seorang saling percaya, saling hormat satu sama lain.

5 Adanya aturan main yang jelas

Aturan main yang jelas maksudnya adalah segala peraturan tertulis yang dikeluarkan perusahaan yang diinformasikan kepada pegawai.

(44)

Berdasarkan uraian diatas penulis menyimpulkan bahwa banyak cara untuk meningkatkan semangat kerja pegawai baik yang bersifat material maupun non material, dengan demikian pegawai akan bekerja sama dan disiplin untuk mencapai tujuan bersama tanpa paksaan. Faktor-faktor tersebut diatas menimbulkan kepuasan dalam bekerja, yang sejalan hal itu menimbulkan semangat dan gairah kerja. Sedangkan kombinasi cara yang paling tepat tergantung kepada situasi dan kondisi instansi tersebut.

2.1.4.3 Indikator-indikator Semangat Kerja

Manusia pada dasarnya bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, selain itu manusia mempunyai kebutuhan untuk mendapatkan penghargaan yang layak. Dengan pemberian penghargan yang layak itu lah sebagai salah satu penunjang timbulnya semangat kerja.

Adapun menurut Nitisemito (2002:197) beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menilai semangat kerja adalah:

1. Konsentrasi kerja

Salah satu indikatornya adalah konsentrasi kerja, hal ini dapat meningkatkan semangat kerja karena dilihat dari pikiran yang selalu terpusat pada pekerjaan serta hasil kerja yang dicapai

2. Ketelitian

Semangat kerja pegawai dilihat dari tingkat ketelitian pegawai dalam melakukan pekerjaan, dengan ketelitian yang tinggi dapat mempercepat pekerjaan yang dia lakukan dan pekerjaan yang dilakukan terasa mudah.

(45)

3. Disiplin

Disiplin kerja menunjukan kehadiran waktu pegawai ditampat kerja pada waktu yang tepat maka terlihat adanya semangat kerja pegawai yang semakin besar.

4. Tanggung jawab

Semangat kerja dilihat dari mempertanggungjawabkan kebijaksanaannya , hasil kerjanya, sarana dan prasarana yang dipergunakan serta prilaku kerjanya.

5. Kegelisahan

Kegelisahan akan terjadi bila mana semangat kerja menurun, kegelisahan tersebut dapat terwujud dalam bentuk ketidakpuasan kerja, keluh kesah serta hal-hal lain.

6. Inisiatif dan kreatif

Pegawai yang memiliki semangat kerja yang tinggi yaitu pegawai yang mempunyai tinggkat inisiatif dan juga kreatif dalam menyelesaikan permasalahan yang ada, dan selalu berpartisipasi aktif untuk kelancaran pekerjaan.

Berdasarkan hal diatas bahwa semangat kerja pegawai dapat meningkat serta semangat kerja timbul dalam diri sendiri dimana instansi dapat memberikan rasa puas terhadap pegawainya.

(46)

Tabel : 2.1

Hasil Penelitian Sebelumnya

No Penelitian Judul Hasil

Penelitian Persamaan dengan penulis Perbedaan dengan penulis 1 Muhamma d Ali Kusnady (2013) Pengaruh Kepemimpina n, Kompensasi Finansial Dan Pelatihan Kerja Terhadap Semangat Kerja Karyawan Pada Pt. Aurora Horeca Hasil ini menjelaskan bahwa kepemimpina n, kompensasi finansial, dan pelatihan kerja baik secara parsial maupun secara simultan mempunyai pengaruh yang searah dan signifikan dengan semangat kerja karyawan dengan nilai koefisien beta sebesar 0,692. Variabel terikat semangat kerja sedangkan variabel x1 pelatihan Lokasi dan waktu penelitian variabel bebas kepemimpina n,kompensasi, pelatihan

(47)

2 3 Widodo, R. Haryadi (2009) Arwani dan Ashari (2009) Pengaruh pelatihan dan penilaian prestasi kerja terhadap semangat kerja karyawan pada PT. PG. Rajawali II Cirebon Pengaruh Motivasi Dan Kepemimpinan Terhadap Semangat Kerja Pegawai Negri Sipil Pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Rembang Hasil analisa pelatihan dan penilaian prestasi kerja turut menentukan semangat kerja karyawan PT PG Rajawali II dan secara parsial pelatihan mempunyai pengaruh yang dominan terhadap semangat kerja dengan koefisien determinasi sebesar 66,1 % Hasil analisis diketahui bahwa pengaruh motivasi dan kepemimpinan secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap Semangat kerja pegawai. Variabel terikat semangat kerja sedangkan varibel bebas pelatihan Variabel terikat semangat kerja sedangkan varibel bebas motivasi Lokasi dan waktu penelitian variabel bebas prestasi kerja Lokasi dan waktu penelitian variabel bebas kepemimpinan

(48)

2.2 Kerangka Pemikiran.

Dalam setiap institusi maupun organisasi manusia merupakan faktor yang sangat penting, karena manusia adalah faktor penggerak utama dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu kegagalan suatu instansi ternyata bila ditelusuri lebih lanjut salah satu faktor penyebabnya adalah faktor manusia yang terlibat didalamnya.

Pegawai yang memiliki kemampuan kerja yang tinggi, baik dalam pengetahuan dan keterampilan serta penguasaan pekerjaan akan menghasilkan semangat kerja yang baik, pelatihan merupakan faktor penting dalam proses

4 Dirharsono (2007) Analisis Pengaruh Motivasi, Komunikasi dan Kepuasan Kerja Terhadap Semangat Kerja Pegawai Dinas Perkebunan Provinsi Bengkulu Berdasarkan hasil data diperoleh bahwa: variabel motivasi kerja, komunikasi dan kepuasan kerja secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap semangat kerja pegawai. Variabel terikat semangat kerja sedangkan variable bebas motivasi Mengunakan variable bebas motivasi komunikasi kepuasan kerja Lokasi dan waktu penelitian Lanjutan

(49)

pencapaian tujuan karena dengan adanya pelatihan kemungkinan terjadinya kesalahan dalam menjalankan pekerjaan dapat dicegah sedini mungkin.

Pelaksanaan pelatihan dimaksud untuk memperbaiki atau meningkatkan pengetahuan, kemampuan serta sikap individual pegawai dalam meningkatkan semangat kerja. menurut Hasil penelitian Widodo, R. Haryadi (2009) Pengaruh pelatihan dan penilaian prestasi kerja terhadap semangat kerja karyawan pada PT. PG. Rajawali II Cirebon bahwa secara parsial pelatihan mempunyai pengaruh yang dominan terhadap semangat kerja dengan koefisien determinasi sebesar 66,1 %.

Selain pelatihan faktor lain yang mempengaruhi semangat kerja adalah motivasi kerja.

Hasil penelitian Arwani dan Ashari (2009) Pengaruh Motivasi Dan Kepemimpinan Terhadap Semangat Kerja Pegawai Negri Sipil Pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Rembang bahwa pengaruh motivasi dan kepemimpinan secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap semangat kerja.

Berdasarkan beberapa pendapat para peneliti sebelumnya bahwa dengan adanya motivasi kerja akan meningkatkan semangat kerja pegawai dan semangat kerja timbul karena adanya motivasi kerja sehingga tidak ada kesamaan motivasi kerja dengan semangat kerja.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli dan penelitian sebelumnya diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pelatihan dan motivasi kerja secara

(50)

bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap semangat kerja pegawai. Gambar 2.3 Paradigma Penelitian 2.3 Hipotesis

Berdasarkan uraian dan hasil penelitian yang dikembangkan para ahli diatas, dimana adanya pengaruh antara variabel X1 (Pelatihan), X2 (Motivasi

Kerja) dan Y (Semangat Kerja). Maka penulis mengambil hipotesis, adalah sebagai berikut :

a) Hipotesis Parsial, adalah:

1. Pelatihan berpengaruh terhadap Semangat Kerja Pegawai Bagian Pajak pada Dinas Pendapatan Daerah (DISPENDA) Kota Bandung.

Sularno Tjibtowardojo (2002)

Muhammad Ali Kusnady (2013) Dirharsono (2007) Arwani, Ashari (2009) Semangat Kerja (Y) Nitisemito (2002) Motivasi Kerja (X2) Malayu S.P. Hasibuan (2006) Pelatihan (X1) Tb. Sjafri Mangkuprawira (2004)

(51)

2. Motivasi Kerja berpengaruh terhadap Semangat Kerja Pegawai Bagian Pajak pada Dianas Pendapatan Daerah (DISPENDA) Kota Bandung. b) Hipotesis Simultan, adalah :

Pelatihan Dan Motivasi Kerja berpengaruh terhadap Semangat Kerja Pegawai Bagian Pajak pada Dianas Pendapatan Daerah (DISPENDA) Kota Bandung.

Referensi

Dokumen terkait

Kami juga akan memberikan dukungan dan pantauan kepada yang bersangkutan dalam mengikuti dan memenuhi tugas-tugas selama pelaksanaan diklat online. Demikian

In measuring phase the sequences (i.e. patterns) of HO and LAU zones can be determined and stored in database on each road. There are operating solutions and IPRs based

DAN WAKTU PELAKSANAA N RENCANA EVALU ASI 1 PELAYANAN PENDAFTARAN 20% 80% 0 - - - BULAN JUNI 2016 2 JAM PELAYANAN 20% 70% 10% 10 % MEMINTA PENAMBAHAN JAM PELAYANAN

6. Apakah yg tidak terjadi pada otak dengan keadaan brain death?.. A) Nekrosis serebri B) edema serebri C) peningkatan TIK

Deskripsi Literasi Sains Siswa dalam Implementasi Pembelajaran IPA Terpadu Model Connected.... Pembelajaran IPA di SMP Saat

Sertifikasi Bidang Studi NRG

[r]

Data hasil pretes dan postes yang telah diperoleh akan dianalisis untuk melihat bagaimana efektivitas model pembelajaran reflektif untuk meningkatkan pemahaman