• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIVERSITAS INDONESIA. DI PT. INDOFARMA (PERSERO) Tbk. JL. INDOFARMA RAYA NO. 1 CIKARANG BARAT, BEKASI PERIODE 2 APRIL 30 APRIL 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UNIVERSITAS INDONESIA. DI PT. INDOFARMA (PERSERO) Tbk. JL. INDOFARMA RAYA NO. 1 CIKARANG BARAT, BEKASI PERIODE 2 APRIL 30 APRIL 2012"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI PT. INDOFARMA (PERSERO) Tbk.

JL. INDOFARMA RAYA NO. 1 CIKARANG BARAT, BEKASI

PERIODE 2 APRIL – 30 APRIL 2012

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DINA WIDIASTUTI, S. Farm 1106046862

ANGKATAN LXXIV

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI

DEPOK JUNI 2012

(2)

ii

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI PT. INDOFARMA (PERSERO) Tbk.

JL. INDOFARMA RAYA NO. 1 CIKARANG BARAT, BEKASI

PERIODE 2 APRIL – 30 APRIL 2012

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

DINA WIDIASTUTI, S. Farm 1106046862

ANGKATAN LXXIV

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI

DEPOK JUNI 2012

(3)
(4)

iv

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat-Nya penulis dapat melaksanakan PKPA (Praktek Kerja Profesi Apoteker) di PT. Indofarma (Persero)Tbk. dan menyelesaikan penulisan laporan ini. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat guna menyelesaikan pendidikan di Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi Universitas Indonesia.

Penulisan laporan ini tidak terlepas dari bimbingan, arahan, bantuan, serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Djakfarudin Junus, SE., MM., sebagai Direktur Utama PT. Indofarma (Persero) Tbk. yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk melaksanakan PKPA.

2. Bapak Putra Rizki Arisandi, S.Farm., Apt., selaku pembimbing di PT. Indofarma (Persero) Tbk. yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis.

3. Bapak Yupi Gantina, selaku koordinator Pelatihan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Indofarma (Persero) Tbk.

4. Seluruh staf dan karyawan di PT. Indofarma (Persero) Tbk. atas kerjasamanya selama penulis mengikuti kegiatan PKPA.

5. Ibu Prof. Dr.Yahdiana Harahap, MS., sebagai Ketua Departemen Farmasi FMIPA-UI.

6. Bapak Dr. Harmita, Apt., sebagai Ketua Program Profesi Apoteker.

7. Bapak Sutriyo, S.Si., M.Si., sebagai pembimbing PKPA dari Departemen Farmasi FMIPA UI yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis.

8. Bapak dan Ibu staf pengajar beserta segenap karyawan Departemen Farmasi FMIPA UI.

(5)

v

Indofarma angkatan 65 atas kerjasama dan persahabatan selama masa perkuliahan dan pelaksanaan PKPA serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah banyak membantu hingga terselesaikannya laporan PKPA ini.

Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam laporan ini. Saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dan mohon maaf atas kekurangan yang ada.

Penulis 2012

(6)

vi

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Industri Farmasi ... 3

2.2 Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) ... 5

BAB 3. TINJAUAN KHUSUS PT. INDOFARMA (Persero) Tbk ... 13

3.1 Sejarah dan Perkembangan PT. Indofarma (Persero)Tbk ... 13

3.2 Visi dan Misi PT. Indofarma (Persero)Tbk ... 15

3.3 Nilai Inti PT. Indofarma (Persero)Tbk ... 16

3.4 Logo PT. Indofarma (Persero)Tbk ... 16

3.5 Kebijakan Mutu PT. Indofarma (Persero)Tbk ... 17

3.6 Lokasi dan Bangunan PT. Indofarma (Persero)Tbk ... 17

3.7 Produk PT. Indofarma (Persero)Tbk ... 18

3.8 Struktur Organisasi PT. Indofarma (Persero)Tbk... 19

3.9 Direktorat Produksi... 19

3.10 Direktorat Keuangan dan Sumber Daya Manusia ... 42

3.11 Direktorat Riset dan Pemasaran ... 46

3.12 Direktorat Operasi dan Pengembangan ... 47

3.13 Bidang Pemastian Mutu (QA) ... 47

BAB 4. PEMBAHASAN ... 50

4.1 Sistem Manajemen Mutu ... 50

4.2 Personalia... 51

4.3 Bangunan dan Fasilitas ... 53

4.4 Peralatan ... 55

4.5 Sanitasi dan Higiene ... 56

4.6 Produksi ... 58

4.7 Pengawasan Mutu ... 61

4.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu ... 62

4.9 Penanganan Keluhan Terhhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian ... 63

4.10 Dokumentasi ... 64

4.11 Pembuatan dan Analisa Berdasarkan Kontrak ... 65

(7)

vii

5.1 Kesimpulan ... 67

5.2 Saran ... 67

DAFTAR ACUAN ... 68

(8)

viii

Halaman Gambar 3.1. Logo PT. Indofarma (Persero) Tbk…………... 17 Gambar 3.2. Hubungan Kerja Bidang PPPP dengan bidang lain di PT.

(9)

ix

Lampiran 1. Struktur Organisasi PT. Indofarma (Persero) Tbk ... 70

Lampiran 2. StrukturOrganisasi Direktorat Produksi ... 71

Lampiran 3. Proses Pembuatan Massa pada Solid I ... 72

Lampiran 4. Proses Pencetakan/Pengisian dan Penyalutan pada Solid I ... 72

Lampiran 5. Proses Pengemasan ... 72

Lampiran 6. Proses Pengolahan dan Pengemasan Produk Solid Herbal ... 73

(10)

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis (Undang-undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009, 2009). Untuk mendukung pelayanan kesehatan yang optimal, diperlukan perbekalan kesehatan, salah satunya adalah sediaan farmasi dalam hal ini yaitu obat. Obat harus mengalami proses penanganan secara ketat (highly

regulated) dalam pembuatannya sampai distribusinya ke konsumen. Peran

industri farmasi dalam hal ini sangatlah besar. Industri farmasi harus benar-benar berupaya agar dapat menghasilkan produk obat yang memenuhi standar kualitas yang dipersyaratkan.

Salah satu upaya yang dilakukan industri farmasi dalam rangka meningkatkan kualitas obat yang diproduksinya yaitu dengan menerapkan c-GMP (current-Good Manufacturing Practice). Di Indonesia, istilah c-GMP lebih dikenal dengan CPOB yang dinamis. Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) adalah pedoman pembuatan obat bagi industri farmasi di Indonesia yang bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB menyangkut keseluruhan aspek produksi dan pengendalian mutu. Semua industri farmasi harus menerapkan CPOB dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan pembuatan obat (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2006).

Kualitas obat juga dipengaruhi oleh sumber daya manusia yang terlibat dalam proses penanganan dan pembuatannya. Salah satu sumber daya manusia yang diperlukan adalah apoteker. Peran seorang apoteker dalam pencapaian kualitas obat yang baik sangatlah besar. Oleh karena itu, penyediaan tenaga farmasis yang handal sangat diperlukan.

(11)

Untuk menghasilkan tenaga farmasis yang profesional dibutuhkan dukungan dan peran aktif dari berbagai pihak seperti perguruan tinggi farmasi, organisasi profesi, industri farmasi, rumah sakit dan pemerintah dalam pembekalan yang menyeluruh secara teori dan praktek sebagai aplikasi ilmu dan teknologi kefarmasian. Pembekalan berupa praktek kerja secara langsung sangat diperlukan untuk mendapatkan gambaran mengenai fungsi dan tanggung jawab farmasis di suatu institusi seperti industri farmasi.

Oleh karena itu, Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi Universitas Indonesia bekerjasama dengan PT. PT. Indofarma (Persero) Tbk. menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) pada tanggal 2 April sampai dengan 30 April 2012. Praktek kerja ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan praktis dengan melihat dan terlibat langsung dalam pekerjaan kefarmasian di industri farmasi.

1.2 Tujuan Praktek Kerja

1. Melihat penerapan pelaksanaan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dalam industri farmasi.

2. Mengetahui dan memahami gambaran umum kegiatan di PT. Indofarma (Persero) Tbk.

3. Mengetahui dan memahami peran dan fungsi apoteker di industri farmasi.

(12)

3 Universitas Indonesia 2.1 Industri Farmasi

Industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Industri farmasi yang melakukan kegiatan pembuatan obat disebut juga industri obat jadi, sedangkan industri yang menghasilkan bahan baku berupa bahan berkhasiat dan tidak berkhasiat untuk digunakan dalam proses pengolahan obat disebut dengan industri bahan obat. Obat jadi merupakan bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Bahan baku obat adalah bahan berkhasiat dan tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

Industri obat jadi dan industri bahan obat bertanggung jawab atas kualitas, keamanan, dan khasiat obat yang diproduksinya. Hal ini terkait dengan hukum dan peraturan yang mengatur industri farmasi untuk melindungi konsumen melalui upaya pengadaan obat dengan kualitas, keamanan, dan khasiat yang sesuai dengan ketentuan standar yang berlaku. Industri farmasi dapat melakukan proses pembuatan obat dan/atau bahan obat dengan tahapan yang lengkap atau sebagian tahapan. Industri farmasi yang melakukan proses pembuatan obat dan/atau bahan obat untuk sebagian tahapan, harus berdasarkan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

Industri farmasi wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang tata ruang dan lingkungan hidup, termasuk wajib memenuhi persyaratan Cara pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Pemenuhan persyaratan CPOB dibuktikan dengan sertifikat CPOB. Sertifikat CPOB berlaku selama lima tahun sepanjang memenuhi persyaratan yang ditentukan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

(13)

2.1.1 Persyaratan Usaha Industri Farmasi

Setiap industri farmasi wajib memiliki izin industri farmasi dari Direktur Jenderal. Industri Farmasi yang membuat obat dan/atau bahan obat yang termasuk dalam golongan narkotika wajib memperoleh izin khusus untuk memproduksi narkotika sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Persyaratan yang harus dipenuhi agar suatu industri farmasi memperoleh izin industri adalah sebagai berikut (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010):

a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas,

b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat, c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP),

d. Memiliki secara tetap paling sedikit tiga orang apoteker warga negara Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu,

e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian.

Perizinan Industri farmasi milik Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia tidak harus berupa perseroan terbatas dan tidak wajib melampirkan rencana investasi serta kegiatan pembuatan obat sebagai syarat perolehan izin industri farmasi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

Izin industri farmasi dapat diperoleh dengan mengajukan persetujuan prinsip secara tertulis kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan kepala Dinas Kesehatan provinsi. Sebelum pengajuan permohonan persetujuan prinsip, pemohon wajib mengajukan permohonan persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) kepada Kepala Badan. Persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) diberikan oleh Kepala Badan paling lama dalam jangka waktu 14 hari kerja sejak permohonan diterima.

2.1.2 Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi

Pencabutan Izin usaha industri farmasi dapat dilakukan dalam hal:

a. Melakukan pemindah tanganan hak milik izin usaha industri farmasi dan perluasan tanpa izin.

(14)

b. Tidak menyampaikan informasi industri tiga kali berturut-turut atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar.

c. Melakukan pemindahan lokasi industri tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Menteri Kesehatan RI.

d. Dengan sengaja memproduksi obat atau bahan baku obat yang tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku (obat palsu).

e. Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha industri farmasi.

2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (Badan Pengawasan Obat dan Makanan, 2006)

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah cara pembuatan obat yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengawasan mutu. Ruang lingkup CPOB edisi 2006 meliputi manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, penanganan keluhan terhadap produk, penarikan kembali produk dan produk kembalian, dokumentasi, pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak, serta kualifikasi dan validasi.

2.2.1 Manajemen Mutu

Industri farmasi wajib membuat obat sedemikian rupa sehingga sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam izin edar (registrasi), dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan konsumen karena tidak aman, memiliki mutu yang rendah, atau tidak efektif. Manajemen mutu bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan tersebut melalui suatu “Kebijakan Mutu”. Proses pelaksanaan “Kebijakan Mutu” memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua pihak di dalam perusahaan, para pemasok bahan baku, bahan tambahan, dan bahan kemas, serta para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan dapat diandalkan, diperlukan manajemen mutu yang didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar. Unsur dasar manajemen mutu adalah:

(15)

a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses, dan sumber daya.

b. Tindakan sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

Keseluruhan tindakan tersebut disebut pemastian mutu.

2.2.2 Personalia

Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukkan dan penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh sebab itu, industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas. Industri farmasi wajib memiliki setidaknya 3 orang apoteker sebagai personil kunci. Personil kunci mencakup kepala bagian produksi, kepala bagian pengawasan mutu, dan kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu). Personil kunci tersebut hendaklah seorang apoteker yang terdaftar dan terkualifikasi, serta memiliki pengalaman praktis. Kepala bagian produksi, manajemen mutu, atau pengawasan mutu dipimpin oleh tiga orang yang berbeda serta tidak saling bertanggung jawab satu sama lain.

Seluruh personil dalam suatu industri farmasi hendaklah memahami prinsip CPOB dan memperoleh pelatihan tentang CPOB, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan dengan pekerjaan. Pelatihan diberikan secara berkesinambungan dan dinilai secara berkala. Industri farmasi harus memiliki struktur organisasi. Struktur organisasi dibuat untuk mencegah tugas yang tumpang tindih dari masing-masing personil. Tugas spesifik dan kewenangan dari personil pada posisi penanggung jawab hendaklah dicantumkan dalam uraian tugas tertulis. Tugas mereka boleh didelegasikan kepada wakil yang ditunjuk serta mempunyai tingkat kualifikasi yang memadai.

2.2.3 Bangunan dan Fasilitas

Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain, konstruksi, dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat

(16)

dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, serta memudahkan pembersihan, sanitasi, dan perawatan yang efektif untuk menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu obat.

Letak bangunan hendaklah sedemikian rupa untuk menghindari pencemaran dari lingkungan sekelilingnya, seperti pencemaran dari udara, tanah, air, serta dari kegiatan industri lain yang berdekatan. Apabila letak bangunan tidak sesuai, hendaklah diambil tindakan pencegahan yang efektif terhadap pencemaran tersebut. Bangunan dan fasilitas hendaklah dirawat dengan cermat. Bangunan serta fasilitas dibersihkan dan perlu didisinfeksi sesuai prosedur tertulis yang rinci. Catatan pembersihan dan disinfeksi hendaklah disimpan.

Seluruh bangunan dan fasilitas termasuk area produksi, laboratorium, area penyimpanan, koridor, dan lingkungan sekeliling bangunan hendaklah dirawat dalam kondisi bersih dan rapi. Kondisi bangunan hendaklah ditinjau secara teratur dan diperbaiki bila perlu. Perbaikan dan perawatan bangunan dan fasilitas hendaklah dilakukan hati-hati agar kegiatan tersebut tidak mempengaruhi mutu obat pasokan.

2.2.4 Peralatan

Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan pembersihan serta perawatan. Dalam bab peralatan dijelaskan mengenai ketentuan desain dan konstruksi, pemasangan dan penempatan peralatan serta perawatan. Peralatan hendaknya didesain dan dikonstruksikan sesuai dengan tujuannya. Peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara atau produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi, absorbsi yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian. Peralatan ditempatkan sedemikian rupa untuk memperkecil kemungkinan terjadinya pencemaran silang antar bahan di area yang sama. Peralatan satu sama lain ditempatkan pada jarak yang cukup

(17)

untuk menghindari kesesakan serta memastikan tidak terjadi kekeliruan dan pencampuran produk. Peralatan dirawat sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau pencemaran yang bisa mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian.

2.2.5 Sanitasi dan Higiene

Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil, bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial dapat dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. Sanitasi dan higiene diterapkan terhadap personalia, bangunan, dan peralatan. Prosedur sanitasi dan higiene divalidasi dan dievaluasi secara berkala agar efektif dan selalu memenuhi persyaratan.

2.2.6 Produksi

Produksi dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB untuk menjamin produk yang dihasilkan memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi). Produksi dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten. Mutu suatu obat tidak hanya ditentukan oleh hasil analisis terhadap produk akhir tetapi ditentukan juga oleh mutu yang dibangun selama tahapan proses produksi sejak pemilihan bahan awal, penimbangan, proses produksi personalia, bangunan, peralatan kebersihan dan higiene sampai dengan pengemasan.

Prosedur produksi dibuat oleh penanggung jawab produksi bersama dengan penanggung jawab pengawasan mutu yang dapat menjamin obat yang dihasilkan memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Prosedur kerja standar hendaklah tertulis, mudah dipahami dan dipatuhi oleh karyawan produksi. Dokumentasi setiap tahapan dalam proses produksi dilakukan dengan cermat, tepat, dan ditangani oleh karyawan yang melaksanakan tugas.

(18)

2.2.7 Pengawasan Mutu

Pengawasan mutu merupakan bagian yang penting dari Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk memberikan kepastian bahwa setiap produk diproduksi dengan mutu yang konsisten sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak yang berkepentingan pada setiap tahap produksi merupakan suatu keharusan untuk mencapai sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi. Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tetapi juga harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk.

Setiap industri farmasi harus mempunyai bagian pengawasan mutu. Bagian ini harus tidak berpihak pada bagian manapun dan berada di bawah tanggung jawab serta wewenang seseorang dengan kualifikasi dan pengalaman yang sesuai. Sarana yang memadai harus tersedia untuk memastikan bahwa segala kegiatan pengawasan mutu dilaksanakan dengan efektif dan dapat diandalkan.

Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua kegiatan analisis yang dilakukan di laboratorium, termasuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi. Kegiatan yang dilakukan termasuk juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, penanganan sampel pertinggal, menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan dan produk serta metode pengujiannya.

Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian pengawasan mutu harus menjamin pengujian yang diperlukan telah dilakukan sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum didistribusikan. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk pengambilan sampel dan penyelidikan yang diperlukan.

2.2.8 Inspeksi Diri dan Audit Mutu

Inspeksi diri dilakukan untuk mengevaluasi apakah semua aspek poduksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi diri dirancang untuk mengetahui kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri dilakukan

(19)

secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan atau dilakukan oleh auditor luar yang independen. Inspeksi diri dilakukan secara rutin dan pada situasi khusus, misalnya terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Prosedur dan catatan inspeksi diri didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.

Aspek–aspek inspeksi diri dibuat daftar periksa inspeksi diri yang menyajikan standar persyaratan minimal dan seragam. Daftar periksa inspeksi diri tersebut mengandung pertanyaan mengenai ketentuan CPOB yang meliputi personalia, bangunan termasuk fasilitas untuk personil, perawatan bangunan dan peralatan, penyimpanan bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi, peralatan, pengolahan dan pengawasan selama proses, pengawasan mutu, dokumentasi, sanitasi dan higiene, program validasi dan revalidasi, kalibrasi alat atau sistem pengukuran, prosedur penarikan kembali obat jadi, penanganan keluhan, pengawasan label dan hasil inspeksi diri sebelumnya dan tindakan perbaikan.

Inspeksi diri dapat dilakukan oleh tiap bagian sesuai kebutuhan industri atau secara menyeluruh dalam suatu industri. Inspeksi diri yang dilaksanakan secara menyeluruh hendaklah dilakukan minimal satu kali dalam setahun. Waktu dan frekuensi inspeksi diri ditulis dalam prosedur tetap inspeksi diri.

Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkan mutu. Audit mutu umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau tim yang dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Audit mutu juga dapat diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak.

2.2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian

Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan terjadi kerusakan obat sebaiknya dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis. Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem, bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat dari peredaran secara cepat dan efektif. Penarikan kembali produk adalah

(20)

suatu proses penarikan kembali dari satu atau beberapa bets atau seluruh bets produk tertentu dari peredaran dilakukan. Penarikan kembali produk dilakukan apabila ditemukan produk yang cacat mutu atau bila ada laporan mengenai reaksi yang merugikan yang serius serta beresiko terhadap kesehatan. Penarikan kembali produk dari peredaran dan dapat mengakibatkan penundaan atau penghentian pembuatan obat tersebut. Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan ke industri farmasi karena keluhan mengenai kerusakan, daluarsa, atau alasan lain misalnya kondisi wadah atau kemasan yang menimbulkan keraguan akan identitas, mutu, jumlah dan keamanan obat yang bersangkutan.

Keluhan terhadap obat mencakup keluhan terhadap mutu (keadaan fisik, kimia dan biologi), reaksi yang merugikan atau masalah efek terapetik. Semua keluhan dan laporan keluhan hendaklah diteliti dan dievaluasi dengan cermat, kemudian diambil tindak lanjut yang sesuai dan dibuatkan laporan. Tindakan penarikan kembali dilakukan segera setelah diketahui ada produk yang cacat mutu atau diterima laporan mengenai reaksi yang merugikan.

Produk kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian dikembalikan ke pabrik karena adanya keluhan, kerusakan, kadaluwarsa, masalah keabsahan, atau penyebab lain mengenai kondisi obat, wadah atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, mutu dan jumlah obat yang bersangkutan. Industri farmasi sebaiknya membuat prosedur untuk menahan, menyelidiki dan menganalisis obat yang dikembalikan serta menetapkan obat tersebut dapat diproses kembali atau harus dimusnahkan.

2.2.10 Dokumentasi

Dokumentasi merupakan bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas merupakan suatu hal yang penting untuk memastikan bahwa tiap personil penerima uraian tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadi salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan. Spesifikasi, dokumen

(21)

produksi induk/formula pembuatan, prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan harus terbebas dari kekeliruan dan tersedia secara tertulis.

2.2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dan penerima kontrak harus dibuat secara jelas menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan setiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian manajemen mutu (pemastian mutu). Pada bab ini meliputi tanggung jawab industri farmasi terhadap Otoritas Pengawasan Obat (OPO) dalam hal pemberian izin edar dan pembuatan obat.

2.2.12 Kualifikasi dan Validasi

CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang diperlukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu produk sebaiknya divalidasi. Pendekatan dengan kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi.

Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama program validasi dirinci dengan jelas dan didokumentasikan di dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV merupakan dokumen yang singkat, tepat dan jelas. RIV mencakup sekurang-kurangnya kebijakan validasi, struktur organisasi kegiatan validasi, ringkasan fasilitas, sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi, format dokumen, format protokol dan laporan validasi, perencanaan dan jadwal pelaksanaan, pengendalian perubahan, dan acuan dokumen yang digunakan.

(22)

3.1 Sejarah PT. Indofarma (Persero) Tbk.

PT. Indofarma (Persero) Tbk. merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berada di bawah Departemen Kesehatan, berdiri pada tahun 1918 berupa unit produksi kecil dari Rumah Sakit Pusat Pemerintah Belanda dengan kegiatan pembuatan salep dan pemotongan kain kasa pembalut yang dilakukan di

Centrale Burgelijke Zienkeninrichring (CBZ), yang sekarang dikenal dengan

Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo di Jakarta.

Pada tahun 1931, pabrik berkembang dengan bertambahnya jenis produksi, yaitu obat suntik dan tablet. Sejalan dengan itu pada tahun 1935 lokasi pabrik dipindahkan ke Jalan Tambak No. 2 Manggarai, Jakarta sehingga dikenal dengan sebutan ”Pabrik Obat Manggarai”.

Semenjak berakhirnya penjajahan Belanda dan masuknya Jepang ke Indonesia, pada tahun 1942 pabrik obat Manggarai diambil alih dan dikelola oleh perusahaan farmasi Jepang (dibawah manajemen Takeda). Selama masa tersebut kegiatan produksi tidak banyak mengalami perkembangan. Pada saat penyerahan kedaulatan dari pemerintah Jepang kepada pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1950, pabrik obat Manggarai diambil alih oleh pemerintah Indonesia yaitu Departemen Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Farmasi. Pada tahun 1960-1967, pabrik tersebut berada di bawah naungan Badan Perlengkapan Kesehatan (Baperkes), disamping dua badan lain, yaitu Depo Farmasi Pusat dan Lembaga Farmakoterapi, pada perkembangan selanjutnya disebut Lembaga Farmasi Nasional kemudian menjadi Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan (PPOM).

Pada tanggal 14 Februari 1967, melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.008/III/AM/67, nama Pabrik Obat Manggarai diubah menjadi Pusat Produksi Farmasi Departemen Kesehatan dan ditetapkan sebagai Unit Operatif setingkat Direktorat Jenderal Farmasi. Tugas pokok dari pabrik ini adalah memproduksi obat–obatan berdasarkan pesanan dari Departemen Kesehatan RI. Pada tahun 1969-1975 pabrik direnovasi dan tahun 1975 dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

(23)

No.125/IV/KAB/BU/75 tentang struktur organisasi Departemen Kesehatan yang merupakan pelaksanaan lebih lanjut dari Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 44 dan 45 tahun 1974. Namun pabrik farmasi Departemen Kesehatan ini tidak tercakup dalam keputusan tersebut sehingga statusnya tidak jelas. Hal ini berlangsung hingga tahun 1978.

Dengan adanya kebijaksanaan pemerintah tanggal 15 November 1978 dalam hal ekonomi dan keuangan, harga obat mendadak melambung tinggi sehingga persediaan obat terutama di puskesmas mengalami kekosongan karena sulit mendapatkan obat. Peristiwa ini menyadarkan pemerintah untuk menyediakan peralatan dan sarana yang dibutuhkan agar dapat mengendalikan mekanisme pengadaan obat dalam jumlah yang cukup serta memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan distribusi yang merata serta harga terjangkau sesuai kemampuan dan daya beli masyarakat. Maka pabrik farmasi ini diaktifkan kembali sesuai dengan fungsinya, berdasarkan SK Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.418/MenKes/SK/XII/78 tanggal 6 Desember 1978.

Pada tahun 1979, pabrik ini ditetapkan sebagai Pusat Produksi Farmasi Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Dalam keputusan tersebut disebutkan pula bahwa Pusat Produksi Farmasi bertugas membantu usaha pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di bidang kesehatan, yaitu memproduksi obat-obat untuk rumah sakit pemerintah dan pusat kesehatan masyarakat. Obat-obatan yang dimaksud bersifat esensial, artinya bahwa obat tersebut banyak dibutuhkan oleh masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka diputuskan untuk didirikannya sebuah pabrik yang sekaligus untuk memperluas pelayanan Pusat Produksi Farmasi Departemen Kesehatan. Pada tahun 1980 mulai dilakukan studi kelayakan untuk pembangunan pabrik ini.

Pada tanggal 11 Juli 1981, berdasarkan PP No.20 tahun 1981, Pusat Produksi Farmasi diubah menjadi Perusahaan Umum dengan nama Indonesia Farma (Perum Indofarma) yang direalisasikan pada tanggal 1 April 1988 dengan mulai dibangunnya pabrik baru yang modern seluas 20 hektar sesuai dengan konsep dan persyaratan CPOB yang berlokasi di desa Gandasari, Cibitung, Bekasi dengan bantuan alat dan teknologi dari Italia.

(24)

Mulai pertengahan tahun 1991, hampir seluruh kegiatan produksi telah menempati lokasi di Cibitung, kecuali sediaan steril. Tanggal 31 Januari 1995 fasilitas produksi steril diresmikan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia dengan dana pembangunan seluruhnya ditanggung oleh Perum Indofarma.

Pada tanggal 2 Januari 1996 Perum Indonesia Farma diubah menjadi Perseroan Terbatas Indofarma (PT. Indofarma (Persero)) melalui PP No.34 tanggal 20 September 1995. Perubahan status ini bertujuan untuk mengantisipasi perubahan dan meningkatkan daya saing. Pada tahun 1996-1997 dilakukan renovasi pada bagian Litbang. Tahun 1999 dibangun Extraction Plant dan selesai awal tahun 2000, serta pendirian anak perusahaan PT. Indofarma Global Medika (PT. IGM) sebagai distributor dan pemasaran produk farmasi termasuk alat kesehatan dengan 30 cabang di seluruh Indonesia. Tahun 2000 dibangun pabrik makanan bayi di Lippo Cikarang Industrial Estate Jawa Barat.

Mulai tanggal 17 April 2001, PT. Indofarma melakukan penawaran saham perdana kepada masyarakat dan mendaftarkan seluruh saham perseroan di Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia) dengan kode saham INAF serta resmi menjadi sebuah perusahaan terbuka dengan nama PT. Indofarma (Persero) Tbk.

Dalam rangka meningkatkan fasilitas produksi guna memenuhi ketentuan standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) terkini, PT. Indofarma (Persero) Tbk. sejak tahun 2008 mulai melaksanakan renovasi fasilitas produksi di Cibitung. Pada tahun 2009, telah masuk pada tahap penyelesaian. Dampak positif renovasi adalah peningkatan kapabilitas untuk menciptakan kondisi yang ideal guna terjaminnya kualitas dan stabilitas produk yang baik.

3.2 Visi dan Misi PT. Indofarma (Persero) Tbk. (Probowinanto, 2011) PT. Indofarma (Persero) Tbk. dalam menjalankan produksinya mempunyai visi dan misi yang harus dicapai. Visi tersebut adalah menjadi perusahaan yang berperan secara signifikan pada perbaikan kualitas hidup masyarakat dengan menyediakan solusi terhadap masalah kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

(25)

Sedangkan Misi Indofarma adalah:

1. Menyediakan produk dan layanan berkualitas dengan harga terjangkau untuk masyarakat.

2. Melakukan penelitian dan pengembangan produk yang inovatif dengan prioritas untuk mengobati penyakit dengan tingkat prevalensi tinggi. 3. Mengembangkan kompetensi Sumber Daya Manusia sehingga memiliki

kepedulian, profesionalisme dan kewirausahaan yang tinggi.

3.3 Nilai Inti PT. Indofarma (Persero) Tbk. (Probowinanto, 2011)

PT. Indofarma (Persero) Tbk. mempunyai nilai-nilai inti yang harus dijalankan oleh setiap stafnya. Nilai-nilai inti tersebut adalah :

1. Profesional: menjunjung tinggi integritas, komitmen seluruh insan Indofarma, dan kepurnaan.

2. Kewirausahaan: berpandangan visioner, inovasi untuk pertumbuhan, dan fokus pada pelanggan.

3. Kepedulian: menghargai sikap dan pandangan orang lain, kerjasama tim, serta kesetaraan atas kesempatan & penghargaan.

3.4 Logo PT. Indofarma (Persero) Tbk. (Probowinanto, 2010)

Perusahaan memiliki logo ”INF” yang melambangkan kependekan nama perusahaan. Logo tanpa bingkai menggambarkan pengabdian perseroan dibidang kesehatan masyarakat. Warna biru melambangkan sifat pengabdian perseroan yang tidak terbatas. Keluasan pengabdian diperluas dengan gradasi warna yang memiliki dimensi yang luas. Upaya pelayanan perseroan pada masyarakat tersirat pada ritme dari garis luas dan lengkung. Kesatuan garisnya memberikan kesan melindungi dan saling mendukung, artinya perseroan siap melindungi masyarakat dari penyakit dan mendukung masyarakat untuk mewujudkan kesehatan. Posisi miring melambangkan dinamika perseroan yaitu tidak terpaku pada konvensi-konvensi yang sudah ada, mengikuti perkembangan zaman dan inovatif tetapi mengikuti gerak laju teknologi.

(26)

Gambar 3.1 Logo PT. Indofarma (Persero) Tbk.

3.5 Kebijakan Mutu PT. Indofarma (Persero) Tbk. Kebijakan mutu yang ditetapkan oleh perusahaan, yaitu :

1. Mutu di jadikan prioritas pertama demi kepuasan pelanggan eksternal dan internal.

2. Mutu mencakup seluruh kegiatan perusahaan, mulai dari penelitian dan pengembangan, produksi sampai pemasaran.

3. Mutu dibangun dalam Sistem Manajemen Mutu (Total Quality

Management/TQM) terpadu oleh semua pihak melalui perencanaan,

pelaksanaan, dan pengendalian yang efektif dan efisien.

4. Mutu terutama ditentukan oleh faktor manusia, oleh karena itu pendidikan dan pelatihan bagi karyawan terus dikembangkan sesuai kebutuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

5. Mutu selalu dijaga dan ditingkatkan sesuai kebutuhan pelanggan dengan memperhatikan kemampuan daya saing melalui proses yang menekan biaya mutu.

3.6 Lokasi dan Bangunan PT. Indofarma (Persero) Tbk.

Seluruh fasilitas produksi farmasi dan obat herbal dirancang sesuai konsep CPOB dan dibangun diatas tanah seluas ± 20 hektar di Cibitung, Bekasi, Jawa Barat, dimana 3,2 hektar digunakan sebagai sarana pendukung produksi.

Pabrik dan kantor pusat PT. Indofarma (Persero) Tbk. terletak di Jalan Indofarma No. 1, Cibitung-Bekasi, dengan luas tanah 2.000.000 m2 dan luas bangunan 28.035 m2 yang terdiri dari: kantor pusat 200 m2, pusat pelatihan 750 m2, kantin 300 m2, koperasi 60 m2, poliklinik dan apotek 196 m2, masjid 441 m2, laboratorium 1.440 m2, unit produksi utama 9.921 m2, unit produksi β laktam

(27)

1.440 m2, unit produksi parenteral 2.330 m2, unit produsi obat tradisional dan gudang 5.250 m2, bangunan utilities 898 m2, gudang bahan kimia 216 m2, instalasi pengolahan limbah cair 204 m2, instalasi limbah padat 44 m2, menara air 100 m2,

cylinder gas chamber 66 m2, rumah jaga 128 m2, lapangan 1.548 m2, unit penelitian dan pengembangan 700 m2.

Sistem tata ruang produksi non steril dibagi dua, yaitu kelas empat dan kelas tiga. Kelas empat meliputi gudang, koridor yang menghubungkan gudang produk jadi dan daerah pengemasan sekunder. Daerah ini ditandai dengan lantai yang dicat epoksi agar kotoran tidak mudah melekat dan dinding mudah dibersihkan. Kelas tiga merupakan daerah yang terkait langsung dengan proses produksi, misalnya daerah proses pengolahan, pengemasan primer, hingga koridor yang berhubungan.

3.7 Produk PT. Indofarma (Persero) Tbk. (Probowinanto, 2011)

Produk yang dihasilkan oleh PT. Indofarma (Persero) Tbk., antara lain sebagai berikut :

1. Produk Ethical (OGB, Lisensi, Nama Dagang)

PT. Indofarma (Persero) Tbk., memproduksi obat generic ethical sebagai produk utama di samping memproduksi obat dengan nama dagang dan lisensi. Saat ini PT. Indofarma (Persero) Tbk., mulai memperluas target pasar dengan memproduksi obat branded generic atau obat generik dengan nama dagang dengan harga terjangkau, yang merupakan program pemerintah untuk penyediaan obat bagi masyarakat.

2. OTC dan Herbal Medicines

Dalam rangka mengembangkan sumber daya alam di Indonesia PT. Indofarma (Persero) Tbk., telah mengembangkan Obat Asli Indonesia (OAI) seperti Prolipid, Pro Uric, Probagin, dan lainnya. Selain itu, diproduksi pula makanan kesehatan (food suplement ) seperti Biovision, Bioprost, dan lain-lain. Obat OTC yang diproduksi antara lain OBH Plus.

3. Alat Kesehatan

Selain memproduksi obat, PT. Indofarma (Persero) Tbk. juga bekerjasama dengan perusahaan luar negeri untuk memasarkan dan mendistribusikan

(28)

alat-alat kesehatan cateter, urin bag, blood bag, disposibble syringe dan lain-lain.

3.8 Struktur Organisasi

PT. Indofarma (Persero) Tbk. dipimpin oleh seorang Direktur Utama yang dibantu oleh empat orang staf direksi, yaitu Direktur Produksi, Direktur Keuangan dan SDM, Direktur Riset dan Pemasaran, dan Direktur Operasi dan Pengembangan. Masing-masing direktur membawahi bidang dan tiap bidang membawahi beberapa seksi. Selain itu, ada beberapa bagian yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama (non direktorat), yaitu Corporate

Secretary and GCG, Risk Management and Compliance, Satuan Pengawasan

Internal (SPI), Teknologi Informasi dan Data, Supply Chain Management (SCM), dan Quality Assurance. Struktur organisasi selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 1.

3.9 Direktorat Produksi

Direktorat Produksi di PT. Indofarma Tbk dipimpin oleh seorang Direktur Produksi dan membawahi 7 bidang yang dipimpin oleh seorang Manager. Bidang-bidang tersebut yaitu Bidang Produksi I, Produksi II, Teknik dan Pemeliharaan, Perencanaan Produksi dan Pengendalian Persediaan (PPPP/PPIC), Penelitian dan Pengembangan, Pengawasan mutu, dan Logistik bahan awal.

3.9.1 Bidang Produksi I (Bidang Produksi I, 2011).

Bidang Produksi I dipimpin oleh seorang manajer yang membawahi empat seksi, yaitu seksi Solid I bertanggung jawab dalam pembuatan massa tablet dan pembuatan massa kapsul, seksi Solid II bertanggung jawab dalam pencetakan tablet, filling kapsul, coating tablet, seksi Pengemasan bertanggung jawab dalam pengemasan, dan seksi Herbal yang bertanggung jawab dalam ekstraksi dan pengolahan bahan herbal.

Proses produksi tablet bidang Produksi I dilakukan dengan metode vertical

closed system, yaitu sistem vertikal tertutup dimana proses produksi dilakukan

dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Metode ini dilaksanakan diproduksi I karena bentuk bangunan memungkinkan metode tersebut dilakukan (3 lantai) dan

(29)

produksinya besar sehingga efisiensi tenaga tercapai. Keuntungan sistem ini adalah dapat meminimalkan terjadinya kontaminasi silang, produksi dapat dilakukan dalam jumlah yang besar dalam satu bets, efisiensi dari segi waktu, tenaga, tempat maupun energi.

Bidang Produksi I akan melaksanakan kegiatan berdasarkan Perintah Pengolahan (PP) yang dikeluarkan oleh bidang Perencanaan Produksi Dan Pengendalian Persediaan (PPPP) yang disertai dengan Catatan Produksi Bets (CPB). CPB merupakan dokumen yang berisi semua prosedur dan persyaratan yang harus dipenuhi selama proses produksi dan segala sesuatu yang menyimpang yang teramati dicatat pada dokumen tersebut. PP disetujui oleh Manajer Produksi setelah dilakukan pengecekan antara PP dengan Rencana Produksi Bulanan (RPB) dan Rencana Produksi Mingguan (RPM). PP yang telah disetujui oleh Manajer Produksi I akan digunakan sebagai Bon Permintaan Bahan Awal (BPBA) kepada bidang Logistik Bahan Awal (LBA). Di gudang, bahan yang diminta, disiapkan dan diserahkan ke bidang Produksi I setelah dilakukan penimbangan oleh petugas dispensing disaksikan oleh petugas IPC. Bahan dari gudang yang telah diserahkan dari LBA ke seksi Solid I akan diproses sampai menjadi produk antara. Seksi Solid II akan mengolah produk antara menjadi produk ruah. Setelah produk ruah dinyatakan memenuhi syarat oleh bidang Quality Control (QC) dengan dikeluarkannya Laporan Analisa Memenuhi Syarat (LA MS), ke bagian seksi Solid II akan membuat Bukti Penyerahan Produk Ruahan (BPPR) kepada seksi Pengemasan dan PPPP akan mengeluarkan Perintah Kemas (PK). Bagian pengemasan akan membuat bon permintaan bahan pengemas ke bagian LBA sesuai dengan kebutuhan pengemasan. Sebelum proses pengemasan dimulai, dilakukan persiapan bahan pengemas yaitu coding, nomor batch, tanggal kadaluarsa dan Harga Eceran Tertinggi (HET) di kemasan sekunder. Setelah proses pengemasan selesai baru kemudian diperoleh produk jadi.

Proses pengemasan yang dilakukan bidang Produksi I meliputi stripping,

blistering, dan bottling. Produk jadi dalam kemasan sekunder akan dikemas ke

dalam karton yang telah disablon sesuai isinya, dikemas dalam karton, kemudian dikarantina, lalu dilakukan inspeksi akhir (diambil contoh pertinggal/retained

(30)

kemudian hari) oleh bidang QC, baru kemudian diserahkan ke bidang Logistik Produk Jadi dengan membuat Bukti Penyerahan Produk Jadi (BPPJ). Produk jadi yang memenuhi syarat akan didistribusikan. Setiap penyimpangan pada proses produksi akan dicatat dalam catatan penyimpangan produksi.

3.9.1.1 Seksi Solid I

Seksi solid I melakukan penyediaan massa meliputi persiapan, pengolahan, penyiapan bahan awal, dan pembuatan massa. Bahan yang telah ditimbang dibawa ke lantai tiga bersama CPB (Catatan Produksi Bets) kemudian dilakukan penimbangan ulang untuk memastikan bahwa bahan ditimbang dengan jumlah yang benar. Bahan baku obat dan bahan penolong dengan jumlah yang sangat besar dimasukkan ke dalam bin sebagai penampung. Bahan dalam bin dibawa dengan forklift dan siap dibuat massa melalui proses pencampuran (mixing) yang dilakukan dengan menggunakan mesin Azo thumbler di lantai III atau mixer Diosna di lantai II. Campuran yang telah homogen diperiksa oleh petugas IPC. Wadah campuran diberi label karantina saat dilakukan pemeriksaan sampai dikatakan memenuhi syarat. Proses pembuatan massa dapat dilihat pada Lampiran 3.

Metode pembuatan tablet yang digunakan pada Bidang produksi I adalah metode cetak langsung (direct compression) dan metode granulasi basah (wet

granulation). Metode cetak langsung dilakukan dengan menempatkan

bahan-bahan ke dalam bin atau langsung dialirkan ke mesin cetak di lantai 2 melalui

loading station yang berada di lantai 3. Loading station terbuat dari pipa stainless steel yang dilengkapi kain tunnel sebagai penghubung antara loading station

dengan mixer.

Metode granulasi basah dilakukan dengan mencampurkan bahan awal dengan bahan pengikat dan dibuat granul sesuai dengan ukuran yang dikehendaki. Proses ini dilakukan dengan menggunakan mixer Batagion atau mixer Stokes dan granulator. Granul basah ditampung dalam bin di lantai 1 dan dikeringkan dengan menggunakan fluid bed dryer. Granul kering diayak dengan granulator yang memiliki mesh tertentu. Hasil ayakan ditampung dalam bin dan dilakukan pemeriksaan kadar air oleh bagian IPC. Granulat dibawa ke lantai 2 untuk ditimbang ulang kemudian ditambah bahan tambahan lainnya. Proses

(31)

pencampuran akhir menggunakan mixer Diosna dan dilakukan pemeriksaan homogenitas oleh bagian IPC. Bin yang berisi campuran bahan/massa tablet dibawa ke lantai 3 dan ditempatkan pada loading station, dialirkan melalui pipa

stainless steel yang dilengkapi kain tunnel menuju hopper mesin cetak lantai 2

dan selanjutnya siap dicetak. Produksi kapsul dilakukan dalam ruangan dengan kelembaban udara 50-60% karena cangkang kapsul mudah dipengaruhi oleh kelembaban. Proses yang dilakukan sama dengan proses pembuatan tablet dengan cara cetak langsung.

3.9.1.2 Seksi Solid II

Seksi Solid II berada di lantai 2 gedung produksi I. Seksi Solid II bertugas melakukan pencetakan massa tablet, pengisian kapsul dan coating tablet dari seksi pembuatan massa yang telah dinyatakan lolos uji, sampai menjadi produk ruahan yang lolos uji dan siap dikemas. Tahap-tahap yang dilakukan oleh seksi pencetakan adalah persiapan mesin, pengoperasian mesin (pencetakan tablet), penimbangan produk ruahan, pemberian label nama produk, nomor bets, jumlah dan tanggal pencetakan, karantina produk ruah menunggu pemeriksaan dari bidang pemastian mutu, dan mencatat semua kegiatan yang dilakukan dalam Catatan Pengolahan Bets dilakukan untuk semua tahapan proses produksi.

Pemeriksaan kualitas produk antara dan produk ruahan oleh operator dilakukan selama proses berlangsung oleh petugas IPC agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Produk ruahan yang sudah lolos uji diserahkan kepada seksi pengemasan dari seksi Solid II untuk dikemas menjadi produk jadi. Proses Pencetakan/Pengisian dan Penyalutan dapat dilihat pada Lampiran 4.

3.9.1.3 Seksi Pengemasan

Pengemasan berkaitan dengan stabilitas obat yang berfungsi melindungi obat terhadap kelembaban, iklim, dan benturan. Selain itu kemasan juga mempengaruhi daya tarik produk terhadap konsumen. Pengemasan merupakan tahap akhir produksi sebelum dipasarkan, sehingga suatu produk harus memenuhi syarat-syarat pengemasan yang baik, yaitu dapat melindungi produk yang dikemas, bersifat inert, spesifik bahan pengemasnya, harus aman, tidak mudah

(32)

dibuka oleh anak-anak, dan menarik terutama untuk kemasan obat bebas. Kemasan obat dapat berubah seiring dengan kebutuhan, misalnya untuk memberikan proteksi obat yang lebih baik, untuk membentuk image baru, menonjolkan produk tersebut dari produk lainnya, sebagai bagian dari promosi, dan sebagai sumber informasi.

Jika ditinjau dari waktu dikeluarkannya PP dan PK, dikenal dua proses yaitu in line process dan non in line process. In line process yaitu proses dimana hasil produksi langsung dikemas dalam wadah pengemasnya, PP dan PK dikeluarkan bersamaan. Jadi mulai dari bahan awal sampai menjadi produk dalam kemasan akhir, proses tidak terputus. Proses ini diterapkan dalam sirup cair, sirup kering, salep dan oralit. Sedangkan pada proses Produksi I non in line process dimana PP dan PK tidak dikeluarkan bersamaan. Setelah PP dikeluarkan, dilakukan penyiapan bahan awal sampai menjadi produk yang siap dikemas. Produk ini dikarantina menunggu released dari QC. Proses ini diterapkan dalam pembuatan kapsul, tablet, dan produk steril.

PK oleh bidang Pengemasan digunakan sebagai bon permintaan bahan pengemas yang diajukan ke bagian LBA. Bahan pengemas dari gudang bila berupa karton akan dilakukan penyablonan yang berisi nama produk, nomor

batch, expired date, sedangkan untuk etiket dan kotak akan dilakukan coding

(pemberian kode) meliputi nomor batch, expired date dan HET.

Produk ruah yang akan dikemas dan bahan kemas yang dikirim dari gudang semuanya sudah diluluskan oleh bidang pengawasan mutu / Quality

Control (QC). Proses pengemasan dapat berupa pengisian ke botol, stripping, blistering dan sachet. Jenis bahan pengemas yang digunakan disesuaikan dengan

sifat produk ruah dan permintaan pasar. Sebelum dilakukan proses pengemasan, jalur pengemasan harus telah dibersihkan (line clearance) untuk mencegah terjadinya mixed-up dan selama proses pengemasan dilakukan In Process Control, misalnya uji kebocoran strip, blister, dan sachet sebanyak empat lempeng strip atau blister tiap 15 menit. Dokumentasi untuk seksi Pengemasan meliputi Catatan Pengolahan Bets, papan penandaan, catatan sanitasi, catatan produksi harian yang terdiri dari kontrol harian mesin, pengepakan dan laporan bulanan. Proses pengemasan dapat dilihat pada Lampiran 5.

(33)

3.9.1.4 Seksi Herbal

PT. Indofarma (Persero) Tbk mendirikan Extraction Center yang khusus memproduksi obat tradisional (Jamu). Seksi Herbal memproduksi obat-obat tradisional yang bahan bakunya dapat berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Obat tradisional yang bahan bakunya berasal dari dalam negeri nama produk berawal “Pro”, misalnya Prolipid, Probagin dan Prouric. Obat tradisional yang bahan baku yang diimpor nama produknya berawalan “Bio”, misalnya Biovision, Bioginko dan lain-lain.

Kegiatan produksi di seksi Herbal meliputi sortasi, pencucian simplisia, ekstraksi, formulasi dan pengemasan. Bahan baku (simplisia) dipenuhi dengan cara membeli langsung dari supplier, melalui petani binaan atau bekerja sama dengan institusi lain. Bahan baku tersebut harus memenuhi spesifikasi yang ditetapkan oleh PT. Indofarma (Persero) Tbk seperti kadar air (lebih kecil dari 10%), kadar sari larut dalam air dan kadar sari larut dalam alkohol (tergantung simplisia) mengacu kepada buku resmi yang ditetapkan yaitu Materia Medika Indonesia.

Sistem produksi herbal di PT. Indofarma (Persero) Tbk sesuai dengan CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik). Produksi herbal di PT. Indofarma (Persero) Tbk berupa horizontal close system dengan menggunakan metode ekstraksi berupa maserasi, perkolasi dan gabungan keduanya. Pengeringan ekstrak menggunakan tiga metode yaitu spray dryer, dehumidifier dan vaccum

dryer. Proses pengolahan ekstrak dimulai dari perajangan kemudian ekstraksi

(penyarian), pengentalan, pengeringan kering yang kemudian menghasilkan ekstrak kering.

Bahan pendukung produksi terdiri dari pelarut seperti etanol dan air yang digunakan untuk ektraksi, bahan penolong (aerosil, amilum maydis kering, magnesium stearat, sodium starch glycolate dan microcrystallin cellulosa), dan bahan pengemas (botol plastik, kapas steril, etiket, silika gel, aluminium foil, karton dan pita perekat). Sarana dan fasilitas yang digunakan bagian herbal meliputi sumber energi, air dan instalasi penanganan limbah. Proses pengolahan

(34)

produk herbal sediaan solid dapat dilihat pada Lampiran 6 dan sediaan cair dapat dilihat pada Lampiran 7.

3.9.2 Bidang Produksi II

Bidang Produksi II dipimpin oleh seorang manajer. Bidang ini membawahi tiga seksi, yaitu Seksi Salep Sirup Serbuk, Seksi β-laktam dan Seksi Produksi Steril. Bidang Produksi II bertugas memastikan ketersediaan produk tablet, kapsul dan sirup kering β-laktam, salep, sirup, serbuk, dan produk steril sesuai target dengan cara merencanakan, mengkoordinasi, dan mengendalikan aktivitas pengolahan, pengemasan dan kegiatan terkait.

Pelaksanaan proses produksi pada Bidang Produksi II menggunakan

vertical closed system dan horizontal closed system untuk menghindari kontak

dengan lingkungan. Vertical closed system diterapkan untuk produksi oralit, sedangkan horizontal closed system diterapkan untuk produksi sediaan β-laktam, salep dan sirup dimana penyiapan bahan awal sampai produk akhir diproses dalam lantai yang sama, karena sediaan yang diproduksi dalam jumlah yang relatif kecil. 3.9.2.1 Seksi Sediaan Salep, Sirup dan Serbuk

Seksi Sediaan Salep, Sirup dan Serbuk memproduksi sediaan sirup cair, suspensi, salep kulit, krim, serbuk dan reagen untuk tes garam beriodium. Proses produksi sediaan salep kulit adalah sebagai berikut:

1. Penimbangan bahan awal yang telah lolos uji 2. Pelelehan basis di dalam vessel (tanpa pengaduk)

3. Basis dipindahkan ke dalam vessel yang dilengkapi pengaduk melalui pompa dengan filter, kemudian dilakukan pengeringan basis. Massa basis selanjutnya didinginkan dan dilakukan pemeriksaan kadar air oleh bagian IPC.

4. Bahan aktif, penolong dan pengawet ditambahkan ke dalam massa basis sambil diaduk.

5. Massa salep dihomogenkan dengan menggunakan homogenizer dan kemudian divakumkan untuk mengusir udara yang terperangkap.

6. Massa salep yang telah lolos uji dipindahkan ke dalam penampung

(35)

menggunakan filling machine. Selama proses pengisian dilakukan kontrol keseragaman bobot dengan penimbangan 20 tube setiap 15 menit dan dibuat peta kendalinya. Petugas IPC akan melakukan sampling untuk diuji.

Sirup yang diproduksi oleh Bidang Produksi II ada dua macam, yaitu sirup cair dan sirup kering. Sirup cair diproduksi secara horizontal closed sistem, sedangkan sirup kering dilakukan secara vertical closed sistem namun pengemasannya sama, yaitu secara in line process.

Tahap–tahap produksi sediaan sirup cair:

1. Pembuatan sirup cair diawali dengan pemeriksaan air DIW yang akan digunakan sebagai bahan baku.

2. Dispensing bahan–bahan awal yang telah dinyatakan memenuhi syarat.

3. Pembuatan larutan bahan dalam DIW dan pembuatan suspensi induk. 4. Pencampuran larutan bahan dan suspensi induk dalam vessel yang

dilengkapi pengaduk, kemudian dilakukan sirkulasi dengan menggunakan pompa, flavouring agent ditambahkan pada suhu massa suspensi 40ºC kemudian dilakukan pengecekan oleh petugas IPC terhadap massa suspensi.

5. Massa suspensi yang telah lulus uji dialirkan ke mesin pengisian melalui pompa. Mesin pengisian dilengkapi dengan mesin peniup udara kering, mesin penutup botol dan mesin penempel etiket. Pengawasan terhadap keseragaman bobot dilakukan selama proses pengisian berlangsung. Pemeriksaan dilakukan menimbang bobot 6 botol setiap 15 menit dan dibuat peta kendalinya. Petugas IPC akan melakukan sampling untuk diuji. 6. Pengemasan ke dalam wadah pengemas sekunder dan tersier.

Tahap-tahap proses sediaan sirup kering:

1. Proses diawali dengan pengayakan dan granulasi.

2. Penimbangan kemudian pencampuran dengan bahan tambahan didalam diosna.

3. Dilanjutkan dengan pengisian dan pengemasan. Pada semua proses dilakukan kontrol oleh petugas IPC.

(36)

Untuk pembuatan sirup kering ini, kelembaban udara diatur sedemikian rupa sehingga kurang dari 50%, menggunakan alat dehumiditifier. Massa sirup kering yang telah memenuhi syarat dimasukkan kedalam botol, pengisian sirup kering ini masih dilakukan secara manual. Setelah dilakukan pengisian, botol ditutup, diberi etiket dan dikemas.

Produksi sediaan serbuk salah satunya yaitu produksi oralit yang sediaan padat (serbuk) berbentuk granul yang dikemas dalam sachet kedap udara. Pengadukan oralit dilakukan dalam mixer diosna. Pemeriksaan kualitas terhadap massa oralit dilakukan oleh bagian pemastian mutu yang meliputi kadar, keseragaman bobot, warna, homogenitas, free flowing, distribusi partikel, taping

density dan kadar air. Untuk oralit kelembaban udara harus rendah karena

mempunyai sifat sangat higroskopis. Pengendalian proses yang dilakukan antara lain penetapan kadar air dan penetapan kadar seluruh komponen untuk meyakinkan bahwa campuran sudah homogen. Massa yang telah memenuhi syarat dimasukan ke dalam sachet dengan mesin pengisi yang dilengkapi dengan penghisap debu. Selama proses pengisian, operator mesin dan petugas pengawasan mutu melakukan IPC pada pemeriksaan keseragaman bobot dan kebocoran wadah.

3.9.2.2 Seksi β-Laktam

Seksi ß laktam bertugas memproduksi sediaan antibiotika yang memiliki inti ß-laktam (turunan penisilin). Bentuk sediaannya berupa kaplet, kapsul, dan sirup kering. Antibiotika turunan ß-laktam dapat menimbulkan reaksi alergi, oleh karena itu gudang, penimbangan, produksi, dan pengemasan sediaan ß-laktam dilakukan di gedung dan fasilitas yang secara fisik dipisahkan dari produksi lain (non ß-laktam). Pemisahan ini dilakukan sebagai tindakan pengamanan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang dengan produk lain.

Arus keluar-masuk menggunakan air locked system untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang. Air locked system mempunyai tekanan udara lebih rendah dari ruangan lainnya, untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang. Pengendalian udara dilakukan dengan sistem Air Handling Unit (AHU), dimana AHU gedung ß-laktam terpisah dari gedung non ß- laktam. Ruangan ß-laktam

(37)

terdiri dari dua kelas, yaitu kelas tiga yang digunakan untuk proses dispensing,

mixing, filling, tableting, dan pengemasan primer dan kelas empat untuk

pengemasan sekunder sampai obat jadi. Ruangan kelas tiga dan kelas empat dipisahkan berdasarkan perbedaan dimana tekanan udara kelas empat lebih tinggi daripada tekanan kelas tiga sehingga kontaminasi dari ß-laktam dilakukan dengan sistem horizontal. Ruangan produksi ß-laktam diatur sedemikian rupa sehingga mempunyai tekanan yang lebih negatif. Hal itu untuk mencegah terjadinya pencemaran oleh debu ß-laktam.

Pengaturan sirkulasi udara untuk ruangan ß-laktam dilakukan secara khusus dan terpisah. Ruangan produksi sedían ß-laktam adalah ruang kelas tiga dengan tekanan udara yang diatur untuk menghindari kontaminasi. Ruangan ß-laktam lebih negatif dibanding koridor di luarnya yang bertekanan negatif. Di luar koridor tekanan udara lebih positif daripada didalam koridor. Diharapkan udara di dalam ruang produksi tidak bisa keluar ruangan sehingga tidak mengkontaminasi lingkungan. Udara dari ruang produksi ß-laktam harus disaring terlebih dahulu agar udara yang keluar tidak mengandung ß-laktam. Udara dialirkan ke dalam suatu ruang yang di dalamnya ada tetesan-tetesan air yang akan melarutkan ß-laktam. Udara bersih ß-laktam dialirkan kembali ke ruang produksi ß-laktam melalui prefilter (efisiensi 40 %), medium filter (efisiensi 90%), dan heating coil untuk penyesuaian suhu. Proses pengolahan tablet, kapsul, dan sirup kering sama dengan proses pada produksi I dan II, tetapi dilakukan dengan cara horizontal

closed system. Bahan penolong yang berasal dari gudang utama hanya boleh

masuk ruang penyangga dan selanjutnya diambil oleh orang yang berada di dalam ruang produksi.

Dalam setiap ruang produksi terdapat penghisap debu yang dihubungkan secara sentral dengan dust collector dari gedung ß-laktam. Limbah cair yang berasal dari gedung ß-laktam seperti limbah cair yang berasal dari pencucian alat diolah dengan cara ditampung terlebih dahulu, kemudian inti ß-laktam didestruksi terlebih dahulu dengan Natrium Hidroksida sampai didapat pH 11-12, didiamkan selam 48 jam kemudian dinetralkan dengan Asam Klorida pekat 5 N sebelum disalurkan ke dalam saluran pengolahan limbah. Limbah padat dan partikel debu dibakar dalam incenerator.

(38)

Produksi sirup kering di seksi ß-laktam meliputi sirup kering ampisillin 125 mg/5 mL dan sirup kering amoksisilin 125 mg/5mL. Proses produksi sirup kering dilakukan in line process , yaitu proses produksi menjadi satu kesatuan dari mulai pengisian sampai pengemasan. Ruang tempat pengisian massa sirup kering perlu kelembaban udara tertentu, yaitu tidak boleh > 50%, untuk menjaga kadar air massa serbuk kering agar mempunyai aliran yang baik, menjaga kestabilan zat aktif, dan mengendalikan keseragaman bobot. Operator mesin mengontrol bobot sirup kering dalam setiap 15 menit dan dibuat peta kendali dalam Catatan Pengolahan Bets.

3.9.2.3 Seksi Sediaan Steril

Seksi produk steril bertanggung jawab dalam memproduksi sediaan steril, dipimpin oleh seorang asisten manajer yang membawahi dua subseksi, yaitu: 1. Subseksi pengolahan (penimbangan dan pelarutan, pengisian, sterilisasi,

pengolahan sepalosporin dan dokumentasi).

2. Subseksi pengemasan (pengepakan, pemeriksaan kejernihan sediaan ampul, vial dan tetes mata serta pencetakan label).

Produk yang dihasilkan antara lain:

1. Sedian steril cairan, seperti injeksi vitamin B12, deksametason, diazepam, lidokain compositum, papaverin HCl, atropine sulfat dan aqua PI, furosemid injeksi dan metoklopramida (dibuat dengan cara sterilisasi akhir), sedangkan gentamicin dan ranitidine injeksi (dibuat secara aseptis). 2. Tetes mata, seperti gentamicin 40 mg/ml.

3. Sediaan steril powder, seperti injeksi derivat sefalosporin yang dibuat secara aseptis yaitu Cefotaxim, Ceftriaxon.

Ruang produksi steril dibagi menjadi beberapa kelas sesuai dengan persyaratan CPOB. Pembagian ini didasarkan kepada derajat kebersihannya, yaitu:

1. Ruang kelas I/kelas A (white area atau ruang kritis) merupakan ruang kelas di bawah LAF (Laminar Air Flow) yang dilengkapi dengan HEPA (High Efficiency Particulare Air) filter berefisiensi 99,995%. Besarnya

(39)

pertukaran udara adalah 20–40 kali/jam. Jumlah cemaran partikel dengan diameter kurang dari 0,5 μm tidak boleh lebih dari 100 partikel/feet kubik. 2. Ruang kelas II/kelas B (clean area ruang steril), sama dengan ruang kelas

I tetapi tanpa LAF. Jumlah cemaran partikel dengan diameter kurang dari 0,5 μm tidak boleh lebih dari 10.000 partikel/feet kubik.

3. Ruang kelas III/kelas C (grey area atau ruang steril), dilengkapi dengan filter berefisiensi 95%. Jumlah cemaran partikel dengan diameter kurang dari 0,5 μm tidak boleh lebih dari 100.000 partikel/feet kubik, ruangan ini digunakan untuk transfer/masuk ke kelas B.

4. Ruang kelas IV/kelas D (black area atau ruang bersih) dengan persyaratan harus bersih secara visual, jumlah partikel tidak dikendalikan. Keempat ruangan tersebut masing-masing dipisahkan dengan ruang antara dan dilengkapi dengan sistem air lock, air shower, pass box dan sistem air

handling unit yang memiliki peranan dalam pengaturan suhu, kelembaban,

tekanan dan sirkulasi udara. Aliran udara diatur berdasarkan perbedaan tekanan, dimana ruangan dengan kelas yang lebih tinggi memiliki tekanan yang lebih tinggi dari pada kelas yang lebih rendah.

Keempat ruangan di atas, masing-masing dipisahkan dengan ruangan antara dan dilengkapi dengan sistem air lock, air shower, pass box dan system air

handling unit (AHU) yang memiliki peranan dalam pengaturan suhu, kelembaban,

tekanan, dan sirkulasi udara. Aliran udara diatur berdasarkan perbedaan tekanan, dimana ruangan dengan kelas yang lebih tinggi memiliki tekanan yang lebih tinggi daripada kelas yang lebih rendah. Untuk mencapai kualitas ruangan yang memenuhi persyaratan jumlah cemaran dan partikel maka dilakukan lay out bahan, barang, dan karyawan.

Selain dengan pengkondisian tersebut juga dilakukan sanitasi ruangan dan peralatan secara berkala, sanitasi dilakukan secara harian, mingguan, dan bulanan. Sanitasi harian meliputi pembersihan lantai dan dinding dengan dipel. Setiap jumat malam dilakukan sanitasi mingguan dengan pemberian gas formaldehid dan setiap senin pagi dilakukan evakuasi untuk menghilangkan gas tersebut dengan penyedotan udara ruangan. Tekanan udara antara ruangan dikendalikan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang.

(40)

3.9.3 Bidang Teknik dan Pemeliharaan (Bidang Teknik dan Pemeliharaan, 2011)

Bidang Teknik PT. Indofarma (Persero) Tbk. melakukan pengawasan dan pemeliharaan terhadap semua fasilitas dan peralatan pabrik untuk menjaga kelancaran proses produksi. Bidang teknik ini berperan dalam memperbaiki, merawat dan merekayasa mesin peralatan produksi, peralatan laboratorium, peralatan produksi, peralatan kantor dan alat-alat telekomunikasi.

Secara struktural Bidang Teknik dan Pemeliharan berada dibawah Direktur Produksi yang dipimpin oleh seorang manajer yang membawahi beberapa seksi, yaitu:

1. Seksi Perencanaan, Evaluasi, dan Workshop 2. Seksi Pemeliharaan dan Perbaikan Peralatan 3. Seksi Rekayasa

4. Seksi Utilities dan Electric

Sarana pendukung pabrik yang digunakan di PT. Indofarma (Persero) Tbk, antara lain:

1. Listrik

Sistem kelistrikan di PT. Indofarma (Persero) Tbk, menggunakan sumber kelistrikan dari PLN dan generator milik perusahaan sendiri.

2. Air

Sistem pengelolaan air di PT. Indofarma (Persero) Tbk, menggunakan sumber air tanah (sumur dalam ± 150 meter), dimana perusahaan memiliki empat sumur air. Tujuan pengelolaan air ini adalah untuk menghilangkan cemaran sesuai standar kualitas air yang ditetapkan. Air dihilangkan dari pengaruh zat besi dan ditampung didalam bak penampung yang berisi kaporit untuk menghilangkan bakterinya. Air (raw water) dihilangkan lumpur dan partikel-partikelnya dengan menggunakan multimedia filter, dimana filter-filter ini tersusun dalam suatu tabung (vessel) dengan bagian bawah tabung diberikan pasir sebagai alas tabung, filter ini sering juga disebut send filter. Selanjutnya air saring dengan karbon aktif, berfungsi sebagai pre-treatment sebelum proses deionisasi untuk menghilangkan klorin, kloramin, pestisida, bahan-bahan organik, warna, bau dan rasa dalam air. Selanjutnya air dihilangkan kation dan anionnya (water softener filter) dengan

Gambar

Gambar 3.1  Logo PT. Indofarma (Persero) Tbk.
Gambar 3.2  Hubungan Kerja Bidang PPPP dengan Bidang lain di   PT. Indofarma (Persero) Tbk
Gambar 2.1 Oven Pengering

Referensi

Dokumen terkait

PT.Pertamina EP Asset 2 merupakan suatu perusahaan yang bergerak di bidang hulu migas (minyak dan gas) yang beroperasi dalam pelaksanaan kegiatan eksplorasi produksi

Hal ini mendukung pernyataan Smith [8], bahwa tujuan PCA adalah untuk mentransformasi dataset ke arah koordinat fitur yang memiliki korelasi tinggi sehingga memungkinkan

Desain Penyelenggaraan SPIP Satker Sekretariat Badan P2SDM bertujuan untuk memberikan keyakinan kepada pimpinan satker dan pegawai untuk tercapainya tujuan

Dengan nilai koefisien determinasi (R2) adalah 0,602, yang artinya bahwa variabel-variabel independen yaitu variabel Persepsi, prinsip-prinsip dasar, latar belakang

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi individu untuk melakukan refleksi atau tinjauan kembali terhadap perilaku bersosial media yang baik seperti memberikan

Sedangkan, perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Herni dengan menggunakan model pembelajaran webbed yakni untuk meningkat literasi sains pada aspek konten,

tersebut berfungsi sebagai kata sapaan untuk orang tua laki-laki. Sapaan amaq digunakan di dalam kehidupan sehari- hari oleh anak kepada ayahnya. Sapaan ini

Seperti misalnya pada air laut atau air tanah yang banyak mengandung Garam Sulfat dan salah satu diantaranya bersifat reaktif adalah Magnesium Sulfat (MgSO4). Bahan plesteran atau