KAJIAN
UNTUK
PANGA
N PIROLI
K IDENTI
AN (PENG
FAKUL
INS
ISIS TON
IFIKASI P
GAWET, F
B
SITI FLTAS TEK
STITUT P
NGKOL DA
PRODUK
FLAVOUR
BIO OIL
Oleh : I CHOIRIY F340502802010
KNOLOG
ERTANIA
BOGOR
AN KELO
KSI BAHA
R, ANTIO
YAHGI PERTA
AN BOGO
OBOT JAG
N TAMBA
OKSIDAN
ANIAN
OR
GUNG
AHAN
) DAN
KAJIAN PIROLISIS TONGKOL DAN KELOBOT JAGUNG UNTUK IDENTIFIKASI PRODUKSI BAHAN TAMBAHAN PANGAN
(PENGAWET, FLAVOUR, ANTIOKSIDAN) DAN BIO OIL
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknologi Pertanian
Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
oleh : Siti Choiriyah
F34050280
2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Siti Choiriyah. F34050280. Kajian Pirolisis Tongkol dan Kelobot Jagung untuk Identifikasi Produksi Bahan Tambahan Pangan (Pengawet, Flavour, Antioksidan) dan Bio Oil. Di bawah bimbingan Sapta Raharja. 2010.
RINGKASAN
Pirolisis adalah proses dekomposisi secara kimia untuk mengkonversi biomassa menjadi bahan tambahan pangan dan bio oil. Tongkol dan jagung merupakan biomassa jagung yang dapat digunakan sebagai bahan baku dalam proses pirolisis. Pada proses pirolisis ini, kandungan utama tongkol dan kelobot jagung yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, dan lignin akan terdekomposisi menjadi zat kimia lain dalam bentuk padatan, cairan atau gas sebagai akibat dari kenaikan suhu. Hasil proses pirolisis ini dipengaruhi oleh suhu dan katalis (Zhang
et al.,2009).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh suhu dan penggunaan katalis terhadap rendemen cairan hasil pirolisis dan komposisi kimia yang terkandung di dalamnya. Penentuan suhu diperoleh dari analisis thermogravimetrik. Suhu yang digunakan pada proses pirolisis tongkol dan kelobot jagung adalah 250ºC, 350ºC, 450ºC, 550ºC, dan 700ºC. Katalis yang digunakan adalah atapulgit sebanyak 1.5% dari bobot bahan (Amin dan Asmadi, 2007).
Hasil proses pirolisis adalah padatan, cairan, dan gas. Padatan sisa pirolisis dianalisa nilai weight loss-nya. Nilai weight loss meningkat dengan kenaikan suhu. Nilai weight loss yang dihasilkan pada pirolisis dengan penambahan katalis lebih kecil dibandingkan tanpa katalis. Warna padatan sisa pirolisis menjadi berwarna hitam dan gosong dengan peningkatan suhu. Banyaknya cairan yang dihasilkan meningkat dengan peningkatan suhu dari 250°C sampai suhu 550°C mencapai maksimum dan terjadi penurunan pada suhu 700°C. Pada penambahan katalis, cairan yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan dengan tanpa penambahan katalis.
Analisa GC-MS dilakukan terhadap cairan pada pirolisis suhu 450°C, 550°C, dan 700ºC. Berdasarkan analisa GC-MS, cairan hasil pirolisis tongkol dan kelobot mengandung komponen yang termasuk dalam golongan fenol, aldehid, hidrokarbon, asam, dan ester. Dengan penambahan katalis, terjadi penurunan komponen dari golongan fenol dan terjadi peningkatan komponen dari golongan asam dan ester.
Komponen dalam cairan hasil pirolisis diidentifikasi berdasarkan fungsinya sebagai bahan tambahan pangan (pengawet, flavour, antioksidan) dan bio oil. Komponen yang berfungsi sebagai bahan tambahan pangan dan bio oil terbanyak dihasilkan pada suhu 550°C tanpa penambahan katalis.
Kata kunci : tongkol, kelobot, pirolisis, katalis, bahan tambahan pangan, bio oil
Siti Choiriyah. F34050280. Investigation of Corn Cob and Corn Bracts Pyrolysis to identify Food Additive Production (Food Preservative, Flavour, Antioxidan) and Bio Oil. Supervised by Sapta Raharja. 2010.
SUMMARY
Pyrolysis is the chemical decomposition to convert biomass into food additive and bio oil. Corn cob and corn bracts represent biomass which can be used as material in the pyrolysis process. During the process, the intrinsic content in corn cob and corn bracts, consisting mainly of cellulose, hemicellulose, and lignin will be decomposed into the other compound in the form of char, liquid or gaseous because of the temperature increasing. The yields of pyrolysis products are influenced by temperature and catalyst ( Zhang Et al.,2009).
The purposes of this research are to study the influence of temperature and the usage of catalyst to result liquid of pyrolysis and its chemical composition. Determination of temperature obtained from thermogravimetric analysis. Temperature used at this process are 250°C, 350°C, 450°C, 550°C, and 700ºC. Catalyst used is atapulgit as much 1.5% from material weight (Amin and Asmadi, 2007).
The pyrolysis products are char, liquid, and gaseous. Weight loss is analyzed from the weight loss of char. Weight loss increases with temperature increasing. Weight loss without catalyst is higher than with catalyst. Colour of char become black chromatic and the sandbank with temperature increasing. The yield of liquid first increased from 250°C to maximum of 550°C and then decreased at 700°C. The presence of catalyst increased the yield of liquid.
GC-MS analysis is conducted to liquid at pyrolisis with temperature 450°C, 550°C, and 700ºC. Pursuant to GC-MS analysis, the liquid yield contained compounds that included in phenol, aldehyde, hydrocarbon, acid, and ester fraction. The usage of catalyst led to decrease of compound from phenol fraction and increase of compound from acid and ester fraction.
The intrinsic compounds in the liquid yield are identified pursuant to its function as food additive (food preservative, flavour, antioxidan) and bio oil. The most compound is obtained from liquid yield at temperature 550°C without catalyst.
JUDUL : KAJIAN PIROLISIS TONGKOL DAN KELOBOT JAGUNG UNTUK IDENTIFIKASI PRODUKSI BAHAN TAMBAHAN PANGAN (PENGAWET, FLAVOUR, ANTIOKSIDAN) DAN BIO OIL
NAMA : SITI CHOIRIYAH NRP : F34050280
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
(Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA) NIP : 19631026 199002 1 001
Mengetahui : Ketua Departemen,
(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP : 19621009 198903 2 001
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul “Kajian Pirolisis Tongkol dan Kelobot Jagung untuk Identifikasi Produksi Bahan Tambahan Pangan (Pengawet, Flavour, Antioksidan) dan Bio Oil” adalah karya asli saya dengan arahan dosen pembimbing dan rujukan literatur yang jelas. Bogor, Januari 2010
Siti Choiriyah F34050280
RIWAYAT PENULIS
Penulis dilahirkan di Pati pada tanggal 17 April 1987. Menempuh pendidikan sekolah dasar di SD N Jatisari dan lulus pada tahun 1999. Kemudian melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di SLTP N 1 Jakenan pada tahun 1999 sampai 2002. Penulis menempuh pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA N 1 Pati selama 3 tahun yaitu pada tahun 2002- 2005. Pada tahun 2005 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Seleksi Masuk Mahasiswa (USMI).
Selama masa kuliah penulis aktif dalam organisasi Ikatan Keluarga Muslim TPB IPB sebagai staf Departemen Syiar pada periode 2005/2006. Pada Tahun 2006 penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) sebagai staf Departemen Kesekretariatan dan dalam organisasi Forum Bina Islami Fateta sebagai staf Departemen Kemuslimahan periode 2006/2007. Penulis tercatat sebagai bendahara umum Forum Bina Islami Fateta pada periode 2007/2008 dan SC Departemen Pangan Halal Forum Bina Islami pada periode 2008/2009. Tahun 2008 penulis melaksanakan Praktek Lapang di PT Garuda Food Putra Putri Jaya Coated Peanuts Division dengan judul “Mempelajari Aspek Bahan Baku dan Teknologi Proses Produksi Pilus”.
Selama menempuh studi di IPB, penulis pernah menjadi asisten praktikum matakuliah Fisika pada semester 3 dan semester 4, dan Pengawasan Mutu pada semester 8
Sebagai pelaksanaan tugas akhir, penulis melakukan penelitian berjudul “Kajian Pirolisis Tongkol dan Kelobot Jagung untuk Identifikasi Produksi Bahan Tambahan Pangan (Pengawet, Flavour, Antioksidan) dan Bio Oil” di laboratorium Pengawasan Mutu Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas penyelesaian skripsi. Skripsi ini sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor dengan judul “Kajian Pirolisis Tongkol dan Kelobot Jagung untuk Identifikasi Produksi Bahan Tambahan Pangan (Pengawet,
Flavour, Antioksidan) dan Bio Oil”.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak, Ibu, kakak-kakakku (Kak Kum, Kak Lani, Kak Pik, dan Mbak Siti) dan keluarga besarku yang telah memberikan doa, dukungan, dan kasih sayang kepada penulis
2. Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA sebagai dosen pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis hingga penyusunan skripsi.
3. Drs. Purwoko, MSi dan Dr. Eng. Taufik Djatna, STP, MSi sebagai dosen penguji yang telah mengarahkan dan memberikan masukan terhadap penyusunan skripsi ini.
4. Team pirolisis (Ambar dan Mbak Listya), Lily, Denok, Betty, Tika, Jihan, Diar, Teni, Manda, Zulfa, Rey, Yuda, Yudi, Kak Haekal, dan teman-teman TIN 42, 41, dan 43 atas kerjasama, dukungan, dan bantuan selama proses penelitian dan penyusunan skripsi.
5. Laboran dan staf TIN yang telah membantu pelaksanaan penelitian, seminar, dan sidang skripsi.
6. Pak Tri Jauhari, Bu Cucun, Afifah crew (Cucu, Aria, Rifah, Ratna, Mbak Nova, Mbak Venty, Ugi) yang telah memberikan makna kekeluargaan.
7. Seluruh pihak yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian hingga tersusunnya skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap laporan ini memberikan manfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Januari 2010 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
RIWAYAT PENULIS... i
KATA PENGANTAR... ii
DAFTAR ISI... iii
DAFTAR TABEL... v
DAFTAR GAMBAR... vi
DAFTAR LAMPIRAN... vii
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG... 1
B. TUJUAN... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA A. BIOMASSA JAGUNG... 3
1. Tongkol Jagung……... 4
2. Kelobot Jagung... 5
B. KOMPONEN SERAT BIOMASSA JAGUNG... 6
1. Selulosa... 6 2. Hemiselulosa... 8 3. Lignin... 9 C. PIROLISIS……... 10 D. ATAPULGIT... 13 E. BAHAN TAMBAHAN PANGAN... 15 III. METODOLOGI PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN... 18 B. METODE PENELITIAN... 19 C. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN... 23 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI BAHAN BAKU……… 24
1. Analisis Kadar Air dan Kadar Serat……….……….... 24
2. Penentuan Suhu Pada Proses Pirolisis..……… 25
B. WEIGHT LOSS (KEHILANGAN BOBOT) SELAMA PROSES PIROLISIS... 28
D. ANALISA GC-MS CAIRAN PIROLISIS TONGKOL DAN
KELOBOT JAGUNG... 35
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN... 44
B. SARAN... 44
DAFTAR PUSTAKA………... 45
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Data luas lahan, produktivitas, dan produksi jagung Indonesia
tahun 2006-2009... 3
Tabel 2. Proporsi Biomassa Jagung... 4
Tabel 3. Komposisi kimia tongkol jagung... 5
Tabel 4. Proporsi komponen berangkasan, tongkol dan juga kelobot jagung... 6
Tabel 5. Hasil produk pirolisis ... 10
Tabel 6. Efek suhu terhadap hasil produk pirolisis tongkol………... 12
Tabel 7. Komposisi kimia atapulgit……… 13
Tabel 8. Hasil Analisis Kadar Air dan Kadar Serat Tongkol dan Kelobot Jagung………... 24
Tabel 9. Weight loss pirolisis tongkol dan kelobot jagung………. 28
Tabel 10. Weight loss kandungan lignoselulosa dan silika ………. 29
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Bagian biomassa jagung ……….…………...…….. 3
Gambar 2. Struktur kimia selulosa………... 7
Gambar 3. Struktur polimer hemiselulosa………... 8
Gambar 4. Struktur Kimia Lignin... 9
Gambar 5. Skema reaksi proses pirolisis ………. 12
Gambar 6. Struktur atapulgit………... 14
Gambar 7. Alat pirolisis dan kondensor……… 18
Gambar 8. Bagan alir tahapan penelitian………... 19
Gambar 9. Bagan Alir Prosedur Penelitian……….. 22
Gambar 10. Hasil Thermogravimetric Analyzer (TGA) tongkol jagung…... 26
Gambar 11. Hasil Thermogravimetric Analyzer (TGA) kelobot jagung... 26
Gambar 12. Grafik weight loss tongkol + kelobot jagung... 30
Gambar 13. Grafik weight loss kandungan lignoselulosa dan silika... 31
Gambar 14. Padatan sisa pirolisis tongkol dan kelobot jagung (a) tanpa penambahan katalis (b) dengan penambahan katalis... 32
Gambar 15. Grafik cairan hasil pirolisis tongkol dan kelobot jagung………… 33
Gambar 16. Cairan hasil pirolisis pada suhu 450, 550, dan 700°C (a) tanpa katalis, (b) dengan katalis... 34
Gambar 17. Grafik komposisi komponen cairan pirolisis tanpa penambahan katalis... 36
Gambar 18. Grafik komposisi komponen cairan pirolisis dengan penambahan katalis... 37
Gambar 19. Grafik pengaruh suhu terhadap fungsi komponen hasil analisis cairan pirolisis tanpa penambahan katalis... 39
Gambar 20.Grafik pengaruh suhu terhadap fungsi komponen hasil analisis cairan pirolisis dengan penambahan katalis... 41
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Karakterisasi Bahan Baku….………... 51 Lampiran 2. Rekapitulasi Padatan Sisa Pirolisis... 53 Lampiran 3. Kandungan Lignoselulosa dan Silika Padatan Sisa Pirolisis…….. 54 Lampiran 4. Volume cairan Hasil Pirolisis………. 55 Lampiran 5. Hasil analisa GC-MS pirolisis tongkol dan kelobot jagung……… 56 Lampiran 6. Klasifikasi dari fungsi komponen hasil analisis cairan pirolisis.... 57 Lampiran 7. Hasil analisa GC-MS……… 59
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pirolisis merupakan salah satu teknologi alternatif yang dapat digunakan untuk mengkonversi biomassa menjadi bahan tambahan pangan dan bio oil. Pirolisis adalah suatu proses pemanasan dengan penggunaan oksigen yang minimal. Proses konversi biomassa menjadi bahan tambahan makanan melalui proses pirolisis akan semakin memberikan keuntungan jika dikorelasikan dengan kondisi penggunaan bahan tambahan makanan sintetik yang banyak beredar di pasaran dan dikonsumsi oleh masyarakat. Pemanfaatan zat kimia hasil pirolisis sebagai bio oil juga memberikan keuntungan untuk sumber energi yang dapat diperbaharui dengan semakin menurunnya jumlah bahan bakar fosil (Sonobe dan Worasuwannarak, 2004).
Tongkol dan kelobot merupakan limbah tanaman jagung. Limbah tanaman jagung ini biasa dikenal dengan nama biomassa jagung. Proporsi biomassa jagung dari tongkol adalah 20% (Mc Cutcheon dan Samples, 2002) dan dari kelobot berkisar antara 11.9-16.4% (Anggraeny et al., 2006). Produktivitas tongkol tahun 2008 mencapai 8.56 kw/ha, sedangkan untuk kelobot mencapai 4.08 kw/ha (BPS, 2009 yang diolah).
Kandungan utama dalam tongkol dan kelobot jagung adalah lignoselulosa yang merupakan gabungan antara selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Kandungan bahan ini akan mengalami proses dekomposisi melalui proses pirolisis.. Sonobe dan Worasuwannarak (2004) menganalisa proses pirolisis tongkol jagung, bahwa dekomposisi selulosa terjadi pada suhu 340°C, hemiselulosa pada suhu 220°C dan 280°C, lignin pada suhu 310°C.
Proses dekomposisi lignoselulosa akan menghasilkan zat kimia lain baik dalam bentuk padatan, cairan ataupun gas. Raveendran et al. (1996) menganalisa hasil pirolisis terhadap tongkol jagung dengan laju nitrogen 50 cm3/menit dengan suhu di bawah 550°C menghasilkan cairan 37.4%, padatan 20.1%, dan gas 42.5%. Cao et al. (2003) menganalisa hasil pirolisis tongkol jagung pada suasana nitrogen dengan suhu di bawah 600°C
menghasilkan cairan 27-40.96%, padatan 23.36-31.6%, dan sisanya adalah gas.
Beberapa bahan hasil degradasi dari lignin, selulosa dan hemiselulosa diantaranya adalah beberapa jenis asam karboksilat (contohnya: asam oxopentana, asam asetat, asam benzoat, asam format, asam glikolik, asam hexadekanoat, asam hexanoat, asam propanoat, asam valeric), gula (1,6-anhydroglucofuranose, D-arabinose, D-glucose, fructose, oligosacharides dan levoglucosan), keton ( 1-hidroxy 2-propanon, 2,5 hexanedione, 2-butanon, 2-ethylcyclopentanone, 2-methyl2-cyclopenten-1-one, dsb), fenol, oxygenates seperti furans dan hidrokarbon lainnya (Anand
et al., 2004). Zat kimia yang diperoleh dari proses pirolisis biomassa jagung
ini dapat berfungsi sebagai bahan tambahan pangan (antioksidan, flavour, dan pengawet) dan bio oil.
B. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh suhu dan penggunaan katalis pada rendemen cairan hasil pirolisis dan komposisi kimia cairan yang dihasilkan dari tongkol dan kelobot jagung.
Tassel (bunga jantan)
klobot daun
batang akar II. TINJAUAN PUSTAKA
A. BIOMASSA JAGUNG
Peningkatan produksi jagung diikuti dengan peningkatan produksi limbah padat yang sering dikenal dengan biomassa jagung. Data luas panen, produktivitas, dan produksi jagung Indonesia disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Data luas lahan, produktivitas, dan produksi jagung Indonesia tahun 2006-2009
No Tahun Luas lahan (ha) Produktivitas (ton/ha) Produksi (ton) 1 2006 3.345.805 3,470 11.609.463 2 2007 3.630.324 3,660 13.287.527 3 2008 4.001.724 4,078 16.317.252 4 2009 * 4.096.838 4,160 17.041.215 * angka ramalan kedua BPS 2009 (BPS, 2009)
Biomassa jagung adalah seluruh bagian tanaman jagung yang tidak dipakai atau tidak diambil sebagai makanan pokok, seperti batang, daun, kelobot, dan tongkol (Anggraeny et al., 2006). Bagian-bagian biomassa tanaman jagung dapat dilihat pada Gambar 1. Proporsi biomassa jagung dapat dilihat pada Tabel 2.
Gambar 1. Bagian biomassa jagung
Tabel 2. Proporsi Biomassa Jagung
Limbah Jagung Kadar Air (%) Proporsi Limbah (%BK) Batang
Daun Tongkol
Kulit (klobot) jagung
70-75 20-25 50-55 45-50 50 20 20 10
Sumber : Mc Cutcheon dan Samples (2002)
1. Tongkol Jagung
Tongkol jagung merupakan bagian tanaman jagung yang tidak dimanfaatkan sebagai makanan pokok. Tongkol ini termasuk dalam biomassa jagung. Tongkol jagung merupakan simpanan makanan untuk pertumbuhan biji jagung selama melekat pada tongkol. Panjang tongkol bervariasi antara 8-12 cm (Effendi dan Sulistiati, 1991).
Tongkol jagung merupakan tempat pembentukan lembaga dan gudang penyimpanan makanan untuk pertumbuhan biji serta merupakan modifikasi dari cabang mulai berkembang pada ruas-ruas batang. Tongkol utama umumnya terdapat pada ruas batang keenam sampai kedelapan dari atas dan pada ruas-ruas di bawah biasanya terdapat lima sampai tujuh tongkol yang tidak berkembang secara sempurna (Iriany et
al., 2009).
Tongkol jagung mengandung 40% selulosa, 36% hemiselulosa, dan 16 % lignin (Anonim, 2003). Dengan komposisi kimia seperti ini maka tongkol jagung dapat digunakan sebagai sumber energi, bahan pakan ternak, dan sebagai sumber karbon bagi pertumbuhan mikroorganisme. Komposisi kimia tongkol jagung disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi kimia tongkol jagung Komponen a b c d Glukan(%) 39.4 - 34,40 ± 0,40 39,40 Xylan (%) 28.4 30.0 31,30 ± 0,30 28,40 Arabinan (%) 3.6 - 3,01 ± 0,07 3,60 Galactan (%) 1.1 - - 1,10 Mannan ND - - - Pektin - 3.0 - - Pati - 0,014 - - Hemiselulosa - 36,0 - - Selulosa - 41.0 - - Lignin (%) 7.0 16.0 18,80 ± 0,10 7,00 Abu (%) 1.7 1.5 1,30 ± 0,03 1,70 Air (%) - 9.6 - - Protein (%) 3.2 2.5 4,30 ± 0,09 3,20 Lemak kasar (%) 0.7 0.5 - 0,70 Serat kasar (%) - 32.0 - - NDF - 3.0 - - Gugus Asetil - - 3.08±0.01 - Asam Uronat - - 3.36±0.09 - Bahan Lain - - 0,46 - Panas pembakaran kotor (kJ/kg) 18,770 - - - Panas pembakaran bersih (kJ/kg) 17,580 - - -
a. Pamela J dan Lawrence (2003) b. Anonim (2003)
c. Parajo et al. (2003) d. White dan Johson (2003)
2. Kelobot Jagung
Kelobot merupakan bagian tanaman jagung yang membungkus kulit jagung. Kelobot didefinisikan sebagai kulit buah jagung. Kelobot jagung mempunyai permukaan yang kasar dan berwarna hijau muda sampai hijau tua. Semakin ke dalam warna kelobot semakin muda dan akhirnya berwarna putih. Jumlah rata-rata kelobot dalam satu tongkol adalah 12-15 lembar. Makin tua umur jagung, kelobotnya semakin kering. Susunan tangkai tongkol jagung beruas-ruas dan biasanya satu tangkai terdiri dari 12-15 lembar. Setiap batas ruas merupakan pangkal kelobot (Purnomo, 1988). Pada kelobot terdapat kandungan 23,30 % serat kasar dan 3,4 % protein kasar (Puspitasari, 2008). Proporsi
komponen berangkasan, tongkol, dan kelobot jagung disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Proporsi komponen berangkasan, tongkol dan juga kelobot jagung. Komponen Nilai Glukan(%) 37.2 Xylan (%) 17.6 Arabinan (%) 11.2 Galactan (%) 3.6 Mannan NR Lignin (%) 7.8 Abu (%) 0.6 Protein (%) 11.0 Lemak kasar (%) 2.5
Sumber : Pamela J dan Lawrence (2003)
B. KOMPONEN SERAT BIOMASSA JAGUNG
Sebagian besar bahan selulosa yang ditemui di alam mengandung tiga komponen utama yaitu selulosa, lignin, dan hemiselulosa dengan perbandingan sekitar 4: 3: 3, dan disebut dengan limbah lignoselulosa. Besarnya perbandingan antara ketiga komponen tergantung dari jenis tanaman (Fengel dan Wegener 1995).
1. Selulosa
Selulosa merupakan polimer karbohidrat atau polisakarida yang tersusun dari unit anhidroglukopiranosa dengan rumus C6H10O5.
Monomer dari selulosa (beta glukosa) dihubungkan dengan ikatan beta 1-4 glikosidik dengan kondensasi. Ini sangat berbeda dengan ikatan alfa 1-4 glikosidik pada karbohidrat yang membentuk pati. Selulosa merupakan polimer rantai lurus, tidak seperti pati (Nevell dan Zeronian, 1985).
Selulosa diikat oleh β-1,4 glikosidik membentuk rantai polimer linier dengan struktur rantai yang seragam. Dua unit glukosa yang berdekatan akan berikatan dengan cara melepaskan satu molekul air, yang terbentuk dari gugus-gugus hidroksil pada atom karbon kesatu dan keempat (Girindra, 1990).
terd ber Ka dan me bob Pu dap sel sal kem Str ber sel tida bag laru yan dan pol Secara dapat banya rupa polimer arakteristik s n amorf sert enjadi serat bot molekul slitbang Ind pat dilihat pa Ikatan h ulosa, sedan ing berikata mudian me ruktur fibril rsifat tidak la Selulos ulosa, dan g ak larut da gian selulos utan dinetra ng larut dala n Wegener 1 Selulos limer gluko kimia, selu ak di alam. r yang linea elulosa antar a pembentuk selulosa. S l rata-rata, p dhan Balitba ada Gambar Gamb hidrogen int ngkan ikatan an membentu embentuk fi l dan kuatn arut dalam b sa terbagi m gama selulo alam larutan sa yang laru alkan, sedan am alkali da 1995). sa berbeda osa yang pa ulosa merup Bobot mole ar terdiri dari ra lain munc kan micro f Sifat selulosa polidispersita ang Dephan 2. bar 2. Strukt Sumber : Gir tramolekular n intermolek uk suatu mi ibril dan a nya ikatan berbagai pela menjadi tiga sa. Alfa selu n alkali kua ut dalam m ngkan gama an tetap laru dengan he anjang tanpa pakan senya ekulnya ting i unit ulanga cul karena ad
fibril dan fib
a sebagai p as, dan konf n, 2007). St
tur kimia sel
rindra (1990) r mempertah kular menye ikrofibril. Be akhirnya me hidrogen, m arut (Tsao et a jenis, yai ulosa adalah at (NaOH). media alkali a selulosa a ut jika laruta miselulosa. a cabang, m awa polisaka ggi, strukturn an β-D-Gluk danya strukt
bril yang pad
polimer terc figurasi ranta truktur kimi ulosa hankan kekak ebabkan rant eberapa mik enjadi serat menyebabka t al., 1978). tu alfa selu h bagian selu Beta selulo dan meng adalah bagia an dinetralk Selulosa t memiliki stru arida yang nya teratur kopiranosa. tur kristalin da akhirnya ermin dari ainya (Tim ia selulosa kuan rantai tai selulosa krofibril ini t selulosa. an selulosa ulosa, beta ulosa yang osa adalah endap jika an selulosa kan (Fengel terdiri dari uktur yang
sangat baik dan kuat, dan stabilitas panas yang tinggi (Frassoldati et al., 2005).
2. Hemiselulosa
Hemiselulosa merupakan polimer linier xilosa dengan struktur furanosa. Hemiselulosa merupakan komponen yang kurang stabil dalam biomassa dan terdekomposisi menghasilkan gas dan arang. Mekanisme sederhana, melibatkan 37 spesies dan 70 reaksi (Frassoldati et al., 2005).
Hemiselulosa memiliki sifat-sifat yang tidak tahan terhadap perlakuan panas, strukturnya amorf dan mudah dimasuki pelarut, dapat diekstraksi menggunakan alkali dan ikatannya lemah sehingga mudah dihidrolisis. Berbeda dengan selulosa yang merupakan homopolisakarida, hemiselulosa merupakan heteropolisakarida. Setiap jenis hemiselulosa terdiri dari D-xilosa sebagai rantai utama dan L-arabinosa pada rantai lainnya (Fengel dan Wegener 1995). Struktur polimer hemiselulosa dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 . Struktur polimer hemiselulosa
Sumber : Frassoldati et al. (2005)
Hemiselulosa terdiri atas berbagai macam sakarida (xylosa, manosa, glukosa, galaktosa, dan sebagainya), yang tampak acak, struktur amorf (tak berbentuk), banyak cabang sehingga sangat mudah untuk dipisahkan dari inti dan mudah terdegradasi menjadi bahan yang mudah menguap ke luar (CO, CO2, dan beberapa hidrokarbon) pada suhu
rendah (Yang et al., 2007).
R H H H R O O O
3. Lig dip teru sat sel cab ran lign alk oks sel ban gug kim gnin Lignin peroleh dari k utama dalam tu dari baha ulosa dan ki Lignin bang, aktivit nge suhu y noselulosa ( kana, ester, sigen yang ulosa, ditem nyak menga gus metoksi mia lignin di atau ‘lignen kayu dan me m tracheid, s n organik y itin (Daniel, penuh deng tas ikatan ki yang besar (selulosa, h aromatik, k berbeda, se mukan bany andung gug i-O-CH3, C-isajikan pada Gambar Sum n’ adalah sen erupakan ba serat xylem yang keberad 2000). gan cincin imianya tert r. Ketiga k emiselulosa, keton, dan a eperti OH, yak gugus O gus C=O, se -O-C, dan C a Gambar 4. 4. Struktur K mber : Girindr nyawa kimia agian dari din
dan scelerei daannya me aromatik de tutup dan su komponen , dan lignin alkohol, den C=O, O-OH dan C-edangkan p C=C (Yang Kimia Lignin a (1990) a yang pada nding sel dar
ids. Lignin m elimpah di b engan bebag ulit. Dapat te dari bioma n), yang ter ngan gugus -C, dan C-O O, pada he ada lignin et al., 2007 n a umumnya ri tanaman, merupakan bumi selain gai macam erjadi pada assa yaitu rsusun dari fungsional O-H. Pada emiselulosa kaya akan 7). Struktur
C. PIROLISIS
Pirolisis adalah suatu proses pemanasan dengan meminimalkan penggunaan oksigen. Hasil proses pirolisis ini dipengaruhi oleh suhu dan katalis. Pada proses pirolisis bahan akan terdekomposisi. Suhu ketika bahan terdekomposisi dapat diukur dengan uji thermogravimetri (Thermogravimetric Analyzer/TGA) (Gani dan Naruse, 2006).
Bahan yang banyak digunakan saat ini adalah dari bahan sisa, di antaranya bahan sisa kayu, bahan sisa hutan, bagas, dan biomassa pertanian. Hal ini diakibatkan karena biaya yang dikeluarkan lebih murah dan hasil yang diperoleh lebih baik pada proses pirolisis (Bridgwater, 2002). Pirolisis biomassa merupakan salah satu teknologi alternatif yang dikembangkan pada beberapa bidang dalam kimia. Salah satunya adalah untuk mengisolasi senyawa kimia yang kemudian dapat dikonversi menjadi bahan tambahan makanan alternatif. Pada proses pirolisis terhadap tongkol jagung, terjadi degradasi lignin sebagai akibat dari kenaikan temperatur sehingga dihasilkan senyawa-senyawa karakteristik sesuai dengan suhu yang digunakan (Czernik, 2002).
Hasil proses pirolisis ini berupa cairan, gas, dan padatan. Hasil proses pirolisis biomassa tongkol jagung dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil produk pirolisis
Biomassa Gas terkondensasi (%) Padatan (%) Cairan (%) Gas (%) Inti sabut Tongkol jagung Kulit kacang tanah Sekam padi
Jerami (batang padi) Kayu ”subabul” 70.5 79.9 72.9 82.7 78.8 80.7 29.5 20.1 27.1 17.3 21.2 19.3 29.5 37.4 40.5 41.2 47.0 22.6 41.0 42.5 32.5 41.5 31.8 58.1
Sumber : Raveendran et al.(1996)
Penggunaan teknologi pirolisis untuk menghasilkan produk baru berbasis biomassa dari produk pertanian telah dikembangkan. Dari hasil pirolisis ini kemudian dapat dilakukan konversi produk salah satunya untuk
kepentingan sintesis bahan pengganti minyak bumi, bahan obat-obatan, atau bahan tambahan makanan. Secara bertahap, pirolisis biomassa akan mengalami peruraian : (i) hemisellulosa terdegradasi pada 200-260oC, (ii) selulosa pada 240oC-350oC, dan lignin pada 280oC sampai 500oC (Ritcher, 2004). Pada penelitian Sonobe dan Worasuwannarak (2004), proses pirolisis dengan pemanasan pada suhu rata-rata 283oC/menit dengan bahan baku campuran biomassa pertanian (bagas dan tongkol jagung) dengan lignite akan mengalami proses devolatilisasi tongkol jagung mulai suhu di atas 180°C dan berakhir pada suhu 600°C. Devolatilisasi selulosa pada suhu 340°C , hemiselulosa pada suhu 220°C dan 280°C , sedangkan lignin pada suhu 310°C. Peristiwa devolatilisasi ini tidak berlangsung sendiri-sendiri selama proses pirolisis. Pada penelitian Ioannidou et al. (2009), evaporasi uap pada tongkol jagung terjadi pada suhu di atas 110°C; pada tahap kedua terjadi pada suhu 210-390°C, dan tahap ketiga terjadi pada suhu 390-900°C. Dari ketiga komponen lignoselulosa, lignin merupakan komponen yang paling sulit untuk terdekomposisi. Dekomposisi lignin terjadi sangat lambat.
Menurut Raveendran et al. (1996), peristiwa dekomposisi pada proses pirolisis dapat dibagi menjadi lima zona. Zona I pada suhu kurang dari 100°C, peristiwa evolusi kadar air secara umum; zona II pada suhu 200-250°C, bahan baku mulai terdekomposisi; zona III pada suhu 250-350°C, dekomposisi hemiselulosa secara dominan; zona IV pada suhu 350-500°C, secara umum terjadi dekomposisi selulosa dan lignin; dan zona V pada suhu di atas 500°C, terjadi dekomposisi lignin.
Menurut Zhang et al. (2009), suhu yang digunakan pada proses pirolisis akan mempengaruhi banyaknya produk yang dihasilkan. Pada peningkatan suhu, abu yang dihasilkan akan semakin menurun dari 34.2% pada suhu 400°C sampai 20.2% pada suhu 700°C. Penurunan banyaknya abu dengan peningkatan suhu disebabkan karena dekomposisi utama yang lebih besar dari biomassa (khususnya lignin) atau dekomposisi kedua dari sisa abu pada temperatur yang lebih tinggi. Cairan yang dihasilkan meningkat pada dari 48.3% pada suhu 400°C sampai maksimum 56.8% pada suhu 550°C, dan kemudian menurun pada menjadi 54.2% pada suhu
700°C. Penurunan abu meningkatkan bahan-bahan volatil yang akan dikonversi menjadi produk cairan dan gas. Bagaimanapun, dengan peningkatan suhu yang lebih lanjut, terjadi pemecahan kedua uap yang dominan sehingga menurunkan yield cairan yang dihasilkan dan menaikkan jumlah gas yang dihasilkan. Efek dari suhu terhadap hasil proses pirolisis pada Tabel 6.
Tabel 6. Efek suhu terhadap hasil produk pirolisis tongkol
Suhu (°C) Cairan (%) Abu (%) Gas yang tidak terkondensasi (%) 400 48.3 34.2 12.1 500 54.4 27.0 13.4 550 56.8 23.2 14.0 600 56.3 22.0 15.6 700 54.2 20.2 21.3
Sumber : Zhang et al.(2009)
Beberapa bahan hasil degradasi dari lignin, selulosa dan hemiselulosa diantaranya adalah beberapa jenis asam karboksilat (contohnya: asam oxopentana, asam asetat, asam benzoat, asam format, asam glikolik, asam hexadekanoat, asam hexanoat, asam propanoat, asam valeric), gula (1,6-anhydroglucofuranose, D-arabinose, D-glucose, fructose, oligosacharides dan levoglucosan), keton ( 1-hidroxy 2-propanon, 2,5 hexanedione, 2-butanon, 2-ethylcyclopentanone, 2-methyl2-cyclopenten-1-one, dsb), fenol, oxygenates seperti furans dan hidrokarbon lainnya (Anand
et al., 2004). Skema reaksi dalam proses pirolisis disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Skema reaksi proses pirolisis
Sumber : Zhang et al. (2009)
Biomassa
Reaksi 2 Reaksi 1
(Gas tak terkondensasi + Gas terkondensasi)1
(Gas tak terkondensasi + Gas terkondensasi)2 + (Padatan)2 Reaksi 3
D. ATAPULGIT
Atapulgit merupakan salah satu katalis yang berfungsi sebagai bahan atau senyawaan kimia yang dapat mempercepat laju reaksi (Van Santen dan Niemantsverdriet, 1995). Katalis dapat menurunkan energi aktivasi dengan menempuh lajur alternatif untuk menghindari tahap lambat atau tahap penentu dari laju pada reaksi non katalik, sehingga laju reaksi menjadi lebih cepat pada suhu yang sama (Atkins, 1986).
Atapulgit atau Hydrated Aluminium-Magnesium Silicate mempunyai rumus molekul Mg5Si8O20(OH)2(OH)4.4H2O (Grim, 1989). Atapulgit
mempunyai komponen utama berupa silika, aluminium, dan magnesium. Komponen silika berfungsi dalam isomerisasi, sebagai absorben, dan meningkatkan viskositas. Aluminium berfungsi mencegah polimerisasi dan magnesium untuk menjaga kestabilan warna minyak (Kirk dan Othmer 1994).
Atapulgit memiliki beberapa kelebihan, yaitu kekhasan pada saat terdispersi, tahan terhadap suhu tinggi, memiliki ketahanan terhadap garam dan alkali, memiliki kemampuan adsorpsi yang tinggi, baik untuk proses desorpsi dan memiliki kemampuan mempertahankan warna juga kemampuan adesif (Lansbarkis, 2000). Komposisi kimia atapulgit disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Komposisi kimia atapulgit
Komposisi Nilai SiO2 TiO2 Al2O3 Fe2O3 FeO MnO MgO CaO Na2O K2O P2O2 H2O + H2O -53.64 0.60 8.76 3.36 0.23 0.03 9.05 2.02 0.83 0.75 0.79 10.89 9.12 Sumber : Bradley, W. F., 1937
Atapulgit dalam bentuk koloid dimanfaatkan sebagai peningkat viskositas, pembentuk gel, pengental, penstabil sistem koloid, dan sebagai bahan pengikat. Atapulgit dalam bentuk non-koloid dimanfaatkan sebagai absorben, penyaring, dan sebagai katalis. Peran katalis KNO3 (Atapulgit) adalah menekan terjadinya dekomposisi minyak menjadi arang dan gas-gas, sehingga akan memperbanyak produk minyak yang dihasilkan. (Minowa, et
al., 1998)
Dalam aplikasinya, atapulgit sering digunakan dalam dua karakteristik yaitu bentuk koloid dan non koloid. Dalam bentuk koloid, atapulgit dicampurkan dalam cairan, sedangkan dalam bentuk non koloid, atapulgit dicampurkan dalam padatan. Pada bentuk non koloid, atapulgit yang tercampur dengan bahan akan menjadi keras (kaku) (Haden, 1963). Struktur kimia atapulgit disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6 . Struktur kimia atapulgit
Sumber : Henin dan Caillere, (1975)
Tiga jenis molekul air biasanya ditemukan di dalam atapulgit. Air zeolitik dengan bebas terdapat di struktur mikrochannels; air kristal (ikatan) adalah air yang berikatan dengan ion magnesium; dan air hidroksil adalah bagian dari struktur tanah liat (Henin dan Caillere, 1975). Air zeolitik hilang
pada 110°C tanpa terjadi perubahan yang signifikan dalam struktur atapulgit. Berbeda dengan hilangnya air zeolitik, hilangnya air kristal mempengaruhi kandungan dari atapulgit. Hilangnya air kristal (ikatan) pada suhu 250°C dan 450°C mempengaruhi sedikit perubahan air dalam atapulgit, sedangkan hilangnya air hidroksil di atas 650°C akan mempengaruhi struktur atapulgit (Gerstl dan Yaron, 1981).
E. BAHAN TAMBAHAN PANGAN
Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan gizi pangan pada bab 1 pasal I menyebutkan, yang dimaksud dengan bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan atau produk makanan. Penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) di Indonesia diatur oleh Departemen Kesehatan (Saparinto, 2006). Bahan tambahan pangan (BTP) ini ditambahkan untuk memperbaiki karakter pangan agar memiliki kualitas yang meningkat. BTP ini banyak digunakan secara umum oleh masyarakat (Himpunan Alumni FATETA, 2005).
Fungsi bahan tambahan pangan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 235/MEN.KES/PER/VI/1979, tanggal 19 Juni 1979, yaitu sebagai (1) antioksidan, (2) antikempal, (3) pengasam, penetral, dan pendapar, (4) enzim, (5) pemanis buatan, (6) pemutih dan pematang, (7) penambah gizi, (8) pengawet, (9) pengemulsi, pemantap, dan pengental, (10) pengeras, (11) pewarna alami dan sintetik, (12) penyedap rasa dan aroma, (13) seskuestran, serta (14) bahan tambahan lain (Saparinto, 2006).
1. Pengawet
Bahan pengawet dapat dibagi menjadi beberapa golongan umum, yakni antimikroba yang menghambat pertumbuhan mikroba, khamir dan kapang; dan ada pula bahan pengawet yang akan menghambat proses enzimatik dan pematangan yang biasanya terjadi pasca panen (Dalton, 2002).
Bahan pengawet yang merupakan bahan tambahan pangan sering ditambahkan dalam makanan. Fungsi pengawet adalah untuk memperpanjang masa simpan suatu makanan. Sebagian besar kerusakan bahan makanan, khususnya hasil olahan, disebabkan oleh aktivitas mikroba yang memanfaatkan bahan makanan untuk metabolismenya. Bahan pengawet bersifat menghambat atau mematikan pertumbuhan mikroba penyebab kerusakan ini sehingga sering disebut dengan senyawa antimikroba (Saparinto, 2006). Secara garis besar, zat kimia pengawet terbagi atas zat organik dan anorganik. Asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat (cuka) dan epoksida termasuk zat organik dan sering digunakan untuk pengawet karena mudah dibuat. Zat pengawet anorganik adalah sulfit, nitrat, dan nitrit (Himpunan Alumni FATETA, 2005).
2. Flavour
Flavour adalah salah satu bentuk analisis sensori dari makanan
atau bahan lain, dan biasanya menunjukkan sensasi kimia berupa rasa dan bau. Flavour sendiri sebenarnya dapat dibagi ke dalam tiga kelompok, apabila didasarkan pada sensasi trigeminal, yang mendeteksi adanya senyawa kimia di mulut dan tenggorokan, yang juga dapat menentukkan flavour (Anne et al., 2001).
Flavour suatu produk dapat dimodifikasi dengan mengubah
aromanya sekalipun dengan rasa yang sama. Sebagai contoh adalah penambahan flavour yang ada pada jelly, candies, yang pada dasarnya memiliki rasa dasar yang sama namuan memiliki flavour yang berbeda karena memiliki aroma yang berbeda (Anne et al., 2001)..
3. Antioksidan
Antioksidan meruapakan salah satu bahan tambahan pangan alami. Antioksidan berfungsi untuk menghambat oksidasi lemak atau melindungi komponen-komponen makanan yang bersifat tidak jenuh, terutama lemak dan minyak. Antioksidan sering digunakan dalam
produk makanan olahan komersial. Tujuan utamanya adalah untuk memperpanjang daya simpan dan meningkatkan stabilitas makanan yang banyak mengandung lemak (Saparinto, 2006).
Berdasarkan jenisnya antioksidan dibagi menjadi dua tipe yaitu : Asam (beserta garam dan esternya) seperti asam ascorbic dan asam
citric yang digunakan untuk mencegah pelunturan warna pada daging,
buah, dan makanan lain. Yang kedua adalah senyawa atau bahan campuran fenol seperti Butylated Hydroxyanisole (BHA) dan
tocopherols yang menghalangi terjadinya oksidasi pada makanan
terutama pada lemak dan minyak (Silalahi, 2006).
Food antioxidant adalah senyawa atau unsur yang dapat
menghalangi atau mencegah reaksi radikal bebas dengan autoxidation. Kemampuan ini muncul dari struktur fenol itu sendiri dan konfigurasi fenol di dalam struktur molekulnya (Silalahi, 2006).
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. ALAT DAN BAHAN 1. Alat
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah alat pirolisis, kondensor, plastik, nampan, cawan aluminium, oven, timbangan, cawan porselen, parang, hammer mill, disk mil, erlenmeyer 500 ml, tampah, gunting, botol cairan, bak penampung air, pipet, pompa vakum, tanur, desikator, cawan kaca masir, corong buchner, lemari pengering, gelas piala 600 ml tanpa bibir, dan penjepit. Alat yang digunakan untuk analisis adalah thermogravimetric analyzer dan GC-MS. Gambar alat pirolisis dan kondensor disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Alat pirolisis dan kondensor
2. Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah tongkol jagung, kelobot jagung, atapulgit, es batu, larutan detergen asam, larutan detergen netral, aseton, dekalin, natrium sulfit, H2SO4 72%, dan Hbr
48%.
B. METODE PENELITIAN 1. Tahapan penelitian
Penelitian dilakukan dalam beberapa tahapan yang disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8. Bagan alir tahapan penelitian a) Pretreatment sampel biomassa jagung
Biomassa jagung (tongkol dan kelobot) perlu pretreatment sebelum digunakan dalam proses pirolisis. Tongkol dan kelobot
Pretreatment sampel biomassa
jagung Mulai
Selesai
Penentuan suhu pirolisis dan jumlah katalis Karakterisasi bahan baku
Penentuan hubungan parameter suhu dan katalis terhadap
dikeringkan dengan sinar matahari dan atau oven (kabinet oven) sampai kadar air 6-12%. Selanjutnya hasil biomassa kering dipotong sampai berukuran lebih kecil kemudian dihancurkan dengan hammer mill dengan ukuran sampel 150-250 μm dilanjutkan dengan disc mill (ukuran ± 75 μm).
b) Karakterisasi bahan baku
Biomassa jagung (tongkol dan kelobot) yang akan digunakan pada proses pirolisis harus dikarakterisasi terlebih dahulu. Hal ini ditujukan untuk mengetahui kondisi awal bahan baku yang akan digunakan. Sifat yang diamati dari tongkol dan kelobot adalah kadar air dan kadar serat. Analisis kadar serat dilakukan di Balai Penelitian Ternak Ciawi. Prosedur analisis kadar air dan kadar serat disajikan pada Lampiran 1.
c) Penentuan perlakuan suhu dan konsentrasi katalis
Penentuan perlakuan suhu diperoleh dari hasil
Thermogravimetric analyzer (TGA). Pada uji ini akan terbaca suhu
terdekomposisinya suatu bahan. Dari perpaduan suhu terdekomposisi tongkol dan kelobot, suhu yang digunakan pada pirolisis tongkol dan kelobot adalah 250, 350, 450, 550, dan 700°C. Katalis yang digunakan sebanyak 1.5% dari bobot total (Amin dan Asmadi, 2007).
d). Penentuan hubungan parameter suhu dan katalis terhadap rendemen pirolisis
Pada tahap ini dilakukan penentuan pengaruh faktor suhu dan katalis pada pirolisis tongkol dan kelobot jagung terhadap respon rendemen cairan dan padatan (degradasi selulosa, hemiselulosa dan lignin) hasil proses pirolisis.
2. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian berikut ini merupakan penjabaran setiap tahapan penelitian yang dilakukan sesuai dengan urutan tahapan penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya. Prosedur penelitian yang dilakukan mencakup (a) pirolisis biomassa jagung, (b) analisis kadar serat (selulosa, hemiselulosa, lignin, dan silika) padatan hasil pirolisis, dan (c) analisis GC-MS cairan produk pirolisis.
a) Pirolisis tongkol dan kelobot jagung
Tongkol dan kelobot jagung sekitar 50g dimasukkan ke dalam reaktor alat pirolisis dengan variasi suhu dari 250, 350, 450, 550, dan 700°C, serta dialiri gas nitrogen dengan kecepatan 50 cm3/menit (Raveendran et al.,1996). Dari hasil pirolisis dihasilkan
padatan, cairan, dan gas.
b) Analisis padatan hasil pembakaran
Bobot awal bahan sebelum dan setelah pirolisis ditimbang yang selanjutnya keduanya akan dibandingkan dan dihitung nilai
weight loss (kehilangan bobot). Selain itu juga dilakukan analisis
kadar serat (selulosa, hemiselulosa, lignin, dan silika) terhadap padatan hasil pirolisis pada suhu 450, 550, dan 700°C untuk mengetahui degradasi kandungan serat.
c) Analisis cairan dengan GC/MS
Cairan yang dianalisis adalah hasil pirolisis pada suhu 450°C, 550°C, dan 700°C. Analisis GC-MS untuk mengetahui kandungan senyawa di dalamnya untuk mendapatkan produk yang diinginkan yaitu berupa pengawet, flavor, antioksidan, dan bio oil. Analisis cairan dengan gas chromatography/mass spectroscopy (GC/MS) dilakukan di Mabes Polri Jakarta.
Bagan alir prosedur pirolisis tongkol dan kelobot jagung disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9. Bagan Alir Prosedur Penelitian Pengkondisian alat
Pencampuran tongkol dan kelobot jagung
Pencampuran tongkol, kelobot jagung, dan katalis
Gas nitrogen 50cm3/menit
Padatan Cairan Gas Pengeringan dan pengecilan
ukuran bahan (±75µm) Mulai
Selesai GC-MS
Pirolisis pada suhu 250oC,
350OC, 450oC, 550oC, dan 700oC
Analisa Kadar serat
(lignoselulosa dan silika) Analisa
C. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Penelitian dilakukan selama kurang lebih 8 bulan dari bulan April sampai November 2009. Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengawasan Mutu, Laboratorium Teknik Kimia, Laboratorium DIT Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KARAKTERISASI BAHAN BAKU 1. Analisis Kadar Air dan Kadar Serat
Analisis kadar air dan kadar serat dilakukan untuk mengetahui kondisi awal biomassa jagung (tongkol dan kelobot). Hasil analisis kadar air dan kadar serat disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil Analisis Kadar Air dan Kadar Serat Tongkol dan Kelobot Jagung Komponen Nilai Kadar air (%) Tongkol Kelobot Kadar serat Selulosa (g/100 g) Hemiselulosa (g/100 g) Lignin (g/100 g) Silika (g/100 g) 6.03 ± 0.13 8.42 ± 0.08 29.30 32.58 3.90 0.03
Kadar air merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi proses pirolisis. Kadar air biomassa jagung (tongkol dan kelobot) yang digunakan sebagai bahan baku pada proses pirolisis adalah kurang dari 10%. Kadar air yang terlalu tinggi akan mengurangi rendemen produk pirolisis. Menurut Raveendran et al. (1996), peristiwa evolusi kadar air secara umum terjadi pada suhu kurang dari 100°C. Pada suhu ini air dalam bahan akan menguap, kadar air bahan akan berkurang, dan selanjutnya kandungan bahan yang lain akan terdekomposisi. Nilai kadar air yang rendah akan mempercepat proses pembakaran dan penguapan air dalam bahan. Sedangkan nilai kadar air yang tinggi akan mempengaruhi proses pemanasan dan pembakaran yang berlangsung lebih lama untuk menguapkan air pada bahan. Penguapan yang terlalu lama akan memperlambat waktu bahan yang terbakar sehingga mengurangi jumlah asap yang dihasilkan. Banyaknya jumlah asap akan mempengaruhi rendemen cairan hasil pirolisis.
Analisis kadar serat dilakukan untuk mengetahui kandungan selulosa, hemiselulosa, lignin, dan silika bahan sebelum proses pirolisis. Bobot biomassa awal pada proses pirolisis adalah 50 gram. Dari hasil analisis kadar serat, bahan awal (tongkol dan kelobot jagung) mengandung 29.30% selulosa, 32.58% hemiselulosa, 3.90% lignin, dan 0.03% silika yang berarti bahwa dalam 50 gram bahan awal mengandung 14.65 gram selulosa, 16.29 gram hemiselulosa, 1.95 gram lignin, dan 0.015 gram silika. Komponen-komponen ini akan mengalami dekomposisi pada saat proses pirolisis berlangsung. Nilai kadar serat (lignoselulosa) pada tongkol dan kelobot ini lebih kecil jika dibandingkan dengan kandungan lignoselulosa pada tongkol. Menurut Garrote et al. (2007), pada tongkol jagung, kandungan selulosa sebesar 34.3%, hemiselulosa sebesar 40.53%, dan lignin sebesar 18.8%.
Kandungan silika pada campuran tongkol dan kelobot jagung sebesar 0.03%. Menurut Ravendran et al. (1996) menyatakan silika pada padatan tidak mempengaruhi kerja katalis tetapi berpengaruh terhadap struktur padatan yang dihasilkan serta reaktivitasnya.
2. Penentuan Suhu Pada Proses Pirolisis
Penentuan suhu pada proses pirolisis ini digunakan untuk mengetahui suhu tongkol dan kelobot terdekomposisi. Untuk mengetahui suhu tongkol dan kelobot akan terbakar dan mulai terdekomposisi, dapat dilakukan analisis thermogravimetrik (Gani dan Naruse, 2006). Menurut Jindarom et al. (2003), analisis termogravimetrik digunakan untuk menentukan karakteristik suhu degradasi bahan, suhu susut bahan maksimum atau puncak suhu degradasi, dan suhu dekomposisi akhir yaitu suhu dimana 90% massa bahan telah hilang.
Analisis termogravimetrik ini dilakukan dengan Perkin-Elmer
Thermo Balance, model TGA 7 yang prosesnya dikontrol dengan
komputer. Bahan sekitar 10 mg dimasukkan ke tabung dan dialirkan gas nitrogen dengan tekanan 20 cm3 /menit. Nitrogen ini berfungsi untuk mengusir oksigen yang terdapat di dalam tabung. Sampel bahan
dipanaskan pada suhu 105oC selama 12 menit untuk menghilangkan kadar air. Kemudian dipanaskan sampai suhu 1000oC untuk mengetahui reaksi dekomposisi bahan. Hasil analisis thermogravimetrik tongkol dan kelobot jagung disajikan pada Gambar 10 dan Gambar 11.
Gambar 10. Hasil Thermogravimetric Analyzer (TGA) tongkol jagung
Pada analisis thermogravimetrik ini, biomassa jagung (tongkol dan kelobot) dibakar sampai suhu 1000°C selama 1 jam. Gambar 10 menunjukkan bahwa pada pembacaan alat Thermogravimetric Analyzer
(TGA) terdapat tiga zona pada analisis thermogravimetrik tongkol. Zona
pertama, tongkol mulai terbakar pada suhu 34.28-176.91oC dimana terjadi evolusi kadar air bahan. Dekomposisi mulai terjadi pada suhu 176.91oC dan perubahan senyawa volatil berakhir pada suhu 983.41oC. Zona dua
antara suhu 176.91-388.97oC dengan weight loss sebesar 56.221%. Pada zona dua ini, hemiselulosa dan selulosa terdekomposisi. Zona ketiga pada
range suhu 388.97-983.41oC dengan weight loss sebesar 15.579%. Pada
zona tiga lignin akan terdekomposisi. Pada penelitian Ioannidou et al (2009), evaporasi uap pada tongkol jagung terjadi pada suhu di atas 110°C; pada tahap kedua terjadi pada suhu 210-390°C, dan tahap ketiga terjadi pada suhu 390-900°C.
Gambar 11 menunjukkan bahwa pada pembacaan alat
Thermogravimetric Analyzer (TGA) terdapat empat zona pada analisis
thermogravimetrik kelobot. Zona pertama, kelobot mulai terbakar pada suhu 28.44-204.71oC dimana terjadi evolusi kadar air bahan. Dekomposisi mulai terjadi pada suhu 204.71oC dan perubahan senyawa volatil berakhir pada suhu 981.34oC. Zona dua antara suhu 204.71-367.92oC dengan
weight loss sebesar 50.192%. Pada zona dua ini dihasilkan nilai weight loss terbesar. Zona ketiga pada range suhu 367.92-840oC dengan weight loss sebesar 31.46%. Zone keempat pada range suhu 840-981.34oC. Pada
uji thermogravimetrik kelobot ini terjadi weight loss sebesar 95.338% dari suhu 28.44-981.34oC.
Analisis thermogravimetrik ini menunjukkan reaksi utama pirolisis yaitu depolimerisasi, dekarboksilasi, dan pemecahan senyawa pada rentang suhu pirolisis. Menurut Ritcher (2004), secara bertahap, pirolisis biomassa akan mengalami peruraian : (i) hemisellulosa terdegradasi pada 200-260oC, (ii) selulosa pada 240oC-350oC, dan lignin pada 280oC sampai 500oC. Dari ketiga komponen lignoselulosa, lignin merupakan komponen
Perbedaan struktur kimia ketiga komponen mengakibatkan perbedaan kemudahan terdekomposisinya komponen. Hemiselulosa terdiri dari berbagai macam sakarida (xylosa, manosa, glukosa, galaktosa, dan sebagainya), yang tampak acak, struktur amorf (tak berbentuk), banyak cabang sehingga sangat mudah untuk dipisahkan dari inti dan mudah terdegradasi menjadi bahan yang mudah menguap ke luar (CO, CO2, dan
beberapa hidrokarbon) pada suhu rendah. Selulosa terdiri dari polimer glukosa yang panjang tanpa cabang, memiliki struktur yang sangat baik dan kuat, dan stabilitas panas yang tinggi. Lignin penuh dengan cincin aromatik dengan bebagai macam cabang, aktivitas ikatan kimianya tertutup dan sulit.
Tongkol dan kelobot jagung memiliki karakteristik yang hampir sama, suhu degradasi senyawa-senyawanya juga terjadi pada suhu yang relatif sama. Berdasarkan hasil uji thermogravimetri tongkol dan kelobot yang terdegradasi dari suhu 28.44oC dan berakhir pada 983.41oC, suhu
yang digunakan dalam proses pirolisis tongkol dan kelobot ini adalah 250, 350, 450, 550, dan 700°C.
B. WEIGHT LOSS (KEHILANGAN BOBOT) SELAMA PROSES
PIROLISIS
Proses pemanasan pirolisis akan mengakibatkan berkurangnya bobot bahan. Kehilangan bobot selama proses pirolisis tongkol dan kelobot jagung disajikan pada Tabel 9 dan Gambar 12.
Tabel 9. Weight loss pirolisis tongkol dan kelobot jagung Suhu (°C) Weight loss (%)
Tanpa katalis Ditambah katalis 250 350 450 550 700 11.41 18.87 37.95 49.42 65.00 6.74 6.50 38.12 43.01 53.89
Weight loss (kehilangan bobot) pada campuran tongkol dan kelobot
merupakan persentase selisih bobot awal dan bobot akhir dibandingkan dengan bobot awal. Weight loss ini menggambarkan banyaknya campuran tongkol dan kelobot jagung yang terbakar selama proses pirolisis. Data hasil padatan sisa pirolisis dan hasil analisa kandungan lignoselulosa dan silika serta perhitungan nilai weight loss-nya disajikan pada Lampiran 2 dan Lampiran 3.
Kandungan lignoselulosa (selulosa, lignin, dan hemiselulosa) dan silika juga diukur terhadap padatan sisa pirolisis pada suhu 450, 550, dan 700°C. Nilai weight loss kandungan lignoselulosa dan silika pada ketiga suhu ini disajikan pada Tabel 10 dan Gambar 13.
Tabel 10. Weight loss kandungan lignoselulosa dan silika
Suhu (°C) Weight loss kandungan lignoselulosa dan silika
(%)
Tanpa katalis Ditambah katalis 450 550 700 25.37 51.63 54.97 23.37 41.69 45.43
Dari tabel 10, nilai weight loss cenderung mengalami kenaikan dengan peningkatan suhu. Kenaikan nilai weight loss terjadi pada pemanasan tanpa katalis dan dengan penambahan katalis seiring dengan peningkatan suhu. Nilai weight loss kandungan lignoselulosa dan silica mengalami kenaikan dengan peningkatan suhu, sama seperti weight loss pada bahan. Jumlah kandungan lignoselulosa dan silika mengalami penurunan dengan peningkatan suhu. Kenaikan weight loss dengan peningkatan suhu disebabkan karena dekomposisi utama yang lebih besar dari biomassa (khususnya lignin) atau juga dekomposisi kedua dari sisa padatan pada suhu yang lebih tinggi. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan Ioannidou et al., Zhang et al. (2009), yaitu kenaikan suhu pada pirolisis akan meningkatkan nilai weight loss.
Pirolisis tongkol dan kelobot jagung pada penelitian ini dimulai dari suhu 250°C. Pada suhu ini, kadar air dan bahan baku akan mulai terdekomposisi. Selanjutnya pada suhu 250-350°C, hemiselulosa akan mulai
terdeko lignin al. (19 lima zo zona I pada s pada su dan zo katalis pirolis biomas kelobo atapulg atapulg terjang terham diband lignose diband omposisi, 35 akan terdeko 996), peristiw ona. Zona I II pada suhu suhu 250-35 uhu 350-500 ona V pada s Gambar 12 Kenaikan n s lebih besa is ini, atap ssa jagung ( ot) memiliki git terjerat git dan meng gkau oleh p mbat sehing dingkan tanp elulosa dan dingkan deng 50-500°C se omposisi pad wa dekompo pada suhu k u 100-250°C 0°C, dekom 0°C, secara u uhu di atas 5 2. Grafik wei nilai weight ar dibanding pulgit dalam (tongkol dan ukuran yang ke dalam b geras. Hal in panas sehin gga nilai w pa penamb n silika tan gan penamb elulosa dan l da suhu di a osisi pada pro
kurang dari 1 C, bahan bak mposisi hemi
umum terjad 500°C, terjad
ight loss tong loss pada ca gkan denga m bentuk n kelobot). g kecil dan b bahan. Perm ni menyebab ngga sulit te weight loss ahan katali npa penamb bahan katalis lignin terdek atas 500°C. M oses pirolisi 100°C, peris ku mulai ter iselulosa sec di dekompos di dekompos
gkol dan kel ampuran tong an memakai non koloid Biomassa (c berongga seh mukaan baha bkan permuk erbakar. Pro s yang di s. Nilai we bahan kata s. Jumlah ka komposisi, d Menurut Rav is dapat diba stiwa evolus rdekomposis cara dominan sisi selulosa sisi lignin. lobot jagung gkol dan kel i katalis. Pa d dicampurk campuran to hingga mem an akan ter kaan dalam b oses peman ihasilkan le eight loss alis juga le andungan lig dan terakhir veendran et agi menjadi i kadar air; si; zona III n; zona IV dan lignin; g lobot tanpa ada proses kan dalam ongkol dan mungkinkan rtutup oleh bahan sulit nasan akan ebih kecil kandungan ebih besar gnoselulosa
dan sil karena pening Penuru Pening loss ka 13. dengan air yan dari st 110°C Berbed kandun dan 45 hilangn 650°C dalam lika menuru a kompone gkatan suhu unan padatan gkatan nilai andungan lig Gambar 13 Selain itu, d n bebas terd ng berikatan ruktur tanah tanpa terja da dengan h ngan dari a 50°C mempe nya air hidr , kandungan katalis ini un seiring de en lignoselu sehingga me n sisa piroli weight loss gnoselulosa d . Grafik wei dalam atapu dapat di struk n dengan ion h liat (Henin adi perubaha hilangnya air atapulgit. Hi engaruhi sed roksil di atas n air pada ka i mengham engan penuru ulosa dan engakibatkan sis mengaki tongkol dan dan silika te
ight loss kan
ulgit terdapat ktur mikroch n magnesium n dan Cailler an yang sig r zeolitik, hi ilangnya air dikit perubah s 650°C (Ge atalis mulai h mbat peman unan padata silika ter n penurunan ibatkan kena n kelobot ja erlihat dari G ndungan lign t tiga jenis m hannels; air m; dan air h re, 1975). A gnifikan dal ilangnya air r kristal (ika han air dalam erstl dan Ya hilang. Terd nasan pada an sisa piroli rdekomposis n padatan sis aikan nilai w agung dan n Gambar 12 d noselulosa da molekul air. A kristal (ikat hidroksil ada Air zeolitik h lam struktur kristal mem atan) pada su m atapulgit, aron, 1981). dapatnya kan bahan kar
sis. Hal ini si dengan sa pirolisis. weight loss. nilai weight an Gambar an silika Air zeolitik tan) adalah alah bagian hilang pada r atapulgit. mpengaruhi uhu 250°C sedangkan Pada suhu ndungan air rena panas
digunakan untuk menguapkan air dalam katalis juga sehingga weight loss yang dihasilkan lebih rendah.
(a)
(b)
Gambar 14. Padatan sisa pirolisis tongkol dan kelobot jagung (b) tanpa penambahan katalis (b) dengan penambahan katalis
Gambar 14 menunjukkan bahwa padatan sisa pirolisis akan mengalami perubahan warna ke arah gosong dan hitam dengan peningkatan suhu. Banyaknya komponen yang terdekomposisi dengan peningkatan suhu mengakibatkan warna padatan semakin hitam dan gosong. Warna padatan sisa pirolisis tanpa penambahan katalis memiliki warna lebih hitam dan gosong dibandingkan dengan penambahan katalis. Dengan penambahan katalis permukaan bahan ini akan tertutup oleh katalis sehingga pemanasan bahan menjadi terhambat. Bahan yang terjangkau panas lebih banyak akan mengakibatkan warna padatan semakin hitam dan gosong.
C. CAIRAN HASIL PROSES PIROLISIS
Hasil proses pirolisis ini berupa cairan, gas, dan padatan. Cairan hasil proses pirolisis merupakan gas yang terkondensasi. Cairan hasil pirolisis tongkol dan kelobot jagung disajikan pada Tabel 11 dan Gambar 15.
250° 350° 450° 550° 700°
Tabel S dengan menjad yang d dari 39 dengan pening cairan G menga 11. Volume Suhu (°C) 250 350 450 550 700 Berdasarka n peningkat di 39.13%, dihasilkan m 9.13% menj n keadaan gkatan jumla yang dihasil ambar 15. G Menurut R alami perura cairan hasil Tan an Tabel 11, tan suhu da meningkat mengalami p jadi 29.73% sebelumnya ah cairan ya lkan tertingg Grafik cairan Ritcher (200 aian : (i) hem
pirolisis npa katalis 19.69 22.10 28.80 39.13 29.73 Banyaknya ari 250°C s sebanyak 1 penurunan d %, menurun a di mana p ang dihasilka gi pada suhu n hasil pirolis 04) secara b misellulosa Cairan (%) a cairan yang sampai suhu 19.44%. Pad dibandingkan sebanyak 9. peningkatan an. Pada piro u 550°C. sis tongkol d bertahap, pi terdegradas ) Katalis 24.23 26.16 30.05 54.43 33.03 g dihasilkan u 550°C da da suhu 700 n dengan su .40%. Hal i n suhu men olisis tanpa dan kelobot j irolisis biom i pada 200-meningkat ari 19.69% 0°C cairan uhu 550°C, ini berbeda ngakibatkan katalis ini, jagung massa akan 260oC, (ii)
selulosa pada 240oC-350oC, dan lignin pada 280oC sampai 500oC. Dengan peningkatan suhu, akan terjadi peruraian komponen biomassa tongkol dan kelobot jagung, mulai dari hemiselulosa, selulosa, dan lignin yang berakhir sampai suhu 500oC. Peruraian yang semakin meningkat akan meningkatkan banyaknya gas yang dihasilkan. Gas ini akan terkondensasi sehingga menghasilkan cairan. Dari Gambar 16 terlihat bahwa cairan yang dihasilkan berwarna kuning cerah.
(a) (b)
Gambar 16. Cairan hasil pirolisis pada suhu 450°C, 550°C, dan 700°C (a) tanpa katalis, (b) dengan katalis
Pada penelitian ini, penurunan jumlah padatan dengan kenaikan weight
loss akan meningkatkan jumlah bahan-bahan mudah menguap yang akan
dikonversi menjadi produk cairan dan gas. Hal ini mengakibatkan banyaknya cairan yang dihasilkan semakin meningkat dengan kenaikan suhu dan tertinggi pada suhu 550oC. Pada suhu 700oC cairan menurun karena dengan peningkatan suhu yang lebih lanjut akan terjadi pemecahan kedua terhadap uap yang dominan sehingga menurunkan yield cairan yang dihasilkan dan meningkatkan jumlah gas yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan penelitian Zhang et al (2009) bahwa cairan akan meningkat dengan peningkatan suhu dan diperoleh cairan terbanyak pada suhu 550 oC. .
Dari Tabel 11, cairan pada pirolisis dengan penambahan katalis lebih banyak dibandingkan tanpa penambahan katalis. Pada pirolisis dengan penambahan katalis ini akan terjadi peristiwa pirolisis katalisis yang dibagi dalam dua proses, yaitu pirolisis awal biomassa dan pemecahan secara katalisis bahan-bahan organik yang mudah menguap. Pada proses pirolisis
awal, biomassa akan menghasilkan gas tak terkondensasi, air, uap air organik primer, dan padatan melalui panas pirolisis. Komponen silika dalam katalis berfungsi sebagai absorben yang akan menyerap uap air organik. Uap air organik primer akan diserap oleh permukaan aktif dari katalis dan kemudian pecah menjadi uap air yang lebih ringan (light vapor). Uap air yang lebih ringan (light vapor) kemudian mengalami reaksi lebih lenjut seperti deoksigenasi, pemecahan dengan katalis menjadi bentuk H2O, CO2,
CO, alkana, alkena, dan hidrokarbon aromatik. Reaksi ini akan menurunkan uap yang mengandung minyak dan meningkatkan gas dan air. Katalis juga akan menekan terjadinya dekomposisi bahan menjadi arang dan gas tak terkondensasi sehingga akan meningkatkan produk cairan yang dihasulkan.
Penambahan katalis dalam proses pirolisis biomassa (campuran tongkol dan kelobot jagung) akan menurunkan energi aktivasi. Keberadaan xilan dalam tongkol jagung membantu katalis dalam mempercepat laju aktivasi sehingga cairan yang dihasilkan lebih banyak.
D. ANALISA GC-MS CAIRAN PIROLISIS TONGKOL DAN KELOBOT JAGUNG
Pada pirolisis tongkol dan kelobot jagung, analisa GC-MS dilakukan untuk mengetahui komponen yang terkandung dalam cairan hasil pirolisis tongkol dan kelobot jagung. Analisa GC-MS ini dilakukan pada cairan hasil pirolisis pada suhu 450, 550, dan 700°C pada kedua perlakuan, tanpa dan dengan penambahan katalis. Hasil analisa GC-MS berdasar golongan disajikan pada Lampiran 5.
Berdasarkan analisa GC-MS, komponen yang terkandung dalam cairan hasil pirolisis tongkol dan kelobot ini dapat digolongkan menjadi golongan fenol, aldehid, hidrokarbon, asam, dan ester. Grafik pengelompokan golongan komponen yang terkandung pada cairan hasil pirolisis dapat dilihat pada Gambar 17 dan Gambar 18.
G jagung fenol, senyaw senyaw pada L terting dari g ditemu lain. K dengan jumlah jumlah 6.08% dengan area 10 ambar 17. Berdasarka g tanpa pen aldehid, hi wa dari gol wa dari golo Lampiran 5, ggi pada suhu
Pada suhu golongan fe ukan jumlah Komponen d n jumlah lua h luas area h luas area . Dari data n luas area te 0.39%. Grafik ko penambah an Gambar nambahan ka idrokarbon, longan feno ongan aldehi terdapat se u 450°C yait 550°C, cai enol, aldehi h komponen dalam cairan as area 34.6 3.59%, 3 1.24%, dan pada Lamp ertinggi pad omposisi ko han katalis 17, cairan h atalis menga dan asam. ol dengan ju id dengan ju enyawa dari tu p-Ethylph iran yang d d, hidrokar n terbanyak n ini adalah 9%, 2 senya senyawa da n 3 senyaw iran 5, terda a suhu 550° omponen c hasil pirolisi andung kom Pada suhu umlah luas umlah luas golongan f henol dengan ihasilkan m rbon, dan a dibandingk h 13 senyaw awa dari gol ari golongan a asam den apat senyaw C yaitu p-Et cairan pirol is tongkol d mponen dari u 450°C, te area 45.71 area 2.38% fenol dengan n luas area 1 mengandung asam. Pada kan dengan wa dari golon longan aldeh n hidrokarb ngan jumlah wa dari golo thylphenol d lisis tanpa dan kelobot i golongan erdapat 10 1%, dan 1 . Dari data n luas area 0.66%. komponen a suhu ini suhu yang ngan fenol hid dengan on dengan h luas area ngan fenol dengan luas
dari go senyaw golong golong Lampi pada su G dengan aldehid dari g golong asam d dengan golong luas ar senyaw Pada suhu olongan fen wa dari golon gan aldehid gan hidroka iran 5, terdap uhu 700°C y ambar 18. Dari Gamb n penambah d, hidrokarb golongan fen gan aldehid d dengan juml n jumlah lua gan asam den rea 20.62% Pada suhu wa dari golo 700°C, cai nol, aldehid, ngan fenol d dengan jum arbon denga pat senyawa yaitu pyrocat Grafik kom penambaha bar 18, caira han katalis m on, asam, da nol dengan dengan juml lah luas area as area 5.18% ngan luas ar 550°C, kom ongan fenol iran yang d dan hidrok dengan jumla mlah luas a an jumlah lu dari golong thecol, 3-me mposisi ko an katalis an hasil piro mengandung an ester. Pad jumlah lu lah luas area a 32.97%, d %. Pada suh rea tertinggi mponen yang dengan jum ihasilkan m karbon. Pada ah luas area area 5.03%, uas area 1. gan fenol den
ethyl dengan mponen ca olisis tongko g komponen da suhu 450° as area 3.2 a 1.43%, 7 s dan 2 senyaw hu 450°C, te yaitu asam terkandung mlah luas are
mengandung a suhu ini t 40.6%, 2 se , dan 2 sen
87%. Dari ngan luas are n luas area 10 airan pirolis ol dan kelob n dari golon °C, terdapat 29%, 3 sen senyawa dar wa dari golo erdapat kom heksadekan dalam caira ea 17.11%, komponen terdapat 12 nyawa dari nyawa dari data pada ea tertinggi 0.73%. sis dengan bot jagung ngan fenol, 2 senyawa nyawa dari ri golongan ongan ester mponen dari oat dengan an adalah 6 1 senyawa
dari golongan aldehid dengan jumlah luas area 3.07%, dan 3 senyawa dari golongan asam dengan jumlah luas area 5.33%. Pada suhu 550°C, terdapat komponen dari golongan fenol dengan luas area tertinggi yaitu m-Phenilphenol dengan luas area 6.59%.
Pada suhu 700°C, komponen yang terkandung dalam cairan adalah 9 senyawa dari golongan fenol dengan jumlah luas area 23.2%, 2 senyawa dari golongan aldehid dengan jumlah luas area 6.35%, 1 senyawa dari golongan hidrokarbon dengan jumlah luas area 0.63%, 2 senyawa dari golongan asam dengan jumlah luas area 0.88%, dan 2 senyawa dari golongan ester dengan jumlah luas area 0.29%. Pada suhu 700°C, terdapat komponen dari golongan fenol dengan luas area tertinggi yaitu m-Ethylphenol dengan luas area 5.66%.
Dari hasil identifikasi senyawa ini, cairan hasil pirolisis tongkol dan kelobot jagung tanpa penambahan katalis mengandung komponen dari golongan fenol lebih banyak dibandingkan dengan komponen dari golongan lain. Komponen dari golongan fenol dalam cairan hasil pirolisis ini merupakan hasil dekomposisi dari kandungan lignin dalam bahan. Komponen dari golongan fenol tanpa penambahan katalis lebih banyak dibandingkan dengan penambahan katalis. Dengan penambahan katalis, terjadi penurunan jumlah komponen dari golongan fenol dan terjadi peningkatan jumlah komponen dari golongan asam dan ester. Peningkatan jumlah asam dengan penambahan katalis karena terjadi mekanisme proses pemecahan dan pembentukan yang lebih spesifik yaitu proses karboksilasi. Pada proses karboksilasi, senyawa dari golongan fenol akan diubah menjadi golongan asam karboksilat. Secara keseluruhan, reaksi yang terjadi pada proses pirolisis sulit untuk dijelaskan secara rinci karena banyaknya reaksi dan kompleksnya reaksi yang terjadi yang melibatkan pembentukan radikal bebas dan juga berbagai macam reaksi produk yang diperoleh dari reaksi-reaksi sebelumnya. Pada penelitian Qi et al (2007), dengan penambahan katalis akan meningkatkan yield asam dan mengurangi kandungan fenol.
Menurut Mullen et al (2009), phenol; m, o, p-Cresol, p-Etilphenol, dimetoksiphenol, p-Eugenol, 4-Ethylguaiacol adalah turunan dari lignin.
Bebera diantar oxopen heksad anhydr dan le butano oxygen kelobo dan ke tambah klasifik Lampi kompo G penam sebany menuru apa bahan ranya adala ntana, asam dekanoat, as roglucofuran evoglucosan on, 2-ethylcy nates seperti Komponen ot ini diklasif elobot jagun han pangan kasi fungsi iran 6. Pen onen disajika ambar 19. Dari Gam mbahan katali yak 2 senya un pada su hasil degra ah beberapa asetat, asam sam hekanoa nose, D-arab ), keton ( yclopentanon furans dan h n yang terkan fikasikan me ng ini, komp (pengawet, komponen ngaruh suhu an pada Gam Grafik peng analisis cair mbar 19, k is mengalam awa sampai uhu 700°C adasi dari li a jenis asam m benzoat, a at, asam pro binose, D-g 1-hidroxy 2 ne, 2-methy hidrokarbon ndung dalam enurut fungs ponen yang flavour, da hasil analis u dan pena mbar 19 dan garuh suhu ran pirolisis komponen mi peningkat suhu 550° menjadi 3 ignin, selulo m karboksi asam forma opanoat, asa glucose, fru 2-propanon, yl2-cyclopen n lainnya (An m cairan hasi sinya. Pada p diutamakan an antioksid sis cairan p ambahan ka Gambar 20. terhadap fu tanpa penam untuk bah tan dengan k °C menjadi senyawa. osa dan he lat (contohn at, asam glik
am valeric), uctose, oligo 2,5 hexan nten-1-one, d nand et al, 20 il pirolisis to proses piroli n adalah seb dan) dan bio
irolisis disaj atalis terhad ungsi komp mbahan katal han pengaw kenaikan suh 4 senyawa Komponen emiselulosa nya: asam kolik, asam gula (1,6-osacharides nedione, 2-dsb), fenol, 004). ongkol dan isis tongkol agai bahan o oil. Hasil ajikan pada dap fungsi ponen hasil lis wet tanpa hu dari 450 kemudian terbanyak