• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bunga Rampai Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Mitigasi Bencana

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bunga Rampai Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Mitigasi Bencana"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

Bunga Rampai

pemanfaatan Data penginDeRaan

Jauh untuk mitigasi Bencana

Lembaga penerbangan dan antariksa nasional

2014

(2)

Bunga Rampai pemanfaatan Data

penginderaan Jauh untuk mitigasi Bencana

Editor :

Dr. Donny Kushardono, Dr. Wikanti Asriningrum, Ir. Wawan K. Harsanugraha, M.Si.

Desain sampul:

M. Priyatna, S.Si., MTI.

Desain tata letak:

Crestpent Press

Cetakan Pertama :

Desember 2014

ISBN 978-602-14437-5-0

Dicetak dan diterbitkan oleh:

KONTAK KAMI CRESTPENT PRESS

Kantor Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Institut Pertanian Bogor (P4W-LPPM)

Kampus IPB Baranangsiang, JL. Pajajaran, Bogor 16144 Telp/Fax. (0251) 8359072, email: crestpent@gmail.com Hak Cipta dilindungi undang-undang

Dilarang mengutip atau memperbanyak

Sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa seizin penerbit

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG HAK CIPTA

1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau member izin untuk itu, dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau men-jual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima

(3)

pengantaR peneRBit

Puji syukur di panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan rahmat-Nya lah buku bunga rampai “Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Mitigasi Bencana” ini dapat dirampungkan. Buku bunga rampai ini lahir sebagai manifestasi dari pelaksanaan tugas dan fungsi Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh (Pusfatja) dalam menyelenggarakan penelitian dan pengembangan model pemanfaatan penginderaan jauh untuk pemantauan lingkungan dan mitigasi bencana.

Terbitnya buku ini turut andil dalam memperkaya referensi dalam upaya mengatasi berbagai persoalan lingkungan dan kebencanaan yang sering dialami Indonesia dengan pemantauan lingkungan dan berbagai kondisi bencana yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia. Ucapan terima kasih dan penghargaan disampaikan kepada pada peneliti dan penelaah Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, dan seluruh pihak yang telah mencurahkan energi dan waktunya dalam penulisan dan penyusunan buku ini sehingga dapat menjadi alternatif solusi bagi pemecahan masalah-masalah lingkungan dan mitigasi bencana di Indonesia

(4)

kata pengantaR

Assalamu’alaikum Wr. Wb. dan salam sejahtera bagi kita semua. Sebagai salah satu negara yang sering mengalami berbagai bencana serta persoalan lingkungan, pemanfaatan data penginderaan jauh dirasakan sangat diperlukan. Oleh karena itu, perkembangan teknologi penginderaan jauh yang makin pesat saat ini menjadi salah satu alternatif solusi bagi pemecahan masalah-masalah lingkungan dan mitigasi bencana di Indonesia.

Dasawarsa terakhir ini, Indonesia kerap dilanda berbagai bencana seperti: banjir/longsor pada musim hujan, kekeringan dan kebakaran hutan/lahan di musim kemarau, serta letusan gunung api. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) melalui Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh (Pusfatja) sebagai lembaga pemerintah yang mempunyai tugas dan fungsi menyelenggarakan penelitian dan pengembangan model pemanfaatan penginderaan jauh untuk pemantauan lingkungan dan mitigasi bencana, merasa bertanggungjawab untuk ikut andil dalam upaya mengatasi berbagai persoalan lingkungan dan kebencanaan tersebut. Kemajuan teknologi satelit penginderaan jauh yang dapat menghasilkan data dan informasi yang relatif realtime (up to date) dengan cakupan yang luas dan data histori yang baik memungkinkan LAPAN untuk berkontribusi dalam upaya pemantauan lingkungan dan berbagai kondisi bencana yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut, pada tahun mendatang Pusfatja telah mencanangkan pembangunan Pusat Pemantauan Bumi Nasional dengan tujuan utamanya adalah melaksanakan pemantauan lingkungan dan mitigasi bencana menggunakan data penginderaan jauh.

Berbagai hasil kegiatan terkait dengan penelitian dan kajian pemanfaatan penginderaan jauh untuk pemantauan lingkungan dan mitigasi bencana yang telah dan akan terus dilaksanakan, beserta metodologi yang digunakan diuraikan dalam buku ini.

Buku ini disusun untuk memberikan wawasan pengetahuan kepada pembaca mengenai Pemanfaatan Penginderaan Jauh dalam pemantauan kondisi lingkungan dan kebencanaan guna mendukung dan memberikan arahan bagi pembangunan di Indonesia. Kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan tidak hanya bagi upaya penyempurnaan penulisan buku serupa di masa yang akan datang, tetapi juga bagi penentuan arah kebijakan Pusfatja pada tahun-tahun berikutnya.

Pada kesempatan ini saya menyampaikan penghargaan kepada semua pihak, khususnya para peneliti dari Bidang Lingkungan dan Mitigasi Bencana, dan para penelaah, yang telah berupaya keras untuk menyusun dan menerbitkan buku ini.

Jakarta, Nopember 2014

(5)

sekapuR siRih

pemanfaatan penginDeRaan Jauh untuk

mitigasi Bencana Di inDonesia

Dr. M. Rokhis Khomarudin, Wiweka, Parwati Sofan

Peneliti Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN

i. peRkemBangan teknoLogi penginDeRaan Jauh

Usaha manusia untuk memantau kondisi wilayahnya dari udara sudah dilakukan sejak berkembangnnya teknologi fotografi. Perkembangan teknologi fotografi modern pertama dikenalkan oleh Daguerre pada tahun 1839, dan pada tahun 1868 foto udara pertama dilakukan dengan menggunakan balon di atas kota Paris. Sebelumnya, pemotretan udara ini menggunakan burung dara sebagai alat untuk memotret kondisi permukaan bumi dari udara. Seiring dengan perkembangan jaman, alat yang digunakan adalah satelit yang ditempatkan di angkasa luar yang berada pada lintasan orbit tertentu. Satelit penginderaan jauh pertama yang diluncurkan oleh Amerika Serikat pada tahun 1972 adalah Landsat Multispectral Scanner

System (MSS). Peluncuran ini merupakan dimulainya era baru teknologi penginderaan jauh

modern dengan wahana satelit.

Pada awal mulanya teknologi penginderaan jauh ini diperuntukan untuk kepentingan militer, pengaturan strategi, dan pengetahuan tentang kondisi wilayah musuh. Namun, saat ini teknologi ini telah digunakan untuk berbagai macam keperluan seperti meteorologi (dinamika atmosfer, pemantauan awan, dan prediksi cuaca), penelaahan dan pemantauan lingkungan (perkembangan perkotaan, bencana alam), pemantauan dan deteksi perubahan global (pemantauan lubang ozon, deforestrasi, dan pemanasan global), pertanian (kondisi tanaman, prediksi panen, dan erosi tanah), eksplorasi sumberdaya alam yang tidak terbaharui (mineral, minyak, dan gas alam), sumber daya alam terbaharui (hutan, tanah, laut), dan untuk pemetaan (topografi, penggunaan lahan, dan sarana dan prasarana).

Usaha-usaha ini merupakan tahapan yang sangat penting dalam perkembangan ilmu atau teknologi penginderaan jauh. Secara umum, penginderaan jauh dapat definisikan sebagai ilmu, seni, dan teknik untuk memperoleh informasi suatu objek tanpa menyentuh secara langsung objek yang diamati. Hal ini dilakukan dengan cara mengindera dan merekam energi yang dipantulkan maupun yang di emisikan kemudian dilakukan pemrosesan, analisa, dan mengaplikasikan informasi tersebut. Objek yang diamati ini biasanya divisualisasikan berupa citra (gambar) yang terdiri dari elemen-elemen yang sering disebut sebagai pixel (picture

element). Informasi yang terdapat dapat pixel-pixel inilah yang kemudian diproses, dianalisa

dan diaplikasikan menjadi informasi tertentu. Berbagai aplikasi tersebut, tergantung pada resolusi data penginderaan jauh yang akan digunakan yaitu resolusi spasial dan resolusi temporal. Resolusi spatial adalah tingkat kedetailan informasi data penginderaan jauh

(6)

yang dinyatakan oleh ukuran pixel, seperti 1 m, 10 m, 30m, dan lain-lain. Ukuran pixel ini merepresentasikan ukuran sebenarnya objek yang diamati. Jika dikatakan resolusi spatialnya adalah 1 m, hal ini berarti bahwa ukuran 1 m x 1 m suatu objek digambarkan dalam satu pixel dalam citra satelit. Sedangkan resolusi temporal adalah periode ulang suatu satelit memantau objek yang sama dipermukaan bumi. Resolusi temporal 18 hari, berarti bahwa satelit akan memotret wilayah yang sama setiap 18 hari sekali. Gambar 1 berikut merupakan hubungan aplikasi data penginderaan jauh dengan resolusinya baik spasial maupun temporal.

(Sumber: Ridd and Hipple, 2006)

Gambar 1. Aplikasi data penginderaan jauh berdasarkan resolusi spasial dan temporalnya

Untuk memperoleh informasi yang diinginkan dari data penginderaan jauh diperlukan suatu teknik tertentu. Teknik ini biasanya disesuaikan dengan kebutuhan orang yang menginterpretasi dan penggunanya. Dewasa ini, perkembangan teknologi penginderaan jauh sudah sangat memadai dan masih terus dilakukan riset untuk meningkatkan kualitas dari informasi yang dihasilkan.

Pengembangan teknik penginderaan jauh saat ini dapat di kategorikan menjadi 3 (tiga), yaitu : - Pengembangan teknik tingkat lanjut untuk klasifikasi data penginderaan jauh;

- Mengintegrasikan berbagai fitur data penginderaan jauh untuk proses perolehan informasi

(7)

Klasifikasi konvensional, seperti Maximum Likelihood hingga klasifikasi ke tingkat lanjut, seperti klasifikasi berdasarkan orientasi obyek (object base oriented) telah berkembang secara pesat. Perkembangan ini sejalan dengan perkembangan data satelit penginderaan jauh yang memiliki kedetilan hingga resolusi 1 m. Object base oriented berkembang setelah munculnya data satelit seperti IKONOS atau Quickbird (Blaschke, 2009). Tidak hanya untuk satelit resolusi tinggi, metode lanjut juga berkembang pada bagaimana cara memperoleh informasi dari permukaan bumi dengan data satelit dengan resolusi rendah. Teknik yang dikenal adalah Spectral Mixture Analysis. Teknik ini mampu menganalisa satu piksel informasi menjadi beberapa piksel informasi yang lain, sehingga informasi akan lebih detil.

Integrasi beberapa fitur data penginderaan jauh termasih informasi spektral, spasial, multitemporal, dan multi sensor adalah sangat penting untuk meningkatkan akurasi. Salah satu contoh adalah metode pan-sharpening yang menggabungkan antara data resolusi spasial rendah dengan tinggi, sehingga dapat menghasilkan informasi yang lebih detil. Data multitemporal juga sangat penting untuk klasifikasi penggunaan lahan, terutama untuk lahan sawah. Berdasarkan data multitemporal tersebut, lahan sawah fase bera akan dapat dibedakan dengan lahan terbuka. Penggunaan data multitemporal akan dapat meningkatkan akurasi (Xiao et al., 2006). Sementara itu, data dengan resolusi spektral tinggi dapat digunakan untuk mengklasifikasi suatu objek secara lebih detil, seperti membedakan tipe vegetasi dan phytoplankton di wilayah laut (Belluco et al., 2006).

Integrasi antara data penginderaan jauh dengan data tambahan seperti data ketinggian, jumlah penduduk, jaringan jalan, tipe tanah, suhu udara, dan curah hujan juga membantu meningkatkan akurasi informasi yang diperoleh dari data penginderaan jauh. Sebagai contoh, Stathakis and Kanellopoulus (2008) menambahkan informasi ketinggian untuk memperoleh kelas penggunaan lahan secara lebih akurat. Liu et al. (2008) mengintegrasikan data penginderaan jauh dengan teknik Sistem Informasi Geografis untuk mengklasifikasi wilayah mangrove. Hasil integrasinya menunjukkan bahwa informasi tambahan akan dapat mengkelaskan objek secara lebih detil untuk hutan mangrove. Lebih lanjut, klasifikasi akan lebih akurat jika didukung oleh pengetahuan manusia atas suatu wilayah (Hung and Rid, 2002; Judex et al., 2006).

ii. pemanfaatan penginDeRaan Jauh untuk mitigasi

Bencana Di inDonesia

Di Indonesia, tidak banyak yang melakukan kegiatan mitigasi bencana berbasiskan data penginderaan jauh. Instansi pemerintah yang melakukan kegiatan ini berdasarkan tugas dan fungsinya adalah Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi (BPPT), dan Badan Informasi Geospasial (BIG). Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga melaksanakan kegiatan ini dengan menambahkan data geospasial lainnya. Selain itu, pada level universitas terdapat Pusat Studi Bencana di Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Pusat Remote Sensing Institut Teknologi Bandung (ITB). Kedua universitas tersebut sangat aktif dalam melakukan kegiatan ini.

Minimnya kegiatan pemanfaatan penginderaan jauh untu mitigasi bencana di Indonesia mendorong LAPAN untuk melakukan kegiatan intensif sebagai institusi yang dianggap mampu untuk melaksanakan kegiatan ini. Pada saat ini kegiatan mitigasi bencana di LAPAN adalah sebagai berikut.

(8)

2.1. sistem yang sudah beroperasional

Sistem yang sudah beroperasional saat ini dan informasinya disampaikan melalui website Sistem Informasi Mitigasi Bencana Alam (SIMBA) adalah sebagai berikut:

a. Potensi banjir harian b. Sistem Pemantauan hotspot

c. Sistem Peringkat Bahaya Kebakaran Hutan/Lahan (SPBK) d. Sistem Quick Response Bencana

e. Sistem Pemantauan Kekeringan dan Banjir di Lahan Sawah

2.2. pengembangan sistem

Saat ini LAPAN juga telah mengembangkan beberapa sistem untuk pemantauan lingkungan dan mitigasi bencana antara lain sebagai berikut:

a. Pengembangan model potensi banjir menggunakan data satelit MTSAT–1R

b. Pengembangan model potensi kekeringan lahan (meteorologis dan agronomis) di Pulau Jawa dan Bali menggunakan data satelit Terra/Aqua MODIS dan TRMM.

c. Pengembangan model validasi hotspot yang dihasilkan dari data Satelit Terra/Aqua MODIS dengan menggunakan data resolusi lebih tinggi (SPOT).

d. Pengembangan model spasial kondisi tanaman padi dan lahan sawah (kekeringan dan banjir)

e. Pengembangan model pemetaan daerah bahaya, kerentanan, dan resiko gunung api di Indonesia

f. Pengembangan sistem crisis center bencana

iii. keRJasama nasionaL Dan DaeRah

Posisi LAPAN dalam masalah pemantauan lingkungan dan mitigasi bencana sangatlah penting di Indonesia. Setiap catur wulan, LAPAN memberikan hasil pemantauannya kepada Badan Pusat Statistik untuk menyampaikan hasil pemantauan fase pertumbuhan padi dan kondisi lingkungan di lahan sawah untuk memprediksikan angka ramalan padi. Setiap semester sekali LAPAN juga berpartisipasi dalam pembuatan prediksi awal musim hujan dan awal musim kemarau. Setiap awal musim kemarau, LAPAN berpartisipasi aktif dalam rapat persiapan kekeringan dan kebakaran hutan/lahan yang dikoordinasi oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Demikian halnya pada saat memasuki musim hujan, LAPAN juga berpartisipasi dalam persiapan untuk menghadapi banjir dan longsor. Selain itu, dengan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), LAPAN juga berpartisipasi dalam pertemuan-pertemuan pemantauan lingkungan seperti kebakaran lahan/hutan, lahan kritis, dan kebencanaan. Pada program menuju Indonesia Hijau, LAPAN berpartisipasi aktif dalam kegiatan tersebut. Bersama dengan kementerian riset dan teknologi, LAPAN juga menjadi anggota dalam Indonesia Tsunami Early Warning System dan bahkan sempat bersama-sama dalam tim untuk mengajukan proposal peringatan dini tsunami di Negara OMAN. Pertemuan-pertemuan dengan Kementerian Riset dan Teknologi juga sering diikuti untuk membahas pemantauan lingkungan dan mitigasi bencana. Bekerjasama dengan Kementerian kehutanan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Lingkungan Hidup, Universitas Bina Nusantara dalam Project Indofire merupakan kolaborasi yang baik dalam pemantauan titik panas (hotspot) sebagai indikasi kebakaran hutan/lahan. Partisipasi-partisipasi aktif di tingkat nasional ini menunjukkan bahwa informasi pemantauan lingkungan dan mitigasi bencana yang dihasilkan sangat penting bagi keperluan nasional.

(9)

Peran penting LAPAN dalam kegiatan pemantauan lingkungan dan Mitigasi Bencana juga dirasakan oleh pemerintah daerah. Provinsi Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Riau, Sumatera Selatan, dan Kabupaten Sampang merupakan daerah yang telah bekerjasama dengan LAPAN dalam melakukan pemantauan lingkungan dan mitigasi bencana di daerahnya. Kegiatan ini sangat bermanfaat untuk mendapatkan umpan balik langsung dari pengguna yang memperoleh informasi. Gambar 1 merupakan hasil kerjasama dengan Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Tengah dalam pembuatan peta rawan kebakaran dan Pemerintah Daerah Kabupaten Sampang dalam pemetaan daerah bahaya banjir.

Gambar 1. Hasil kerjasama dengan pemerintah daerah, Provinsi Kalimantan Tengan (kiri) dan Kabupaten Sampang (kanan)

iV. keRJasama inteRnasionaL

Dalam kancah internasional, LAPAN telah bekerjasama dengan institusi luar negeri seperti

Asian Disaster Risk Reduction (ADRC), JAXA Jepang, Geoinformatics Center Asian Institute of Technology (GIC-AIT), dan beberapa organisasi PBB, yaitu United Nations World Food Program (UN-WFP), United Nations Platform of Space Based Information for Disaster Emergency Response (UN SPIDER), dan United Nations Economic and Social for Asian and the Pacific (UN-ESCAP). Kerjasama masih dalam bentuk penyampaian informasi pemantauan

lingkungan dan mitigasi bencana dan pelatihan-pelatihannya.

Kerjasama aktif dalam bidang kebencanaan dilakukan dengan JAXA Jepang dan UN SPIDER. Posisi LAPAN sebagai Data Analisis Node (DAN) dalam kegiatan Sentinel Asia merupakan peran yang penting bagi LAPAN sehingga jika terjadi bencana di wilayah lain, LAPAN dapat membantu negara lain yang terkena musibah bencana. Bersama UN SPIDER, komitmen menjadi Regional Support Office (RSO) UN SPIDER merupakan wujud nyata keaktifannya dalam hal penyampaian informasi kebencanaan dalam dunia international.

V. penutup

Secara garis besar buku bunga rampai pemanfaatan penginderaan jauh ini terdiri dari : Bab 1 : Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk Mitigasi Bencana Banjir, yang memaparkan

sistem peringatan dini bahaya banjir melalui pemantauan curah hujan dari satelit. Bab 2 : Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk Mitigasi Bencana Kekeringan dan

Kebakaran Hutan/Lahan, yang memaparkan pemantauan kekeringan dengan indeks penginderaan jauh, deteksi daerah kebakaran hutan/lahan, dan zonasi daerah rawan kebakaran.

(10)

Bab 3 : Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk Mitigasi Bencana Erupsi Gunungapi yang membahas bagaimana data penginderaan jauh dapat berperan dalam analisis daerah bahaya, kerentanan, dan resiko.

Bab 4 : Pemanfaatan Penginderaan Jauh untuk Mendukung Sistem Informasi Kebencanaan yang membahas bagaimana integrasi data penginderaan jauh dan infrastruktur teknologi informasi saling mendukung dalam memberikan informasi tanggap darurat kebencanaan yang terjadi.

Beberapa pemanfaatan penginderaan jauh untuk mitigasi bencana telah diungkapkan. Kerjasama tingkat nasional dan internasional juga telah dilakukan sehingga memperkuat posisi kegiatan pemantauan lingkungan dan mitigasi bencana di LAPAN. Pengembangan lebih lanjut ditingkatkan agar lebih efektif dan dirasakan manfaatnya bagi pengguna. Umpan balik dari pengguna juga dapat digunakan untuk perbaikan model dan pengembangan sistem lebih lanjut. Perancangan sistem crisis center merupakan suatu ide yang baik digunakan untuk penyampaian informasi pemantauan lingkungan dan mitigasi bencana secara cepat dan akurat.

Daftar pustaka

Belluco, E., Camuffo, M., Ferrari, S., Modenese, L., Silvestri, S., Marani, A., and Marani, M. 2006. Mapping salt-marsh vegetation by multispectral and hyperspectral remote sensing. Remote Sensing of Environment, 105, 54–67.

Blaschke, T., Lang, S., Lorup, E., Strobl, J., Zeil, P. 2009. Object-oriented Image Processing in an Integrated GIS/remote Sensing Environment and Perspectives for Environmental Applications. In: Cremers, A., Greve, K. (Eds.), Environmental Information for Planning, Politics and the Public, 2. Metropolis Verlag, Marburg, 555-570.

Liu, K., Li, X., Shi, X., and Wang, S. 2008. Monitoring Mangrove Forest Changes Using Remote Sensing and GIS Data with Decision-Tree Learning. WETLANDS, 28 (2), 336–346.

Hung, M. and Ridd, M.K. 2002. A Subpixel Classifier for Urban Land-cover Mapping Based on a Maximum-likelihood Approach and Expert System Rules. Photogrammetric Engineering and Remote Sensing, 68, 1173–1180.

Stathakis, D., and Kanellopoulus, I. 2008. Global Elevation Ancillary Data for Land-use Classification Using Granular Neural Networks. Photogrammetric Engineering & Remote Sensing, 74 (1), 1-9. Xiao, X., Boles, s., Frolking, S., Li, C., Babu, J.Y., Salas, W., and Moore, B. 2006. Mapping Paddy Rice

Agriculture in South and Southeast Asia using Multi-temporal MODIS Images. Remote Sensing of Environment, 100, 95 – 113.

(11)

Biografi Penulis

Dr. m. Rokhis khomarudin

Email: rokhis.khomarudin@lapan.go.id; ayah_ale@yahoo.com Pendidikan:

• Doktor (Dr), pada Ludwig-Maximilians-Universität (LMU) Munich – Germany, 2010

• Magister Sains (M.Si.), pada program studi Agroklimatologi, Jurusan Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB), 2005.

• Sarjana Sains (S.Si.) pada program studi Agrometeorologi, Jurusan Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB). 1998

Dr. Wiweka

Email: wiweka@lapan.go.id Pendidikan:

• Doktor (Dr), pada program studi Ilmu Komputer, Fakultas Pasca Sarjana, Universitas Indonesia (UI), 2006

• Magister Teknik (MT), pada program studi Teknik Geodesi, Fakultas Pasca Sarjana, InstitutTeknologi Bandung (ITB), 1995

• Sarjana Teknik (Ir), pada program studi Teknik Geodesi, FakultasTeknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Bandung (ITB), 1988

Profesi sebagai Kepala Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, Deputi Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, sebelumnya menjabat sebagai Kepala Bidang Lingkungan dan Mitigasi Bencana, selain itu aktif sebagai fungsional peneliti Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, Deputi Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, sejak 1 Maret 1999. Kegiatan penelitian yang telah dilakukan, pengembangan model diaplikasikan untuk berbagai tipe bencana. Organisasi profesi yang diikuti adalah Anggota pada Indonesian Agricultural Meteorology Society, Anggota pada Indonesian Remote Sensing Society, Anggota pada American Geoscience Union, dan Anggota pada European Geoscience Union.

 

Profesi sebagai fungsional peneliti Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, Deputi Penginderaan Jauh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, sejak 1 Maret 1989. Kegiatan penelitian yang telah dilakukan, pengembangan model diaplikasikan untuk berbagai tipe bencana. Organisasi profesi yang diikuti adalah Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia (MAPIN) dan Ikatan Surveyor Indonesia (ISI).

(12)

 

parwati sofan, s.si, m.sc

Email: parwati@lapan.go.id Pendidikan:

• Master of Science (M.Sc) pada program studi Remote Sensing and GIS Applications, Program Master pada Space Technology and Applications di Internatinal School, Beijing University of Aeronautics and Astronautics (BUAA), PRC. 2008

• Sarjana Sains (S.Si.) pada program studi Agrometeorologi, Jurusan Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB). 1999

Parwati telah bekerja sebagai peneliti di Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN sejak tahun 2002. Penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan aplikasi data penginderaan jauh untuk mitigasi bencana alam yang merupakan integrasi dari berbagai disiplin ilmu, seperti cuaca dan iklim serta interaksinya dengan sumberdaya lahan dan potensinya terhadap kebencanaan (banjir, kekeringan, kebakaran hutan, letusan gunung api). Organisasi profesi yang diikuti adalah Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia (MAPIN) dan Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia (PERHIMPI).

(13)

DaftaR isi

pengantaR peneRBit

iii

kata pengantaR

iV

sekapuR siRih

V

DaftaR isi

xiii

pemanfaatan penginDeRaan Jauh untuk

mitigasi Bencana BanJiR

1

PEMANTAUAN CURAH HUJAN MENGGUNAKAN DATA TRMM DAN QMORPH 2

any Zubaidah dan kusumaning ayu Ds

PREDIKSI BANJIR DAN KEKERINGAN MENGGUNAKAN MODEL PREDIKSI CURAH HUJAN BULANAN 11

any Zubaidah

ANALISIS POTENSI BANJIR HARIAN DI INDONESIA MENGGUNAKAN DATA

PENGINDERAAN JAUH 21

nanik suryo haryani

pemanfaatan penginDeRaan Jauh untuk

mitigasi Bencana kekeRingan Dan keBakaRan hutan/Lahan 31

ANALISIS KEKERINGAN DI PULAU SUMATERA BERBASIS DATA MODIS 32

nanik suryo haryani dan hidayat

DETEKSI DAERAH BEKAS KEBAKARAN HUTAN/LAHAN (BURNED AREA) MENGGUNAKAN CITRA PENGINDERAAN JAUH

SUATU TINJAUAN 43

suwarsono

ZONASI DAERAH RAWAN KEBAKARAN HUTAN/LAHAN 51

(14)

pemanfaatan penginDeRaan Jauh untuk

mitigasi Bencana gunung api

61

ANALISIS RESIKO GUNUNG API MERAPI BERDASARKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS 62

parwati sofan dan fajar Yulianto

pemanfaatan penginDeRaan Jauh untuk

menDukung sistem infoRmasi keBencanaan

75

ANALISIS PROSES BISNIS SISTEM INFORMASI DAN MITIGASI BENCANA ALAM (SIMBA) CENTER UNTUK MENDUKUNG INFORMASI TANGGAP DARURAT

KEBENCANAAN 76

(15)

PEMANFAATAN

PENGINDERAAN JAUH

UNTUK MITIGASI BENCANA

BANJIR

(16)

PEMANTAUAN CURAH HUJAN

MENGGUNAKAN DATA TRMM

DAN QMORPH

Any Zubaidah dan Kusumaning Ayu DS

Abstract

Rainfall is one of the main elements of climate that determine variability climate type in Indonesia. One of the factors that affect the rain forming in Indonesia is the movement of the ITCZ (Intertropical Convergence Zone) and SPCZ (South Pacific Convergence Zone). Air mass in the ITCZ and SPCZ has a high moisture content so that the areas through which the ITCZ and SPCZ generally have high cloud and high level of rainfall. The purpose of this study is to provide information of rainfall in Indonesia based on the influence of cloud zone position producing the ITCZ and SPCZ rainfall by satellite data. The method that used is the analysis of raifall dynamics in Indonesia during 2011 from Qmorph and TRMM monthly data, and to analyze the influence of the ITCZ and SPCZ movement towards rainfall conditions in Indonesia. The results indicated that the distribution of rainfall data from TRMM and QMorph have a similar distribution pattern. The pattern of distribution of rainfall and rainfall distribution in Indonesia following the movement of the ITCZ and SPCZ.

Keywords : ITCZ , SPCZ , TRMM , Qmorph , Rainfall.

Abstrak

Curah hujan merupakan salah satu unsur iklim utama yang menentukan keragaman tipe iklim di Indonesia. Salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan hujan di wilayah Indonesia adalah pergerakan ITCZ (Intertropical Convergence Zone) dan SPCZ (South

Pacific Convergence Zone). Masa udara pada daerah ITCZ dan SPCZ memiliki kandungan

uap air yang tinggi sehingga daerah-daerah yang dilalui ITCZ dan SPCZ umumnya memiliki tingkat keawanan dan curah hujan yang tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah menyediakan informasi curah hujan di wilayah Indonesia berdasarkan pengaruh dari posisi zona awan penghasil hujan ITCZ dan SPCZ dari data satelit. Metode yang digunakan adalah analisis dinamika kondisi curah hujan di wilayah Indonesia sepanjang tahun 2011 dari data TRMM dan QMorph bulanan, serta menganalisis pengaruh pergerakan ITCZ dan SPCZ terhadap kondisi curah hujan di Indonesia. Hasil ditunjukkan bahwa distribusi curah hujan dari data TRMM dan QMorph mempunyai pola penyebaran yang hampir sama. Pola penyebaran curah hujan dan distribusi curah hujan di wilayah Indonesia mengikuti pergerakan ITCZ dan SPCZ.

(17)

I. PENDAHUlUAN

Curah hujan di wilayah tropik seperti Indonesia merupakan unsur meteorologi yang penting dibandingkan dengan unsur lainnya. Menurut Aldrian (2003), BMG (2006) menyatakan bahwa variasi curah hujan di wilayah Indonesia sangat besar baik secara spasial maupun temporal. Curah hujan mempunyai tingkat variabilitas yang tinggi terhadap ruang dan waktu sehingga membutuhkan data observasi yang panjang serta dengan sebaran spasial yang memadai (Hong et al., 2010). Informasi curah hujan yang dikenal masyarakat umumnya berasal dari pengukur stasiun pengamat (penakar hujan) di lapangan yang efektif dan relatif akurat dalam menggambarkan kondisi hujan pada suatu tempat. Akan tetapi sebaran pos penakar hujan tidak merata khususnya di daerah tidak berpenghuni serta di sekitar lautan yang mengakibatkan berkurangnya tingkat keakuratannya (Xie dan Arkin, 1996; Petty dan Krajewski, 1996). Saat ini, kemajuan teknologi semakin pesat, kemungkinan memperoleh data curah hujan yang diperlukan dalam berbagai aplikasi ilmiah dapat diperoleh dari satelit meteorologi (Petty, 1995). Satelit meteorologi dapat menyediakan data hujan dengan sebaran yang lebih baik dan waktu yang kontinyu (Xie et al., 2007).

Beberapa data satelit meteorologi yang dapat menginformasikan curah hujan antara lain data TRMM dan QMorph. Informasi curah hujan dari data TRMM (Tropical Rainfall Measurment

Mission) dan QMorph diperoleh dari suhu kecerahan awan dari kanal inframerah serta dari

microwave. Menurut Roswintiarti (2009), curah hujan yang diperoleh dari data satelit tersebut, umumnya didapatkan secara cepat (near real-time), konsisten, dan mempunyai resolusi spasial yang homogen. Hal ini sangat menguntungkan, terutama dalam memantau curah hujan untuk wilayah yang sangat luas seperti di Indonesia. Informasi intensitas serta pergerakan curah hujan dapat digunakan untuk analisis terjadinya bencana meteorologi, seperti banjir dan longsor. Meskipun harus dilakukan validasi dengan data curah hujan di lapangan, data curah hujan yang diperoleh dari satelit penginderaan jauh telah banyak memberikan manfaat. Data TRMM dan QMorph mempunyai kemampuan untuk memantau curah hujan setiap 3 jam/hari untuk TRMM dengan resolusi spasial 27 km, dan 0.5 – 1 jam/hari untuk data QMorph dengan resolusi spasial 8 km.

Curah hujan merupakan salah satu unsur iklim utama yang menentukan keragaman tipe iklim di Indonesia. Salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan hujan di wilayah Indonesia adalah pergerakan ITCZ (Intertropical Convergence Zone) dan SPCZ (South Pacific

Convergence Zone). Masa udara pada daerah ITCZ dan SPCZ memiliki kandungan uap air

yang tinggi sehingga daerah-daerah yang dilalui ITCZ dan SPCZ umumnya memiliki tingkat keawanan dan curah hujan yang tinggi. Menurut Threwartha dan Horn (1968), ITCZ adalah garis atau zona yang berkaitan dengan pusat sirkulasi siklonik yang memiliki tekanan udara yang sangat rendah dari daerah sekitarnya dan berada di antara dua cekungan equatorial. ITCZ merupakan daerah pertemuan angin yang membentuk awan penghasil hujan yang berada di sekitar wilayah itu sehingga hujan turun cukup deras secara berkesinambungan.

Tujuan dari penelitian ini adalah menyediakan informasi curah hujan di wilayah Indonesia berdasarkan pengaruh dari posisi zona awan penghasil hujan ITCZ dan SPCZ dari data satelit. Metode yang digunakan adalah analisis dinamika kondisi curah hujan di wilayah Indonesia

(18)

sepanjang tahun 2011 dari data TRMM dan QMorph bulanan, serta menganalisis pengaruh pergerakan ITCZ dan SPCZ terhadap kondisi curah hujan di Indonesia.

Hasil kegiatan ini bermanfaat untuk memberikan informasi bulanan maupun musiman tentang kondisi curah hujan di wilayah Indonesia bagi pemerintah, khususnya bagi kegiatan prakiraan musim oleh BMKG dan penentuan angka ramalan produksi padi/palawija oleh BPS. Informasi yang dihasilkan juga terbuka bagi pihak-pihak lain yang membutuhkan maupun masyarakat pada umumnya.

II. DATA DAN METODE

2.1. Data yang digunakan

1) Data TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission) perekaman setiap 3 jam, pukul 00, 03, 06, 09, 12, 15, 18, dan 21 UTC pada daerah cakupan 15° LU – 12.5 ° LS dan 90° - 155° BT selama tahun 2011 (Sumber: ftp://trmmopen.gsfc.nasa.gov/pub/ merged/ mergeIRMicro/.

2) Data QMorph perekaman setiap jam, pukul 00 UTC sampai dengan 23 UTC pada daerah cakupan yang sama dengan TRMM, selama tahun 2011 (Sumber data: ftp.cpc.cep.noaa. gov/precip/qmorph/30min_8km/)

3) Peta administrasi provinsi Indonesia.

2.2. Metode

Langkah-langkah yang dilakukan adalah:

• Mengolah nilai curah hujan dari data TRMM yang diperoleh setiap 3 jam dan QMorph yang diperoleh setiap 30 menit menjadi curah hujan harian selama tahun 2011.

• Melakukan akumulasi data curah hujan bulanan dengan menjumlahkan nilai hasil curah hujan harian.

• Menganalisis dinamika kondisi curah hujan di wilayah Indonesia sepanjang tahun 2011 dari data TRMM dan QMorph bulanan.

• Menganalisis pengaruh pergerakan ITCZ dan SPCZ terhadap kondisi curah hujan di Indonesia.

III. HASIl DAN ANAlISIS PEMANTAUAN CURAH HUJAN

BUlANAN

Hasil pemantauan curah hujan di Indonesia pada Tahun 2011 berdasarkan data TRMM dan data QMorph dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2. Sementara itu, wilayah di Indonesia yang memiliki curah hujan maksimum (≥ 350 mm/bulan) dan curah hujan (≤ 50 mm/bulan) selama tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 1. Secara umum dapat ditunjukkan bahwa curah hujan mulai cenderung menurun hingga kurang dari 50 mm/bulan dimulai di wilayah Propinsi Kepulauan Riau pada bulan Februari 2011 dan bulan Juli 2011. Curah hujan kurang dari 50 mm/bulan di Propinsi NTT diawali pada bulan Mei 2011 hingga Oktober 2011, seperti halnya di Propinsi NTB dan Bali diawali bulan Juni hingga Oktober 2011. Sementara di wilayah Propinsi Kalimantan Selatan, Jawa Timur, dan DI Yogyakarta terjadi pada bulan Juni 2011, curah hujan rendah kurang dari 50 mm/bulan terjadi di P. Jawa dan Propinsi Lampung terjadi pada bulan Juli 2011 hingga September 2011. Pada bulan Agustus 2011 ditunjukkan adanya curah hujan terendah yang terjadi di wilayah paling banyak antara lain P. Jawa, Propinsi Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Bali, NTB, dan NTT.

(19)

bulan Januari 2011, distribusi curah hujan merata terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Pada bulan tersebut posisi ITCZ yang berada di selatan dan sekitar ekuator menyebabkan terjadinya curah hujan yang tinggi (≥ 350 mm/bulan) di wilayah Propinsi Kalimantan Barat, Lampung, Riau, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur.

Pada bulan Februari 2011 posisi ITCZ yang masih berada di Selatan Ekuator namun tidak ditemukan adanya distribusi curah hujan yang tinggi (≥ 350 mm/bulan), akan tetapi ditunjukkan adanya distribusi curah hujan yang rendah ≤ 50 mm/bulan di wilayah Propinsi Kep. Riau. Pada bulan Maret 2011, distribusi hujan masih merata terjadi di seluruh wilayah Indonesia, dengan posisi ITCZ cenderung berada di sekitar ekuator antara 10o LU – 10o LS menyebabkan

terjadinya curah hujan yang tinggi (≥ 350 mm/bulan) di Propinsi Sumatera Selatan, Lampung, Jambi, DI Yogyakarta, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Bali, Papua, Papua Barat.

Bulan April 2011, posisi ITCZ masih cenderung berada di sekitar ekuator menyebabkan terjadinya curah hujan tinggi di wilayah Propinsi Propinsi Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Papua.

Distribusi curah hujan bulan Mei 2011 masih sama dengan bulan April 2011 namun mempunyai intensitas curah hujan yang lebih rendah. Bulan Mei posisi ITCZ masih disekitar ekuator tetapi curah hujan yang tinggi (≥ 350 mm/bulan) hanya terjadi di wilayah Propinsi Papua Barat. Pada bulan ini tidak ditunjukkan adanya intensitas curah hujan rendah kurang dari ≤ 50 mm/bulan. Posisi ITCZ pada bulan Juni – Juli 2011, bergerak menuju utara ekuator dan mempengaruhi kondisi curah hujan yang dilintasinya, namun tidak ditunjukkan adanya intensitas curah hujan tinggi (≥ 350 mm/bulan), akan tetapi ditemukan adanya intensitas curah hujan rendah kurang dari ≤ 50 mm/bulan di wilayah DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Bali, NTB, dan NTT untuk bulan Juni 2011 dan di wilayah P. Jawa, Kep. Riau, Lampung, Bali, NTB, dan NTT pada bulan Juli 2011.

Pada bulan Agustus – September 2011, posisi ITCZ masih berada di wilayah Utara ekuator menyebabkan curah hujan tinggi (≥ 350 mm/bulan) hanya terjadi di wilayah Propinsi Sumatera Utara pada bulan Agustus 2011 sementara banyak ditemukan curah hujan rendah kurang dari ≤ 50 mm/bulan di wilayah P. Jawa, Propinsi Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Bali, NTB, dan NTT. Pada bulan September tidak ditemukan curah hujan tinggi namun ditemukan curah hujan rendah di wilayah P. Jawa, Propinsi Lampung, Bali, NTB, dan NTT.

Dalam pergerakannya dari lintang utara menuju selatan, pada bulan Oktober 2011 posisi ITCZ berada di sekitar ekuator menyebabkan curah hujan tinggi (≥ 350 mm/bulan) di wilayah Propinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Bengkulu. Pada bulan ini masih terdeteksi curah hujan rendah kurang dari ≤ 50 mm/bulan masih berada di wilayah NTT, NTB, dan Bali.

Bulan Nopember 2011, posisi ITCZ mulai bergerak menuju ke selatan ekuator sehingga menyebabkan terjadinya curah hujan tinggi (≥350 mm/bulan) diantaranya Propinsi Sumatera Utara, Bengkulu, Sumatera Barat, Jambi, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Papua.

Intensitas curah hujan Desember 2011 jauh lebih tinggi dengan konsentrasi di sekitar ekuator dikarenakan posisi ITCZ berada di ekuator sehingga menyebabkan terjadinya curah hujan tinggi (≥ 350 mm/bulan) diantaranya Propinsi Bengkulu, Bangka Belitung, Riau, Kep. Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Papua, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan.

(20)

Propinsi Bengkulu, Bangka Belitung, Riau, Kep. Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Papua, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan.

Sementara itu, kondisi curah hujan di wilayah Papua lebih dipengaruhi oleh SPCZ. Secara umum, selama tahun 2011 wilayah Papua tidak selalu mengalami curah hujan yang tinggi (≥ 350 mm/bulan). Curah hujan tinggi hanya ditunjukkan pada bulan Maret hingga Mei 2011 dan Nopember 2011 (Gambar 1 dan Gambar 2). Kondisi curah hujan yang relatif rendah dibandingkan dengan bulan lainnya terjadi pada periode bulan Juni 2011 hingga Agustus 2011 yang dipengaruhi oleh posisi SPCZ dimana curah hujan rendah kurang dari ≤ 50 mm/ bulan hanya terjadi di sebagian kecil wilayah Papua bagian selatan.

Tabel 1. Curah hujan maksimum dan minimum di wilayah Indonesia selama Tahun 2011

Bulan Curah Hujan

(≥ 350 mm/bulan) (≤ 50 mm/bulan)

Januari Propinsi Kalimantan Barat, Lampung, Riau, DI Yogyakarta, Jawa Tengah , Jawa Timur

-Februari _ Propinsi Kepulauan Riau.

Maret

Propinsi Sumatera Selatan, Lampung, Jambi, DI Yogyakarta, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Goronta-lo, Bali, Papua, Papua Barat.

_

April Propinsi Bengkulu, Jambi, Sumatera Se-latan, Kalimantan Tengah, DI Yogyakarta,

Jawa Tengah, Papua. _

Mei Propinsi Papua Barat. NTT

Juni _ DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Bali, NTB, dan NTT. Juli _ P. Jawa, Kep. Riau, Lampung, Bali, NTB, dan NTT.

Agustus Propinsi Sumatera Utara.

P. Jawa, Propinsi Bangka Belitung, Suma-tera Selatan, Lampung, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Bali, NTB, dan NTT.

September _ P. Jawa, Propinsi Lampung, Bali, NTB, dan NTT. Oktober Propinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Kalimantan

Barat, Kalimantan Tengah, Bengkulu. Bali, NTB, dan NTT. Nopember Propinsi Sumatera Utara, Bengkulu, Su-matera Barat, Jambi, DI Yogyakarta, Jawa

Tengah, Kalimantan Barat, Papua. _

Desember

Propinsi Bengkulu, Bangka Belitung, Riau, Kep. Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Papua, Sulawesi Utara, Su-lawesi Tengah, SuSu-lawesi Selatan.

(21)

50 100 150 200 250 300 350 400 >450mm JANUARI FEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI

(22)

50 100 150 200 250 300 350 400 >450mm JULI AGUSTUS SEPTEMBER OKTOBER NOVEMBER DESEMBER

(23)

IV. KESIMPUlAN

Berdasarkan analisis kondisi curah hujan di wilayah Indonesia selama tahun 2011 dapat disimpulkan bahwa distribusi curah hujan antara TRMM dan Qmorph mempunyai pola penyebaran yang hampir sama dan mengikuti pergerakan ITCZ dan SPCZ. Umumnya curah hujan tinggi (≥ 350 mm/bulan) pada periode bulan DJF (Desember-Januari-Februari) cenderung mendominasi di wilayah Indonesia bagian selatan ekuator. Pada periode bulan MAM (Maret-April-Mei), curah hujan tinggi mulai bergerak ke utara berada menyebar di sekitar ekuator. Sedangkan pada periode bulan JJA (Juni-Juli-Agustus) curah hujan tinggi cenderung mendominasi di sekitar utara ekuator, dan kembali di sekitar ekuator selama periode SON (September-Oktober-Nopember). Kondisi curah hujan mulai cenderung menurun hingga kurang dari 50 mm/bulan yang merupakan musim kemarau umumnya terjadi pada bulan Juni 2011 hingga berlangsung sampai September 2011. Curah hujan mulai cenderung meningkat pada bulan September 2011 diawali di Propinsi NAD hingga bulan Desember 2011. Selama tahun 2011 kondisi curah hujan mengalami puncaknya pada bulan Desember 2011.

Daftar Pustaka

Earth Observation Research Center JAXA (EORC). http://www.eorc.jaxa.jp/TRMM/ index_e.htm. Goddard Space Flight Center DAAC (Distributed Active Archive Center), NASA (National Aeronautics and

Space Administration), http://www.gfsc.nasa.gov.

Hong, Y., R.F. Adler, G.J. Huffman, and H. Pierce. 2010. Applications of TRMM -Based Multi-Satellite Precipitation Estimation for Global Runoff Prediction: Prototyping a Global Flood Modeling System. In Satellite Rainfall Applications for Surface Hydrology, M. Gebremichael and F. Hossain (ed.), pp. 245-266 (Netherlands: Springer Verlag).

Janowiak. J dan Robert. J. An Inter-comparasion of Passive Microwave Rainfall Derived from Various Sensor and Algorithms. 3nd International Precipitation Working Group, 23-27 Oktober 2006. Climate Prediction Centre, National Weather Sevice, National Oceanic and Admospheric Administration. 2006

Petty, G.W. 1995. The Status of Satellite -Based Rainfall Estimation over Land. Remote Sensing of Environment, 51. 125-137

Petty, G.W., dan W.F. Krajewski. 1996. Satellite estimation of precipitation over land. Hidrological Science, 41(4). 433-451

Xie, P., dan P.A. Arkin. 1996. Analyses of global monthly precipitation using gauge observations, satellite estimates and numerical model predictions. Journal of Climate, 9. 840–858

Xie, P., A. Yatagai, M. Chen, T. Hayasaka, Y. Fukushima, C. Liu, and S. Yang. 2007. A Gauge-Based Analysis of Daily Precipitation over East Asia. Journal of Hydrometeorology, 8. 607–626

Sumber Data: ftp://trmmopen.gsfc.nasa.gov/pub/ merged/ mergeIRMicro/. Sumber Data: ftp.cpc.cep.noaa.gov/precip/qmorph/30min_8km/

(24)

Biografi Penulis

 

Dra. Any Zubaidah, M.Si.

Email : any.zubaidah@lapan.go.id Pendidikan:

} Magister Sains (M.Si) pada program studi Ilmu Tanah, Institut Pertanian Bogor (IPB). 2004

} Sarjana (Dra.) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Jurusan Matematika, Universitas Gadjah Mada (UGM). 1984

Kusumaning Ayu, ST

Email :kusumaning.ayu@lapan.go.id; aya_may2001@yahoo.com Pendidikan/Education:

} Sarjana Teknik (ST),pada program studi Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia (UI) 2009

 

Any Zubaidah sampai saat ini masih bekerja sebagai peneliti di Bidang Lingkungan dan Mitigasi Bencana (LMB), Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh. Sejak tahun 1985 bekerja di Lembaga Penerbangan dan Atariksa Nasional, diterima di Bidang Teledeteksi Sumber Daya Alam menangani kegiatan Pre Processing System (PPS) citra Inderaja. Tahun 1987 sebagai peneliti di Bidang Perolehan Data penginderaan jauh (Lehta) dibawah Pusat Data Penginderaan Jauh LAPAN. Tahun 1994 – 2001 sebagai peneliti dan Kasie Katalog dan Dokumentasi Bidang Bank Data, Pusat Pengembangan dan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh. Saat ini penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan aplikasi data penginderaan jauh untuk mitigasi bencana alam yang merupakan integrasi dari berbagai disiplin ilmu, seperti cuaca dan iklim serta interaksinya dengan sumberdaya lahan dan potensinya terhadap kebencanaan (banjir, kekeringan, kebakaran hutan, letusan gunung api). Organisasi profesi yang diikuti adalah Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia (MAPIN)

Penelitian yang diminati/Research Interest:

Aplikasi data penginderaan jauh untuk kebakaran hutan dan teknik telekomunikasi. Kusumaning Ayu telah bekerja di Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN sejak tahun 2006. Kegiatan penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan pengembangan model aplikasi data penginderaan jauh untuk kebakaran hutan. Organisasi profesi yang diikuti adalah Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia (MAPIN).

(25)

Prediksi Banjir dan kekeringan

Menggunakan Model Prediksi Curah

hujan Bulanan

Any Zubaidah

Abstract

Monthly rainfall prediction models have been developed to predict floods and droughts. Approach Outgoing Longwave Radiation (OLR) applied on rainfall data to obtain a predictive model of rainfall up to 5 months. The purpose of this study is to analyze monthly rainfall prediction model to predict the level of flood and drought prone on rice fields in Java and Bali, as well as predict the potential flood area on the island of Java. The level of the flood-prone rice fields in Java based model of rainfall prediction in February of 2012 was mild to moderate, while in Bali predicted not flooded. Drought-prone level in Java and Bali based model of rainfall prediction in August of 2011 classified as mild to moderate category. The potential flood areas in Java based model of rainfall prediction in February of 2012, dominated province of Central Java, Yogyakarta and East Java, west and central. Keywords: rainfall, floods, droughts, prediction, remote sensing.

Abstrak

Model prediksi curah hujan bulanan telah dikembangkan untuk memprediksi banjir dan kekeringan. Pendekatan Outgoing Longwave Radiation (OLR) diaplikasikan pada data curah hujan untuk memperoleh model prediksi curah hujan hingga 5 bulan kedepan. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisa model prediksi curah hujan bulanan untuk memprediksi tingkat rawan banjir dan kekeringan pada lahan sawah di Pulau Jawa dan Bali, serta memprediksi wilayah berpotensi banjir di Pulau Jawa. Tingkat rawan banjir pada lahan sawah di Pulau Jawa berdasarkan model prediksi curah hujan bulan Februari tahun 2012 adalah ringan hingga sedang, sementara di Pulau Bali diprediksi tidak mengalami banjir. Tingkat rawan kekeringan di Pulau Jawa dan Bali berdasarkan model prediksi curah hujan bulan Agustus tahun 2011 tergolong ringan hingga kategori sedang. Adapun wilayah yang berpotensi banjir di Pulau Jawa berdasarkan model prediksi curah hujan bulan Februari tahun 2012, didominasi Provinsi Jawa Tengah, DI Yogyakarta, serta Jawa Timur sebelah barat dan tengah.

(26)

i. Pendahuluan

Kondisi iklim di Indonesia dipengaruhi oleh fenomena yang terjadi di Samudera Pasifik Tropik. Fenomena El Nino dan La Nina yang merupakan anomali suhu permukaan laut (sea

surface temperature atau SST) di wilayah Pasifik Tropik bagian timur dan tengah berpengaruh

terhadap keadaan iklim di Indonesia. Beberapa kasus kemarau atau kekeringan panjang di Indonesia antara lain pada tahun 1982/1983 dan 1997/1998 berasosiasi dengan peningkatan suhu permukaan laut di Pasifik atau dikenal dengan El Nino yang pada saat itu juga disertai dengan fenomena Osilasi Selatan sehingga disebut ENSO. Oleh sebab itu prediksi iklim di Indonesia yang dikaitkan dengan fenomena demikian sangat penting untuk antisipasi dampak negatif yang ditimbulkannya (Roswintiarti, 2009).

Studi variabilitas curah hujan di wilayah Indonesia berdasarkan fenomena ENSO dari data penginderaan jauh telah dilakukan oleh Aldrian dan Susanto (2003). Umumnya, kondisi curah hujan yang rendah diwilayah Indonesia dan sekitarnya berkaitan dengan fenomena El Nino. Sebaliknya kondisi curah hujan tinggi di wilayah Indonesia dan sekitarnya berkaitan dengan fenomena La Nina. Menurut penelitian Parwati (2010) berdasarkan adanya hubungan antara suhu permukaan laut di Pasifik Tropik dan curah hujan di wilayah Tropik, dapat dilakukan pemodelan untuk prediksi curah hujan di wilayah Tropik terutama di wilayah Indonesia. Salah satu pemodelan prediksi iklim yang berupa prediksi Outgoing Longwave Radiation (OLR) dan estimasi curah hujan di wilayah Indonesia hingga 5 bulan ke depan telah dikembangkan oleh Roswintiarti (1997), dengan input anomali SST di Samudera Pasifik. Model prediksi ini dibangun berdasarkan data suhu pemukaan laut dan OLR selama periode 22 tahun (1982 – 2003).

Pengembangan model prediksi anomali OLR Tropik dan estimasi curah hujan yang telah dilakukan ternyata menghasilkan korelasi yang beragam antar bulan. Namun hasil penelitian terdahulu juga menunjukkan bahwa model prediksi anomali OLR dan curah hujan bulanan dengan waktu tunda 0-5 bulan dapat diterapkan di Indonesia dengan tingkat signifikansi (taraf nyata) yang cukup tinggi (90%), meskipun tingkat ketelitiannya masih perlu ditingkatkan (Roswintiarti, 1997: Adiningsih et al, 1998).

Hasil kegiatan ini bermanfaat untuk memberikan informasi bulanan maupun musiman tentang liputan awan dan curah hujan di wilayah Indonesia bagi Pemerintah, khususnya bagi kegiatan prakiraan musim oleh BMKG dan Penentuan Angka Ramalan Produksi Padi/Palawija oleh BPS (Anonimous, 2011). Informasi yang dihasilkan juga terbuka bagi pihak-pihak lain yang membutuhkan maupun masyarakat pada umumnya. Informasi ini juga dapat digunakan kegiatan pemantauan prediksi banjir/ kekeringan di suatu lahan (Anonimous, 2011).

Makalah ini menerapkan model yang telah dibangun oleh peneliti sebelumnya untuk kegiatan operasional prediksi iklim jangka pendek di Indonesia setiap bulannya. Data yang digunakan adalah suhu permukaan laut Pasifik Tropik bulan Nopember 2011 untuk memprediksi iklim bulan Desember 2011 hingga bulan April 2012.

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mendapatkan prediksi iklim bulanan berupa prediksi curah hujan dan anomalinya hingga 5 bulan ke depan di wilayah Indonesia untuk digunakan sebagai input data kegiatan prediksi potensi banjir /kekeringan di lahan sawah. Hasil riset diharapkan dapat diterapkan sebagai peringatan dini bencana alam banjir/kekeringan suatu daerah, untuk memantau dan mengendalikan ketersediaan air tanah, dan lain sebagainya. Prediksi tingkat rawan banjir dan/kekeringan ini sangat diperlukan guna mengurangi/ antisipasi bencana banjir dan kekeringan yang terjadi.

(27)

ii. data dan Metode

Data yang digunakan pada kajian ini dibagi menjadi 2, yaitu kajian aplikasi banjir menggunakan data anomali suhu permukaan laut bulan November 2011, sedangkan untuk kajian aplikasi kekeringan menggunakan data anomali suhu permukaan laut Agustus 2011. Anomali suhu permukaan laut yang digunakan berasal dari data satelit NOAA-AVHRR. Selain itu juga digunakan data MODIS dengan parameter indeks kehijauan Enhanced Vegetation Index (EVI) serta data curah hujan Tropical Rainfall Measurement Mission (TRMM) pada periode yang sama untuk menentukan prediksi rawan banjir di lahan sawah.

2.1. Metode Prediksi Curah hujan dan anomali Menggunakan suhu Permukaan

Laut Pasifik Tropik

Prediksi iklim bulanan yang berupa prediksi estimasi curah hujan dan anomaly di wilayah Indonesia hingga 5 (lima) bulan ke depan telah dikembangkan berdasarkan input anomali suhu permukaan laut (SPL) Pasifik Tropik. Model prediksi ini dibangun dari data tahun 1982 sampai dengan tahun 2003 (23 tahun) berdasarkan metode Empirical Orthogonal Function (EOF) dan Canonical Correlation Analysis (CCA). Model Statistik Prediksi iklim yang digunakan ditunjukkan pada Gambar 1 (Roswintiarti, 2009)

Gambar 1. Model Statistik Prediksi Curah hujan dan Anomalinya (Roswintiarti, 2009).

2.2. Metode Prediksi rawan Banjir

Secara prinsip metode prediksi banjir adalah mengintegrasikan hasil prediksi curah hujan bulanan dengan hasil analisis rawan banjir pada suatu bulan tertentu (Gambar 2). Metode rawan banjir menggunakan input Enhanced Vegetation Index (EVI) dan curah hujan TRMM pada periode yang sama kemudian dikelaskan menjadi tingkat rawan banjir dengan 5 (lima) kelas yaitu kelas tidak banjir, ringan, sedang, berat, dan sangat berat (Dirgahayu et al, 2011).

(28)

Gambar 2. Model Prediksi Rawan Banjir.

iii. hasil dan PeMBahasan

3.1. Prediksi Curah hujan Bulanan

Dengan menggunakan input suhu permukaan laut Pasifik Tropik bulan Nopember 2011, diperoleh hasil prediksi iklim untuk bulan Desember 2011 sampai dengan April 2012 di Indonesia seperti ditunjukkan pada Tabel 1 serta Gambar 3.

Gambar 3(a) – (e) menunjukkan distribusi spasial prediksi estimasi curah hujan dan anomalinya di Indonesia pada bulan Desember 2011 hingga April 2012 berdasarkan data suhu permukaan laut Samudera Pasifik bulan Nopember 2011.

Gambar 3a menunjukkan prediksi estimasi curah hujan dan anomalinya di wilayah Indonesia pada bulan Desember 2011, dimana dapat dilihat bahwa seluruh wilayah Indonesia diprediksi mengalami peningkatan curah hujan hingga mencapai lebih 30 mm/bulan dari kondisi rata-rata bulanan.

(29)

Prediksi estimasi curah hujan dan anomali untuk bulan Januari 2012 ditunjukkan bahwa seluruh wilayah Indonesia diprediksikan mengalami penurunan curah hujan hingga 12 mm/bulan dari kondisi rata-rata bulanan ditunjukkan pada Gambar 3b.

(a)

PREDIKSI ESTIMASI CURAH HUJAN PREDIKSI ANOMALI ESTIMASI

CURAH HUJAN

(b)

(c)

(d)

(e)

Gambar 3. Hasil Prediksi Estimasi Curah Hujan dan Anomalinya Bulan Desember 2011 hingga Bulan April 2012

Sementara prediksi estimasi curah hujan dan anomali di Indonesia pada bulan Februari 2012 diprediksikan mengalami curah hujan hingga mencapai 18 mm/bulan dari kondisi rata-rata bulanan, kecuali Propinsi NAD, sebagian kecil wilayah Sumatera Barat, perbatasan antara Jambi dan Sumatera Selatan, serta sebagian kecil wilayah Kalimantan Barat bagian selatan yang diprediksi mengalami peningkatan curah hujan hingga 6 mm/bulan dari kondisi rata-rata bulanan Gambar 3c.

(30)

Selanjutnya Gambar 3d menunjukkan distribusi prediksi estimasi curah hujan dan anomalinya di Indonesia pada bulan Maret 2012. Pada gambar tersebut ditunjukkan bahwa wilayah Indonesia seluruh wilayah Indonesia diprediksi mengalami penurunan curah hujan hingga mencapai 18 mm/bulan dari kondisi rata-rata bulanan, kecuali di P. Jawa, Bali, NTB, dan NTT diprediksi mengalami peningkatan curah hujan hingga mencapai 6 mm/bulan.

Kemudian prediksi estimasi curah hujan dan anomali bulan April 2012 ditunjukkan pada Gambar 3e, yang menunjukkan bahwa hamper seluruh wilayah Indonesia diprediksikan mengalami penurunan curah hujan hingga 12 mm/bulan dari kondisi rata-rata bulanan kecuali di wilayah Papua yang diprediksi mengalami peningkatan curah hujan hingga 6 mm/bulan dari kondisi rata-rata bulanan.

3.2. hasil Prediksi rawan Banjir di lahan sawah

Hasil prediksi curah hujan yang diperoleh dapat digunakan sebagai input untuk membuat prediksi rawan banjir di lahan sawah. Metode yang digunakan adalah mengkombinasikan antara Enhanced Vegetation index (EVI) yang sudah dilakukan masking awan dengan prediksi estimasi curah hujan pada periode yang sama sehingga diperoleh tingkat rawan banjir (Zubaidah, 2013). Tingkat rawan banjir lahan sawah ini menggunakan diklasifikasikan menjadi 5 (lima) kelas yaitu klas tidak banjir, banjir ringan, sedang, berat, dan sangat berat. Klasfikasi tersebut ditetukan berdasarkan nilai indeks banjir, dengan nilai indeks banjir kurang dari 35 dinyatakan tingkat kelas tidak banjir, sedangkan nilai indeks banjir antara 35 – 48 masuk ke tingkat kelas banjir ringan, tingkat rawan banjir sedang antara 49-62, tingkat rawan banjir berat antara 63-77, dan tingkat rawan banjir sangat berat antara 78-100 (Dirgahayu, 2011). Aplikasi prediksi estimasi curah hujan untuk membuat prediksi rawan banjir di pulau Jawa dan Bali pada bulan Februari 2012 ditunjukkan pada Gambar 4. Hasil prediksi rawan banjir bulan Februari 2012 ini berdasarkan hasil prediksi curah hujan bulan Februari 2012 dengan input data SPL bulan November 2011 dan digabungkan dengan EVI MODIS bulan Februari 2012. Hasil prediksi banjir ditunjukkan bahwa Provinsi Banten dan Jawa Barat sebagian besar diprediksi mengalami banjir, namun hanya terdeteksi banjir dengan katagori ringan dan sedang terjadi di beberapa kabupaten di Jawa Barat, antara lain Kabupaten Pandeglang, Bogor, Sukabumi, dan Cianjur. Provinsi Jawa Tengah sebagian besar lahan sawah diprediksi mengalami banjir dengan katagori ringan dan sedang, antara lain terjadi di Kabupaten Cilacap, Banyumas, Purbalingga. Provinsi DI Yogyakarta, berdasarkan hasil prediksi pada bulan Februari 2012 sebagian besar lahan sawah diprediksi mengalami banjir yang meliputi Kabupaten Bantul dan Kulonprogo. Sedangkan di Provinsi Jawa Timur dan Bali, berdasarkan hasil prediksi pada bulan Februari 2012 sebagian besar lahan sawah diprediksi mengalami banjir yang terjadi di beberapa kabupaten antara lain: Kabupaten Pacitan, Ponorogo, Trenggalek dan Tulungagung. Di Bali tidak diprediksi tidak terjadi banjir.

(31)

Gambar 4. Prediksi Rawan Banjir Lahan Sawah Bulan Februari 2012 di Pulau Jawa dan Bali

3.3. hasil Prediksi rawan kekeringan di lahan sawah.

Kekeringan merupakan salah satu feomena yang terjadi sebagai dampak penyimpangan ikim global seperti El Nino dan Osilasi Selatan. Dewasa ini bencana kekeringan semakin sering terjadi bukan saja pada periode tahun-tahun El Nino, tetapi juga pada periode tahun dalam keadaan kondisi normal. Secara umum pengertian kekeringan adalah ketersediaan air yang jauh di bawah dari kebutuhan air untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan. Terjadinya kekeringan di suatu daerah bisa menjadi kendala dalam peningkatan produksi pangan di daerah tersebut (Khairullah, 2009). Sehingga perlu mengatisipasi masalah tersebut dengan dilakukannya pemantauan prediksi rawan kekeringan di lahan sawah. Gambar 5 merupakan contoh aplikasi prediksi estimasi curah hujan untuk digunakan membuat prediksi rawan kekeringan lahan sawah. Hasil prediksi kekeringan lahan sawah berdasarkan prediksi curah hujan bulan Februari 2012 tidak terdeteksi adanya rawan kekeringan, sehingga untuk aplikasi rawan kekeringan diambil contoh berdasarkan prediksi curah hujan bulan kering yaitu prediksi rawan kering pada bulan Agustus 2011 menggunakan sebelumnya (Juni 2011). Pada Gambar 5 ditunjukkan adanya gejala kekeringan di beberapa lokasi. Provinsi Banten dan Jawa Barat sebagian besar lahan sawah diprediksikan mengalami kekeringan, antara lain di Kabupaten Pandeglang, Lebak, Karawang, Bekasi, Indramayu dan Subang. Provinsi Jawa Tengah, sebagian besar lahan sawah diprediksi mengalami kekeringan. Kekeringan diprediksi terjadi di beberapa kabupaten di Jawa Tengah, antara lain di Kabupaten Demak, Sragen, Brebes, dan Grobogan. Sementara di Provinsi DIY sebagian besar lahan sawah diprediksi mengalami kekeringan. Kekeringan diprediksi terjadi di beberapa kabupaten di Jawa Tengah, antara lain: Bantul dan Sleman. Provinsi Jawa Timur dan Bali sebagian besar lahan sawah diprediksi mengalami kekeringan, antara lain di Kabupaten Bojonegoro, Nganjuk, Lamongan, Probolinggo dan sebagian besar pulau Madura. Di Bali diprediksi terjadi kekeringan di Kabupaten Gianyar dan Badung.

(32)

Gambar 5. Tingkat Rawan Kekeringan lahan sawah di Pulau Jawa dan Bali

3.4. Aplikasi untuk Memprediksi Potensi Banjir Bulanan

di Beberapa Wilayah Indonesia.

Aplikasi prediksi estimasi curah hujan bulanan selain digunakan untuk memprediksi tingkat rawan banjir/kekeringan lahan sawah juga dapat digunakan untuk membuat prediksi potensi banjir bulanan dibeberapa wilayah di Indonesia, dengan cara menggabungkan prediksi curah hujan kedalam peta rawan tergenang. Berdasarkan penelitian Khomaruddin, menyatakan bahwa potensi banjir diwilayah Indonesia (Pulau Jawa, Pulau Sumatera, dan Kalimantan) memiliki nilai ambang yang berbeda-beda. Potensi banjir di Pulau Jawa mempunyai nilai ambang batas sebesar 277 mm/bulan, Pulau Sumatera dengan nilai ambang 291 mm/bulan, dan 268 mm/bulan untuk Kalimantan. Studi kasus ini diterapkan untuk memperoleh prediksi potensi banjir dengan menggabungkan nilai ambang dari prediksi curah hujan dengan daerah rawan tergenang (Anonim, 2011). Gambar 6 merupakan contoh informasi spasial prediksi potensi banjir di Pulau Jawa berdasarkan prediksi curah hujan bulan Februari 2012 menggunakan suhu permukaan laut 2 bulan sebelumnya (Desember 2011).

Prediksi potensi banjir bulan Februari 2012 terjadi dibeberapa lokasi didominasi di Provinsi Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur sebelah barat dan tengah. Di Provinsi Jawa Tengah diprediksi terjadi banjir di Kabupaten Banjarnegara, Banyumas, Batang, Boyolali, Brebes, Cilacap, Demak, Grobogan, Jepara, Karanganyar, Kebumen, Kendal, Klaten, Kota Magelang, Kota Pekalongan, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Tegal, Kudus, Magelang, Pati, Pekalongan, Pemalang, Purbalingga, Purworejo, Rembang, Semarang, Sragen, Sukoharjo, Tegal, Temanggung, Wonogiri. Prediksi potensi banjir di DI Yogyakarta meliputi Kabupaten Bantul, Kulon Progo, Gunung Kidul, Kota Yogyakarta, dan Sleman. Sementara Prediksi banjir di Provinsi Jawa Timur meliputi wilayah Kabupaten Bojonegoro, Gresik, Jombang, Kediri, Kota Kediri, Kota Surabaya, Lamongan, Madiun, Nganjuk, Ngawi, Ponorogo, dan Tuban.

(33)

Gambar 6. Informasi spasial Daerah Potensi Banjir di Pulau Jawa bulan Februari 2012

iV. kesiMPulan

Berdasarkan analisis prediksi curah hujan di wilayah Indonesia dengan dengan input data bulan November 2011, dapat disimpulkan bahwa :

1) Prediksi estimasi curah hujan pada bulan Desember 2011 seluruh wilayah Indonesia diprediksi mengalami peningkatan curah hujan hingga mencapai lebih 30 mm/bulan dari kondisi rata-rata bulanan. Prediksi estimasi curah hujan untuk bulan Januari 2012 hingga April 2012 ditunjukkan bahwa seluruh wilayah Indonesia diprediksikan mengalami penurunan curah hujan hingga 12 mm/bulan dari kondisi rata-rata bulanan, kecuali pada bulan Maret 2012 ditunjukkan adanya peningkatan curah hujan di wilayah Pulau. Jawa, Bali, NTB, dan NTT hingga mencapai 6 mm/bulan dari kondisi rata-rata bulanan. 2) Menggunakan prediksi curah hujan bulan Februari 2012, tingkat prediksi banjir di lahan

sawah di Pulau Jawa sebagian besar diprediksi mengalami banjir dengan katagori ringan dan sedang. Wilayah Jawa Barat terdeteksi di Kabupaten (Pandeglang, Bogor, Sukabumi, dan Cianjur), Provinsi Jawa Tengah di Kabupaten (Cilacap, Banyumas, Purbalingga), Provinsi DI Yogyakarta (Bantul dan Kulonprogo), serta di Provinsi Jawa Timur terjadi di Kabupaten (Pacitan, Ponorogo, Trenggalek dan Tulungagung). Sementara di Bali tidak diprediksi adanya banjir.

3) Menggunakan prediksi curah hujan bulan Agustus 2011, Pulau Jawa sebagian besar lahan sawah diprediksi mengalami kekeringan dengan katagori ringan hingga sedang yang terjadi di Provinsi Banten dan Jawa Barat (Kabupaten Pandeglang, Lebak, Karawang, Bekasi, Indramayu, Subang), Provinsi Jawa Tengah (Kabupaten Demak, Sragen, Brebes, Grobogan), Provinsi DI Yogyakarta (Kabupaten Bantul dan Sleman), Provinsi Jawa Timur dan Bali (Kabupaten Bojonegoro, Nganjuk, Lamongan, Probolinggo dan sebagian besar pulau Madura). Di Bali diprediksi terjadi kekeringan di Kabupaten Gianyar dan Badung. 4) Berdasarkan hasil prediksi curah hujan dapat diaplikasikan ke berbagai bencana antara

lain untuk prediksi bencana tingkat rawan banjir/kekeringan lahan sawah di Pulau Jawa dan Bali, serta prediksi potensi banjir di beberapa wilayah di Indonesia (contoh di Pulau Jawa).

(34)

Biografi Penulis

 

Dra. Any Zubaidah, M.Si.

Email : any.zubaidah@lapan.go.id Pendidikan:

} Magister Sains (M.Si) pada program studi Ilmu Tanah, Institut Pertanian Bogor (IPB). 2004

} Sarjana (Dra.) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Jurusan Matematika, Universitas Gadjah Mada (UGM). 1984

Any Zubaidah sampai saat ini masih bekerja sebagai peneliti di Bidang Lingkungan dan Mitigasi Bencana (LMB), Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh. Sejak tahun 1985 bekerja di Lembaga Penerbangan dan Atariksa Nasional, diterima di Bidang Teledeteksi Sumber Daya Alam menangani kegiatan Pre Processing System (PPS) citra Inderaja. Tahun 1987 sebagai peneliti di Bidang Perolehan Data penginderaan jauh (Lehta) dibawah Pusat Data Penginderaan Jauh LAPAN. Tahun 1994 – 2001 sebagai peneliti dan Kasie Katalog dan Dokumentasi Bidang Bank Data, Pusat Pengembangan dan Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh. Saat ini penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan aplikasi data penginderaan jauh untuk mitigasi bencana alam yang merupakan integrasi dari berbagai disiplin ilmu, seperti cuaca dan iklim serta interaksinya dengan sumberdaya lahan dan potensinya terhadap kebencanaan (banjir, kekeringan, kebakaran hutan, letusan gunung api). Organisasi profesi yang diikuti adalah Masyarakat Penginderaan Jauh Indonesia (MAPIN)

daftar Pustaka

Adiningsih, S.E., M.K. Widagdo, O. Roswintiarti, dan Kustiyo. 1998. Shortternm climate prediction by Satellite: Anearly warning system. Majalah LAPAN. 85:25-36

Aldrian E, dan Susanto RD, 2003. Identification of Three Dominat Rainfall Regions within Indonesia and their Relationship to Sea Surface Temperature, Int J Climatol 23:1435-1452

Anonimous. 2011. Laporan Pematauan Informasi Curah Hujan dan Prediksi Curah hujan Di Indonesia tahun 2011. Bidang Pemantauan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. LAPAN Jakarta

Dirgahayu, D. 2011. Model pemantauan banjir lahan sawah dalam Laporan pemantauan sumberdaya Alam dan Lingkungan berdasarkan Data Satelit Pengideraa Jauh. Bidang Pemantauan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. LAPAN Jakarta

Khairullah, 2009. Pengertian Kekeringan dan Langkah-langkah Mengatisipasinya, diunduh di website http://ustadzklimat.blogspot.com/2009/04/pengertian-kekeringan-dan-langkah .html

Parwati, 2010. Model Curah Hujan di Wilayah Indonesia Dari Data Satelit TRRM Berdasarkan Anomali Suhu Permukaan Laut Pasifik Tropik. Prosiding Seminar Nasional Sains Atmosfer I. Bandung 16 Juni 2010.

Roswintiarti, O., 1997. Peran Data Penginderaan Jauh untuk Mendukung Prediksi Anomali Iklim Akibat ENSO dan Dampaknya pada Pola Tanam Padi. Laporan Riset Unggulan Terpadu III Bidang Teknologi Perlindungan Lingkungan. Tahun 1995 – 1997. LAPAN. Jakarta. In Bahasa.

Roswintiarti, O. et all., 2009. Pemantauan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Berbasis Data Penginderaan Jauh. Buku Leafled. Pusat Pengembangan Pemanfaatan Dan Teknologi Penginderaan Jauh. LAPAN Jakarta.

Zubaidah, A., 2013. Pemantauan Kejadian Banjir Lahan Sawah Menggunakan Data Penginderaan Jauh MODIS di Provinsi Jawa Timur dan Bali. Jurnal Ilmiah Widya Volume 1 Nomor 1 Mei-Juni 2013.

(35)

AnAlisis Potensi BAnjir HAriAn di

indonesiA MenggunAkAn dAtA

PenginderAAn jAuH

Nanik Suryo Haryani

Abstract

The underlying cause of flood, other than high intensity rainfall, is identified as the change of land coverage in upstream area such as the de-forestration and the rapid development of urban areas. The goal of this research is to obtain the information of inundated area (flood sensitive) with the flood potential in all round Indonesia, using the MTSAT-1R remote sensing satellite data. The data is adopted from MTSAT-1R, Landsat Image-7ETM, SPOT, IKONOS and DEM-SRTM, meanwhile the data of inundated area is collected from the Department of Public Works and historical data of flood occurrence. The applied methodology is the observation of daily heavy rainfall probability from MTSAT-1R, and classification of rainfall based on cloud peak temperature, subsequently the integration between the result of analysis of daily heavy rain potential and flooding area data presents the spatial information of daily flood potential. The result of flood potential per island in Indonesia along the year of 2011 shows that the highest flood potential is occurred in Java island, as much as 11229 location of potential flooding, and the lowest probability is occurred in Maluku as 375 location of potential flooding.

Key word: flood potential, remote sensing, MTSAT-1R

Abstrak

Penyebab kejadian banjir selain oleh adanya curah hujan yang tinggi, dapat juga diidenfikasi adanya perubahan penutup lahan di daerah hulu seperti pembukaan lahan/hutan serta adanya perkembangan wilayah perkotaan yang sangat pesat. Tujuan penelitian ini adalah diperolehnya informasi daerah potensi banjir pada lokasi genangan (rawan banjir) di seluruh wilayah Indonesia menggunakan data satelit penginderaan jauh MTSAT-1R. Data yang digunakan MTSAT-1R, citra Landsat-7 ETM, SPOT, IKONOS dan DEM-SRTM, data daerah genangan dari Kementrian Pekerjaan Umum dan data historical kejadian banjir. Metode yang digunakan adalah pendeteksian peluang hujan lebat harian dari MTSAT-1R,dan klasifikasi hujan berdasarkan suhu puncak awan, selanjutnya integrasi hasil pengolahan peluang hujan lebat harian dengan data genangan menghasilkan informasi spasial daerah potensi banjir harian. Hasil potensi banjir per-pulau di Indonesia selama tahun 2011 menunjukkan bahwa potensi banjir tertinggi terdapat di wilayah Pulau Jawa sebesar 11229 lokasi potensi banjir, sedangkan potensi banjir terrendah terjadi di Pulau Maluku sebesar 375 lokasi potensi banjir.

Gambar

Tabel  1.  Curah hujan maksimum dan minimum di wilayah Indonesia selama Tahun 2011
Gambar 1. Akumulasi curah hujan bulan Januari – Juni 2011 berdasarkan data TRMM dan QMorph.
Gambar 3. Hasil Prediksi Estimasi Curah Hujan dan Anomalinya Bulan Desember 2011  hingga Bulan April 2012
Gambar 4. Prediksi Rawan Banjir Lahan Sawah Bulan Februari 2012 di Pulau Jawa dan Bali 3.3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) ini memanfaatkan teknologi penginderaan

longsoran (pada gambar disimbolkan dengan arah panah). Jadi, informasi dari citra ini sangat bermanfaat selain untuk mendukung upaya mitigasi bencana, juga untuk

Idealnya data yang digunakan tidak jauh waktu perekamannya dengan saat terjadinya bencana, sehingga bisa didapatkan data yang aktual dan sesuai dengan kondisi saat bencana tersebut

Pemanfaatan data satelit penginderaan jauh untuk kegiatan pemantauan yang berkaitan dengan pengelolaan danau dan DAS telah banyak dilakukan, seperti: pemantauan perubahan

Dalam konteks dukungan mitigasi bencana, teknologi sistem pengolahan data inderaja sangat diperlukan dalam menghasilkan informasi daerah terkena bencana secara

Ada beberapa masukan data/informasi dalam pengembangan model bahaya dan risiko banjir yang dapat diekstraksi dari data penginderaan jauh, antara lain penutup/penggunaan

PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK MENGIDENTIFIKASI PERUBAHAN LUASAN PERTAMBANGAN PASIR ILEGAL DI KOTA BATAM Oleh : Destri ramadani/18331017

Melihat potensi bencana banjir yang demikian besar serta berbagai hal yang terjadi akibat dari bencana alam ini dengan bertujuan untuk menanggulangi bencana dikarenakan berkaitan dengan