• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keuangan (financial leverage) terhadap biaya modal secara keseluruhan yang harus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keuangan (financial leverage) terhadap biaya modal secara keseluruhan yang harus"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis 1. Teori Struktur Modal

Teori struktur modal menjelaskan pengaruh yang ditimbulkan pengungkit keuangan (financial leverage) terhadap biaya modal secara keseluruhan yang harus ditanggung perusahaan dan nilai sahamnya. Inti dari teori struktur modal adalah ”dapatkah perusahaan mempengaruhi biaya modalnya secara keseluruhan, menjadi lebih baik dengan mengubah bauran sumber pembelanjaan yang digunakan” (Warsono 2003:238).

Struktur modal adalah hasil atau akibat dari pengunaan leverage keuangan. Cara yang terbaik untuk memahami penggunaan yang tepat dari leverage keuangan adalah menganalisis dampaknya atas kemampuan untuk memperoleh laba. Dalam manajemen keuangan, leverage adalah penggunaan assets dan sumber dana (sources of fund) oleh perusahan yang memiliki biaya tetap dengan maksud agar meningkatkan keuntungan potensial pemegang saham (Sartono, 2001:257).

Menurut Syamsuddin (2000:9) struktur modal merupakan penentuan komposisi modal, yaitu perbandingan antara hutang dan modal sendiri atau dengan kata lain struktur modal merupakan hasil atau akibat dari keputusan pendanaan (financing decision) yang intinya memilih apakah akan mengunakan hutang atau ekuitas untuk mendanai operasi perusahaan. Sumber dana perusahaan dapat berasal

(2)

dari dalam perusahaan yaitu laba ditahan dan dari luar perusahaan yaitu dengan menggunakan hutang.

Menurut teori struktur modal bahwa struktur modal menggambarkan target komposisi hutang dan ekuitas dalam jangka panjang pada suatu perusahaan. Berkaitan dengan target stuktur modal ini ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, perubahan komposisi struktur modal mempengaruhi nilai perusahaan melalui peningkatan atau penurunan nilai pasar sekuritas perusahaan. Kedua, manajemen struktur modal harus memperhatikan faktor-faktor yang menentukan kombinasi optimal antar hutang dan ekuitas sehingga nilai perusahaan dapat dimaksimalkan.

Jika struktur modal yang ditemukan memang mempengaruhi nilai perusahaan dan kita dapat menentukan faktor-faktor yang menentukan struktur modal optimal maka manajer akan dapat mencari sumber modal dengan biaya yang paling murah, investor akan dapat menemukan pasar keuangan yang memberikan return maksimum dengan risiko yang minimum. Tetapi permasalahannya tidak sampai disitu, karena tersedianya instrumen pembiayaan di pasar modal tidak dapat menyelesaikan tarik menarik antara hutang-saham karena konsekuensi-konsekuensi masing-masing instrumen ini (Paramu, 2006:48). Perlu diperhatikan bahwa pemilihan sumber dana eksternal harus dilakukan dengan mempertimbangkan efisiensi dari masing-masing sumber pendanaan ini. Dana yang berasal dari hutang mempunyai biaya modal dalam bentuk biaya bunga. Dana yang berasal dari ekuitas mempunyai biaya modal berupa

(3)

dividen. Perusahan akan memilih sumber dana yang paling rendah biayanya diantara berbagai alternatif sumber dana yang tersedia.

Hutang dan ekuitas adalah kelompok utama dari kewajiban (liabilities) perusahan, dimana kreditor dan pemegang saham merupakan investor dari perusahaan. Masing-masing investor ini berhubungan dengan tingkat risiko, keuntungan dan kontrol yang berbeda terhadap perusahaan. Kreditor memiliki kontrol yang lebih rendah, oleh karena itu kreditor memperoleh tingkat return yang tetap dan diproteksi dengan kewajiban kontrak untuk mengamankan investasi. Pemegang saham memiliki resiko yang lebih besar, oleh karena itu pemegang saham memiliki kontrol yang lebih besar atas keputusan perusahaan.

Keputusan penganggaran modal (penentuan penggunaan hutang dan ekuitas) harus dilakukan dengan hati-hati karena dapat mempengaruhi tingkat resiko perusahaan. Weston dan Brigham (1990:154) menyatakan bahwa secara konseptual, perusahaan mempunyai sejumlah resiko yang melekat pada operasinya yaitu risiko bisnis. Dengan mengunakan hutang dan saham preferen (financial leverage), dimana return atas hutang atau saham preferen sifatnya tetap maka operasi akan meningkat yang akibatnya risiko bisnis juga akan meningkat. Perusahaan membebankan seluruh risiko bisnis ini kepada pemegang saham biasa. Resiko ini disebut dengan resiko finansial yaitu tambahan resiko yang ditanggung oleh pemegang saham sebagai akibat dari keputusan pendanaan menggunakan hutang. Dengan demikian, pendanaan dengan hutang akan menimbulkan resiko finansial yang akan meningkatkan resiko bisnis yang ditanggung oleh pemegang saham.

(4)

Weston dan Brigham (1990:151) menjelaskan bahwa risiko bisnis adalah ketidakpastian atas proyeksi tingkat pengembalian atas ekuitas (ROE) dari suatu perusahaan dimasa mendatang, jika perusahaan tidak menggunakan hutang. Risiko bisnis berbeda-beda diantara industri dan juga diantara perusahaan yang satu dengan yang lain dalam industri yang sama, begitu juga risiko bisnis dapat berubah dari waktu ke waktu. Risiko bisnis tergantung pada sejumlah faktor diantaranya adalah :

1. Variabilitas permintaan. Apabila permintaan atas produk perusahaan makin konstan, sementara hal-hal lain tetap, maka risiko bisnis akan makin kecil.

2. Variabilitas harga jual. Apabila harga jual atas produk perusahaan sangat fluktuatif, perusahaan tersebut menghadapi risiko yang lebih tinggi dari perusahaan sejenis yang harga jual produknya relatif lebih stabil.

3. Variabilitas harga masukan. Perusahaan yang memperoleh masukan dengan harga yang sangat tidak pasti juga menghadapi risiko bisnis yang tinggi.

4. Kemampuan untuk menyesuaikan harga keluaran dengan harga masukan. Sejumlah perusahaan mengalami kesulitan dalam menaikkan harga produknya apabila biaya masukan naik. Makin besar kemampuan untuk menyesuaikan harga keluaran, makin kecil risiko bisnis. Faktor ini khususnya penting selama tingkat inflasi tinggi.

5. Proporsi biaya tetap: leverage operasi. Jika sebagian biaya perusahaan merupakan biaya tetap dan karena itu tidak menurun apabila permintaan menurun, maka hal ini akan memperbesar risiko bisnis perusahaan.

Risiko finansial adalah risiko yang ditanggung pemegang saham, yang melebihi risiko bisnis yang mendasar sebagai akibat dari penggunaan leverage keuangan (Weston dan Brigham, 1990:154). Pada tingkat risiko hutang yang tinggi, perusahaan mungkin akan terbentur pada keengganan dari pihak kreditor untuk memerikan tambahan hutang. Hal ini akan manaikan biaya hutang baru yang mungkin akan lebih tinggi dari keuntungan pajak dari penggunaan hutang, dan

(5)

selanjutnya akan menjadi beban para pemegang saham. Para pemegang saham dan kreditor juga akan mengalami resiko kebangkrutan yang dapat mengarah pada penurunan total harga pasar perusahaan dan kenaikan biaya modal.

Manajer keuangan perlu memperhatikan konsep kedua risiko ini, karena para pemegang saham biasa pada umumnya menuntut kompensasi dalam bentuk premi risiko untuk risiko yang lebih tinggi. Dengan demikian tingkat pengembalian yang disyaratkan akan semakin tinggi. Dengan pengertian risiko bisnis diatas, berarti bahwa sumber risiko bisnis ini banyak terkait dengan keputusan investasi perusahaan, sedangkan sumber risiko finansial berkaitan dengan besarnya proposi hutang dalam struktur modal perusahaan (Warsono, 2003:237).

Penentuan struktur modal dalam suatu perusahaan juga perlu memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi strutur modal itu sendiri untuk mengambil keputusan yang rasional dengan pandangan positif bahwa struktur modal optimal dapat ditentukan.. Menurut Weston dan Copeland (1999:20) bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh manajer keuangan dalam memilih struktur modal, agar keputusan yang diambil mendapatkan hasil yang baik, antara lain sebagai berikut:

1. Tingkat Pertumbuhan Penjualan

Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan penjualan dan laba yang tinggi cenderung menggunakan hutang sebagai sumber dana eksternal yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang tingkat pertumbuhan penjualannya rendah. Hal ini konsisten dengan hasil penelitian Thies dan

(6)

klock dalam Mayangsari (2001:10), yang menunjukkan bahwa pertumbuhan penjualan berpengaruh positif dan signifikan dengan leverage.

2. Stabilitas Penjualan

Semakin stabil penjualan suatu perusahaan, semakin besar kemungkinan perusahaan membelanjai kegiatannya dengan hutang. Karena stabilitas penjualan akan mempengaruhi stabilitas pendapatan, yang akhirnaya akan digunakan sebagai jaminan untuk memperoleh pinjaman.

3. Struktur Aktiva

Dalam suatu perusahaan, struktur aktiva akan mempunyai pengaruh terhadap sumber-sumber pembelanjaan dalam beberapa cara. Pertama pada perusahaan yang sebagian modalnya tertanam dalam aktiva tetap. Pemenuhan kebutuhan dana akan diutamakan dari modal sendiri dan modal asing hanya sebagai pelengkap. Hal ini disebabkan oleh penggunaan aktiva tetap akan menimbulkan adanya beban yang berupa fixed cost. Dan apabila perusahaan memakai modal asing, untuk membelanjai aktiva tetapnaya maka biaya tetap yang ditanggungnya juga akan semakin besar. Kedua, perusahaan yang sebagian besar aktivanya berupa aktiva tetap komposisi penggunaan hutang akan lebih didominasi oleh hutang jangka panjang. Jangka waktu dana terikat dalam aktiva tetap lebih lama dibandingkan dengan aktiva lainnya. Penggunaan hutang lebih ditekankan pada hutang jangka panjang, hal ini juga dimaksudkan untuk menjaga likuiditas perusahaan.

(7)

4. Kebijakan Diveden

Kebijakan dividen akan memiliki pengaruh terhadap tingkat penggunaan hutang suatu perusahaan. Kebijakan dividen yang stabil menyebabkan adanya keharusan bagi perusahaan untuk menyediakan sejumlah dana guna membayar sejumlah dividen yang tetap tersebut. Dan apabila perusahaan menggunakan tingkat hutang yang tinggi maka ada kemungkinan bahwa dalam jangka panjang perusahaan tidak mampu membayar dividen yang stabil serta memenuhi beban tetap hutang. Hasil penelitian Paramu (2006) menemukan bukti bahwa kebijakan didviden berhubungan negatif dengan keputusan struktur modal.

5. Profitabilitas

Jika perusahaan memilki rate return yang tinggi, maka kebutuhan dana dapat diperoleh dari laba ditahan karena laba ditahannya yang tinggi sudah memadai untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaanya. Vera, Rudolf, L., Tobing dan Akromul Ibad (2005) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa profitabilitas berhubungan terbalik dengan tingkat leverage baik pada perusahaan multinasional maupun domestik.

6. Besaran Perusahaan

Pada kenyataannya bahwa semakin besar suatu perusahan, maka kecendrungan penggunaan dana eksternal juga semakin besar. Hal ini disebabkan perusahaaan besar memiliki kebutuhan dana yang besar dan salah satu alternatif pemilihan dana yang tersedia adalah pendanaan eksternal. Vera,

(8)

Rudolf, L., Tobing dan Akromul Ibad (2005) menemukan bahwa profitabilitas berhubungan negatif terhadap tingkat leverage perusahaan.

7. Resiko Bisnis

Dalam perusahaan, resiko bisnis akan meningkat jika penggunaan hutang tinggi. Hal ini juga akan meningkatkan kemungkinan kebangkrutan. Resiko bisnis ditunjukkan oleh variabilitas pendapatan yang akan diterima pada masa yang akan datang. Paramu 2006 (46-54) menemukan pengaruh negatif antara risiko bisnis dan tingkat leverage yang berarti bahwa semakin tinggi tingkat risiko bisnis suatu perusahaan akan cenderung untuk menurunkan rasio hutang.

8. Operating Leverage

Dalam suatu perusahaan tingkat operating levarage pada suatu tingkat hasil akan ditunjukkan oleh perubahan dalam laba atau rugi operasi. Jika hal-hal lain tetap sama, perusahaan dengan leverage opersai yang makin kecil cenderung lebih mampu untuk memperbesar leverage keuangan karena ia akan mempunyai resiko bisnis yang lebih kecil.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa struktur modal yang optimal secara pasti sulit untuk ditetapkan. Tugas manajemen ialah secara umum menetapkan akibat dari faktor modal luar dalam struktur modal terhadap laba bagi pemegang saham, batas-batas resiko yang ditanggung oleh perusahaan, kemudian dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal tersebut,

(9)

menentukan kebijakan-kebijakan yang mungkin dapat dapat memberikan keuntungan jangka panjang yang tinggi bagi pemilik.

Penentuan struktur modal bagi suatu perusahaan merupakan salah satu bentuk keputusan keuangan yang penting, karena keputusan ini dapat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan manajemen keuangan perusahaan. Tujuan pokok manajemen keuangan adalah merancang dan merencanakan penggunaan dana seefisien mungkin sehingga dapat memaksimalkan nilai perusahaan. Menurut Keown (2000: 443) bahwa biaya modal rata-rata tertimbang dapat diminimumkan dengan menggunakan hutang. Hutang merupakan sumber dana ekternal yang sangat diperlukan apabila perusahaan mengalami pertumbuhan. Keputusan penggunaan dana ekternal diambil setelah sumber dana internal tidak cukup untuk membiayai keseluruhan dana yang dibutuhkan perusahaan. Pembayaran bunga dan pokok pinjaman memiliki prioritas sebelum sisa keuntungan tersedia untuk para pemegang saham. Dengan menggunakan hutang maka dividen sebagai bagian laba yang dihasilkan perusahaan dapat ditingkatkan sehingga meningkatkan kesejahteraan pemegang saham. Untuk mewujudkannya diperlukan perencanaan struktur modal optimal yang sesuai dengan strategi perusahaan.

Pembahasan tentang struktur modal tidak akan terlepas dari pemahaman dari teori irrelevant dari Modigliani dan Miller (1958) dalam artikelnya yang berjudul ”The Cost of Capital, Corporation Finance and The Theory of Investment”, yang menatakan bahwa:

(10)

”Dalam sebuah pasar modal sempurna, keputusan keuangan perusahaan menjadi tidak relevan lagi, dengan kata lain penggunaan sumber pembiayaan tidak mempengaruhi cost of capital dan pada akhirnya tidak mempengaruhi nilai perusahaan (value of the firm) atau kekayaan pemegang saham yang tergambar dari harga saham perusahaan. Penggunaan hutang dalam struktur modal tidak mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan, tetapi penggunaan hutang dalan stuktur modal dapat meningkatkan nilai perusahaan, sebesar penggunaan pembayaran pajak karena biaya bunga yang dibayar (Arifin, 2005:86)”.

Modigliani dan Miller memperkenalkan teori struktur modalnya dengan asumsi bahwa saham dan obligasi diperdagangkan pada pasar modal yang sempurna, oleh karena itu teori ini tidak dapat langsung diterapkan karena asumsi tersebut bertentangan dengan prakteknya, dimana terdapat biaya hutang dan tidak selalu konstan, biaya tekanan finansial dan biaya keagenan juga selalu ada.

Kajian mengenai teori struktur modal terus berkembang sejak teori irrelevant dari Modigliani dan Miller (MM) diperkenalkan, melalui proposisi (MM) yang menunjukkan perkembangan teori (MM) dengan memasukkan pengaruh pajak. Dimana ditemukan bahwa perusahaan yang memiliki leverage akan memiliki nilai lebih tinggi jika dibandingkan dengan perusahaan tanpa leverage. Kenaikan nilai perusahaan terjadi karena pembayaran bunga atas hutang yang merupakan pengurang pajak, oleh karena itu laba operasi yang mengalir kepada investor menjadi semakin besar. Selanjutnya perkembangan terakhir dalam struktur modal melibatkan aspek-aspek yang berkaitan dengan asimetric information dan agency cost atau konflik antar pihak dalam perusahaan (Paramu, 2006: 42). Kajian-kajian ini melahirkan hipotesis yang berhubungan dengan struktur modal yang berkembang diantaranya : static

(11)

trade-off theory, agency cost of debt, pecking order theory, market debt theory, free cash flow theory dan risk management theory. Teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini adalah trade off theory dan free cash flow.

a. Trade-off Theory

Menurut Arifin (2005:80) teori trade off menjelaskan bahwa struktur modal suatu perusahaan ditentukan dengan mempertimbangkan manfaat pengurangan pajak ketika hutang meningkat disatu sisi dan meningkatnya agency cost ketika hutang meningkat pada sisi yang lain. Ketika manfaat pengurangan pajak masih lebih tinggi dibandingkan dengan perkiraan agency cost maka perusahaan masih bisa meningkatkan utangnya dan peningkatan hutang harus dihentikan ketika pengurangan pajak atas tambahan hutang tersebut sudah lebih rendah dibanding dengan peningkatan agency cost. Teori trade off ini merupakan evolusi atau pengembangan dari teori irrelevance-nya Modigliani dan Miller dengan mempertimbangkan pajak penghasilan dan efek dari adanya biaya keagenan dan tekanan finansial.Teori trade-off menyatakan bahwa struktur modal optimal ditemukan dengan menyeimbangkan keuntungan pajak akibat peningkatan hutang dengan biaya tekanan finansial dari tambahan hutang, sehingga biaya dan keuntungan dari pertambahan hutang seimbang. Dengan adanya keuntungan pajak dan biaya tekanan finansial dari teori tarde off menyimpulkan bahwa setiap perusahaan memiliki struktur modal optimalnya, yaitu suatu titik dimana yang memaksimumkan nilai perusahaan dan meminimumkan biaya rata-rata tertimbang modalnya. Artinya, setiap perusahan harus menetapkan

(12)

target struktur modalnya, yaitu pada posisi keseimbangan biaya dan keuntungan dari pendanaan dengan hutang, sebab pada posisi itu nilai perusahaan menjadi maksimum. Berdasarkan trade off, faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan target struktur modal optimal perusahaan adalah keuntungan dari pajak, biaya tekanan fianasial dan biaya keagenan (agency cost).

Dalam Atmaja (1994:320) dijelaskan bahwa menurut teori trade off semakin besar penggunaan utang, semakin besar keuntungan dari penggunaan hutang tapi biaya kebangkrutan dan biaya agency cost juga meningkat bahkan lebih besar. Kesimpulannya adalah penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan tetapi hanya sampai pada titik tertentu setelah titik tesebut, penggunaan hutang justru akan menurunkan nilai perusahaan kerena kenaikan keuntungan dari penggunaan hutang tak sebanding dengan kenaikan biaya financial distress dan agency problem. Titik balik tersebut disebut struktur modal yang optimal menunjukkan jumlah hutang optimal.

Teori trade off menjelaskan bahwa, apabila stuktur modal telah berada dibawah target struktur modal optimalnya, maka setiap penambahan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan. Tetapi apabila posisi struktur modal telah berada diatas terget struktur modal optimal maka setiap penambahan hutang akan menurunkan nilai perusahaan.

Keuntungan penggunaan utang yaitu adanya manfaat perlindungan pajak dalam perhitungan pajak, dimana bunga hutang dikurangkan terlebih dahulu sehingga penggunaan utang mengakibatkan keringanan pajak untuk arus kas perusahaan.

(13)

Dalam hal ini, tampaknya pemerintah memberi subsidi berupa pengurangan beban pajak kepada perusahaan dengan pendanaan yang menggunakan hutang dibandingkan dengan perusahaan yang pendanaannya dengan ekuitas. Sebab biaya pendanaan dengan ekuitas (dividen) tidak dapt mengurangi penghasilan kena pajak, malah merupakan objek pajak orang pribadi saat dividen dibayarkan. Sedangkan kerugian penggunaan hutang berhubungan dengan timbulnya biaya keagenan dan biaya kebangkrutan yang meningkat seiring penambahan utang (Arifin, 2005:92).

Menurut Arifin (2005: 89-93), penggunaan hutang memiliki biaya-biaya yang berbeda dengan ekuitas. Pertama adalah biaya kebangkrutan atau kepailitan, perhatian utama pada saat meminjam uang (hutang) adalah peningkatan ekspektasi biaya kepailitan yang mengikutinya. Ekspektasi biaya kepailitan adalah produk dari kemungkinan terjadinya biaya kepailitan, yaitu biaya langsung dan tidak langsung dari proses kepailitan tersebut. Perusahaan dengan pendanaan lebih banyak menggunakan hutang memiliki kemungkinan mengalami tekanan finansial (financial distress) yang tinggi dimasa yang akan datang. Karena semakin basar beban tetap (biaya bunga) yang harus dikeluarkan perusahaan maka semakin besar kemungkinan perusahaan mengalami kesulitan keuangan yang mengarah ke kebangkrutan. Ancaman kebangkrutan bukan hanya kebangkrutan itu sendiri, tetapi juga berbagai masalah yang ditimbulkannya, seperti karyawan penting keluar, pemasok menolak memberikan kredit, pelanggan mencari perusahaan lain yang lebih stabil sehingga penjualan menurun, sampai pada pemberi pinjaman meminta suku bunga yang lebih tinggi serta menetapkan syarat-syarat yang lebih ketat dalam kontrak pinjaman.

(14)

Kedua adalah biaya keagenan (agency cost), yaitu biaya yang timbul sebagai akibat dari konflik kepentingan antara pemegang saham dengan kreditor. Pemegang saham dan kreditor tidak selalu sejalan dengan tindakan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan, sebab mereka memiliki klaim yang berbeda terhadap arus kas perusahaan. Pemegang saham sebagai penerima klaim residual atas arus kas cenderung mengutamakan tindakan yang dapat meningkatkan nilai sahamnya, walaupun tindakan itu meningkatkan resiko yang mengakibatkan kreditor tidak akan menerima pembayaran sesuai perjanjian. Sebaliknya, kereditor lebih menginginkan tindakan yang dapat meningkatkan keamanan dari klaimnya. Keadaan ini akan mengakibatkan ruang gerak manajemen dibatasi yang mana konflik kepentingan antara pemegang saham dan kreditor mengakibatkan kreditor melakukan pengambilan tindakan proteksi dengan ketentuan hutang yang ketat yang dibuat dalam kontrak (convenant), hal ini mengakibatkan pihak manajemen perusahaan tidak dapat mengambil keputusan-keputusan yang optimal dalam usaha meningkatkan nilai perusahaan. Untuk memastikan bahwa aturan-aturan dalam kontrak diikuti oleh perusahaan akan menimbulkan biaya monitor yang ditanggung oleh perusahaan.

Kebijakan struktur modal melibatkan perimbangan antara resiko dan tingkat pengembalian. Dengan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian yang terkandung dalam penggunaan hutang pada struktur modal, maka teori trade off menyatakan bahwa apabila keuntungan dari penggunaan hutang lebih besar dari biaya-biaya penggunaan hutang sebaiknya perusahaan menggunakan hutang, apabila

(15)

sebaliknya, maka perusahaan sebaiknya menggunakan ekuitas. Teori tradeoff merupakan model yang sangat konsisten dengan upaya mencari struktur modal agar nilai perusahaan dapat dimaksimumkan. Porsi struktur modal optimal terletak pada titik dimana keuntungan penggunaan hutang sama dengan biaya penggunaan hutang. Dengan kata lain, posisi struktur modal optimal perusahaan terletak pada titik dimana nilai perusahaan maksimum, dan titik dimana biaya modal minimum. Struktur modal optimum adalah suatu keseimbangan optimal antara resiko (risk) dan pengembalian (return) yang dapat memaksimumkan harga saham (Brigham, 1990:150).

b. Teory Free Cash Flows

Tahun 1996, Profesor Michael C. Jensen memperluas konsep biaya agensi kedalam area manajemen struktur modal. Kontribusinya berputar di sekitar konsep yang dinamakan Jensen ”free cash flow” atau arus kas bebas. Jensen mendefenisikan free cash flow sebagai kelebihan arus kas diatas kebutuhan dana untuk mendanai semua proyek yang memiliki net present value (NPV) yang positif, yang didiskontokan dengan biaya modal yang relevan. Keown et., al (2000:56) menjelaskan bahwa free cash flows merupakan bagian arus kas perusahaan yang tidak bisa diinvestasikan secara menguntungkan di dalam perusahaan, dan penggunaan dibawah kontrol manajemen perusahaan, pada prinsipnya manajer seharusnya menggunakan arus kas bebas untuk mendanai proyek, membayar dividen kepada pemegang saham atau menahannya sebagai salado kas.

(16)

Teori free cash flows menyatakan bahwa manajer yang memiliki arus kas bebas yang terlalu banyak, akan cenderung melakukan investasi secara tidak optimal. Jensen (dalam Keown et., al 2000:56) menjelaskan bahwa manajer sering tergoda mengguanakan arus kas bebas untuk memperbesar ukuran perusahaan atau ekspansi walau kedalam operasi yang merugi. Pada dasarnya free cash flow seharusnya dibayarkan kepada pemegang saham, karena perusahaan tidak dapat menginvestasikannya ke dalam proyek yang memiliki NPV positif. Akan tetapi membayarkan kelebihan kas (free cash flow) kepada pemegang saham berarti mengurangi dana dibawah kontrol manajemen. Hal ini membatasi kamampuan manajer untuk mendorong pertumbuhan dan meningkatkan kemungkinan harus menggunakan dana ekternal untuk mendanai investasi proyek yang akan datang. Hal inilah yang menyebabkan manajemen berusaha menahan kelebihan arus kas dan mendorong penggunaannya untuk mamaksimumkan kepentingan manajen.

Pada prinsipnya, dewan direksi dan pemegang saham harus bisa menahan investasi yang tidak menguntungkan ini, tapi dalam prakteknya manajemen biasanya memiliki lebih banyak informasi mengenai investasi potensial dari pada direktur dan pemegang saham yang membuat sulit menebak rekomendasi manajer. Manajer perusahaan dengan arus kas bebas yang banyak mungkin akan mencoba menggunakan kas itu untuk meningkatkan kekuatannya dengan mengorbankan pemegang saham. Sehingga masalah keagenan (agency problem) dapat muncul sebagai akibat kelebihan likuiditas dalam bentuk free cash flow.

(17)

Jensen (dalam Keown et., al 2000:561) menjelaskan bahwa pemecahan atas arus kas bebas adalah lewat menggunakan pengungkit. Manajemen dapat menggunakan arus kas bebas perusahaan ditambah perolehan dari penerbitan hutang baru, untuk membeli kembali saham dari pemegang saham luar yaitu untuk melakukan management buyout. Ini akan membantu memecahkan masalah arus kas bebas lewat beberapa cara. Pertama, pengembalian pribadi bagi manajer sekarang lebih bisa dikaitkan pada laba perusahaan yang memeberikan mereka insentif untuk lebih efisien. Struktur keuangan perusahan mempengaruhi insentif manajer, direktur, dan pemegang saham besar dengan kepentingan operasional dalam bisnis dan tingkat hutang yang tingggi dapat meningkatkan keinginan manajemen untuk bekerja keras dan membuat keputusan yang menigkatkan laba.

Cara lain adalah menggunakan pengungkit kembali (leveraging) atau menghilangkan arus kas yang ada dalam perusahaan, agar proyek investasi dimasa depan harus didanai secara eksternal, maka proyek di masa ini harus melewati tes pasar untuk diterima oleh bankir luar atau pembeli obligasi. Akhirnya pembayaran bunga yang tinggi akibat penggunaan pengungkit kembali menerapkan disiplin bagi manajer. Dimana untuk memenuhi pembayaran ini mereka harus berusaha untuk memotong operasi yang merugi, menghindari investasi yang merugikan, dan mengambil tindakan lainyang mempromosikan efisiensi.

Control hypotesis dari teori free cash flow menyatakan bahwa hutang dapat memotivasi manajemen dan organisasi menjadi lebih efisien. Manajer dengan free cash flow yang substansial dapat dibayarkan untuk menambah dividen, membeli

(18)

kembali saham, pembayaran kas lainnya, investasi pada proyek return rendah, dan pemborosan. Teori free cash flow menyatakan bahwa penambahan pembayaran dividen akan menguntungkan pemegang saham, sebab pembayaran dividen akan mengurangi kemampuan manajer melakukan tindakan pemborosan.

Penambahan hutang memiliki komitmen pembayaran kembali bunga dan pokok pinjaman yang mengurangi free cash flow dan mengurangi kemampuan manajer untuk melakukan pemborosan yang membuat manajeman menjadi lebih disiplin, sehingga penggunaan aktiva lebih produktif. Lebih lanjut dalam (Martono dan Hardjito, 2001:248), bahwa dengan adanya tingkat hutang yang tinggi, maka manajemen berada pada posisi yang ”terdesak” karena harus memastikan arus kas yang dihasilkan mencukupi pembayaran hutang. Oleh karena itu manajemen memilki insentif untuk menggunakan dana yang ada bagi investasi yang menguntungkan dan berusaha menghindari timbulnya beban yang akan memboroskan dana.

Arifin (2005:92) menjelaskan bahwa mekanisme untuk mengurangi free cash flows dan hubungannya dengan upaya meminimalisasi potensi konflik keagenan ini dikelompokkan sebagai mekanisme bonding, yaitu suatu mekanisme yang dipakai oleh manajer untuk membuktikan bahwa mereka tidak akan menghamburkan dana perusahaan dan berani mengambil resiko kehilangan pekerjaan jika tidak dapat mengelola perusahaan dengan serius. Karena jika manajer tidak dapat memaksimumkan nilai perusahaan sesuai dengan tujuan pemilik dengan sumber daya yang ada atau jika terjadi kepailitan maka manajer akan kehilangan pekerjaannya atau jabatannya.

(19)

2. Profitabilitas

Brigham dan Houston (2001) menjelaskan bahwa profitabilitas adalah hasil bersih dari serangkaian kebijakan dan keputusan. Menurut Syamsuddin (2000:63-65) rasio profitabilitas terdiri dari dua jenis rasio yang menunjukkan laba dalam hubungannya dengan penjualan dan rasio yang menunjukkan laba dalam hubungannya dengan investasi. Kedua rasio secara bersama-sama menunjukkan efektifitas, rasio profitabilitas dalam hubungannya antara penjualan dan laba dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Gross Profit Margin

Rasio ini merupakan perbandingan penjualan bersih dikurangi harga pokok penjualan dengan penjualan bersih atau rasio antara laba kotor dengan penjualan bersih.

2. Operating Profit Margin

Rasio ini merupakan perbandingan antara laba operasi dengan penjualan, rasio ini menggambarkan apa yang biasanya disebut ”pure profit” yang diterima atas setiap rupiah dari penjualan yang dilakukan.

3. Net Profit Margin

Net profit margin atau marjin laba bersih merupakan keuntungan penjualan setelah menghitung seluruh biaya dan pajak penghasilan. Margin ini menunjukkan perbandingan antara laba bersih setelah pajak dengan penjualan.

(20)

Rasio profitabilitas dalam hubungannya antara laba dengan investasi adalah sebagai berikut :

1. Return On Investment (ROI)

Rasio ini merupakan rasio perbandingan antara laba setelah pajak dengan aktiva total.

2. Return On Equity (ROE)

Return on equity sering disebut dengan rentabilitas modal sendiri yang merupakan perbandingan antara laba bersih setelah pajak dengan modal sendiri. Rasio ini dimaksudkan untuk mengukur seberapa banyak keuntungan yang menjadi hak pemilik modal sendiri.

3. Rentabilitas Ekonomi

Rasio ini disebut juga Earning Power yang dimaksudkan untuk mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba usaha dengan aktiva yang dimiliki perusahaan. Rasio ini dapat diperoleh dengan membandingkan antara laba usaha dengan total aktiva.

Rasio profitabilitas digunakan untuk mengukur hasil akhir dari berbagai kebijakan dan keputusan manajemen dalam menjalankan perusahaan. Rasio ini menggambarkan tingkat efektifitas pengelolaan perusahaan oleh manajemen, oleh sebab itu akan diperhatikan oleh pemilik modal. Karena investor jangka panjang sangat berkepentingan dengan analisa profitabilitas ini misalnya bagi pemegang saham akan melihat keuntungan yang benar-benar akan diterima dalam bentuk dividen.

(21)

3. Pengaruh Struktur Modal terhadap Profitabilitas Perusahaan

Literatur-literatur manajemen keuangan cenderung menghubungkan optimalisasi struktur modal dengan nilai perusahaan yang ditunjukkan oleh peningkatan harga saham. Struktur modal dapat juga dihubungkan dengan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba (profitabilitas). Teori struktur modal menjelaskan bahwa kebijakan pendanaan dalam menentukan target struktur modal optimal bertujuan untuk mengoptimalkan nilai perusahaan.Keown et.,al (2000) menjelaskan bahwa nilai akhir saham biasa sebagian tergantung tingkat pengembalian yang diharapkan pemegang saham (investor) dalam wujud dividen tunai. Jika biaya modal dapat diminimumkan maka arus dividen sebagai bagian laba yang dihasilkan perusahaan dapat dimaksimumkan. Hal ini akan memaksimumkan juga harga saham perusahaan di bursa.

menyatakan bahwa profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri. Dengan demikian bagi investor jangka panjang akan sangat berkepentingan dengan analisa profitabilitas ini karena akan menggambarkan keuntungan yang akan diperolehnya dalam bentuk dividen.

Kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang menjadi bagian pemegang saham dengan menggunakan modal sendiri dapat diamati melalui rasio Return on equity (ROE). Sartono (1996) menjelaskan bahwa: ”return on equity atau return on net worth megukur kemampuan perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan. Rasio ini dipengaruhi oleh besar kecilnya utang

(22)

perusahaan, apabila proporsi utang semakin besar maka rasio ini juga akan semakin besar”.

Jika rasio ROE besar maka menunjukkan struktur modal perusahaan lebih besar proporsi penggunaan hutang untuk menghasilkan laba perusahaan, maka bagian laba yang akan dibagikan kepada pemegang saham lebih besar karena tidak ada tambahan pemegang saham baru. Kondisi ini menunjukkan bahwa semakin banyak penggunaan sumber pendanaan hutang maka semakin besar profitabilitas perusahaan dihubungkan dengan kemakmuran pemegang saham.

B. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang struktur modal dan pengaruhnya terhadap profitabilitas masih jarang dilakukan. Beberapa penelitian tentang struktur modal dan profitabilitas yaitu:

Mayangsari (2001) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh struktur asets, tingkat pertumbuhan, besaran perusahaan, profitabilitas, operating leverage, deviden payout ratio dan perubahan modal kerja terhadap sumber pendanaan perusahaan.Analisis dilakukan terhadap 63 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ selama tahun 1996 dan menggunakan purposive sampling method, dengan kriteria saham teraktif dari sisi frekuensi perdagangan dan melakukan pembagian dividen pada tahun 1996. Alat analisis yang digunakan adalah metode regresi dengan terlebih dahulu menguji berbagai macam asumsi klasik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel-variabel yang secara statistis signifikan

(23)

mempengaruhi kebijakan pendanaan eksternal adalah besaran perusahaan, profitabilitas, struktur asset, dan perubahan modal kerja.

Nakman Harahap (2003) meneliti bagaimana pengaruh struktur modal terhadap profitabilitas baik pada kondisi laba maupun rugi. Penelitian ini menggunakan sumber data sekunder yang diolah dan disediakan perusahaan melalui publikasi di BEJ, jenis data yang digunakan yaitu data kuantitatif yang terdiri dari laporan keuangan dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2001 pada perusahaan industri pulp and paper yang terdaftar di BEJ. Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi linear sederhana. Penelitian yang dilakukan atas dasar minimnya bukti empiris tentang pengaruh struktur modal terhadap profitabilitas ini menunjukkan bahwa struktur modal denagan variabel debt to equity ratio sangat berpengaruh terhadap profitabilitas yaitu return on equity.

Paramu (2006) melakukan penelitian untuk menganalisis bagaimana karakteristik perusahaan pada berbagai jenis industri indonesia mempengaruhi keputusan struktur modal. Penelitian ini menngunakan variabel independen determinan struktur modal, yaitu biaya hutang, biaya keagenan, risiko bisnis, ukuran perusahaan, kebijakan dividen, profitabilitas, kepemilikan internal dan kepemilikan ekternal. Penelitian ini dilakukan terhadap sektor industri yang paling tidak memiliki perusahaan yang terdaftar di BEJ secara konsisten selama periode 1998-2002 dengan menggunakan data sekunder yaitu laporan keuangan sebagai data penelitian. Alat analisi yang digunakan adalah metode regresi linear berganda dengan spesifikasi lag indevenden variabel dan chow test untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan

(24)

pengaruh karakteristik perusahan terhadap keputusan struktur modal secara agregat. Secara simultan biaya hutang, biaya agency, risioko bisnis, ukuran perusahaan, dividen payout ratio, profitabilitas, kepemilikan internal dan eksternal berpengaruh secara signifikan terhadap struktur modal. Sedangkan hasil penelitian secara parsial menyimpulkan semakin tinggi biaya hutang akan semakin tinggi penggunaan debt financing sehingga proporsi perlindungan pajak semakin besar.

Vera, Rudolf L. Tobing dan Akromul Ibad (2005) melakukan penelitian untuk mengetahui perbedaan struktur pendanaan perusahaan multinasional dan perusahaan domestik di Indonesia dilihat dari determinan utama struktur pendanaan perusahaan. Analisis dilakukan secara pooling dengan combined model, yaitu kombinasi antara time series dan cross section dengan menggunakan multistage sampling with purposive method. Model analisis yang digunakan adalah model regresi linear berganda. Penelitian ini menyatakan bahwa struktur pendanaan perusahaan multinasional dan perusahaan domestik berbeda secara signifikan. Hasil analisis menunjukkan tingkat profitabilitas perusahaan, biaya kebangkrutan, dan ukuran perusahaan sama-sama berpengaruh signifikan pada tingkat leverage perusahaan.

C. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian 1. Kerangka Konseptual

Struktur modal menjadi penting diperhatikan untuk meningkatkan nilai perusahaan karena penetapan struktur modal dalam kebijakan pendanaan perusahaan menentukan profitabilitas perusahaan. Menurut Syamsuddin (2000:10) strutur modal

(25)

adalah bauran dari hutang dan ekuitas. Pemilihan struktur modal merupakan masalah yang menyangkut komposisi pendanaan yang akhirnya berarti penentuan apakah perusahaan akan menggunakan hutang atau modal sendiri untuk mendanai perusahaan. Sumber dana perusahaan berasal dari sumber dana internal dan sumber dana eksternal. Sumber dana internal berasal dari arus kas perusahaan sedangkan sumber dana eksternal diperoleh dari kreditor dalam bentuk hutang dan dari ekuitas pemegang saham.

Hutang dan ekuitas adalah dua kelompok utama dari kewajiban (liabilities) perusahaan, dimana kreditor dan pemegang saham merupakan investor dari perusahaan. Struktur hutang terdiri dari hutang lancar (hutang jangka pendek) dan hutang jangka panjang. Struktur sekuritas terdiri dari nilai ekuitas dan laba ditahan. Setiap unsur dari stuktur modal tersebut dapat ditentukan nilainya apabila dibandingkan dengan aktiva yang mencerminkan total investasi yang berasal dari hutang dan ekuitas pemegang saham. Masing-masing investor ini berhubungan dengan tingkat resiko, keuntungan dan kontrol yang berbeda terhadap perusahaan.

Struktur modal merupakan perimbangan penggunaan hutang dan modal sendiri dalam pendanaan perusahaan. Struktur modal dapat diformulasikan kedalam beberapa rasio (Riyanto, 2001:333) antara lain yaitu: Debt to Asset Ratio (DAR), Debt to Equity Ratio (DER), Long term Debt To Asset Ratio (LDAR) dan Equity to Asset Ratio (EAR). Variabel struktur modal yang digunakan penulis pada penelitian ini adalah Debt to Equity Ratio (DER), Debt to Assets Ratio (DAR). DER merupakan perbandingan antara jumlah hutang dengan jumlah modal sendiri sedangkan DAR

(26)

merupakan perbandingan antar jumlah hutang dengan aktiva perusahaan. Struktur modal merupakan variabel bebas yang menggambarkan proporsi hutang atas aktiva (rasio leverage) dan proporsi hutang atas ekuitas pemegang saham (rasio hutang).

Brigham dan Houston (2001:5) menyatakan bahwa kebijakan struktur modal melibatkan perimbangan (trade-off) antara resiko dan pengembalian, yang pada akhirnya memutuskan apakah menggunakan hutang atu modal sendiri untuk mendanai perusahaan. Tujuan pokok manajemen struktur modal adalah menciptakan suatu bauran atau kombinasi sumber pembelanjaan permanen yang mampu memaksimumkan harga saham, dan meminimumkan biaya modal. Keown et,al (2000) menjelaskan bahwa biaya modal dapat diminimumkan dengan menggunakan leverage (pengungkit) keuangan. Perusahaan dinyatakan menggunakan leverage keuangan apabila dalam pendanaannya memiliki beban tetap, salah satu diantaranya adalah hutang.

Menurut teori tradeoff semakin besar penggunaan hutang, semakin besar keuntungan dari penggunaan hutang yang di peroleh dari pajak penghasilan. Tetapi biaya kebangkrutan dan biaya agensi juga akan meningkat bahkan lebih besar, jika satu-satunya pengaruh dalam perusahaan hanya pajak penghasilan. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan tetapi hanya sampai pada titik tertentu. Setelah titik tersebut, penggunaan hutang justru akan menurunkan nilai perusahaan karena kenaikan keuntungan dari penggunaan hutang tidak sebanding dengan kenaikan biaya kebangkrutan dan biaya keagenan. Tititk balik tersebut disebut dengan struktur modal optimal yang menunjukkan jumlah

(27)

hutang perusahaan yang optimal. Teori ini disebut teori tradeoff karena struktur modal optimal dapat ditemukan dengan menyeimbangkan keuntungan penggunaan hutang (tax shield benefits of leverage) dengan biaya kebangkrutan dan biaya agensi (Atmaja, 1994:320)

Arifin (2005:93) menjelaskan bahwa tradeoff theory merupakan teori yang sangat konsisten dalam upaya mencari struktur modal optimal agar nilai perusahaan dapat dimaksimumkan. Dengan teori tradeoff dimana bunga hutang dapat dikurangkan pada perhitungan penghasilan kena pajak, maka kecendrungan kebijakan pendanaan adalah menggunakan huutang yang mengakibatkan rasio hutang dalam struktur modal akan meningkat (Weston dan Copeland, 1990:53). Berdasarkan teori tradeoff apabila perusahaan belum mencapai struktur modal optimal maka setiap penambahan hutang akan maningkatkan nilai perusahaan sebaliknya, apabila perusahaan telah mencapai struktur modal opimalnya maka setiap penambahan hutang akan menurunkan nilai perusahaan. Dengan demikian jika diasumsikan perusahaan berusaha untuk mencapai struktur modal yang optimal maka teori trade off manunjukkan hubungan yang positif antara struktur modal dengan nilai perusahaan.

Paramu (2006) menemukan bahwa pengaruh hutang terhadap rasio hutang berpengaruh signifikan. Dijelaskan bahwa profitabilitas perusahaan mengandung konsekuensi pembayaran pajak secara proporsional. Namun karena cost of debt akan mengurangi jumlah pajak yang dibayarkan, ada kecendrungan meningkatnya profitabilitas akan semakin mendorong perusahaan untuk melakukan debt financing.

(28)

Arifin (2005:92) menjelaskan bahwa semakin besar hutang perusahaan maka semakin kecil dana ”menganggur” yang dapat dipakai manajer untuk pengeluaran-pengeluaran yang tidak perlu, yang membuat manajer menjadi disiplin sehingga penggunaan aset menjadi lebih produktif dan efisien yang pada akhirnya dapat meningkatkan nilai perusahaan.

Martono dan Hardjito (2000:248) menjelaskan bahwa berdasarkan teori free cash flows dengan adanya tingkat hutang yang tinggi, maka manajemen berada pada posisi yang terdesak karena harus memastikan arus kas yang dihasilkan mencukupi pembayaran hutang sehingga adanya hutang memotivasi manajemen untuk lebih disiplin. Selain itu perusahaan yang menggunakan hutang akan lebih efisien karena manajemen berusaha menghilangkan biaya-biaya yang tidak perlu, sedangkan perusahan dengan sedikit pinjaman memiliki kecendrungan untuk tidak terlalu mengawasi pemakaian biaya-biaya yang sebenarnya dapat dikurangi.

Menurut Brigham dan Houston (2001) profitabilitas adalah hasil bersih dari serangkaian kebijakan dan keputusan. Analisa rasio-rasio profitabilitas menggambarkan bagaimana manajemen perusahaan beroparesi dalam menggunakan dananya. Rasio profitabilitas memperlihatkan pengaruh kombinasi likuiditas, aktivitas, dan leverage terhadap perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Syamsuddin (2000:63) menjelaskan bahwa profitabilitas dapat ditentukan dengan bebrapa rasio yaitu: Ratio Return On Aktiva (ROA) atau sering disebut dengan Ratio return On Investasi (ROI), Ratio Return On Equity (ROE), Gross Profit Margin (GPM), Operating Profit Margin (OPM), Net Profit Margin (NPM)dan earning

(29)

power. Rasio profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Return On Equity (ROE). Sartono (2001) menyatakan bahwa semakin besar penggunaan hutang dalam struktur modal maka semakin meningkat ROE suatu perusahaan tersebut.

Model kerangka pemikiran dibawah ini akan menegaskan bahwa semakin tinggi porsi penggunaan hutang dalam struktur modal, yang ditunjukkan oleh besarnya Debt to Equity Ratio, Debt to Assets Ratio maka semakin meningkat pula kemampuan perusahaan menghasilkan laba, ditunjukkan melalui meningkatnya Return On Equity. Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya maka model kerangka konseptual dapat digambarkan seperti sibawah ini.

H1

H3

H2 Gambar 2.1

Diagram Kerangka Konseptual

Return On Equity (Y) Debt to Equity Ratio

(X2)

Debt to Assets Ratio (X1)

(30)

2. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pemikiran penelitian, maka diajukan hipotesis sebagai berikut :

H1 : Ada pengaruh variabel Debt to Assets Ratio terhadap Return On Equity H2 : Ada pengaruh variabel Debt to Equity Ratio terhadap Return On Equity H3 : Ada pengaruh variabel Debt to Equity Ratio dan variabel Debt to Assets

Gambar

Diagram Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Semakin tinggi konsentrasi HPMC dalam sediaan gel ekstrak herba pegagan (Centella asiatica L. Urban) maka viskositas dan daya lekat semakin tinggi yang menyebabkan semakin

Aspek penilaian ada pada angka/skala sumbu mendatar dan tegak serta letak titik. Nilai 10 untuk gambar garis regresi yang

Buku Paket Kontekstual Papua (BPKP) merupakan terobosan dan menjadi sebuah langkah strategis dalam mendukung penyelenggaraan program strategis pendidikan, terutama

Kesimpulan: Perkembangan motorik kasar dan halus anak Usia 1-3 tahun ( Toddler) di Kelurahan Mamboro Barat wilayah kerja Puskesmas Mamboro sebagian besar adalah baik

Pelecehan seksual adalah segala tindakan seksual yang tidak diinginkan , permintaan untuk melakukan perbuatan seksual, tindakan lisan atau fi sik atau isyarat yang bersifat

- bahwa Majelis tidak sependapat dengan dalil Pemohon Banding yang menyatakan ketentuan yang harus dipergunakan dalam pemajakan atas keuntungan karena pengalihan

Meningkatnya kebutuhan manusia menyebabkan banyaknya hutan mangrove yang ditebang, diubah untuk berbagai kepentingan seperti pertambakan, pemukiman dan

Beberapa aktivitas eksternal ekonomi utama dijalankan oleh Kementerian lain semisal Kementerian Perdagangan untuk aktivitas perdagangan internasional dan Badan Koordinasi