• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN KRISIS PT. MEGASARI MAKMUR DALAM MENGHADAPI KRISIS AKIBAT ISU KANDUNGAN ZAT BERBAHAYA PADA OBAT NYAMUK HIT CAIR DAN AEROSOL SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MANAJEMEN KRISIS PT. MEGASARI MAKMUR DALAM MENGHADAPI KRISIS AKIBAT ISU KANDUNGAN ZAT BERBAHAYA PADA OBAT NYAMUK HIT CAIR DAN AEROSOL SKRIPSI"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

MANAJEMEN KRISIS PT. MEGASARI MAKMUR

DALAM MENGHADAPI KRISIS AKIBAT ISU KANDUNGAN

ZAT BERBAHAYA PADA OBAT NYAMUK

HIT CAIR DAN AEROSOL

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S 1 ) Ilmu Komunikasi

Disusun Oleh : Nama : Atika Septariani NIM : 44205110096

Jurusan : Ilmu Hubungan Masyarakat

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA

JAKARTA 2009

(2)

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

Nama : Atika Septariani

NIM : 44205110096

Fakultas : Ilmu Komunikasi

Judul Skripsi : MANAJEMEN KRISIS PT. MEGASARI MAKMUR DALAM MENGHADAPI KRISIS AKIBAT ISU KANDUNGAN ZAT BERBAHAYA PADA OBAT NYAMUK HIT CAIR DAN AEROSOL

Jakarta, Agustus 2009

Menyetujui, Pembimbing

(A. Judie Setiawan, SE, M.Si)

Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Ketua Bidang Studi

(3)

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA

LEMBAR LULUS SIDANG SKRIPSI

Nama : Atika Septariani

NIM : 44205110096

Fakultas : Ilmu Komunikasi

Judul Skripsi : MANAJEMEN KRISIS PT. MEGASARI MAKMUR DALAM MENGHADAPI KRISIS AKIBAT ISU KANDUNGAN ZAT BERBAHAYA PADA OBAT NYAMUK HIT CAIR DAN AEROSOL

Jakarta, Agustus 2009

Ketua Sidang

Nama : Juwono Tri A, M.Si (...)

Penguji Ahli

Nama : Dra. Ida Anggraeni A, M.Si (...)

Pembimbing

(4)

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA

LEMBAR PENGESAHAN PERBAIKAN SKRIPSI

Nama : Atika Septariani

NIM : 44205110096

Fakultas : Ilmu Komunikasi

Judul Skripsi : MANAJEMEN KRISIS PT. MEGASARI MAKMUR DALAM MENGHADAPI KRISIS AKIBAT ISU KANDUNGAN ZAT BERBAHAYA PADA OBAT NYAMUK HIT CAIR DAN AEROSOL

Jakarta, Agustus 2009

Menyetujui, Pembimbing

(A. Judie Setiawan, SE, M.Si)

Penguji Ahli Ketua Sidang

(5)

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA

ABSTRAKSI

ATIKA SEPTARIANI (44205110-096)

MANAJEMEN KRISIS PT. MEGASARI MAKMUR DALAM MENGHADAPI KRISIS AKIBAT ISU KANDUNGAN ZAT BERBAHAYA PADA OBAT NYAMUK HIT CAIR DAN AEROSOL

iv + 86 Halaman + lampiran ; Bibliografi: 30 (1985-2005)

Berbicara tentang salah satu peran humas dalam suatu organisasi/perusahaan tentunya tidak terlepas dari peran humas dalam mengelola krisis yang menimpa produk unggulan perusahaannya. Langkah pengelolaan krisis tersebut biasanya dikenal dengan istilah manajemen krisis yang terdiri dari langkah-langkah yang ditempuh perusahaan dalam menghadapi krisis agar krisis tidak semakin membesar dan terjadi lagi di masa mendatang.

Pada penelitian ini landasan teori/ tinjauan pustaka yang digunakan adalah pengertian komunikasi, peran dan media komunikasi, pengertian Public Relations, fungsi dan peran Public Relations, pengertian isu, tahapan isu dan hubungannya dengan krisis, contoh isu yang berpotensi menjadi krisis, menilai krisis, definisi krisis dan manajemen krisis, tahapan krisis, dan langkah-langkah pengelolaan krisis.

Tipe penelitian dalam penelitian ini menggunakan analisa kualitatif dan sifat penelitian adalah deskripif, metode yang digunakan metode studi kasus dan teknik pengumpulan data didapatkan dari data primer dengan melakukan wawancara mendalam dengan para nara sumber dan data sekunder yang berasal dari dokumen perusahaan. Fokus penelitian pada penelitian ini adalah menggambarkan langkah-langkah manajemen krisis yang dilakukan Megasari Makmur dalam mengadapi krisis akibat isu kandungan zat berbahaya pada obat nyamuk Hit cair dan aerosol. Sedangkan teknik analisa data yang digunakan adalah triangulasi dengan sumber. Hasil penelitian menunjukan bahwa Megasari melakukan langkah manajemen krisis menurut konsep Rhenald Kasali walaupun tidak semua tahapan dalam langkah tersebut dilakukan. Untuk kesimpulan Megasari melakukan hampir semua langkah manajemen krisis sesuai konsep Rhenald kasali kecuali penggunaan tabel pengukur krisis dan evaluasi menggunakan riset.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan Semesta Alam, karena berkat bimbingan dan perlindungannya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini, sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana komunikasi dalam bidang kehumasan di Universitas Mercu Buana.

Tidaklah sedikit hambatan dan kesulitan yang penulis temui dalam menyusun skripsi ini, namun berkat semangat dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya laporan ini dapat terselesaikan, walaupun penulis tahu bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

Sehubungan dengan itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Agus Judhie Setiawan, SE, M.Si selaku pembimbing yang banyak memberi arahan dan masukan berarti bagi penulis.

2. Dra. Diah Wardhani, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana.

3. Ibu Marhaeni F. Kurniawati, S.Sos, M.Si selaku Ketua Jurusan Public Relations Universitas Mercu Buana.

4. Muhamad Arifin, suamiku tercinta atas dukungan moral dan material, Mama Siti Juenah, dan anakku Kathleya Alva Mevira (Maaf ya, Mama tinggal terus…)

5. Para Nara sumber, Bapak Ahmad Bedah dan Bapak Untung dari PT. Megasari Makmur, Bapak Amir dari BPOM, Bapak Irawan dari Carrefour, Ibu Endah mewakili customer perorangan. Terima kasih telah bersedia meluangkan waktunya untuk diwawancarai.

(7)

6. Teman-teman yang sudah lulus duluan ataupun yang belum, Celly. Liza, Jo, Afnan Rivai.

7. Staff Tata Usaha Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana. 8. Staff Perpustakaan Universitas Mercu Buana.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna penyempurnaan isi skripsi ini. Penulis berharap agar skripsi dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran bagi dunia kehumasan.

Jakarta, Agustus 2009

(8)

DAFTAR ISI

Abstraksi…...i

Kata Pengantar……….ii

Daftar Isi……… iv

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah……… 1

Rumusan Masalah………... 6

Tujuan Penelitian……….. 6

Signifikansi Penelitian……….. 7

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Komunikasi………. 8

2.1.1 Peran dan Media Komunikasi.……… 10

Pengertian Public Relations……….. 12

Fungsi dan Peran Public Relations………... 14

Isu……… 15

Tahapan Isu dan Hubungannya Dengan Krisis………... 16

Contoh-contoh Isu yang berpotensi menjadi krisis………... 19

Menilai Krisis………...……….. 20

Definisi Krisis dan Manajemen Krisis………... 21

Tahapan Krisis………... 23

Langkah Pengelolaan Isu yang Berkembang Menjadi Krisis…... 26

III. METODOLOGI PENELITIAN Tipe Penelitian………...………... 40

Sifat Penelitian……….………. 40

Metode Penelitian………. 41

Key Informan……… 42

Teknik Pengumpulan Data………... 42

Definisi Konsep……… 44

Definisi Manajemen Krisis……… 44

Fokus Penelitian………... 44

(9)

Penganalisaan Krisis……….. 44

Mengisolasi Krisis………. 45

Pemilihan Strategi Penanganan Krisis………... 45

Program Pengendalian Krisis……… 45

Evaluasi Hasil Penanganan Krisis………. 45

Analisa Data……… 46

IV. HASIL PENELITIAN DAN ANALISA DATA Gambaran Objek penelitian……….. 47

Sejarah PT. Megasari Makmur………... 47

Visi dan Misi Perusahaan………... 48

Struktur Organisasi PT. Megasari Makmur………... 48

Struktur Divisi Humas PT. Megasari Makmur……….. 51

Hasil Penelitian……… 52

Langkah-langkah Manajemen Krisis PT. Megasari Makmur……… 53

Analisa Data………. 71

V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan………... 81 Saran Saran Akademis……….. 85 Saran Praktis………... 85 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Seiring dengan kemajuan teknologi, industri media massa menjadi semakin beragam dan persaingan diantara mereka menjadi semakin ketat dalam memperoleh berita yang sensasional. Sudah menjadi rahasia umum bahwa biasanya berita yang menjadi topik hangat adalah berita yang mengandung suatu masalah yang kontroversial ataupun hal-hal buruk yang sedang menimpa seorang tokoh, sebuah organisasi / perusahaan hingga sebuah negara. Terutama bila isu yang muncul tersebut memiliki dampak tertentu (biasanya dampak buruk) pada masyarakat luas. Semakin hangat topik tersebut dibicarakan publik, semakin giat para wartawan menggali topik tersebut dan mengejar para nara sumber.

Bayangkan bila anda bekerja sebagai praktisi humas di sebuah perusahaan dan mendapati laporan media yang menghubungkan salah satu produk unggulan perusahaan anda dengan kasus keracunan pada konsumen produk tersebut. Saat seperti itulah yang menjadi tanda atau gejala munculnya sebuah krisis yang diawali dengan naiknya isu ke permukaan, lalu diangkat oleh media massa dan si praktisi humas tidak melakukan tindakan cepat untuk mengatasinya, besar kemungkinan perusahaannya akan benar-benar menghadapi krisis besar yang dapat menghancurkan reputasi beserta perusahaannya. Padahal, praktik PR adalah disiplin ilmu yang memelihara reputasi dengan tujuan untuk mendapatkan kesepahaman dan dukungan serta untuk mempengaruhi opini serta prilaku.1

1

Anne Gregory, “Perencanaan dan Manajemen Kampanye Public Relations”, Jakarta, PT.Erlangga, 2004, hal. 3

(11)

Suatu isu yang muncul ke permukaan adalah suatu kondisi atau peristiwa baik di dalam maupun di luar organisasi, yang jika dibiarkan akan mempunyai efek yang signifikan pada fungsi atau kinerja tersebut atau pada target-target perusahaan tersebut di masa mendatang. Bila isu yang muncul ke permukaan terusebut tidak dikendalikan dan dikelola dengan baik, maka potensinya untuk berubah menjadi krisis sangat besar. Krisis adalah suatu peristiwa yang tak terduga yang secara potensial akan berdampak negatif terhadap perusahaan maupun publiknya, peristiwa tersebut bisa merusak organisasi / perusahaan, karyawan, produk dan jasa yang dihasilkan perusahaan, kondisi keuangan dan tentu saja reputasi perusahaan. Krisis biasanya dimulai dari isu yang berasal dari sebagian kecil populasi, namun karena publik mulai tertarik dan dibantu oleh media massa dalam memfokuskan masalahnya, isu tersebut akan berkembang dan meluas di masyarakat sehingga menjadi isu publik dan meningkat menjadi krisis. Krisis tidak dapat dihindari dalam kehidupan sehari-hari, dan seringkali tejadi akibat dari kelemahan atau kesalahan suatu sistem manajemen, operasional, pelayanan dan kebijakan yang dikeluarkan oleh perusahaan. Dalam keadaan krisis, produk perusahaan yang selama ini telah dipergunakan dan dipercaya oleh masyarakat dapat menjadi kurang menguntungkan, karena masyarakat tidak aman serta kurang nyaman untuk memakainya lagi. Mereka menunjukannya dalam bentuk keluhan, protes dan sebagainya, baik yang menyangkut ketidak puasan, pelecehan nilai-nilai kepercayaan maupun masalah citra.

Jika isu telah terlanjur menjadi krisis, perusahaan tidak cukup lagi hanya menggunakan langkah-langkah pengendalian isu saja, melainkan harus menggunakan suatu langkah-langkah pengendalian khusus untuk krisis, yang biasanya dikenal dengan istilah manajemen krisis. Manajemen krisis merupakan

(12)

salah satu aspek yang harus dipersiapkan oleh perusahaan untuk menghadapi krisis yang biasanya bersifat tak terduga dan mendadak. Selain itu, manajemen krisis juga sangat diperlukan perusahaan dalam masa krisis agar reputasi perusahaan dapat terus terjaga di mata publiknya.

Dewasa ini banyak perusahaan-perusahaan berdiri dan berusaha menyediakan produk produk yang dibutuhkan masyarakat. Mereka berlomba untuk menjual produk-produk tersebut. Satu jenis produk bisa dijual oleh lebih dari satu perusahaan, sementara itu ada kebebasan bagi masyarakat untuk memilih produk mana yang akan mereka pilih. Dalam kondisi seperti itu tentu saja hanya perusahaan dengan reputasi baik yang mampu bertahan.

Persaingan usaha yang semakin ketat mendorong setiap perusahaan untuk mempertahankan reputasi perusahaannya, dalam keadaan krisis sekalipun. Tak terkecuali PT. Megasari Makmur yang memproduksi alat- alat kebutuhan rumah tangga, apalagi bila produk unggulan dari perusahaan tersebut terkena suatu isu yang bisa membawa dampak buruk bagi reputasi perusahaan.

Reputasi adalah sesuatu yang penting bagi kelangsungan hidup perusahaan. Namun demikian, masalah membangun dan menjaga reputasi perusahaan bukanlah semata-mata menjadi tanggung jawab PR, melainkan tanggung jawab seluruh pihak yang terkait langsung perusahaan.

Dari uraian diatas, dapat dilihat betapa pentingnya mengelola krisis yang disebabkan oleh suatu isu agar tidak sampai merusak reputasi perusahaan yang sudah dibangun bertahun-tahun. Atas dasar itulah penulis memutuskan untuk memilih manajemen krisis sebagai topik skripsi ini dan PT Megasari Makmur sebagai objek penelitiannya, terutama berkaitan dengan langkah-langkah manajemen krisis yang dilakukan perusahaan dalam menghadapi isu kandungan

(13)

zat berbahaya pada produk unggulannya yaitu obat nyamuk HIT cair dan aerosol. Perusahaan yang dipilih oleh penulis sebagai obyek penelitian merupakan salah satu perusahaan swasta nasional yang memproduksi berbagai macam kebutuhan rumah tangga, seperti pengharum ruangan/mobil, anti insektisida, tissue, pengharum lemari, anti sumbat, pengisi gas, lem tikus, serta produk perawatan mobil untuk pangsa pasar dalam negeri. Perusahaan ini telah berdiri sejak tahun 1996 dan memiliki jumlah karyawan sebanyak 1400 orang (termasuk karyawan bagian produksi), kantor pusatnya berada di daerah Kemayoran, Jakarta Pusat, sedangkan pabriknya berada di kawasan industri Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat. Produk-produknya tidak hanya dijual di daerah Jakarta saja tapi juga seluruh Indonesia. Keadaan yang demikian menuntut PT. Megasari Makmur untuk semakin meningkatkan kualitas serta kuantitas produknya dalam memenuhi banyaknya permintaan produknya.

Ketika perusahaan sedang berkonsentrasi dalam memenuhi permintaan pasar yang semakin meningkat, tiba-tiba terjadi gangguan yang berasal dari eksternal perusahaan. Gangguan yang dimaksud adalah Pada hari Rabu, 7 Juni 2006, obat anti-nyamuk HIT yang diproduksi oleh PT Megasari Makmur dinyatakan akan ditarik dari peredaran karena penggunaan zat aktif Propoxur dan Diklorvos yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan terhadap manusia, sementara yang di pabrik akan dimusnahkan. Padahal menurut keterangan PT Megasari Makmur selama Mei 2004 sampai Mei 2006 sudah diproduksi sebanyak 2.293.964 kg HIT jenis aerosol dan jenis cair sudah diproduksi sebanyak 4.896.805 liter. Stok yang masih ada di gudang sebanyak 149.200 kaleng aerosol dan 260.900 kantong isi ulang (jenis cair). Sedangkan jumlah yang sudah didistribusikan ke masyarakat sebanyak 99.467 kaleng (jenis aerosol) dan 149.200

(14)

kantong (jenis cair). Departemen Pertanian, dalam hal ini Komisi Pestisida, telah melakukan inspeksi mendadak di pabrik HIT dan menemukan penggunaan pestisida yang menganggu kesehatan manusia seperti keracunan terhadap darah, gangguan syaraf, gangguan pernapasan, gangguan terhadap sel pada tubuh, kanker hati dan kanker lambung.

HIT yang promosinya sebagai obat anti-nyamuk ampuh dan murah ternyata dianggap sangat berbahaya karena bukan hanya menggunakan Propoxur tetapi juga Diklorvos (zat turunan Chlorine yang sejak puluhan tahun dilarang penggunaannya di dunia). Obat anti-nyamuk HIT yang dinyatakan berbahaya yaitu jenis HIT 2,1 A (jenis semprot) dan HIT 17 L (cair isi ulang). Selain itu, Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan melaporkan PT Megasari Makmur ke Kepolisian Metropolitan Jakarta Raya pada tanggal 4 Juni 2006. Korbannya yaitu seorang pembantu rumah tangga yang mengalami pusing, mual dan muntah akibat keracunan, setelah menghirup udara yang baru saja disemprotkan obat anti-nyamuk HIT, kemudian menyusul laporan dari korban bernama Setiawan.

Masalah lain juga muncul. Timbul miskomunikasi antara Departemen Pertanian (Deptan), Departemen Kesehatan (Depkes), dan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) mengenai registrasi HIT. Menurut BPOM registrasi harus dilakukan di Depkes karena hal tersebut menjadi kewenangan Menteri Kesehatan. Tetapi menurut BPOM, registrasi HIT selama ini menjadi malah menjadi tanggung jawab BPOM.

Seperti yang diungkapkan Kepala BPOM periode sebelumnya, ”semua obat nyamuk harus terdaftar (teregistrasi) di Depkes dan tidak lagi diawasi oleh BPOM”. Padahal yang benar, seharusnya izin produksi obat anti-nyamuk dikeluarkan oleh Deptan. Deptan-lah pihak yang akan memberikan izin atas

(15)

rekomendasi Komisi Pestisida. Jadi jelas terjadi tumpang tindih tugas dan kewenangan di antara instansi-instansi tersebut. Hal tersebut semakin membuat PT. Megasari bingung, sebenarnya kemana mereka harus minta izin, karena selama ini perusahaan hanya mempunyai izin resmi dari BPOM.

Berdasarkan uraian diatas tentang perusahaan dan masalah yang menimpanya, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang langkah-langkah manajemen krisis yang dilakukan PT. Megasari Makmur dalam menghadapi krisis akibat isu kandungan zat berbahaya pada Obat Nyamuk HIT cair dan aerosol. Penulis tertarik menelitinya lebih lanjut dikarenakan krisis yang menimpa Hit ini, merupakan kasus besar yang menyedot perhatian publik terutama pada tahun 2006, penarikan produk tersebut menyebabkan perusahaan pembuatnya merugi sekitar 15 (lima belas) rupiah karena harus menarik semua produksi Hit cair dan aerosol yang diproduksi dari tahun 2004 sampai 2006, tetapi mereka dapat melewatinya dan tetap dapat bertahan sampai saat ini.

Periode waktu pada penelitian ini dimulai dari tanggal 2 Februari 2009 sampai 1 April 2009 yang dilakukan penulis di Kantor Pusat Megasari di Kemayoran Jakarta Pusat dan Kantor Cabang Megasari di Tangerang.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis dapat merumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah:

“Bagaimanakah langkah-langkah manajemen krisis yang dilakukan PT. Megasari Makmur dalam menghadapi krisis akibat isu kandungan zat berbahaya pada Obat Nyamuk HIT Cair dan Aerosol ? “

(16)

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui langkah-langkah manajemen krisis yang dilakukan PT. Megasari Makmur dalam menghadapi krisis akibat isu kandungan zat berbahaya pada Obat Nyamuk HIT Cair dan Aerosol.

1.4.SignifikansiPenelitian 1.4.1 Signifikansi Akademis

Penelitian ini adalah suatu kajian manajemen krisis, yang diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap bidang kehumasan, khususnya pada saat seorang humas atau suatu divisi / departemen humas menghadapi keadaaan krisis.

1.4.2 Signifikansi Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi divisi Humas PT. Megasari Makmur dalam upayanya mengelola krisis akibat isu kandungan zat berbahaya pada obat nyamuk Hit Cair dan Aerosol, atau krisis lain yang mungkin saja dapat terjadi di masa yang akan datang.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Komunikasi

Komunikasi adalah aktivitas dasar manusia.Dengan berkomunikasi, manusia dapat saling berhubungan satu sama lain baik dalam kehidupan sehari-hari di rumah tangga, tempat bekerja, masyarakat atau di mana saja manusia berada. Tidak ada manusia yang tidak akan terlibat dalam komunikasi.

Pentingnya komunikasi bagi manusia tidaklah dapat dipungkiri begitu juga halnya dalam suatu organisasi. Dengan adanya komunikasi yang baik dengan publik internal maupun eksternalnya, suatu organisasi dapat berjalan lancar dan berhasil, begitupun sebaliknya, jika komunikasi kurang lancar maka roda perusahaan akan menjadi macet dan berantakan. Maka dari itu perlu dipahami terlebih dahulu konsep-konsep dasar tentang komunikasi itu sendiri.

Komunikasi adalah suatu tindakan untuk berbagi informasi, gagasan ataupun pendapat dari setiap partisipan komunikasi yang terlibat di dalamnya guna mencapai kesamaan makna.2

Menurut Bernard Berelson dan Gary A. Stainer dalam bukunya Human Behaviour, komunikasi adalah penyampaian informasi, gagasan, emosi, ketrampilan dan sebagainya dengan menggunakan lambang-lambang atau kata-kata, gambar, bilangan, grafik, dan lain-lain. Kegiatan atau proses penyampaiannya dinamakan komunikasi.3

Dari kedua definisi tersebut, komunikasi dapat diidentifikasikan sebagai berikut ; informasi, gagasan, emosi, atau keahlian, kesemuanya itu merupakan

2

Sendjaja. S Djuarsa, “Teori Komunikasi”, Universitas Terbuka, Jakarta, 2002, hal.41 3

Deddy Mulyana, “Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar”, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001, hal.61

(18)

pesan yang merupakan produk utama komunikasi. Cara penyampaian dan bentuknya dapat bermacam-macam, seperti dengan menggunakan gambar-gambar, kata-kata, angka-angka dan lain-lain. Sedangkan media yang digunakan tergantung dari keinginan si penyampai informasi, bagaimana ia ingin menyampaikan informasinya, apakah dengan cara langsung ataupun tidak langsung

Dengan kata lain, proses komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan. Dimana komunikasi itu sendiri melibatkan banyak faktor atau unsur. Faktor-faktor atau unsur yang dimaksud adalah komunikator (penyampai pesan), isi pesan, komunikan (penerima pesan), saluran atau alat penyampai pesan dan feedback.

Komunikasi mengandung makna bersama-sama (Common). Istilah komunikasi atau communication berasal dari bahasa latin yaitu communication yang berarti pemberitahuan atau pertukaran, kata sifatnya adalah communis yang bermakna umum atau bersama-sama. 4

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah sebuah usaha manusia dalam menyampaikan isi pernyataan yang berbentuk informasi, ide-ide, gagasan-gagasan dari seseorang kepada orang lain.

Faktor yang perlu diingat sebelum menjalankan kegiatan komunikasi dan proses komunikasi adalah tujuan dalam melakukan komunikasi itu sendiri. Tujuan komunikasi menurut Onong Uchjana adalah menimbulkan:

1. Perubahan sikap (attitude change) 2. Perubahan pendapat (opinion change) 3. Perubahan sosial (sosial change)

4

Wiryanto, “Pengantar Ilmu Komunikasi”, Jakarta: PT.Gramedia Widiasarana Indonesia, 2004 hal. 5

(19)

4. Perubahan perilaku (behavior change)

Selain tujuan komunikasi, faktor yang harus diingat dalam komunikasi adalah fungsi komunikasi yang terdiri dari:

1. Menyampaikan informasi (to inform) 2. Mendidik (to educate)

3. Menghibur (to entertain) 4. Mempengaruhi (to influence) 5

Dari pernyataan diatas, dapat diketahui bahwa berkomunikasi harus efektif yaitu ketika muncul persamaan pendapat, ide, dan informasi yang diharapkan dapat membawa kesepakatan antara komunikator dengan komunikan.

2.1.1 Peran dan Media Komunikasi

Peran komunikasi sangat penting bagi manusia dalam kehidupannya sehari-hari, sesuai dengan fungsi komunikasi yang bersifat: persuasif, edukatif dan informatif. Sebab tanpa komunikasi maka tidak akan ada proses interaksi seperti saling tukar ilmu pengetahuan, pengalaman, pendidikan, persuasi, informasi, dan lain sebagainya. Proses penyampaian informasi/pesan tersebut pada umumnya berlangsung dengan melalui suatu media komunikasi, khususnya bahasa percakapan yang mengandung makna yang dapat dimengerti atau dalam lambang yang sama.

Newson dan Siefied mengungkapkan pentingnya peranan komunikasi dalam kegiatan Public Relations/ Humas, “finally and most important of all, the public Relations officer must be an expert in communication aspects”. Akhirnya

5

Onong Uchjana Effendy, “Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek”, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hal.4

(20)

dan yang terpenting dari semua, seorang pejabat humas haruslah seorang yang ahli dalam aspek komunikasi.6

Selain harus ahli dalam aspek komunikasi, tentu saja seorang PR / humas harus pandai dan jeli dalam memilih media dalam hal berkomunikasi, agar pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh penerimanya, dan mendapatkan feedback sesuai dengan tujuan si pengirim pesan. Media merupakan sarana atau alat untuk menyampaikan pesan atau sebagai mediator antara komunikator dengan komunikannya. Media tersebut antara lain :

a. Media Umum, seperti : surat menyurat, telepon, facsimile, dan telegraf.

b. Media Massa, seperti : media cetak; surat kabar, majalah, tabloid, buletin dan media elektronik; televisi, internet, radio, film. Sifat media massa ini mempunyai efek serempak dan cepat dan mampu mencapai pembaca dalam jumlah besar dan tersebar luas diberbagai tempat dalam waktu yang bersamaan.

c. Media Khusus, seperti : iklan, logo dan nama perusahaan atau produk yang merupakan sarana atau media untuk tujuan promosi dan komersial yang efektif.

d. Media Internal, yaitu media yang dipergunakan untuk kepentingan kalangan terbatas dan non komersial serta lazim digunakan dalam aktivitas PR. Seperti majalah bulanan, profil perusahaan, barang cetakan untuk publikasi, broadcasting media, video dan tape record, dan lain-lain.

6

Rosady Ruslan, “Manajemen PR & Media Komunikasi (Revisi)”, RajaGrafindo Persada, 2005, hal.81

(21)

e. Media Pertemuan, seperti : seminar, rapat, presentasi, diskusi, pameran, acara khusus, sponsorship dan gathering.

Agar peran komunikasi dapat lebih optimal, dan organisasi dapat berkomunikasi dengan baik dengan publiknya dan tumbuh pengertian yang sama, organisasi tersebut idealnya mempunyai divisi humas/ PR tersendiri yang tidak digabung dengan divisi lain agar komunikasi yang terjadi dapat lebih efektif dan tidak terjadi tumpang tindih tugas dengan divisi lainnya.

2.2 Pengertian Public Relations

Banyak sekali definisi Public Relations, namun pada umumnya mempermasalahkan: pembentukan goodwill, mutual understanding, favourable public opinion. Sedangkan definisi Public Relations secara keseluruhan adalah definisi dari Dr. Rex Harlow yaitu bahwa Public Relations adalah fungsi manajemen yang khas yang mendukung pembinaan dan pemeliharaan jalur bersama antara organisasi dan publiknya mengenai komunikasi, pengertian, penerimaan dan kerjasama; melibatkan manajemen dalam permasalahan atau persoalan; membantu manajemen menjadi tahu mengenai dan tanggap terhadap opini publik; menetapkan dan menekankan tanggung jawab manajemen untuk melayani kepentingan publik; mendukung manajemen dalam mengikuti dan memanfaatkan perubahan secara efektif; bertindak sebagai sistem peringatan dini dalam membantu mengantisipasi kecenderungan; dan menggunakan penelitian serta teknik komunikasi yang sehat dan etis sebagai sarana utama.7

7

(22)

Berdasarkan definisi di atas, public relations sebenarnya meliputi unsur-unsur sebagai berikut:

1. Suatu fungsi manajemen yang menggunakan penelitian dan upaya yang berencana dengan mengikuti standar-standar etis.

2. Suatu proses yang mencakup hubungan antara organisasi dengan publiknya.

3. Analisis dan evaluasi melalui penelitian terhadap sikap dan opini dan kecenderungan sosial dan mengkomunikasikannya kepada manajemen.

4. Konseling manajemen agar dapat dipastikan bahwa kebijaksanaan, tata cara dan kegiatan dapat dipertanggung jawabkan secara sosial dalam kepentingan bersama antara organisasi dengan publik. 5. Pelaksanaan dan penindakan program kegiatan yang berencana,

komunikasi dan evaluasi melalui penelitian. 8

Public Relations oleh Institute of Public Relations (IPR) adalah merupakan disiplin untuk menjaga reputasi yaitu mengelola fungsi PR dalam cara-cara yang produktif dan efektif biaya (cost effective) yang akan memajukan reputasi departemen PR secara internal maupun eksternal melalui pola perilaku dan komunikasi dari seorang Public Relations Officer.9

Praktik PR menurut IPR sebagai disiplin dan serangkaian usaha untuk menjaga reputasi dengan tujuan untuk memperoleh pengertian dan pemahaman dan dukungan serta untuk mempengaruhi opini dan perilaku.10

8

Ibid. hal 120 9

Beard, Mike, “Manajemen Departemen Public Relations” Edisi II. Erlangga, Jakarta, 2001 10

(23)

Public Relations adalah penyelenggara komunikasi timbal balik antara suatu lembaga dengan publik yang mempengaruhi sukses tidaknya lembaga tersebut. Kunci sukses komunikasi, dalam hal ini komunikasi dalam Public Relations, sangat tergantung pada prinsip pelaksanaan komunikasi yang efektif. Dalam kaitan prinsip komunikasi yang efektif, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:

1. Jenis publik (khalayak) yang menjadi sasaran

2. Susunan pesan bagaimana yang paling tepat dan mudah dipahami 3. Saluran apa yang paling sesuai dengan sifat publik yang dituju. 11

2.2.1 Fungsi dan Peran Public Relations

Menurut Bertran R. Confield dalam bukunya Public Relations Principles and Problems, fungsi Public Relations adalah:

a. It should serve the public interest (mengabdi pada kepentingan umum)

b. Maintain good communication (memelihara komunikasi yang baik) c. Stress good morals and manners (menitikberatkan moral dan

perilaku yang baik) 12

Fungsi utama Public Relations adalah menumbuhkan dan mengembangkan hubungan baik antara organisasi dengan publiknya (intern maupun ekstern), dalam rangka menanamkan pengertian, menumbuhkan motivasi dan partisipasi publik dalam upaya menciptakan iklim pendapat (public opinion) yang menguntungkan organisasi. Peranan Public Relations

11

Ibid, Hal. 7 12

(24)

diharapkan menjadi ‘mata’ dan ’telinga’ serta ‘tangan kanan’ bagi top manajemen dari organisasi atau lembaga.13

Salah satu peran PR dan tugas PR dalam suatu perusahaan adalah mengelola isu (manajemen isu) apabila perusahaannya tertimpa isu berbahaya yang bisa menjadi krisis dan merusak reputasi perusahaan dimata publiknya.

2.3 Isu

Chase dan Jones menggambarkan isu sebagai suatu masalah yang belum terpecahkan yang siap diambil keputusannya (an unsettled matter which is ready for decision). Pakar lain mengatakan bahwa dalam bentuk dasarnya, sebuah isu dapat didefinisikan sebagai sebuah titik konflik antara sebuah organisasi dengan satu atau lebih publiknya (a point of conflict between an organization and one or

more of its audiences).14

Definisi sederhana lainnnya menurut Regester dan Larkin bahwa sebuah isu merepresentasikan suatu kesenjangan antara praktek korporat dengan harapan-harapan para stakeholder ( a gap between corporate practice and stakeholder expectations). Dengan kata lain sebuah isu yang muncul ke permukaan adalah suatu kondisi atau peristiwa, baik didalam maupun diluar organisasi, yang jika dibiarkan akan mempunyai efek yang signifikan pada fungsi atau kinerja organisasi tersebut atau pada target-target organisasi tersebut dimasa mendatang.15

Dari berbagai definisi diatas, terlihatlah bahwa pengertian isu menjurus pada adanya masalah dalam suatu organisasi yang membutuhkan penanganan.

13

Rosady Ruslan, “Manajemen Humas dan Manajemen Komunikasi (Konsepsi dan Aplikasi)”, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, Hal. 20-21

14

Regester dan Larkin, 2003, hal.42 15

(25)

2.3.1 Tahapan Isu dan Hubungannya Dengan Krisis

Isu biasanya berkembang dalam cara yang dapat diprediksi, bersumber dari tren atau peristiwa yang berkembang melalui suatu rangkaian tingkatan yang dapat diidentifikasi serta tidak berbeda dari siklus perkembangan sebuah produk. Karena evolusi atau perkembangan sebuah isu sering menghasilkan kebijakan public, semakin dini suatu isu yang relevan diidentifikasi dan dikelola dalam rangka respon organisasional yang sistematis, semakin mungkin organisasi tersebut dapat mengatasi konflik serta meminimalisir implikasi biaya demi keuntungannya. Karena itulah, sangat penting untuk memahami tahap-tahap dalam perkembangan isu.

Tahap-tahap Isu :

Tahap I – Sumber : Isu Potensial

Tahap dimana isu muncul ke permukaan ketika sebuah organisasi atau kelompok merasa berkepentingan terhadap suatu masalah atau kesempatan yang terlihat seperti konsekuensi perkembangan tren politik atau undang-undang, ekonomi dan sosial.16 Dari sudut pandang manajemen, tren harus diidentifikasi sebagai asal kemunculan isu. Pada tahap ini isu mulai menguat ketika suatu organisasi/kelompok berencana untuk melakukan sesuatu yang memiliki konsekuensi bagi orang atau kelompok lain. Kesadaran dan perhatian pihak pada suatu kelompok menyebabkan keputusan mereka untuk melakukan sesuatu, garis mulai tergambar dan konflik mulai timbul. Pada tahap awal ini, kita dapat lihat kondisi atau peristiwa nyata yang mempunyai potensi untuk berkembang menjadi sesuatu yang penting. Isu yang ada dalam fase ini biasanya belum terlihat oleh

16

Crable dan Vibert, “Managing Issues and Influencing Public Policy”, Public Relations Review, Summer, 1985

(26)

para pakar atau perhatian publik, walaupun beberapa ahli sudah mulai menyadari kehadiran isu tersebut.

Tahap II – Mediasi dan Penguatan Suara : Isu Yang Muncul ke Permukaan Pada tahap ini beberapa kelompok muncul dan garis telah tergambar, sutu proses mediasi dan penguatan suara hadir diantara para individu dan kelompok yang mungkin memiliki pandangan sama dan mungkin diharapkan untuk bereaksi dalam cara yang sama. Ketika momentum terbentuk didalam media massa, isu berkembang menjadi sebuah isu publik yang dapat menjadi bagian dari proses kebijakan publik. Tahap pemunculan isu ini mengindikasikan peningkatan bertahap pada tingkat tekanan terhadap organisasi tersebut untuk menerima isu. Dalam banyak kasus, peningkatan ini adalah hasil dari kegiatan oleh satu atau beberapa kelompok ketika mereka mulai mendorong atau melegitimasi isu. Pada tahap perkembangan isu ini, masih relatif mudah bagi organisasi untuk ikut campur dan memainkan peranan proaktif dalam pencegahan atau pengeksploitasian perkembangan isu tersebut. Bagaimanapun juga sulit untuk menentukan apakah isu tersebut penting atau tidak, dan kadang-kadang isu tersebut dibiarkan menguap begitu saja karena manajemen lebih memperhatikan masalah lain yang dianggap penting. Meski sulit untuk mengetahui apakah isu tersebut tak berkembang atau justru meningkat intensitasnya, namun pihak manajemen seharusnya tidak berdiam diri saja. Faktor dominan dalam perkembangan isu ini adalah liputan media. Sebelum isu mencapai tahap berikutnya, mereka yang terlibat kadang-kadang mencoba untuk menarik perhatian media sebagai alat untuk mempercepat perkembangan isu. Liputan ini akan menjadi faktor penting yang harus dipertimbangkan sebagai penyebab isu berkembang.

(27)

Tahap III – Organisasi : Isu yang Tengah Berlangsung dan Isu Krisis

Pada tahap ini mediasi membawa tingkatan beragam terhadap organisasi, posisi-posisi menguat. Beberapa kelompok mulai mencari resolusi atas konflik tersebut, baik resolusi yang dapat diterima menurut kepentingan mereka atau setidaknya yang dapat meminimalkan kerusakan potensial. Dalam proses kebijakan publik, masyarakat atau para kelompok ini harus dilihat sebagai sesuatu yang dinamis. Seringkali mereka adalah kelompok-kelompok yang terdiri dari individu dengan tingkat komitmen beragam yang menghadapi suatu problem yang sama, menyadari bahwa problem tersebut hadir dan mereka bersatu dengan beberapa cara untuk melakukan sesuatu terhadap problem tersebut. Kelompok-kelompok ini tidak statis dan tingkat organisasi mereka, pendanaan serta pengetahuan akan medianya sangat beragam. Mereka mungkin adalah jaringan informal yang terdiri dari orang-orang yang berbagi informasi melalui internet dalam mencari resolusi atas suatu konflik, atau mereka bisa sangat terorganisis, saling berhubungan dengan baik, serta didanai oleh suatu komitmen yang intens dan fokus. Ketika kelompok-kelompok ini menggerakan sudut pandang dan tujuan mereka serta mencari cara mengkomunikasikan posisi mereka, konflik mencapai tingkat yang terlihat oleh publik yang akhirnya mendorong isu tersebut ke dalam proses kebijakan publik. Selanjutnya, perhatian publik yang meningkat memotivasi para pemimpin berpengaruh untuk menjadi bagian dari konflik yang timbul dan tekanan terhadap institusi terkait untuk mencari resolusi atas konflik tersebutpun meningkat.

Pada fase tengah berlangsung, isu telah berkembang dan menunjukan potensi penuh terhadap mereka yang terlibat. Menjadi sulit untuk mengubah isu, karena ia sudah menjadi permanent dan menyebar dengan intensitas yang tinggi.

(28)

Pihak-pihak yang telibat sudah menyadari pentingnya isu tersebut dan sebagai respon, menekan institusi peraturan perundangan agar turut terlibat. Hampir tidak ada waktu ketika isu berubah dari status “tengah berlangsung” menjadi “krisis” untuk mencapai institusi formal seperti otoritas peraturan perundangan yang memiliki kekuasaan untuk ikut campur dan memaksakan batasan terhadap organisasi tersebut sebagai cara untuk meredakan situasi.

Tahap IV – Resolusi : Isu Laten

Pada fase ini, isu mendapatkan perhatian dari publik secara resmi dan memasuki proses kebijakan, baik melalui perubahan undang-undang atau regulasi, usaha untuk meredakan konflik menjadi lebih lama dan mahal. Objek dari proses kebijakan publik adalah pemaksaan atas pembatasan yang tidak dikondisikan kepada seluruh pihak terhadap konflik tersebut, baik untuk keuntungan ataupun kerugian mereka. Jadi, sekali isu menjalani tahapan penuh, ia akan mencapai ketinggian tekanan yang memaksa sebuah organisasi untuk menerimanya tanpa persiapan.

Dan akhirnya, sebuah isu yang dibiarkan begitu saja atau terlambat ditangani sehingga berkembang dan mencapai tahapan penuh akan berubah menjadi krisis.

2.3.2 Contoh- contoh Isu Yang Berpotensi Menjadi Krisis

Dibawah ini adalah contoh-contoh isu / kasus yang berpotensi menjadi krisis17 : 1. Isu pemogokan atau perselisihan buruh.

2. Isu produk tercemar / terkontaminasi racun yang membahayakan.

3. Desas-desus atau meluasnya berita negatif, atau terciptanya opini publik yang kurang menguntungkan.

17

Rosady Ruslan, “Praktik dan Solusi Public Relations dalam Situasi Krisis dan pemulihan

(29)

4. Isu pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup.

5. Isu kredit macet, isu kalah kliring, likuidasi yang mengakibatkan rush. 6. Kecelakaan industri atau jatuhnya sebuah pesawat.

7. Perubahan peraturan perundang-undangan atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan kerugian atau kebangkrutan bisnis.

8. Serangan teroris, kasus sara, krisis moneter, sosial dan politik, sehingga timbul kasus penjarahan, pembakaran dan sebagainya.

9. Kegagalan suatu kampanye, promosi periklanan atau publikasi yang menimbulkan dampak negatif, seperti adanya unsur penipuan, pelecehan dan penghinaan sehingga terjadi protes atau kecaman dari masyarakat luas.

Dan bila salah satu kasus diatas menimpa suatu perusahaan, berarti perusahaan tersebut sudah harus mempersiapkan manajemen khusus untuk menghadapi isu tersebut, karena biasanya hampir tidak ada waktu ketika isu berubah dari status tengah berlangsung menjadi krisis.18

2.3.3 Menilai Krisis

Ketika perusahaan menghadapi isu besar, kadang-kadang sulit untuk menentukan apakah krisis sudah terjadi atau belum. Perusahaan harus dapat menentukan definisi krisis bagi perusahaannya agar dapat segera mengambil langkah-langkah khusus untuk menghadapinya. Beberapa pakar memberikan batasan untuk menentukan suatu krisis atau bukan19:

1. Ancaman terhadap reputasi jangka panjang bisnis perusahaan.

18

Regester dan larkin, 2003, op.cit 48-54 19

Kit Sadgrove, “The Complete Guide to Business Risk Management”, Jaico Publishing House, 1997, hal.200

(30)

2. Menghabiskan biaya sekian puluh persen dari pemasukan perusahaan, bisa berasal dari penurunan penjualan, biaya penarikan produk, atau pembersihan area akibat suatu peristiwa.

3. Perusahaan beresiko berhadapan dengan hukum suatu negara hingga dapat dituntut ke pengadilan.

4. Perusahaan terganggu kegiatannya operasionalnya dalam jangka waktu tertentu.

Selain itu menurut pakar lain yaitu White dan Mazur, untuk menilai suatu peristiwa merupakan krisis atau bukan, dapat didefinisikan berdasarkan aspek-aspek situasi berikut 20 :

1. Ancaman tingkat tinggi terhadap kehidupan, keamanan, atau keberadaan suatu perusahaan.

2. Tekanan waktu yang berarti bahwa pengambilan keputusan harus bekerja cepat untuk mengatasi situasi.

3. Stres bagi orang-orang yang bertanggung jawab dalam pengelolaan situasi. Dari batasan krisis diatas, kita dapat menilai apakah isu yang menimpa perusahaan sudah masuk ke dalam tahap krisis ataukah belum. Dan bila krisis sudah benar-benar terjadi, diperlukan langkah-langkah/manajemen khusus untuk mengatasinya yang biasa disebut dengan manajemen krisis.

2.3.4 Definisi Krisis dan Manajemen Krisis

Krisis adalah sebuah situasi yang tak terduga, artinya perusahaan atau organisasi umumnya tidak dapat menduga bahwa akan muncul situasi yang dapat

20

John White dan Laura Mazur, “Strategic Communications Management”, Great Britain, Addison Wesley Publisher, 1995, hal.210

(31)

mengancam keberadaannya. Sebagai ancaman ia harus ditangani secara cepat agar perusahaan dapat berjalan normal kembali. Pakar bernama Holsti mendefinisikan krisis sebagai situasi yang dikarakteristikan oleh kejutan, ancaman besar tehadap nilai-nilai serta waktu memutuskan yang sangat singkat.

Pakar lain, Regester dan Larkin mendefinisikan krisis sebagai :

“ Sebuah peristiwa yang menyebabkan perusahaan menjadi subjek perhatian luas yang cenderung tidak menyenangkan dari media nasional dan internasional serta kelompok-kelompok seperti pelanggan, pemegang saham, karyawan politisi, serikat perdagangan serta kelompok-kelompok penekan yang dengan suatu alasan atau lebih memiliki kepentingan yang dibenarkan terhadap

kegiatan-kegiatan organisasi.” 21

Krisis tidak selalu menjadi penyebab perusahaan menjadi bangkrut, krisis bisa menjadi suatu titik balik untu menuju keadaan lebih baik atau lebih buruk. Steven Fink contohnya, ia melihat krisis sebagai suatu keadaan yang tak stabil terhadap suatu masalah sehingga sebuah perubahan penting akan terjadi, baik perubahan yang sangat tidak diharapkan atau perubahan yang sangat diharapkan.22

Setelah membahas definisi krisis, selanjutnya adalah definisi dari manajemen krisis yaitu suatu manajemen pengelolaan, penanggulangan atau pengendalian krisis hingga pemulihan citra perusahaan.23 Pakar lain, Kurt P. Stocker mendefinisikan manajemen krisis sebagai berikut24 :

Crisis management by definition, is the preparation and application of strategies and tactics that can prevent or modify the impact of major events on the company or organization. At best, crisis management is a way of thinking and acting when everything “hits the fan” At it worst, crisis management can be the life or death difference for a product, career, or company. A crisis will demand the use of all our skills. Gaining credibility with all our audiences under extreme stress and with severe time constrains, is a true test and too often we come up short.

21

Michael Regester dan Judy Larkin, “Risk Issues and Crisis Management in Public Relations”, New Delhi, Crest Publishing House, 2003, hal.131

22

Regester dan Larkin, ibid.131 23

Ibid. 132 24

Clarke Caywood, “The Handbook of strategic Public Relations & Integrated Communications”, Mc Graw Hill, 1997, hal.189

(32)

(Pengelolaan manajemen krisis adalah persiapan dan penerapan berbagai strategi serta taktik yang dapat mencegah atau memodifikasi dampak dari peristiwa-peristiwa penting di perusahaan/organisasi. Hal terbaiknya, manajemen krisis merupakan suatu cara berpikir dan bertindak ketika semuanya terbentur masalah besar. Hal terburuknya, manajemen krisis menjadi hidup dan matinya suatu produk, karir atau perusahaan).

Sama seperti isu, krisis dapat dikendalikan dan dikelola agar tidak berlanjut ke tingkat yang besar atau paling tidak agar perusahaan dapat meminimalisasi dampak buruk dari suatu krisis yang sudah terlanjur menjadi besar. Peristiwa krisis yang pernah terjadi yang mengakibatkan dampak negatif yang sangat besar pada beberapa perusahaan menunjukan mereka tidak mempunyai program khusus untuk menghadapi suatu krisis. Namun dengan terjadinya peristiwa tersebut, setiap perusahaan mulai berpikir untuk menempatkan manajemen krisis dalam prioritas, dimana penerapannya membutuhkan komitmen dari semua pihak yang terkait, tidak hanya mengandalkan departemen PR saja. Tetapi, sebelum mengambil langkah-langkah untuk menghadapi krisis, ada baiknya kita mengetahui tahap-tahap perkembangan krisis terlebih dahulu.

2.3.5 Tahapan Krisis

Empat tahap perkembangan krisis25 1. Tahap Prodormal

Tahap dimana pertanda atau gejala awal krisis mulai muncul. Tahap ini disebut warning stage karena ia memberi tanda bahaya mengenai simtom-somtom yang harus segera diatasi. Tahap ini juga merupakan bagian dari titik balik (turning point). Manajemen yang gagal menangkap sinyal akan

25

Rhenald Kasali, “Manajemen Public Relations, Konsep dan Aplikasinya di Indonesia”, Jakarta, PT Pustaka Utama Grafiti, 2003, op.cit, hal.225-230

(33)

membuat krisis memasuki tahap yang lebih serius, yakni krisis akut. Oleh karena itu tahap ini disebut juga sebagai tahap pra-krisis. Tahap prodormal biasanya muncul dalam salah satu dari 3 (tiga) bentuk ini :

a. Jelas sekali; Gejala awal terlihat jelas, misalnya karyawan meminta kenaikan gaji, perbedaan pendapat diantara direksi, kerusakan alat di pabrik, selebaran gelap.

b. Samar-samar; Gejala yang muncul samar-samar karena sulit mengintepretasikan dan menduga luasnya suatu kejadian. Misalnya deregulasi, muncul pesaing baru, ucapan pembentuk opini.

c. Sama sekali tidak terlihat; Gejala krisis tak terlihat sama sekali, misalnya kerugian pada salah satu produknya yang dirasakan wajar oleh perusahaan. 2. Tahap Akut

Bila pra-krisis tidak terdeteksi dan tidak diambil tindakan yang tepat, maka akan timbul masalah yang lebih fatal. Di tahap ini orang mengatakan telah terjadi krisis, meski bukan disini awalnya tejadinya krisis. Orang menganggap suatu krisis dimulai disini karena gejala yang samar-samar atau sama sekali tidak jelas mulai telihat. Tahap ini sering disebut point of no return artinya jika sinyal-sinyal yang muncul pada tahap prodormal tidak digubris, maka akan masuk ke tahap akut dan tak bisa kembali lagi. Kerusakan mulai bermunculan, reaksi mulai berdatangan, isu menyebar luas. Salah satu kesulitan besar pada tahap ini adalah intensitas dan kecepatan serangan yang akan datang dari berbagai pihak yang menyertai tahap ini. Tahap akut adalah tahap antara yang paling pendek waktunya dibanding tahap yang lain, dan merupakan masa yang cukup menegangkan dan paling melelahkan bagi tim

(34)

yang menanganinya. Bila ia lewat maka krisis akan akan segera memasuki tahap kronis.

3. Tahap Kronis

Berakhirnya tahap akut akan dinyatakan dengan langkah-langkah pembersihan sehingga tahap ini sering disebut sebagia fase pembersihan. Peristiwapun diberitakan dengan jelas di media massa. Tahap ini juga merupakan masa pemulihan citra dan upaya meraih kembali kepercayaan dari masyarakat, disamping juga merupakan masa untuk mengadakan intropeksi ke dalam dan keluar mengapa peristiwa tersebut bisa terjadi (recovery dan self analysis). Masa ini berlangsung cukup panjang. Nammun diharapkan seorang crisis manager dapat memperpendek tahap ini karena semua orang yang terlibat sudah mulai letih dan pers mulai bosan memberitakan kasus tersebut. Masa ini juga sangat menentukan berhasil tidaknya perusahaan melewati masa krisis, keguncangan manajemen, dan kebangkrutan perusahaan ataunkepulihan manajemen dan perusahaan seperti sediakala.

4. Tahap Penyembuhan

Merupakan tahap pulih kembali. Perusahaan yang terkena krisis daopat bangkit kembali setelah melalui proses produksi, pelayanan jasa, strukturalisasi manajemen, rekapitalisasi dan operasinya. Setela itu baru memikirkan pemulihan citra tahap berikutnya untuk mengangkat nama perusahaan di mata khalayak dan mata masyarakat luas. Meski bencana besar telah berlalu, manajemen tetap perlu berhati-hati karena terdapat kemungkinan krisis dapat kembali ke keadaan semula.

(35)

2.3.6 Langkah-langkah Pengelolaan Isu Yang Berkembang Menjadi Krisis Dalam mengelola isu yang berkembang menjadi krisis, perusahaan dapat menggunakan langkah-langkah yang biasanya digunakan pada saat krisis, langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut26 :

1) Mengidentifikasi krisis

Langkah awal dalam pengelolaan krisis adalah dengan mengidentifikasi krisis untuk mengetahui faktor-faktor penyebab krisis tersebut berkembang. Untuk itu, praktisi PR perlu melakukan penelitian, dan penelitian tersebut harus dilakukan secara informal dan kilat. Hari itu tim diterjunkan untuk mengumpulkan data, hari itu pula kesimpulan harus ditarik. Kebiasaan mengumpulkan dan mengarsip kliping berita yang menyangkut perusahaan, dapat menjadikan praktisi PR lebih cepat dalam mengumpulkan data.

2) Menganalisa krisis

Praktisi PR bukanlah sekedar petugas penerangan yang hanya mengandalkan aksi. Sebelum melakukan komunikasi, ia harus melakukan analisis atas masukan yang diperoleh. Analisis ini adalah pekerjaan belakang meja dengan keahlian membaca permasalahan. Analisis yang dilakukan mempunyai cakupan yang luas, mulai dari analisis parsial sampai analisis integral yang saling terkait. Cara awal menganalisa krisis bisa dengan menggunakan formula 5W + 1H, yakni pengajuan beberapa pertanyaan berikut :

a. What – Apa penyebab terjadinya krisis itu? b. Why – Kenapa krisis itu bisa terjadi?

26

Rhenald Kasali, “Manajemen Public Relations, Konsep dan Aplikasinya di Indonesia”, Jakarta, PT Pustaka Utama Grafiti, 2003, hal. 231-233

(36)

c. Where dan When – Dimana dan kapan krisis tersebut dimulai? d. How Far – Sejauh mana krisis tersebut berkembang?

e. How – Bagaimana krisis itu terjadi?

f. Who – Siapa-siapa yang mampu mengatasi krisis tersebut, apa perlu dibentuk tim penanggulangan krisis?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah untuk menganalisis penyebab, mengapa dan bagaimana, sejauh mana perkembangan isu itu terjadi, dimana mulai terjadi, hingga siapa-siapa personel yang mampu diajak untuk mengatasi isu tersebut, dan langkah-langkah apa yang dapat diambil untuk mengatasinya.

3) Mengisolasi krisis

A. Pembentukan Tim Manajemen krisis

Untuk mengantisipasi krisis agar tidak semakin meluas, perlu segera dibentuk tim manajemen krisis. Tugasnya adalah sebagai pelaksana, termasuk mengatur dan mengendalikan krisis.

Tim tersebut sebaiknya terdiri dari orang-orang yang sudah menduduki jabatan tinggi di perusahaan, sehingga mereka dapat meninggalkan tugas rutinnya untuk sementara waktu. Tim ini juga harus terdiri dari wakil-wakil berbagai area operasional serta pengambil kebijakan kunci. Para kandidat biasanya berasal dari departemen berikut :

1. Corporate Communication / Public Relations

Pada masa krisis, departemen inilah yang paling diharapkan untuk mengatasinya. Mereka yang berada dalam departemen ini yang akan menggalang dan mengawasi liputan semasa krisis dan sesudah krisis.

(37)

2. Legal / Hukum

Suatu peristiwa krisis, apalagi yang memakan korban jiwa manusia akan banyak berurusan dengan hukum. Karena itu perlu melibatkan mereka yang mengerti masalah hukum.

3. Human Resources (Personalia) / Industrial Relations

Mereka yang berada di departemen ini juga harus terwakili agar ada orang yang memenangkan para karyawan, memberitahukan apa yang terjadi agar rumor tidak makin meluas serta mendorong mereka untuk bersatu membantu perusahaan mengatasi krisis.

4. Medical / bagian medis

Akan sangat diperlukan pada peristiwa krisis yang mengakibatkan adanya korban manusia.

5. Research / riset

Mereka diperlukan untuk membantu tim PR mencari dan mengumpulkan data yang perlu untuk mengatasi krisis maupun bagi keperluan hukum nantinya. 6. Operations / bagian produksi

Mereka diperlukan terutama bila peristiwa krisis terkait dengan produk atau jasa dari perusahaan (misalnya kasus produk tercemar).

7. Teknisi / bagian mesin

Orang-orang dari departemen ini juga sangat diperlukan bila peristiwa krisis terkait dengan kecelakaan kerja akibat mesin atau kerusakan mesin di perusahaan.

8. Security / petugas keamanan

Diperlukan untuk menghadapi serbuan massa yang mungkin marah terhadap perusahaan.

(38)

9. Transportation / bagian transportasi perusahaan

Mereka yang mengatur pemakaian kendaraan perusahaan, ataupun jasa transportasi umum ini juga diperlukan dalam tim agar sarana transportasi selalu tersedia ketika anggota tim lain yang bermobilitas tinggi memerlukannya.

10. Government Relations

Sebelum pemerintah ikut campur menangani masalah krisis, sebaiknya sudah ada orang dari dalam perusahaan yang melobi instansi-instansi pemerintah terkait agar membantu mengatasi krisis tanpa merugikan kepentingan perusahaan.

11. Finance / Bagian Keuangan

Departemen ini juga harus dilibatkan karena penanganan krisis pasti membutuhkan dana yang tidak sedikit. Selain untuk menghitung berapa besar dana yang dibutuhkan dan akan dikeluarkan perusahaan dalam penanganan krisis, wakil dari departemen ini juga akan dibutuhkan untuk menyiapkan dana tersebut. Dan setelah krisis berlalu, mereka juga yang harus menghitung berapa jumlah dana yang telah dikeluarkan perusahaan untuk menangani krisis dan berapa jumlah dana cadangan yang masih tersisa bagi kelangsungan bisnis perusahaan tersebut.

12. Pimpinan Tertinggi Perusahaan

Dialah yang paling berwenang untuk mengambil keputusan tentang cara-cara mengatasi krisis. Selain itu, ia mungkin juga merupakan orang-orang yang paling dianggap bertanggung jawab atas terjadinya krisis, sehingga harus menghadapi kejaran pertanyaan dari media massa.

(39)

Diperlukan untuk melihat kejelasan faktor yang menjadi penyebab timbulnya krisis, agar bisa diambil langkah-langkah yang pasti, sistematis, efisien, efektif dan objektif. Untuk mengisolasi krisis pokoknya, tim pengendali krisis mulai bekerja dengan membuat skala pertanyaan sebagai tolak ukur melalui bantuan skala pengukur, seperti Crisis Impact Values atau disebut “skala pengukur tingkat kegawatan krisis” yang terjadi di perusahaan, sebagai berikut.27

TINGKAT KEGAWATAN KRISIS

No. Pertanyaan Ya Tidak

1. Apakah mungkin krisis dapat berkembang cepat?

2. Apakah krisis menarik perhatian masyarakat luas?

Apakah krisis tersebut diliput secara luas oleh pers?

Apakah krisis tersebut mengganggu kegiatan operasional perusahaan?

Apakah krisis tersebut menurunkan semangat kerja para karyawan?

Apakah krisis tersebut mengguncangkan sendi-sendi manajemen perusahaan? (Bagian keuangan, operasional, umum) Apakah pihak pemasok, kreditor, rekanan, dan nasabah atau pelanggan secara

27

(40)

mencolok menanyakan penagihan, jaminan, keadaan keuangan, dll?

Apakah efek krisis itu berdampak negative atau merugikan perusahaan maupun perusahaan lainnya?

Dari sepuluh pertanyaan diatas, bila jawaban “tidak” lebih banyak daripada “ya” berarti tingkat krisis tidak terlalu mengkhawatirkan, tetapi bila sebaliknya, berarti perusahaan yang bersangkutan memiliki krisis yang cukup tinggi dan memerlukan penanganan serius.

C. Penciptaan Pusat Pengendali Krisis / Crisis Center

Dalam keadaan krisis, penciptaan Crisis Center sangat diperlukan sebagai tempat tim manajemen krisis bertugas. Tempat ini dapat berupa sebuah ruang konferensi dan sebaiknya sudah dilengkapi dengan peralatan komunikasi yang canggih seperti :

1. Saluran telepon hotline

2. Komputer dengan modem untuk mengakses database 3. Mesin fax, video conference

4. Televisi satelit, radio serta wire services Sebagai tambahan ruang tersebut dapat juga dilengkapi dengan :

a) Daftar komunikasi untuk kelompok kunci seperti nmanajemen puncak dan direksi perusahaan, para investor dan analis, pelanggan dan distributor, instansi pemerintah terkait, media, para penjual /outlet.

(41)

c) Grab bag : Kotak yang sudah disiapkan untuk dibawa ke area terjadinya krisis, isinya terdiri dari daftar-daftar, peralatan tulis, telepon genggam, lap top dengan modem serta tambahan uang, kartu kredit, tape recorder, kamera, film, baterai dan walkie talkie.

4) Memilih Strategi Penanganan Krisis

Sebelum mengambil langkah-langkah komunikasi untuk mengendalikan krisis, perusahaan perlu menetapkan strategi generik yang akan diambil. Menurut Steven Fink ada 3 strategi generic untuk menangani krisis, yakni28 :

1) Strategi Defensif atau strategi bertahan seperti mengulur waktu, tidak melakukan apa-apa, membentengi diri dengan kuat.

2) Strategi Adaptif seperti mengubah kebijakan, modifikasi operasional, kompromi, meluruskan citra.

3) Strategi Dinamis seperti merger dan akuisisi, investasi baru, menjual saham, meluncurkan produk baru/menarik peredaran produk lama, menggandeng kekuasaan, melempar isu baru untuk mengalihkan perhatian.

Sedangkan pesan perusahaan untuk merespon sebuah krisis, dapat menggunakan lima strategi pesan yang tergantung pada hakekat krisis yang sedang dihadapi oleh perusahaan, yaitu29 :

a. Nonexistence strategies

Biasanya dilakukan oleh perusahaan yang tidak menghadapi krisis, namun ada rumor bahwa perusahaan tersebut sedang menghadapi

28

Rhenald Kasali, “Manajemen Public Relations, Konsep dan Aplikasinya di Indonesia”, Jakarta, PT Pustaka Utama Grafiti, 2003, hal.232-233

29

I Gusti Ngurah Putra, “Manajemen Hubungan Masyarakat”, Yogyakarta, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 1999, hal.100-102

(42)

sebuah krisis atau sedang berada dalam masalah serius. Dalam strategi ini bentuk pesan bisa berupa :

1) Denial (penyangkalan) yaitu perusahaan menyangkal adanya sesuatu yang tidak beres.

2) Clarification (klarifikasi) yaitu perusahaan menolak dengan dibarengi argument dan alasan mengapa tidak terjadi krisis.

3) Attack (menyerang) yaitu perusahaan menyerang pihak yang menyebarkan isu/rumor.

4) Intimidation (intimidasi) yaitu perusahaan membuat ancaman terhadap penyebar rumor.

b. Distance Strategies

Perusahaan mengakui adanya krisis dan mencoba untuk memperlemah hubungan antara organisasi dengan krisis yang sedang terjadi. Dua hal yang dapat dilakukan organisasi adalah :

1) Excuse (memberikan alasan) yaitu perusahaan berusaha untuk mengurangi tanggung jawabnya dengan cara melakukan penolakan maksud (bahwa perusahaan tidak bermaksud melakukan hal-hal negatif) dan penyangkalan kemampuan (karena organisasi tidak mampu mengontrol situasi).

2) Justification (justifikasi) yaitu perusahaan meng-klaim bahwa kerusakan yang terjad tidak serius atau mengatakan bahwa korban wajar menanggung akibat itu serta mengemukakan bahwa krisis telah salah interpretasi.

Namun tingkat penolakan terhadap suatu penyebab krisis akan sangat tergantung pada jenis krisis yang dihadapi oleh perusahaan

(43)

tersebut. Dalam krisis yang berupa kecelakaan, penyangkalan mungkin dapat dilakukan. Sedangkan krisis yang terjadi karena kesalahan manajemen atau karena skandal, strategi penolakan kurang efektif. c. Ingratiation Strategies

Perusahaan berusaha untuk mencari dukungan publik dengan menggunakan cara-cara berikut :

1) Bolstering (mendorong) yaitu perusahaan mengingatkan public akan hal-hal positif yang telah dilakukan organisasi.

2) Transedence (pelampauan) yaitu perusahaan berusaha

menempatkan krisis dalam skala yang lebih besar.

3) Praising Others (memuji yang lain) yaitu perusahaan mengatakan hal-hal baik yang telah dilakukan public.

d. Mortification Strategies

Perusahaan berusaha memohon maaf dan menerima kenyataan bahwa memang sudah terjadi krisis. Tiga hal yang dapat dilakukan perusahaan :

1) Remediation (remediasi) yaitu perusahaan bersedia untuk memberi sejumlah kompensasi kepada korban sebuah krisis.

2) Repentance (penyesalan) yaitu perusahaan meminta maaf atau memohon ampun kepada publik.

3) Rectification (perbaikan) yaitu perusahaan mengambil tindakan yang akan mengurangi kemungkinan terjadinya krisis.

e. Suffering Strategies

Perusahaan menunjukan bahwa ia juga menderita seperti halnya pihak korban dan berusaha untuk menarik simpati publik. Strategi ini

(44)

biasanya digunakan ketika terjadi krisis karena tindakan teroris dengan bukti-bukti yang kuat baik bagi perusahaan yang mempunyai citra positif maupun citra negatif.

5) Menerapkan program untuk mengendalikan krisis

Program pengendalian adalah langkah penerapan yang dilakukan menuju strategi generik yang dirumuskan. Umumnya strategi generik dapat dirumuskan jauh-jauh hari sebelum krisis timbul, yakni sebagai guidance (petunjuk) agar para eksekutif bisa mengambil langkah yang pasti. Berbeda dari strategi generik, program pengendalian biasanya disusun di lapangan ketika krisis muncul.30 Implementasi pengendalian kemudian biasanya diterapkan pada perusahaan beserta cabang, gabungan usaha sejenis, komunitas dan divisi-divisi perusahaan.

Langkah-langkah program pengendalian krisis tersebut terdiri dari : A. Perencanaan komunikasi krisis;

yang bertujuan untuk menetralisir intervensi pihak ketiga yang mungkin dapat memperparah krisis yang sedang dihadapi perusahaan dan untuk menjaga karyawan tetap memperoleh informasi yang tepat tentang perusahaan tempat mereka bekerja, sehingga mereka menjadi tim yang memperkuat posisi perusahaan dalam menghadapi krisis. Rencana komunikasi tersebut paling tidak harus memuat beberapa hal berikut 31 :

a) Khalayak atau publik perusahaan tersebut.

30

Rhenald Kasali, “Manajemen Public Relations, Konsep dan Aplikasinya di Indonesia”, Jakarta, PT Pustaka Utama Grafiti, 2003, hal.233

31

I Gusti Ngurah Putra, “Manajemen Hubungan Masyarakat”, Yogyakarta, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 1999, hal.98

(45)

b) Tujuan kegiatan komunikasi untuk masing-masing publik.

c) Pesan yang harus disampaikan.

d) Media komunikasi yang akan digunakan. e) Bentuk informasi

f) Pelaku komunikasi atau juru bicara dalam komunikasi krisis.

g) Dukungan pihak luar dalam penguatan posisi perusahaan.

Kunci berikutnya untuk mengelola komunikasi dalam terjadinya krisis adalah dengan menempatkan perusahaan sebagai sumber informasi yang berwenang. Karena itu, perusahaan perlu bekerjasama dengan media dan kelompok luar lainnya sejak awal. Perusahaan juga perlu untuk mempersiapkan semua informasi lengkap kepada media, pejabat pemerintah, karyawan, pemegang saham, pelanggan dan pihak lain yang berkepentingan.

B. Langkah –langkah komunikasi krisis;

Cara berkomunikasi yang paling efektif dalam situasi krisis adalah memberikan informasi yang cepat, jujur dan lengkap kepada media. Kalimat seperti “No comment” malah akan membuat orang berpikir bahwa perusahaan tersebut memang bersalah, sedangkan kebisuan akan membuat media marah dan mencampuradukan masalah. Sementara itu juru bicara yang tidak terlatih, berspekulasi dengan cemas atau menggunakan kata-kata emosional, akan memperburuk suasana. Seperti yang dikata-katakan

(46)

Bapak PR Ivy L. Lee, “Don’t Kill the information and open the communication channel”, karena tindakan menutup diri akan membuat semua pihak terutama media berprasangka buruk terhadap perusahaan.32 Sesuai aturan umum, ketika informasi diberikan dengan cepat, rumor akan berhenti dan suara-suara sumbang menjadi lebih tenang.

Langkah-langkah mempersiapkan materi komunikasi dan melaksanakannya33 :

1. Menentukan crisis centre

2. Memberikan briefing kepada operator telepon.

3. Menyiapkan prosedur dan substansi menjawab semua pertanyaan mengenai krisis.

4. Menetapkan pihak-pihak yang perlu mendapatkan informasi.

5. Mempersiapkan position statement perusahaan yang mencakup; apa yang terjadi, siapa yang terkena dampak dan seberapa parah dampaknya, apa yang sedang dikerjakan untuk menangani dan memperbaiki situasi, apa yang sedang dikerjakan untuk mencegah kejadian serupa.

6. Membuat rencana komunikasi yang mencakup; urutan penyampaian kepada publik sasaran, cara penyampaian informasi, juru bicara,

32

Freser P. Seitel, “The Practice of Public Relations”, New Jersey, Prentice Hall Inc, 2001, hal. 213-214

33

Maria Wongsonagoro, “Crisis Management and Issue Management”, Jakarta, IPM Public Relations, 1995, hal.5-6

(47)

pesan/informasi kunci untuk masing-masing publik sasaran.

7. Terus memberikan informasi mengenai situasi yang terjadi kepada pihak-pihak yang perlu mengetahuinya.

C. Contoh cara penanganan dan pengendalian suatu krisis dari kasus lain Perusahaan dapat mencontoh cara penanganan dan pengendalian suatu krisis dari kasus atau perusahaan lain yang pernah tertimpa krisis serupa, atau bisa juga mengikuti aturan 4R menurut Kurt P. Stocker 34 :

1. Regret (menyesal)

Publik ingin perusahaan meminta maaf atas apa yang terjadi, bukan karena bersalah terhadap krisis tersebut, tetapi lebih kepada menyesal bahwa peristiwa tersebut harus terjadi.

2. Resolution (resolusi)

Menyatakan apa yang akan dilakukan perusahaan untuk memecahkan masalah penyebab krisis, seperti menarik semua produk yang bermasalah dan mengganti kemasannya.

3. Reform (membentuk kembali)

Meyakinkan public bahwa kasus serupa tidak akan terjadi lagi di lain hari.

4. Restitution (kompensasi)

Semua orang ingin sesuatu, tidak hanya mengacu pada hukuman oleh pengadilan. Misalnya dengan pemberian kupon diskon, atau

34

Clarke Caywood, “The Handbook of Strategic Public Relations and Integrated

(48)

dengan memberikan kupon penukaran atas produk bermasalah yang terlanjur dibeli.

6) Mengevaluasi hasil penanganan krisis, setelah krisis tersebut berlalu Setelah krisis berlalu, sebaiknya perusahaan mengadakan evaluasi tentang hasil penanganan krisis. Evaluasi dapat digunakan dengan berbagai metode riset yang tersedia, kualitatif maupun kuantitatif, yang termasuk kedalam riset primer maupun sekunder. Perusahaan dapat memilih metode riset yang sesuai dengan anggaran yang disediakan serta sumber daya internal dengan juga mempertimbangkan waktu. Bila sumber daya internal tidak mencukupi dan anggaran masih cukup besar, perusahaan dapat meminta bantuan kepada biro riset.

(49)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tipe Penelitian

Tipe Penelitian ini menggunakan analisa kualitatif. Analisa kualitatif digunakan karena merupakan sebuah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati.35

3.2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan dalan penelitian kualitatif ini adalah deskriptif. Yaitu suatu penelitian yang berkaitan dengan pengumpulan data untuk memberikan gambaran atau penegasan suatu konsep atau gejala dan juga untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan status subjek penelitian pada saat ini.36

Penelitian deskriptif ditujukan untuk :

1. Mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada.

2. Mengidentifikasikan masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku.

3. Membuat perbandingan atau evaluasi.

35

Lexy J. Moleong, “Metode Penelitian Kualitatif”, Penerbit PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hal.3

36

(50)

4. Menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang.37

3.3. Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan metode studi kasus. Metode ini biasanya digunakan dalam penelitian yang berkenaan dengan ilmu-ilmu sosial. Metode studi kasus merupakan strategi penelitian dalam pertanyaan untuk hasil dari suatu penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas.38

Menurut Dedy Mulyana, metode studi kasus merupakan uraian atau penjelasan mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok, organisasi, suatu program atau situasi sosial. Peneliti studi kasus berupa menelaah sebanyak mungkin data mengenai subjek yang diteliti. Mereka sering menggunakan metode wawancara dan pengamatan.

Metode ini menggunakan How atau Why dalam pertanyaan penelitiannya, penelitian dilakukan terhadap sejumlah individu atau kelompok, tergantung dari tujuan, ruang lingkup dari studi dapat mencakup segmen atau bagian tertentu keseluruhan siklus kehidupan dari individu atau kelompok, dan bilamana fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata. Penelitian ini terdapat pada level single

case, dimana peneliti hanya meneliti satu perusahaan saja.39

37

Jalaludin Rakhmat, “Metode Penelitian Komunikasi”, Penerbit PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1998, hal.25

38

Moh. Nazir, “Metode Penelitian”, Penerbit Ghalian Indonesia, Jakarta 2003, hal. 57 39

Referensi

Dokumen terkait