• Tidak ada hasil yang ditemukan

T B.IND 1404618 Chapter1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T B.IND 1404618 Chapter1"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah Penelitian

Materi kesusastraan di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) ataupun Kurikulum 2013 masih merupakan bagian dari pembelajaran bahasa Indonesia. Materi kesusastraan pembelajaran bahasa Indonesia baik tingkat dasar (SD), tingkat menengah (SMP), atau pun tingkat atas (SMA) diakui terasa masih sangat sempit dan sedikit. Terlebih lagi kurikulum 2013 tingkat menengah (SMP) hanya membahas teks cerpen dan teks fabel/moral dalam pembelajaran berbasis teks. Pembelajaran sastra berupa puisi hanya dimunculkan sebagai pembangun konteks yang tidak dibahas lebih dalam pada pembelajaran kesusatraan tersebut. Sastra dalam bentuk drama dan novel bahkan tidak muncul. Padahal materi kesusastraan sangat penting untuk dipelajari karena dengan mempelajari sastra, siswa mendapatkan pengetahuan yang luas untuk membentuk karakter dan kepribadian seseorang. Siswa belajar berekspresi, berkreasi dengan apa yang ada dalam ide pikiran mereka.

Sastra memang tidak bisa dilepaskan dari realitas kehidupan manusia karena sejatinya sastra adalah cerminan kehidupan di dalam masyarakat. Realitas alamiah yang diangkat oleh seorang sastrawan adalah realitas objektif yang diwarnai oleh daya imajinasi dan daya kreasi. Menurut KBBI (Sugono, 2008, hlm. 577) daya imajinasi adalah daya pikir membayangkan (angan-angan) atau menciptakan gambar (lukisan, karangan) kejadian berdasarkan kenyataan atau pengalaman seseorang, sedangkan daya kreasi adalah hasil daya cipta, hasil daya khayal (Sugono, 2008, hlm. 817), dengan kata lain daya imajinasi dan daya kreasi sama halnya dengan pola pikir dalam membayangkan dan menciptakan sesuatu yang baru, yang lain daripada yang lain, sehingga bisa terjadi satu objek yang sama yang menyebabkan lahirnya sebuah karya yang berbeda.

(2)

Sanksekerta yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi atau pengajaran, buku arsitektur, dan kamasutra (buku petunjuk mengenai cinta) (Teeuw, 2015, hlm. 23). Belajar sastra pada hakikatnya adalah belajar tentang hidup dan kehidupan. Melalui karya sastra, manusia akan memperoleh gizi batin. Dengan demikian, sisi-sisi gelap dalam hidup dan kehidupannya bisa tercerahkan lewat kristalisasi nilai yang terkandung di dalam karya sastra. Teks sastra tak ubahnya sebagai layar tempat diproyeksikannya pengalaman psikis sastra (Baksin, 2008, hlm.7).

Manusia diciptakan Tuhan dengan segala kemampuanya. Selain perasaan, kalbu, nafsu, kemampuan yang menonjol pada diri manusia adalah pikiran, karena kemampuan berpikir inilah dunia menjadi berkembang. Hal ini berbeda dengan kemampuan yang diberikan Tuhan kepada hewan. Karena tidak dikaruniai pikiran oleh Tuhan, dunia hewan tidak berkembang (Siswanto, 2008, hlm. 44). Seiring perkembangan zaman, jelaslah manusia tidak bisa lepas dari perubahan-perubahan hidup yang mengikutinya. Era globalisasi yang saat ini dialami seakan menjadi tantangan untuk bisa mengembangkan ilmu dan teknologi yang bisa memajukan peradaban dunia. Hal tersebut tentu saja merupakan pemikiran yang positif untuk bisa dimiliki oleh manusia sebagai penghuni bumi dan seisinya. Akan tetapi, ada satu kekhawatiran yang terjadi apabila kita mengikuti perkembangan dunia dan mencoba menghilangkan sekat-sekat budaya satu dengan lainnya sedikit demi sedikit. Karakter budaya tertentu akan menjadi semakin samar dan tergantikan dengan budaya global yang bersifat umum. Kecenderungan warna budaya tertentu yang berbasis budaya etnis dan kekhasan akan semakin luntur.

(3)

indikator utama lahirnya kearifan lokal (Ratna, 2011, hlm. 90). Salahudin dan Alkrienciehie (2013, hlm. 32) juga berpendapat kaum terpelajar merupakan asset masa depan bangsa Indonesia, apabila para pelajar dan mahasiswa diabaikan pendidikan karakternya, kegagalan bangsa ini semakin dekat.

Sejatinya, pendidikan tak hanya berhenti sebatas Ujian Nasional (UN) dan pengajaran ilmu pengetahuan, lebih dari itu pendidikan adalah penanaman nilai-nilai. Artinya, pendidikan menguatkan karakter dan harus selalu disuarakan. Fenomena-fenomena kekerasan, kecurangan, korupsi, gaya hidup instan, merupakan gejala yang harus dijawab dengan membentuk karakter anak bangsa yang berakhlak mulia (Harry, 2015). Pendidikan berakar pada budaya bangsa untuk membangun kehidupan bangsa masa kini dan masa mendatang. Bahkan pandangan ini menjadikan kurikulum yang terbaru pun yaitu Kurikulum 2013 dikembangkan berdasarkan budaya bangsa yang beragam, diarahkan untuk membangun kehidupan masa kini, dan untuk membangun dasar bagi kehidupan bangsa yang lebih baik di masa depan. Mempersiapkan peserta didik untuk kehidupan masa depan selalu menjadi kepedulian kurikulum (Juliawati, dkk. 2015, hlm. 2).

Begitu juga kebudayaan yang terdapat di daerah Cirebon. Daerah ini merupakan kawasan jalur transfortasi Trans Sumatra-Jawa-Bali, masyarakat biasa menyebutnya dengan jalur Pantura (Pantai Utara Jawa). Pola perilaku sosial masyarakat Cirebon sangat kentara bila dibandingkan dengan masyarakat lainnya, hal ini berhubungan erat dengan sistem budaya keraton yang memengaruhi kultur masyarakat Cirebon dan sekitarnya. Keragaman dan kekayaan budaya pada masyarakat Cirebon tidak lepas dari historis keraton sebagai pusat kekuasaan sosial, politik, ekonomi dan budaya. Kemunculannya sejak masa kejayaan kesultanan Islam pada masa kekuasaan Syech Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Disinilah perlunya mengangkat, melestarikan, dan menyebarluaskan budaya Cirebon kepada lapisan masyarakat khususnya siswa agar memahami dan melestarikan budayanya dalam kehidupan sehari-hari.

(4)

mengomentari buku cerita yang dibaca, menanggapi cara pembacaan cerpen, menjelaskan hubungan latar suatu cerpen dengan realitas sosial, menemukan realitas kehidupan anak yang terefleksi dengan buku cerita anak baik asli maupun terjemahan. Pembelajaran cerpen di kelas 9 meliputi menceritakan kembali secara lisan isi cerpen, menemukan tema, latar, dan penokohan pada cerpen-cerpen dalam satu kumpulan cerpen, menganalisis nilai-nilai kehidupan pada cerpen-cerpen dalam satu kumpulan cerpen-cerpen, menulis kembali dengan kalimat sendiri cerita pendek yang pernah dibaca, menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa yang pernah dialami. Dalam Kurikulum 2013 cerpen dijelaskan secara khusus pada teks cerpen di kelas 7 meliputi menangkap makna teks cerpen baik secara lisan maupun tulisan, menyusun teks cerita pendek yang sesuai dengan karakteristik teks yang akan dibuat secara lisan maupun tulisan, menelaah dan merevisi hasil teks cerita pendek sesuai dengan struktur dan kaidah teks baik secara lisan maupun tulisan, meringkas teks cerita pendek baik secara lisan maupun tulisan.

Cerita pendek sesuai dengan namanya adalah cerita yang pendek, menuntut penceritaan yang serba ringkas, tidak sampai pada detail-detail khusus yang lebih bersifat memperpanjang cerita. Dalam cerpen diceritakan sepenggal kehidupan tokoh yang berisi pertikaian, peristiwa yang mengharukan, atau menyenangkan, dan mengandung pesan yang mendalam dan tidak dapat dilupakan (Irawati, dkk., 2013, hlm. 3). Cerpen sebagai cerita rekaan tentunya ditulis oleh pengarang. Cerita yang disajikan pun tidak terlepas dari realita yang terjadi di sekeliling pembaca. Realita inilah yang dapat dipelajari oleh siswa dan mengetahui hikmah yang terkandung di dalam cerpen tersebut untuk dijadikan sebagai pedoman hidup. Cerpen dibuat dengan memperhatikan atau mengedepankan arti dan nilai yang cukup penting bagi pembaca.

(5)

dan mudah dipahami pembaca. Para penulis cerpen pun berlomba-lomba membuat cerpen yang menarik minat para pembaca, bahkan banyak di antaranya adalah siswa SMP, SMA, dan yang lebih banyak dari kalangan mahasiswa. Menurut Sofia (2015, hlm. 195) sebagai genre sastra yang ringkas dan mudah diberi ruang oleh media massa serta mudah dijangkau oleh masyarakat, cerpen memang perlu untuk selalu diapresiasi. Beberapa hal yang membuat cerpen sangat dekat dengan masyarakat ialah karena cerpen menekankan pada fakta bahwa fiksi harus representatif dan berupa dunia yang ringkas.

Penggunaan cerpen sebagai bahan ajar di sekolah didasarkan karena adanya materi tentang pembahasan mengenai keterampilan membaca cerpen, menyimak cerpen, sampai pada tahap penulisan cerpen di tingkat menengah pertama pada Kurikulum KTSP, sedangkan pada Kurikulum 2013 materi teks cerpen dibahas secara khusus di kelas tujuh, dengan benyak memberikan contoh-contoh cerpen seperti dalam membangun konteks, menentukan struktur teks cerpen, menyusun teks cerpen, dan membandingkan teks cerpen dengan teks yang lain. Kurikulum yang lama maupun yang terbaru masih membahas cerpen secara mendalam, namun materi-materi sastra cerpen yang terdapat dalam buku-buku teks yang diwajibkan di sekolah dirasa masih kurang lengkap. Minimnya materi tersebut menyebabkan guru tidak leluasa memilih bahan sesuai dengan kebutuhan siswa, sehingga guru sulit untuk memvariasikan materi ajar. Oleh karena itu, ketergantungan guru pada pilihan materi yang minim dan sikap yang terikat pada otoritas dalam memilih bahan ajar perlu diubah pada kegiatan yang kreatif dalam memilih dan menentukan bahan ajar yang sesuai dan menarik. Sehingga, pembelajaran sastra di sekolah diharapkan mampu meningkatkan kemampuan pembelajaran dalam mengapresiasikan suatu karya sastra. Hamidah juga berpendapat (2015, hlm. 108) pembelajaran teks sastra, khususnya teks cerita pendek adalah pembelajaran yang tidak hanya ditunjukan untuk meningkatkan kompetensi yang diharapkan oleh kurikulum 2013, tetapi juga sudah seharusnya melibatkan apresiasi terhadap karya cipta dan budaya.

(6)

memiliki budaya sendiri selain budaya jawa ataupun budaya sunda yang sangat kental dengan kekuatan realiginya. Kedua surat kabar tersebut sangat popular di masyarakat Cirebon dan sangat diminati oleh banyak kalangan. Memunculkan rubrik cerpen dari mulai berdirinya surat kabar tersebut sampai sekarang, walaupun memang tema yang mengarah tentang budaya sangat minin, namun ada beberapa cerpen yang sudah memenuhi kriteria tema yang mengangkat tradisi budaya masyarakat Cirebon yang mulai dilupakan oleh para generasi kita. Hal tersebut tentu saja bisa memaksimalkan peran guru bahasa Indonesia untuk menyediakan, mencari atau menganalisis cerpen-cerpen yang terdapat pada surat kabar, majalah atau buku-buku kumpulan cerpen, sehingga banyak variasi untuk menggunakan banyak media dalam pembelajaran bahasa Indonesia.

Penelitian mengenai pembahasan cerpen dalam surat kabar sudah dilakukan oleh Ruskanda (2014) dengan judul penelitiannya yaitu Struktur dan Nilai-nilai Religius dalam Cerpen Anak Karya Anak-anak pada Surat Kabar

Pikiran Rakyat dan Pemanfaatannya sebagai Bahan Ajar Apresiasi Sastra di

SMP. Selain itu penelitian tentang cerpen juga dilakukan oleh Moh. Taufik (2011) dalam judul penelitiannya yaitu Analisis Nilai-nilai Humanis dalam cerpen pada Majalah Horison dengan Pendekatan Psikologi Sastra sebagai Bahan

Pembelajaran Apresiasi Sastra di SMA. Pembahasan penelitian tentang cerpen dan sekaligus dengan nilai-nilai budaya atau nilai-nilai kearifan lokal juga diteliti oleh Tessa Dwi Leoni (2014) dengan judul tesisnya yaitu Struktur Nilai-nilai Religius Islam, dan Representasi Budaya Minangkabau dalam Cerpen Karya

Pengarang-pengarang Minangkabau pada Koran Kompas 2013 sebagai

Alternatif Bahan Ajar di SMA. Selain itu Welsy Damayanti (2009) dalam Kajian Struktur dan Nilai Budaya dalam Kumpulan Cerpen Robohnya Surau Kami Karya

A.A. Navis. Dengan mengenalkan struktur pembentuk cerpen, siswa akan menggali isi dalam cerpen tersebut, dan menggali nilai-nilai yang terkandung dalam cerpen, hal tersebut dapat membangkitkan pikiran siswa untuk mencari hal-hal yang dijadikan sebagai pelajaran bagi kehidupannya.

(7)

juga dilakukan berkenaan dengan masih minimnya penelitian pada cerpen yang ada di surat kabar daerah dan belum banyaknya penelitian yang terkait dengan nilai-nilai budaya dalam menunjang pembelajaran sastra di sekolah khususnya nilai budaya di daerah Cirebon. Hal itulah yang melatarbelakangi ketertarikan penulis untuk melakukan penelitian cerpen yang ada pada dua surat kabar yang ada di Cirebon dengan memfokuskan pada nilai-nilai kearifan lokal dan pemanfaatannya sebagai bahan ajar prosa fiksi di SMP.

B.Identifikasi Masalah Penelitian

Berdasarkan hasil pengamatan dan studi pendahuluan yang telah dilaksanakan sebelumnya. Penelitian ini memfokuskan pada nilai-nilai kearifan lokal dalam cerpen surat kabar yang ada di Cirebon, dengan identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Penelitian terhadap cerpen dalam surat kabar di Cirebon belum pernah dilakukan sehingga penelitian ini perlu dilakukan;

2. Cerpen pada surat kabar di Cirebon memiliki nilai kearifan lokal sehingga perlu dimanfaatkan untuk peserta didik;

3. Masih terbatasnya sumber belajar sastra terutama yang berkaitan dengan nilai kearifan lokal dalam cerpen;

4. Masih terbatasnya bahan ajar sastra terkait dengan nilai kearifan lokal untuk SMP.

C.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang peneliti tersebut dapat dirumuskan fokus permasalahan penelitian ini seperti berikut.

1. Bagaimanakah struktur cerpen yang terdapat dalam surat kabar di Cirebon?

2. Bagaimanakah nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat dalam cerpen surat kabar di Cirebon?

(8)

D.Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang struktur serta nilai-nilai kearifan lokal yang tergambar dalam cerpen dan pemanfaatannya sebagai bahan ajar. Berdasarkan ilustrasi di atas, secara operasional penelitian ini bertujuan untuk menyajikan deskripsi berkaitan dengan:

(1) struktur cerpen dalam surat kabar di Cirebon;

(2) nilai-nilai kearifan lokal dalam cerpen surat kabar di Cirebon;

(3) bahan ajar prosa fiksi di SMP dari cerpen yang terdapat dalam surat kabar di Cirebon.

E.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan dampak positif bagi perkembangan sastra di sekolah, masyarakat, dan sumbangan literatur penelitian tentang sastra yang berkaitan dengan nilai kearifan lokal. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoretis maupun praktis. Manfaat secara teoretis adalah sebagai berikut.

1. Memberikan pengetahuan terhadap struktur cerpen yang terdapat pada surat kabar di Cirebon. Dengan mengetahui struktur cerpen, akan mudah memahami isi dan makna cerita yang terdapat di dalam cerpen secara utuh.

2. Memberikan pengetahuan terhadap nilai kearifan lokal yang terdapat dalam surat kabar di Cirebon. Pengetahuan nilai kearifan lokal ini akan berguna bagi guru dan siswa untuk mendapatkan konsep mengenai budaya yang ada di Cirebon, sehingga dapat menanamkan sikap kecintaan siswa terhadap daerah Cirebon dan sebagai sarana untuk melestarikan kebudayaan daerahnya. Hal tersebut bisa menjadi bahan pembelajaran bagi siswa.

(9)

Adapun manfaat praktisnya adalah bahwa hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pendidik dalam memilih bahan ajar untuk meningkatkan pembelajaran sastra di SMP dengan mengimplementasikan struktur dan nilai kearifan lokal dalam cerpen.

F. Struktur Organisasi Penulisan

Struktur oganisasi tesis merupakan sistematika penulisan yang disesuaikan dengan ranah dan cakupan disiplin bidang ilmu yang ada di Universitas bersangkutan. Dalam hal ini, struktur organisasi tesis terdiri dari bagian, diantaranya sebagai berikut.

1. Bagian Awal.

Dalam bagian awal, disebutkan beberapa unsur-unsur yang terdapat di dalamnya, diantaranya halaman judul, halaman pengesahan, halaman pernyataan tentang keaslian tesis, kata pengantar, ucapan terima kasih, abstrak, daftar isi, daftar tabel dan daftar diagram.

2. Bagian inti

Dalam bagian inti, disebutkan beberapa unsur-unsur yang terdapat di dalamnya, diantaranya:

1) bab 1, dalam bagian ini dipaparkan mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi tesis.

2) bab 2, dalam bagian ini dipaparkan mengenai teori-teori tentang pendekatan sastra, teori tentang cerita pendek, teori struktural sastra, teori-teori tentang nilai-nilai kearifan lokal dan teori-teori-teori-teori bahan pembelajaran apresiasi sastra.

3) bab 3, dalam bagian ini diuraikan mengenai metode penelitian, desain penelitian, sumber dan data penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data penelitian, dan isu etik.

(10)

Cirebon, analisis nilai-nilai kearifan lokal dalam cerpen surat kabar di Cirebon dan menyusun bahan kegiatan pembelajaran.

5) bab 5, dalam bagian ini dipaparkan mengenai bahan kegiatan pembelajaran dan implementasi bahan kegiatan pembelajaran apresiasi sastra.

6) bab 6, dalam bagian ini dipaparkan mengenai simpulan penelitian dan saran-saran penelitian.

3. Bagian Akhir

Referensi

Dokumen terkait

฀ A Catalog Service Web ( CSW version 2.0 or higher) that registers all data sources and services used in this pilot as well as externally provided Arctic

pada metilen biru layaknya berupa kation logam yang sangat reaktif berikatan dengan dua gugus aktif kitosan yakni gugus amina (NH 2 ) dan hidroksil (OH), maka pada

Tampilan antarmuka Latihan Matematika – Hitung Bilangan pada pembelajaran IPA dan Matematika untuk Anak Tunagrahita SMPLB-C, dimana pada latihan ini diberikan

Hasil pengolahan data penelitian diperoleh bahwa program pendidikan layanan khusus bagi anak berhadapan dengan hukum di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II

merupakan salah satu jenis ikan kakap yang banyak dicari oleh konsumen. sebagai bahan konsumsi masyarakat yaitu sebagai lauk-pauk harian

Bila krisis ekonomi melanda, perusahaan nasional maupun perusahaan swasta yang didukung pemerintah akan lebih mungkin di- bail out oleh negara, seperti yang

Nilai tersebut signifikan pada alpha (α) 10% sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor politik (POL) yang memisahkan kategori kepala daerah incumbent dan non

Pada tahap pengklasifikasian data ini, peneliti mengklasifikasikan berita mana saja yang mengandung kohesi aspek gramatikal dan leksikal yang ada dalam wacana