• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Perencanaan Kebutuhan Obat dalam Implementasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Perencanaan Kebutuhan Obat dalam Implementasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Medan"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jaminan Kesehatan Nasional

2.1.1. Pengertian Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Sedangkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merupakan badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. BPJS Kesehatan mulai operasional pada tanggal 1 Januari 2014 (Kemenkes RI, 2013).

Di Indonesia, falsafah dan dasar negara Pancasila terutama sila ke 5 juga mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Hak ini juga termaktub dalam UUD 45 pasal 28H dan pasal 34, dan diatur dalam UU 36/2009 tentang Kesehatan. Dalam UU 36/2009 ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.

(2)

seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) (Kemenkes RI, 2013).

2.1.2. Tujuan dan Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional

Tujuan diadakannya JKN adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak. Sedangkan Manfaat JKN bersifat pelayanan kesehatan perorangan, mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan. JKN merupakan program asuransi sosial yang diselenggarakan secara wajib berdasarkan suatu undang-undang, dengan tujuan untuk memberikan perlindungan dasar bagi kesejahteraan masyarakat. Asuransi tersebut memberikan beberapa keuntungan sebagai berikut : Pertama, memberikan manfaat yang komprehensif dengan premi terjangkau. Kedua, menerapkan prinsip kendali biaya dan mutu (Kemenkes RI, 2013).

2.1.3. Prinsip Jaminan Kesehatan Nasional

Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip-prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yaitu :

a. Prinsip Kegotongroyongan

(3)

terwujud karena kepesertaan SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu. Dengan demikian, melalui prinsip gotong jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

b. Prinsip Nirlaba

Pengelolaan dana amanat oleh BPJS adalah nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan utama adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat adalah dana amanat, sehingga hasil pengembangannya, akan di manfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta. Prinsip keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas. Manajemen ini mendasari prinsip kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya.

c. Prinsip Portabilitas

Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

d. Prinsip Kepesertaan Bersifat Wajib

(4)

mandiri, sehingga pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat.

e. Prinsip Dana Amanat

Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan-badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.

f. Prinsip hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial

Dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta (Kemenkes RI, 2013).

2.1.4. Program Jaminan Kesehatan Nasional

Program JKN secara umum sama dengan asuransi pada umumnya. Dalam Undang-undang No.40 Tahun 2004 tentang SJSN mendelegasikan 4 teknis penyelenggaran program JKN, yaitu:

a. Kepesertaan

Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran. Peserta tersebut meliputi Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN dan bukan PBI JKN dengan rincian sebagai berikut:

a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu.

(5)

1) Pekerja penerima upah dan anggota keluarganya, yaitu: a) Pegawai Negeri Sipil;

b) Anggota TNI; c) Anggota Polri; d) Pejabat Negara;

e) Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri; f) Pegawai Swasta; dan

g) Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan huruf f yang menerima Upah.

2) Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu: a) Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri dan

b) Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah.

c) Pekerja sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, termasuk warga negara asing yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

3) Bukan Pekerja dan anggota keluarganya terdiri atas: a) Investor;

b) Pemberi Kerja; c) Penerima Pensiun; d) Veteran;

e) Perintis Kemerdekaan; dan

(6)

4) Penerima pensiun terdiri atas:

a) Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;

b) Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun; c) Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;

d) Penerima Pensiun selain huruf a, huruf b, dan huruf c; dan

e) Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d yang mendapat hak pensiun. Anggota keluarga bagi pekerja penerima upah meliputi:

a. Istri atau suami yang sah dari Peserta; dan

b.Anak kandung, anak tiri dan/atau anak angkat yang sah dari Peserta, dengan kriteria:

1. Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri; dan

2.Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.

Sedangkan Peserta bukan PBI JKN dapat juga mengikutsertakan anggota keluarga yang lain.

JKN sebagai sebuah program asuransi kesehatan mengatur tentang hak dan kewajiban peserta:

Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berhak:

(7)

(b) Setiap Peserta yang telah terdaftar pada BPJS Kesehatan berkewajiban untuk: a). membayar iuran dan b). melaporkan data kepesertaannya kepada BPJS Kesehatan dengan menunjukkan identitas Peserta pada saat pindah domisili dan atau pindah kerja (Kemenkes RI, 2013).

b. Pembiayaan 1. Iuran

Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan Kesehatan (pasal 16, Perpres No. 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan).

2. Pembayar Iuran

(a) Peserta PBI, iuran dibayar oleh Pemerintah.

(b) Peserta Pekerja Penerima Upah, Iurannya dibayar oleh Pemberi Kerja dan Pekerja.

(c) Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja iuran dibayar oleh Peserta yang bersangkutan.

(d) Besarnya Iuran Jaminan Kesehatan Nasional ditetapkan melalui Peraturan Presiden dan ditinjau ulang secara berkala sesuai dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang layak (Kemenkes RI, 2013).

C. Pelayanan 1. Jenis Pelayanan

(8)

non medis). Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari fasilitas kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.

2. Prosedur Pelayanan

Peserta yang memerlukan pelayanan kesehatan pertama-tama harus memperoleh pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama. Bila Peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, maka hal itu harus dilakukan melalui rujukan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama, kecuali dalam keadaan kegawatdaruratan medis (Kemenkes RI, 2013).

2.2. Obat

2.2.1. Pengertian Obat

Obat merupakan sedian atau paduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistim fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi (Depkes RI, 2005). Menurut Ansel (2006), obat adalah zat yang digunakan untuk diagnosis, mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan.

2.2.2. Peran Obat

Peran obat secara umum adalah sebagai berikut: 1. Penetapan diagnosa

2. Untuk pencegahan penyakit 3. Menyembuhkan penyakit

(9)

5. Mengubah fungsi normal tubuh untuk tujuan tertentu 6. Peningkatan kesehatan

7. Mengurangi rasa sakit (Chaerunissa dkk, 2009). 2.2.3. Penggolongan Obat

2.2.3.1. Berdasarkan Jenisnya

1. Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas

Obat bebas merupakan obat yang bisa dibeli bebas di apotek, bahkan warung, tanpa resep dokter, ditandai lingkaran hijau bergaris tepi hitam. Obat Bebas Terbatas (dulu disebut daftar W=Waarschuwing = peringatan), yakni obat-obatan dalam jumlah tertentu masih bisa dibeli di apotik, tanpa resep dokter, memakai lingkaran biru bergaris tepi hitam.

2. Obat Keras

Obat keras (dulu disebut obat daftar G = Gevaarlijk = berbahaya), yaitu obat berkhasiat keras yang untuk mendapatkannya harus dengan resep dokter, memakai tanda lingkaran merah bergaris tepi hitam dengan tulisan huruf K didalamnya.

3. Psikotropika dan Narkotika

(10)

2.2.3.2. Berdasarkan Mekanisme Kerja Obat Obat digolongkan menjadi lima jenis :

1. Obat yang bekerja terhadap penyebab penyakit, misalnya penyakit karena bakteri atau mikroba, contoh: antibiotik.

2. Obat yang bekerja mencegah keaadan patologis dari penyakit, contoh: serum, vaksin.

3. Obat yang menghilangkan gejala penyakit = simptomatik, missal gejala penyakit nyeri, contoh: analgetik, antipiretik.

4. Obat yang bekerja untuk mengganti atau menambah fungsi-fungsi zat yang kurang, contoh: vitamin, hormon.

5. Pemberian placebo, adalah pemberian sediaan obat yang tanpa zat berkhasiat untuk orang-orang yang sakit secara psikis, contoh: aqua proinjection Selain itu, obat dapat dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya misalkan antihipertensi, cardiaca, diuretic, hipnotik, sedative dan lain-lain (Chaerunissa dkk, 2009).

2.2.3.3. Berdasarkan Tempat atau Lokasi Pemakaiannya Obat dibagi dua golongan:

1. Obat Dalam, misalnya obat-obat peroral. Contoh: antibiotik, acetaminophen

(11)

2.2.3.4. Berdasarkan Cara Pemberiannya

1. Oral, obat yang diberikan atau dimasukkan melalui mulut, Contoh: serbuk, kapsul, tablet sirup.

2. Parektal, obat yang diberikan atau dimasukkan melalui rectal. Contoh supositoria, laksatif.

3. Sublingual, dari bawah lidah, kemudian melalui selaput lendirdan masuk ke pembuluh darah, efeknya lebih cepat. Untuk penderita tekanan darah tinggi, Contoh: tablet hisap, hormone.

4. Parenteral, obat suntik melaui kulit masuk ke darah. Ada yang diberikan secara intravena, subkutan, intramuscular, intrakardial.

5. Langsung ke organ, contoh intrakardial.

6. Melalui selaput perut, intraperitoneal (Anief, 2007). 2.2.3.5. Berdasarkan Efek yang Ditimbulkannya

1. Sistemik: masuk ke dalam sistem peredaran darah, diberikan secara oral 2. Lokal : pada tempat-tempat tertentu yang diinginkan, misalnya pada kulit,

telinga, mata (Anief, 2007). 2.2.3.6. Berdasarkan Penamaannya

Menurut Widodo (2004), penamaan obat dibagi menjadi tiga, yaitu : 1. Nama Kimia, yaitu nama asli senyawa kimia obat.

(12)

3. Nama Dagang atau Merek, yaitu nama yang diberikan oleh masing-masing produsen obat. Obat bermerek disebut juga dengan obat paten.

2.3. Obat Nama Generik

2.3.1. Pengertian Obat Generik

Obat Generik (Unbranded Drug) adalah obat dengan nama generik, nama resmi yang telah ditetapkan dalam Farmakope Indonesia dan INN (International Non-propietary Names) dari WHO (World Health Organization) untuk zat berkhasiat yang

dikandungnya. Nama generik ini ditempatkan sebagai judul dari monografi sediaan obat yang mengandung nama generik tersebut sebagai zat tunggal.

Obat generik berlogo yaitu obat yang diprogram oleh pemerintah dengan nama generik yang dibuat secara CPOB (Cara Produksi Obat yang Baik). Harga obat disubsidi oleh pemerintah. Logo generik menunjukkan persyaratan mutu yang ditetapkan oleh Mentri Kesehatan Republik Indonesia. Sedangkan obat generik esensial adalah obat generik terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat (Widodo, 2004).

2.3.2. Pengenalan Obat Generik

(13)

(BPOM). Obat tersebut mendapat nama generik dan nama dagang. Nama dagang ini sering disebut nama paten. Perusahaan obat yang menemukan obat tersebut dapat memasarkannya dengan nama dagang. Nama dagang biasanya diusahakan yang mudah diingat oleh pengguna obat. Disebut obat paten karena penemu tersebut berhak atas paten penemuan obat tersebut dalam jangka waktu tertentu. Selama paten tersebut masih berlaku, obat ini tidak boleh diproduksi oleh pabrik lain, baik dengan nama dagang pabrik peniru ataupun dijual dengan nama generiknya. Obat nama dagang yang telah habis masa patennya dapat diproduksi dan dijual oleh pabrik lain dengan nama dagang berbeda yang biasanya disebut sebagai me-too product di beberapa negara barat disebut branded generic atau tetap dijual dengan nama generik (Chaerunissa, dkk, 2009).

2.3.3. Manfaat Obat Generik

Menurut Widodo (2004) manfaat obat generik secara umum adalah :

1. Sebagai sarana pelayanan kesehatan masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

2. Dari segi ekonomis obat generik dapat dijangkau masyarakat golongan ekonomi menengah kebawah.

3. Dari segi kualitas obat generik memiliki mutu atau khasiat yang sama dengan obat yang bermerek dagang (obat paten).

2.3.4. Kebijakan Obat Generik

(14)

pemanfaatan obat generik ini dapat mencapai tujuan yang diinginkan, maka kebijakan tersebut mencakup komponen-komponen berikut :

1. Produksi obat generik dengan Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB). Produksi dilakukan oleh produsen yang memenuhi syarat CPOB dan disesuaikan dengan kebutuhan akan obat generik dalam pelayanan kesehatan.

2. Pengendalian mutu obat generik secara ketat.

3. Distribusi dan penyediaan obat generik di unit-unit pelayanan kesehatan. 4. Peresapan berdasarkan atas nama generik, bukan nama dagang.

5. Penggantian (substitusi) dengan obat generik diusulkan diberlakukan di unit pelayanan kesehatan.

6. Informasi dan komunikasi mengenai obat generik bagi dokter dan masyarakat luas secara berkesinambungan.

7. Pemantauan dan evaluasi penggunaan obat generik secara berkala. 2.3.5. Faktor yang Menghambat Masyarakat terhadap Obat Generik 1. Akses Obat

Akses masyarakat terhadap obat esensial dipengaruhi oleh empat faktor utama, yaitu:

a) Penggunaan obat yang rasional; b) Harga yang terjangkau;

c) Pembiayaan yang berkelanjutan

(15)

2. Harga Obat

Harga obat di Indonesia umumnya dinilai mahal dan struktur harga obat tidak transparan. Penelitian WHO menunjukkan perbandingan harga antara satu nama dagang dengan nama dagang yang lain untuk obat yang sama, berkisar 1:2 sampai 1:5. Penelitian di atas juga membandingkan harga obat dengan nama dagang dan obat generik menunjukkan obat generik bukan yang termurah. Survai dampak krisis rupiah pada biaya obat dan ketersediaan obat esensial antara 1997 – 2002 menunjukkan bahwa biaya resep rata-rata di sarana kesehatan sektor swasta jauh lebih tinggi dari pada di sektor publik yang menerapkan pengaturan harga dalam sistem suplainya (Depkes RI, 2005)

3. Tingkat Ketersediaan Obat

Rendahnya ketersediaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dapat berimplikasi secara langsung pada akses obat generik, sebagai gantinya pasien membeli obat generik di apotik. Apotik swasta mempunyai obat generik lebih sedikit dibandingkan dengan yang disediakan oleh dokter. Sehingga apotik menyediakan obat paten lebih banyak. Selama ketersedian obat kurang tersedia maka pasien mengeluarkan uang lebih banyak untuk membayar obat.

4. Informasi Obat

(16)

peringatan-peringatan penggunaan suatu obat, serta harga obat, dan informasi mengenai pilihan obat yang tepat bagi konsumen (Widodo, 2004).

5. Keterjangkauan Obat

Keterjangkauan obat dapat dipandang dari sudut geografis, ekonomi dan sosial politik. Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari 17.504 pulau dimana 5.707 diantaranya sudah bernama. Namun pulau yang telah berpenghuni jumlahnya lebih kecil. Saat ini sebagian masyakat Indonesia tinggal di daerah terpencil, daerah tertinggal, dan wilayah perbatasan. Sebagian lagi tinggal di daerah rawan bencana baik bencana alam dan bencana buatan manusia seperti : ketidak-stabilan politik dan tingginya tingkat kemiskinan. Dengan pola penyebaran penduduk seperti tersebut di atas, maka diperlukan adanya perbedaan pengelolaan obat sesuai dengan karateristik masing-masing daerah. Sebagai contoh kita dapat melakukan pengelompokan Provinsi Kepulauan : Riau, NTB, NTT, Maluku dan Maluku Utara lebih memiliki karakteristik geografis kepulauan. Sedangkan propinsi di Kalimantan dan Papua dapat dikategorikan daratan luas dengan hambatan transportasi. Kategori lain adalah Pulau Jawa, Bali, Sumatera dan Sulawesi (Depkes RI, 2005).

2.4. Dasar Kebijakan Umum Obat

(17)

1. Obat dan perbekalan kesehatan adalah kebutuhan dasar manusia dan karena itu tidak diperlakukan sebagai komoditas ekonomi semata

2. Obat dan perbekalan kesehatan sebagai barang publik harus dijamin ketersediaan dan keterjangkauannya, dan karena itu penetapan harga obat dan perbekalan kesehatan tidak diserahkan kepada mekanisme pasar melainkan dikendalikan oleh pemerintah

3. Pengadaan obat, yang mengutamakan obat esensial generik bermutu, serta penyediaan perbekalan kesehatan, diselenggarakan secara adil dan merata serat terjangkau oleh masyarakat, melalui optimalisasi industri nasional yang didukung oleh industri bahan baku sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

4. Pengadaan dan pemanfaatan obat di sarana pelayanan kesehatan mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN)

5. Pemanfaatan obat dan perbekalan kesehatan diselenggarakan secara rasional dengan memperhatikan aspek mutu, manfaat, harga, kemudahan diakses serta keamanan bagi masyarakat dan lingkungannya

Bentuk pokok subsistem obat dan perbekalan kesehatan (Kemenkes RI, 2010) antara lain :

1. Perencanaan obat dan perbekalan kesehatan secara nasional diselenggarakan oleh pemerintah.

(18)

3. Pengadaan obat dan perbekalan kesehatan yang dibutuhkan oleh pembangunan kesehatan menjadi tanggungjawab pemerintah

4. Pendistribusian obat dan perbekalan kesehatan diselenggarakan melalui Pedagang Besar Farmasi (PBF)

5. Pemerataan obat dan perbekalan kesehatan diarahkan pada pemakaian obat-obat esensial generik

6. Peningkatan keterjangkauan obat dan perbekalan kesehatan dilaksanakan melalui kajian dan penetapan harga secara berkala oleh pemerintah bersama pengusaha dengan menggunakan harga obat produksi industri farmasi pemerintah sebagai acuan (price leader)

7. Pengawasan mutu produksi obat dan perbekalan kesehatan pada tahap pertama dilakukan oleh industri yang bersangkutan sesuai denga CPOB yang ditetapkan oleh pemerintah

8. Pengawasan distribusi, promosi serta pemanfaatan obat dan perbekalan kesehatan, termasuk efek samping serta pengendalian harganya dilakukan oleh pemerintah bekerja sama dengan kalangan pengusaha, organisasi profesi dan masyarakat.

2.5. Manajemen Logistik Obat

(19)

berkualitas baik, tersebar secara merata, jenis dan jumlah sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat di unit pelayanan kesehatan (Kemenkes RI, 2010).

Pengelolaan obat yang efektif dan efisien diharapkan dapat menjamin :

1. Tersedianya rencana kebutuhan jenis dan jumlah obat sesuai dengan kebutuhan Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) di kabupaten/kota

2. Tersedianya anggaran pengadaan obat yang dibutuhkan sesuai dengan waktunya 3. Terlaksananya pengadaan obat yang efektif dan efisien

4. Terjaminnya penyimpanan obat dengan mutu yang baik

5. Terjaminnya pendistribusian obat yang efektif dengan waktu tunggu (lead time) yang pendek

6. Terpenuhinya kebutuhan obat yang mendukung PKD sesuai dengan jenis, jumlah dan waktu yang dibutuhkan

7. Tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM) dengan jumlah dan kualifikasi yang tepat

8. Digunakannya obat secara rasional sesuai dengan pedoman yang disepakati. 9. Tersedianya informasi pengelolaan dan penggunaan obat yang sahih, akurat dan

mutakhir.

(20)

(use). Keempat fungsi tersebut didukung oleh penunjang pengelolaan yang terdiri dari organisasi (organization), pembiayaan dan kesinambungan (financing and sustainability), pengelolaan informasi (information management) dan pengelolaan

dan pengembangan SDM (human resources managament).

Pelaksanaan keempat fungsi dasar dan keempat elemen sistem pendukung pengelolaan tersebut didasarkan pada kebijakan (policy) dan atau peraturan perundangan yang mantap serta didukung oleh kepedulian masyarakat dan petugas kesehatan terhadap program bidang obat dan pengobatan (Kemenkes RI, 2010).

Pada prinsipnya perencanaan obat merupakan suatu proses kegiatan menentukan jenis dan jumlah obat dalam rangka pengadaan obat agar sesuai dengan kebutuhan untuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Adapun tujuan perencanaan pengadaan obat antara lain adalah:

1. Mengetahui jenis dan jumlah obat yang tepat sesuai dengan kebutuhan 2. Menghindari terjadinya kekosongan obat

3. Meningkatkan penggunaan obat yang rasional 4. Meningkatkan efisiensi penggunaan obat

(21)

Menurut Depkes RI (2009) bahwa perencanaan kebutuhan obat adalah salah satu aspek penting dan menentukan dalam pengelolaan obat karena perencanaan kebutuhan akan mempengaruhi pengadaan, pendistribusian dan penggunaan obat di unit pelayanan kesehatan. Tujuan perencanaan kebutuhan obat adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk program kesehatan yang telah ditetapkan.

Menurut Depkes RI (2004) data yang diperlukan untuk mendukung proses proses perencanaan obat antara lain :

1. Data populasi total disuatu wilayah dan rata-rata pertumbuhan penduduk per tahun

2. Data status kesehatan yang menyangkut angka penyakit terbanyak pada dewasa dan anak

3. Data yang berkaitan dengan obat, seperti jumlah penulis resep (prescriber), jumlah biaya yang tersedia, jumlah farmasis dan asisten apoteker dan jumlah item obat yang tersedia di pasaran.

2.6. Perencanaan Kebutuhan Obat Publik

Perencanaan kebutuhan obat merupakan kegiatan utama sebelum melakukan proses pengadaan obat. Langkah-langkah yang diperlukan dalam kegiatan perencanaan kebutuhan obat antara lain:

1. Tahap Pemilihan Obat

(22)

a. Obat yang dipilih sesuai dengan standar mutu yang terjamin b. Dosis obat sesuai dengan kebutuhan terapi

c. Obat mudah disimpan d. Obat mudah didisitribusikan e. Obat mudah didapatkan / diperoleh f. Biaya pengadaan dapat terjangkau g. Dampak administrasi mudah diatasi

Seleksi obat didasarkan pada obat generik terutama yang terdaftar dalam DOEN yang masih berlaku dengan patokan harga sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan tentang Harga Obat dan Perbekalan Kesehatan untuk Obat Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) dan Obat Program Kesehatan. Disamping itu juga diperlukan pemilihan obat menjadi kelompok VEN (Vital, Esensial dan Non Esensial).

Beberapa kriteria yang dipergunakan sebagai dasar acuan dalam pemilihan obat yaitu;

a. Obat merupakan kebutuhan untuk sebagian besar populasi penyakit b. Obat memiliki keamanan dan khasiat yang didukung dengan bukti ilmiah

c. Obat mempunyai mutu yang terjamin baik ditinjau dari segi stabilitas maupun bioavaibilitasnya (ketersediaan hayati).

d. Biaya pengobatan mempunyai rasio antar manfaat dan biaya yang baik

e. Bila pilihan lebih dari satu, dipilih yang paling baik, paling lengkap data ilmiahnya dan farmakokinetiknya paling menguntungkan.

(23)

g. Obat sedapat mungkin sediaan tunggal (Depkes RI, 2009) 2.Tahap Kompilasi Pemakaian Obat

Kompilasi pemakaian obat untuk mengetahui pemakaian obat setiap bulan dari masing-masing jenis obat di unit pelayanan kesehatan selama setahun serta menentukan stok optimum (stok optimum = stok kerja + stok pengaman). Data pemakaian obat di puskesmas diperoleh dari LPLPO

Beberapa Informasi yang diperoleh dari kompilasi pemakaian obat adalah : a. Jumlah pemakaian tiap jenis obat pada masing-masing unit pelayanan

kesehatan

b. Persentase (%) pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian setahun seluruh unit pelayanan kesehatan.

c. Pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat pada tingkat kabupaten/kota (Depkes RI, 2009).

3.Tahap Perhitungan Kebutuhan Obat

(24)

Melengkapi data rencana pengadaan obat, unit pengelola obat kabupaten/ kota perlu mengumpulkan 10 besar penyakit dari unit terkait. Data ini bermanfaat untuk menentukan skala prioritas dalam menyesuaikan rencana pengadaan obat dengan dana yang tersedia.

4. Tahap Proyeksi Kebutuhan Obat

Beberapa kegiatan yang perlu dilakukan pada tahap ini antara lain :

a. Menetapkan rancangan stok akhir periode yang akan datang. Rancangan stok akhir diperkirakan sama dengan hasil perkalian antara waktu tunggu dengan estimasi pemakaian rata-rata per bulan ditambah stok penyangga

b. Menghitung rancangan pengadaan obat periode tahun yang akan datang.

Perencanaan pengadaan obat tahun yang akan datang dapat dirumuskan sebagai berikut : a = b + c + d – e - f

Dimana :

a = Rancangan pengadaan obat tahun yang akan datang

b = Kebutuhan obat untuk sisa periode berjalan (sesuai dengan tahun anggaran yang bersangkutan)

c = Kebutuhan obat untuk tahun yang akan datang

d = Rancangan stok akhir tahun (lead time dan buffer stok)

e = Stok awal periode berjalan / stok per 31 Desember di Unit Pengelola Obat / Gudang Farmasi Kabupaten / Kota

(25)

c. Menghitung rancangan anggaran untuk total kebutuhan obat dengan cara sebagai berikut

a) Melakukan analisis ABC–VEN (vital, esensial, non esensial)

b) Menyusun prioritas kebutuhan dan penyesuaian kebutuhan dengan anggaran yang tersedia

c) Menyusun prioritas kebutuhan dan penyesuaian kebutuhan berdasarkan 10 besar penyakit.

d. Pengalokasian kebutuhan obat per sumber anggaran dengan melakukan kegiatan : a) Menetapkan kebutuhan anggaran untuk masing-masing obat per sumber

anggaran

b) Menghitung persentase (%) belanja untuk masing-masing obat terhadap masing-masing sumber anggaran

c) Menghitung persentase (%) anggaran masing-masing obat terhadap total anggaran dari semua sumber

5. Tahap Penyesuaian Rencana Pengadaan Obat

Penyesuaian rencana pengadaan obat dengan jumlah dana yang tersedia, maka informasi yang diperoleh adalah adanya jumlah rencana pengadaan obat, skala prioritas jenis obat dan jumlah kemasan untuk rencana pengadaan obat pada tahun yang akan datang. Sebagai contoh teknik manajemen untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengadaan obat berdasarkan dana yang tersedia adalah dengan cara analisa ABC dan analisa VEN (Vital, Esensial, Non Esensial)

(26)

a. Kelompok A adalah kelompok jenis obat yang jumlah rencana pengadaannya menunjukan penyerapan dana sekitar 70 % dari jumlah dana obat keseluruhan. b. Kelompok B adalah kelompok jenis obat yang jumlah rencana pengadaannya

menunjukan penyerapan dana sekitar 20 % dari jumlah dana obat keseluruhan. c. Kelompok C adalah kelompok jenis obat yang jumlah rencana pengadaannya

menunjukkan penyerapan dana sekitar 10 % dari jumlah dana obat keseluruhan. Analisa VEN merupakan pengelompokan obat berdasarkan kepada dampak tiap jenis obat terhadap kesehatan. Semua jenis obat yang direncanakan dikelompokan ke dalam tiga kategori yakni :

a. Kelompok V adalah kelompok jenis obat yang sangat esensial (vital), yang termasuk dalam kelompok ini antara lain : obat penyelamat (life saving drug), obat-obatan untuk pelayanan kesehatan pokok dan obat-obatan untuk mengatasi penyakit penyebab kematian terbesar,

b. Kelompok E adalah kelompok obat-obat yang bekerja pada sumber penyebab penyakit (kausal)

c. Kelompok N merupakan kelompok jenis obat-obat penunjang yaitu obat yang berkerjanya ringan dan biasa dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk mengatasi keluhan ringan

Perkiraan kebutuhan obat dalam suatu populasi harus ditetapkan dan ditelaah secara rutin agar penyediaan obat sesuai dengan kebutuhan. Ada tiga metode untuk memperkirakan kebutuhan obat dalam populasi.

(27)

Population based merupakan metode penghitungan kebutuhan obat berdasarkan

prevalensi penyakit dalam masyarakat dan menggunakan pedoman pengobatan yang baku untuk memperkirakan jumlah obat yang diperlukan

2. Berdasarkan jenis pelayanan kesehatan (service based)

Service based merupakan metode penghitungan kebutuhan obat berdasarkan jenis

pelayanan kesehatan yang teredia serta jenis penyakit yang pada umumnya ditangani oleh masing-masing pusat pelayanan kesehatan

3. Berdasarkan pemakaian obat tahun sebelumnya (consumption based)

Consumption based merupakan penghitungan kebutuhan obat berdasarkan pada

data pemaikaian obat tahun sebelumnya. Perkiraan kebutuhan obat dengan metode ini pada umumnya bermanfaat bila data penggunaan obat dari tahun ke tahun tersedia secara lengkap dan konsumsi di unit pelayanan kesehatan bersifat konstan atau tidak fluktuatif.

Setelah dilakukan penghitungan kebutuhan obat untuk tahun yang akan datang, biasanya akan diperoleh jumlah angka yang sangat besar, bahkan biasanya lebih besar daripada anggaran yang tersedia, apalagi bila penghitungan dengan menggunakan metode konsumsi. Untuk itu setiap kali selesai penghitungan kebutuhan obat, idealnya diikuti dengan evaluasi.

H. Pengadaan Obat

(28)

adalah obat esensial dimana jumlah dan jenisnya telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan merujuk pada DOEN. Tahun 2014 era JKN merujuk pada E-catalog. Hal ini sesuai dengan kebijakan Menteri Kesehatan bahwa Puskesmas selaku PKD wajib menggunakan obat generik sebagai persediaan obat pada fasilitas kesehatan.

Tujuan pengadaan obat adalah :

1. Tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan

2. Mutu obat terjamin

3. Obat dapat diperoleh pada saat dibutuhkan

Beberapa kriteria obat publik dan perbekalan kesehatan antara lain :

1. Obat termasuk dalam Daftar Obat Publik, Obat Program Kesehatan, Obat Generik yang tercantum dalam DOEN yang masih berlaku

2. Obat telah memiliki izin edar atau nomor regristrasi dari Departemen Kesehatan RI

3. Batas kedaluwarsa obat pada saat pengadaan minimal 2 tahun

4. Obat memiliki sertifikat analisa dan uji mutu yang sesuai dengan nomor batch masing-masing produk

5. Obat diproduksi oleh industri farmasi yang memiliki sertifikat CPOB

(29)

Sebelum sistim E-catalog Setelah E-catalog

Gambar 2.1. Prosedur Pengadaan Obat Sebelum dan Setelah E-catalog Siklus pengadaan obat meliputi langkah-langkah sebagai berikut :

1. Meninjau atau memeriksa kembali tentang pemilihan obat (seleksi obat), Puskesmas Dinas Kesehatan Tim Perencana Obat Usulan Kebutuhan Obat Penetapan Kebutuhan Obat Pengadaan obat Distribusi Obat di Instalasi Farmasi Distribusi Obat ke Puskemas Menteri Kesehatan melakukan pengendalian dan pengawasan dengan : a.Menunjuk BUMN, BUMD dan/atau Badan Usaha Milik Swasta; atau b.Menugaskan BUMN yang bergerak di bidang farmasi c.Melakukan pelelangan dan negoisasi d.Rujukan obat pada DOEN Menteri Kesehatan melakukan pengendalian dan pengawasan dengan : a. Pengadaan Obat

melalui E-catalog secara on line b.Pembelian obat Melalui E-purchasing dilakukan oleh K/D/L/I sesuai yang ada dalam E-catalog

(30)

2. Menyesuaikan atau mencocokkan kebutuhan dan dana, 3. Memilih metode pengadaan,

4. Mengalokasikan dan memilih calon penyedia obat (supplier), 5. Menentukan syarat-syarat atau isi kontrak,

6. Memantau status pesanan, 7. Menerima dan mengecek obat, 8. Melakukan pembayaran, 9. Mendistribusikan obat,

10. Mengumpulkan informasi mengenai pemakaian.

Metode pengadaan obat yang lazim dilaksanakan adalah dengan sistim tender terbuka, tender terbatas, pengadaan penunjukan langsung yang mana kesemuanya akan berpengaruh terhadap harga, waktu pengiriman dan beban kerja daripada kantor yang mengadakan. Pengadaan obat dapat dimungkinkan berjalan menurut model yang berbeda misalnya pembelian tahunan, pembelian tetap atau pembelian terus menerus. Kombinasi yang berbeda dari model ini mungkin dapat diterapkan pada tingkat (level) yang berbeda (Kemenkes RI, 2010)

I. Kerasionalan Obat

(31)

Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya pemakaian obat yang tidak rasional antara lain:

1. Pembuat resep, 2. Pasien /masyarakat,

3. Sistim perencanaan dan pengelolaan obat, 4. Kebijaksanaan obat dan pelayanan kesehatan,

5. Informasi dan iklan obat, persaingan praktek dan pengobatan sesuai dengan permintaan pasien.

Dampak negatif pemakaian obat yang irasional secara singkat yaitu dampak terhadap mutu pengobatan dan pelayanan, biaya pelayanan pengobatan, efek samping obat dan dampak psikososial. Ciri pemakaian obat yang irasional yaitu:

a. Persepan berlebihan (overprescribing), yaitu pemberian obat yang sebenarnya tidak diperlukan.

b. Peresepan kurang, yaitu pemberian obat yang kurang dari seharusnya dibutuhkan baik dari segi dosis dan lamanya pemberian.

c. Peresepan boros (extravagant), yakni peresepan obat-obat yang lebih mahal padahal ada alternatif yang lebih murah dengan manfaat dan keamanan yang sama

(32)

e. Peresepan majemuk (multiple prescribing), yakni pemakaian dua atau lebih kombinasi obat padahal sebenarnya cukup hanya dengan obat tunggal saja. Termasuk di sini adalah pengobatan terhadap semua gejala yang muncul tanpa mengarah ke penyakit utamanya.

2.7. Puskesmas

2.7.1 Pengertian Puskesmas

Pengertian puskesmas adalah merupakan kesatuan organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan masyarakat. Upaya tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan pada pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan (Depkes RI, 2004).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 128/Menkes/SK/II/2004, upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan wajib ini harus diselenggarakan oleh setiap puskesmas yang ada di wilayah Indonesia. Upaya Kesehatan wajib tersebut adalah.

(33)

2. Upaya Kesehatan Lingkungan

3. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana 4. Upaya Perbaikan Gizi

5. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular 6. Pengobatan.

Jenis kegiatan dalam Pelayanan Kesehatan Dasar meliputi :

1. Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP), yang termasuk dalam kegiatan ini antara lain :

a. Tindakan medis sederhana

b. Pemeriksaan dan pengobatan gigi (cabut dan tambal) c. Pemberian obat-obatan sesuai dengan ketentuan d. Pelayanan dan pengobatan gawat darurat

2. Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP), dengan kegiatan antara lain : a. Tindakan medis

b. Pemberian obat-obatan, bahan habis pakai

3. Pelayanan Kesehatan di luar gedung, dengan kegiatan antara lain :

a.Pelayanan rawat jalan dengan puskesmas keliling baik roda empat maupun roda dua

b.Pelayanan kesehatan di Posyandu

(34)

2.7.2. Fungsi Puskesmas

Puskesmas diharapkan dapat bertindak sebagai motivator, fasilitator dan turut serta memantau terselenggaranya proses pembangunan di wilayah kerjanya agar berdampak positif terhadap kesehatan masyarakat. Hasil yang diharapkan dalam menjalankan fungsi ini antara lain adalah terselenggaranya pembanguanan diluar bidang kesehatan yang mendukung terciptanya lingkungan dan perilaku sehat. Sebagai pusat pembangunan berwawasan kesehatan puskesmas harus secara pro aktif menjalin kemitraan dengan bidang pembangunan (sektor) lain ditingkat kecamatan melalui pertemuan-pertemuan koordinasi membahas situasi dan upaya peningkatan kesehatan lingkungan dan perilaku hidup sehat masyarakat.

Sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya, puskesmas merupakan sarana pelayanan kesehatan pemerintah yang wajib menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara bermutu, terjangkau, adil dan merata. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan adalah pelayanan kesehatan dasar yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat dan sangat startegis dalam upaya peningkatan status kesehatan masyarakat umum.

2.7.3. Program Puskesmas

Upaya pelayanan yang diselenggarakan meliputi: 1. Program Kesehatan Dasar

(35)

dengan kesakitan, kecacatan dan kematian. Program kesehatan dasar tersebut adalah : (a) promosi kesehatan, (b) kesehatan lingkungan, (c) kesehatan Ibu dan Anak, termasuk keluarga berencana, (d) perbaikan gizi, (e) pemberantasan penyakit menular, dan (f) pengobatan. Rincian masing-masing kegiatan dari program kesehatan dasar diserahkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bersama dengan puskesmas mengacu pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang telah ditetapkan serta sesuai dengan kemampuan dan potensial setempat.

2. Program Kesehatan Pengembangan

Program pengembangan hendaknya merupakan program yang sesuai dengan permasalahan kesehatan masyarakat setempat dan sesuai tuntutan masyarakat sebagai program inovatif dengan mempertimbangkan kemampuan sumber daya yang tersedia dan dukungan dari masyarakat. Program kesehatan pengembangan tersebut antara lain; (a) usaha kesehatan sekolah, (b) usaha kesehatan olah raga, (c)perawatan kesehtan masyarakat, (d) kesehatan kerja, (e) kesehatan gigi dan mulut, (f) kesehatan jiwa, (g) kesehatan mata, (h) kesehatan usia lanjut, (i) pembinaan pengobatan tradisional (Depkes RI, 2004).

2.8. Landasan Teori

(36)

kebutuhan obat agar sesuai dengan yang dibutuhkan diawali dari perencanaan kebutuhan obat dan tersedianya biaya yang bersumber dari anggaran dalam implementasi kebijakan JKN.

2.9. Kerangka Pikir

Pemenuhan kebutuhan obat puskesmas sebagai PPK I dalam implementasi kebijakan JKN sangat tergantung kepada ketersediaan obat yang ada di instalasi farmasi. Sebagai kerangka pikir penelitian disajikan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Kerangka Pikir Penelitian Data Dasar

Kebutuhan Obat

Proses Perencanaan

Penetapan Kebutuhan Obat

Pengadaan obat

INPUT PROSES OUTPUT

Kebutuhan Obat Puskesmas

Pemenuhan Kebutuhan Obat

Puskesmas

1.Pemilihan obat

2.Kompilasi pemakaian obat 3.Perhitungan kebutuhan obat 4.Proyeksi kebutuhan obat Perencanaan

Gambar

Gambar 2.1. Prosedur Pengadaan Obat Sebelum dan Setelah  E-catalog
Gambar 2.2. Kerangka Pikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Barang / Jada lain dan / atau Pengguna Barang / Jasa dan / atau Panitia Pengadaan yang dapat. mengakibatkan terjadinya persaingan usaha

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh variabel pengetahuan dan jarak tempuh terhadap pemanfaatan antenatal K4 pada ibu hamil peserta Jampersal.. Variabel

Alamat (lengkap & jelas sesuai dengan kop surat Sekolah) d. *) Coret yang tidak perlu, pengisian data hanya pada kolom keterangan isian yang diperlukan saja. Data Pembuatan

Website sebagai bagian dari teknologi internet berperan penting dalam penyebaran informasi, berbagai kegiatan yang bersifat online, serta berbagai aktivitas lain yang

Apabila Diangkat Pengawas Sekolah dari Guru/Kepala Sekolah dan Belum Pernah Naik Pangkat dalam Jabatan Pengawas Sekolah.. 01. Jabfung

Tujuan website ini merupakan salah satu media promosi, komunikasi antar pecinta alam khususnya para penggemar Hiking dan sebagai media untuk merekrut para pecinta alam sebagai

Pangkat/Gol. Nama Peserta Seminar PTK sebanyak 15 orang terdiri dari 5 orang Pengawas Sekolah dan 10 orang guru dari 2 sekolah yang berbeda.

Thus, through the implementation of airborne missions, on one hand, it can improve the remote sensing methods and algorithms for observing and retrieval of key