BAB I PENDAHULUAN
I.I. Latar Belakang Masalah
Era globalisasi dunia ditandai oleh perkembangan yang semakin
cepat di segala bidang kegiatan, begitu pula dalam kegiatan pendidikan.
Globalisasi ini sangat mempengaruhi terhadap perkembangan pendidikan
di Indonesia sehingga diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas.
Pemerintah Indonesia dalam upaya meningkatkan pendidikan bagi
warga negaranya tidak henti-hentinya melakukan berbagai kegiatan dan
menyediakan fasilitas pendukungnya termasuk memberlakukannya
Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen. Seperti yang
disampaikan dalam penjelasan umum atas Undang-Undang No. 14 tahun
2005, Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun1945 menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk mewujudkan
tujuan nasional tersebut, pendidikan merupakan faktor yang sangat
menentukan.
Selanjutnya, Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa (1) Setiap warga Negara
pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (3) Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional,
yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta ahlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
Undang-Undang; (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan
sekurang-kurangnya 20 % (dua puluh persen) dari anggaran pendapatan dan
belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk
memenuhi kebutuhan penyelenggeraan pendidikan nasional; dan (5)
Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan
peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Salah satu amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 tersebut kemudian diatur lebih lanjut dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, yang memiliki visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai
pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua
warga Negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas
sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu
berubah.
Sumber daya manusia unggul merupakan persyaratan utama bagi
terwujudnya bangsa dan negara yang maju. Berapapun besar sumber
daya alam (SDA), modal sarana prasaran yang tersedia, pada akhirnya di
tangan SDM yang handal sajalah target pembangunan bangsa dan
tak dapat mencapai kemajuan tanpa adanya suatu sistem pendidikan
yang baik.
Pendidikan adalah modal dasar untuk menciptakan SDM yang
unggul. Dunia pendidikan yang utama adalah sekolah. Sekolah
merupakan salah satu lembaga alternatif pelayanan pendidikan. Sekolah
sebagai suatu lembaga tentunya memiliki visi, misi, tujuan dan fungsi.
Untuk mengemban misi, mewujudkan visi, mencapai tujuan, dan
menjalankan fungsinya sekolah memerlukan tenaga profesional, tata kerja
organisasi dan sumber-sumber yang mendukung baik finansial maupun
non finansial.
Sekolah sebagai suatu sistem memiliki komponen-komponen yang
berkaitan satu sama lain serta berkontribusi pada pencapaian tujuan.
Komponen-komponen tersebut adalah siswa, kurikulum, bahan ajar, guru,
kepala sekolah, tenaga kependidikan lainnya, lingkungan, sarana,
fasilitas, proses pembelajaran dan hasil atau output. Semua komponen
tersebut harus berkembang sesuai tuntutan zaman dan perubahan
lingkungan yang terjadi di sekitarnya. Untuk berkembang tentunya harus
ada proses perubahan. Pengembangan ini hendaknya bertolak dari
hal-hal yang menyebabkan organisasi tersebut tidak dapat berfungsi dengan
sebaik yang diharapkan (Gupta & Shingi, 2001). Dalam konsepsi
pengembangan kelembagaan tercermin adanya upaya untuk
memperkenalkan perubahan cara mengorganisasikan suatu lembaga,
struktur, proses dan sistem lembaga yang bersangkutan sehingga lebih
lembaga sekolah harus meliputi seluruh komponen yang ada di
dalamnya.
Perubahan tersebut terjadi dalam struktur, proses, ketenagaan dan
sistem suatu lembaga serta proses perubahan itu sendiri, menyangkut
bagaimana sekolah sebagai lembaga diorganisasikan sehingga mampu
mengemban misinya dengan baik. Dalam proses perubahan tersebut
individu organisasi dan lembaga meningkatkan kemampuan dan
performancenya sehubungan dengan tujuan, sumber-sumber, dan
lingkungannya. Perubahan tidak akan berjalan tanpa dukungan dari
sumber daya manusia yang merupakan asset yang dapat memberikan
kontrbusi lebih dalam pencapaian tujuan organisasi.
Guru merupakan salah satu SDM yang berada di sekolah. Kinerja
guru di sekolah mempunyai peran penting dalam pencapaian tujuan
sekolah. Masalah kinerja menjadi sorotan berbagai pihak, kinerja
pemerintah akan dirasakan oleh masyarakat dan kinerja guru akan
dirasakan oleh siswa atau orang tua siswa. Berbagai usaha dilakukan
untuk mencapai kinerja yang baik. Perhatian pemerintah terhadap
pendidikan sudah disosialisasikan, anggaran pendidikan yang
diamanatkan Undang-Undang 20 % sudah mulai dilaksanakan. Maka
kinerja guru tentunya akan menjadi perhatian semua pihak. Guru harus
benar-benar kompeten dibidangnya dan guru juga harus mampu
mengabdi secara optimal. Kinerja guru yang optimal dipengaruhi oleh
berbagai faktor, baik internal maupun eksternal.
Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Bandung Barat
suatu sekolah dianggap sudah berhasil adalah dengan perolehan nilai
Ujian Nasional yang tinggi dan tingkat kelulusan yang maksimal. Sekolah
yang perolehan nilai ujian nasionalnya paling tinggi dan tingkat
kelulusannya setiap tahun selalu 100 % dianggap sudah berhasil dan
akan mendapat kepercayaan masyarakat. Padahal belum tentu
keberhasilan siswa merupakan hasil kinerja guru. Seperti di SMPN 1
Cisarua yang terletak di Jalan Kolonel Masturi 312 Cisarua Kabupaten
Bandung Barat, berikut dapat kita lihat hasil rata-rata nilai Ujian Nasional
(UN) dan prosentasi kelulusan dalam empat tahun terakhir.
Tabel I.I. Rata-Rata Nilai Ujian Nasional dan Kelulusan
No Mata Pelajaran 2006/2007 2007/2008 2008/2009 2009/2010
1 B. Indonesia 7,46 6,90 6,25 7,43
2 B Inggris 6,46 6,41 6,39 7,27
3 Matematika 6,07 6,31 6,20 7,46
4 IPA - 7,07 6,13 6,95
Rata-rata 6,66 6,67 6,24 7,28
% Lulusan 100% 100% 99% 100%
Sumber : Dokumen SMPN 1 Cisarua
Pada tabel rata-rata nilai UN dan kelulusan di atas terlihat
peningkatan prestasi siswa belum optimal walaupun pada rata-rata nilai
UN terakhir ada sedikit peningkatan. Apakah keberhasilan siswa
merupakan prestasi kinerja guru? Tentunya perlu ada penelitian untuk
membuktikan asumsi tersebut.
Keberhasilan prestasi sekolah ditentukan oleh berbagai faktor,
diantaranya kepemimpinan kepala sekolah. AlanTucker dalam Syafarudin
(2002 : 49) mengemukakan bahwa : “kepemimpinan sebagai kemampuan
bekerja secara sukarela untuk mencapai tujuan tertentu atau sasaran
dalam situasi tertentu”. Tabrani Rusyan (2000) mengungkapkan bahwa :
kepemimpinan kepala sekolah memberikan motivasi kerja bagi
peningkatan produktivitas kerja guru dan hasil belajar siswa. Menurut
Mulyasa (2009 : 98) Kepala sekolah sedikitnya mempunyai peran dan
fungsi sebagai Edukator, Manajer, Administrator, Supervisor, Leader,
Inovator dan Motivator (EMASLIM).
Kepala sekolah sebagai pimpinan harus mampu memberikan
petunjuk dan pengawasan, meningkatkan kemauan tenaga kependidikan,
membuka komunikasi dua arah, dan mendelegasikan tugas. Wahjosumijo
(2002 : 10) mengemukakan bahwa kepala sekolah sebagai leader harus memiliki karakter yang khusus yang mencakup kepribadian, keahlian
dasar, pengalaman dan pengetahuan professional, serta pengetahuan
administrasi dan pengawasan.
Kemampuan yang harus diwujudkan kepala sekolah sebagai
pimpinan dapat dianalisis dari kepribadian, pengetahuan terhadap
kependidikan, visi dan misi sekolah, kemampuan mengambil keputusan,
dan kemampuan berkomunikasi.
Kepribadian kepala sekolah sebagai leader akan tercermin dalam sifat-sifat (1) jujur, (2) percaya diri, (3) tanggung jawab, (4) berani
mengambil resiko dan keputusan, (5) berjiwa besar, (6) emosi yang stabil,
(7) teladan.
Implementasi kemampuan yang harus dimiliki kepala sekolah
terwujud dalam pelaksanaan tugas-tugasnya antara lain menyusun
mengkoordinasikan kegiatan, melaksanakan pengawasan, melakukan
evaluasi terhadap kegiatan, menentukan kebijaksanaan, mengadakan
rapat, mengambil keputusan, mengatur pembelajaran dan mengadakan
hubungan masyarakat. Selain itu tugas menyelenggarakan administrasi
antara lain menyusun perencaan, pengorganisasian, pengarahan
keuangan, penyusunan kurikulum, penanganan kesiswaan, sarana
prasarana, kepegawaian, dan lain-lain.
Melihat tugas kepala sekolah yang begitu banyak, maka seorang
kepala sekolah dituntut memiliki kemampuan manajerial. Jika tidak, maka
tidak akan dapat mengelola sekolah dan suasana sekolah menjadi tidak
kondusif.
Pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru
menurut Uben dan Hughes berupa penciptaan iklim sekolah yang dapat
memacu atau menghambat efektifitas kerja guru. Sebagai pemimpin suatu
instansi pendidikan, kepala sekolah harus menjadi motor penggerak bagi
berjalannya proses pendidikan.
Kepala sekolah selalu berupaya mencurahkan kemampuannya
dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan. Kemampuan yang
harus dimiliki seorang pemimpin dalam hal ini kepala sekolah adalah
memiliki kepribadian yang menjadi teladan bagi bawahannya, kemampuan
memotivasi, pengambilan keputusan, komunikasi dan pendelegasian
wewenang.
Kepemimpinan kepala sekolah di SMP Negeri 1 Cisarua dipandang
jadwal pembinaan/pengarahan dan supervisi yang dilaksanakan secara
intensif seperti yang terlihat pada tabel berikut :
Tabel 1.2 Kegiatan Pembinaan dan Supervisi Kepala Sekolah
No Uraian Kegiatan Waktu Keterangan
1. Rapat dinas pembinaan Guru dan tenaga kependidikan
3. Rapat tim pengembang SSN Setiap triwulan Sumber : Dokumen SMPN 1 Cisarua
Jika dilihat dari tabel jadwal pembinaan dan pengawasan di atas,
kemajuan kinerja guru seharusnya meningkat lebih baik. Untuk
mengetahui hal tersebut tentunya memerlukan penelitian yang lebih
mendalam.
Faktor lain yang dapat meningkatkan kinerja guru adalah motivasi
kerja. Seorang guru dapat bekerja secara professional jika pada dirinya
terdapat motivasi yang tinggi. Pegawai/guru yang memiliki motivasi yang
tinggi biasanya akan melaksanakan tugasnya dengan penuh semangat
dan energik, karena ada motif-motif atau tujuan tertentu yang
melatarbelakangi tindakan tersebut. Motif itulah sebagai faktor pendorong
yang memberi kekuatan kepadanya, sehingga ia mau dan rela bekerja
keras. Hal itu dibuktikan berdasarkan hasil penelitian McCleland (1961),
Edward Murray (1957), Miller dan Gordon W (1967) yang dikutip
antara motivasi berprestasi dengan pencapaian kinerja/prestasi kerja.
Artinya pimpinan, manajer dan pegawai yang mempunyai motivasi
berprestasi tinggi akan mencapai kinerja yang tinggi, dan sebaliknya
mereka yang kinerjanya rendah disebabkan karena motivasi kerjanya
rendah.
Berkaitan dengan pencapaian prestasi kerja guru SMPN 1 Cisarua,
berikut dapat kita lihat tabel prestasi guru dalam empat tahun terakhir:
Tabel 1.3 Prestasi Guru dalam Perlombaan
Perolehan
2. Lomba karya tulis inovasi Nasional
-Pembelajaran Provinsi
-Kota/Kab
-3. Lomba guru berprestasi Nasional
-Provinsi
-Kota/Kab
-4 Lomba keberhasilan guru Nasional
-dalam mengajar Provinsi
-Kota/Kab
5 Lomba lainnya Nasional
-Provinsi
-Kota/Kab
-Sumber : Dokumen SMPN 1 Cisarua.
Terlihat dari tabel di atas bahwa masih belum ada hasil prestasi
kerja guru SMPN 1 Cisarua dalam satu lombapun. Hal ini diduga salah
satu faktornya adalah rendahnya motivasi guru baik dalam melaksanakan
Pada sisi lain faktor disiplin dapat pula meningkatkan kinerja guru.
Simamora (2006 : 610) menyatakan bahwa :
“Disiplin adalah prosedur yang mengoreksi atau menghukum bawahan karena melanggar peraturan atau prosedur. Disiplin merupakan bentuk pengendalian diri karyawan dan pelaksanaan yang teratur dan menunjukkan tingkat kesungguhan tim kerja di dalam suatu organisasi”.
Keith Davis (2003 : 129) menyatakan disiplin kerja sebagai
pelaksanaan manajemen untuk memperteguh pedoman-pedoman
dipandang erat keterkaitannya dengan kinerja. Pernyataan tersebut
didukung oleh pendapat Malthis dan Jackson bahwa disiplin kerja
berkaitan erat dengan perilaku karyawan dan berpengaruh terhadap
kinerja. Kepemimpinan kepala sekolah adalah motivator bagi kepatuhan
diri pada disiplin kerja para guru. Walaupun disiplin ini hanya merupakan
salah satu bagian dari ciri kinerja guru dan berkaitan dengan prosentasi
kehadiran, ketidakpatuhan pada aturan, menurunnya produktivitas kerja
dan apatis, tetapi ternyata hal ini membawa dampak yang sangat besar
terutama pada sistem pendidikan kita yang masih memerlukan
keberadaan guru secara dominan dalam proses pembelajaran. Pada
tahap inilah kepemimpinan kepala sekolah dituntut untuk mampu
memimpin atau mengelola sekolah, juga dituntut untuk mampu
menciptakan suasana yang kondusif di lingkungan kerja (climate-maker)
sehingga dapat mencegah timbulnya desintegrasi dan mampu
memberikan dorongan agar semua komponen yang ada di sekolah
bersatu mencapai tujuan yang ingin dicapai.
Dalam kasus pada SMPN 1 Cisarua Kabupaten Bandung Barat
masih banyak hal yang harus ditingkatkan, baik dari kinerja guru,
kedisiplinan, motivasi kerja, sampai gaya kepemimpinan kepala sekolah.
Fakta menunjukkan tingkat kedisiplinan guru di SMPN 1 Cisarua masih
rendah. Hal ini dapat dilihat dari absensi (kehadiran/ketidakhadiran) dari
guru. Tabel berikut ini data ketidakhadiran guru SMPN 1Cisarua dalam
kurun waktu semester terakhir.
Tabel 1.4 Prosentasi Ketidakhadiran Guru
N o
Ket Bula
n
Rata-Juli Agust Sept Okt Nop Des rata
1 Hari kerja Sumber : Sie Kurikulum SMPN 1 Cisarua.
Jika kita memperhatikan tabel di atas, ketidakhadiran dalam setiap
bulannya hanya di bawah 10 % sekilas tampaknya bukan masalah besar.
Tetapi sesungguhnya dalam sistem pendidikan kita saat ini, hal itu dapat
membawa pengaruh buruk, siswa jadi terlantar karena gurunya absen.
Apalagi kalau ditambah dengan prilaku guru yang hadir di sekolah karena
malas atau kurang tanggung jawab kadang tidak hadir di kelas. Proses
pembelajaran jadi terhambat sehingga para siswa tidak mendapat ilmu
secara optimal.
Pada tahap inilah peran kepemimpinan kepala sekolah diperlukan.
Kepala sekolah harus bertindak tegas terhadap pelanggaran yang terjadi,
agar semua komponen yang ada dalam sekolah memberikan pelayanan
Sehubungan dengan uraian di atas maka masalah faktor-faktor
yang mempengaruhi kinerja guru perlu dibuktikan dengan mengadakan
penelitian. Oleh karena itu, penulis membuat judul penelitian “ Pengaruh
Kepemimpinan Kepala Sekolah, Motivasi Kerja dan Disiplin Kerja
terhadap Kinerja Guru SMP Negeri 1 Cisarua Kabupaten Bandung Barat “.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan paparan di atas, maka dapat diidentifikasi
masalah-masalah sebagai berikut :
1. Kepemimpinan kepala sekolah dalam mempengaruhi kinerja guru
perlu ditingkatkan.
2. Motivasi guru untuk meningkatkan kemampuan mengajar belum
optimal.
3. Motivasi guru untuk berprestasi masih rendah.
4. Komunikasi personal belum terjalin dengan baik.
5. Disiplin kerja guru masih rendah.
6. Kinerja guru masih belum optimal.
7. Program diklat untuk pengembangan kompetensi guru frekuensinya
masih kurang.
8. Budaya kerja belum tercipta dengan baik.
9. Konflik organisasi belum teratasi dengan baik.
10. Reward dan punishment belum berjalan efektif.
11. Kompetensi guru belum dikuasai menyeluruh.
12. Kesadaran diri akan tugas masih lemah.
13. Komitmen pencapaian kinerja guru di SMPN 1 Cisarua masih
14. Tingkat kepuasan kerja guru masih rendah.
15. Sarana prasarana yang tersedia di sekolah belum dimanfaatkan
secara maksimal.
1.3 Pembatasan Masalah
Berbagai permasalahan yang dihadapi dalam dunia pendidikan
sangatlah kompleks. Salah satunya adalah masalah manajemen sumber
daya manusia. Permasalahan-permasalahan perlu mendapat tanggapan
dan solusi. Dalam tesis ini penulis hanya membatasi masalah pada skup
kecil yaitu mengenai kinerja guru yang ada di SMP tepatnya di SMP
Negeri 1 Cisarua Kabupaten Bandung Barat. Ada banyak faktor yang
mempengaruhi kinerja guru di SMP diantaranya kompetensi, kompensasi,
kepuasan kerja, lingkungan kerja, budaya kerja, kepemimpinan, disiplin
dan motivasi kerja. Namun dalam penelitian ini penulis membatasi
masalah kinerja guru SMP yang dipengaruhi oleh kepemimpinan, motivasi
dan disiplin kerja.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka masalah dalam
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana gambaran kepemimpinan kepala sekolah di SMP
Negeri 1 Cisarua Kabupaten Bandung Barat.
2. Bagaimana gambaran motivasi kerja guru di SMP Negeri 1 Cisarua
Kabupaten Bandung Barat.
3. Bagaimana gambaran disiplin kerja guru di SMP Negeri 1 Cisarua
4. Bagaimana gambaran kinerja guru di SMP Negeri 1 Cisarua
Kabupaten Barat.
5. Berapa besar pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap
kinerja guru di SMP Negeri 1 Cisarua Kabupaten Bandung Barat.
6. Berapa besar pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja guru di
SMP Negeri 1 Cisarua Kabupaten Bandung Barat.
7. Berapa besar pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja guru di SMP
Negeri 1 Cisarua Kabupaten Bandung Barat.
8. Berapa besar pengaruh kepemimpinan kepala sekolah, motivasi
kerja dan disiplin kerja terhadap kinerja guru di SMP Negeri 1
Cisarua Kabupaten Bandung Barat.
1.5 Maksud dan Tujuan Penelitian
Penelitian ini bermaksud untuk mengumpulkan data, mengolah dan
menginterpretasikan untuk dijadikan sebagai karya tulis berupa tesis,
sebagai syarat memperoleh gelar Megister Manajemen (MM) di STIE
Pasundan Bandung.
Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk :
1. Mengetahui gambaran kepemimpinan kepala sekolah di SMP
Negeri 1 Cisarua Kabupaten Bandung Barat.
2. Mengetahui gambaran motivasi kerja guru di SMP Negeri 1 Cisarua
Kabupaten Bandung Barat.
3. Mengetahui gambaran disiplin kerja guru di SMP Negeri 1 Cisarua
Kabupaten Bandung Barat.
4. Mengetahui gambaran kinerja guru di SMP Negeri 1 Cisarua
5. Mengetahui berapa besar pengaruh kepemimpinan kepala sekolah
terhadap kinerja guru di SMP Negeri 1 Cisarua Kabupaten
Bandung Barat.
6. Mengetahui berapa besar pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja
guru di SMP Negeri 1 Cisarua Kabupaten Bandung Barat.
7. Mengetahui berapa besar pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja
guru di SMP Negeri 1 Cisarua Kabupaten Bandung Barat.
8. Mengetahui berapa besar pengaruh kepemimpinan kepala sekolah,
motivasi kerja dan disiplin kerja terhadap kinerja guru di SMP
Negeri 1 Cisarua Kabupaten Bandung Barat.
1.6 Kegunaan Penelitian
Peneliti berharap hasil penelitian ini berguna baik secara teoritis
maupun praktis.
a. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan
pengembangan keilmuan untuk peneliti selanjutnya, terutama
yang berhubungan dengan peningkatan kinerja guru di sekolah.
b. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi bagi para
guru, praktisi pendidikan, dan pengambil kebijakan khususnya
kebijakan yang berkenaan dengan upaya meningkatkan kinerja
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Tinjauan Umum tentang Sumber Daya Manusia
Manajemen merupakan proses untuk mencapai tujuan organisasi.
Manajemen bisa sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang logis dan
sistematis juga sebagai suatu kreativitas pribadi yang disertai suatu
keterampilan.
Sadili Samsudin dalam bukunya Manajemen Sumber Daya
Manusia (2006 : 18) mengutip pendapat G.R. Terry dalam Principless of
Manajemen memberikan pengertian sebagai berikut :
“Management is a distict process consisting of planning, organizing, actuating, and controlling performed to determine and accomplish stated objectives by the use of human being and other resources”
“Manajemen adalah suatu proses yang khas, yang terdiri dari tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lainnya”.
Menurut Mary Parker Follet dalam bukunya menyatakan bahwa manajemen adalah seni mencapai sesuatu melalui orang lain (manajement is the art of getting things done thourh the other)
Dari definisi manajemen di atas maka dapat diketahui bahwa ada
dua istilah yang diberikan para ahli mengenai istilah manajemen yaitu
sebagai seni yang merupakan kreativitas pribadi yang disertai suatu
keterampilan dan ada pula yang memberikan definisi manajemen sebagai
suatu ilmu yang merupakan kumpulan pengetahuan yang logis dan
terlepas dari aktivitas manajemen. Manajemen menginginkan tujuan
organisasi tercapai dengan efisien dan efektif.
Adapun fungsi manajemen diantaranya :
1. Perencanaan (Planning) adalah kegiatan menetapkan tujuan organisasi dan memilih cara terbaik untuk mencapai tujuan
tersebut.
2. Pengorganisasian (Organizing dan Staffing) adalah kegiatan mengkoordinir sumber daya, tugas, dan otoritas diantara anggota
organisasi agar tujuan organisasi dapat dicapai dengan efisien dan
efektif.
3. Pengarahan (Leading) adalah membuat bagaimana orang-orang tersebut bekerja untuk mencapai tujuan organisasi tersebut.
4. Pengendalian (Controlling) bertujuan untuk melihat apakah organisasi berjalan sesuai rencana.
Manajemen sumber daya manusia (MSDM) merupakan salah satu
bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi : perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Proses ini terdapat
dalam fungsi/bidang produksi, pemasaran, keuangan, maupun
kepegawaian. Karena sumber daya manusia mempunyai peranan penting
dalam mencapai tujuan perusahaan, maka pengalaman dan hasil
penelitian bidang SDM dikumpulkan secara sistematis selanjutnya disebut
dengan manajemen sumber daya manusia. Menurut Veithzal Rivai
(2008:1) istilah manajemen mempunyai arti sebagai kumpulan
daya yang ada dapat lebih optimal guna mencapai tujuan yang telah
ditetapkan oleh perusahaan.
Dalam usaha mencapai tujuan perusahaan, permasalahan yang
dihadapi oleh manajemen semakin kompleks seiring dengan
perkembangan teknologi di era globalisasi ini. Pada masa kini persoalan
manajemen tidak hanya terdapat pada bahan mentah atau bahan baku
akan tetapi juga menyangkut prilaku karyawan atau sumber daya
manusia. Seperti sumber daya lainnya, sumber daya manusia merupakan
masukan (input) yang diolah oleh perusahaan dan menghasilkan keluaran (output). Sumber daya manusia merupakan asset bagi perusahaan yang apabila dimanage akan menghasilkan output kinerja bagi perusahaan
yang tentunya akan menguntungkan bagi perusahaan. Sumber daya
manusia yang belum mempunyai keahlian dan keterampilan yang
dibutuhkan perusahaan apabila dilatih, diberikan pengalaman dan
diberikan motivasi untuk berkembang maka akan menjadi asset yang
sangat menguntungkan bagi perusahaan. Pengelolaan sumber daya
manusia inilah yang disebut dengan manajemen sumber daya manusia.
Dengan kata lain manajemen sumber daya manusia adalah
mengembangkan pegawai dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran
individu maupun organisasi.
Sedarmayanti (2007 : 13) mengatakan bahwa: “Manajemen
Sumber Daya Manusia (SDM) adalah kebijakan dan praktik menentukan
aspek manusia atau sumber daya manusia dalam posisi manajemen,
termasuk merekrut, menyaring, melatih, memberi penghargaan dan
mengelola pegawai se-efisien dan se-efektif mungkin agar diperoleh
pegawai yang produktif dan dapat memberikan keuntungan yang
maksimal bagi perusahaan. Secara khusus Sedarmayanti (2007 : 13)
mengungkapkan bahwa manajemen sumber daya manusia bertujuan
untuk :
1. Memungkinkan organisasi mendapatkan dan mempertahankan
pegawai cakap, dapat dipercaya dan memiliki motivasi tinggi
seperti yang diperlukan.
2. Meningkatkan dan memperbaiki kapasitas yang melekat pada
manusia kontribusi, kemampuan dan kecakapan mereka.
3. Mengembangkan sistem kerja dengan kinerja tinggi yang meliputi
prosedur perekrutan dan seleksi yang teliti, sistem kompensasi dan
insentif yang tergantung pada kinerja, pengembangan manajemen
serta aktifitas pelatihan yang terkait “kebutuhan bisnis”.
4. Mengembangkan praktek manajemen dengan komitmen tinggi
yang menyadari bahwa karyawan adalah pihakterkait dalam
organisasi Yang bernilai membantu dan membentuk
pengembangan iklim kerjasama dan kepercayaan bersama.
5. Menciptakan iklim, dimana hubungan yang produktif dan harmonis
dapat dipertahankan melalui asosiasi antara manajemen dengan
karyawan.
6. Mengembangkan iklim lingkungan dimana kerjasama tim dan
fleksibilitas dapat berkembang.
7. Membantu organisasi menyeimbangkan dan mengadaptasikan
manajemen, karyawan, pelanggan, pemasok dan masyarakat luas).
8. Memastikan bahwa orang dinilai atau dihargai berdasarkan apa
yang mereka lakukan dan mereka capai.
9. Mengelola karyawan yang beragam, memperhitungkan perbedaan
individu dan kelompok dalam kebutuhan penempatan, gaya kerja
dan aspirasi.
10. Memastikan bahwa kesamaan tersedia untuk semua.
11. Mengadopsi pendekatan etis untuk mengelola karyawan yang
didasarkan pada perhatian untuk karyawan, keadilan dan
transportasi.
12. Mempertahankan dan memperbaiki kesejahteraan fisik dan mental
karyawan.
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut di atas manajemen sumber
daya manusia harus malaksanakan beberapa kelompok aktivitas yang
semuanya saling berhubungan dan terkait, seperti yang terjadi dalam
konteks organisasi meliputi : perencanaan sumber daya manusia,
kompensasi dan tunjangan kesehatan, keselamatan dan keamanan,
hubungan karyawan dan buruh. Namun di era globalisasi dimana
teknologi membuat dunia seolah tanpa batas maka lingkungan eksternal
menjadi bagian penting yang harus menjadi pertimbangan bagi semua
pimpinan dalam melaksanakan aktivitas sumber daya manusia
diantaranya : hukum,politik, ekonomi, sosial, budaya dan teknologi. Hal ini
dikarenakan lingkungan eksternal seolah menjadi bagian tak terpisahkan
2.1.2 Kepemimpinan
Konsep tentang kepemimpinan dalam dunia pendidikan tidak bisa
terlepas dari konsep kepemimpinan secara umum. Konsep kepemimpinan
secara umum sering dipersamakan dengan manajemen, padahal dua hal
tersebut memiliki perbedaan yang cukup berarti.
Dalam buku kepemimpinan karangan Miftah Toha (2006 : 5)
mengartikan bahwa : “Kepemimpinan adalah aktivitas untuk
mempengaruhi orang-orang supaya diarahkan untuk mencapai tujuan
organisasi.”
Pengertian di atas didukung oleh pendapat Stephen P. Robbins
dalam buku Manajement, Seven edition yang dialih bahasa oleh T.
Hermaya (2005 : 128) memberikan arti kepemimpinan sebagai berikut :
“Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi kelompok menuju
tercapainya sasaran”. Sedangkan menurut AlanTucker dalam Syafarudin
(2002 : 49) mengemukakan bahwa : “kepemimpinan sebagai kemampuan
mempengaruhi atau mendorong seseorang atau sekelompok orang agar
bekerja secara sukarela untuk mencapai tujuan tertentu atau sasaran
dalam situasi tertentu”. Hal ini memberikan suatu perspektif bahwa
seorang manajer dapat berperilaku sebagai seorang pemimpin, asalkan
dia mampu mempengaruhi perilaku orang lain untuk mencapai tujuan
tertentu. Tetapi seorang pemimpin belum tentu harus menyandang jabatan
manajer.
Menurut Andrew J. Dubrin dalam Buku The Complete Ideal’s
(2006 : 4) arti kepemimpinan yang sesungguhnya dapat dijelaskan
dengan banyak cara. Berikut ini adalah beberapa definisinya :
1. Kepemimpinan adalah upaya mempengaruhi banyak orang melalui komunikasi untuk mencapai tujuan.
2. Kepemimpinan adalah cara mempengaruhi orang dengan petunjuk atau perintah
3. Kepemimpinan adalah tindakan yang menyebabkan orang lain bertindak atau merespon dan menimbulkan perubahan positif. 4. Kepemimpinan adalah kekuatan dinamis penting yang memotivasi
dan mengkoordinasikan organisasi dalam rangka mencapai tujuan. 5. Kepemimpinan adalah kemampuan untuk menciptakan rasa
percaya diri dan dukungan diantara bawahan agar tujuan organisasional tercapai.
Kepemimpinan sebenarnya dapat berlangsung dimana saja, karena
kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi orang lain untuk
melakukan sesuatu dalam rangka mencapai maksud tertentu.
Berdasarkan definisi kepemimpinan yang berbeda terkandung kesamaan
arti yang bersifat umum.
Seorang pemimpin merupakan orang yang memberikan inspirasi,
membujuk, mempengaruhi dan memotivasi orang lain. Untuk
membedakan pemimpin dari non-pemimpin dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan teori perilaku.
Menurut Stephen P Robbins dalam buku Management, Seven
Edition yang dialih bahasa oleh T. Hermaya (2005 : 129) menyatakan
bahwa : “Teori prilaku adalah teori-teori kepemimpinan yang mengenali
perilaku yang membedakan pemimpin yang efektif dari yang tidak efektif”.
Teori perilaku ini tidak hanya memberikan jawaban yang lebih pasti
tentang sifat kepemimpinan, tetapi juga mempunyai implikasi nyata yang
Selanjutnya Stephen P Robbins dalam buku yang sama
mengemukakan bahwa terdapat enam ciri yang berkaitan dengan
kepemimpinan yaitu :
1. Dorongan. Pemimpin menunjukkan tingkat usaha yang tinggi. 2. Kehendak untuk memimpin. Pemimpin mempunyai kehendak yang
kuat untuk mempengaruhi dan memimpin orang lain.
3. Kejujuran dan integritas. Pemimpin membangun hubungan saling mempercayai antara mereka sendiri dan pengikutnya dengan menjadi jujur dan tidak menipu.
4. Kepercayaan diri. Para pengikut melihat pemimpinnya tidak ragu akan dirinya.
5. Kecerdasan. Pemimpin haruslah cukup cerdas untuk mengumpulkan, menganalisis dan menafsirkan banyak informasi, dan mereka perlu mampu untuk menciptakan visi, memecahkan masalah, dan membuat keputusan yang tepat.
6. Pengetahuan yang terkait dengan pekerjaan. Pemimpin yang efektif mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi tentang perusahaan, industry dan hal-hal teknis.
Menurut Thoha dalam buku Kepemimpinan dalam Manajemen
(2006 : 31) terdapat beberapa teori kepemimpinan diantaranya :
1. Teori Sifat (Trait Theory)
Teori ini mengemukakan bahwa kepemimpinan dipengaruhi
4. Teori Jalan Kecil – Tujuan
Teori ini menggunakan kerangka teori motivasi. Mereka
beranggapan bahwa perilaku pemimpin akan bisa menjadi faktor
motivasi terhadap bawahan, jika perilaku itu dapat memuaskan.
5. Teori Social Learning
Merupakan suatu teori yang dapat memberikan suatu model yang
menjamin kelangsungan, interaksi timbale balik antara pemimpin
lingkungan dan perilakunya sendiri.
Penjelasan teori kepemimpinan ini melahirkan suatu tinjauan
bahwa untuk memimpin seseorang harus memiliki gaya kepemimpinan.
Menurut Robbins dalam buku Management Seven Edition yang
dialih bahasa oleh T Hermaya (2005 : 130) ada beberapa gaya atau Style
kepemimpinan yang banyak mempengaruhi keberhasilan seorang
pemimpin dalam mempengaruhi perilaku pengikut-pengikutnya,
diantaranya :
1. Pada Periode Pertama
- Gaya Otokratis : Pemimpin yang cenderung memusatkan
wewenang, mendiktekan metode kerja, membuat keputusan
unilateral, dan membatasi partisipasi karyawan.
- Gaya Demokratis : Pemimpin yang cenderung melibatkan
karyawan dalam mengambil keputusan, mendelegasikan
wewenang, mendorong partisipasi dalam memutuskan metode
dan sasaran kerja dan menggunakan umpan balik sebagai
- Gaya Laissez-Faire : Pemimpin yang umumnya memberikan
kelompok kebebasan penuh untuk membuat keputusan dan
menyelesaikan pekerjaan dengan cara apa saja yang dianggap
sesuai.
2. Pendapat para Ahli
- Gaya Kepemimpinan Kontinum
Terdapat dua bidang pengaruh yang eksterm antara pengaruh
pemimpin dan kebebasan bawahan.
- Gaya Managerial Grid
Dimana manajer berhubungan dengan dua hal yaitu produksi
dan orang-orang.
- Tiga Dimensi dari Reddin
Merupakan gaya penyempurnaan dari manajerial grid dengan
menambahkan efektivitas dalam modelnya.
- Empat Sistem Manajemen dari Likert
Dimana pemimpin dapat berhasil jika bergaya participative
management, yaitu jika berorientasi pada bawahan dan
mendasarkan pada komunikasi.
Berdasarkan beberapa pembahasan tentang teori kepemimpinan
tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah
kemampuan yang dimiliki seseorang dalam mempengaruhi orang lain
untuk mau bekerja sama agar mau melakukan tindakan dan perbuatan
2.1.3. Kepemimpinan Kepala Sekolah
Sejalan dengan uraian kepemimpinan di atas kepemimpinan dalam
organisasi sekolah secara umum sama. Kepala Sekolah adalah pemimpin
sekaligus manajer yang harus mengatur, memberi perintah sekaligus
mengayomi bawahannya yaitu para guru dan menyelesaikan
masalah-masalah yang timbul.
Wahjosumidjo (2002 : 83) mengartikan bahwa : “Kepala sekolah
adalah seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin
suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar atau
tempat dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan
murid yang menerima pelajaran.”
Sementara Rahman dkk (2006 : 106) mengungkapkan bahwa
“Kepala sekolah adalah seorang guru (Jabatan fungsional) yang diangkat
untuk menduduki jabatan structural (kepala sekolah) di sekolah.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
kepala sekolah adalah seorang guru yang mempunyai kemampuan untuk
memimpin dan memanaj segala sumber daya yang ada pada suatu
sekolah sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai
tujuan bersama.
Berkaitan dengan kepemimpinan kepala sekolah A. Tabrani Rusyan
(2000) menyatakan bahwa :
sekolah mampu mendorong bawahannya untuk bekerja sesuai dengan kebijaksanaan dan program yang telah digariskan sehingga produktivitas kerja guru tinggi dan hasil belajar siswa meningkat.”
Sebenarnya dalam mencapai tujuan bersama, pemimpin dan
anggotanya mempunyai ketergantungan satu dengan yang lainnya. Setiap
anggota organisasi mempunyai hak untuk memberikan sumbangan demi
tercapainya tujuan organisasi. Oleh sebab itu, perlu adanya kebersamaan.
Rasa kebersamaan dan rasa memiliki pada diri setiap anggota mampu
menimbulkan suasana organisasi yang baik.
Menurut Supriadi dalam bukunya (editor) Sejarah Pendidikan
Teknik dan Kejuruan di Indonesia (2002 : 268). Ada tujuh indikator
keberhasilan seorang kepala sekolah, yaitu :
1. Kepala Sekolah sebagai Manajer.
2. Kepala Sekolah sebagai Pemimpin
3. Kepala Sekolah sebagai Wirausaha
4. Kepala Sekolah sebagai Pencipta Iklim Kerja
5. Kepala Sekolah sebagai Pendidik
6. Kepala Sekolah sebagai Administrator
7. Kepala Sekolah sebagai Penyelia
Supriadi juga mengatakan bahwa kepemimpinan adalah
kepribadian dan integritas serta kemampuan untuk meyakinkan dan
mengarahkan orang lain, untuk mencapai tujuan sesuai dengan sasaran.
Hal tersebut di atas meliputi kepribadian, kemampuan memotivasi,
pengambilan keputusan, komunikasi dan pendelegasian wewenang.
Sedangkan menurut Mulyasa (2009 : 90) :
sasaran sekolahnya melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap.”
Pendapat tersebut di atas mengandung arti bahwa kepala sekolah dituntut
untuk mempunyai kemampuan manajemen dan kepemimpinan yang
memadai agar mampu mengambil inisiatif untuk meningkatkan mutu
sekolah.
Kepemimpinan khususnya di lembaga pendidikan memiliki ukuran
atau standar pekerjaan yang harus dilakukan oleh kepala sekolah selaku
pimpinan tertinggi. Menurut Mulyasa (2009 : 98) disampaikan bahwa
seorang kepala sekolah harus melakukan perannya sebagai pimpinan
dengan menjalankan fungsi :
a. Kepala sekolah sebagai educator (pendidik)
b. Kepala sekolah sebagai manajer
c. Kepala sekolah sebagai administrator
d. Kepala sekolah sebagai supervisor
e. Kepala sekolah sebagai leader (pemimpin)
f. Kepala sekolah sebagai inovator
g. Kepala sekolah sebagai motivator
Kepala sekolah yang mampu menjalankan fungsi-fungsi di atas
dengan baik dapat dikatakan kepala sekolah memiliki kemampuan
memimpin yang baik.
Jadi, dengan demikian jelas bahwa kepala sekolah sebagai
pemimpin agar berhasil harus menjalankan sekurang-kurangya tujuh
fungsi di atas selain juga memiliki kriteria lain seperti latar belakang
pendidikan dan pengalamannya. Kepala sekolah selain mampu untuk
yang kondusif di lingkungan kerja sehingga dapat memotivasi guru dalam
bekerja dan dapat mencegah timbulnya disintegrasi atau perpecahan
dalam organisasi.
2.1.4 Motivasi Kerja
Motivasi adalah serangkaian sikap dan nilai yang mempengaruhi
individu untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu.
Sikap dan nilai tersebut merupakan suatu yang invisible yang memberikan
kekuatan untuk mendorong individu bertingkah laku dalam mencapai
tujuan. Veithzal (2005 : 455 ). Beliau juga mengemukakan : “Dua hal yang
dianggap sebagai dorongan individu yaitu arah prilaku (kerja untuk
mencapai tujuan) dan kekuatan prilaku (seberapa kuat usaha individu
dalam bekerja)”.
Beberapa ahli mengemukakan teori motivasi diantaranya :
a. Teori Kebutuhan dari Maslow (Hierarchy of Need Theory)
Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai suatu kesenjangan
atau pertentangan yang dialami antara kenyataan dengan dorongan
yang ada dalam diri. Apabila kebutuhan pegawai tidak terpenuhi maka
pegawai tersebut akan menunjukkan perilaku kecewa. Sebaliknya jika
kebutuhannya terpenuhi maka pegawai akan memperlihatkan perilaku
yang gembira sebagai manifestasi dari rasa puas.
Menurut Abraham Maslow mengemukakan bahwa hirarki
1. Kebutuhan fisiologis (physiological needs) yaitu kebutuhan yang
diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup seseorang,
seperti makan, minum, udara, perumahan dan lainnya. Dalam
organisasi kebutuhan-kebutuhan ini dapat berupa uang, hiburan,
program pension, lingkungan kerja yang nyaman.
2. Kebutuhan keselamatan dan keamanan (safety and security need)
yaitu kebutuhan keamanan dari ancaman yakni merasa aman dari
ancaman kecelakaan dalam melakukan pekerjaan. Dalam
organisasi kebutuhan ini dapat berupa keamanan kerja, senioritas,
program pemberhentian kerja, uang pesangon.
3. Kebutuhan rasa memiliki (social need) yaitu kebutuhan akan
teman, cinta dan memiliki. Sosial need di dalam organisasi dapat
berupa keompok kerja (team work) baik secara formal maupun
informal.
4. Kebutuhan akan harga diri (esteem need or status needs) yaitu
kebutuhan akan penghargaan diri, pengakuan serta penghargaan
prestise dari karyawan dan masyarakat lingkungan. Dalam
organisasi kebutuhan ini dapat berupa reputasi diri, gelar dsb.
5. Kebutuhan akan perwujudan diri (self actualization) adalah
kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunaka kecakapan,
kemampuan, keterampilan dan potensi optimal untuk mencapai
prestasi kerja yang sangat memuaskan atau luar biasa yang sulit
dicapai orang lain.
Selanjutnya, Abraham Maslow berpendapat bahwa orang
85% kebutuhan fisiologi, 70% kebutuhan rasa aman, 50% kebutuhan
sosial, 40% kebutuhan penghargaan, dan 15% kebutuhan aktualisasi
diri, keluarga, dan bisa menjadi penyebab terjadinya konflik kerja.
Dengan demikian, jika kebutuhan pegawai tidak terpenuhi,
pemimpin akan mengalami kesulitan dalam memotivasi pegawai.
b. Teori Motivasi Dua Faktor dari Herzberg (the two Factors Theory)
Frederick Herzberg, Bernard Mausner dan Barbara
Snyderman mengadakan studi tentang motivasi kerja karyawan
industri. Berdasarkan studi tersebut, Herzberg dan kawan-kawan
merumuskan teori motivasi yang disebut dengan Teori Dua Faktor.
Teori ini dikenal juga dengan teori Motivator – Hygienes. Tim peneliti ini mengadakan penelitian terhadap 203 akuntan dan insinyur. Teknik
pengumpulan data adalah wawancara dan interviu.
Atas dasar hasil penelitiannya, Herzberg memisahkan dua
kategori pekerjaan, yaitu :
1. Faktor “Motivasional”
Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional adalah hal-hal
yang mendorong berprestasi yang sifatnya instrinsik yang berarti
bersumber dalam diri seseorang.
2. Faktor “Hygiene”
Yang dimaksud dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah
faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari
luar diri yang turut menentukan prilaku seseorang dalam
Herzberg berpendapat bahwa baik faktor motivasional yang
bersifat intrinsik maupun faktor pemeliharaan yang bersifat ekstrinsik
dapat mempengaruhi seseorang dalam bekerja. Termasuk faktor
motivasional yang bersifat intrinsik adalah prestasi yang dicapai,
pengakuan, dunia kerja, tanggung jawab dan kemajuan. Termasuk ke
dalam faktor pemeliharaan yang bersifat ekstrinsik adalah hubungan
interpersonal antara atasan dan bawahan, teknik supervisi, kebijakan
administratif, kondisi kerja, dan kehidupan pribadi. Kedua faktor
tersebut berpengaruh besar terhadap motivasi seseorang. Meskipun
demikian bukanlah sesuatu yang mutlak dapat dikuantifikasi, karena
motivasi berhubungan dengan berbagai komponen yang sangat
kompleks.
Masalah yang dihadapi oleh guru berbeda denga apa yang
dihadapi oleh karyawan perusahaan. Guru, di samping menghadapi
permasalahan dalam berhubungan dengan siswa, juga dalam
berhubungan dengan kepala sekolah dan pejabat di atasnya. Proses
belajar mengajar dalam organisasi sekolah mempunyai masalah
tersendiri. Guru sekolah lanjutan pada umumnya berinteraksi dengan
banyak siswa setiap hari pada situasi yang hampir sama dan
terkadang bersifat pribadi, lebih-lebih guru borongan atau self-contained classroom.
Pada umumnya guru relatif jarang berinteraksi dengan
supervisor atau pengawas. Pelaksanaan supervisi di sekolah pun
berbeda dengan di perusahaan. Postulat teori dua factor, bahwa ada
seperangkat lain (hygienes) menghasilkan ketidakpuasan. Dua hal ini
tidaklah berlawanan, melainkan merupakan dua dimensi yang berbeda
di dalam organisasi.
c. “Theory X and Theory Y” dari Douglas Mc Gregor
Douglas Mc Gregor mengajukan dua pandangan yang
berbeda tentang manusia; negatif dengan tanda label X dan positif
dengan tanda label Y. setelah melakukan penyelidikan tentang
perjanjian seorang manajer dan karyawan, Mc Gregor merumuskan
asumsi-asumsi dan perilaku manusia dalam organisasi sebagai
berikut:
Teori X (negatif) merumuskan asumsi sebagai berikut :
Karyawan sebenarnya tidak suka bekerja dan jika ada kesempatan dia
akan menghindari atau bermalas-malasan dalam bekerja. Semenjak
karyawan tidak suka atau tidak menyukai pekerjaannya, mereka harus
diatur dan dikontrol bahkan mungkin ditakut-takuti untuk menerima
sangsi hukum jika tidak bekerja dengan sungguh-sungguh. Karyawan
akan menghindari tanggung jawabnya dan mencari tujuan formal
sebisa mungkin.
Kebanyakan karyawan menempatkan keamanan di atas factor lainnya
yang berhubugan erat dengan pekerjaan dan akan
menggambarkannya dengan sedikit ambisi.
Karyawan dapat memandang pekerjaan sebagai sesuatu yang lumrah
dan alamiah baik tempat bermain atau beristirahat, dalam artian
berdiskusi atau sekedar teman bicara.
Manusia akan melatih tujuan pribadi dan pengontrolan diri sendiri jika
mereka melakukan komitmen yang sangat objektif.
Kemampuan untuk melakukan keputusan yang cerdas dan inovatif
adalah tersebar secara meluas di berbagai kalangan tidak hanya
melulu dari kalangan top manajement atau dewan direksi.
Jadi, teori Mc Gregor ini lebih memihak kepada
asumsi-asumsi Y yang positif dari perilaku sumber daya manusia dalam
organisasi. Boleh jadi, ide-ide secara partisipasi dalam mengambil
keputusan, dan tanggung jawab atau grup relasi sebagaipendekatan
untuk memotivasi karyawan dalam kepuasan kerjanya. Semua
manajer haruslah menggunakan kedua jenis motivasi tersebut.
Masalah utama dari teori ini adalah proporsi penggunaannya,
dan juga kapan kita akan menggunakannya. Para pimpinan yang lebih
percaya bahwa ketakutan akan mengakibatkan seseorang segera
bertindak, mereka akan lebih banyak menggunakan motivasi teori X
(negatif). Sebaliknya jika pimpinan percaya kesenangan akan menjadi
dorongan bekerja, ia akan banyak menggunakan motivasi yang positif.
Walaupun demikian tidak ada seorang pimpinan pun yang sama sekali
tidak pernah menggunakan motivasi negatif. Penggunaan
masing-masing jenis motivasi ini, dengan segala bentuknya haruslah
mempertimbangkan situasi dan orangnya, sebab pada hakekatnya
Suatu dorongan yang mungkin efektif bagi seseorang, mungkin tidak
efektif bagi orang lain. Seseorang dengan disindir saja mungkin sudah
tahu apa yang dimaksudkan, tetapi bagi orang lain mungkin perlu
ditegur secara langsung sehingga baru tahu apa yang dimaksudkan
oleh rekan kerjanya, atau pimpinannya.
d. Teory ERG (Existence, Relatedness, Growth) dari Aldefer
Teori ERG merupakan refleksi dai tiga dasar kebutuhan, yaitu:
1. Existence needs, kebutuhan ini berhubungan dengan fisik dari eksistensi pegawai, seperti makan, minum, pakaian, bernafas, gaji,
keamanan kondisi kerja, fringe benefits.
2. Relatedness needs, kebutuhan interpersonal, yaitu kepuasan dalam berinteraksi dalam lingkungan kerja.
3. Growth needs, kebutuhan untuk mengembangkan dan meningkatkan pribadi. Hal ini berhubugan dengan kemampuan dan
kecakapan pegawai.
e. Teori Insting
Teori motviasi insting timbulnya berdasarkan teori evaluasi
Charles Darwin. Beliau berpendapat bahwa tindakan yang intelligent
merupakan refleksi dari instingtif yang diwariskan. Oleh karena itu,
tidak semua tingkah laku dapat direncanakan sebelumnya dan
dikontrol oleh pikiran.
Konsep Drive menjadi konsep yang tersohor dalam bidang
motivasi sampai tahun1918. Woodworth menggunakan konsep
tersebut sebagai energy yang mendorong organisasi untuk melakukan
suatu tindakan. Kata Drive dijelaskan sebagai aspek motivasi dari
tubuh yang tidak seimbang misalnya, kekurangan makanan
mengakibatkan berjuang untuk memuaskan kebutuhannya agar
kembali menjadi seimbang. Motivasi didefinisikan sebagai suatu
dorongan yang membangkitkan untuk keluar dari ketidakseimbagan
atau tekanan.
Clark L. Hull berpendapat bahwa belajar terjadi sebagai akibat
dari reinforcement. Beliau berasumsi bahwa semua hadiah (reward)
pada akhirnya didasarkan atas reduksi dan drive keseimbangan (home
static drive).
Teori Hull dirumuskan secara sistematik yang merupakan hubungan
antara drive dan habit strength.
Kekuatan motivasi = Fungsi (drive x habit)
Habit strenght adalah hasil factor-faktor reinforcement sebelumnya.
Drive adalah jumlah keseluruhan ketidakseimbangan fisiologi atau
(physiological imbalance) uang disebabkan oleh kehilangan atau
kekurangan kebutuhan komoditas untuk kelangsungan hidup.
Berdasarkan perumusan teori Hull tersebut dapat disimpulkan bahwa
motivasi seorang pegawai sangat ditentukan oleh kebutuhan dalam
dirinya (drive) dan faktor kebiasaan (habit) pengalaman kerja
g. Teori Lapangan
Teori lapangan merupakan konsep dari Kurt Lewin. Teori ini
merupakan pendekatan kognitif untuk mempelajari perilaku dan
motivasi. Teori lapangan lebih memfokuskan pada insting dan habit.
Kurt Lewin berpendapat bahwa perilaku merupakan suatu fungsi dari
lapangan pada momen waktu. Kurt Lewin juga percaya pada pendapat
ahli psikologi Gestalt yang mengemukakan bahwa perilaku ini
merupakan fungsi dari seorang pegawai dengan lingkungannya.
2.1.5 Disiplin Kerja
Simamora dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi III
(2006 : 610) menyatakan bahwa :
“Disiplin adalah prosedur yang mengoreksi atau menghukum bawahan karena melanggar peraturan atau prosedur. Disiplin merupakan bentuk pengendalian diri karyawan dan pelaksanaan yang teratur dan menunjukkan tingkat kesungguhan tim kerja di dalam suatu organisasi”.
Menurut Alma (2003 : 186) mengatakan bahwa : “Disiplin dapat
diartikan sebagai suatu sikap patuh, tingkah laku, dan perbuatan yang
sesuai dengan peraturan perusahaan baik lisan maupun tertulis”.
Singodimejo dalam Sutrisno (2009 : 85) mengatakan bahwa disiplin
adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan
mentaati norma-norma peraturan yang berlaku di sekitarnya.
Sementara Sinungan (2003 ; 135) mendefinisikan disiplin sebagai :
“Sikap kejiwaan dari seseorang atau sekelompok orang yang senantiasa
berkehendak untuk mengikuti/mematuhi segala aturan/keputusan yang
Senada dengan pendapat di atas, Fathoni (2006 : 172) mengartikan
disiplin sebagai : “Kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua
peraturan organisasi dan norma-norma sosial yang berlaku”. Selanjutnya
Fathoni menjelaskan bahwa : “Kedisiplinan diartikan bilamana karyawan
selalu datang dan pulang tepat pada waktunya, mengerjakan semua
pekerjaannya dengan baik, mematuhi semua peraturan perusahaan dan
norma-norma sosial yang berlaku.”
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja
adalah sikap dan perbuatan guru dalam mentaati semua pedoman dan
peraturan yang telah ditentukan untuk tercapainya tujuan organisasi.
Disiplin berkaitan erat dengan perilaku karyawan dan berpengaruh
terhadap kinerja.
Menurut Siagian dalam Sutrisno (2009 : 86), bentuk disiplin yang
baik akan tercermin pada suasana di lingkungan organisasi sekolah,
yaitu:
1. Tingginya rasa kepedulian guru terhadap pencapaian visi dan misi
sekolah.
2. Tingginya semangat, gairah kerja dan inisiatif para guru dalam
mengajar.
3. Besarnya rasa tanggung jawab guru untuk melaksanakan tugas
dengan sebaik-baiknya.
4. Berkembangnya rasa memiliki dan rasa solideritas yang tinggi di
kalangan guru.
Suatu asumsi bahwa pemimpin mempunyai pengaruh langsung
pada sikap kebiasaan yang dilakukan karyawan. Kebiasaan itu dampak
dari keteladanan yang dicontohkan oleh pimpinan. Oleh karena itu, jika
mengharapkan karyawan memiliki tingkat disiplin yang baik, maka
pemimpin harus memberikan kepemimpinan yang baik pula.
Menurut Singodimedjo dalam Sutrisno (2009 : 89), faktor yang
mempengaruhi disiplin guru adalah :
1. Besar kecilnya pemberian kompensasi.
2. Ada tidaknya keteladanan kepala sekolah.
3. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan.
4. Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan.
5. Ada tidaknya pengawasan pimpinan.
6. Ada tidaknya perhatian kepada para karyawan.
7. Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya
disiplin.
8. Pengembangan struktur organisasi yang sehat.
9. Adanya suatu program yang lengkap atau baik untuk memelihara
semangat dan disiplin guru.
Disiplin merupakan fungsi operatif dari Manajemen Sumber Daya
Manusia yang terpenting, karena semakin baik disiplin karyawan semakin
tinggi prestasi kerja yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin yang baik, sulit
bagi organisasi mencapai hasil yang optimal. Pada umumnya apabila
orang memikirkan tentang disiplin, yang terbayang adalah berupa
hukuman berat, padahal hukuman hanya sebagian dari seluruh persoalan
lingkungan yang tertib, berdaya guna dan berhasil guna melalui
seperangkat peraturan yang jelas dan tepat. Umumnya disiplin ini dapat
dilihat dari indikator seperti : guru datang ke tempat kerja tepat waktu ;
berpakaian rapih, sopan, memperhatikan etika cara berpakaian
sebagaimana mestinya seorang pegawai; guru mempergunakan alat-alat
dan perlengkapan sesuai ketentuan, mereka bekerja penuh semangat dan
bekerja sesuai dengan aturan yang ditetapkan lembaga.
Kebiasaan-kebiasaan di atas akan terwujud kalau para pegawainya mempunyai
disiplin yang baik. Penanaman disiplin ini tentunya perlu diterapkan oleh
seorang pemimpin terhadap bawahannya untuk menciptakan kualitas
kerja yang baik.
Penerapan disiplin kerja di lingkungan kerja, memang awalnya
akan dirasakan berat oleh para pegawai, tetapi apabila terus menerus
diberlakukan akan menjadi kebiasaan, dan disiplin tidak akan menjadi
beban berat bagi para pegawai. Disiplin ini perlu diterapkan di lingkungan
kerja, karena seperti telah disinggung di atas bahwa disiplin tidak lahir
begitu saja, tetapi perlu adanya pembinaan-pembinaan dalam
menegakkan disiplin kerja ini.
Hal di atas sejalan dengan pendapat Moenir yang dikutif Dahyana
(2001 : 11), bahwa kondisi disiplin kerja pegawai tidak langsung tercipta
begitu saja, melainkan harus ada kemauan dan usaha semua pihak
terutama pihak pimpinan untuk menumbuhkan disiplin kerja. Sehubungan
dengan itu, bagaimana mewujudkan disiplin kerja yang baik dalam
Dalam memberikan kedisiplinan kepada bawahan seorang pemimpin
mempunyai gaya yang berbeda-beda tergantung kepada kemampuan dan
keilmuan yang dimiliki oleh pimpinan.
Selanjutnya Maryoto (2001: 98) mengatakan bahwa :
“Pimpinan dalam pembinaan disiplin terhadap bawahan harus memperhatikan : pengawasan yang berkelanjutan, mengetahui organisasi yang dipimpinnya, instruksi harus jelas dan tegas tidak membingungkan bawahan. Menurut prosedur kerja yang sederhana dan mudah dipahami, membuat kegiatan yang dapat menyibukkan anak buah”.
Disamping itu untuk membina selanjutnya telah ditetapkan
Peraturan Pemerintah No 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri
Sipil, disebutkan ada tiga tingkatan dan jenis hukuman disiplin pada
pegawai negeri sipil. Hukuman disiplin terdiri dari :
(1) Hukuman disiplin ringan
(2) Hukuman disiplin sedang, dan
(3) Hukuman disiplin berat.
2.1.6 Kinerja
Pengertian kinerja atau prestasi kerja pegawai menurut beberapa
ahli memiliki pengertian yang sama namun para ahli lain mengatakan
berbeda.
Armstrong dan Baron dalam Wibowo (2007 : 2) menyampaikan
bahwa :
“Kinerja (performance) adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi”.
Menurut Siswanto Bejo (2005 : 195) prestasi kerja adalah :
Pada umumnya prestasi kerja seorang tenaga kerja antara lain dipengaruhi oleh kecakapan, keterampilan, pengalaman, kesanggupan tenaga kerja yang bersangkutan.
Sedangkan menurut Mangkunegara (2002 : 67), kinerja (prestasi kerja)
adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang
pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya.
Mathis dan Jackson (2002 : 78) menyatakan bahwa unsur yang
membentuk kinerja pegawai antara lain : kuantitas output, kualitas output,
jangka waktu output, kehadiran di tempat kerja, dan sikap kooperatif.
Sementara Gomez (2001 : 142) mengemukakan unsur yang
berkaitan dengan kinerja terdiri dari :
1. Quantity of work, yakni jumlah pekerjaan yang dapat diselesaikan pada periode tertentu.
2. Quality of work, yaitu kualitas pekerjaan yang dicapai berdasarkan syarat yang ditentukan.
3. Job knowledge, yakni pemahaman pegawai pada prosedur kerjadan informasi teknis tentang pekerjaan.
4. Creativeness, yaitu kemampuan menyesuaikan diri dengan kondisi dan dapat diandalkan dalam pekerjaan.
5. Cooperation, yaitu kerjasama dengan rekan kerja dan atasan. 6. Dependability, yakni kemampuan menyelesaikan pekerjaan tanpa
tergantung kepada orang lain.
7. Inisiative, yakni kemampuan melahirkan ide-ide dalam pekerjaan. 8. Personal qualities, yaitu kemampuan dalam berbagai bidang
Dari berbagai pengertian kinerja di atas dapat disimpulkan bahwa
kinerja/ prestasi kerja merupakan hasil kerja yang dicapai seseorang
dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang
didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta tepat
waktu. Wujud kinerja dapat dilihat dari tingkat prestasi kerja yang berupa
hasil kerja, kemampuan dan penerimaan atas kejelasan delegasi tugas
serta minat seorang pekerja.
2.1.7 Kinerja Guru
Rachman Natawijaya (2006 : 22) secara khusus mendefinisikan
kinerja guru sebagai seperangkat perilaku nyata yang ditunjukkan guru
pada waktu dia memberikan pembelajaran kepada siswa.
Kinerja guru bila mengacu pada pengertian Mangkunegara bahwa
tugas yang dihadapi oleh seorang guru meliputi : membuat program
pengajaran, memilih metode dan media yang sesuai untuk penyampaian,
melakukan evaluasi, dan melakukan tindak lanjut dengan pengayaan dan
remedial.
Menurut Undang- Undang RI nomor 14 tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen, pada bab 1 pasal 1 disebutkan bahwa :
“Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.”
Selanjutnya pada Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa :
Professional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memenuhi
Guru merupakan ujung tombak pelaksana pendidikan.
Keberhasilan guru dalam melaksanakan tugasnya merupakan cerminan
dari kinerja guru, dan hal tersebut terlihat dari aktualisasi kompetensi guru
dalam merealisasikan tugas profesinya.
Sehubungan dengan kinerjanya maka guru ada yang memiliki
kinerja baik dan ada juga yang memiliki kinerja kurang baik. Guru yang
memiliki kinerja yang baik disebut guru yang profesional (Supriadi, 1998 :
98).
Tugas profesional guru menurut pasal 2 Undang-Undang No. 14
tahun 2005 meliputi :
a) Melaksanakan pembelajaran yang bermutu serta menilai dan
mengevaluasi hasil pembelajaran.
b) Meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara
berkelanjutan dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
c) Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan hukum dan kode
etik guru serta nilai-nilai agama dan etika dan dapat memelihara,
memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
2.1.8 Pengukuran Kinerja Guru
Kemampuan (ability), keterampilan (skill), dan motivasi (motivation)
akan memberikan kontribusi positif terhadap kualitas kinerja personil
apabila disertai dengan upaya (effort) yang dilakukan untuk
mewujudkannya. Upaya yang dilakukan suatu organisasi akan berdampak
positif terhadap peningkatan kualitas kinerja organisasi sehingga
Guna mencapai kinerja yang tinggi terdapat kriteria kinerja,
meliputi:
1. Kemampuan intelektual berupa kualitas untuk berfikir logis, praktis
dan menganalisis sesuai dengan konsep serta kemampuan dan
mengungkapkan dirinya secara jelas.
2. Ketegasan, merupakan kemampuan untuk menganalisa
kemungkinan dan memiliki komitmen terhadap pilihan yang pasti
secara tepat dan singkat.
3. Semangat (antusiasme), berupa kapasitas untuk bekerja secara
aktif dan takkenal lelah.
4. Berorientasi pada hasil, merupakan keinginan intrinsik dan memiliki
komitmen untuk mencapai suatu hasil dan menyelesaikan
pekerjaannya.
5. Kedewasaan sikap dan perilaku yang pantas, merupakan
kemampuan dalam melakukan pengendalian emosi dan disiplin diri
yang tinggi.
Didalam pelaksanaannya kinerja guru atau tenaga kependidikan
dapat diukur dengan menggunakan lima aspek yang dapat dijadikan
dimensi pengukuran yag disampaikan oleh Mitchell dikutip Mulyasa
(2009 ; 138) yaitu :
1. Quality of Work (kualitas kerja)
2. Promtness (ketepatan waktu)
3. Initiative (inisiatif)
4. Capability (kemampuan)
2.1.10 Hasil Penelitian Sebelumnya
N
o
Nama dan Judul Penelitian Hasil Penelitian
1. Sutopo Slamet, Pasca Unsud,
(Tesis, 2007), Analisis
Kepemimpinan, Kecerdasan
Emosi, Kedisiplinan dan
Kompetensi terhadap Kinerja Guru SMPN 8 Purworejo
Kepemimpinan, kecerdasan emosi, kedisiplinan, dan kompetensi secara bersama mempunyai pengaruh secara positif dan signifikan terhadap besardari t tabel ( 4,085 > 2,03) maka Ho ditolak dan Ha diterima. Variabel yang paling dominan adalah motivasi dengan nilai β terbesar (β = terhadap Peningkatan Kinerja Pegawai PT Telkom Kantor Cabang Telekomunikasi
Terdapat pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja pegawai memberikan kontribusi sebesar 45,3 %
4. Dede Hasan Kurniadi, Pasca UPI
Bandung (tesis, 2002),
Kemampuan Manajerial dalam Memotivasi dan Mendisiplinkan Karyawan Dikaitkan dengan Produktivitas Kerjanya di Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat
Terdapat pengaruh kemampuan
manajerial terhadap
produktivitas kerja sebesar 22,70 % dan mendisiplinkan karyawan sebesar 37,40 %
5. Romlah, Pascasarjana STIE Pasundan Bandung (tesis, 2010), Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah, Kompetensi dan Motivasi terhadap Kinerja Guru SMPN 1 Margahayu Kabupaten Bandung
Kepemimpinan kepala sekolah, kompetensi dan motivasi
secara bersama-sama
2.2 Kerangka Berfikir
2.2.1 Kinerja Guru
Guru merupakan ujung tombak dalam pelaksanaan proses belajar
mengajar di sekolah. Dikatakan demikian karena guru merupakan individu
yang berhadapan langsung dengan para siswanya. Tinggi rendahnya
prestasi siswa berkaitan erat dengan kinerja guru yang sehari-hari
mendampingi siswanya. Oleh karena itu guru yang memiliki kinerja yang
baik merupakan guru yang diharapkan oleh lembaga maupun siswanya
untuk terus melakukan tugasnya dengan baik.
Menurut (Hickhmen : 1990) bahwa tinggi rendahnya kinerja pada
dasarnya dapat diukur dengan menggunakan :
1. Kualitas
2. Kemampuan
3. Inisiatif
4. Komunikasi
5. Ketepatan waktu
Menurut Undang- Undang RI nomor 14 tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen, pada bab 1 pasal 1 disebutkan bahwa :
“Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan
dasar, dan pendidikan menengah.”
Keenam tugas utama guru tersebut di atas dapat dijadikan dimensi