PRINSIP-PRINSIP DALAM PEMBUATAN AKAD SYARIAH
Makalah disusun oleh:
Siti Aisyah 1110046100023
Fathiyah Romdhoni 1110046100025
Fajri Hassan 1110046100096
Dosen Pembimbing:
H. Saefuddin Arif, SH, MH
Jurusan Ekonomi Islam
Fakultas Syariah dan Hukum
PEMBAHASAN
Dalam penyusunan akta akad syariah, seorang drafter (penyusun) harus memperhatikan beberapa prinsip yang diambil dari Al- qur’an dan as-sunnah, perundang-undangan, yurispudensi, dan peraturan yang tidak bertentangan dengan syariah. Selain itu, karena akta akad syariah dibuat diindonesia, ia juga dituntut untuk mematuhi beberapa prinsip akad atau perjanjian yang selama ini berlaku.
A. Berikut ini akan diuraikan beberapa prinsip pembuatan akta akad syariah: a. Al- hurriyah (kebebasan)
Asas ini merupakan prinsip dasar dalam hukum perjanjian islam, dalam artian para pppihak bebas membuat suatu perjanjian atau akad. Bebas dalam menentukan objek perjanjian dan bebas menentukan dengan siapa ia akan membuat perjanjian, serta bebas menentukan bagaimana cara menentukan penyelesaian sengketa jika terjadi dikemudian hari. Asas kebebasan berakad didalam hukum islam dibatasi oleh ketentuan syariah islam dalam membuat perjanjian ini tidak boleh ada unsur paksaan kekhilafan dan penipuan.
b. Musawamah (persamaan atau kesetaraan)
Asas ini mengandung pengertian bahwa para pihak mempunyai kedudukan yang sama, sehingga dalam menentukan term and condition dari suatu akad/ atau perjanjian setiap pihak mempunyai kesetaraan atau kedudukan yang seimbang. Oleh karena itu, dilarang penentuan isi akad oleh sepihak atau berdasarkan kemauan pihak yang kuat posisinya.
c. Al- adalah (keadilan)
d. Al- ridho (kerelaan)
Prinsip ini menyatakan bahwa segala transaksi yang dilakukan harus atas dasar kerelaan antara masing- masing pihak, harus didasarkan pada kesepakatan bebas dari para pihak dan tidak boleh ada unsur paksaan, tekanan dan penipuan.
e. As- shidq (kebenaran dan kejujuran)
Bahwa didalam islam setiap orang dilarang melakukan kebohongan dan penipuan, karena dengan adanya penipuan/ kebohongan sangat berpengaruh dalam keabsahan perjanjian/ akad. Perjanjian yang didalamnya mengandung unsur kebohongan/ penipuan, memberikan hak kepada pihak lain untuk proses perjanjian akad tersebut.
f. Al- kitabah (tertulis)
Bahwa setiap perjanjian hendaknya dibuat secara tertulis. Hal ini penting dilakukan untuk kepentingan pembuktian jika dikemudian hari terjadi sengketa. Dalam islam ketika seseorang membuat akad atu perjanjian dengan pihak lainnya, dianjurkan untuk dituangkan dalam bentuk tulisan dan diperlukan kehadiran saksi- saksi. Hal ini sangat penting khususnya bagi akad- akad yang membutuhkan pengaturan yang komplek seperti akad bidang perdagangan dan sebagainya. Pembuatan perjanjian secara tertulis, juga akan sangat bermanfaat ketika dikemudian hari timbul sengketa terhadap alat bukti tertulis mengenai sengketa yang terjadi.
B. Hal-hal Yang Harus diperhatikan dalam Pembuatan Akad
Dalam pembuatan akad ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh berbagai pihak yang membuat akta. Baik dari sisi jumlah harta/ objek maupun jenis akadnya. Hal yang perlu diperhatikan tersebut ada 4 hal yaitu:
1. Identifikasi para pihak
dewasa atau sudah kawin. Ukuran dewasa dalam undang-undang adalah berumur 21 tahun.
2. Perpajakan
Dalam melakukan kontrak bisnis dengan kaitannya membuat akta pelu diperhatikannya perpajakan atas objek barang yang diakadkan. Macam-macam pajak yang perlu diketahui berkaitan dengan objek barang ialah:
1. Pajak Bumu dan Bangunan (PBB)
2. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/ atau Bangunan (BPHTB) 3. Pajak Penghasilan (PPh), dan
4. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) 3. Hak kepemilikan yang sah
Dalam melakukan transaksi objek barang, calon pembeli harus mengetahu dengan jelas informasi mengenai identitas kepemilikan barang oleh penjual. Dalam hal ini calon pembeli harus teliti dalam memeriksa usrat-surat maupun sertifikat yang dimiliki oleh penjual. Untuk mobil maupun kendaraan bermotor calon pembeli dapat memeriksa BPKB. Ataupun untuk memeriksa kepemilikan tanah dapat memeriksa sertifikat tanah yang telah ditandatangani oleh BPN (Badan Perthanan Nasional).
4. Pilihan hukum
Dalam melakukan bisnis syariah, sebaiknya pihak yang berakad memperhatikan syarat dan rukun sahnya melakukan transaksi. Karena yang berakad berada di Indonesia, maka peraturan yang menyangkut kegiatan berakad perlu diperhatikan juga agar kelak kedepannya tidak terjadi perselisihan dalam transaksi.