• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Program Kemitraan dan Bina Lingkunga Dalam Pengembangan Usaha Kecil

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Implementasi Program Kemitraan dan Bina Lingkunga Dalam Pengembangan Usaha Kecil"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka teori

Menurut kerlinger dalam effendi (2012:35) Teori adalah serangkaian

asumsi, konsep, konstrak, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu

fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan antar konsep.

Selain itu menurut sugiyono (2005:55) kerangka teori merupakan model

konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang

telah didefenisikan sebagai masalah yang penting. Teori adalah konsep-konsep

dan generalisasi-generalisasi hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai

landasan teoritis untuk pelaksanaan penelitian. Untuk mempermudah penelitian,

peneliti memakai beberapa teori. Teori-teori tersebut seperti yang terangkum di

bawah ini:

II.1 Kebijakan Publik

II.1.1 Pengertian Kebijakan Publik

Thomas Dye (dalam Tangkilisan, 2003:1) yang mengatakan bahwa

kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh

pemerintah, mengapa suatu kebijakan harus dilakukan dan apakah manfaat bagi

kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan yang holistik agar kebijakan

tersebut mengandung manfaat yang besar bagi warganya dan berdampak kecil dan

(2)

harus bijaksana dalam menetapkan suatu kebijakan. menurut Chandler dan Plano

(dalam Tangkilisan, 2003:30) juga berpendapat bahwa kebijakan publik adalah

pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya- sumber daya yang ada untuk

memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Solichin Abdul Wahab

(2008:4) merincikan konsep mengenai kebijakan publik dalam beberapa poin

antara lain, pertama kebijaksanaan Negara lebih merupakan tindakan yang

mengarah pada tujuan daripada sebuah perilaku atau tindakan yang serba acak.

Kedua kebijaksananaan pada hakekatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang

saling berkait dan berpola yang mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan

oleh pejabat pemerintah dan bukan merupakan keputusan-keputusan yang berdiri

sendiri. Ketiga kebijakan bersangkut paut dengan apa yang senyatanya dialakukan

oleh pemerintah dalam bidang-bidang tertentu dengan bidang-bidang yang

lainnya. Keempat kebijakan Negara kemungkinan berbentuk positif maupun

negatif. Dalam bentuk posistif kebijakan Negara mungkina akan mencakup

beberapa tindakan pemerintah untuk mempengaruhi masalah tertentu. Sedangkan

dalam bentuk negatif berupa keputusan pemerintah untuk tidak bertindak, atau

tidak melakukan apapun dalam masalah-masalah dimana campur tangan

pemerintah justru diperlukan.

II.1.2 Bentuk Kebijakan Publik

Terdapat tiga kelompok rentetan kebijakan publik yang dirangkum secara

sederhana yakni sebagai berikut (Nugroho Riant, 2006:3) :

1. Kebijakan Publik Makro

Kebijakan publik yang bersifat makro atau umum atau dapat juga dikatakan

(3)

Republik Indonesia 1945; (b) Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang; (c) Peraturan Pemerintah; (d) Peraturan Presiden; (e)

Peraturan Daerah.

2. Kebijakan Publik Meso

Kebijakan publik yang bersifat meso atau yang bersifat menengah atau yang

lebih dikenal dengan penjelas pelaksanaan. Kebijakan ini dapat berupa Peraturan

Menteri, Surat Edaran Menteri, Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati, Peraturan

Walikota, Keputusan Bersama atau SKB antar-menteri, Gubernur dan Bupati atau

Walikota.

3. Kebijakan Publik Mikro

Kebijakan publik yang bersifat mikro, mengatur pelaksanaan atau

implementasi dari kebijakan publik yang diatasnya. Bentuk kebijakan ini misalnya

peraturan yang dikeluarkan oleh aparat-aparat publik tertentu yang berada di

bawah menteri, Gubernur,Bupati dan Walikota.

Dalam hal ini program kemitraan dan bina lingkungan merupakan kebijakan

publik meso karena kebijakan ini dibuat oleh kementrian BUMN dengan

peraturan PER-09/MBU/07/2015 namun dalam pelaksanaannya maka dapat

dikatakan menjadi kebijakan publik mikro karena kebijakan publik mikro

mengatur tentang pelaksanaannya atau implementasi dari kebijakan tersebut.

Proses pembuatan kebijakan merupakan proses yang kompleks karena melibatkan

banyak proses maupun variabel yang harus diuji. Oleh karena itu, beberapa ahli

politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik ke dalam beberapa

(4)

II.1.3 Tahapan Kebijakan

1. Tahap Penyusunan Agenda

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda

publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetensi terlebih dahulu untuk

dapat masuk kedalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk

ke agenda kebijakan para perumusan kebijakan.

Pada tahap ini suatu masalah mungkin tidak disentuh sama sekali, sementara

masalah yang lain ditetapkan menjadi fokus pembahasan, atau ada pula masalah

karena alasan-alasan tertentu ditunda untuk waktu yang lama.

2. Tahap Formulasi Kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para

pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari

pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai

alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu

masalah untuk masuk ke dalam agenda kebijakan,dalam tahap perumusan

kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan

yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini, masing-masing aktor

akan ”bermain” untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik.

3. Tahap Adopsi Kebijakan

Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus

kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi

dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antar direktur lembaga atau

(5)

4. Tahap Implementasi Kebijakan

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika

program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, keputusan program

kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus

diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun

agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil

dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumberdaya

finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan

saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para

pelaksana, namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh pelaksana.

5. Tahap Evaluasi Kebijakan

Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi,

untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan

masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang

diinginkan. Dalam hal ini memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh

karena itu, ditentukanlah ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar

untuk menilai apakalh kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan.

(Budi Winarno, 2007:35-37).

Maka dari penjelasan diatas dapat dilihat beberapa tahapan kebijakan

publik. Dimana sesuai dengan tahapan tersebut maka adanya implementasi

kebijakan oleh para agen pelaksana kebijakan tersebut. Oleh karena itu maka ada

(6)

III.1.4 Implementasi Kebijakan Publik

Menurut Patton dan Sawicki implementasi kebijakan adalah berbagai

kegiatan yang dilakukan untuk merealisasikan program, dimana eksekutif

berperan mengatur cara dalam mengorganisir, menginterpretasikan dan

menerapkan kebijakan yang telah diseleksi (dalam Tangkilisan, 2003:20). Jadi

tahapan implementasi merupakan peristiwa yang berhubungan dengan apa yang

terjadi setelah suatu perundang-undangan ditetapkan dengan memberikan otoritas

pada suatu kebijakan dengan membentuk output yang jelas dan dapat diukur.

Dengan demikian tugas implementasi kebijakan sebagai suatu penghubung yang

memungkinkan tujuan-tujuan kebijakan mencapai hasil melalui aktivitas atau

kegiatan dari program pemerintah . Menurut pressman dan wildavsky ( tangkilisan

2003: 17) implementasi diartikan sebagai interaksi antara penyusunan tujuan

dengan sarana-sarana tindakan dalam mencapai tujuan tersebut, atau kemampuan

untuk menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang diinginkan dengan

cara mencapainya. Tangkilisan (2003:18) implementasi merupakan suatu proses

yang dinamis yang melibatkan secara terus-menerus usaha-usaha untuk mencari

apa yang akan dapat dilakukan. Dengan demikian implementasi mengatur

kegiatan-kegiatan yang mengarah pada penempatan suatu program ke dalam

tujuan kebijakan yang diingikan.

Implementasi kebijakan merupakan rangkaian kegiatan setelah suatu

kegiatan dirumuskan. Menururt Robert Nakamura dan Frank Smallwood (dalam

Tangkilisan, 2003:19) hal-hal yang berhubungan dengan implementasi adalah

keberhasilan dalam mengevaluasi masalah dan kemudian menerjemahkan

(7)

merupakan peristiwa yang berhubungan dengan apa yang terjadi setelah suatu

perundang-undangan ditetapkan dengan memberikan otoritas pada suatu

kebijakan dengan membentuk output yang jelas dan dapat diukur. Dengan

demikian tugas implementasi kebijakan sebagai suatu penghubung yang

memungkinkan tujuan-tujuan kebijakan mencapai hasil melalui aktivitas atau

kegiatan dari program pemerintah .

Berdasarkan pemaparan beberapa pendapat ahli tersebut maka penulis

menyimpulkan bahwasanya implementasi merupakan suatu tahapan yang

digunakan setelah suatu kebijakan ditetapakan, kegiatan-kegiatan pelaksanaan

program dari pemerintah dimana para agen pelaksana ditetapkan sebagai

penghubung untuk menjalankan dan menerapkan kebijakan tersebut secaraa

terencana dan teorganisir yang bermanfaat untuk mencapai hasil yang diharapkan

maka dalam proses pencapaiannya ditetapkannlah indikator dan atau variabel

yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan program atau kegiatan

sehingga mencapai sasaran kebijakan dengan memperhatikan dampak yang ada.

Maka ada beberapa model implementasi kebijakan menurut para ahli yang dapat

digunakan sebagai variabel pengukur keberhasilan pelaksanaan suatu kebijakan ,

anatara lain:

2.1.5 Model-model Implementasi Kebijakan

Penggunaan model analisis kebijakan untuk kepentingan analisis maupun

penelitian sedikit banyak akan tergantung pada kompleksitas permaslahan

kebijakan yang dikaji serta tujuan analisis itu sendiri. pedoman awal yang

(8)

kebijakan dan semakin mendalam analisis yang dilakukan semakin model yang

relatif operasional, model yang mampu menghubungkan kausalitas antar variable

yang menjadi fokus masalah. Untuk melihat bagaimana proses implementasi

kebijakan itu berlangsung secara efektif, maka dapat dilihat dari berbagai model,

yaitu :

a. Model Implementasi Van Meter dan Van Horn 1975

Menurut Meter dan Horn ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja

implementasi (dalam subarsono 2005:19), yaitu:

1. Standar dan sasaran kebijakan

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terstruktur sehingga dapat direalisir.

Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multiinterprestasi

dan mudah menimbulkan konflik di antara para agen implementasi. Mengukur

kerja implementasi kebijakan tentunya akan menegaskan standar dan sasaran

tertentu yang harus dicapai oleh para pelaksana kebijakan, kinerja kebijakan pada

dasarnya merupakan penilaian atas tingkat ketercapaian standar dan sasaran

tersebut.

2. Sumber daya

Kebijakan perlu dukungan sumber daya baik sumber daya manusia (human

resource) maupun sumber daya non-manusia (non-human resource). Keberhasilan

implementasi sangat tergantung dari kemampuan dalam memanfaatkan sumber

daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam

menentukan keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Setiap tahap

(9)

dengan pekerjaan yang dilimpahkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara

politik. Selain sumber daya manusia, sumber daya financial dan waktu menjadi

perhitungan penting dalam keberhasilan implementai kebijakan.

3. Komunikasi antar organisasai dan penguatan aktivitas

Dalam berbagai kasus implementasi, sebuah program terkadang perlu dukung dan

koordinasi dengan instansi lain agar tercapai keberhasilan kebijakan yang

diinginkan.

4. Karakteristik agen pelaksana

Mencakup struktur birokrasi, norma-norma dan pola-pola yang terjadi dalam

birokrasi, yang semuanya akan mempengaruhi implementasi suatu program

5. Kondisi sosial, ekonomi dan politik

Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung

keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok-kelompok

kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan, karakteristik

para partisipan, yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini publik

yang ada di lingkungan, dan apakah elite politik mendukung implementasi

kebijakan.

6. Disposisi implementor

Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang penting, yakni:

a) Respons implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi

kemauannya untuk melaksanakan kebijakan.

b) Kognisi, yaitu pemahamannya terhadap kebijakan.

c) Intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki

(10)

b. Model Implementasi Edward III 1980

Studi implementasi kebijakan adalah krusial bagi public administration dan

public policy (Indiahono. 2009: 32). Implementasi kebijakan adalah pembuatan

kebijakan antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi kebijakan bagi

masyarakat yang dipengaruhinya. Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat

mempengaruhi masalah yang merupakan sasaran dari kebijakan, maka kebijakan

itu mungkin akan mengalami kegagalan sekali pun kebijakan itu di

implementasikan dengan sangat baik. sementara itu, suatu kebijakan yang

cemerlang mungkin juga akan mengalami kegagalan jika kebijakan tersebut

kurang di implementasikan dengan baik oleh para pelaksana kebijakan.

Menurut Edward ada empat variabel yang mempengaruhi implementasi kebijakan

publik (dalam subarsono 2005:90-92)

1. Komunikasi

Menunjukkan bahwa setiap kebijakan akan dapat dilaksanakan dengan baik jika

terjadi komunikasi efektif antara pelaksana program (Kebijakan) dengan para

kelompok sasaran (target group). Tujuan dan sasaran dari program atau kebijakan

dapat disosialisasikan secara baik sehingga dapat menghindari adanya distorsi atas

kebijakan dan program. Ini menjadi penting karena semakin tinggi pengetahuan

kelompok sasaran atas program maka akan mengurangi tingkat penolakan dan

kekeliruan dalam mengaplikasikan program dan kebijakan dalam lingkungan yang

(11)

2. Sumber Daya

Kebijakan harus didukung oleh sumber daya yang memadai, baik sumber daya

manusia maupun sumber daya finansial. Sumber daya manusia adalah kecukupan

baik kualitas maupun kuantitas implementor yang dapat melingkupi seluruh

kelompok sasaran. Sumber daya finansial adalah kecukupan modal investasi atas

sebuah program atau kebijakan. Keduanya harus diperhatikan dalam implementasi

kebijakan pemerintah agar berjalan efektif. Adapun indikator yang dapat

digunakan dalam melihat sejauh mana sumber daya mempengaruhi implementasi

kebijakan, adalah:

a. Staf, merupakan sumber daya utama dalam pelaksana implementasi

kebijakan. Kegagalan yang sering terjadi dalam pelaksanaan

implementasi kebijakan, salah satunya disebabkan oleh staf atau

pegawai yang tidak cukup berkompeten dalam bidangnya, tidak

memadai dan tidak mencukupi.

b. Informasi, mempunyai dua bentuk, yaitu pertama, informasi yang

berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan. Kedua, informasi

mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan

regulasi pemerintah yang telah ditetapkan.

c. Fasilitas, merupakan menjadi faktor yang penting dalam implementasi

kebijakan. Para pelaksana kebijakan mungkin mempunyai stau yang

mencukupi, kapabel dan kompeten, tetapi tanpa adanya fasilitas

pendukung (sarana dan prasana) maka implementasi kebijakan tersebut

(12)

3. Disposisi

Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti

komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi

yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa

yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Implementor yang memiliki komitmen

tinggi dan jujur akan senantiasa bertahan diantara hambatan yang ditemui dalam

program atau kebijakan. Kejujuran mengarahkan implementor untuk tetap berada

dalam arus program yang telah digariskan dalam guideline program. Komitmen

dan kejujurannya membawanya semakin antusias dalam melaksanakan

tahap-tahap program secara konsisten. Sikap yang demokratis akan meningkatkan kesan

baik implementor dan kebijakan di hadapan anggota kelompok sasaran. Sikap ini

menurunkan resistensi dari masyarakat dan menumbuhkan rasa percaya dan

kepedulian kelompok sasaran terhadap implementor dan program atau kebijakan.

4. Struktur Birokrasi

Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek

struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang

standar (standard operating procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi

setiap implementor dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan

cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur

birokrasi yang rumit dan kompleks. Ini pada gilirannya menyebabkan aktifitas

(13)

II.1.6 Variabel yang relevan dengan Implementasi Program Kemitraan dan Bina Lingkungan

Untuk dapat mengkaji dengan baik suatu implementasi kebijakan, perlu

diketahui variabel-variabel atau faktor-faktor penentunya. Semakin kompleks

permasalahan kebijakan dan semakin mendalam analisis yang dilakukan, semakin

diperlukan teori atau model yang relatif operasional, yang mampu

menghubungkan kausalitas antar variabel yang mejadi fokus masalah. Beberapa

model yang berisikan variabel-variabel untuk mengukur implementasi telah

dikemukan oleh para ahli.oleh karena itu variabel-variabel yang penulis gunakan

untuk penelitian ini kiranya dapat mengukur pengimplementasian program

kemitraan dan bina lingkungan, adapun variabel-variabel yang penulis gunakan

adalah :

1. Standar dan sasaran kebijakan

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terstruktur sehingga dapat direalisir.

Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multiinterprestasi

dan mudah menimbulkan konflik di antara para agen implementasi. Mengukur

kerja implementasi kebijakan tentunya akan menegaskan standar dan sasaran

tertentu yang harus dicapai oleh para pelaksana kebijakan, kinerja kebijakan pada

dasarnya merupakan penilaian atas tingkat ketercapaian standar dan sasaran

tersebut.

2. Sumber daya (Resources)

Sumber daya Manusia (SDM) yang tidak memadai (Jumlah dan kemampuan)

berakibat tidak dapat dilaksanakannya program secara sempurna karena mereka

(14)

kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang

tersedia. Sumber daya menunjukkan setiap kebijakan harus didukung oleh sumber

daya yang memadai, baik sumber daya manusia, fasilitas, dan financial.

Ketersediaan sumber daya mempengaruhi efektifitas implementasi suatu program

kebijakan.

3. Komunikasi

Dalam menjalankan implementasi kebijakan yang efektif haruslah adanya

komunikasi yang baik, akurat dan mudah dimengerti agar mereka yang

melaksanakan keputusan mengetahui apa yang harus mereka lakukan.

Komunikasi diperlukan supaya tercipta konsistensi atau keseragaman dari ukuran

dasar dan tujuan sehingga implementor mengetahui secara tepat ukuran maupun

tujuan kebijakan itu. Komunikasi adalah dalam hal bagaimana kebijakan

dikomunikasikan kepada publik untuk memperoleh respon dari pihak-pihak yang

terlibat.Komunikasi antar organisasi juga menunjuk adanya tuntutan saling

dukung antar institusi yang berkaitan dengan program atau kebijakan.

Implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi

lain. koordinasi adalah praktik dari pelaksanaan kekuasaan dan kejasama

antarpihak yang mempunyai kewenangan. Jenis manfaat yang dihasilkan,

implementasi program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain agar

tujuan kebijakan dapat tercapai.

4. Struktur birokrasi

Struktur birokrasi yang mengimplementasikan kebijakan menjadi pengaruh yang

signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang

(15)

Operational Procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap

implementasi dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan

cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur

birokrasi yang rumit dan kompleks, ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas

organisasi tidak fleksibel.

5. Disposisi atau sikap

Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti

komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Apabila implementor memiliki

disposisi dengan baik, maka ia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik

seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor

memiliki sifat atau perspektif yang sama dengan pembuat kebijakan, maka proses

implementasi kebijakan juga menjadi efektif. Disposisi implementor ini

mencakup tiga hal yang penting, yakni:

Kebijakan –kebijakan yang dibuat beradasarkan kepentingan pemerintah

untuk melakukan pembangunan berkelanjutan salah satunya yaitu aspek ekonomi.

Maka pemerintah mengeluarkan kebijakan yang mengatur bahwa

perusahaan-perusahan yang ada di Indonesia wajib melaksanakan kegiatan yang memiliki

pengaruh positif terhadap masyarakat dan hal tersebut dijadikan tanggung jawab

sosial perusahaan kepada masyarakat sekitar perusahaan baik lingkungan

ekonomi, sosial, dan lainnya. Maka konsep tersebut dikenal dengan nama CSR (

corporate social responsibility) adalah konsep yang mengahrapkan bahwa

perusahaan itu tidak hanya sekedar mencari keutungan semata melainkan

(16)

perusahaan. Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang perusahaan

terbatas. Menurut UU No. 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbbatas menyatakan

bahwa tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk

berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan

kualitas kehidupan dan ligkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri,

komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya. Dengan demikian

penulis menyertakan beberapa pendapat ahli mengenai pengertian serta manfaat

dari CSR.

II.2 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

II.2.1 Pengertian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Menurut suhandiri ( dalam untung 2009 : 1) Corporate social

responsibility adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi

dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan

tanggung jawab sosial perusahaan dan menitik beratkan pada keseimbangn antara

perhatian terhadap aspek ekonomi, sosial , dan lingkungan. Menurut untung

(2009:1) Corporate social responsibility adalah tanggung jawab sosial yang

dilakukan oleh perusahaan untuk memberikan bantuan baik materi maupun non

materi kepada masyarakat. Corporate social responsibility ditempatkan sebagai

suatu konsep yang diharapkan mampu memberikan alternatif terobosan baru

dalam pemberdayaan masyarakat miskin di era desentralisasi. The world business

council for sustainable development ( dalam wibisono 2007:7) mendefinisikan

csr sebagai komitmen dunia usaha untuk terus menerus bertindak secara etis,

beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan

(17)

peningkatan kualits komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas. Menurut

untung ( 2009 : 35) Kontribusi csr adalah kontribusi kesinambungan terhadap

pembangunan ekonomi berkelanjutan yaitu bekerja sama dengan karyawan,

keluarga mereka, komunitas lokal, dan masyarakat luas untuk memperbaiki

kualitas hidup dengan cara-cara yang dapat diterima oleh bisnis dan juga

pembangunan.

Dalam setiap program pada umumnya memiliki berbagai manfaat yang

dapat diperoleh perusahaan –perusahaan yang melaksanakan program CSR

tersebut. oleh karena itu penulis akan menjabarkan berbagai manfaat dari kegiatan

tersebut

II.2.2 Manfaat tanggung jawab sosial perusahaan

Menurut wibisono ( 2007 : 78-81) ada beberapa manfaat csr bagi perusahaan

antara lain :

a. Mempertahankan dan mendongkrak reputasi serta citra merek perusahaan.

b. Mandapatkan lisensi untuk beroperasi secara sosial.

c. Mereduksi resiko bisnis perusahaan.

d. Melebarkan akses sumberdaya bagi opersional usaha..

e. Membuka peluang pasar yang lebih luas.

f. Mereduksi biaya. Keuntungan perusahaan yang didapat dari penghematan

biaya yang merupakan buah dari penerapan CSR .

g. Memperbaiki hubungan dengan stakeholders. Implementasi csr tentunya

(18)

h. Memperbaiki hubungan dengan regulator. Upaya untuk meringankan

beban pemerintah sebagai regulator. Sebab pemerintahlah yang menjadi

penanggung jawab utama untuk mensejahterakan masyarakat dan

melestarikan lingkungan.

i. Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan. Kesejahteraan yang

diberikan para pelaku CSR umumnya sudah jauh memenuhi standar

normatis kewajiban yang dibebankan kepada perusahaan. Oleh karenanya

wajar bila karyawan menjadi terpacu untuk meningkatkan kerjanya.

Dismping reputasi perusahaan yang baik dimata stakeholdersnya juga

merupakan vitamin tersendiri bagi karyawan untuk meningkatkan motivasi

dalam berkarya.

j. Peluang mendapatkan penghargaan. Banyak reward ditawarkan bagi

penggiat CSR. Sehingga kesempatan untuk mendapatkan penghargaan

lebih tinggi

Praktek tanggung jawab sosial oleh BUMN yang dilakukansecara normatif

mendukung kegiatan kedermawanan sosial yang bersifat memaksa karena adanya

kebijakan pemerintah yang mengatur hal tersebut. Kebijakan perusahaan terhadap

tanggung jawab sosial perusahaan terhadap pengembangan sosial dan

kemasyarakatan adalah melalui program kemitraan dan program bina lingkungan

Pada hakikatnya, salah satu bagian atau bentuk dari implementasi CSR adalah

PKBL (program kemitraan dan Bina Lingkungan) . peran sosial bumn dituangkan

(19)

II.3 Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL)

Program kemitraan dan bina lingkungan merupakan dua program yang

berbeda yang disatukan menjadi satu paket kebijakan oleh menteri bumn dengan

mengeluarkan permen Nomor : PER-09/NIBU/07/2015. Kedua program ini

memeiliki fungsi yang berbeda namun dengan tujuan yang sama yaitu untuk

melaksanakan tanggung jawab sosial perusahan BUMN, dikarenakan ruang

tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh perusahaan swasta sangat lah luas dan

terkadang hanya digunakan untuk bantuan(charity) semata yang dapat dikatakan

hanya bagi-bagi uang dan keberlangsungannya juga tidak terikat maka pemerintah

mengeluarkan kebijakan melalui perusahaan milik negara yang mana kebijakan

tersebut dikeluarkan oleh kementrian BUMN yang bermaksud agar BUMN yang

ada di Indonesia ini jangan hanya mencari keuntungan dari keberadaanya tetapi

juga dapat berpengaruh terhadap lingkungannya dimana dimaksudkan dalam

program kemitraan diharapkan ekonomi kerakyatan juga dapat menunjukkan

kemampuanya bersaing di dunia bisnis karena program kemitraan memberikan

bantuan modal bersifat kredit dengan bunga yang kecil sehingga diharapakan para

pelaku usaha kecil dapat berpartisipasi sehingga tujuan dari program kemitraan

tersebut untuk membangun usaha kecil yang tangguh dan mandiri dapat

terlaksana. Begitu juga halnya dengan program bina lingkungan dimana para

BUMN dapat memberi bantuan dana terhadap lingkungan serta demi kebutuhan

masyarakat lainnya.

Pada permen tersebut juga diatur berapa besaran dana yang harus dikeluarkan

oleh BUMN untuk program kemitraan dan bina lingkungan yaitu Penyisihan laba

(20)

Tahunan BUMN Pembina maksimum sebesar 4% (empat persen) dari laba setelah

pajak tahun buku sebelumnya. Karena penyaluran dana di program kemitraan ini

berupa pinjaman maka ada besaran jasa administrasi pinjaman dana yang

ditetapkan satu kali pada saat pemberian pinjaman yaitu sebesar 6% per tahun dari

saldo pinjaman awal tahun. Dan dana bantuanyang akan disalurkan untuk

program BL , diambil dari alokasi dana maksimal sebesar 20% (dua puluh persen)

yang diperhitungkan dari dana Program Kemitraan yang disalurkan pada tahun

berjalan.

II.3.1 Program Kemitraan

Berdasarkan keputusan menteri BUMN Nomor : PER-09/NIBU/07/2015

Program Kemitraan BUMN, yang selanjutnya disebut Program Kemitraan, adalah

program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil dalam bentuk pinjamanan

baik modal usaha maupun pembelian perangkat penunjang produksi agar usaha

kecil menjadi tangguh dan mandiri. Mitra Binaan adalah Usaha Kecil yang

mendapatkan pinjaman dari Program Kemitraan

II.3.1.1 Pengertian Kemitraan

Menurut Tennyson( dalam wibisono 2007 : 103) kemitraan adalah kesepakatan

antar sektor dimana individu , kelompok atau organisasi sepakat bekerja sama

untuk memenuhi sebuah kewajiban atau melaksanakan kegiatan tertentu, bersama

sama menannggung resiko maupun keuntungan dan secara berkala meninjau

kembali hubungan kerja sama. Menurut bobo (2003:182) kemitraan merupakan

(21)

dalam menghadapi dan memperkuat satu sama lainnya . Menurut anoraga

(2002:23) kemitraan merupakan suatu bentuk jalinan kerjasama dari dua atau

lebih pelaku usaha yang saling menguntungkan.kemitraan usaha ini harus

dilakukan dengan usaha kecil dengan sektor usaha besar.

Dalam melaksanakan kemitraan agar kerjasama yang dilakukan dapat saling

menguntungkan maka ada prinsip-prinsip yang harus dipahami secara bersama

oleh para mitra. Antara lain:

II.3.1.2 Prinsip-Prinsip Kemitraan

Menurut Tennyson dalam wibisono ( 2007: 103) dalam membentuk kemitraan ada

tiga prinsip penting yang harus diterapkan didalamnya, yaitu :

1. Kesetaraan atau Keseimbangan (equity)

Pendekatan yang ada dalam kemitraan bukan pendekatan top-down atau

bottom-up, bukan pula berdasar kekuasaan semata, namun hubungan yang

saling menghormati, saling menghargai dan saling percaya untuk dapat

menghindari antagonisme yang terdapat di dalamnya.

2. Transparansi

Transparansi diperlukan untuk menghindari rasa saling curiga antar mitra

kerja

3. Saling Menguntungkan

Suatu kemitraan harus membawa manfaat bagi semua pihak yang terlibat.

Dalam proses implementasinya, kemitraan yang dijalankan tidak

(22)

pola yang menjelaskan bagaimana kemitraan itu diterapkan oleh beberapa

perusahaan.

II.3.1.3 Pola Kemitraan

Menurut Wibisono (2007:104), Kemitraan yang dilakukan antara perusahaan

dengan pemerintah maupun komunitas/ masyarakat dapat mengarah pada tiga

pola, diantaranya :

1. Pola kemitraan kontra produktif. Pola ini akan terjadi jika perusahaan

masih berpijak pada pola konvensional yang hanya mnegutamakan

kepentingan yaitu mengejar profit sebesar-besarnya. Fokus perhatian

perusahaan memang lebih tertumpu pada bagaimana perusahaan bisa

meraup keuntungan secara maksimal, sementara hubungan dengan

pemerintah dan komunitas atau masyarakat hanya sekedar pemanis belaka.

Perusahaan berjalan dengan targetnya sendiri, pemerintah juga tidak ambil

peduli sedangkan masyarakat tidak mempunyai akses apapun kepada

perusahaan. yang kerap terjadi, hubungan ini hanya menguntungkan

beberapa oknum saja, misalnya aparat pemerintah atau preaman ditengah

masyarakat. Biasanya, biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan hanyalah

digunakan untuk peduli terhadap orang tertentu saja. Hal ini bisa

dipahami, bahwa bagi perusahaan yang penting adalah keamanan dalam

jangka pendek.

2. Pola kemitraan semi produktif . dalam skenario ini pemerintah dan

komunitas atau masyarakat dianggap sebagai objek dan masalah diluar

(23)

pemerintah juga tidak memberikan iklim yang kondusif kepada dunia

usaha dan masyarakat bersifat pasif. Kemitraan masih belum strategis dan

masih mengedepankan kepentingan diri bukan kepentingan bersama antara

perusahaan dengan mitranya.

3. Pola kemitraan produktif . pola kemitraan ini menempatkan mitra sebagai

subjek. Perusahaan memiliki kepedulian sosial dan lingkungan yang

tinggi, pemerintah memberikan iklim yang kondusif bagi dunia usaha dan

masyarakat memberikan dukungan positif kepada perusahan.

Dengan demikian ada pola yang diciptakan oleh perusahaan serta mitra nya

maka harus dipahami beberapa unsur yang dapat menjelaskan pola seperti apa

yang mereka gunakan dan unsur sepertia apa saja yang dapat digunakan oleh

perusahaan dan mitra yang terkait sehingga kerjasama usaha dengan prinsip saling

menguntungkan, saling memperkuat, dan saling memerlukan dapat terlaksana.

Berikut pemaparan mngenai unsur-unsur kemitraan :

II.3.1.4 Unsur –Unsur Kemitraan

Menurut bobo (2003:182) Kemitraan mengandung beberapa unsur pokok yang

merupakan kerjasama usaha dengan prinsip saling menguntungkan, saling

memperkuat, dan saling memerlukan, yaitu :

1. Kerjasama usaha

Dalam konsep kerjasama usaha melalui kemitraan ini, jalinan yang dilakukan

antara usaha besar atau menengah dengan adanya usaha kecil didasarkan pada

(24)

pengusaha besar, menengah dan kecil mempunyai kedudukan yang setara dengan

hak dan kewajiban timbale balik sehigga tidak ada pihak yang dirugikan, tidak ada

yang saling mengeksploitasi satu sama laindan tumbuh berkembangnya rasa

saling percaya diantara para pihak dalam mengembangkan usahanya.

2. Antara pengusaha besar, menengah atau kecil

Dengan hubungan kerjasama melalui kemitraan ini diharapkan pengusaha besar

atau menengah dapat menjalin hubungan kerjasama yang saling menguntungkan

dengan pengusaha kecil atau pelaku ekonoi lainnya, sehingga pengusaha kecil

akan lebih berdaya dan tangguh di dalam berusaha demi tercapainya

kesejahteraan.

3. Pembinaan dan pengembangan

Pada dasarnya yang membedakan hubungan kemitraan dengan hubungan dagang

biasa oleh pengusaha kecil dengan pengusaha besar adalah bentuk pembinaan dari

pengusaha besar terhadap pengusaha kecil atau koperasi yang tidak ditemukan

pada hubungan dagang biasa. Bentuk pembinaan dalam kemitraan antara lain

pembinaan di dalam mengakses modal yang lebih besar, pembinaan, manajemen

usaha, pembinaan peningkatan sumber daya manusia (SDM), pembinaan

manajemen produksi, pembinaan mutu produksi serta menyangkut pula

pembinaan didalam pengembangan aspek institusi kelembagaan, fasilitas alokasi

(25)

4. Prinsip saling memerlukan, memperkuat, dan saling menguntungkan

Dalam kemitraan, perusahan besar dapat menghemat tenaga dalam mencapai

target tertentu dengan menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan

yang kecil. Sebaliknya perusahaan yang lebiih kecil, yang umumnya relative

lemah dalam hal kemampuan teknologi, permodalan, dan sarana produksi melalui

teknologi dan sarana produksi yang dimiliki perusahaan besar. Dengan demikian

adanya saling memerlukan dan ketergantungan diantara kedua belah pihak yang

bermitra. Dalam kemitraan usaha pasti ada kerjasama antar kedua pihak yang

slaing menghasilkan niali tamabah seperti peningkatan modal, pasar, kemampuan

manajemen, dan lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan saling

menguntungkan adalah kesadarn dan saling menguntungkan, berpedoman pada

kesejajaran kedudukan atau memiliki derajat yang setara bagi amsing-masing

pihak yang bermitra, maka tidak ada pihak yang dieksploitasi dan dirugikan tetapi

justru terciptanya rasa saling percaya diantara para pihak.

Setelah mengetahui bagaimana kemitraan itu, apa yang yang perlu

dilakukan untuk membangun mitra kerjasama yang baik, dengan demikian ada

tujuan yang dapat dicapai dari melaksanakan kemitraan tersebut.

II.3.1.5 Tujuan Kemitraan

Dalam kondisi ideal, Tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan

secara lebih konkrit menurut Dr.Ir. Moh jafar (2000:63) adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat

(26)

4. Meningkatkan pertumbuhan ekonomipedesaan, wilayah, dan nasional

5. Memperluas kesempatan kerja

6. Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional

Menurut Undang -Undang No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan

Menengah pasal 11 tercantum bahwa tujuan program kemitraan yaitu:

a. Mewujudkan kemitraan antar Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

b. Mewujudkan kemitraan antar Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Usaha

Besar;

c. Mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam

pelaksanaan transaksi usaha antar Usaha Mikro, Kecil dan Menengah;

d. Mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam

pelaksanaan transaksi usaha antar Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan

Usaha Besar;

e. Mengembangkan kerjasama untuk meningkatkan posisi tawar Usaha

Mikro, Kecil dan Menengah;

f. Mendorong terbentuknya struktur pasar yang menjamin tumbuhnya

persaingan usaha yang sehat dan melindungi konsumen;

g. Mencegah terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan pasar oleh orang

perorangan atau kelompok tertentu yang merugikan Usaha Mikro, Kecil

dan Menengah

II.3.1.6 Bentuk Penyaluran Dana Program kemitraan

Menurut PER-09/MBU/07/2015 tentang PKBL dalam pasal 9 dijelaskan bentuk

(27)

(1) Dana Program Kemitraan disalurkan dalam bentuk :

a. pinjaman untuk membiayai modal kerja dan/atau pembelian aset

tetap dalam rangka meningkatkan produksi dan penjualan;

b. pinjaman tambahan untuk membiayai kebutuhan yang bersifat

jangka pendek dalam rangka memenuhi pesanan dari rekanan

usaha Mitra Binaan;

(2) Jumlah pinjaman untuk setiap Mitra Binaan dari Program Kemitraan

maksimum sebesar Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).

Sesuai dengan PER/09/MBU/07/2015 ada dua program yang terkait yaitu

Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan.Setelah program kemitraan yang

berperan untuk membantu Usaha Kecil dalam mengembangkan usahanya agar

menjadi tanggung dan mandiri maka program bina lingkingan diharapkan akan

membantu bahnkan memperbaiki keadaan masyarakat dengan memberikan

bantuan dana secara hibah.kepada masyarakat

II.3.2 Program Bina Lingkungan

Program Bina Lingkungan, yang selanjutnya disebut Program BL, adalah

program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN. Program bina

lingkungan karena pemberiannya lebih berdimensi sosial maka dana diberikan

dalam bentuk bantuan korban bencana alam, pendidikan, atau pelatihan,

peningkatan kesehatan, pengembangan sarana dan prasaranan umum. Program

(28)

II.3.2.1 Bentuk Penyaluran Dana Bina Lingkungan

Dalam PER/09/MBU/07/2015 diatur bentuk dan mekanisme penyaluran dana

program Bina Lingkungan, antara lain:

1) Dana Program BL disalurkan dalam bentuk:

a. Bantuan korban bencana alam;

b. Bantuan pendidikan dan/atau pelatihan;

c. Bantuan peningkatan kesehatan;

d. Bantuan pengembangan prasarana dan/atau sarana umum;

e. Bantuan sarana ibadah;

f. Bantuan pelestarian alam;

g. Bantuan sosial kemasyarakatan dalam rangka pengentasan

kemiskinan;

h. Bantuan pendidikan, pelatihan, pemagangan, pemasaran, promosi,

dan bentuk bantuanlain yang terkait dengan upaya peningkatan

kapasitas Mitra Binaan Program Kemitraan.

2) Dana bantuan Program BL, maksimal sebesar 20% (dua puluh persen)

yang diperhitungkan dari dana Program Kemitraan yang disalurkan pada

tahun berjalan.

Maka untuk menjalankan program kemitraan tersebut haruslah kita mengetahui

bagaimana klasifikasi dari usaha kecil tersebut. Oleh karena itu penulis akan

(29)

II.4 UMKM ( Unit Mikro, Kecil, dan Menengah )

II.4.1 Pengertian UMKM

Sukirno ( 2004: 365) Usaha kecil menengah ( UKM ) adalah usaha yang

mempunyai modal awal yang kecil,atau nilai kekayaan(asset) yang kecil dan

jumlah pekerja yang kecil(terbatas), nilai modal atau jumlah pekerjanya ssuai

dengan defenisi yang diberikan oleh pemerintah atau institusi lain dengan tujuan

tertentu. Longernecker dkk,(2001:15) menyatakan usaha kecil menengah adalah

usaha yang berpendapatan pertahun 100 juta sampai dengan 200 juta dengan

tenaga kerja kurang dari 100 orang. Sedangkan Ball,dkk, berpendapat bahwa

usaha kecil menengah adalah usaha yang memiliki omset lebih dari 300 juta

dengan karyawan lebih dari 100, dengan kekayaan bersih 100 juta diluar tanah

dan bangunan. Badan pusat statistik (BPS) memberikan defenisi UKM

berdasarkan kuantitas tenaga kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang

memiliki jumlah tenaga kerja 5 sampai 19 orang, sedangkan usaha menengah

merupakan entitas usaha yang memiliki tenaga kerja 20 sampai dengan 99 orang.

Berdasarkan Keppres No. 16/1994 UKM adalah perusahaan yang memilki

kekayaan bersih maksimum 400 juta. Menurut kementrian koperasi dan usaha

kecil menengah ( UU No.9 tahun 1995). UKM adalah kegiatan ekonomi rakyat

berskala kecil dan bersifat tradisional, dengan kekayaan bersih Rp. 50 juta sampai

Rp. 200 juta ( tidak termasuk ttanah dan bangunan tempat usaha) dan omzet

(30)

Berbagai defenisi mengenai UMKM telah dikemumkaan berdasarkan

pendapat para ahli serta organisasi/ institusi tertentu. Pada kenyataannya di

Indonesia teradapat peraturan mengenai UMKM tersebut yang diatur dalam UU

No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM. Dalam Bab 1 (Ketentuan Umum), pasal 1

dari uu tersebut, menyatakan bahwa usaha mikro adalah usaha produktif milik

orang perseorangan dan/ badan usaha perserongan yang memenuhi kriteria Usaha

Mikro sebagai mana diatur dalam UU tersebut. Usaha Kecil adalah usaha

ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perserongan

atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang

perusahan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian, baik langsung maupun

tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria

usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam UU tesebut. Sedangkan, Usaha

Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan

oleh orang persorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan

atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik lang

sung mapun tidak langsung dari usaha Mikro,Kecil,atau Besar yang memenuhi

kriteria Usaha Menengah sebagaimana dimaksud dalam UU tersebut.

II.4.2 Kriteria UMKM

Di dalam UU tersebut, kriteria yang digunakan untuk mendefenisikan

UMKM seperti yang tercantum dalam pasal 6 adalah nilai kekayaan bersih atau

nilai asset tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau hasil penjualan

(31)

1. Uasah mikro : unit usaha yang memiliki nilai aset paling banyak Rp.

50 juta atau dengan hasil penjualan tahunan paling besar Rp. 300 juta.

2. Usaha kecil : unit usaha dengan nilai aset lebih dari Rp. 50 juta sampai

dengan paling banyak Rp. 500 juta atau memiliki hasil penjualan lebih

dari Rp. 300 juta.

3. Usaha menengah : perusahaan dengan nilai kekayaan bersih Rp. 500

juta hingga paling banyak 10 miliar atau memiliki hasil penjualan

diatas Rp. 2 miliar.

Usaha kecil menjadi target ataupun sasaran dari kebijakan ini dikarenakan ada

beberapa ciri-ciri dari usaha kecil yang menunjukkan bahwa perlu adanya bantuan

dari segi modal dan sebagainya untuk menjalankan usahanya. Berikut beberapa

cirri-ciri usaha kecil menurut para ahli :

II.4.3 Ciri Umum Usaha Kecil

Ciri-ciri umum usaha kecil menurut mintzerg dkk,( dalam situmorang dkk,

(2003:5) adalah :

1. Kegiatan cenderung tidak normal dan jarang yang memiliki rencana bisnis

2. Struktur organisasinya bersifat sederhana

3. Jumlah tenaga kerja terbatas dengan pembagian kerja yang longgar

4. Kebanyakan tidak melakukan pemisahan antara kekayaan pribadi dan

peruahaan

5. Sistem akuntansi yang kurang baik, bahkan kadang-kadang tidak memiliki

6. Skala ekonomi terlalu kecil sehingga sukar menekan biaya

(32)

8. Marjin keuntungan sangat tipis

9. Keterbatsan modal sehingga tak mampu memperkerjakan

manajer-manajaer professional. Hal itu menyebabkan kelemahan manajerial, yang

meliputi kelemahan pengorganisasian, perencanaan, pemasaran, dan

akuntansi.

Selain itu, Sutojo (dalam Bararuallo, 2001: 7), mengemukakan bahwa ciri-ciri

usaha kecil di Indonesia adalah:

1. Lebih dari setengah usaha didirikan sebagai pengembangan dari usaha

kecil-kecilan

2. Selain masalah permodalan, masalah lain yang dihadapi usaha kecil

bervariasi tergantung dengan tingkat perkembangan usaha

3. Sebagian besar usaha kecil tidak mampu memenuhi

persyaratan-persyaratan administrasi guna memperoleh bantuan bank.

4. Hampir 60% usaha kecil masih menggunakan teknologi tradisional

5. Hampir setengah perusahaan kecil hanya menggunakan kapasitas

terpasang kurang dari 60%

6. Pangsa pasar usaha kecil cenderung menurun baik karena faktor

kekurangan modal, kelemahan teknologi dan kelemahan manajerial

7. Hampir 70% usaha kecil melakukan pemasaran langsung kepada

konsumen

8. Tingkat ketergantungan terhadap fasilitas-fasilitas pemerintah sangat

(33)

Berdasarkan penjelasan diatasmengenai kriteria dan cirri umum dari usaha

kecil maka dapat dilihat bahwa memang diperlukannya bantuan dari unit lebih

besar guna mendukung keberlangsungan usahanya. maka dari tu pelaksanaan

program kemitraan menetapkan sasaran dari program kemitraan tersebut adalah

usaha kecil . Hal tersebut tertuang dalam PER-09/NIBU/07/2015 pasal 1 yang

menyatakan Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan

memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan

sebagaimana diatur dalam Peraturan ini. Menurut PER/09/MBU/07/2015 dalam

Pasal 3 Usaha Kecil yang dapat ikut serta dalam Program Kemitraan harus

memenuhi kriteria sbagai berikut :

1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus

juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau

memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua

miliar lima ratus juta rupiah);

2. Milik Warga Negara Indonesia;

3. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang

perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun

tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar;

4. Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan

hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk usaha mikro

dan koperasi;

5. Mempunyai potensi dan prospek usaha untuk dikembangkan;

(34)

Menurut UU tersebut salah satu tujuan yang tercantum adalah prospek

pengembangan usaha kecil melalui program pkemitraan. Dengan demikian ada

beberapa dimensi dalam pemngembangan UKM

II.4.4 Pengembangan UKM

Kebijakan pemerintah dalam pengembangan Usaha Kecil Menengah (UKM)

dalam jangka panjang bertujuan untuk meningkatkan potensi dan partisipasi aktif

UKM dalam proses pembangunan nasional, khususnya dalam kegiatan ekonomi

dalam rangka mewujudkan pemerataan pembangunan melalui perluasan lapangan

kerja dan peningkatan pendapatan. Sasaran dan pembinaan usaha kecil adalah

meningkatnya jumlah pengusaha menengah dan terwujudnya usaha yang makin

tangguh dan mandiri, sehingga pelaku ekonomi tersebut dapat berperan dalam

perekonomian nasional, meningkatnya daya saing pengusaha nasional di pasar

dunia, serta seimbangnya persebaran investasi antar sektor dan antargolongan.

Dalam pengembangan usaha banyak hambatan-hambatan yang dihadapi seperti

kekurangan modal, tenaga kerja yang ahli atau terampil, kinerja keuangan usaha

yang buruk, dan sebagainya. Tetapi hambatan-hambatan itu semua dapat diatasi

dengan cara mengembangkan dan menerapkan strategi pengembangan usaha yang

baik. Definisi pengembangan usaha itu sendiri adalah terdiri dari sejumlah tugas

dan proses yang pada umumnya bertujuan untuk mengembangakan dan

mengimplementasikan peluang pertumbuhan usaha. Pengembangan usaha bukan

saja dibarengi dengan modal yang banyak atau tenaga kerja yang terampil tetapi

juga harus dibarengi dengan pembinaan yang rutin. Cara lain yang harus

dilakukan untuk dapat mengembangakan usaha dengan baik adalah dengan

(35)

seperti memberikan pelatihan workshop tentang pengembangan usaha, dan

sebagainya. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan

yang lebih kepada pengusaha. Menurut PP No. 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan

dan Pengembangan Usaha Kecil, maka pengembangan usaha kecil adalah upaya

yang dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha dan masyarakat melalui pemberian

bimbingan dan bantuan perkuatan modal untuk menumbuhkan dan meningkatkan

kemampuan usaha kecil agar menjadi usaha yang tangguh dan mandiri serta dapat

berkembang menjadi usaha menegah.

II.4.4.1 Komponen-Komponen Pengembangan Usaha

Dalam PP No. 32 Tahun 1998 Tentang Pembinaan dan Pengembangan usaha

kecil, Bab II Pasal 5 menyatakan pembinaan dan pengembangan usaha kecil

dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:

1. Identifikasi potensi dan masalah yang dihadapi oleh usaha kecil

2. Penyiapan program pembinaan dan pengembangan sesuai potensi dan

masalah yang dihadapi oleh usaha kecil

3. Pelaksanaan program pembinaan dan pengembangan

4. Pemantauan dan pengendalian pelaksanaan program pembinaan dan

pengembangan bagi usaha kecil

II.4.4.2 Dimensi Pengembangan UKM

Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) pada hakekatnya merupakan

(36)

jurnal imiahnya mengatakan terdapat 9 (sembilan) dimensi yang perlu

diperhatikan dididalam pengembangan UKM, antara lain :

1. Penciptaan Iklim Usaha yang Kondusif

Pemerintah perlu mengupayakan terciptanya iklim yang kondusif antara lain

dengan mengusahakan ketenteraman dan keamanan berusaha serta

penyederhanaan prosedur perijinan usaha, keringanan pajak dan sebagainya.

2. Bantuan Permodalan

Pemerintah perlu memperluas skim kredit khusus dengan syarat-syarat yang tidak

memberatkan bagi UKM, untuk membantu peningkatan permodalannya, baik itu

melalui sektor jasa finansial formal, sektor jasafinansial informal, skema

penjaminan, leasing dan dana modal ventura.

3. Perlindungan Usaha

Jenis-jenis usaha tertentu, terutama jenis usaha tradisional yang merupakan usaha

golongan ekonomi lemah, harus mendapatkan perlindungan daripemerintah, baik

itu melalui undang-undang maupun peraturan pemerintah yang bermuara kepada

saling menguntungkan (win-win solution).

4. Pengembangan Kemitraan

Perlu dikembangkan kemitraan yang saling membantu antara UKM, atau antara

UKM dengan pengusaha besar di dalam negeri maupun di luar negeri, untuk

menghindarkan terjadinya monopoli dalam usaha. Disamping itu juga untuk

memperluas pangsa pasar dan pengelolaan bisnis yang lebih efisien. Dengan

demikian UKM akan mempunyai kekuatan dalam bersaing dengan pelaku bisnis

(37)

5. Pelatihan

Pemerintah perlu meningkatkan pelatihan bagi UKM baik dalam aspek

kewiraswastaan, manajemen, administrasi dan pengetahuan serta keterampilannya

dalam pengembangan usahanya. Disamping itu juga perlu diberi kesempatan

untuk menerapkan hasil pelatihan di lapangan untuk mempraktekkan teori melalui

pengembangan kemitraan rintisan.

6. Membentuk Lembaga Khusus

Perlu dibangun suatu lembaga yang khusus bertanggung jawab dalam

mengkoordinasikan semua kegiatan yang berkaitan dengan upaya

penumbuhkembangan UKM dan juga berfungsi untuk mencari solusi dalam

rangka mengatasi permasalahan baik internal maupun eksternal

yang dihadapi oleh UKM.

7. Memantapkan Asosiasi

Asosiasi yang telah ada perlu diperkuat, untuk meningkatkan perannya antara lain

dalam pengembangan jaringan informasi usaha yang sangat dibutuhkan untuk

pengembangan usaha bagi anggotanya.

8. Mengembangkan Promosi

Guna lebih mempercepat proses kemitraan antara UKM dengan usaha besar

diperlukan media khusus dalam upaya mempromosikan produkproduk yang

dihasilkan. Disamping itu perlu juga diadakan talk show antara asosiasi dengan

(38)

9. Mengembangkan Kerjasama yang Setara

Perlu adanya kerjasama atau koordinasi yang serasi antara pemerintah dengan

dunia usaha (UKM) untuk menginventarisir berbagai isu-isu mutakhir yang terkait

dengan perkembangan usaha.

Pengembangan Usaha Kecil yang dimaksudkan dalam penulisan ini adalah

bagaimana proses yang dilakukan pihak PTPN IV selaku pelaksana program

kemitraan dalam upaya mengembangkan Usaha kecil mitraa binaan nya dengan

melihat proses baik dari segi pemberian pinjaman , komunikasi yang dibangun,

serta koordinasi yang dijalin untuk memantau perkembangan dari usaha mitra

binaannya.

II.4.4.3 Strategi Pengembangan Ukm

Menurut sartika,dkk (2002:25) Strategi pengembangan UKM adalah dapat

dilakukan dengan beberapa cara yaitu

1. Kemitraan Usaha yaitu hubungan kerjasama usaha diantara berbagai

pihak yang sinergis, bersifat sukarela, dan berdasarkan prinsip saling

membutuhkan, saling mendukung, dan saling menguntungkan dengan

disertai pembinaan, pelatihan dalam mengembangkan SDM untuk pelaku

usaha kecil oleh usaha besar.

2. Permodalan UKM yaitu memberikan dan menyediakan modal bagi pelaku

UKM melalui bantuan keuangan, bantuan teknis, program penjaminan,

bank dan lembaga keuangan mikro untuk usaha mikro kecil-menengah

(39)

Dengan demikian pengembangan UMKM adalah suatu upaya yang dilakukan

untuk meningkatkan peluang pertumbuhan usaha dan kualitas usaha yang

tergolong UMKM kearah yang lebih baik secara kesinambungan. Salah satu

upaya peningkatan dan pengembangan UMKM dalam perekonomian nasional

dilakukan dengan mendorong pemberian kredit modal usaha kepada UMKM..

Oleh karena itu, dapat disimpulkan pengembangan Usaha Kecil Menengah

(UKM) yang dimaksud adalah kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah

khususnya yang menangani pengembangan Usaha Kecil Menengah (UKM) untuk

meningkatkan potensi dan partisipasi aktif UKM dalam proses pembangunan

nasional yang termuat dalam tugas pokok dan fungsi PTPN IV seperti bantuan

permodalan, melakukan pembinaan dan pelatihan, dan sebagainya.

Berdasarkan penjelasan dari teori-teori yang dijelaskan sebelumnya maka penulis

membuat kerangka konsep penelitian yang bertujuan untuk mengetahui teori yang

relevan terhadap implementasi program kemitraan dan bina lingkungan dalam

(40)

Berikut kerangka konsep penelitian yang penulis gunakan

Gambar 2.1 Konsep Penelitian Implementasi PKBL Dalam Pengembangan Usaha

Kecil

Tujuan Pengembangan Usaha

Kecil

(41)

Berikut penjelasan dari kerangka konsep diatas

Kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak dikerjakan

oleh pemerintah, mengapa suatu kebijakan harus dilakukan dan apakah manfaat

bagi kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan yang holistik agar kebijakan

tersebut mengandung manfaat yang besar bagi warganya. Program kemitraan dan

bina lingkungan merupakan suatu paket kebijakan yang dikeluarkan oleh

kementrian BUMN yang di dalamnya terdapat dua program yaitu program

kemitraan dan bina lingkungan. Sesuai dengan tujuan dari pendirian BUMN yaitu

turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan

ekonomi lemah,koperasi dan masyarakat. Dalam hal ini program kemitraan dan

bina lingkungan merupakan kebijakan publik meso karena kebijakan ini dibuat

oleh kementrian BUMN dengan peraturan PER-09/MBU/07/2015 namun dalam

pelaksanaannya maka dapat dikatakan menjadi kebijakan publik mikro karena

kebijakan publik mikro mengatur tentang pelaksanaannya atau implementasi dari

kebijakan tersebut. Maka dalam tahapan kebijakan publik ada dikenal

implementasi kebijakan . Menurut Patton dan Sawicki implementasi kebijakan

adalah berbagai kegiatan yang dilakukan untuk merealisasikan program, dimana

eksekutif berperan mengatur cara dalam mengorganisir, menginterpretasikan dan

menerapkan kebijakan yang telah diseleksi. Untuk melihat bagaimana proses

implementasi kebijakan itu berlangsung secara efektif, maka dapat dilihat dari

berbagai model 2 model yang relevan yang penulis gunakan dalam implementasi

program kemitraan dan bina lingkungan dalam pengembangan usaha kecil.

Dalam Model van meter dan van horn penulis menggunakan 2 variabel yaitu

(42)

yaitu sumber daya manusia, sumber daya finansial, dan fasilitas. Serta dalam

model George Edward III penulis menggunakan 3 variabel yaitu komunikas,

struktur birokrasi dan disposisi. Sesuai dengan tujuan dari pengimlementasian

kebijakan PKBL yaitu kegiatan pemberdayaan kondisi ekonomi, sosial

masyarakat oleh BUMN. Salah satunya adalah membantu para pelaku usaha kecil

dalam mengembangkan usaha nya. Program kemitraan dan bina lingkungan

merupakan dua program yang memiliki keterkaitan yang erat dikarenakan

pengembangan usaha dapat dilakukan dengan dua cara yaitu bantuan permodalan

dan kemitraan usaha termasuk pembinaan dan pelatihan. Bantuan permodalan

didapatkan melalui program kemitraan dengan memberikan bantuan pinjaman

modal usaha dengan bunga pemgembalian yang cukup minim, dan kemitraan

usaha dilakukan dalam bentuk pembinaan dan pelatihan untuk meningkatkan

kemampuan pelaku usaha kecil. Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai kerangka

konsep penelitian yang digunakan maka penulis memaparkan definisi konsep dan

(43)

II.5 Defenisi Konsep

Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan

secara abstrak kejadian, keadaan kelompok, atau individu yang menjadi pusat

perhatian ilmu sosial. Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan

menghindari terjadinya interpretasi ganda dari variabel yang diteliti.

(Singarimbun, 1995:37). Oleh karena itu, untuk mendapatkan batsan yang jelas

dari masing-masing konsep yang akan diteliti, maka penulis mengemukakan

defenisi konsep dari penelitian ini adalah:

1. Implementasi merupakan suatu tahapan yang digunakan setelah suatu

kebijakan ditetapakan, kegiatan-kegiatan pelaksanaan program dari

pemerintah dimana para agen pelaksana ditetapkan sebagai penghubung

untuk menjalankan dan menerapkan kebijakan tersebut secaraa terencana

dan teorganisir yang bermanfaat untuk mencapai hasil yang diharapkan

maka dalam proses pencapaiannya ditetapkannlah indikator dan atau

variabel yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan

program atau kegiatan sehingga mencapai sasaran kebijakan dengan

memperhatikan dampak yang ada. Implementasi kebijakan yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah implementasi Program Kemitraan dan Bina

Lingkungan. Variabel pendukung proses pengimplementasian adalah

standard dan sasaran kebijakan, sumber daya, komunikasi dan kordinasi,

struktur birokrasi dan disposisi(sikap).

(44)

tergolong umkm kearah yang lebih baik secara kesinambungan. Usaha

kecil adalah jenis usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak

Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan

bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan paling

banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah) yang dapat

memperoleh program kemitraan untuk dapat mengembangkan usahanya.

Upaya dan strategi pengembangan ukm dilakukan melalui program

kemitraan oleh PTPN IV dilihat dua indikator pengembangan yaitu

permodalan dan kemitraan usaha yang meliputi pembinaan, pelatihan

untuk pengembangan SDM usaha kecil.

II.6 operasionalisasi konsep

Operasionalisasi konsep berarti menjadikan konsep yang semula bersifat

statis menjadi dinamis. Perumusan definisi operasional ditujukan dalam upaya

transformasi konsep kedunia nyata sehingga konsep-konsep penelitian dapat

diobservasi ( siagian 2010:141).

Dalam penelitian ini defnisi operasional diambil dari penjabaran teori yang

dikemukan oleh Van Meter Dan Van Horn Serta George Edward III. yang

digunakan untuk mengukur implementasi sebagai acuan dalam penelitian ini.

yang terdiri dari :

1. Standar dan sasaran kebijakan

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terstruktur sehingga dapat direalisir.

(45)

dan mudah menimbulkan konflik di antara para agen implementasi. Mengukur

kerja implementasi kebijakan tentunya akan menegaskan standar dan sasaran

tertentu yang harus dicapai oleh para pelaksana kebijakan, kinerja kebijakan pada

dasarnya merupakan penilaian atas tingkat ketercapaian standar dan sasaran

tersebut.

2. Sumber daya

Kebijakan perlu dukungan sumber daya baik sumber daya manusia (human

resource) maupun sumber daya non-manusia (non-human resource). Keberhasilan

implementasi sangat tergantung dari kemampuan dalam memanfaatkan sumber

daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam

menentukan keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Setiap tahap

implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai

dengan pekerjaan yang dilimpahkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara

politik. Selain sumber daya manusia, sumber daya financsal dan fasilitas menjadi

perhitungan penting dalam keberhasilan implementai kebijakan.

3. Komunikasi

Menunjukkan bahwa setiap kebijakan akan dapat dilaksanakan dengan baik jika

terjadi komunikasi efektif antara pelaksana program (Kebijakan) dengan para

kelompok sasaran (target group). Komunikasi antar organisasi juga menunjuk

adanya tuntutan saling dukung antar institusi yang berkaitan dengan program atau

kebijakan. Implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan

instansi lain. koordinasi adalah praktik dari pelaksanaan kekuasaan dan kejasama

(46)

implementasi program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain agar

tujuan kebijakan dapat tercapai.

4. Struktur Birokrasi

Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek

struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang

standar (standard operating procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi

setiap implementor dalam bertindak.

5. Disposisi

Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti

komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi

yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa

yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Implementor yang memiliki komitmen

tinggi dan jujur akan senantiasa bertahan diantara hambatan yang ditemui dalam

program atau kebijakan. Sikap yang demokratis akan meningkatkan kesan baik

implementor dan kebijakan di hadapan anggota kelompok sasaran. Sikap ini

menurunkan resistensi dari masyarakat dan menumbuhkan rasa percaya dan

(47)

Untuk mengukur stategi yang digunakan untuk pengembangan UMKM (dalam

sartika 2002:25), yaitu

1. Permodalan

Permodalan yaitu memberikan dan menyediakan modal bagi pelaku usaha

melalui bantuan keuangan, bantuan teknis, dan program peminjaman

2. Kemitraan usaha

Kemitraan usaha yaitu kerjasama antar pihak pemberi pinjaman dengan penerima

pinjaman berdasarkan prinsip saling mendukung, membutuhkan, dan

menguntungkan dengan disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha besar

pembinaan dan pelatihan dilakukan oleh sumber daya manusia yang merupakan

Gambar

Gambar 2.1 Konsep Penelitian Implementasi PKBL Dalam Pengembangan Usaha

Referensi

Dokumen terkait

Perkebunan Nusantara III melaksanakan program kemitraan dengan usaha kecil menengah (UKM). Dimana program kemitraan tersebut menimbulkan sebuah dampak terhadap usaha kecil

Noni Bahannoer : Pengaruh Pemberian Kredit Terhadap Perkembangan Usaha Kecil Dan Menengah Pada Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan (PKBL) PT.PERTAMINA (PERSERO) Unit Pemasaran

Peraturan Menteri Negara Usaha Milik Negara Nomor Per-05/MBU/2007 Tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan (PKBL) Sebagai Peraturan CSR

Pasal 1 ayat (6) Peraturan Menteri Negara Nomor Per-5/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. 20 Pasal 1 ayat (7) Peraturan

Peraturan Menteri Negara Usaha Milik Negara Nomor 05/MBU/2007 2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan (PKBL). Surat Edaran Menteri BUMN

Kendala Dalam Penerapan Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan Pada Badan Usaha Milik Negara PT. Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan Pada Badan Usaha Milik

Selain itu pasar modern juga harus memiliki potensi rencana kerja atau program kemitraan dengan usaha mikro, kecil dan menengah, mampu menyerap tenaga kerja

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis Sistem Pemberian Kredit terhadap Pengembangan Usaha Kecil di Medan pada Program Kemitraan dan Bina Lingkungan