BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Desain Penelitian
Jenis Penelitian : Analitik Observasional Desain Penelitian : Cross-sectional
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1 Tempat Penelitian
Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Terpadu Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara (Medan).
3.2.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan sejak bulan Desember 2015 s/d Januari 2016. Dimulai dari pengumpulan sampel, kemudian dilakukan penelitian, analisis data dan penulisan hasil, serta pembahasan penelitian ini.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah laki-laki perokok dan bukan perokok di Kelurahan Padang Bulan Medan.
3.3.2 Sampel
3.3.2.1 Besar Sampel
Besar sampel pada penelitian ini adalah 50 orang yang terdiri dari 25 orang perokok kretek dan 25 orang bukan perokok. Besar sampel dalam penelitian ini dihitung menggunakan rumus, yaitu:
2 . 0,11 . (1,64 + 0,842)2 n =
(0,17)2 1,355
n =
0,0289 n = 46,88 n ≈ 50 orang Keterangan :
n = jumlah sampel minimal
α = level of significant, penelitian ini menggunakan α = 10%, sehingga Zα = 1,64
β = power of test, penelitian ini menggunakan β = 20%, sehingga Zβ = 0,842 σ2
= varian rata-rata antar kelompok
µ0 - µa = selisih rerata penelitian sebelumnya dengan yang diinginkan peneliti, pada penelitian ini µ0 - µa=17%
3.4 Kriteria Sampel
3.4.1 Kriteria inklusi
1. Laki-laki
2. Perokok dan bukan perokok usia 18-34 tahun 2 . σ2 . (Zα + Zβ )2 n =
3. Frekuensi merokok lebih dari 10 batang per hari 4. Lama merokok lebih dari 10 tahun
5. Subjek bersedia untuk berpartisipasi
3.4.2 Kriteria eksklusi
Perokok dan bukan perokok: 1. Menderita penyakit sistemik
2. Pernah menjalani perawatan ortodonti
3. Mengonsumsi obat yang dapat memengaruhi pH, laju aliran serta kadar ion kalsium saliva
3.5 Variabel Penelitian
3.5.1 Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini, yaitu: 1. Perokok kretek
2. Bukan perokok
3.5.2 Variabel Tergantung
Variabel tergantung pada penelitian ini adalah saliva perokok, yaitu: 1. pH saliva
2. Laju aliran saliva
3. Kadar ion kalsium saliva
3.5.3 Variabel Terkendali
1. Perokok dan bukan perokok usia 18-34 tahun 2. Waktu pengumpulan saliva jam 09.00–12.00 WIB
3.5.4 Variabel Tidak Terkendali
1. Diet
2. Merek rokok kretek
Variabel Terkendali
1. Perokok dan bukan perokok usia 18-34 tahun 2. Waktu pengumpulan saliva jam 09.00–12.00 WIB 3. Pengambilan saliva dengan metode Spitting dan
Stimulated Saliva
4. Kemampuan operator
3.6 Definisi Operasional
Perokok kretek adalah orang yang telah memiliki kebiasaan merokok lebih dari 10 tahun dan merokok lebih dari 10 batang per hari dan masih merokok saat penelitian dilakukan dengan menggunakan rokok yang komposisinya tembakau dicampur dengan cengkeh rajangan.
Bukan perokok adalah orang yang tidak memiliki kebiasaan berkontak secara langsung atau menghisap rokok.
Variabel Tergantung
1. pH saliva
2. Laju aliran saliva 3. Kadar ion kalsium
saliva
Variabel Bebas
Perokok kretek dan bukan perokok
Variabel Tidak Terkendali
1. Diet
Perokok aktif adalah orang yang merokok dan langsung menghisap asap tembakau dari rokok yang dihisapnya.
Rokok kretek adalah rokok dengan atau tanpa filter yang komposisinya adalah tembakau dicampur dengan cengkeh rajangan kurang lebih 30 persen dari komposisi setiap batang rokok kretek.
Waktu pengumpulan saliva adalah waktu pengumpulan sampel dilakukan, yaitu pada jam 09.00–12.00 WIB.
Metode Spitting adalah metode pengambilan saliva dimana subjek membiarkan saliva tergenang dalam mulut tanpa ditelan kemudian meludahkannya ke dalam wadah penampungan.
Stimulated Saliva adalah mengumpulkan saliva yang distimulasi
menggunakan paraffin wax.
pH saliva adalah nilai derajat keasaman saliva yang diukur menggunakan pH meter digital.
Laju aliran saliva adalah jumlah saliva yang dikeluarkan dalam satuan volume (ml) dalam setiap satuan waktu (menit) yaitu ml/menit.
Kadar ion kalsium saliva adalah jumlah kadar ion kalsium yang terdapat pada saliva dan didapatkan menggunakan alat Spektrofotometri Serapan Atom dengan panjang gelombang 422,7 nm dalam satuan mmol/l.
Diet adalah faktor yang berhubungan dengan makanan dan minuman yang dikonsumsi sehari-hari.
3.7 Alat dan Bahan Penelitian
3.7.1 Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)
2. pH meter digital 3. Timbangan digital 4. Cooler box
6. Label pot/wadah sampel 7. Labu ukur
8. Corong 9. Kertas saring 10. Spuit 5cc
11. Beaker glass 250ml dan 500ml 12. Pipet tetes
13. Handscoon 14. Masker
3.7.2 Bahan Penelitian:
1. Saliva sebagai bahan pemeriksaan 2. Paraffin wax
3. Dry ice
4. Larutan aquabidest 5. Larutan baku kalsium
Gambar 3. Timbangan digital47
3.8Prosedur Penelitian 3.8.1 Pengisian Kuesioner
Penelitian dilakukan terhadap perokok dan bukan perokok. Pemilihan subjek penelitian dilakukan melalui wawancara langsung mengenai identitas subjek dengan bantuan kuesioner terhadap para perokok. Subjek yang terpilih diberi penjelasan terlebih dahulu mengenai tujuan, manfaat dan prosedur penelitian yang akan dilakukan dan apabila subjek bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian maka subjek diminta menandatangani lembar informed consent.
3.8.2 Pengumpulan Saliva
Pengumpulan saliva dilakukan menggunakan metode Spitting dengan Stimulated Saliva pada jam 09.00–12.00 WIB. Satu jam sebelum penelitian dilakukan subjek tidak diperkenankan untuk makan, minum dan merokok. Sebelum menampung saliva, subjek diminta untuk berkumur dengan air putih untuk menghilangkan debris. Setelah itu, subjek diinstruksikan duduk tenang dengan posisi tegak dan sedikit menundukkan kepala saat menampung saliva dan mengunyah paraffin wax total selama 5 menit, kemudian meludahkan semua saliva ke dalam pot
3.8.3 Persiapan Sampel Saliva
Pot yang berisi sampel saliva dan telah diberi label harus ditutup rapat kemudian disusun ke dalam cooler box yang berisi dry ice dan dibawa ke Laboratorium Terpadu Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) USU untuk melakukan pengukuran kadar ion kalsium saliva.
3.8.4 Pengukuran pH Saliva
Pengukuran pH saliva dilakukan dengan cara mencelupkan pH meter digital. Sebelum digunakan, pH meter dibersihkan dengan mencuci sensor elektroda di bawah air mengalir lalu dikeringkan. Kemudian pH meter dikalibrasi dengan mencelupkan elektroda ke dalam larutan buffer. pH meter dicelupkan ke dalam pot saliva kemudian catat hasil pH saliva yang tertera pada alat. Pengukuran pH dilakukan segera setelah sampel saliva ditampung.
3.8.5 Pengukuran Laju Aliran Saliva
Pengukuran laju aliran saliva dimulai dengan pengukuran volume saliva. Pengukuran volume dilakukan dengan cara menyalakan timbangan digital dan timbangan menunjukkan angka nol. Berat pot saliva ditimbang terlebih dahulu. Saliva yang telah dikumpulkan kemudian ditimbang dan dikurangkan dengan hasil timbangan pot saliva kemudian hasil yang diperoleh dinyatakan dalam ml karena berat jenis untuk saliva adalah 1 maka 1 gr saliva sama dengan 1 ml saliva. Kemudian nilai volume saliva dibagi dengan lama waktu stimulasi untuk mendapatkan nilai laju aliran saliva. Nilai laju aliran saliva dinyatakan dalam ml/menit.
3.8.6 Pengukuran Kadar Ion Kalsium Saliva
3.8.6.1 Penentuan Linearitas Kurva Kalibrasi Larutan Baku Kalsium
25 ml kemudian dilakukan pengenceran dengan larutan aquabidest sampai garis tanda sehingga diperoleh larutan berkonsentrasi 1; 2; 3; 4; 5 µg/ml. Lakukan pengukuran larutan tersebut dengan SSA pada panjang gelombang 422,7 nm dan dibuat kurva kalibrasi untuk larutan standar kalsium.
3.8.6.2 Pengukuran Kadar Ion Kalsium Sampel
Sampel saliva sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml dengan menggunakan spuit kemudian diencerkan dengan larutan aquabidest sampai garis tanda dan dihomogenkan. Larutan sampel disaring dengan kertas saring ke dalam labu takar 10 ml dan dihomogenkan kembali. Lakukan pengukuran kadar ion kalsium pada larutan sampel dengan menggunaan SSA pada panjang gelombang absorbansi maksimum 422,7 nm.
Perhitungan kadar ion kalsium saliva pada penelitian ini menggunakan rumus molaritas agar hasil yang didapatkan dalam satuan mmol/l, yaitu:
c . ʋ ml
M = x x 1000 Ar 1000
Dengan keterangan, sebagai berikut:
M = nilai molaritas dengan satuan mmol/l c = konsentrasi kalsium dengan satuan ppm ʋ = volume pengenceran dengan satuan ml
ml = volume saliva yang dipipetkan dengan satuan ml Ar = massa atom relatif kalsium
3.9 Pengolahan dan Analisis Data
3.10 Alur Penelitian
Penentuan subjek sesuai kriteria inklusi dan pengisian kuesioner
Subjek mengisi lembaran informed consent
Pengumpulan saliva dilakukan antara jam 09.00 sampai 12.00 WIB
Saliva dikumpulkan dengan metode Spitting dan Stimulated whole saliva. Subjek diinstruksikan untuk duduk tenang dikursi dengan
meludahkan saliva ke dalam dalam pot saliva.
Pengukuran pH dan laju aliran saliva
Analisis ion kalsium saliva dengan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)
Pengumpulan data
Analisis data
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian mengenai perbedaan pH, laju aliran dan kadar ion kalsium saliva yang dilakukan pada laki-laki perokok kretek dan bukan perokok. Tempat dilakukan penelitian yaitu di Kelurahan Padang Bulan Medan dengan jumlah sampel 50 orang yang dipilih sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi, terdiri dari 25 orang perokok dan 25 orang bukan perokok dan telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2015 sampai Januari 2016.
4.1 Karakteristik Umum Subjek Yang Diteliti
Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh data karakteristik umum perokok kretek (tabel 1) menunjukkan subjek perokok yang diteliti telah merokok lebih dari 10 tahun dengan rata-rata lama merokok 13 tahun. Frekuensi jumlah rokok yang dikonsumsi terbesar adalah 10-20 batang rokok per hari yaitu sebanyak 23 orang (92%) sedangkan frekuensi terkecil adalah >20 batang rokok per hari yaitu sebanyak 2 orang (8%).
Tabel 1. Gambaran Karakteristik Umum Subjek Yang Diteliti
Karakteristik N %
4.2 Nilai Keasaman (pH) Saliva Pada Perokok dan Bukan Perokok
kelompok bukan perokok yaitu rata-rata 6,86±0,33. pH saliva bukan perokok lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan pH saliva perokok (p<0,05).
Tabel 2. Rata-rata pH saliva pada kelompok perokok dan bukan perokok
Kelompok N
pH Saliva
P X± SD
Perokok 25 5,93 ± 0,28
0,001*
Bukan Perokok 25 6,86 ± 0,33
Uji Mann-Whitney, *signifikan p<0,05
4.3 Laju Aliran Saliva Pada Perokok dan Bukan Perokok
Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka didapatkan laju aliran saliva rata-rata kelompok perokok dan bukan perokok (tabel #) menunjukkan laju aliran saliva (stimulasi) pada kelompok perokok yaitu 0,23 ± 0,10 ml/menit dibandingkan kelompok bukan perokok yaitu rata-rata 2,18 ± 0,71 ml/menit. Laju aliran saliva bukan perokok lebih tinggi secara signifikan dibandingkan laju aliran saliva perokok (p<0,05).
Tabel 3. Rata-rata laju aliran saliva pada kelompok perokok dan bukan perokok
Kelompok N
Laju aliran saliva
(ml/menit) P
X± SD
Perokok 25 0,23 ± 0,10
0,001*
Bukan Perokok 25 2,18 ± 0,71
4.4 Kadar Ion Kalsium Saliva Pada Perokok dan Bukan Perokok
Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka diperoleh kadar ion kalsium saliva kelompok perokok dan bukan perokok (tabel 4) menunjukkan nilai kadar ion kalsium saliva (stimulasi) pada kelompok perokok yaitu rata-rata 2,64 ± 0,39 mmol/l dibandingkan kelompok bukan perokok memiliki kadar ion kalsium saliva yaitu rata-rata 1,69 ± 0,44 mmol/l. Kadar ion kalsium saliva bukan perokok lebih rendah secara signifikan dibandingkan saliva perokok (p<0,05).
Tabel 4. Hasil pengukuran sampel kadar ion kalsium saliva pada kelompok perokok dan bukan perokok
Kelompok N
Kadar Ion Kalsium
Saliva (mmol/L) P
X± SD
Perokok 25 2,64 ± 0,39
0,001*
Bukan Perokok 25 1,69 ± 0,44
BAB 5
PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan pada 50 orang laki-laki yang terdiri dari 25 orang perokok dan 25 orang bukan perokok. Setiap subjek yang diteliti diberikan pertanyaan sesuai dengan isi kuesioner terlebih dahulu. Subjek yang terpilih harus memenuhi kriteria inklusi, yaitu laki-laki berusia 18-34 tahun, menggunakan rokok jenis kretek, frekuensi merokok lebih dari 10 batang per hari dan bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian. Pada penelitian ini kelompok perokok akan dilihat perbedaannya dengan kelompok berusia bukan perokok.
Indonesia dengan lebih dari 200 juta penduduk merupakan salah satu negara yang memiliki populasi perokok tertinggi dengan rerata proporsi perokok aktif saat ini adalah 29,3%. Di Sumatera Utara, proporsi perokok aktif yang merokok setiap hari sebesar 24,2%. Dari seluruh laki-laki di Indonesia sebesar 47,5% merupakan perokok sedangkan dari seluruh jumlah perempuan di Indonesia sebesar 1,1% adalah perokok.2,3
pencernaan dan pengecapan rasa.22,27 Berdasarkan hal diatas, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan pH, laju aliran dan kadar ion kalsium saliva pada perokok dan bukan perokok di Kelurahan Padang Bulan Medan.
Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik observasional dengan rancangan penelitian cross-sectional. Uji normalitas terlebih dahulu dilakukan terhadap data-data yang diperoleh. Hasil uji normalitas tersebut menunjukkan bahwa data yang diperoleh tidak terdistribusi normal (tidak homogen) sehingga dilakukan uji Mann-Whitney untuk melihat perbedaan pH, laju aliran dan kadar ion kalsium saliva
pada perokok kretek dan bukan perokok.
5.1 Karakteristik Umum Subjek Yang Diteliti
Jenis rokok yang dikonsumsi oleh subjek penelitian seluruhnya adalah rokok kretek (100%). Hal ini sesuai dengan survey Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2011 yang menemukan bahwa 60,9% pria menggunakan rokok kretek. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas penduduk di Indonesia merokok kretek.51 Seluruh subjek penelitian ini memiliki lama merokok lebih dari 10 tahun dengan sebesar 92% merokok 10-20 batang per hari dan sebesar 8% merokok lebih dari 20 batang per hari. Hal ini sesuai dengan survei terhadap penduduk Indonesia yang mendapatkan bahwa sekitar 2 dari 5 perokok saat ini rata-rata merokok sebanyak 11-20 batang per hari sedangkan prevalensi yang merokok rata-rata 21-30 batang per hari sebanyak 4,7%.52
5.2 Perbedaan Nilai Derajat Keasaman (pH) Saliva Pada Perokok dan
Bukan Perokok
Berdasarkan hasil pada penelitian ini (Tabel 2), nilai keasaman (pH) saliva pada kelompok perokok lebih rendah dibandingkan dengan kelompok bukan perokok (kontrol). Pada kelompok perokok pH saliva rata-rata 5,93 ± 0,28 sedangkan bukan perokok pH saliva rata-rata 6,86 ± 0,33. Uji statistik Mann-Whitney yang dilakukan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p<0,05) antara kedua kelompok tersebut. Hal tersebut menunjukkan adanya perbedaan pH saliva (stimulasi) antara perokok dan bukan perokok. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Singh (2015) di India terhadap 35 sampel perokok yang menunjukkan bahwa rata-rata pH perokok berada dibawah pH netral yaitu 6,30 ± 0,36.11 Demikian juga dengan penelitian Arta (2014) di Denpasar terhadap 20 sampel perokok kretek dimana perokok kretek memiliki pH 6,30.31
juga dapat memengaruhi pH dengan mengakibatkan terjadinya penurunan sekresi ion bikarbonat dan hal ini juga menyebabkan penurunan pH saliva.11
Sekresi kelenjar saliva dikontrol oleh saraf otonom. Rangsangan saraf simpatis dan parasimpatis merangsang sekresi saliva dalam jumlah, karakteristik dan mekanisme yang berbeda.14,29 Beberapa komposisi tembakau yang memengaruhi saliva yaitu nikotin dan karbonmonoksida (CO). Nikotin dapat menstimulasi saraf simpatis untuk memproduksi neurotransmiter termasuk katekolamin. Hal ini menimbulkan efek pada reseptor alpha di pembuluh darah yaitu berupa vasokontriksi. Akibat dari vasokontriksi yaitu penurunan fungsi kelenjar saliva sehingga terjadi penurunan sekresi saliva yang menyebabkan penurunan komposisi saliva, salah satunya adalah ion bikarbonat sehingga terjadi penurunan pH pada perokok.41,54
Karbonmonoksida (CO) yang terdapat dalam rokok dapat menyebabkan berkurangnya oksigen dalam tubuh, hal ini mengakibatkan vasokontriksi pembuluh darah sehingga suplai darah ke kelenjar menurun dan fungsi saliva menjadi menurun kemudian terjadi penurunan aliran saliva yang menyebabkan penurunan komposisi saliva, salah satunya ion bikarbonat yang mengakibatkan penurunan pH saliva.55 Penurunan pH saliva yang terjadi pada perokok dapat menyebabkan keadaan rongga mulut yang asam sehingga terjadi demineralisasi pada gigi geligi. Hal ini membuat perokok lebih rentan terhadap terjadinya karies.
Nilai derajat keasaman (pH) saliva pada kelompok bukan perokok termasuk dalam kategori pH normal yaitu antara 6,7-7,3.12 Saliva dalam rongga mulut memiliki pH yang berubah setiap saat. Pada pH saliva yang normal, ion bikarbonat yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan asam dan basa dalam rongga mulut bekerja secara maksimal sehingga menghambat proses demineralisasi.23
5.3 Perbedaan Nilai Laju Aliran Saliva Pada Perokok dan Bukan
Perokok
perokok rata-rata laju aliran saliva 2,18 ± 0,71 ml/menit. Uji statistik Mann-Whitney yang dilakukan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p<0,05) antara kedua kelompok tersebut. Hal tersebut menunjukkan adanya perbedaan laju aliran saliva (stimulasi) antara perokok dan bukan perokok. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Rad dkk (2010) di Iran terhadap 100 sampel perokok yang mendapatkan laju aliran saliva pada perokok sebesar 0,38 ml/menit yang mana lebih rendah dibandingkan laju aliran saliva normal.8 Begitu pula dengan hasil penelitian Singh dkk (2015) di India terhadap 35 sampel perokok mendapatkan rata-rata laju aliran saliva pada perokok yaitu 0,2 ml/menit.11
Penurunan laju aliran saliva ini dapat juga disebabkan oleh asap panas rokok yang berhembus terus menerus ke dalam rongga mulut. Rangsangan panas ini menyebabkan perubahan aliran darah dan mengurangi sekresi saliva. Hal ini juga yang mengakibatkan rongga mulut menjadi kering.4 Stres akut juga merupakan salah satu alasan seseorang untuk merokok. Hal ini mengakibatkan perangsangan efek simpatis sehingga menghalangi kinerja saraf parasimpatis. Karena saraf simpatis lebih banyak bekerja maka menyebabkan laju aliran saliva menurun dan mulut menjadi kering.57
Sekresi kelenjar saliva dikontrol oleh saraf otonom. Rangsangan saraf simpatis dan parasimpatis merangsang sekresi saliva dalam jumlah, karakteristik dan mekanisme yang berbeda.14,29 Beberapa komposisi tembakau yang memengaruhi saliva yaitu nikotin dan karbonmonoksida (CO). Nikotin dapat menstimulasi saraf simpatis untuk memproduksi neurotransmiter termasuk katekolamin. Hal ini menimbulkan efek pada reseptor alpha di pembuluh darah yaitu berupa vasokontriksi. Akibat dari vasokontriksi yaitu penurunan fungsi kelenjar saliva sehingga terjadi penurunan laju aliran saliva pada perokok.41,54 Karbonmonoksida (CO) yang terdapat dalam rokok juga dapat menyebabkan berkurangnya oksigen dalam tubuh, hal ini mengakibatkan vasokontriksi pembuluh darah sehingga suplai darah ke kelenjar menurun dan fungsi saliva menjadi menurun kemudian terjadi penurunan aliran saliva pada perokok.55
5.4 Perbedaan Nilai Kadar Ion Kalsium Saliva Pada Perokok dan Bukan
Perokok
Berdasarkan hasil pada penelitian ini (Tabel 4), kadar ion kalsium saliva pada perokok lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok bukan perokok. Pada kelompok perokok kadar ion kalsium saliva rata-rata 2,64±0,39 mmol/L sedangkan pada bukan perokok rata-rata kadar ion kalsium saliva 1,69±0,44 mmol/L. Uji statistik Mann-Whitney yang dilakukan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p<0,05)
antara kedua kelompok tersebut. Hal tersebut menunjukkan adanya perbedaan antara kadar ion kalsium saliva (stimulasi) antara perokok dan bukan perokok. Penelitian ini sesuai dengam penelitian Alharbi dkk (2012) di Saudi Arabia terhadap 35 sampel perokok yang mendapatkan kadar ion kalsium pada perokok 2,29±0,11 mmol/L.58
Penelitian Khan dkk (2005) di Pakistan terhadap 20 sampel perokok mendapatkan kadar ion kalsium pada perokok yaitu 1,30±0,09 mmol/L lebih tinggi bila dibandingkan dengan kelompok bukan perokok 1,07±0,07 mmol/L.18 Hasil penelitian Khan dkk mendapatkan kadar ion kalsium pada perokok maupun bukan perokok lebih rendah dibandingkan penelitian ini dapat disebabkan karena adanya perbedaan lingkungan, dimana lingkungan merupakan salah satu hal yang berpengaruh terhadap saliva.
Penelitian Abed dkk (2012) di Irak terhadap 15 sampel perokok menemukan bahwa terdapat peningkatan kadar ion kalsium saliva pada perokok dibandingkan dengan bukan perokok. Peningkatan kadar ion kalsium saliva ini dikaitkan dengan adanya penurunan pH saliva karena merokok yang menyebabkan pelepasan hidroksiapatit dari enamel gigi sehingga kalsium lepas ke dalam saliva. Adanya komposisi tembakau berupa nikotin dan karbonmonoksida (CO) dapat menstimulasi saraf simpatis dalam sekresi saliva. Hal inilah yang membuat kadar ion kalsium saliva meningkat.13
Ketika zat-zat berbahaya dari rokok dihisap, kelenjar parotid merupakan kelenjar yang pertama terpengaruh oleh zat-zat berbahaya tersebut. Saat kerja kelenjar parotid terganggu fungsinya, kelenjar submandibula dan sublingual menjadi lebih banyak bekerja. Disaat itulah kelenjar submandibula mensekresikan lebih banyak kalsium kedalam saliva.59 Mekanisme ini yang dapat menyebabkan kadar ion kalsium pada perokok menjadi lebih tinggi.
Kadar ion kalsium saliva pada kelompok bukan perokok termasuk dalam kategori kadar kalsium saliva normal yaitu antara 1-3 mmol/l.17 Saliva berperan penting dalam ketersediaan kalsium. Konsentrasi kalsium dan fosfat yang baik dalam saliva menyebabkan pertukaran ion yang cukup untuk menjaga permukaan gigi dari mulai gigi tumbuh sampai pada proses pematangan gigi. Proses ini terjadi selama remineralisasi enamel gigi. Fungsi lain dari kalsium yaitu membentuk ikatan yang kuat dengan α-amilase yang berperan sebagai co-factor yang penting dalam fungsinya sebagai enzim.15
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan dalam penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Terdapat penurunan pH saliva perokok dibandingkan bukan perokok di Kelurahan Padang Bulan Medan dengan rerata 5,93±0,28 pada perokok dan 6,86±0,33 pada bukan perokok.
2. Terdapat penurunan laju aliran saliva perokok dibandingkan bukan perokok di Kelurahan Padang Bulan Medan dengan rerata 0,23±0,10 ml/menit pada perokok dan 2,18±0,71 ml/menit pada bukan perokok.
3. Terdapat peningkatan kadar ion kalsium saliva perokok dibandingkan dengan bukan perokok di Kelurahan Padang Bulan Medan dengan rerata 2,64±0,39 mmol/L pada perokok dan 1,69±0,44 mmol/L pada bukan perokok.
4. Penelitian ini menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05) antara pH, laju aliran dan kadar ion kalsium saliva pada kelompok perokok dan bukan perokok di Kelurahan Padang Bulan Medan.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disarankan hal-hal sebagai berikut:
1. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh rokok terhadap bakteri rongga mulut dan kandungan saliva yang penting untuk remineralisasi seperti fosfat saliva dalam rongga mulut.