BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teoritis
2.1.1. Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori keagenan (agency theory) yaitu hubungan antara pemilik
(principal) dan manajemen (agent). Teori agensi menyatakan bahwa
apabila terdapat pemisahan antara pemilik sebagai prinsipal dan manajer
sebagai agen yang menjalankan perusahaan maka akan muncul
permasalahan agensi karena masing-masing pihak tersebut akan selalu
berusaha untuk memaksimalkan fungsi utilitasnya. Menurut Jensen dan
Meckling (1976) dalam Gideon (2005:177) menyatakan bahwa terdapat dua
macam bentuk hubungan keagenan, yaitu antara manajer dan pemegang
saham (shareholders) dan antara manajer dan pemberi pinjaman
(bondholders). Dengan adanya perkembangan perusahaan yang semakin
besar maka sering terjadi konflik antara prinsipal dalam hal ini adalah para
pemegang saham (investor) dan pihak agent yang diwakili oleh
manajemen (direksi). Agen dikontrak melalui tugas tertentu bagi prinsipal
serta mempunyai tanggung jawab atas tugas yang diberikan oleh prinsipal.
Prinsipal mempunyai kewajiban untuk memberi imbalan kepada agen atas
jasa yang telah diberikan oleh agen. Adanya perbedaan kepentingan antara
agen dan prinsipal inilah yang dapat menyebabkan terjadinya konflik
keagenan. Prinsipal dan agen sama-sama menginginkankeuntungan yang
risiko.
Eisenhardt (1989) dalam Ujiyantho dan Pramuka 2007:5)
menyatakan bahwa teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia
yaitu: (1) manusia pada umumya mementingkan diri sendiri (self interest), (2)
manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang
(bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari resiko
(riskaverse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manajer
sebagai manusia akan bertindak opportunistic, yaitu mengutamakan
kepentingan pribadinya. Sebagai pengelola perusahaan, manajer perusahaan
tentu akan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek
perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang
saham). Oleh karena itu manajer sudah seharusnya selalu memberikan
sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Sinyal yang dapat
diberikan oleh manajer yakni melalui pengungkapan informasi akuntansi
seperti laporan keuangan. Adanya ketidakseimbangan penguasaan
informasi dapat menjadi pemicu munculnya suatu kondisi yang disebut
sebagai asimetri informasi (information asymmetry).
Adanya ketidakseimbangan penguasaan informasi ini akan memicu
munculnya kondisi yang disebut sebagai asimetri informasi (information
asymmetry). Baik pemilik maupun agen diasumsikan mempunyai
rasionalisasi ekonomi dan semata-mata mementingkan kepentingannya
sendiri. Agen mungkin akan takut mengungkapkan informasi yang
memanipulasi laporan keuangan tersebut. Berdasarkan asumsi tersebut,
maka dibutuhkan pihak ketiga yang independen dalam hal ini adalah
akuntan publik. Tugas dari akuntan publik (auditor) memberikan jasa
untuk menilai laporan keuangan yang dibuat oleh agen, dengan hasil akhir
adalah opini audit.
Perspektif hubungan keagenan merupakan dasar yang digunakan
untuk memahami corporate governance. Corporate governance yang
merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa
berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor
bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka
investasikan. Menurut Shleifer dan Vishny (1997) dalam Ujiyantho dan
Pramuka (2007:6), corporate governance berkaitan dengan bagaimana para
investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka,
yakin bahwa manajer tidak akan mencuri/menggelapkan atau
menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan
berkaitan dengan dana/kapital yang telah ditanamkan oleh investor, dan
berkaitan dengan bagaimana para investor mengontrol para manajer.
Dengan kata lain corporate governance diharapkan dapat berfungsi untuk
menekan atau menurunkan biaya keagenan (agency cost) dan meningkatkan
kualitas informasi laporan keuangan sehingga pada akhirnya akan
2.1.2. Corporate Governance
Pengertian corporate governance menurut (Griffin dalam Susiana dan
Herawaty, 2007:7) adalah:
“ The roles of shareholders, directors and other managers in corporate decision making” .
Good governance merupakan tata kelola yang baik pada suatu usaha yang
dilandasi oleh etika profesional dalam berusaha atau berkarya. Pada
prinsipnya tujuan corporate governance adalah menciptakan nilai bagi pihak
yang berkepentingan. Pihak-pihak tersebut adalah pihak internal yang
meliputi dewan komisaris, direksi, karyawan, dan pihak eksternal yang
berkepentingan. Corporate governance didefinisikan sebagai seperangkat
aturan yang mendefinisikanhubungan antara pemegang saham, manajer,
kreditor, pemerintah karyawan, dan stakeholder internal maupun eksternal
lain, mengenai hak dan kewajiban mereka, atau sistem di mana perusahaan
diatur (directed) dan dikendalikan (controlled), tujuan corporate governance
adalah menciptakan nilai tambah bagi stakeholder (Forum For Corporate
Governance, 2001:2).
Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-117/M-MBU/2002
mendefinisikan Corporate Governance sebagai suatu proses dan struktur yang
digunakan oleh suatu organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan
usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham
dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan
stakeholders lainnya berlandaskan peraturan perundang-undangan dan
Menurut Organization for Economic Cooperation and Development
(OECD), Corporate Governance adalah:
“One key element in improving economic efficiency and growth as well as enhancing investor confidence that involves a set of relationships between a company’s management, its board, its shareholders and other stakeholders and also provides the structure through which the objectives of the company, the means of attaining those objectives and monitoring performance.”
1. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan oleh
institusi keuangan seperti perusahaan asuransi, bank, dana pensiun dan
investment banking (Veronica dan Utama, 2005:6). Persentase saham
institusi diperoleh dari penjumlahan atas persentase saham perusahaan yang
dimiliki oleh perusahaan lain baik yang berada di dalam maupun di luar negeri
(Susiana dan Herawaty, 2007:8). Melalui proses monitoring secara efektif,
kepemilikan institusional mampu untuk mengendalikan pihak manajemen
sehingga dapat mengurangi tindakan manajemen laba. Persentase saham
tertentu yang dimiliki oleh institusi dapat mempengaruhi proses penyusunan
laporan keuangan yang tidak menutup kemungkinan terdapat akrualisasi
sesuai kepentingan pihak manajemen (Gideon, 2005:175).
Keberadaan investor institusional dapat menunjukkan Corporate
Governance yang kuat yang bisa digunakan untuk memonitor perusahaan pada
umumnya dan manajemen pada khususnya. Tindakan monitoring tersebut
dapat menjamin kemakmuran untuk pemegang saham. Adanya monitoring
yang efektif oleh pihak institusional menyebabkan penggunaan utang
monitoring sudah diambil alih oleh kepemilikan institusional.
Tindakan monitoring oleh pihak investor institusional dapat
mengurangi perilaku opportunistic atau mementingkan diri sendiri yang
dilakukan oleh manajer sehingga manajer dapat lebih memfokuskan
perhatiannya terhadap kinerja perusahaan. Pengaruh investor institusional
terhadap manajemen perusahaan dapat menjadi sangat penting serta dapat
digunakan untuk menyelaraskan kepentingan manajemen dengan para
pemegang saham. Nesbitt (dalam Jama'an, 2008:13) menemukan adanya bukti
yang menyatakan bahwa tindakan pengawasan yang dilakukan oleh sebuah
perusahaan dan pihak investor institusional dapat membatasi perilaku para
manajer. Penelitian yang dilakukan Jama’an (2008) menyimpulkan bahwa
terdapat hubungan signifikan antara kepemilikan institusional dengan
integritas laporan keuangan.
2. Kepemilikan Manajer ial
Midiastuty & Machfoedz (2003:177) mendefinisikan kepemilikan
manajerial sebagai persentase saham yang dimiliki oleh manajemen yang secara
aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan yang meliputi komisaris
dan direksi. Kepemilikan saham oleh perusahaan merupakan mekanisme
yang dapat digunakan agar pengelola melakukan aktivitas sesuai dengan
kepentingan pemilik perusahaan. Persentase kepemilikan saham ini
merupakan persentase saham yang dimiliki oleh manajemen termasuk
didalamnya persentase saham yang dimiliki oleh manajemen secara pribadi
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan
saham manajerial dapat membantu menyatukan kepentingan antara manajer
dan pemegang saham, yang berarti semakin meningkat proporsi kepemilikan
saham manajerial maka semakin baik kinerja perusahaan tersebut. Adanya
kepemilikan manajerial dalam perusahaan dapat menjadi salah satu upaya
dalam mengurangi masalah keagenan dengan manajer dan menyelaraskan
kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. Semakin besar
proporsi kepemilikan manajerial pada perusahaan, maka manajemen
cenderung giat untuk kepentingan pemegang saham yang tidak lain dirinya
sendiri (Ross 1999) dalam Tarjo (2002:278).
Kepemilikan perusahaan juga terkait dengan pengendalian
operasional perusahaan. Dengan semakin besarnya kepemilikan manajer,
maka manajer dapat lebih leluasa dalam mengatur pemilihan metode akuntansi,
serta kebijakan-kebijakan akuntansi penting terkait dengan masa depan
perusahaan. Untuk memperbaiki corporate governance adalah dengan
meyakinkan bahwa perusahaan memiliki satu atau lebih pemegang saham
besar. Penelitian yang dilakukan oleh Susiana & Herawati (2007) dan
Jama’an (2008) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara
kepemilikan manajerial dengan integritas laporan keuangan.
3. Komite Audit
Komite audit merupakan badan yang dibentuk oleh dewan
direksi untuk mengaudit operasi dan keadaan (Susiana dan Herawaty,
akuntan publik. Komite audit adalah suatu badan yang dibentuk didalam
perusahaan klien yang bertugas untuk memelihara independensi akuntan
pemeriksa terhadap manajemen.
Dalam pedoman pembentukan komite audit yang efektif
(KNKG, 2006) dijelaskan bahwa komite audit yang dimiliki perusahaan
paling sedikit beranggotakan tiga orang, yang diketuai oleh komisaris
independen perusahaan dengan anggota lainnya merupakan orang
eksternal yang independen terhadap perusahaan serta menguasai dan
memiliki latar belakang keuangan dan akuntansi.
Pengetahuan yang dimiliki komite audit diharapkan mampu
memberikan pandangan mengenai masalah-masalah yang berhubungan
dengan kebijakan keuangan, akuntansi dan pengendalian intern
perusahaan. Supriyono (dalam Susiana dan Herawati, 2007:8) menjelaskan
tujuan pembentukan komite audit antara lain:
1. Memastikan laporan keuangan yang dikeluarkan tidak menyesatkan dan
sesuai dengan praktik akuntansi yang berlaku umum,
2. Memastikan bahwa internal kontrolnya memadai,
3. Menindaklanjuti terhadap dugaan adanya penyimpangan yang meterial di
bidang keuangan dan implikasi hukumnya, dan
4. Merekomendasikan seleksi auditor eksternal.
Dalam hal pelaporan keuangan, peran dan tanggungjawab
komite audit adalah memonitor dan mengawasi audit laporan keuangan
terpenuhi, memeriksa ulang laporan keuangan apakah sudah sesuai dengan
standar dan kebijaksanaan tersebut dan apakah sudah konsisten dengan
informasi lain yang diketahui oleh anggota komite audit, serta menilai
mutu pelayanan dan kewajaran biaya yang diajukan auditor eksternal
(Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance, 2002).
Pembentukan komite audit dan komisaris independen sudah
diatur dalam regulasi-regulasi yang dikeluarkan oleh Bursa Efek Indonesia
dan Bapepam, antara lain sebagai berikut:
1. Keputusan Nomor Kep-315/BEJ/06/2000 perihal Peraturan Pencatatan
Efek Nomor I-A yang antara lain mengatur tentang kewajiban
mempunyai Komisaris Independen, Komite Audit, memberikan peran
aktif Sekretaris Perusahaan di dalam memenuhi kewajiban
keterbukaan informasi serta mewajibkan perusahaan tercatat untuk
menyampaikan informasi yang material dan relevan.
2. Surat Edaran Ketua Bapepam-LK Nomor SE-03/PM/2000 tentang
Komite Audit yang berisi himbauan perlunya komite Audit dimiliki
oleh setiap Emiten.
3. Surat Edaran Ketua Bapepam-LK Nomor SE-07/PM/2004 yang
dijelaskan dalam peraturan Nomor IX.I.5 tentang pembentukan dan
pedoman pelaksanaan kerja komite audit.
Dengan dibentuknya komite audit merupakan salah satu upaya
auditor dalam mempertahankan independensinya (Susiana & Herawaty,
dalam perusahaan dapat mempengaruhi kualitas dan integritas laporan
keuangan yang dihasilkan.
4. Komisar is Independen
Definisi komisaris independen menurut ketentuan Bapepam No.
Kep29/PM/2004 adalah:
“Anggota komisaris yang berasal dari luar emiten atau perusahaan publik, tidak mempunyai saham, baik langsung maupun tidak langsung pada emiten atau perusahaan publik, tidak mempunyai afiliasi dengan emiten atau perusahaan publik, komisaris, direksi atau pemegang saham utama emiten atau perusahaan publik serta tidak memiliki hubungan usaha, baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha emiten atau perusahaan publik.”
Komisaris independen bertujuan untuk menyeimbangkan dalam
pengambilan keputusan khususnya dalam rangka perlindungan terhadap
pemegang saham minoritas dan pihak-pihak lain yang terkait (Susiana
&Herawati, 2007:9).
Menurut Weisbach (1988) dalam Arifin (2005:40), komisaris
independen dalam suatu perusahaan harus benar-benar independen sehingga
dapat menolak pengaruh, intervensi dan tekanan dari pemegang saham
utama yang memiliki kepentingan tertentu. Sebagai bagian dari organ
pengawasan, komisaris independen diharapkan memiliki perhatian dan
komitmen penuh dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Untuk itu
komisaris independen perusahaan merupakan orang-orang yang memiliki
pengetahuan, kemampuan, waktu dan integritas yang tinggi.
Keberadaan komisaris independen telah diatur Bursa Efek
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia harus mempunyai
komisaris independen yang secara proporsional sama dengan jumlah saham
yang dimiliki pemegang saham yang minoritas (bukan controlling
shareholders). Dalam peraturan ini persyaratan jumlah minimal komisaris
independen adalah 30% dari seluruh anggota dewan komisaris.
Beberapa kriteria tentang komisaris independen adalah sebagai
berikut:
a. Komisaris independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan
pemegang saham mayoritas atau pemegang saham pengendali
(controlling shareholders) perusahaan tercatat yang bersangkutan,
b. Komisaris independen tidak memiliki hubungan dengan direktur dan/atau
komisaris lainnya perusahaan tercatat yang bersangkutan,
c. Komisaris independen tidak memiliki kedudukan rangkap pada
perusahaan lainnya yang terafiliasi dengan perusahaan tercatat yang
bersangkutan,
d. Komisaris independen harus mengerti peraturan perundang-undangan
dibidang pasar modal, dan
e. Komisaris independen disusulkan dan dipilih oleh pemegang saham
minoritas yang bukan merupakan pemegang saham pengendali (bukan
controlling shareholders) dalam Rapat Umum pemegang Saham (RUPS).
Fungsi komisaris independen yang sebenarnya, yaitu menilai
kinerja perusahaan secara luas dan keseluruhan (Siregar dan Utama,
menyeimbangkan dalam pengambilan keputusan khususnya dalam rangka
perlindungan terhadap pemegang saham minoritas dan pihak-pihak lain yang
terkait. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan komisaris independen
pada suatu perusahaan dapat mempengaruhi integitas suatu laporan
keuangan yang dihasilkan oleh manajemen. Jika perusahaan memiliki
komisaris independen maka laporan keuangan yang disajikan oleh
manajemen cenderung lebih berintegritas, karena didalam perusahaan terdapat
badan yang mengawasi dan melindungi hak pihak-pihak diluar manajemen
perusahaan (Susiana dan Herawaty, 2007:9).
2.1.3. Kualitas Kantor Akuntan Publik
Kualitas kantor akuntan publik, dalam penelitian ini mengacu pada
KeputusanMenteri Keuangan Nomor 423/KMK.06/2002 yang mengatur Jasa
Akuntan Publiksebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 359/KMK.06/2003 perlu mengatur kembali Jasa Akuntan Publik
dengan menggantiKeputusan Menteri Keuangan dengan Peraturan Menteri
Keuangan, Nomor:17/PMK.01/2008 tentang Jasa AkuntanPublik pasal 1.
Akuntan Publik adalah akuntan yang telah memperoleh izin dariMenteri
untuk memberikan jasa sebagaimana diatur dalam Peraturan
MenteriKeuangan ini. Sehingga dalam penelitian ini jumlah patner (sekutu)
yang mempunyaiizin akuntan dalam badan usaha menjadi ukuran kualitas
kantor akuntan publik yangmenjadi sampel penelitian.
Kualitas kantor akuntan publik dalam penelitian ini juga mengacu
dengan Kantor Akuntan Publik Asing (KAPA) dan Organisasi Audit Asing
(OAA). KAP yang mencantumkan nama KAPA atau OAA pada nama
kantor, kepala surat dokumen, dan media lainnya diasumsikan sebagai big
KAP, setelah mendapat persetujuan Sekretaris Jenderal atas nama Menteri
(Jama’an, 2008:16).
Spesialisasi industri adalah atas banyaknya jasa atestasi atau
banyaknya klien industri sejenis dengan yang dikerjakan atau ditangani oleh
auditor KAP dalam tahun pengamatan, juga menjadikan ukuran dalam
penelitian ini kualitas kantor akuntan publik terhadap integritas informasi
laporan keuangan. Aspek spesialisasi industri ini dapat mempengaruhi
kualitas audit oleh KAP, disamping karekteristik industri yang berpengaruh pada
suatu perusahaan lebih besar dibanding perusahaan dengan perusahaan lain.
Adanya perbedaan ini membutuhkan keahlian tertentu untuk bisa mendeteksi
dengan lebih baik seberapa besar pengaruh tersebut (Mayangsari, 2003:1259).
Kombinasi antara faktor-faktor khusus perusahaan dan industri
menghasilkan variasi permintaan terhadap monitoring serta
konsekuensinya pada kualitas audit (Craswell et al, 1995) dalam Mayangsari
(2003:1259). Spesialisasi industri yang dimiliki oleh kantor akuntan
mempunyai dampak positif karena dapat meningkatkan audit fee. Beberapa
penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa auditor menawarkan berbagai
tingkat kualitas audit untuk merespon adanya variasi permintaan klien
terhadap kualitas audit. Penelitian-penelitian sebelumnya membedakan
yang menggunakan spesialisasi industri auditor untuk memberi nilai bagi
kualitas audit ini seperti penelitian Mayangsari (2003).
Teoh (1993) dalam Giri (2010:11) berargumen bahwa kualitas audit
berhubungan positif dengan kualitas earnings, yang diukur dengan Earnings
Response Coefficient (ERC). Penelitian kali ini menilai kualitas auditor
berdasarkan pengelompokkan auditor bigfour dengan non big four,
dikarenakan salah satu KAP big five yaitu Arthur Andersen telah dinyatakan
collapsed. Teori reputasi memprediksikan adanya hubungan positif antara
ukuran KAP dengan kualitas audit. Setiap Kantor Akuntan Publik (KAP)
big four sekarang ini mempunyai kemampuan melayani pasar
internasional. Menurut Tampubolon (2010:27), sesuai dengan ketentuan
yang berlaku di Indonesia, big four ini berafiliasi dengan KAP Indonesia,
yaitu sebagai berikut:
1. Deloitte Touche Tohmatsu, dengan partnernya di Indonesia Oesman,
Ramli, Satrio.
2. Ernst & Young (EY), dengan partnernya di Indonesia Purwantono,
Sarwoko, dan Sandjaja.
3. Price Waterhouse Coopers (PWC), dengan partnernya di Indonesia
Haryanto Sahari, Tanudiredja dan Wibisana.
4. Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG) International, dengan
2.1.4. Audit Tenure
Audit tenure adalah lamanya auditor melakukan audit pada perusahaan
klien. Ketentuan mengenai audit tenure telah dijelaskan dalam Keputusan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 359/KMK.06/2003 pasal 2
yaitu masa jabatan untuk KAP paling lama 5 tahun berturut-turut dan oleh
seorang akuntan publik paling lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut.
Peraturan tersebut kemudian diperbaharui dengan dikeluarkannya
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 17/PMK.01/2008
tentang “Jasa Akuntan Publik” pasal 3. Peraturan ini mengatur tentang
pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas
dilakukan oleh KAP paling lama untuk 6 (enam) tahun buku berturut-turut,
dan oleh seorang akuntan publik paling lama untuk 3 (tiga) tahun buku
berturut-turut. Akuntan publik dan kantor akuntan boleh menerima kembali
penugasan audit umum untuk klien setelah satu tahun buku tidak memberikan
jasa audit umum atas laporan keuangan klien tersebut.
Audit Tenure biasanya dikaitkan dengan pengaruhnya terhadap
independensi auditor. Federasi Akuntan Internasional (IFAC) mengeluarkan
suatu dokumen Rebuilding Public Confidence in Financial Reporting, dimana
IFAC menganggap kekerabatan antara auditor dengan klien sebagai suatu
ancaman bagi independensi auditor. Perhatian IFAC yang utama adalah
kekerabatan yang berlebihan itu dapat mengakibatkan keragu-raguan atau
kepuasan auditor untuk menghadapi tantangan sewajarnya. Dengan demikian,
(IFAC, 2003 dalam Astria, 2011:41).
Carey dan Simnett (2006) berpendapat ada dua faktor utama yang
menimbulkan timbulnya hubungan yang negatif antara hubungan auditor-klien
dan kualitas audit yaitu pengikisan independensi yang mungkin muncul
seiring dengan berkembangnya hubungan pribadi antara auditor dan klien
mereka dan berkurangnya kapasitas auditor untuk memberikan penilaian
kritikal. Hubungan yang lama antara perusahaan dengan kantor akuntan dapat
mengarahkan pada kedekatan antara kantor akuntan dengan manajemen
perusahaan sehingga membuat sikap independen menjadi sulit untuk diterapkan
oleh kantor akuntan (Dao et al, 2008).
2.1.5. Integritas Laporan Keuangan
Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi
yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara manajemen
dengan pihak luar perusahaan tentang data keuangan atau aktivitas perusahaan
tersebut selama periode tertentu. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI, 2002) dalam
PSAK No.1 mengemukakan bahwa tujuan laporan keuangan adalah untuk
memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas yang
bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna dalam rangka
membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan
pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang
dipercayakan kepadanya.
Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat digunakan
pengguna laporan keuangan apabila informasi yang tercantum dalam
laporan keuangan tersebut memenuhi karakteristik kualitatif informasi
akuntansi. Dalam Statementof Financial Accounting Concept (SFAC) No.2
mengenai QualitativeCharacteristic OF Accounting Information, terdapat
dua hal yang menjadi kualitas primer dalam suatu laporan keuangan, yaitu
relevansi (relevance) dan keandalan (reliability) (Kieso dan Weygandt,
2001:38). Relevansi merujuk pada kemampuan informasi akuntansi untuk
mempengaruhi keputusan pembaca laporan keuangan dengan mengubah atau
membantu mengkonfirmasi harapan tentang hasil atau konsekuensi suatu
tindakan/kejadian.
Relevansi informasi dapat diukur dalam kaitannya dengan maksud
penggunaan informasi tersebut. Artinya jika suatu informasi tidak relevan
dengan kebutuhan pengambil keputusan, maka informasi akuntansi yang dapat
diandalkan, yaitu informasi akuntansi yang bebas dari kesalahan dan
penyimpangan serta merupakan suatu penyajian yang jujur. Laporan keuangan
dikatakan berintegritas apabila laporan keuangan tersebut memenuhi kualitas
reliability (Kieso, 2001:38) dan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum. Reliability memiliki kualitas sebagai berikut:
a. Verifiability
Laporan keuangan suatu entitas yang mempunyai kondisi yang sama
dengan laporan keuangan entitas lain, akan mendapat opini yang sama
b. Representational faithfullness
Angka dan keterangan yang disajikan sesuai dengan apa yang ada dan
benar-benar terjadi.
c. Neutrality
Informasi dari laporan keuangan harus diarahkan pada kebutuhan
umum pemakai, dan tidak bergantung pada kebutuhan dan keinginan
pihak tertentu.
Tidak boleh ada usaha untuk menyajikan informasi yang
menguntungkan beberapa pihak, sementara hal tersebut akan merugikan pihak
lain yang mempunyai kepentingan berlawanan. Terkait dengan integritas
laporan keuangan, dapat disimpulkan bahwa laporan keuangan yang memiliki
integritas yang tinggi maka telah memenuhi dua karakteristik utama dalam
suatu laporan keuangan.
Informasi akuntansi yang memiliki integritas yang tinggi akan dapat
diandalkan karena merupakan suatu penyajian yang jujur sehingg
memungkinkan pengguna informasi akuntansi bergantung pada informasi
tersebut. Oleh karena itu, informasi yang memiliki integritas yang tinggi
memiliki kemampuan untuk mempengaruhi keputusan pembaca laporan
keuangan untuk membantu membuat keputusan. Integritas laporan
keuangan adalah sejauh mana laporan keuangan disajikan menunjukkan
informasi yang benar dan jujur (Mayangsari, 2003:1257).
Mulyadi (2004) dalam Jam’an (2008: 32) mendefinisikan bahwa:
mengemukakan fakta tersebut seperti apa adanya.”
Ukuran integritas laporan keuangan selama ini belum ada walaupun
demikian secara intuitif dapat dibedakan menjadi dua, yaitu diukur dengan
konservatisme serta keberadaan manipulasi laporan keuangan yang biasanya
diukur dengan manajemen laba.
Menurut Mayangsari (2003:1257) laporan keuangan yang reliable
atau berintegritas dapat dinilai dengan cara penggunaan prinsip
konservatisme dan penggunaan earning management karena informasi dalam
laporan keuangan akan lebih reliable apabila laporan keuangan tersebut
konservatif dan laporan keuangan tersebut tidak overstate supaya tidak ada
pihak yang dirugikan akibat informasi dalam laporan keuangan tersebut.
2.2. Tinjauan Peneliti Terdahulu
Berikut adalah penelitian terdahulu yang berkaitan dengan mekanisme
corporate governance, kualitas Kantor Akuntan Publik dan audit tenureyang
Tabel 2.1
Tinjauan Peneliti Terdahulu
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Variabel
Penelitian Hasil Penelitian
Wuchun, Chiawen, dan Taychang (2007) What Affects Accounting Conservatism: A Corporate Governance Perspective Independen : Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial Dependen : Akuntansikonserva tif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepemilikan institusional dan ukuran dewan yang lebih besar memiliki permintaan terhadap akuntansi yang kurang konservatif. Sedangkan kepemilikan manajerial dan dualitas CEO
memiliki permintaan yang besar terhadap akuntansi konservatif. Khanifah (2007) Pengaruh Masa Penugasan Kantor Akuntan Publik, Kepemilikan Manajemen, danKeberadaan Komite Audit Terhadap Kualitas Laba. Independen : Masa Penugasan Kantor Akuntan Publik (tenure), Kepemilikan Manajerial dan Komite Audit. Dependen : Kualitas Laba.
Hasil penelitian ini jika menggunakan model nilai absolut unexpected
accrual terdapat pengaruh audit tenure terhadap kualitas laba, kepemilikan manajemen dan
keberadaan komite audit tidak berpengaruh terhadap kualitas laba. Untuk model
persistencycurrentaccrual s, terdapat pengaruh kepemilikan manajemen terhadap kualitas laba, audit tenure dan
Susiana dan Herawaty (2007) Analisis Pengaruh Independensi, Mekanisme CorporateGove rnance dan Kualitas Audit Terhadap Integritas Laporan Keuangan. Independen : Independensi, Mekanisme CorporateGoverna nce dan Kualitas Audit
Dependen : Integritas Laporan Keuangan.
Penelitian ini
menghasilkan hasil bahwa independensi auditor, mekanisme
corporategovernance dan kualitas audit memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap integritas laporan keuangan. Jama’an (2008) Pengaruh Mekanisme CorporateGov ernance, dan Kualitas Kantor Akuntan Publik Terhadap Integritas Informasi Laporan Keuangan. Independen : Mekanisme CorporateGoverna nce, dan Kualitas Kantor Akuntan Publik Dependen : Integritas Informasi Laporan Keuangan. Hasil penelitian menemukan pengaruh antara mekanisme corporate governance (kepemilikan institusional,komisaris independen dankomite audit) serta kualitas Kantor Akuntan Publik menunjukkan hasil yang positif signifikan. Guna dan Herawaty (2010) Pengaruh Mekanisme CorporateGov ernance, Independensi Auditor, KualitasAudit dan Faktor Lainnya Terhadap Manajemen Laba. Independen : Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial, Komisaris Independen, KomiteAudit, Manajemen Laba, Independensi Auditor, Leverage, Kualitas Audit, Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan. Dependen : Manajemen Laba. Variabel kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komite audit, komisaris independen dan independensi auditor tidak berpengaruh
terhadapmanajemen laba. Sedangkan variabel leverage dan kualitas audit berpengaruh
2.3. Ker angka Konseptual
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
H1
H2
H3
H4
H5
H6
2.4. Hipotesis
Dari kerangka pemikiran yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat
disimpulkan hipotesis dari penelitian ini adalah:
H1 : Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap integritas laporan keuangan.
H2 : Kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap integritas laporan keuangan.
H3 : Komite audit berpengaruh terhadap integritas laporan keuangan.
H4 : Komisaris independen berpengaruh terhadap integritas laporan keuangan. Mekanisme Corporate
Governance
Integritas Laporan Keuangan
(Y)
Kualitas Kantor Akuntan Publik (X5)
Kepemilikan Institusional (X1)
Kepemilikan Manajerial (X2)
Komite Audit (X3)
Komisaris Independen (X4)
H5 : Kualitas Kantor Akuntan Publik berpengaruh terhadap integritas laporan
keuangan.