IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
PEMBUATAN BERAS ANALOG
Proses pembuatan beras analog meliputi persiapan bahan, pencampuran, pregelatinisasi, ekstrusi, dan pengeringan. Proses persiapan bahan meliputi persiapan tepung dan penimbangan bahan. Bahan-bahan kering disiapkan secara terpisah dengan air. Tahap berikutnya adalah proses pencampuran. Bahan-bahan kering dicampur terlebih dahulu hingga merata kemudian air ditambahkan dan dicampur kembali hingga merata.
Tahap berikutnya adalah pre-gelatinisai dimana bahan mengalami pemanasan pada suhu
85oC selama 1-5 menit. Tahap ini berfungsi dalam menyeragamkan kadar air bahan dan membuat
bahan lebih higroskopis sehingga dapat membuat tahap ekstrusi lebih cepat (Scella et al., 1987).
Tahap berikutnya adalah tahap ekstrusi yang meliputi pencampuran, shearing dan pencetakkan
melalui die. Suhu yang digunakan adalah 85oC agar adonan mengalami gelatinisasi pati.
Proses ekstrusi menggunakan suhu tinggi (hot extrusion). Proses ekstrusi panas biasanya
digunakan untuk memproduksi produk serealia, confectionary dan produk berbasis protein. Alat
yang digunakan adalah Twin Screw Extruder (Berto BEX-DS-2256). Suhu yang digunakan pada
proses ekstrusi adalah 85oC di semua bagian (feed, compressing dan metering) dengan kecepatan
yang digunakan antara lain kecepatan auger 18Hz, screw 15Hz dan cutter 50Hz.
Proses yang digunakan adalah teknologi ekstrusi panas, tetapi produk yang dihasilkan tidak
mengembang seperti puffed sereal karena jumlah air yang ditambahkan cukup banyak. Ekstrusi
dengan penambahan air yang cukup banyak disebut ekstrusi kadar air tinggi (high moisture extrusion). Kadar air bahan yang tinggi akan mencegah terjadinya viscous dissipation yang menyebabkan terjadi kenaikan tekanan sehingga produk yang dihasilkan tidak mengembang
(Akdogan, 1999). Hasil cetakkan melalui die kemudian dikeringkan dalam oven dryer pada suhu
60oC selama 4 jam hingga kering. Proses pengeringan dilakukan agar beras analog dapat disimpan
lebih lama.
4.2
FORMULASI BERAS ANALOG
4.2.1
Sifat Fisik Bahan Baku
Bahan baku tepung yang digunakan pada penelitian ini antara lain tepung sorgum, mocaf dan tepung jagung, sedangkan pati yang digunakan yaitu maizena dan sagu aren. Sifat fisik berupa profil gelatinisasi dan amilosa dapat mempengaruhi pembuatan beras analog. Profil gelatinisasi tepung dan pati tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Kadar amilosa tepung dan pati dapat dilihat pada Tabel 7. Sifat fisik lain yang dapat mempengaruhi produk akhir adalah warna. Hasil analisis warna bahan dapat dilihat pada Tabel 8.
Parameter yang diketahui pada profil gelatinisasi meliputi Suhu Gelatinisasi (oC),
Viskositas Puncak (cP), Viskositas Pasta Panas(cP), Viskositas Breakdown(cP), Viskositas Pasta
Dingin(cP), Viskositas Setback(cP) dan Lama Gelatinisasi (m). Suhu gelatinisasi merupakan suhu ketika mulai terdeteksi terjadinya peningkatan viskositas yang disebabkan oleh pengembangan granula pati. Suhu gelatinisasi bahan dapat menentukan suhu yang paling baik digunakan selama proses ekstrusi karena pada proses ekstrusi diharapkan terjadi gelatinisasi pati. Jika suhu proses jauh lebih rendah dibandingkan suhu gelatinisasi, maka dapat menghasilkan beras analog yang rapuh dan tidak dapat diolah menjadi nasi. Hasil penelitian pembuatan mi oleh Tam et al .(2004), menunjukkan bahwa penggunaan suhu proses yang lebih rendah dibandingkan dengan suhu gelatinisasi membuat adonan mi menjadi tidak elastis dan mi yang dihasilkan memiliki tekstur
23
yang kasar dan mudah patah. Tabel 6 menunjukkan bahwa tepung sorgum Pahat dan mocaf memiliki suhu gelatinisasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan maizena, tepung jagung dan sagu aren.Viskositas puncak menggambarkan kemampuan pati untuk mengembang dengan bebas
sebelum mengalami breakdown. Nilai viskositas puncak dipengaruhi oleh kadar amilosa dan
amilopektin yang terkandung. Semakin tinggi kadar amilosa suatu bahan, maka viskositas puncaknya semakin rendah. Hal ini disebabkan oleh pengikatan amilosa dengan lemak yang membentuk kompleks pengembangan granula terhambat. Sebaliknya, peningkatan kadar
amilopektin akan meningkatkan nilai Viskositas Puncak (Sang et al. 2008). Pengaruh kadar
amilosa dan viskositas maksimum dapat diketahui pada formulasi beras analog. Tabel 6. Profil Gelatinisasi Bahan Baku Beras Analog
Profil gelatinisasi Satuan Sorgum
Pahat
Mocaf Maizena Jagung Sagu
Aren Suhu Gelatinisasi (Pasting
Temperature, PT)
o
C 86.58 86.1 73.70 76.37 70.5
Viskositas Maksimum (Peak Viscosity, PV)
cP 1380.00 3239 4167 1334 1050
Viskositas Pasta Panas (Hot Paste Viscosity, HPV)
cP 1235.50 1625 2081 972 -
Viskositas Breakdown (VB) cP 144.50 1614 2086 362 -
Viskositas Pasta Dingin (Cold Paste Viscosity, CPV)
cP 2665.50 4042 1831 - -
Viskositas Setback (VS) cP 1430.00 2417 3912 863 -
Waktu Gelatinisasi menit 10.84 8.93 - 5.00 -
Sumber : Yuliyanti (2012); Pinasthi (2011); Panikulata (2008); Alam dan Saleh (2009)
Sifat fisik warna bahan diketahui melalui uji warna menggunakan alat Chromameter. Dapat
dilihat pada Tabel 8 bahwa semua bahan memiliki derajat oHue yang berada pada kisaran 54-90
yang menunjukkan bahwa bahan memiliki warna pada kisaran warna kuning. Namun, masing-masing bahan memiliki tingkat kecerahan yang berbeda-beda. Maizena memiliki tingkat kecerahan tertinggi, sedangkan sorgum Pahat memiliki tingkat kecerahan yang paling rendah.
Tabel 7. Kandungan Amilosa Bahan Baku Beras Analog
Bahan baku Amilosa (%)
Sorgum Pahat 29.00
Mocaf 34.75
Jagung 24-46
Maizena 24-46
Sagu Aren 39.00
24
Tabel 8. Nilai L*ab Warna Bahan Baku Beras AnalogBahan L + a + b oHue Warna
Sorgum Pahat 58.20 2.03 7.34 74.54 Kuning
Mocaf 63.32 1.62 5.48 73.51 Kuning
Jagung 62.00 0.57 2.44 76.85 Kuning
Maizena 64.46 0.81 3.36 76.45 Kuning
Sagu Aren 58.80 1.90 5.63 71.35 Kuning
4.2.2
Formulasi
Tahap awal formulasi beras analog adalah penelitian pendahuluan untuk menentukan jenis dan jumlah bahan yang digunakan dalam pembuatan beras analog. Penelitian pendahuluan meliputi penentuan jumlah air, perbandingan tepung dan pati, serta penentuan jenis dan jumlah bahan pengikat.
Air merupakan faktor penting dalam pembentukkan beras analog karena air berperan dalam proses gelatinisasi. Jumlah air yang ditambahkan adalah 50% dari jumlah tepung dan pati. Jumlah ini juga mengacu pada pembuatan beras analog metode granulasi yang dipatenkan oleh Kurachi (1995) yang menambahkan air sebanyak 50% dari jumlah tepung dan pati (bahan kering).
Penentuan perbandingan jumlah tepung dan pati berdasarkan penelitian Lisnan (2008) yang membuat beras tiruan berbasiskan tepung dan pati singkong. Beras tiruan dengan perbandingan tepung dan pati sebanyak 70:30 merupakan beras dengan formula terpilih. Oleh karena itu, jumlah pati yang digunakan adalah sebanyak 30% basis bahan kering. Pati yang digunakan pada pembuatan beras analog ini adalah maizena dan sagu aren.
Tepung yang digunakan pada pembuatan beras analog ini pada awalnya adalah satu jenis tepung yaitu tepung sorgum dan mocaf dan pati yang digunakan adalah maizena. Namun, penggunaan satu jenis tepung membuat beras analog yang dihasilkan lengket satu sama lain dan setelah dimasak menghasilkan nasi yang lengket. Berdasarkan penelitian Dewi (2012), tingginya viskositas maksimum bahan baku seperti mocaf dan maizena dapat menyebabkan produk menjadi lengket. Oleh karena itu, ditambahkan tepung jagung sebanyak 40% dan sagu aren pada formulasi untuk memperbaiki tekstur. Tepung jagung digunakan diharapkan dapat mengurangi kelengketan karena tepung jagung mengandung lemak yang cukup tinggi yaitu 4.6 % (FAO 1995).
Bahan pengikat yang digunakan dalam pembuatan beras analog ini adalah emulsifier Gliserol Monostearat (GMS). GMS berfungsi untuk mengikat bahan, menjadi pelumas pada saat ekstrusi, mencegah terjadinya pengembangan ekstrudat, membuat ekstrudat tidak lengket satu sama lain, dan mengurangi cooking loss produk pada saat proses pemasakkan menjadi nasi (Kaur et al. 2004; Singh et al. 2000). Jumlah yang ditambahkan sebanyak 2%. Jumlah ini sesuai dengan paten Kurachi (1995) yang menyatakan jumlah bahan pengikat yang dapat ditambahkan adalah 0.1-10% dari jumlah tepung dan pati.
Gliserol Monostearat diketahui dapat membentuk kompleks inklusi heliks dengan amilosa. Kompleks tersebut dapat mencegah granula pati untuk mengembang yang dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan pengembangan dan kelarutan. Kompleks amilosa dengan asam lemak dapat dilihat pada Gambar 6. Asam lemak memiliki bagian yang hidrofobik dan hidrofilik seperti GMS. Oleh karena itu, dapat diperkirakan amilosa dan GMS dapat membentuk struktur yang sama.
Setelah didapatkan jumlah optimum pada masing-masing bahan kemudian dilakukan formulasi. Rancangan formulasi yang dilakukan menggunakan Rancangan Acak Faktorial dengan
25
dua faktor yaitu tepung dan pati. Formulasi yang didapatkan dari penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Tabel 9.Gambar 6. Kompleks Amilosa dengan Lemak (Putseys et al. 2010) Tabel 9. Formula Beras Analog
Formula Komposisi
1 Tepung Sorgum 30%, Tepung Jagung 40%, Maizena 30%
2 Tepung Sorgum 30%, Tepung Jagung 40%, Maizena 15 % dan Sagu Aren 15%
3 Tepung Sorgum 30%, Tepung Jagung 40%, Sagu Aren 30%
4 Mocaf 30%, Tepung Jagung 40%, Maizena 30%
5 Mocaf 30%, Tepung Jagung 40%, Maizena 15% dan Sagu Aren 15%
6 Mocaf 30%, Tepung Jagung 40%, Sagu Aren 30%
Produk beras analog hasil ekstrusi kemudian diteliti kelengketan dan kemampuannya untuk dapat dimasak. Hasil menunjukkan semua formula menghasilkan beras yang tidak lengket dan dapat dimasak menjadi nasi. Oleh karena itu, seluruh formula diuji lebih lanjut penerimaannya melalui uji rating hedonik. Produk dengan nilai kesukaan tertinggi dikarakterisasi sifak fisik dan kimiannya. Produk beras analog dapat dilihat pada Gambar 7.
`
Amilosa
26
A B C
D E F Gambar 7. Beras Analog
4.3
PEMASAKAN BERAS ANALOG
Metode pemasakan beras analog tidak jauh berbeda dengan pemasakan beras biasa. Alat yang digunakan untuk memasak beras analog pada penelitian ini adalah rice cooker. Jumlah air yang ditambahkan pada pemasakan beras ini adalah dua bagian volume beras analog. Cara pemasakannya adalah ukur beras sebanyak 200 ml, kemudian ukur air sebanyak 400 ml. Masukkan air ke dalam rice cooker dan nyalakan alat. Didihkan air, setelah air mendidih beras analog baru dapat dimasukkan. Waktu memasak beras analog adalah selama ± 15 menit. Nasi yang telah matang adalah yang sudah tidak memiliki bintik warna putih di tengah dan tekstur yang kenyal. Nasi beras analog dapat dilihat pada Gambar 8.
A B C
D E F Gambar 8. Nasi Beras Analog
27
4.4
ANALISIS SENSORI BERAS ANALOG
4.4.1
Analisis Rating Hedonik Beras Analog
Hasil analisis sensori beras analog pada parameter warna menunjukkan rataan skor seperti yang terlihat pada Gambar 9.
Gambar 9.Nilai Rataan Skor Hedonik Parameter Warna Beras Analog
Gambar 9 menunjukkan bahwa berdasarkan hasil uji rating hedonik pada parameter warna, beras yang memiliki nilai kesukaan tertinggi adalah beras B dan F. Nilai kesukaan tersebut menunjukkan penilaian panelis terhadap beras B dan F adalah sudah mulai menyukai. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa nilai P value pada uji hedonik parameter warna adalah <0.05 yang berarti skor penilaian sampel berbeda nyata terhadap perlakuan.
Warna produk seperti terlihat pada gambar 7 adalah kuning dan cenderung gelap. Warna kuning pada beras berasal betakaroten yang diperoleh dari jagung (Richana 2010), sedangkan tingkat kecerahan beras juga dipengaruhi oleh komponen yang lain. Substitusi tepung sorgum pada beras B dapat menimbulkan warna gelap karena sorgum masih mengandung tanin. Hal ini disebabkan proses penyosohan sorgum tidak menghilangkan sorgum seluruhnya dan masih meninggalkan minimal 25% kadar tanin awal (Suarni 2001). Selain itu, warna produk yang gelap dapat disebabkan Meskipun nilai kesukaan panelis terhadap warna belum mencapai taraf suka atau sangat menyukai beras berwarna kuning ini dapat berpeluang menjadi beras yang disukai seperti beras merah dan beras hitam melalui proses edukasi.
Gambar 10. Nilai Rataan Skor Hedonik Parameter Bentuk Beras Analog
Hasil uji hedonik pada parameter bentuk pada Gambar 10 menunjukkan bahwa beras yang memiliki nilai kesukaan tertinggi adalah beras B dan F. Nilai kesukaan tersebut menunjukkan
4.8386a 9.2586c 7.9371b 4.7557a 7.9786b 9.47c 0 2 4 6 8 10 A B C D E F Rataan Skor H ed on ik 6.49a 9.06cd 8.11bc 6.4a 7.78b 9.28d 0 2 4 6 8 10 A B C D E F Rataan Skor H ed on ik
28
penilaian panelis terhadap beras B dan F adalah sudah mulai menyukai. Hasil analisis sidik ragammenunjukkan bahwa nilai P value pada uji hedonik parameter bentuk adalah <0.05 yang berarti
skor penilaian sampel berbeda nyata terhadap perlakuan.
a. Beras Analog b. Beras IR-64
Gambar 11
. P
erbandingan Bentuk Beras Analog dengan Beras PadiBentuk beras analog sangat dipengaruhi oleh proses ekstrusi karena pada proses ini terdapat tahap pencetakkan. Bentuk beras analog ditentukan oleh die ekstruder. Gambar 11 menunjukkan bahwa ukuran beras analog sedikit berbeda dengan beras padi. Beras analog berbentuk oval dan pendek dibandingkan dengan beras padi yang lonjong dan panjang. Bentuk beras analog ini masih belum sempurna, namun seiring perkembangan teknologi dapat dilakukan lagi pembuatan beras analog dengan die yang lebih sesuai.
Gambar 12
.
Nilai Rataan Skor Hedonik Parameter Aroma Beras AnalogSkor uji kesukaan panelis terhadap parameter aroma menunjukkan bahwa beras yang memiliki nilai kesukaan tertinggi adalah beras B dan F. Nilai kesukaan tersebut menunjukkan penilaian panelis terhadap beras B dan F adalah sudah moderat menuju agak menyukai. Hasil
analisis sidik ragam menunjukkan bahwa nilai P value pada uji hedonik parameter aroma adalah
<0.05 yang berarti skor penilaian sampel berbeda nyata terhadap perlakuan.
Aroma beras analog sangat dipengaruhi oleh bahan-bahan yang digunakan dalam formulasi. Aroma jagung paling mendominasi aroma beras analog karena proporsi tepung jagung (40%) merupakan yang paling banyak dibanding tepung yang lain. Tepung sorgum, mocaf dan pati
6.42a 8.696b 6.99a 6.929a 8.21b 8.527b 0 2 4 6 8 10 A B C D E F Rataan Skor H ed on ik
29
cenderung tidak memiliki aroma yang tajam, namun setelah melalui proses pencampuran dan pemasakan dapat terjadi interaksi bahan yang menimbulkan aroma yang khas.Gambar 13
.
Nilai Rataan Skor Hedonik Parameter Tekstur Beras AnalogPenilaian kesukaan beras pada parameter tekstur meliputi kehalusan permukaan dan kerapuhan beras. Hasil penilaian menunjukkan bahwa beras yang memiliki nilai kesukaan tertinggi adalah beras D dan B. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pada parameter tekstur perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap skor kesukaan konsumen. Namun, hasil penilaian menunjukkan konsumen telah mulai menyukai tekstur produk karena nilai kesukaan konsumen terhadap tekstur adalah 7-9.
Tekstur beras analog meliputi kehalusan dan kerapuhan dipengaruhi oleh proses pencetakkan dan pengeringan. Saat melalui proses pencetakkan dilakukan pemotongan oleh cutter. Jika cutter tidak berputar dengan baik maka akan menyebabkan beras masih memiliki bagian yang terlihat seperti ekor. Ekor tersebut dapat dihilangkan melalui proses penyosohan dan pengayakan, namun proses tersebut akan menurunkan rendemen produk. Oleh karena itu, masih diperlukan
optimasi proses meliputi penentuan kecepatan screw yang mendorong adonan dan kecepatan
cutter yang memotong hasil cetakan pada ekstruder.
Proses pengeringan ekstrudat juga berpengaruh terhadap tekstur karena pada proses pengeringan terjadi pengeluaran air pada ekstrudat. Ekstrudat pada pembuatan beras analog ini
dikeringkan pada oven dryer pada suhu 60oC selama 4 jam. Ekstrudat yang dikeringkan akan
mengalami perubahan porositas karena air juga berpengaruh terhadap tekstur beras. Semakin banyak air pada ekstrudat yang teruapkan maka akan membuat beras semakin poros dan permukaannya kasar. Beras yang poros akan lebih rapuh dibandingkan beras yang tidak poros. Akan tetapi penambahan air juga berpengaruh terhadap proses gelatinisasi produk. Oleh karena itu masih diperlukan analisis pengaruh penambahan air, suhu pengeringan dan lama pengeringan produk.
7.4029a 8.5986a 8.2814a
9.0986a 7.8814a 8.2829a 0 2 4 6 8 10 A B C D E F Rataan Skor H ed on ik
30
Gambar 14. Nilai Rataan Skor Hedonik Parameter Overall Beras AnalogHasil uji hedonik beras menunjukkan bahwa B dan F juga memiliki nilai kesukaan tertinggi
pada parameter overall. Hasil pengolahan data menggunakan SPSS menunjukkan bahwa
perlakuan berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan panelis pada taraf kepercayaan 95 % dan uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa beras B dan F berada pada subset yang sama. Penilaian overall produk dipengaruhi oleh keseluruhan karakteristik beras meliputi warna, bentuk, aroma, tekstur. Terlihat bahwa beras B dan F sudah memiliki skor penilaian diatas moderat dan sudah mulai disukai.
4.4.2
Analisis Rating Hedonik Nasi Beras Analog
Hasil uji hedonik pada Gambar 15 menunjukkaan bahwa pada parameter warna nasi yang memiliki nilai kesukaan tertinggi adalah nasi B, E dan F. Nilai kesukaan tersebut menunjukkan penilaian panelis terhadap nasi B, E dan F adalah moderat-agak menyukai. Hasil analisis sidik
ragam menunjukkan bahwa nilai P value pada uji hedonik parameter warna adalah <0.05 yang
berarti skor penilaian sampel berbeda nyata terhadap perlakuan.
Gambar 15
,
Nilai Rataan Skor Hedonik Parameter Warna Nasi Beras Analog
Warna nasi seperti yang terlihat pada Gambar 7 adalah kuning kecoklatan dan agak berbeda dengan warna nasi yang putih. Warna kuning pada nasi lebih pudar dibandingkan warna berasnya. Perubahan warna tersebut terjadi karena proses pemasakan yang menimbulkan gelatinisasi pati. Warna nasi dengan substitusi tepung sorgum menjadi agak kecoklatan dapat disebabkan kandungan tanin pada nasi.
5.946a 9.197c 7.839b 6.359b 8.263b 9.449c 0 2 4 6 8 10 A B C D E F Sko r R ataan H ed on ik 6.067a 7.646bc 7.016b 5.511a 7.966bc 8.251c 0 2 4 6 8 10 A B C D E F Rataan Skor H ed on ik
31
Gambar 16.Nilai Rataan Skor Hedonik Parameter Bentuk Nasi Beras Analog
Gambar 16 menunjukkan bahwa pada parameter bentuk nasi yang memiliki nilai kesukaan tertinggi adalah nasi E dan F. Bentuk nasi beras analog lebih besar dibandingkan dengan berasnya. Perubahan bentuk tersebut disebabkan oleh proses pemasakan yang menggunakan air. Sebagian
besar komponen beras analog adalah karbohidrat berbentuk pati maka proses swelling tersebut
terjadi karena adanya gelatinisasi pati (Winarno 2008). Pati yang dipanaskan bersama air akan menyerap air untuk memecah struktur pati. Setelah struktur pati pecah air diserap pati sehingga viskositas akan meningkat. Proses pemanasan ini juga akan mengikat molekul air pada pati sehingga air terserap dan menyebabkan ukuran nasi lebih besar dibandingkan beras.
Gambar 17.Nilai Rataan Skor Hedonik Parameter Aroma Nasi Beras Analog
Gambar 17 menunjukan bahwa pada parameter aroma nasi yang memiliki nilai kesukaan tertinggi adalah nasi A dan B. Aroma nasi merupakan salah satu parameter yang penting pada penerimaan nasi. Umumnya di masyarakat nasi yang paling disukai adalah nasi beraroma pandan. Beras beraroma pandan biasanya berkaitan dengan kepulenan nasi. Aroma nasi beras analog dominan dipengaruhi oleh aroma jagung karena proporsi jagung yang paling besar. Oleh karena itu, penerimaan panelis terhadap aroma nasi beras analog masih dibawah netral/moderat.
5.854a 6.461ab 6.883ab 6.093ab 7.241b 7.02b 0 2 4 6 8 A B C D E F Rataan Skor H ed on ik 6.614b 6.514b 4.389a 5.624b 6.154b 6.067b 0 1 2 3 4 5 6 7 A B C D E F R at aan Sko r H e d o n ik
32
Gambar 18
.
Nilai Rataan Skor Hedonik Parameter Rasa Beras Beras AnalogGambar 18 menunjukkan bahwa berdasarkan hasil uji rating hedonik pada parameter rasa nasi yang memiliki nilai kesukaan tertinggi adalah nasi B dan F. Nilai kesukaan nasi menggambarkan bahwa rasa nasi beras analog sudah mulai disukai. Rasa nasi beras analog sendiri adalah hambar (plain) sehingga memiliki peluang untuk dikonsumsi dengan bentuk olahan yang lain seperti nasi goreng dan nasi bakar.
Tekstur nasi juga merupakan faktor penting dalam penerimaan nasi. Penilaian tekstur nasi meliputi kepulenan dan kelengketan. Diagram pada Gambar 19 dapat menunjukkan bahwa nasi yang memiliki kesukaan tertinggi adalah nasi B, E dan F. Kepulenan dan kelengketan nasi sebagian besar dipengaruhi oleh kadar amilosa dan amilopektin. Beras yang mengandung kadar amilosa rendah (10-15%) memiliki karakterisitik nasi yang pulen dan agak lengket. Beras yang mengandung kadar amillosa sedang (16-24) memiliki karakteristik nasi yang tidak pera namun tidak pulen dan agak lengket. Beras yang mengandung kadar amilosa tinggi (25-35%) memiliki karakteristik pera dan tidak lengket (buyar).
Gambar 19. Nilai Rataan Skor Hedonik Parameter Tekstur Nasi Beras Analog 6.866a 8.063b 6.906a 7.097ab 7.756ab 7.763ab 6 6,5 7 7,5 8 8,5 A B C D E F Rataan Skor H ed on ik 6.921a 7.994bc 7.089ab 7.639ab 8.064bc 8.706c 0 2 4 6 8 10 A B C D E F Rataan Skor H ed on ik
33
Gambar 20. Nilai Rataan Skor Hedonik Parameter Overall Nasi Beras AnalogHasil penilaian pada parameter overall nasi yang memiliki nilai kesukaan tertinggi adalah berasasi B dan F. Hasil pengolahan data menggunakan SPSS menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap skor kesukaan panelis pada paremeter warna, aroma, tekstur dan overall pada taraf kepercayaan 95 % dan uji lanjut Duncan juga menunjukkan bahwa nasi B dan F berada pada subset yang sama.
4.4.3
Pemilihan Formula Terbaik
Formula terbaik ditentukan oleh beras dan nasi yang memiliki skor kesukaan tertinggi. Hasil uji skor kesukaan menunjukkan beras B dan F merupakan sampel yang paling sering memiliki skor kesukaan tertinggi pada parameter spesifik yang diujikan seperti warna, bentuk, aroma, tekstur dan juga parameter rasa. Penilaian pada sampel beras menunjukkan beras B dan F memiliki skor tertinggi pada semua parameter sedangkan pada sampel nasi beras E juga memiliki
skor tertinggi pada beberapa parameter. Hasil penilaian overall sampel beras dan nasi
menunjukkan beras B dan F yang memiliki skor tertinggi. Oleh karena itu, beras yang dipilih sebagai sampel terbaik adalah beras B dan F karena baik secara keseluruhan maupun secara spesifik kedua beras tersebut memiliki skor kesukaan tertinggi.
4.5
ANALISIS KIMIA BERAS ANALOG FORMULA TERBAIK
Beras analog formula terpilih adalah beras formula B dan formula F. Analisis kimia dan fisik beras analog tersebut untuk mengetahui kandungan gizi dan sifat fisik beras analog. Sifat kimia dan fisik dibandingkan dengan beras dari padai dengan varietas IR-64 karena beras tersebut diharapkan dapat menunjukkan karakter beras yang umum dikonsumsi oleh masyarakat.
4.5.1
Analisis Proksimat
Kadar Air
Hasil analisis proksimat pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa kadar air (bk) beras B lebih rendah dari beras sosoh sedangkan kadar air beras F sedikit lebih tinggi dari beras sosoh. Hasil uji Independent T-test menunjukkan kadar air beras B dan F berbeda nyata pada taraf 95%. Kadar air kedua beras tersebut sudah lebih rendah dari kadar air yang aman untuk penyimpanan beras yaitu <14%bb. Dengan kadar air <14 % (bb) akan mencegah pertumbuhan kapang yang sering hidup pada serealia/biji-bijian. 6.6543a 8.000 c 6.8971ab 6.8686ab 7.7514bc 7.93c 0 2 4 6 8 10 A B C D E F Rataan Skor H Ed on ik
34
Tabel 10. Kadar Proksimat Formula TerpilihKadar Proksimat Beras B Beras F Beras Sosoh* Kadar Air (bk) 10.58±0.07 11.37±0.01 11.22±0.11 Kadar Abu (bk) 0.52±0.00 0.52±0.01 0.56±0.0 Kadar Lemak (bk) 1.12±0.01 0.86±0.01 1.46±0.1 Kadar Protein (bk) 6.95±0.17 3.96±0.05 7.40±0.0 Kadar karbohidrat (bk) 91.60±0.15 94.70±0.10 89.56 *sumber: Ohtsubo (2005) Kadar Abu
Kadar abu beras B dan F hampir sama dengan beras sosoh. Hasil uji Independent T-test menunjukkan kadar abu beras B dan F berbeda nyata pada taraf 95%. Kadar abu pada beras analog cukup rendah karena mengandung pati yang cukup tinggi. Proses pembuatan pati yang melalui ekstraksi oleh air dapat membuat kandungan mineral pada tepung larut dan terbuang. Oleh karena itu, dapat dilakukan pengembangan produk yang mengandung mineral tinggi untuk memenuhi zat gizi yang hilang selama pengolahan maupun dengan tujuan fortifikasi mineral tertentu.
Lemak
Kadar lemak beras B dan F lebih tinggi dari kadar lemak beras sosoh (0.60%). Hasil uji Independent T-test menunjukkan kadar lemak beras B dan F berbeda nyata pada taraf 95%. Secara umum kandungan lemak beras analog termasuk rendah. Kandungan lemak yang rendah dapat mencegah beras analog menjadi tengik dan dapat membuat beras analog memiliki masa simpan yang lebih lama.
Protein
Protein adalah senyawa polimer asam amino yang penting bagi tubuh. Kadar protein (bk) beras B dan F lebih rendah dari beras sosoh. Hasil uji Independent T-test menunjukkan kadar protein beras B dan F berbeda nyata pada taraf 95%. Meskipun jumlah proteinnya masih dibawah kadar protein beras, diharapkan beras analog masih memberikan dukungan terhadap asupan protein pada konsumsi sehari-hari. Sebenarnya beras bukan merupakan sumber protein karena kadar proteinnya rendah. Namun, asupan protein masyarakat Indonesia paling tinggi berasal dari padi-padian (BPS 2011). Hal ini disebabkan konsumsi masyarakat terhadap nasi sangat tinggi, tetapi untuk memenuhi kekurangan protein sebaiknya beras dikonsumsi bersama sumber protein seperti telur, daging , ikan, dan kacang-kacangan. Protein juga memiliki hubungan yang moderat terhadap indeks glikemik. Makanan yang mengandung protein tinggi memiliki aktivitas glikemik yang rendah karena komponen ini menunda proses pengosongan lambung sehingga pencernaan pada usus halus akan menjadi lebih lambat (Widowati et al. 2006)
Karbohidrat
Kadar karbohidrat pada beras merupakan faktor yang penting untuk diketahui karena beras diketahui sebagai sumber karbohidrat. Pada Tabel 9 dapat dilihat kadar karbohidrat (bk) beras analog B dan F melebihi kadar karbohidrat beras sosoh. Hasil uji Independent T-test menunjukkan kadar karohidrat beras B dan F berbeda nyata pada taraf 95%. Kadar karbohidrat yang tinggi disebabkan oleh bahan baku yang digunakan sebagian besar tepung dan pati yang merupakan sumber karbohidrat.
35
Karbohidrat merupakan komponen yang menyumbangkan energi terhadap tubuh. Asupan kalori masyarakat Indonesia juga paling tinggi diperoleh dari karbohidrat jenis padi-padian yaitu lebih dari 900Kal/hari/kapita (BPS, 2011). Karbohidrat juga memiliki hubungan dengan indeks glikemik. Jenis karbohidrat yang dicerna secara cepat memiliki aktivitas glikemik yang lebih tinggi dibandingkan karbohidrat yang lambat dicerna (Widowati et al, 2006).4.5.2
Analisis Kadar Serat Pangan
Kadar serat pangan pada suatu produk dapat menentukan tingkat kekenyangan yang dihasilkan oleh produk tersebut. Serat pangan juga berfungsi untuk melancarkan saluran pencernaan dan membantu menghindari konstipasi pada usus. Kekurangan serat pangan dapat menyebabkan penyakit degeneratif seperti kanker usus besar, jantung dan pembuluh darah, diabetes mellitus dan batu empedu (Astawan et al. 2004).
Tabel 11. Kadar Serat Pangan Beras Analog
Kadar Serat Pangan Beras B (%) Beras F (%) Beras Sosoh* (%)
Serat Pangan Tak Larut 1.52 1.75 0.6
Serat Pangan Larut 2.48 2.46 <0.5
Total Serat Pangan 4.00 4.21 0.6
Hasil analisis serat pangan pada beras analog pada Tabel 11 menunjukkan bahwa kadar serat pangan tak larut beras B dan beras F lebih tinggi dibandingkan beras sosoh. Kadar serat pangan larut beras B dan beras F lebih tinggi dibandingkan beras sosoh, sehingga total serat pangan pada beras B dan F lebih tinggi dibandingkan total serat pangan beras sosoh. Kandungan serat beras analog B dan F sekitar 4g per 100 g, sehingga konsumsi beras analog sebanyak 100g dapat menyumbang 4 gram atau 16% kebutuhan serat sehari (25 g). Berdasarkan penelitian
Widowati et al. (2006), serat pangan larut lebih memiliki hubungan terhadap indeks glikemik
beras. Serat diketahui dapat menunda proses pengosongan lambung sehingga mengurangi laju percernaan pada usus. Serat pangan juga berguna untuk menurunkan kolesterol pada serum darah. Oleh karena itu, konsumsi pangan mengandung serat tinggi sangat berguna bagi penderita diabetes maupun penderita kolesterol tinggi.
4.5.3
Analisis Kadar Pati dan Amilosa
Salah satu sifat kimia beras yang dapat menentukkan sifat fisik beras adalah kadar amilosa beras. Kadar amilosa beras biasanya ditentukan untuk mengetahui tingkat kepulenan beras. Namun, kadar amilosa tidak dapat menentukkan tingkat kesukaan beras karena selera masyarakat akan kepulenan beras berbeda-beda. Salah satu contohnya adalah masyarakat Sumatera cenderung menyukai beras yang pera sedangkan masyarakat Jawa Barat cenderung menyukai beras yang pulen.
Kadar pati beras analog juga dianalisis untuk mengetahui jumlah karbohidrat dalam bentuk pati. Hasil analisis pati dan amilosa beras analog dapat dilihat pada Tabel 12. Hasil analisis kandungan pati pada Tabel 12 menunjukkan bahwa total pati pada beras B dan F lebih rendah dibandingkan beras sosoh. Kadar amilosa beras B (21.72 %) lebih tinggi dibandingkan beras IR-64 sosoh, namun masih termasuk ke dalam beras dengan kadar amilosa sedang (20-24%) yang memiliki karakteristik beras yang sedang (agak pulen). Beras F mengandung kadar amilosa sebesar 14.49% sehingga termasuk ke dalam beras amilosa rendah (10-20%) sehingga termasuk
36
beras yang pulen. Hasil uji Independent T-test menunjukkan kadar pati dan amilosa beras B dan F berbeda nyata pada taraf 95%.Tabel 12. Kadar Pati, Amilosa dan Amilopektin Beras Analog Kandungan Pati Beras B (%) Beras F (%) Beras IR 64 *(%) Total Pati 64.48 65.10 68.18 Amilosa 21.72 14.49 20.65
Sumber : *Wulan et al. (2007)
Amilosa adalah senyawa polimer glukosa yang memiliki rantai lurus dan tidak bercabang. Analisis kadar amilosa pada beras biasanya bertujuan untuk mengetahui hubungannya dengan kepulenan nasi beras tersebut. Oleh sebab itu, pengukuran kadar amilosa dijasikan salah satu parameter karakterisasi beras varietas baru (Balai Penelitian Tanaman Padi 2004).
Berdasarkan penelitian Widowati et al. (2006), kadar amilosa memiliki korelasi yang cukup tinggi dengan indeks glikemik. Semakin tinggi kadar amilosa beras maka indeks glikemiknya semakin rendah. hal tersebut disebabkan amilosa merupakan senyawa polimer yang tidak memiliki cabang sehingga ikatannya menjadi sangat kuat sehingga lebih sulit dicerna. Namun, kadar amilosa tidak dapat menjadi satu-satunya parameter yang dapat menggambarkan indeks glikemik beras karena masih memunginkan faktor lain seperti serat pangan, pati resisten dan ikatan kompleks amilosa dengan komponen lain yang dapat mempengaruhi indeks glikemik beras.
4.6
ANALISIS FISIK BERAS ANALOG FORMULA TERBAIK
4.4.3
Analisis Warna Beras Analog
Tabel 13. Hasil Analisis Warna Beras Analog
Beras L +a +b oHue Warna
Beras B 60.86 +3.88 +23.67 80.69 Kuning-Merah
Beras F 60.82 +3.82 +25.93 81.63 Kuning-Merah
Beras IR 64* 80.79 +5.05 +11.01 65.36 Kuning- Merah
*sumber: Setianingsih (2008)
Warna merupakan salah satu atribut penting yang menentukan penerimaan konsumen pada produk. Analisis warna dilakukan menggunakan alat Chromameter Minota CR 300. Analisis warna yang dilakukan untuk mengetahui derajat putih atau kecerahan beras berdasarkan nilai L dan skema warna beras berdasarkan nilai a dan b. Hasil analisis warna produk beras analog terpilih dapat dilihat pada Tabel 13.
Hasil analisis warna beras analog menggunakan alat Chromameter menunjukkan bahwa beras formula B memiliki warna beras yang berada pada kisaran kuning-merah. Beras formula F juga memiliki warna beras yang berada pada kisaran kuning-merah. Beras analog B dan F memiliki nilai L lebih rendah dibandingkan dengan beras IR-64 sehingga beras analog memiliki nilai derajat putih atau derajat kecerahan yang lebih rendah dibandingkan dengan beras sosoh.
Namun, berdasarkan nilai oHue berdasarkan nilai +a dan +b, baik beras analog maupun beras
sosoh termasuk ke dalam skema warna yang sama yaitu kuning-merah. Warna beras yang kuning kemerahan dapat disebabkan oleh adanya penambahan tepung jagung yang berwarna kuning dan penambahan tepung sorgum yang mengandung tanin, sehingga warnanya menjadi gelap.
37
4.5.3
Bobot Seribu Butir
Bobot seribu butir beras dapat menunjukkan bobot beras per butirnya. Bobot seribu butir dilakukan untuk mengetahui keseragaman ukuran beras. Hasil analisis bobot seribu butir dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Hasil Analisis Bobot 1000 butir
Beras Bobot 1000 Butir (g) Bobot per butir (g)
Beras B 18.84 0.01884
Beras F 15.94 0.01594
Beras IR-64* 19.00 0.01900
*sumber: Setianingsih (2008)
Hasil analisis bobot seribu butir pada Tabel 14 dapat diketahui bahwa bobot seribu butir beras analog formula B dan F lebih rendah dibandingkan dengan beras sosoh (Setianingsih 2008). Hal ini dapat disebabkan ukuran beras analog yang lebih kecil dibandingkan beras sosoh. Bobot per butir beras analog dapat dipengaruhi oleh proses pencetakkan beras analog menggunakan
ekstruder. Parameter proses yang paling berpengaruh adalah kecepatan screw dan kecepatan
cutter. Kombinasi kedua parameter tersebut dapat menentukan bentuk beras analog. Jika kecepatan dikurangi maka ukuran beras analog menjadi besar dan begitu pula sebaliknya. Analisis bobot per butir beras analog berkaitan dengan analisis densitas kamba untuk mengetahui volume dan porositas beras.
4.6.3
Densitas Kamba
Densitas kamba adalah berat jenis produk kering yang dihitung berdasarkan bobotnya dalam suatu wadah. Densitas kamba beras analog diketahui untuk mengetahui volume dan porositas beras. Hasil analisis densitas kamba beras dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Hasil Analisis Densitas Kamba Beras Analog
Beras Densitas Kamba (g/ ml)
Beras B 0.649
Beras F 0.699
Beras IR-64 sosoh* 0.790
Sumber : *Hawa et. al (2010)
Berdasarkan hasil analisis densitas kamba beras B memiliki densitas 0.63g/ml sedangkan beras F memiliki densitas 0.58 g/ml. Dibandingkan dengan densitas kamba beras serang (0.79 g/ml) beras analog memiliki densitas yang lebih rendah. Sehingga dapat disimpulkan beras analog memiliki berat yang lebih kecil dibandingkan beras padi yang disosoh pada volume yang sama. Densitas kamba beras analog yang rendah juga menunjukkan beras analog memiliki porositas yang tinggi. porositas yang tinggi dapat dipengaruhi oleh kandungan gizi beras analog maupun proses pembuatan yang meliputi pengeringan. Pengeringan dapat membuat beras analog kehilangan air dan matriks beras analog menjadi lebih poros.
Hasil analisis densitas kamba dapat juga mengetahui volume beras untuk mendapatkan 1 kg beras. Jika densitas kamba beras B adalah 0.65g/ml maka untuk mendapatkan 1 kg beras B adalah dengan mengukur 1538.46 ml atau sekitar 1.5 liter. Sedangkan beras F memiliki densitas kamba 0.69 g/ml sehingga untuk mendapatkan 1 kg beras F adalah dengan mengukur 1449.27 ml atau sekita 1.5 liter.