• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN SISTEM JAMINAN SOSIAL BAGI PEKERJA/BURUH DI INDONESIA. A. Sejarah Pengaturan Sistem Jaminan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II PENGATURAN SISTEM JAMINAN SOSIAL BAGI PEKERJA/BURUH DI INDONESIA. A. Sejarah Pengaturan Sistem Jaminan"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGATURAN SISTEM JAMINAN SOSIAL BAGI PEKERJA/BURUH DI INDONESIA

A. Sejarah Pengaturan Sistem Jaminan

Sosial Bagi Pekerja/Buruh

Pembangunan sistem dan program jaminan sosial merupakan salah satu karya kebijakan sosial yang terbesar di abad keduapuluh. Untuk pertama kali, program jaminan sosial wajib (mandatory insurance)diperkenalkan di Eropa pada ahir abad kesembilan belas. Selanjutnya program jaminan sosial meluas ke berbagai belahan dunia setelah berahirnya perang dunia kedua, paling tidak sebagai dampak dari berahirnya era kolonialisasi dan kemerdekaan negara-negara jajahan.9 Penyebaran dan pengembangan jaminan sosial ke seluruh dunia juga didukung oleh konvensi dan kerjasama internasional.

Pada tahun 1948 Perserikatan Bangsa-Bangsa mendeklarasikan jaminan sosial sebagai hak asasi manusia dalam Deklarasi tentang Hak Asasi Manusia. Di dalamnya dinyatakan bahwa: “ .... setiap orang, sebagai anggota masyarakat, mempunyai hak atas jaminan sosial ... dalam hal menganggur, sakit, cacat, tidak mampu bekerja, menjanda, hari tua ...”.

Selanjutnya Internatinal Labour Organization (ILO) dalam konvensi nomor 102 tahun 1952 menganjurkan semua negara di dunia memberi perlindungan

9http://www.jamsosindonesia.com/identitas/jaminan_sosial_karya_besar_abad_ked uapuluh diakses tanggal 01 Maret 2016

(2)

dasar kepada setiap warga negaranya dalam rangka memenuhi Deklarasi PBB tentang hak jaminan sosial. Konvensi ini merupakan satu-satunya instrumen internasional untuk penyelenggaraan jaminan sosial, mengatur kesepakatan di antara negara-negara anggota tentang standar minimal untuk penyelenggaraaan sembilan program jaminan sosial.

ILO Convension No. 102 mendefinisikan jaminan sosial sebagai ”Perlindungan yang diberikan oleh masyarakat untuk masyarakat melalui seperangkat kebijaksanaan publik terhadap tekanan ekonomi dan sosial yang diakibatkan oleh hilangnya sebagian atau seluruh pendapatan akibat berbagai resiko yang diakibatkan oleh sakit, kehamilan, persalinan, kecelakaan kerja, kecacatan, pengangguran, pensiun, usia tua, kematian dini penghasil utama pendapatan, perawatan medis termasuk pemberian santunan kepada anggota keluarga termasuk anak-anak”.

1. Pasca Indonesia Merdeka

Perjalanan sejarah pembangunan program jaminan sosial di Indonesia memperlihatkan bahwa jaminan sosial tumbuh dan digerakkan oleh pemerintah bukan muncul dari kebutuhan pekerja akan perlindungan pendapatan sebagaimana yang terjadi di Eropa. Didalam perjalanannya, landasan filosofi jaminan sosial di Indonesia berkembang sesuai filosofi pemerintahan.

Pada masa pra kemerdekaan, program jaminan sosial pertama kali diperkenalkan ketika masa pemerintahan kolonial Belanda masih berkuasa pada awal abad keduapuluh. Pemerintah Hindia Belanda mengikutsertakan pegawai pribumi yang bekerja pada lembaga pemerintah Hindia Belanda dalam dua buah

(3)

program, yaitu jaminan pensiun sejak tahun 1926 dan jaminan kesehatan mulai tahun 1934.

Di masa pasca proklamasi kemerdekaan, Pemerintah Pusat (Orde Lama) membangun tiga program jaminan sosial mulai pada tahun 1947, yaitu jaminan kecelakaan kerja, jaminan kesehatan, dan jaminan hari tua.

Program jaminan kecelakaan kerja lahir ketika Pemerintah mengundangkan UU No. 33 Tahun 1947 Tentang Kecelakaan (UU Kecelakaan 1947) pada 18 Oktober 1947. UU ini diberlakukan di seluruh Indonesia sejak tahun 1951 dengan UU No. 2 Tahun 1951 Tentang Berlakunya UU No 33 Tahun 1947 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia. UU Kecelakaan 1947 adalah UU sosial pertama yang diundangkan pasca proklamasi kemerdekaan, dan hebatnya lagi diundangkan di masa pemerintahan darurat pasca perang agresi Belanda kedua.

Sejak tahun 1948 Pemerintah melanjutkan penyelenggaraan program jaminan kesehatan pemerintah Hindia Belanda di masa pra kemerdekaan. Program ini diselenggarakan berdasarkan pada ketentuan Restitusi Regeling 1948.10 Peserta dibatasi pada pegawai negeri yang berpenghasilan di bawah Rp 850,00 per bulan. Penyelenggaraan belum sepenuhnya mengikuti kaidah jaminan sosial, namun masih diselenggarakan sebatas pemotongan gaji (restitusi). Setiap pegawai yang mendapatkan pelayanan rawat inap dikenakan pemotongan gaji sebesar 3% dari gaji pokok untuk membayar iur bayar (co-payment). Pelayanan kesehatan dasar ditanggung penuh oleh pemerintah. Pelayanan kesehatan dasar di

10Staatsregeling No. 1 Tahun 1934 (Peraturan Pemerintah Hindia Belanda No. 1 Tahun

(4)

fasilitas pemerintah tidak dipungut bayaran, sedangkan di fasilitas swasta, peserta membayar terlebih dahulu biaya pelayanan kesehatan kemudian pemerintah mengganti (reimbursement). Pemerintah melakukan proyek percontohan program jaminan kesehatan dengan mekanisme asuransi sosial yang dikenal dengan “Jakarta Pilot Project” pada tahun 1960.

Program ketiga yang diselenggarakan adalah program pensiun publik yang terbatas untuk pegawai negeri pada tahun 1956 kemudian diikuti dengan program tabungan hari tua pegawai negeri pada tahun 1963. Program pensiun pegawai negeri didirikan dan diselenggarakan berdasarkan UU No. 11 Tahun 1956 Tentang Pembelanjaan Pensiun. Program tabungan hari tua pegawai negeri diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 9 Tahun 1963 Tentang Pembelanjaan Pegawai Negeri dan PP No. 10 Tahun 1963 Tentang Tabungan Asuransi dan Pegawai Negeri.

Pemerintah Orde Baru meningkatkan penyelenggaraan program-program jaminan sosial yang telah dibangun pada masa pemerintahan Orde Lama. Peningkatan dilakukan dengan menyelenggarakan program-program jaminan sosial dengan mekanisme pendanaan oleh peserta (funded social security) dan membangun kelembagaan jaminan sosial. Pendanaan jaminan sosial oleh peserta dan badan penyelenggara jaminan sosial berkembang sesuai dengan kelompok pekerjaan, yaitu pegawai negeri dan pekerja swasta. Sayangnya, Pemerintah Orde Baru pada tahun 1992 menetapkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagai Perseroan, Badan Usaha Milik Negara yang berorientasi laba - PT ASKES, PT

(5)

ASABRI, PT JAMSOSTEK, PT TASPEN. Sejak itu, penyelenggaraan program jaminan sosial Indonesia menjauh dari prinsip-prinsip asuransi sosial.11

Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1997 Tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK) sendiri menjelaskan bahwa sistem perlindungan yang dimaksudkan untuk menanggulangi resiko sosial secara langsung mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya penghasilan tenaga kerja.

Berdasarkan peraturan ini maka perusahaan diwajibkan untuk menyelenggarakan program Astek, yaitu dengan cara mempertanggungkan buruhnya dalam asuransi kecelakaan kerja dan asuransi kematian, demikian pula dalam program tabungan hari tua pada badan penyelenggaraan yaitu Perusahaan umum Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Perum Astek) yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 1977. Perusahaan yang wajib menyelenggarakan Astek masih dibatasi pada jumlah buruh yang dipekerjakan atau jumlah upah yang dibayarkan kepada buruhnya setiap bulannya. Menurut keputusan Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi No. 116-MEN/177 tentang peraturan tata carapersyaratan pendaftaran pembayaran iuran dan pembayaran jaminan asuransi sosial tenaga kerja, menetapkan bahwa perusahaan yang memperkerjakan sebanyak 100 orang atau lebih atau membayar upah paling sedikit Rp. 5.000.000,00 (Lima Juta Rupiah) sebulan adalah perusahaan yang diwajibkan ikut serta dalam program Astek, sedangkan menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-278/MEN/83 peraturan mengatur perusahaan

11Asih Eka Putri, “Identitas-Jaminan Sosial”,

(6)

yang memperkerjakan tenaga kerja sebanyak 25 orang atau lebih, atau membayar upah paling sedikit Rp. 1.000.000,00(Satu Juta Rupiah) sebulan. Hal ini terlihat bahwa pemerintah secara bertahap sudah mulai mengembangkan program jaminan sosial para pekerja/buruh.12

Mengingat aturan perekonomian yang berlaku, penting sekali untuk mempertahankan asuransi sosial sebagai teknik jaminan sosial dasar, yang disusun menurut bentuk aslinya sebagai sebuah kontrak antara individu dan masyarakat, juga agar dapat benar-benar menjamin kondisi kehidupan minimum bagi setiap orang. Negara harus terus menyediakan kerangka kerja dasar bagi asuransi sosial wajib yang membutuhkan partisipasi keuangan dari seluruh warganya dalam sebah skema, yang dapat melindungi mereka dari konsekuensi terjadinya resiko sosial yang besar. Berdasarkan pengalaman yang baru saja terjadi, sangat tidak bertanggungjawab untuk menyerahkan tugas itu kepada pengaturan pribadi, hanya tunjangan-tunjangan tambahan yang menjamin kelangsungan taraf hidup yang diinginkan saja yang harus diserahkan sepenuhnya pada usaha setiap individu. 2. Undang-Undang No.3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Menurut pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992, Jaminan sosial tenaga kerja adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan meninggal dunia.

(7)

Menurut Kennet Thomson, seorang tenaga ahli pada Sekretariat Jenderal International Social Security Association (ISSA) di Jenewa, dalam Regional Training Seminar ISSA di Jakarta bulan Juni 1980, mengataka bahwa : “Jaminan sosial dapat diartikan sebagai perlindungan yang diberikan oleh masyarakat bagi anggota-anggotanya untuk risiko-risiko atau peristiwa- peristiwa tertentu dengan tujuan sejauh mungkin untuk menghindari terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut yang dapat mengakibatkan hilangnya atau turunnya sebagian besar penghasilan, dan untuk memberikan pelayanan medis dan/atau jaminan keuangan terhadap konsekuensi ekonomi dari peristiwa tersebut, serta jaminan untuk tunjangan keluarga dan anak”13

Sejalan dengan dua pengertian di atas, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial, pada Pasal 2 ayat (4)nya menggariskan bahwa : “Jaminan Sosial sebagai perwujudan dari sekuritas sosial adalah seluruh sistem perlindungan dan pemeliharaan kesejahteraan sosial bagi warga Negara yang diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau masyarakat guna memelihara taraf kesejahteraan sosial”14

Jika diperhatikan dari ketiga pengertian di atas, maka nampaknya ketiga pengertian tersebut memberikan pengertian jaminan sosial dengan begitu luasnya, seakan-akan jumlah sscial itu sendiri telah mencakup bidang pencegahan dan penyembuhan serta bidang pembinaan, ketiga bidang ini kalau dikaitkan lebih jauh lagi akan apa yang dinamakan Perlindungan Buruh, sehingga akan amat

13 Sentanoe Kertonegoro , Jaminan Sosial dan Pelaksanaannya di Indonesia, Cet.1,

Mutiara, Jakarta, Hal. 29

14 H. Zainal Asikin, S.H., S.U. (dkk), Dasar-dasar Hukum Perburuhan, PT. RajaGrafindo

(8)

luaslah ruang lingkupnya. Kalau kita akan membicarakan jaminan sosial bagi pekerja dengan bertumpunya pada defenisi di atas, maka yang dimasukkan ke dalam jaminan sosial ini hal-hal yang bersangkutan dengan :

1. Jaminan sosial itu sendiri 2. Kesehatan keja, dan

3. Keselamatan dan keamanan kerja

Di dalam rangka menciptakan landasan untuk meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan tenaga kerja, Undang-undang ini mengatur penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja sebagai perwujudan pertanggungan sosial sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja.

Undang-Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek ini dikeluarkan berdasarkan dasar-dasar hukum:

a. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2) Undang - undang Dasar 1945

b. undang No.3 Tahun 1951 tentang pernyataan berlakunya Undang-undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 No. 23 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia (Lembaga Negara tahun 1951 No.41) c. Undang-undang No. 14 tahun 1969 tentang ketentuan-ketentuan pokok

mengenai tenaga kerja (Lembaga Negara tahun 1969 nomor 55 : tambahan lembaran negara nomor 2912)

d. Undang- undang No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja (Lembaran Negara Tahun 1970 nomor 1, Tambahan Lembaran Negara nomor 2918)

(9)

e. Undang- undang No. 7 tahun 1981 tentang wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan (Lembaran Negara Tahun 1981 nomor 39, Tambahan Lembaran Negara nomor 3201).

Pada hakekatnya program jaminan sosial tenaga kerja ini memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruh penghasilan yang hilang. Jaminan sosial tenaga kerja mempunyai beberapa aspek, antara lain :

a. Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja beserta keluarganya;

b. Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat mereka bekerja.

c. Dengan adanya upaya perlindungan dasar akan memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruh penghasilan yang hilang.

d. Menciptakan ketenangan bekerja karena adanya upaya perlindungan terhadap resiko- resiko kerja dan upaya pemeliharaan terhadap tenaga kerja.

e. Dengan adanya jaminan sosial tenaga kerja akan menciptakan ketenangan bekerja pada akhirnya mendukung kemandirian dan harga diri manusia dalam menghadapi resiko sosial ekonomi.

Penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja dimaksudkan dalam Undang-undang ini sebagai pelaksanaan Pasal 10 dan Pasal 15 Undang-Undang-undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja yang

(10)

meliputi Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, akan tetapi mengingat objek yang mendapat jaminan sosial tenaga kerja yang diatur dalam Undang-undang ini diprioritaskan bagi tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan, perorangan dengan menerima upah maka kepada tenaga kerja di luar hubungan kerja atau dengan kata lain tidak bekerja pada perusahaan, pengaturan tentang jaminan sosial tenaga kerjanya akan diatur tersendiri dengan Peraturan Pemerintah.

Berdasarkan Undang-undang No. 3 Tahun 1992 pasal 6 ayat (1) yang menjadi ruang lingkup Jaminan Sosial Tenaga Kerja meliputi:

1. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)

Kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja merupakan risiko yang dihadapi oleh tenaga kerja yang melakukan pekerjaan. Untuk menanggulangi hilangnya sebagian atau seluruh penghasilannya yang diakibatkan oleh kematian atau cacad karena kecelakaan kerja baik fisik maupun mental, maka perlu adanya Jaminan Kecelakaan Kerja.

Mengingat gangguan mental akibat kecelakaan kerja sifatnya sangat relative sehingga sulit ditetapkan derajat cacadnya maka jaminan atau santunan hanya diberikan dalam hal terjadi cacad mental tetap yang mengakibatkan tenaga kerja yang bersangkutan tidak bida bekerja lagi.

2. Jaminan Kematian (JK)

Tenaga kerja yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja akan mengakibatkan terputusnya penghasilan, dan sangat berpengaruh pada kehidupan sosial ekonomi bagi keluarga yang ditinggalkan. Oleh karena itu, diperlukan

(11)

Jaminan Kematian dalam upaya meringankan beban keluarga baik dalam bentuk biaya pemakaman maupun santunan berupa uang.

3. Jaminan Hari Tua (JHT)

Hari tua dapat mengakibatkan terputusnya upah karena tidak lagi mampu bekerja. Akibat terputusnya upah tersebut dapat menimbulkan kerisauan bagi tenaga kerja dan mempengaruhi ketenangan kerja sewaktu mereka masih bekerja, terutama bagi mereka yang penghasilannya rendah. Jaminan Hari Tua memberikan kepastian penerimaan penghasilan yangdibayarkan sekaligus dan atau berkala pada saat tenaga kerja mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun atau memenuhi persyaratan tertentu.

4. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)

Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehinggha dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan merupakan upaya kesehatan di bidang penyembuhan (kuratif). Oleh karena, upaya penyembuhan memerlukan dana yang tidak yang tidak sedikit dan memberatkan jika dibebankan kepada perorangan, maka sudah selayaknya diupayakan penanggulangan kemampuan masyarakat melalui program jaminan sosial tenaga kerja disamping itu pengusaha tetap berkewajiban mengadakan pemeliharaan kesehatan tenaga kerja yang meliputi upaya peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif). Dengan demikian diharapkan tercapainya derajat kesehatan tenaga kerja yang optimal sebagai potensi yang produktif bagi pembangunan. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan selain untuk tenaga kerja yang bersangkutan juga untuk keluarganya.

(12)

Mengingat jaminan sosial tenaga kerja merupakan program lintas sektoral yang saling mempengaruhi dengan usaha peningkatan kesejahteraan sosial lainnya, maka program jaminan sosial tenaga kerja dilaksanakan secara bertahap dan saling menunjang dengan usaha-usaha pelayanan masyarakat dalam bidang kesehatan, kesempatan kerja, keselamatan dan kesehatan kerja.

Pengawasan terhadap Undang-undang ini, dan peraturan pelaksanaannya dilakukan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dan Undang-Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. 15

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja mencantumkan sanksi terhadap setiap orang yang tidak memenuhi kewajiban yang ditentukan.Sanksi pidana ditentukan dalam Pasal 29 sedangkan sanksi administrasi,ganti rugi,atau denda menurut Pasal 30 Undang-undang tersebut,akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.Sanksi pidana yang ditentukan dalam Pasal 29 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 berupa kurungan atau denda.

Pasal 29 ayat (1) Undang-undang tersebut selengkapnya menentukan, ”Barang siapa tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1); Pasal 10 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3); Pasal 18 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5); Pasal 19 ayat (2); Pasal 22 ayat (1) dan Pasal 26,

(13)

diancam dengan hukuman kurungan selama lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi tingginya Rp. 50.000 000,- (lima puluh juta rupiah).”

Dalam ayat (2) ditentukan”Dalam hal pengulangan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (12) untuk kedua kalinya atau lebih setelah putusan akhir telah memperoleh kekuatan hukum tetap,maka pelanggaran tersebut dipidana kurungan selama lamanya 8 (delapan) bulan.”

Tindak pidana sebagaimana tersebut dalam ayat (1) adalah pelanggaran. Artinya tindak pidana tersebut tidak digolongkan kepada kejahatan,yang ancaman hukumannya lebih berat, jadi tindak pidana sebagimana dimaksud dalam Pasal 29 tersebut diatas termasuk tindak pidana ringan.

Ancaman hukumannyapun bersifat alternative.Bisa dipilih hukuman kurungan atau denda, tergantung kepada tuntutan jaksa dan putusan hakim.

Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2), menurut Pasal 30 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992, terhadap pengusaha, tenaga kerja, dan Badan Penyelenggara yang tidak memenuhi ketentuan Undang-undang ini dan peraturan pelaksanaannya dikenakan sanksi administrasi, ganti rugi, atau denda yang akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Sanksi sebagaimana tersebut diatas diatur dalam Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jamsostek sebagaimana beberapa kali diubah terakir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2010.Pada intinya Pasal 47 Peraturan Pemerintah tersebut menentukan:

(14)

1. Pengusaha yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 12 ayat (3), Pasal 4, Pasal 5 ayat (1), Pasal 6 ayat (2), Pasal 18 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), dan Pasal 19 serta Pasal 20 ayat (1), dan telah diberikan peringatan tetapi tetap tidak melaksanakan kewajibannya dikenakan sanksi administrasi berupa pencabutan ijin usaha.

2. Pengusaha yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) dikenakan denda sebesar 2% untuk setiap bulan keterlambatan yang dihitung dari iuran yang seharusnya dibayar.

3. Badan Penyelenggara yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diamaksud dalam Pasal 26 Undang-undang Nomor 3 tahun 1992 dikenakan ganti rugi sebesar 1% dari jumlah jaminan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini,untuk setiap hari keterlambatan dan dibayarkan kepada tenaga kerja yang bersangkutan.16

3. Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

Undang- undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2004 pada pasal 1 ayat (1) jaminan sosial menyatakan bahwa salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Dan dalam pasal 1 ayat (2) dijelaskan bahwa sistem jaminan sosial nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa badan penyelenggaraan jaminan sosial.

(15)

SJSN adalah program Negara yang bertujuan untuk memberi perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini, setiap penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan hidup dasar yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya pendapatan, karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut, atau pensiun.17

UU SJSN diundangkan pada tanggal 19 Oktober 2004, sebagai pelaksanaan amanat konstitusi tentang hak konstitusional setiap orang atas jaminan sosial dengan penyelenggaraan program-program jaminan sosial yang menyeluruh bagi seluruh warga negara Indonesia. UU SJSN adalah dasar hukum untuk menyinkronkan penyelenggaraan berbagai bentuk jaminan sosial yang telah dilaksanakan oleh beberapa badan penyelenggara agar dapat menjangkau kepesertaan yang lebih luas serta memberikan manfaat yang lebih besar bagi setiap peserta.

Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya merupakan program Negara yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui program ini, setiap penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan, karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut, atau pensiun.

Asas dan tujuan sistem jaminan sosial nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat

(16)

Indonesia. Sistem jaminan sosial nasional bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.(Pasal 2 dan 3 UU SJSN)18

Selama beberapa dekade terakhir ini, Indonesia telah menjalankan beberapa program jaminan sosial. Undang-undang yang secara khusus mengatur jaminan sosial bagi tenaga kerja swasta adalah Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK), yang mencakup program jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, dan jaminan kematian.

Landasan yuridis penyelenggaraan SJSN adalah UUD Negara Republik Indonesia Pasal 28H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2). Pasal 28H ayat (3) diatur dalam Perubahan Kedua UUD NRI 1945 dan Pasal 34 ayat (2) diatur dalam Perubahan Keempat UUD NRI 1945. Amanat konstitusi tersebut kemudian dilaksanakan dengan UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN).19

Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi atas Perkara No. 007/PUU-III/2005, Pemerintah bersama DPR mengundangkan sebuah peraturan pelaksanaan UU SJSN setingkat Undang-Undang, yaitu UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional (UU BPJS).20

Peraturan Pelaksanaan UU SJSN dan UU BPJS terbentang mulai Peraturan Pemerintah hingga Peraturan Lembaga. Penyelesaian seluruh dasar hukum bagi

18 Dapat dibaca juga dalam Tim redaksi pustaka yustisia, Koalisi Perundangan tentang

Jaminan Sosial, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2012, hal.7

(17)

implementasi SJSN yang mencakup UUD NRI, UU SJSN dan peraturan pelaksanaannya membutuhkan waktu lima belas tahun (2000 – 2014).21

Perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat tersebut direspon oleh hukum. Salah satu di antaranya adalah hukum jaminan sosial. Pemerintah membentuk dan mengundangkan UU SJSN untuk menyikapi dinamika masyarakat dan menangkap semangat jamannya, menyerap aspirasi, dan cita-cita hukum masyarakat. Penyelenggaraan program jaminan sosial diubah secara mendasar untuk memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Prinsip dana amanat diberlakukan. Dana dikumpulkan dari iuran peserta sebagai dana titipan kepada BPJS untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta.22

Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan pada prinsip:23

1. Kegotongroyongan,

Kebersamaan antar peserta dalam menanggung beban biaya jaminan sosial, yang diwujudkan dengan kewajiban setiap peserta membayar iuran sesuai dengan tingkat gaji, upah, atau penghasilan.

2. Nirlaba,

Pengelolaan usaha yang mengutamakan penggunaan hasil pengembangan dana untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi seluruh peserta. 3. Keterbukaan,

21Ibid, hal.12 paragraf 4 22 Ibid, hal. 15

23Republik Indonesia (1) ,Undang-Undangtentang Sistem Jaminan Sosial Nasional no.40

(18)

Mempermudah akses informasi yang lengkap, benar, dan jelas bagi setiap peserta.

4. Kehati-hatian,

Pengelolaan dana secara cermat, teliti, aman, dan tertib. 5. Akuntabilitas,

Pelaksanaan program dan pengelolaan keuangan secara akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.

6. Portabilitas,

Memberikan jaminan secara berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Republik Indonesia. 7. Kepersertaan bersifat wajib,

Mengharuskan seluruh penduduk untuk menjadi peserta jaminan sosial yang dilaksanakan secara bertahap.

8. Dana Amanat,

Iuran dan hasil pengembangannya merupakan dana titipan dari peserta untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan peserta jaminan sosial.

9. Hasil pengelolaan dana jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta. Iuran dan hasil pengembangannya merupakan dana titipan dari peserta untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan peserta jaminan sosial.

(19)

Sistem jaminan sosial nasional dibuat sesuai dengan “paradigma tiga pilar” yang direkomendasikan oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO). Pilar-pilar itu adalah :

Pilar Pertama menggunakan meknisme bantuan sosial (social assistance) kepada penduduk yang kurang mampu, baik dalam bentuk bantuan uang tunai maupun pelayanan tertentu, untuk memenuhi kebutuhan dasar yang layak. Pembiayaan bantuan sosial dapat bersumber dari Anggaran Negara dan atau dari Masyarakat. Mekanisme 4 bantuan sosial biasanya diberikan kepada Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yaitu masyarakat yang benar-benar membutuhkan, umpamanya penduduk miskin, sakit, lanjut usia, atau ketika terpaksa menganggur.24

Pilar Kedua menggunakan mekanisme asuransi sosial atau tabungan sosial yang bersifat wajib atau compulsory insurance, yang dibiayai dari kontribusi atau iuran yang dibayarkan oleh peserta. Dengan kewajiban menjadi peserta, sistem ini dapat terselenggara secara luas bagi seluruh rakyat dan terjamin kesinambungannya dan profesionalisme penyelenggaraannya.25

Pilar Ketiga menggunakan mekanisme asuransi sukarela (voluntary insurance) atau mekanisme tabungan sukarela yang iurannya atau preminya dibayar oleh peserta (atau bersama pemberi kerja) sesuai dengan tingkat risikonya dan keinginannya. Pilar ketiga ini adalah jenis asuransi yang sifatnya komersial, dan sebagai tambahan setelah yang bersangkutan menjadi peserta asuransi sosial.

24 https://wimee.wordpress.com/2011/06/20/sjsn-sistem-jaminan-sosial-nasional/ ,diakses tanggal

07 Maret 2016

(20)

Penyelenggaraan asuransi sukarela dikelola secara komersial dan diatur dengan UU Asuransi.26

Undang-undang dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional menetapkan 5 (lima) program Jaminan sosial, yaitu :27

1. Dalam pasal 19 dan pasal 20 menyatakan bahwa jaminan kesehatan adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara nasional dengan tujuan untuk menjamin agar peserta dan anggota keluarganya memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.

2. Dalam pasal 29 ayat (1) dan (2)menyatakan bahwa jaminan kecelakaan Kerja adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara nasional dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat pelayanan kesehatan dan santunan uang tunai apabila ia mengalami kecelakaan kerja atau menderita penyakit akibat kerja.

3. Dalam pasal 35 ayat (1) dan (2)menyatakan bahwa jaminan hari tua adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara nasional dengan tujuan untuk menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia.

4. Dalam pasal 39 ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa jaminan pensiun adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara nasional dengan tujuan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada

(21)

saat peserta mengalami kehilangan atau berkurang penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat tetap total.

5. Dalam pasal 43 menyatakan bahwa jaminan kematian adalah program jaminan sosial yang diselenggarakan secara nasional dengan tujuan untuk memberikan santunan kematian yang dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia.

B.Undang-undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial bagi pekerja/buruh.

1. Badan Penyelenggara Sistem Jaminan Sosial.

Undang-undang No.24 Tahun 2011 pada pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa badan penyelenggara jaminan sosial yang disingkat BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS bertujuan untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.

Tiga kriteria di bawah ini digunakan untuk menentukan bahwa BPJS merupakan badan hukum publik, yaitu:

1. Cara pendiriannya atau terjadinya badan hukum itu, diadakan dengan konstruksi hukum publik, yaitu didirikan oleh penguasa (Negara) dengan Undang-undang;

2. Lingkungan kerjanya, yaitu dalam melaksanakan tugasnya badan hukum tersebut pada umumnya dengan publik dan bertindak dengan kedudukan yang sama dengan publik;

(22)

3. Wewenangnya, badan hukum tersebut didirikan oleh penguasa Negara dan diberi wewenang untuk membuat keputusan, ketetapan, atau peraturan yang mengikat umum.28

BPJS menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan asas; kemanusiaan, manfaat, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.29Pembentukan dan pengoperasian BPJS melalui serangkaian tahapan, yaitu:30

1. Pengundangan UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN pada 19 Oktober 2004.

2. Pembacaan Putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara No. 007/PUU-III/2005 pada 31 Agustus 2005.

3. Pengundangan UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS pada 25 November 2011.

4. Pembubaran PT ASKES dan PT Jamsostek pada 1 Januari 2014 5. Pengoperasian BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan pada 1

Januari 2014

Rangkaian kronologis di atas terbagi atas dua kelompok peristiwa.Peristiwa pertama adalah pembentukan dasar hukum BPJS yang mencakuppengundangan UU SJSN, pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi danpengundangan UU BPJS.Peristiwa kedua adalah transformasi badan penyelenggara jaminan sosialdari badan hukum

28 Asih Eka Putri, Paham BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, CV Komunitas Pejaten

(23)

persero menjadi badan hukum publik (BPJS). Transformasinmeliputi pembubaran PT Askes dan PT Jamsostek tanpa likuidasi dan diikutidengan pengoperasian BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.31

Komisaris dan Direksi PT Askes serta Komisaris dan Direksi PT Jamsostekbertanggung jawab atas keberhasilan atau kegagalan transformasi dan pendirian serta pengoperasikan BPJS. Di masa peralihan, keduanya bertugas:32

1. Menyiapkan operasional BPJS untuk penyelenggaraan programjaminan sosial sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

2. Menyiapkan pengalihan aset dan liabilitas, pegawai, serta hak dan kewajiban Persero kepada BPJS;

3. Khusus untuk PT Jamsostek, menyiapkan pengalihan program, aset, liabilitas, hak dan kewajiban Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Jamsostek kepada BPJS Kesehatan.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dibagi 2 yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Menurut UU No.24 Tahun 2011, BPJS Kesehatan adalah badan hukum publik yang bertanggung jawab kepada Presiden dan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Dan BPJS Ketenagakerjaan adalah badan hukum publik yang bertanggungjawab kepada Presiden dan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian.

31Ibid, hal.10

(24)

BPJS Kesehatan itu sendiri dioperasikan pada tanggal 01 Januari 2014 oleh pemerintah atas perintah UU BPJS. Dan mulai 1 Januari 2014 terjadi pengalihan program sebagai berikut:33

1. Kementerian Kesehatan tidak lagi menyelenggarakan program jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas);

2. Kementerian Pertahanan, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Republik Indonesia tidak lagi menyelenggarakan program pelayanan kesehatan bagi pesertanya, kecuali untuk pelayanan kesehatan tertentu berkaitan dengan kegiatan operasionalnya, yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden;

3. PT Jamsostek (Persero) tidak lagi menyelenggarakan program jaminan pemeliharaan kesehatan.

Pada tanggal 01 Januari 2014 diubah dari PT. Jamsostek (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjan oleh pemerintah atas perintah UU BPJS. Dan pada tanggal 01 Juli 2015,BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program jaminan kematian dan program jaminan hari tua dan program jaminan pensiun sesuai dengan ketentuan UU SJSN bagi peserta selain peserta program yang dikelola oleh PT Asabri (Persero) dan PT Taspen (Persero).

BPJS bertanggung jawab kepada presiden. Organ BPJS terdiri dari dewan pengawas dan direksi. Anggota direksi BPJS diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Presiden menetapkan direktur utama BPJS

(25)

diawasi oleh pengawas internal dan pengawasan eksternal. Pengawasan internal dilaksanakan oleh organ BPJS, yaitu dewan pengawas dan sebuah unit kerja di bawah direksi yang bernama Satuan Pengawas Internal.

BPJS mengelola aset jaminan sosial. UU BPJS mewajibkan BPJS untuk memisahkan pengelolaan aset jaminan sosial menjadi dua jenis pengelolaan aset, yaitu aset BPJS dan aset Dana Jaminan Sosial (DJS). UU BPJS tidak memberi penjelasan mengapa wajib dipisahkan.34

UU BPJS pasal 40 ayat (3)menegaskan bahwa aset Dana Jaminan Sosial bukan merupakan aset BPJS. Penegasan ini untuk memastikan bahwa Dana Jaminan Sosial merupakan dana amanat milik seluruh peserta dan tidak merupakan aset BPJS. Pengelolaan aset jaminan sosial oleh BPJS mencakup sumber aset, liabilitas, penggunaan, pengembangan, kesehatan keuangan, dan pertanggungjawaban.Aset BPJS bersumber dari:35

1. Modal awal dari Pemerintah, yang merupakan kekayaan Negara yangdipisahkan dan tidak terbagi atas saham;

2. Hasil pengalihan aset BUMN yang menyelenggarakan programjaminansosial;

3. Hasil pengembangan aset BPJS;

4. Dana operasional yang diambil dari Dana Jaminan Sosial;

5. Sumber lain yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

34Ibid, pasal 40 ayat (2) 35Ibid, pasal 41 ayat (1)

(26)

Sedangkan Aset Dana Jaminan Sosial bersumber dari :36 1. Iuran jaminan sosial, termasuk bantuan iuran; 2. Hasil pengembangan Dana Jaminan Sosial;

3. Hasil pengalihan aset program jaminan sosial yang menjadi hak peserta dari BUMN yang menyelenggarakan program jaminan sosial; 4. Sumber lain yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BPJS Kesehatan menerima pengalihan seluruh aset yang dikelola oleh PT Askes (Persero) dan aset Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan-JPK PT Jamsostek (Persero). BPJS Ketenagakerjaan menerima pengalihan aset lembaga PT Jamsostek (Persero) dan aset tiga Program Jamsostek selain aset Program JPK Jamsostek.37

2. Program Jaminan Sosial Pekerja.

Dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 pasal 28 H (Amandemen kedua) menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagaimana manusia bermartabat”, dan pada pasal 34 ayat (2) (Amandemen keempat) menyatakan bahwa ;”Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.”

Setiap orang berhak untuk bekerja, mendapatkan imbalan, serta perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Para pekerja bisa saja mengalami risiko-risiko saat menjalankan pekerjaannya, sehingga

(27)

pekerja dan keluarganya perlu mendapat perhatian. Dan di lain sisi negara berkewajiban menjamin kehidupan yang layak bagi para pekerja serta keluarganya. Oleh sebab itu, negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat yang salah satu tujuan dari sistem jaminan sosial itu adalah memberikan perlindungan kepada tenaga kerja.

Tenaga kerja merupakan modal utama serta pelaksanaan dari pembangunan masyarakat pancasila. Tujuan terpenting dari pembangunan masyarakat tersebut adalah kesejahteraan rakyat termasuk tenaga kerja. Tenaga kerja sebagai pelaksana pembangunan harus di jamin haknya, diatur kewajibannya dan dikembangkan daya gunanya. Dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER-04/MEN/1994 pengertian tenaga kerja adalah setiap orang yang bekerja pada perusahaan yang belum wajib mengikuti program jaminan social tenaga kerja karena adanya pentahapan kepesertaan.

Menurut Undang-undang No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 99 ayat (1) dan (2) disebutkan bahwa:

1. Setiap pekerja/ buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga kerja.

2. Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (10), dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa jaminan sosial merupakan hak setiap pekerja atau buruh yang sekaligus merupakan kewajiban dari

(28)

pengusaha. Dimana pada hakikatnya program jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruh penghasilan yang hilang. Sebelumnya, jaminan sosial tenaga kerja itu diselenggarakan oleh PT Jamsostek (Persero), tetapi kini telah berubah menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan).

Jika ditinjau dari segi hukum perburuhan, Undang-undang ketenagakerjaan diharapkan dapat memberikan perlindungan para pekerja tetap ataupun pekerja kontrak. Menurut Imam Soepomo, hal itu dapat dilihat dari 3 Aspek, yaitu:38

1. Perlindungan Ekonomis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk memberikan kepada pekerja suatu penghasilan yang cukup untuk memenuhi kehidupan sehari-hari baginya beserta keluarganya;

2. Perlindungan Sosial, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha kemasyarakatan, yang tujuannya memungkinkan para pekerja itu mengenyam dan mengembangkan kehidupannya;

3. Perlindungan teknis, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk menjaga para pekerja dari bahaya kecelakaan yang ditimbulkan oleh alat-alat kerja.

Bentuk perlindungan tenaga kerja di Indonesia yang wajib di laksanakan oleh setiap pengusaha atau perusahaan yang mempekerjakan

(29)

orang untuk bekerja pada perusahaan tersebut harus sangat diperhatikan, yaitu mengenai pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan di maksud diselenggarakan dalam bentuk jaminan sosial tenaga kerja yang bersifat umum untuk dilaksanakan atau bersifat dasar, dengan berasaskan usaha bersama, kekeluargaan dan kegotong royongan sebagai mana yang tercantum dalam jiwa dan semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Salah satu hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia adalah hak atas jaminan sosial. Oleh karena itu sering dikemukakan bahwa jaminan sosial merupakan program yang bersifat universal atau umum yang harus diselenggarakan oleh setiap negara.39

39 Zaeni, Ashyhadie, Aspek-aspek Hukum Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Rajawali Pers, Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

Keselamatan dan kesehatan kerja perlu diperhatikan dalam lingkungan kerja, karena kesehatan merupakan keadaan atau situasi sehat seseorang baik

7 Untuk itu, bank harus dapat memberikan perlindungan hukum terhadap nasabahnya dalam menggunakan produk barang atau jasa yang diberikan oleh pihak perbankan kepada konsumen

Gadjah Mada didukung oleh keanekaragaman koleksi, kualitas sumber daya manusia.. perpustakaan, fasilitas, dan nama besar Universitas Gadjah Mada. Dengan keunggul an ini,

Pencarian dokter berdasarkan riwayat kesehatan pasien yang bersangkutan yang tersimpan dalam database rumah sakit tersebut sebagai alternatif kedua dilakukan dengan memanggil

Desa Ngemplak dalam menjalankan pelaksanaan pelayanan administrasi kependudukan masih bersifat manual menggunakan program Microsoft excel dan Microsoft word. Ada pula

Menurut saya produk makanan dan minuman yang ditawarkan foodcourt Kampung Kuliner Binjai mengalami perkembangan dari... Variabel

Peluang emprik merupakan rasio dari hasil yang dimaksud dengan semua hasil yang mungkin pada suatu eksprimen lebih dari satu.Dalam suatu percobaan dimana setiap hasil memunyai

Metode konvensional yang umumnya untuk menyelesaiakan operasi ekonomis adalah menggunakan metode Lagrange.Dalam sistem tenaga listrik, penyelesaian operasi ekonomis