• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN SIKAP OPTIMISME DALAM MERAIH GELAR SARJANA PADA MAHASISWA JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM IAIN SALATIGA TAHUN 2016 SKRIPSI Disusun guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN SIKAP OPTIMISME DALAM MERAIH GELAR SARJANA PADA MAHASISWA JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM IAIN SALATIGA TAHUN 2016 SKRIPSI Disusun guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN SIKAP OPTIMISME

DALAM MERAIH GELAR SARJANA PADA MAHASISWA

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM IAIN SALATIGA

TAHUN 2016

SKRIPSI

Disusun guna Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh :

HENING RETNO ASTURINI

_______________________________________

NIM : 111-12-202

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)

ii

KEMENTERIAN AGAMA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA Jl. Tentara Pelajar No. 02 Phone (0298) 323706 Salatiga 50721 Website : www.iainsalatiga.ac.id E-mail: administrasi@iainsalatiga.ac.id Dr. Imam Sutomo, M. Ag.

Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini, kami kirimkan naskah skripsi saudara :

Nama : Hening Retno Asturini NIM : 111-12-202

Fakultas/Jurusan : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan/Pendidikan Agama Islam Judul Skripsi : HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN SIKAP

(3)

iii

KEMENTERIAN AGAMA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA Jl. Tentara Pelajar No. 02 Phone (0298) 323706 Salatiga 50721 Website : www.iainsalatiga.ac.id E-mail: administrasi@iainsalatiga.ac.id

PENGESAHAN

HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN SIKAP OPTIMISME DALAM MERAIH GELAR SARJANA PADA MAHASISWA JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM IAIN SALATIGA

TAHUN 2016

Disusun oleh : Hening Retno Asturini

NIM : 111-12-202

Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan PAI, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga pada tanggal ... 2016, dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 kependidikan Islam.

Susunan Panitia Ujian

Ketua Penguji : ……….………

Sekretaris Penguji : ……….……

Penguji I : ……….………

(4)

iv

DEKLARASI

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Hening Retno Asturini NIM : 111-12-202

Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan atau karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi.

Salatiga, 18 Maret 2016 Penulis

(5)

v MOTTO

نِإ َن ْوَلْعَلأا ُمُتنَأ َو اوُنَزْحَت َلا َو اوُنِهَت َلا َو

َنيِنِم ْؤُّم مُتنُك

-١٣٩

-

J

anganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati,

padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Puji syukur kepada Allah SWT, sehingga skripsi ini selesai. Skripsi ini saya persembahkan untuk orang-orang yang telah mendukung saya untuk selalu memperjuangkan mimpi saya:

1. Kepada kedua orang tua saya, ayah Sutikno dan bunda Hasrini, Jazakumullah

bi akhsanil jaza’ atas semua yang telah diberikan selama ini, juga untuk

setiap do’a yang dengan tulus diberikan, semoga Allah meridhai.

2. Kakak saya Susilo Wahyu Wicaksono dan adik saya Rizki Indah Wijayanti yang selalu memberi semangat dan motivasi dalam menggapai cita.

3. Dosen-dosen Tarbiyah, yang telah memberikan ilmu-ilmu, motivasi, dan segala inspirasi untuk menjadi bekal di masa yang akan datang.

4. Rekan-rekan seangkatan dan seperjuangan, khususnya kepada kakakku tercinta Khoiri Azizi yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi, dan selalu mengiringi langkahku dalam doa.

5. Seluruh rekan-rekan dan Pengurus HMI Cabang Salatiga, jazakumullah khoiron katsir telah menghadirkan semangat dalam setiap langkah. Semoga dapat memberikan manfaat bagi diri saya pribadi maupun orang lain atas ilmu-ilmu yang telah didapatkan dalam berorganisasi.

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Bismillahirromanirrohim

Assalamu’alaikumWr. Wb.

Segala puji bagi Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya.

Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar kesarjanaan Pendidikan Agama Islam, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini, tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Ibu Siti Rukhayati, M.Pd., selaku kepala jurusan Pendidikan Agama Islam. 3. Bapak Dr. Imam Sutomo, M. Ag., selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan tugas ini. 4. Bapak Dr. Adang Kuswaya, M. Ag., selaku pembimbing akademik (PA) yang

dengan sabar membimbing dan mengarahkan penulis dari semester 1 hingga semester akhir.

(8)

viii

6. Ayah dan bunda di rumah yang selalu mendoakan dan membantu dalam bentuk materi untuk membiayai penulis dalam menyelesaikan studi di IAIN Salatiga.

Harapan penulis, semoga amal baik yang telah diberikan mendapatkan balasan kebaikan yang berlipat ganda di sisi Allah SWT dan semoga Allah meridhoi persaudaraan ini. Akhirnya dengan tulisan ini semoga dapat bermanfaat bagi pembaca dalam menambah khasanah keilmuannya serta dapat mengambil hikmahnya dalam kehidupan sehari-hari.

Billahi taufiq wal hidayah

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Salatiga, 18 Maret 2016 Penulis

(9)

ix ABSTRAK

Retno, Asturini, Hening. 2016. Hubungan Konsep Diri dengan Sikap Optimisme dalam Meraih Gelar sarjana pada Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga Tahun 2016. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. Imam Sutomo, M. Ag.

Kata kunci: Konsep Diri dengan Sikap Optimisme

Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui hubungan konsep diri dengan sikap optimisme dalam meraih gelar sarjana pada mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga tahun 2016. Rumusan masalah yang ingin dicari jawabanya adalah (1) Bagaimana tingkat konsep diri mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga tahun 2016? (2) Bagaimana sikap optimisme dalam meraih gelar sarjana pada mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga tahun 2016? (3) Adakah hubungan konsep diri dengan sikap optimisme dalam meraih gelar sarjana pada mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga tahun 2016??

Pengumpulan data yang digunakan adalah menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu dilaksanakan dengan menggunakan metode angket atau kuesioner yang dibagikan pada 75 responden. Kemudian untuk mengetahui pengaruh variabel X terhadap Vaiabel Y yaitu dengan menggunakan Product Moment.

(10)

x Daftar Isi

Halaman Judul ... i

Halaman Nota Pembimbing ... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Deklarasi ... iv

Motto ... v

Persembahan ... vi

Kata Pengantar ... vii

Abstrak ... ix

Daftar Isi ... x

Daftar Tabel ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Hipotesis ... 8

E. Manfaat Penelitian ... 9

F. Definisi Operasional ... 10

G. Metode Penelitian ... 12

H. Sistematika Penulisan Skripsi ... 19

(11)

xi

1. Difinisi Konsep Diri ... 20

2. Jenis-jenis Konsep Diri ... 21

3. Komponen Konsep Diri ... 26

4. Perkembangan Konsep Diri ... 29

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri ... 32

B. Sikap Optimisme ... 42

1. Definisi Sikap Optimisme ... 42

2. Faktor-faktor pentingnya bersikap optimis ... 44

3. Sikap Optimis yang keliru ... 46

4. Cara membentuk Sikap Optimis ... 47

5. Cara melatih Sikap Optimis ... 49

6. Klasifikasi Sikap Optimis ... 51

7. Manfaat Sikap Optimis ... 53

C. Hubungan Konsep Diri dengan Sikap Optimis ... 56

BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum IAIN Salatiga ... 60

1. Identitas Sekolah ... 60

2. Sejarah Berdirinya IAIN Salatiga ... 60

3. Letak Geografis ... 68

4. Asas, fungsi dan tujuan ... 68

5. Visi dan Misi IAIN Salatiga ... 72

(12)

xii

B. Penyajian Data Penelitian ... 75

1. Daftar Nama Responden ... 76

2. Hasil Jawaban Angket ... 78

BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Pertama ... 89

1. Analisis Konsep Diri Mahasiswa ... 89

2. Analisis Sikap Optimisme Mahasiswa ... 96

B. Analisis Kedua ... 102

Analisis Uji Hipotesis ... 102

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 108

B. Saran-saran ... 109

(13)

xiii Daftar Tabel

Tabel 3.1 Daftar Nama Responden ... 76

Tabel 3.2 Skor Jawaban per Item Angket Konsep Diri Mahasiswa ... 79

Tabel 3.3 Jawaban Angket Konsep Diri Mahasiswa ... 81

Tabel 3.4 Skor Jawaban per Item Angket Sikap Optimisme Mahasiswa ... 83

Tabel 3.5 Jawaban Angket Sikap Optimisme Mahasiswa ... 86

Tabel 4.1 Hasil Skor Angket Konsep Diri Mahasiswa ... 90

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Konsep Diri Mahasiswa ... 93

Tabel 4.3 Nilai Interval Konsep Diri Mahasiswa ... 95

Tabel 4.4 Hasil Skor Sikap Optimisme Mahasiswa ... 96

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Sikap Optimisme Mahasiswa ... 99

Tabel 4.6 Nilai Interval Sikap Optimisme Mahasiswa ... 102

Tabel 4.7 Tabel Indeks Korelasi Besarnya Hubungan Konsep Diri dengan Sikap Optimisme Mahasiswa IAIN Salatiga Jurusan Pendidikan Agama Islam tahun 2016 ... 103

(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam setiap diri individu terdapat sifat-sifat positif dan sifat-sifat negatif. Masing-masing individu harus bertarung dalam mengelola sifat-sifat baik dan buruk yang terdapat dalam dirinya, agar menjadi makhluk yang mulia. Sifat-sifat buruk manusia bisa menjadi dominan ketika ia selalu mengedepankan hawa nafsu. Apabila dalam diri seseorang didominasi dengan sifat buruk, dan ia tidak dapat mengendalikan sifat tersebut, maka ia bisa terjatuh dalam keburukan yang semakin lama semakin menguat.

(15)

2

positif maka dapat membentuk pribadi yang mempunyai jiwa optimisme dan berkepribadian baik, sehingga disenangi oleh banyak orang.

Shavelson dkk mengatakan bahwa konsep diri adalah persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri. Persepsi tersebut melalui pengalaman seseorang dan interprestasi terhadap lingkungan serta dipengaruhi secara khusus oleh penguat penilaian dari orang-orang yang berarti bagi seseorang dan atribusi seseorang terhadap tingkah lakunya sendiri (Zulfan & Wahyuni, 2012:86). Maka dapat dikatakan bahwasanya persepsi seseorang terhadap dirinya bisa berupa persepsi yang positif atau negatif.

Konsep diri yang terdapat pada diri manusia dapat memberikan efek positif maupun efek negatif. Apabila seorang individu mampu berpandangan baik tentang dirinya sendiri maka akan berdampak efek positif bagi dirinya sendiri dan orang lain. Begitu juga sebaliknya, apabila seseorang tidak yakin dengan kemampuannya atau persepsi tentang dirinya tidak baik maka akan memunculkan efek negatif bagi dirinya sendiri dan orang lain. Allah SWT memberikan akal kepada manusia supaya mampu berprasangka baik tentang dirinya dan yakin akan kemampuan yang dimilikinya.

(16)

3

evaluasi tentang dirinya, termasuk citra yang dirasakan tentang dirinya dari orang lain, dan tentang akan menjadi apa ia, yang muncul dari suatu kepribadian yang dinilai dari pengalaman berinteraksi dengan lingkungan, atau dengan kata lain, kehidupan, perilaku dan kemampuan individu dalam kehidupan sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh konsep diri. Dalam hal ini menunjukkan bahwa konsep diri memainkan peran utama dalam perilaku manusia. Perubahan dalam konsep diri mengakibatkan perubahan dalam perilaku.

Konsep diri yang dimiliki seorang mahasiswa mengarahkan untuk mengetahui dan menilai dirinya seperti apa karakter, perilaku, dan bagaimana ia merasa puas menerima diri sepenuhnya. Selain itu dengan memiliki konsep diri yang baik, mahasiswa juga dapat melakukan penilaian terhadap dirinya melalui hubungan interaksi sosial atau aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, dan hal-hal lain di luar dirinya.

(17)

4

menghindari sikap defensif, dan lebih cermat memandang diri sendiri dan orang lain.

Pola pikir sangat berpengaruh terhadap sikap optimisme pada setiap diri seseorang, reaksi fisik akan menyebabkan terjadinya interaksi sosial seseorang, perubahan dalam perilaku individu berpengaruh terhadap bagaimana individu tersebut berfikir, dan bagaimana individu tersebut merasa, baik secara fisik maupun secara emosional. Pola berfikir seseorang sangat membantu dalam mengatasi masalah yang berhubungan dengan suasana hati. Seperti depresi, kecemasan, kemarahan, dan rasa bersalah. Apabila seseorang memiliki pola pikir positif maka individu tersebut dapat mengatasai masalah yang berhubungan dengan suasana hatinya sehingga dapat memunculkan sikap optimis dalam dirinya.

(18)

5

Optimisme merupakan sikap selalu mempunyai harapan baik dalam segala hal, serta kecenderungan untuk mengharapkan hasil yang menyenangkan. Optimisme juga dapat diartikan berfikir positif. Jadi optimisme lebih merupakan paradigma atau cara berfikir (Sarastika, 2014:98). Sikap optimisme itu bisa muncul karena faktor keyakinan akan kemampuan yang dimilikinya, dan munculnya sikap optimis itu karena kesadaran bahwa ketika seseorang memutuskan untuk melakukan sesuatu, maka itu yang akan dilakukannya. Artinya keputusan untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupannya dan selalu berharap untuk menghasilkan yang terbaik.

Sikap optimisme tidak bisa dibentuk secara instan, tetapi harus dengan cara melatih untuk selalu yakin dengan kemampuan yang dimilikinya dan selalu berfikir positif bahwa suatu yang diinginkan pasti tercapai dan menghasilkan yang terbaik. Salah satu faktor untuk memunculkan sikap optimis pada diri kita yakni dengan pembentukan konsep diri yang positif yang ada pada diri kita. Dengan yakin akan kemampuan yang dimiliki pada diri seseorang khususnya pada mahasiswa, maka dengan itu semua sikap optimisme akan semakin melekat pada setiap diri individu.

(19)

6

mahasiswa maka akan membantu dalam menyelesaikan semua tugas perkuliahannya dengan tepat waktu dan selalu memiliki harapan untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam penyelesaian semua tugas perkuliahannya.

Setiap mahasiswa pasti akan mengalami yang namanya tugas akhir (skripsi), dalam arti akan dihadapkan dengan tugas akhir, yang mana tugas itu ditempuh untuk mendapatkan gelar sarjana. Tugas ini amatlah berat bagi mahasiswa, jika tidak memiliki sikap yang optimis bahwa semua itu dapat diselesaikan dengan tepat waktu dan mendapatkan hasil yang terbaik.

(20)

7

mahasiswa dalam meraih gelar sarjana, khususnya pada mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga tahun 2016. Dengan demikian, penelitian ini peneliti memberi judul “HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN SIKAP OPTIMISME DALAM MERAIH GELAR SARJANA PADA MAHASISWA JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM IAIN SALATIGA TAHUN 2016”

B. Rumusan masalah

Adapun dari judul di atas, peneliti membuat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana tingkat konsep diri mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga tahun 2016?

2. Bagaimana sikap optimisme dalam meraih gelar sarjana pada mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga tahun 2016?

3. Adakah hubungan konsep diri dengan sikap optimisme dalam meraih gelar sarjana pada mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga tahun 2016?

C. Tujuan Penelitian

(21)

8

1. Untuk mengetahui bagaimana tingkat konsep diri mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga tahun 2016.

2. Untuk mengetahui bagaimana sikap optimisme dalam meraih gelar sarjana pada mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga tahun 2016.

3. Untuk mengetahui adakah hubungan konsep diri dengan sikap optimisme dalam meraih gelar sarjana pada rmahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga tahun 2016.

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Sugiyono, 2011:159). Demikian pula hipotesis merupakan suatu kesimpulan yang bersifat sementara, sehingga ada kalanya hipotesis itu benar dan ada kalanya salah.

Berdasarkan telaah di atas, peneliti mengajukan hipotesis sebagai

berikut: “Ada hubungan konsep diri dengan sikap optimisme mahasiswa

dalam meraih gelar sarjana”. Dengan kata lain semakin baik konsep diri

(22)

9 E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat secara teoretis

a. Dapat memberikan sumbangan ilmiah untuk memperluas dunia pendidikan khususnya dunia ilmu psikologi pendidikan.

b. Dapat memberikan sumbangan untuk peningkatan kualitas pendidikan dan sumber daya manusia, khususnya bagi para mahasiswa yang mengalami masalah terhadap konsep diri dan sikap optimisme.

c. Dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam penelitian selanjutnya yang sejenis.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Mahasiswa

Sebagai bahan informasi dalam usaha untuk mengembangkan konsep diri dan menumbuhkan sikap optimisme.

b. Bagi Peneliti

Menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang konsep diri dan sikap optimisme sehingga dapat mengembangkannya lebih luas baik secara teoretis maupun secara praktis.

c. Bagi Pembaca

(23)

10 F. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi kesalahan persepsi dan lebih mengarahkan pembaca dalam memahami judul skripsi ini peneliti merasa perlu untuk menjelaskan beberapa istilah yang terdapat dalam judul tersebut. Adapun istilah-istilah yang perlu dijelaskan adalah sebagi berikut:

1. Konsep Diri

Konsep diri adalah cara pandang terhadap diri sendiri sebagai suatu yang berharga atau tidak berharga. Konsep diri juga dapat dikatakan sebagai cara anak memandang dirinya sendiri (Sriyanti, 2014:91).

Menurut Brehm dkk, konsep diri adalah kumpulan keyakinan tentang diri sendiri dan atribut-atribut personal yang dimiliki (Rahman, 2013:40).

Menurut Shavelson dkk konsep diri adalah persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri. Persepsi tersebut melalui pengalaman seseorang dan interprestasi terhadap lingkungan serta dipengaruhi secara khusus oleh penguat penilaiaan dari orang-orang berarti bagi seseorang dan atribusi seseorang terhadap tingkah laku sendiri (Zulfan & Wahyuni, 2012:86).

(24)

11

Menurut Sarastika (2014:70-73) individu yang memiliki konsep diri positif ditandi dengan indikator sebgi berikut:

a. Tidak mengalami hambatan untuk berbicara dengan orang lain, bahkan dalam situasi yang masih asing.

b. Menerima pujian tanpa rasa malu. c. Bersikap teguh dalam pendirian.

d. Yakin dengan kemampuan dirinya dalam mengatasi masalah. e. Merasa setara dengan orang lain.

f. Mampu mengintropeksi dirinya sendiri. Indikator dari konsep diri negatif adalah:

a. Mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. b. Sulit mengakui kesalahan sendiri.

c. Mudah marah.

d. Kurang mampu dalam mengungkapkan perasaan. e. Merasa tidak diperhatikan.

f. Selalu bersikap pesimis dalam bentuk persaingan. 2. Sikap optimisme

(25)

12

Sikap optimis yakni sikap yang membersihkannya dari pemikiran-pemikiran hitam dan mengarahkannya menuju kerja yang positif dan menghasilkan, serta selalu mengejar hari esok yang lebih baik (Uqshari, 2006:42).

Menurut Bangkit (2014:151) sikap optimis adalah sikap yakin tentang adanya kehidupan yang baik. Keyakinan tersebut dapat dijadikan sebagai bekal untuk meraih hasil yang lebih baik.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwasanya sikap optimisme selalu mempunyai keyakinan untuk berfikir positif dan selalu mengharapkan hasil yang positif, serta menggali yang terbaik dalam dirinya sendiri dan mengharapkan hasil yang terbaik dari suatu situasi. Adapun indikator sikap optimisme yakni:

a. Mempunyai rasa percaya diri. b. Mempunyai harapan yang positif.

c. Bersikap gembira dalam menjalankan tugas. d. Tidak mudah putus asa.

e. Selalu berpandangan positif.

f. Yakin dengan kemampuan yang dimiliki. G. Metodologi Penelitian

(26)

13

menemukan, menguji dan mengembangkan suatu kebenaran. Penelitian adalah suatu teknik penelitian secara sistematis yang diperluas dengan menggunakan perkakas-perkakas khusus, alat-alat dan prosedur-prosedur, dalam rangka usaha mencapai pemecahan suatu problem secara lebih baik dari pada yang dicapai dengan alat-alat biasa CC. Crawford of Southern California dalam Kasiram (2008:36). Penelitian merupakan pemikiran yang luar biasa akan tetapi tetap sistematis dalam memecahkan masalah karena dalam penelitian untuk menguji kebenarannya dengan menggunakan data-data yang valid.

Kebenaran dalam penelitian dapat diterima oleh masyarakat apabila hasil penelitian itu dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Maka penulis akan melakukan penelitian dengan metode sebagai berikut:

1. Pendekatan dan rancangan penelitian

Penulis menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan rancangan studi korelasional, karena peneliti akan mencari hubungan antara variabel satu dengan variabel yang lain.

Dalam penelitian ini, peneliti memiliki dua variabel. Variabel yang pertama konsep diri dan variabel kedua sikap optimisme mahasiswa. Adapun rancangan penelitiannya adalah sebagai berikut:

(27)

14 c. Melaksanakan penelitian.

d. Melakukan analisis dan membuat laporan hasil penelitian. 2. Lokasi dan waktu penelitian

a. Lokasi penelitian

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga Jl. Tentara Pelajar No. 2 Telp.(0298) 323706 Fax 323433 Salatiga 50721.

b. Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 17 Desember 2015 s.d selesai. 3. Populasi dan Sampel

a. Populasi

(28)

15

sikap optimis juga mempunyai peran penting dalam penyelesaian tugas akhir tersebut (skripsi).

b. Sampel

(29)

16 4. Pengumpulan data

Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kuesioner atau angket, observasi langsung serta dokumentasi. Adapun rinciannya sebagai berikut:

a. Angket atau kuesioner

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2011:142).

Metode kuesioner ini akan digunakan untuk mendapatkan data tentang konsep diri dan sikap optimisme mahasiswa dalam meraih gelar sarjana.

b. Observasi

(30)

17 c. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan atau peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang (Sugiyono, 2011:240). Metode ini digunakan untuk melengkapi data tentang kondisi objek penelitian secara umum. Yaitu untuk mendapatkan data tentang kondisi geografis, monografis dan struktur pemerintahan.

5. Instrumen penelitian

Instrumen adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati (Sugiyono, 2011:102). Instrumen yang akan digunakan peneliti untuk mengetahui hubungan konsep diri dengan sikap optimis mahasisiwa dalam meraih gelar sarjana adalah daftar pertanyaan dalam angket.

6. Tehnik analisis data a. Analisis awal

(31)

18 Keterangan:

P = Persentase individu dalam golongan

F = Frekuensi.

N = Jumlah subjek dalam golongan

b. Analisis lanjutan

Analisis lanjutan dilakukan dengan menggunakan tehnik statistik untuk mencari adakah hubungan konsep diri dengan sikap optimisme mahasiswa dalam meraih gelar sarjana. Tehnik analisisnya menggunakan product moment sebagai berikut:

Keterangan :

rxy : Koefisien korelasi antara X dan Y

XY : Produk dari X dikali Y X : Variabel skor 1

Y : Variabel skor 2

N : Jumlah responden (Arikunto, 2006: 274).

(32)

19 H. Sistematika Penulisan Skripsi

Dalam penelitian skripsi ini, peneliti menyusun sistematikanya sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Memuat tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan dasar-dasar penelitian.

BAB II : LANDASAN TEORI

Memuat tentang kajian pustaka tentang hubungan konsep diri dengan sikap optimisme.

BAB III : PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

Memuat tentang gambaran umum hubungan konsep diri dengan sikap optimisme dalam meraih gelar sarjana pada mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga tahun 2016. Serta penyajian data gambaran umumnya.

BAB IV : ANALISIS

Memuat tentang hubungan konsep diri dengan sikap optimisme mahasiswa dalam meraih gelar sarjana. Selanjutnya adalah pengujian hipotesis sekaligus pembahasan.

BAB V : PENUTUP

(33)

20 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengetian Konsep Diri 1. Konsep Diri

Definisi konsep diri menurut beberapa para ahli masih berbeda-beda namun pada umumnya memiliki penekanan dan peran yang sama terhadap cara pandang diri.

Acuan dari teori psikologi menjelaskan bahwa konsep diri adalah pandangan dan sikap individu terhadap diri sendiri. Pandangan diri terkait dengan dimensi fisik, karateristik individu, dan motivasi diri. Pandangan diri tidak meliputi kekuatan-kekuatan individu, tetapi juga kelemahan bahkan kegagalan dirinya. Konsep diri adalah inti kepribadian individu (Susana dkk, 2006:32).

Menurut Devianti (2014:150) konsep diri adalah cara individu memandang dirinya secara utuh, baik fisik, emosional intelektual, sosial, dan spiritual. Konsep diri juga diartikan sebagai ide, pikiran, kepercayaan, dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam hubungan dengan orang lain.

(34)

21

dan interprestasi terhadap lingkungan serta dipengaruhi secara khusus oleh penguat penilaiaan dari orang-orang berarti bagi seseorang dan atribusi seseorang terhadap tingkah laku sendiri (Zulfan & Wahyuni, 2012:86).

Konsep diri memiliki beberapa komponen, yaitu: atribut interpersonal (saya seorang mahasiswa, saudara perempuan, sopir truk, pemain sepak bola) karateristik bawaan (saya laki-laki, asli Sunda, berusia 24 tahun), minat dan aktivitas (saya pintar memasak, saya suka nonoton film, saya kolektor prangko), self determination (saya beragama Islam, saya dapat menyelesaikan studi dengan tepat waktu), aspek eksistensial (saya orangnya menarik, saya orangnya unik), kepercayaan (saya menentang aborsi, saya seorang demokrat), kesadaran diri (saya orang baik, saya suka berbohong), dan diferensiasi sosial (saya berasal dari keluarga miskin, saya orang Indonesia) (Rahman, 2013:40).

Dari beberapa penjelasan di atas bahwasanya konsep diri adalah pandangan atau persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri. Pandangan dan perasaan tentang dirinya tersebut merupakan pandangan dari segi psikologi sosial dan fisik, dan bisa bersifat positif atau negatif sesuai dengan konsep diri yang dimiliki setiap individu.

2. Jenis-jenis Konsep Diri

(35)

22 a. Konsep diri positif

Dasar konsep diri positif adalah penerimaan diri. Kualitas ini lebih mengarah ke kerendahan hati dan kedermawaan dari pada keangkuhan dan keegoisan (Sarastika, 2014:72). Tanda-tanda individu yang memiliki konsep diri yang positif adalah sebagai berikut:

1) Yakin dengan kemampuan

Orang yang berkonsep diri positif yakin akan kemampuannya dalam mengatasi masalah. Orang yang seperti ini mempunyai rasa percaya diri sehingga merasa mampu dan yakin untuk mengatasi masalah yang dihadapi, tidak lari dari masalah, dan percaya bahwa setiap masalah pasti ada jalan keluarnya.

2) Setara dengan orang lain

Ciri-ciri yang kedua adalah merasa setara dengan orang lain. Namun begitu, ia selalu merendahkan hati, tidak sombong, tidak mencela atau meremehkan siapa pun, dan selalu menghargai orang lain.

3) Siap dengan pujian

(36)

23 4) Peka

Orang yang berkonsep diri positif menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan dan keinginan serta perilaku yang tidak seharusnya disetujui oleh masyarakat. Ia peka terhadap perasaan orang lain sehingga akan menghargai perasaan orang lain sehingga akan menghargai perasaan orang lain meskipun kadang tidak disetujui oleh masyarakat.

5) Pintar introspeksi

Mampu memperbaiki karena ia sanggup menggunakan aspek-aspek kepribadian tidak disenangi dan berusaha mengubahnya. Ia mampu untuk mengintrospeksi dirinya sendiri sebelum mengintrospeksi orang lain, dan mampu untuk mengubahnya menjadi lebih baik agar diterima di lingkungannya. b. Konsep diri negatif

Menurut Devianti (2014:156-157) individu yang memiliki konsep diri negatif cenderung menunjukkan karakteristik sebagai berikut:

1) Peka terhadap kritikan

(37)

24

orang seperti ini koreksi sering dipersepsi sebagai usaha untuk menjatuhkan harga dirinya. Dalam berkomunikasi orang yang memiliki konsep diri negatif cenderung menghindari dialog yang terbuka, dan bersikeras mempertahankan pendapatnya dengan berbagai logika yang keliru.

2) Responsif sekali terhadap pujian

Walaupun ia berpura-pura menghindari pujian, ia tidak dapat menyembunyikan antusiasmenya pada waktu penerimaan pujian. Buat orang seperti ini, segala macam embel-embel yang menjunjung harga dirinya menjadi pusat perhatiaan. Bersama dengan kesenangannya terhadap pujian, merekapun hiperkritis terhadap orang lain.

3) Cenderung bersikap hiperkritis

Ia selalu mengeluh, mencela atau meremehkan apa pun dan siapa pun, mereka tidak pandai dan tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau pengakuan pada kelebihan orang lain.

4) Cenderung merasa tidak disenangi oleh orang lain

(38)

25

disenangi, misalkan membenci, mencela atau bahkan yang melibatkan fisik yaitu mengajak berkelahi.

5) Bersikap pesimis terhadap kompetisi

Hal ini terungkap dalam keengganannya untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi. Ia akan menganggap tidak akan berdaya melawan persaingan yang merugikan dirinya. Jadi pada dasarnya orang yang memiliki konsep diri positif dia akan yakin dengan kemampuan yang dimilikinya dan memandang baik tentang dirinya, sehingga selalu bersikap optimis, percaya diri dan selalu bersikap positif serta teguh terhadap segala sesuatu, termasuk juga terhadap kegagalan yang dialami, seperti yang dikatakan Susana dkk (2006:19) bahwasanya orang yang memiliki konsep diri positif yang ditunjukkan melalui self esteem yang tinggi, segala perilaku akan tertuju pada keberhasilan.

(39)

26

diri negatif, maka akan mengembangkan perasaan tidak mampu dan rendah diri.

3. Komponen Konsep diri

Menurut Devianti (2014:153-155) konsep diri memiliki beberapa komponen, di antara komponen konsep diri tersebut adalah:

a. Citra tubuh

Citra tubuh adalah persepsi seseorang tentang tubuh, baik secara internal maupun eksternal. Persepsi ini mencakup perasaan dan sikap yang ditujukan pada tubuh. Citra tubuh dipengaruhi oleh pandang pribadi tentang karateristik dan kemampuan fisik serta persepsi diri pandangan orang lain. Konsep diri yang baik tentang citra tubuh adalah kemampuan seseorang menerima bentuk tubuh yang dimiliki dengan senang hati dan penuh rasa syukur serta selalu berusaha untuk merawat tubuh dengan baik.

b. Ideal diri

(40)

27

Seseorang yang memiliki konsep diri yang baik tentang ideal diri, apabila dirinya mampu bertindak dan berperilaku sesuai dengan kemampuan yang ada pada dirinya dan sesuai dengan apa yang diinginkannya.

c. Harga diri

Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisis seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal dirinya. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain yaitu dicintai, dihormati dan dihargai. Individu akan merasa harga dirinya tinggi bila sering mengalami keberhasilan, sebaliknya individu akan merasa harga dirinya rendah bila sering mengalami kegagalan, tidak dicintai, atau tidak diterima lingkungan. Pada masa dewasa akhir timbul masalah harga diri, karena adanya tantangan baru sehubungan dengan pensiun ketidakmampuan fisik, berpisah dari anak, kehilangan pasangan dan sebagainya. Seseorang yang memiliki konsep diri yang baik berkaitan dengan harga diri apabila mampu menunjukkan keberdayaannya dibutuhkan oleh banyak orang, dan menjadi bagian yang dihormati oleh lingkungan sekitar.

d. Peran diri

(41)

28

serta dalam kehidupan sosial dan merupakan cara untuk menguji identitas dengan memvalidasi pada orang yang berarti. Individu dikatakan memiliki konsep diri yang baik berkaitan dengan peran adalah adanya kemampuan untuk berperan aktif dalam lingkungan, sekaligus menunjukkan bahwa keberadaanya sangat diperlukan oleh lingkungan.

e. Identitas diri

Identitas diri adalah kesadaran tentang diri sendiri yang dapat diperoleh dari observasi dan penilaian terhadap dirinya, menyadari individu bahwa dirinya berbeda dengan orang lain. Identitas diri merupakan sintetis dari semua aspek. Konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh, tidak dipengaruhi oleh pencapaian tujuan, atribut atau jabatan serta peran. Seseorang yang memiliki perasaan identitas diri yang kuat akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain, dan tidak ada duanya. Kemandirian timbul dari perasaan berharga, kemampuan dan penguasaan diri. Dalam identitas diri ada otonomi yaitu mengerti dan percaya diri, respek terhadap diri, mampu menguasai diri, mengatur diri dan menerima diri.

(42)

29

memandang dirinya secara positif maka dapat maraih kesuksesan dalam hidupnya.

4. Perkembangan konsep diri

Konsep diri bukanlah merupakan faktor hereditas, melainkan faktor yang dipelajari dan terbentuk melalui pengalaman dan hubungan individu dengan orang lain. Menurut Hurlock (dalam Zulfan & Wahyuni, 2012:91) mengatakan bahwa konsep diri terbentuk berdasarkan hubungan anak dengan orang lain, misalnya dengan orang tua dan anggota keluarga lainnya. Bagaimana mereka memperlakukan anak, apa yang mereka katakan mengenai anak, dan bagaimana status anak dalam kelompok tempat ia mengidentifikasi diri, akan memengaruhi perkembangan konsep diri anak.

Menuru Hurlock (dalam Zulfan & Wahyuni, 2012:91) merinci pola perkembangan konsep diri, sebagai berikut:

a. Konsep diri primer (the primer self-concept)

Dibentuk berdasarkan pengalaman anak di rumah, sehingga tertanam bermacam-macam konsep diri, yang dihasilkan dari pengalaman dengan anggota-anggota keluarga yang berbeda seperti orang tua dan saudara-saudaranya.

(43)

30

Demikian pula, pembentukan konsep-konsep permulaan dalam kehidupan mereka, aspirasi mereka, tanggung jawab mereka pada orang lain adalah didasarkan pada tuntunan dan bimbingan dari orang tua mereka.

b. Konsep diri sekunder (the secondary self concept)

Dengan bertambahnya hubungan anak di luar rumah maka anak memerlukan konsep diri orang lain terhadap dirinya, hal ini menimbulkan konsep diri sekunder. Jadi, konsep diri sekunder adalah bagaimana anak melihat diri mereka berdasarkan pandangan orang lain. Konsep diri primer sering kali menentukan konsep diri sekunder. Perkembangan konsep diri sekunder akan dibentuk oleh kepercayaan yang mereka miliki.

Perkembangan konsep diri menurut Lewis dan Brooks (dalam Zulfan & Wahyuni, 2012:92) dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu:

existensial self, categorial self, dan self esteem (harga diri).

(44)

31

self esteem ialah aspek efektif dari konsep diri yang merupakan nilai yang diberikan terhadap kualitas dirinya sendiri.

Menurut Roger yang dikutip Bee (dalam Zulfan & Wahyuni, 2012:93) mengatakan konsep diri berkembang melalui proses. Pada mulanya anak mengobservasi fungsi dirinya sendiri sebagaimana ia melihat lingkah laku dari orang lain. Pada mulanya anak menyadari

dirinya, dan mulai memberikan “sifat khusus” terhadap dirinya sendiri,

misalnya: mudah marah, mempunyai sedikit tenaga dan sebagainya. Mereka mengambil nilai-nilai untuk menjelaskan diri mereka. Konsep diri berkembang perlahan-lahan melalui interaksi anak dengan orang lain di lingkungan sekitarnya. Roger berasumsi bahwa manusia berusaha melihat konsistensi antara pengalaman dan citra dirinya (Zulfan & Wahyuni, 2012:93).

(45)

32

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Konsep Diri

Zulfan & Wahyuni (2012:94) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah:

a. Peranan kemampuan dan penampilan fisik

Salah satu sumber yang penting dari konsep diri adalah citra fisik. Hal ini adalah merupakan cara bagi seseorang melihat fisiknya, yang meliputi tidak hanya apa yang dilihat dari pantauan cermin tetapi juga berdasarkan pengalaman melalui refleksi orang lain. Menurut Fisher yang dikutip Eastwood (dalam Zulfan & Wahyuni, 2012:94) tidak ada yang lebih menarik dilihat dari citra fisik, misalnya foto orang yang bersangkutan biasanya menimbulkan keinginan bagi orang tersebut untuk melihat dirinya. Remaja cenderung tidak merasa bahagia bila ada hambatan dalam penampilan fisik dan kadang-kadang menimbulkan ketidakpuasan.

(46)

33

Bagaimana seseorang menerima citra fisiknya dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan kebudayaan. Disamping itu, penilaian citra fisik juga berbeda bagi masing-masing individu. Umumnya pria menginginkan badan yang tinggi dan besar serta mempunyai kemampuan fisik yang kuat, sedangkan wanita menginginkan tubuh yang lembut, ramping, dan mempunyai daya tarik yang memadahi.

Penelitian yang dilakukan Berscheld dkk, yang dikutip Alwater (dalam Zulfan & Wahyuni, 2012:95) menemukan bahwa responden yang mempunyai citra fisik di atas rata-rata menunjukkan sifat yang lebih menyenangkan, intelegensinya lebih tinggi dan lebih asertif dari responden yang mempunyai citra fisik di bawah rata-rata. Dengan demikian, keadaan dan penampilan fisik yang baik merupakan aspek yang penting untuk memperoleh tanggapan yang baik dari lingkungan. Tanggapan tersebut merupakan refleksi yang digunakan individu untuk menilai dirinya sendiri.

b. Peranan keluarga

(47)

34

lebih luas, misalnya teman sekolah atau teman bermain. Oleh karena itu, konsep diri terbentuk melalui interaksi dan pengalaman dengan orang-orang yang berarti dalam kehidupannya, maka orang-orang tersebut adalah berperan penting dalam pembentukan konsep diri anak. Konsep diri merupakan mirror image dari kepercayaan anak kepada orang-orang yang berarti dalam kehidupannya, maka hubungan dan suasana yang buruk dalam keluarga dapat menimbulkan konsep diri yang tidak menguntungkan bagi anak. Akibatnya, anak dapat menjadi pemberontak, agresif, menarik diri atau mementingkan diri sendiri. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa orang tua mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembentukan konsep diri. Cara orang tua mengasuh anaknya akan berpengaruh terhadap anak dalam menilai dirinya. Jika anak dapat pengalaman yang baik dalam keluarga, maka ia akan dapat mengembangkan dan menilai dririnya secara baik pula.

(48)

35

aman, sulit menyesuaikan diri, merasa rendah diri, dan kurang menghargai orang lain. Jadi pengalaman-pengalaman yang diterima anak dalam keluarga akan memengaruhi perkembangan dan pembentukan konsep diri anak.

c. Peranan kelompok teman sebaya

Teman sebaya merupakan salah satu kelompok sosial yang berperan penting dalam proses sosialisasi anak. Dalam kelompok tersebut anak akan memperoleh berbagai pengalaman belajar yang diperlukan bagi perkembangannya. Matin dan Stendler menyebutkan beberapa peranan kelompok teman sebaya, yaitu: memberi model, memberikan penghargaan, memberikan identitas diri dan memberikan semangat (Zulfan & Wahyuni, 2012:98).

(49)

36

lain, flexsibel, simpatik, mempunyai daya tarik fisik, suka humor gembira, dan sebagainya (Zulfan & Wahyuni, 2012:99). Anak-anak yang ditolak oleh teman-temannya sering merasa malu, resesif, terkucil dan mementingkan diri sendiri. Anak yang diterima oleh teman-temannya akan merasa lebih baik dari pada anak yang ditolak oleh teman-temanya.

Konsep diri anak secara langsung dan tidak langsung dipengaruhi oleh kelompok bermain. Kelompok bermain dapat memberi beberapa informasi yang kadang-kadang juga berubah. Selain itu, kelompok bermain berfungsi sebagai sumber bagi anak untuk membandingkan dirinya dengan teman-temannya.

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil pengertian bahwa hubungan anak dengan teman-temanya akan berpengaruh terhadap konsep diri anak.

d. Peranan harga diri

(50)

37

Harga diri akan berpengaruh pada tingkah laku seseorang seperti yang dikatakan Robinson dan Shaver (dalam Zulfan & Wahyuni, 2012:100) bahwa kepuasan hidup dan kebahagiaan hidup mempengaruhi korelasi dengan harga diri. Kepuasan diri dicapai oleh orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik serta terhindar dari rasa cemas, keragu-raguan dan simtom psikomatik.

Disamping itu penelitian yang dilakukan Daly dan Burton (dalam Zulfan & Wahyuni, 2012:100) menemukan korelasi negatif antara harga diri dan perasaan tidak rasional. Selanjutnya mereka mengatakan banyak diantara klien yang mencari pelayanan konseling, problemnya adalah rendahnya harga diri mereka.

Berdasarkan uraian dan fakta yang disebutkan di atas dapat diambil pengertian bahwa adanya sifat-sifat tertentu yang dihasilkan oleh harga diri, akan mempengaruhi konsep diri seseorang.

Pendapat lain seperti yang dikemukakan Devianti (2014:150-152) tentang faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri diantaranya adalah:

a. Teori perkembangan

(51)

38

kegiatan eksplorasi lingkungan melalui bahasa, pengalaman atau pengenalan tubuh, nama panggilan, pengalaman budaya dan berhubungan interpersonal, kemampuan pada area tertentu yang di nilai oleh diri sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasi potensi yang nyata.

b. Significant other (orang yang terpenting atau terdekat)

Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain, belajar mengenai diri sendiri melalui cerminan orang lain yaitu dengan cara pandang diri merupakan interprestasi dalam pandangan orang lain terhadap diri anak sangat dipengaruhi orang yang dekat, remaja dipengaruhi oleh orang lain yang dekat dengan dirinya, pengaruh orang dekat atau orang penting sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya, dan sosialisasi.

c. Self perception (persepsi diri sendiri)

(52)

39

lingkungan. Sedangkan konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang terganggu.

d. Pola asuh orang tua

Pola asuh orang tua seperti sudah diuraikan di atas turut menjadi faktor yang signifikan dalam mempengaruhi konsep diri yang terbentuk. Sikap positif orang tua yang terbaca oleh anak, akan menumbuhkan konsep dan pemikiran yang positif serta sikap menghargai diri sendiri.

Sikap negatif orang tua akan mengundang pertanyaan pada anak, dan menimbulkan asumsi bahwa dirinya tidak cukup berharga untuk dikasihi, untuk disayangi dan dihargai, dan semua itu akibat kekurangan yang ada padanya, sehingga orang tua tidak sayang.

e. Kegagalan

Kegagalan yang terus menerus dialami seringkali menimbulkan pertanyaan kepada diri sendiri dan berakhir dengan kesimpulan bahwa semua penyebabnya terletak pada kelemahan diri. Kegagalan membuat orang merasa dirinya tidak berguna.

f. Depresi

(53)

40

diundang kesebuah pesta, maka berfikir bahwa karena saya “miskin”

maka saya tidak pantas diundang. Orang yang depresi sulit melihat apakah dirinya mampu survive menjalani kehidupan selanjutnya. Orang yang depresi akan menjadi super sensitif dan cenderung mudah tersinggung atau termakan ucapan orang lain.

Dari bebrapa pendapat tentang faktor perkembangan konsep diri di atas dapat disimpulkan bahwa, peranan keluarga, peranan lingkungan, peran kemampuan yang dimiliki dan peran harga diri merupakan faktor yang dominan dalam mempengaruhi perkembangan konsep diri seseorang. 6. Dasar Pembentukan Konsep Diri

Menurut Copersmith (dalam Susana dkk, 2006:34) ada empat faktor yang berperan dalam pembentukan konsep diri individu, yaitu:

a. Faktor kemampuan

Setiap individu mempunyai kemampuan. Oleh karenanya, kemampuan yang ada pada diri setiap individu harus dilatih dan dikembangkan, karena setiap individu mempunyai peluang untuk mengembangkan kemampuannya sehingga dapat melakukan sesuatu. b. Faktor perasaan berarti

(54)

41 c. Faktor kebajikan

Ketika diri individu telah memiliki perasaan berarti, maka akan tumbuh kebajikan dalam dirinya. Sehingga merasa lingkungan adalah tempat yang menyenangkan dan nyaman. Tempat dengan atmosfir yang nyaman akan menjadikan diri individu berbuat kebajikan bagi lingkungannya.

d. Faktor kekuatan

Pola perilaku berkarateristik positif memberikan kekuatan bagi individu akan dapat menghalau upaya yang negatif. Sebagai contoh, takut untuk menyontek, berbohong, dan melakukan perbuatan yang negatif lainnya.

Keempat faktor tersebut harus dimiliki oleh setiap diri individu supaya memiliki konsep diri yang positif. Begitu juga sebaliknya, jika dalam diri individu tidak tertanam empat faktor pembentukan konsep diri tersebut, maka akan berdampak negatif dalam pembentukan konsep dirinya.

Sedangkan menurut Rahmat (2005:99) konsep diri dibentuk oleh dua ciri, yaitu ciri kognitif dan ciri afektif. Dalam psikologi sosial, ciri kognitif disebut citra diri (self image) dan ciri afektif disebut harga diri

(self esteem).

(55)

42

penjelasan tentang “siapa saya” yang akan memberikan gambaran tentang

dirinya. Gambaran tersebut akan membentuk citra diri. Ciri afektif merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri. Penilaian tersebut selanjutnya akan membentuk penerimaan tentang dirinya dan pembentukan harga diri. Contoh: saya merasa senang dengan keadaan diri saya yang mencapai tujuan tahap demi tahap.

Penilaian diri yang demikian menunjukan pada diri yang positif dengan berdasarkan penerimaan diri yang pada tahap berikutnya akan terbentuk harga diri yang positif. Jadi pada dasarnya, pembentukan konsep diri adalah pengetahuan dan harapan individu tentang dirinya sendiri (ciri kognitif) dan penilaian individu terhadap dirinya sendiri (ciri kognitif). Sehingga ciri kognitif bersifat obyektif dan ciri afektif bersifat subyektif. B. Sikap Optimisme

1. Sikap optimisme

Dalam bahasa arab, optimisme sering disebut At-Tafa’ul. Dalam kamus Al Munjid disebutkan makna Tafa’ul sebagai: “Dhad-du at-tasya’am (lawan dari pesimis). Sedangkan dalam kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI), optimisme adalah: “Paham (keyakinan) atas segala

sesuatu dari segi yang baik dan menyenangkan, sikap selalu mempunyai harapan baik dalam segala hal (Waskito, 2013:1-2).

(56)

43

menyenangkan. Optimisme juga dapat diartikan berfikir positif. Jadi optimisme lebih merupakan paradigma atau cara berfikir (Sarastika, 2014:98).

Sikap optimis yakni sikap yang membersihkannya dari pemikiran-pemikiran hitam dan mengarahkannya menuju kerja yang positif dan menghasilkan, serta selalu mengejar hari esok yang lebih baik (Uqshari, 2005:42).

Menurut Asmani (2012:191) optimis adalah sikap pantang menyerah dalam menghadapi situasi sesulit apapun, dan mampu menemukan solusi efektif bagi masalah-masalah pelik yang dihadapi.

Dalam Islam dikenal tafa’ul, ajaran yang mendorong manusia untuk selalu semangat dan yakin tentang keberhasilan manakala mengerahkan segenap kemampuan yang dimiliki. Dalam bahasa Indonesia modern, kata ini dipadankan dengan optimis (Abduh, 2010:17).

Menurut Wardoyo (2010:91) optimisme merupakan sikap selalu mempunyai harapan baik dalam segala hal, serta kecenderungan untuk mendapatkan hasil yang menyenangkan. Optimisme dapat juga diartikan berfikir positif.

(57)

44

optimis bahwa dengan kemampuan yang dimiliki dapat meraih kesuksesan. Sebagaimana firman allah dalam Qs. Ali-Imron ayat 139, sebagai berikut:

َنيِنِم ْؤُّم مُتنُك نِإ َن ْوَلْعَلأا ُمُتنَأ َو اوُنَزْحَت َلا َو اوُنِهَت َلا َو

-١٣٩

-

Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.

Sikap optimisme merupakan yakin akan kemampuan yang dimiliki, dengan selalu berfikir positif dan realistis sehingga ia mampu bersosialisai secara baik dengan orang lain. Maka ketika seseorang selalu berfikir positif akan selalu terpanggil dan tertantang untuk menciptakan hal-hal yang baru yang membawa harkat dan mertabat manusia pada tingkat yang lebih tinggi.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwasanya sikap optimisme selalu mempunyai keyakinan untuk berfikir positif dan selalu mengharapkan hasil yang positif, serta menggali yang terbaik dalam dirinya sendiri dan mengharapkan hasil yang terbaik dari segala situasi. 2. Faktor-faktor Pentingnya besikap Optimis

(58)

45 a. Menyalurkan energi positif

Membiasakan diri bersikap optimis dapat membantu seorang individu mengeluarkan energi yang positif berupa dorongan menciptakan langkah dan hasil yang lebih baik. Bersikap optimis bersumbser dari harapan yang keberadaanya tidak pernah padam. Jika seorang individu memiliki harapan baik, maka akan memunculkan energi dorongan yang besar.

b. Perlawanan

Seseorang yang memiliki optimisme yang tinggi pada umumnya memiliki perlawanan kuat untuk menyelesaikan masalah. Begitu pula sebaliknya, orang dengan kadar optimisme rendah atau didominasi perasaan pesimis, pada umumnya memiliki tingkat perlawanan lemah. Bahkan orang seperti itu kerap memiliki kecenderungan mudah menyerah. Less Brown (dalam Ananta, 2014:117) mengatakan bahwa setiap manusia dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu the winner (pemenang), the loser (pecundang), serta the potential winner

(calon pemenang). Diantara ketiganya yang paling baik ialah kategori

(59)

46 c. Sistem pendukung

Membiasakan diri selalu bersikap optimis juga berfungsi sebagai sistem pendukung. Ketika seseorang mampu berfikir untuk meraih sebuah kesuksesan dan memiliki kemauan kuat untuk berhasil yang ditunjang oleh sikap optimis, maka hampir dipastikan seseorang tersebut akan merahinya.

Sikap optimis sangat penting untuk mejalani kehidupan, karena dengan seseorang selalu bersikap optimis maka akan mendapatkan energi yang positif akan mendorong seseorang untuk melangkah kedepan yang lebih baik. Sehingga ketika menghadapi suatu permasalah maka dapat menyelesaikannya dan mendapatkan hasil yang terbaik.

3. Sikap optimis yang keliru

Sikap optimis perlu dimiliki setiap orang. Oleh karena itu, dibutuhkan kesadaran untuk senantiasa membiasakan diri bersikap optimis, tetapi terdapat beberapa sikap optimis yang keberadaanya justru patut dihindari. Menurut Ananta (2014:118) sikap optimis yang tidak bermanfaat tersebut antara lain:

a. Terlalu optimis

(60)

47

sehingga tidak mempersiapkan diri terhadap kemungkinan terburuk yang bisa terjadi kapan saja.

b. Optimis tanpa dasar atau sebab

Memiliki sikap optimis harus diiringi dengan menentukan sasaran yang jelas dan telah dipertimbangkan sebelumnya melalui akal sehat. Sasaran tersebut bukan berasal dari fantasi atau khayalan berdasarkan keinginan sesaat (mood).

c. Optimis hanya untuk tujuan tertentu

Sikap adalah jalan, bukan tujuan hidup, yaitu alat yang dibutuhkan dalam menempuh kehidupan. Memiliki sikap optimis bertujuan agar seseorang memiliki dorongan kuat dalam melakukan hal-hal positif.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa sikap optimis yang keliru dapat membuat seseorang akan mengalami suatu penyesalan. Dalam arti ketika seseorang menerapkan sikap optimis dalam membangun harapan secara berlebih-lebihan, tanpa ada sasaran tertentu dan hanya untuk tujuan tertentu bukan didasari dengan hati yang senang, maka ketika semua itu tidak dapat diraihnya penyesalan dan kekecewaanlah yang dirasakannya.

4. Cara Membentuk Sikap Optimisme

(61)

48

a. Memahami esensi dan makna sikap optimisme

Langkah pertama dan yang paling mendasar adalah memahami hakikat sebenarnya dari sikap optimis.

b. Berfikir positif

Pikiran positif akan menghasilkan sikap produktif. Berfikir positif dapat menghasilkan kekuatan yang menjadi unsur penting dalam menciptakan jenis kehidupan seseorang.

c. Bersemangat

Semangat merupakan salah satu bagian terpenting untuk membangun etos kerja secara maksimal. Memiliki semangat tinggi sangat membantu membangun karir yang gemilang.

d. Mengenali diri sendiri

Seseorang harus mampu mengenali diri sendiri agar mampu mengembangkan sikap dan perasaan optimis.

e. Mampu mengendalikan emosi

(62)

49 f. Menjaga sikap baik

Memiliki kepribadian serta dipandang sebagai pribadi yang baik merupakan salah satu cara membentuk sikap optimis.

Dari pemaparan di atas tentang cara membentuk sikap optimis dapat ditarik kesimpulan bahwasannya sikap optimis tidak bisa dibentuk secara instan, melainkan dengan selalu berfikir positif dalam segala hal, menunjukkan semangat yang tinggi dalam meraih keinginan, dapat mengenali dan berpandangan positif terhadap dirinya, dapat mengendalikan emosi, dan yang paling penting adalah harus selalu bersikap baik kepada semua orang. Maka dengan cara-cara seperti itu dapat membentuk pribadi yang selalu bersikap optimis.

5. Cara melatih sikap optimis

Menurut Sarastika (2014:102-104) ada beberapa cara yang bisa dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari untuk melatih sikap optimis, diantaranya yaitu:

a. Tingkatkan keyakinan dengan mendekatkan diri kepada Allah

(63)

50

baik dan bergaul di lingkungan yang baik, sebaliknya seseorang merasa susah bisa jadi salah satu penyebabnya karena sikap kurang baik dan bergaul pada lingkungan yang tidak baik.

b. Motivasi diri sendiri

Saat seseorang berhadapan dengan suatu tantangan maka

katakanlah “pasti bisa”, “pasti berhasil”, selalulah berdoa meminta

kepada Allah agar selalu dimudahkan segala urusan. Selalu katakanlah bantuan Allah akan segera datang cepat atau lambat. Seperti itulah contoh dari motivasi diri sendiri, yakni selalu berfikir positif dan yakinkan diri sepenuhnya.

c. Bayangkan manfaat yang didapat menjadi diri yang optimis

Bayangkan setelah berhasil melawan dan menyelesaikan tantangan, maka tinggal menikmati hasil dari kesuksesan itu. Bayangkan tingkat kesabaran lebih tinggi setelah bersusah payah melatih diri, melawan, menyelesaikan tantangan. Dengan membayangkan hal-hal yang positif, diharapkan membangkitkan gairah semangat, jadi termotivasi, muncul ide kreatif, tidak mudah menyerah, sehingga memudahkan dalam menyelesaikan tantangan. d. Jadikan masalah sebagai tantangan bukan menjadi beban

(64)

51

tantangan, rubahlah pola pikir bahwa masalah itu sebagai pelajaran, rubahlah pola pikir bahwa masalah sebagai guru yang memberikan pengalaman berharga. Kalau seperti itu, maka dapat mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang harus dilakukan atau tidak dilakukan.

e. Bebaskan diri dari perasaan takut gagal

Perasaan takut gagal akan mencegah seseorang untuk mengarungi pengalaman yang sangat banyak, menarik dan berguna. Jangan khawatir tentang pandangan orang lain, cacian orang lain terhadap kita, karena hal itu sebagai nilai rapor untuk mengembangkan menjadi diri yang lebih baik. Jadikan kegagalan ini sebagai pintu menuju kesuksesan, karena kegagalan benar-benar pintu gerbang kesuksesan.

Dari penjelasan di atas bahwasanya untuk menjadi pribadi yang optimis perlu dilatih dengan cara mendekatkan diri kepada Allah, selalu memotivasi diri dengan hal-hal yang positif, membayangkan ketika meraih kesuksesan, menjadikan masalah sebagai tantangan bukan menjadi beban, dan meninggalkan perasaan takut akan kegagalan. Dengan cara-cara seperti itu, sikap optimis pasti selalu tertanam dalam diri. Sehingga selalu bersikap optimis dalam segala urusan.

(65)

52

Menurut Uqshari (2005:87-89) sikap optimisme diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu:

a. Sikap optimis irrasional

Sikap optimis model ini lebih bisa diartikan dengan sebuah

“sikap optimis sembrono” ketimbang sikap optimis yang

sesungguhnya, atau sikap optimis yang aplikasinya dalam bentuk khayalan dan angan-angan belaka.

b. Sikap optimis rasional

Sikap optimis rasional yaitu sikap optimis yang potensial, mendorong seseorang individu untuk bersikap serius manakala berhadapan dengan karakter dirinya, masalah-masalah yang menghadangnya, situasi-situasi yang sedang dihadapinya, individu-individu yang sedang ia ajak berinteraksi, serta dalam setiap permasalahan kehidupan lainnya. Singkat kata, ia adalah sebentuk sikap optimis yang potensial melepaskan seseorang dari berbagai bentuk pola pikir negatif. Disamping itu, sikap optimis model ini akan mengarahkan seseorang pada efektivitas kerja positif yang produktif.

(66)

53

psikologis yang khusus dimiliki oleh akal dari sekian macam kondisi psikologis yang meski dimiliki oleh setiap individu. Maka dari itu, sikap optimis rasional merupakan kondisi psikologis yang didukung oleh kemauan keras dan rasa percaya diri.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwasanya sikap optimisme diklasifikasikan menjadi dua, yang pertama sikap optimis irrasional, yang mana seseorang mempunyai sikap optimisme dalam khayalan dan angan-angan belaka tanpa sasaran dan tujuan tertentu. Sedangkan yang kedua yaitu sikap optimis rasional, yang mana sikap yang mendorong seseorang untuk bersikap serius dalam menyelesaikan semua permasalahan yang dihadapi, dan dapat mengimplementasikan sesuatu yang ingin dicapainya bukan hanya sekedar angan-angan saja. Maka dengan bersikap optimis rasional, dapat melepaskan seseorang dari berbagi bentuk pola pikir negatif.

7. Manfaat sikap optimis

Menurut Wakito (2013:503-506) beberapa manfaat sikap optimis diantaranya yaitu:

(67)

54

b. Jika seseorang tidak bersikap optimis, berarti ia akan pesimis atau putus asa. Padahal sikap putus asa dilarang dalam Islam, Allah berfirman dalam Qs. Yusuf ayat 87.

َنوُرِفاَكْلا ُم ْوَقْلا َّلاِإ ِ ّاللّ ِح ْوَّر نِم ُسَأْيَي َلا ُهَّنِإ ِ ّاللّ ِح ْوَّر نِم ْاوُسَأْيَت َلا َو

-٨٧

Jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.

c. Optimis akan membuka pintu-pintu amal (kerja atau usaha), sehingga seseorang bisa menghasilkan suatu karya yang bermanfaat. Sebaliknya, pesimis akan menutupi pintu-pintu usaha, sehingga seseorang memilih berhenti, diam, tidak melakukan perbaikan, atau malah menempuh jalan kerusakan. Tanpa optimisme, manusia akan kehilangan amal-amal.

d. Optimisme adalah kunci sukses karir manusia. Siapa pun juga, apakah muslim atau bukan, laki-laki atau wanita. Ketika bersikap optimis mereka mencapai sukses. Sebaliknya, jika mereka pesimis meskipun memiliki kekayaan besar, fasilitas lengkap, dana melimpah ruah, tetap saja akan mengalami kegagalan.

(68)

55

pahlawan dan manusia-manusia terbaik sampai era kita saat ini. Mereka semua memiliki sikap optimis, tidak mudah menyerah dan terus berusaha melakukan perbaikan sekuat kesanggupan, dengan mengikuti jalan mereka berarti kita berada di atas jalan yang lurus. f. Agama Islam yang kita peluk saat ini sama dengan agama Rasululllah,

agama istri-istri beliau, dan para sahabatnya. Para Salafus Saleh memiliki sikap optimisme yang kuat, sehingga mereka bisa menggunakan agamanya untuk menhasilkan karya peradaban yang menakjubkan. Sedangkan kita generasi Islam modern, banyak dilanda pesimisme, putus asa, rendah diri, sehingga keunggulan Islam belum bisa kita manfaatkan untuk menghasilkan karya peradaban besar. g. Sikap optimisme akan meringankan beban berat, meringankan

kesulitan, meringankan penderitaan seseorang. Siapapun yang menderita atau mengalami kesusahan, jika bersikap optimis akan meringankan beban pikiran dan jiwanya, sehingga memudahkannya melewati masa-masa kesulitan.

(69)

56

baginya, meskipun bentuk pemberian Allah tidak selalu sama dengan apa yang dibayangkan.

i. Optimisme adalah bagian dari sikap berbaik sangka kepada Allah

Subhanahu Wa Ta’ala. Setiap muslim harus berbaik sangka kepada

Allah, sebab dia akan diperlakukan sesuai persangkaannya. Dalam sebuah hadis qudsi, Allah berfirman: Bukhari Juz 7 Bab Tauhid hal. 528).

C. Hubungan Konsep Diri dengan Sikap Optimisme

Manusia dalam menjalani kehidupan tentu menginginkan kesuksesan dalam hidupnya. Untuk meraih sebuah kesuksesan yang diharapkan bukan hanya kemampuan akademis yang baik saja, tetapi ada faktor psikologis yakni sikap optimisme, karena sikap optimis mendorong manusia untuk selalu memandang indah dalam segala urusan. Artinya dengan sikap optimis yang alami maka dapat memberikan sebuah energi yang positif untuk meraih sebuah kesuksesan, seperti yang dikatakan Wardoyo (2010:69) untuk meraih kesuksesan di masa depan diperlukan sikap optimisme yang alami.

(70)

57

bahwa kesulitan itu baik bagi pengembangan diri, dan di balik itu pasti ada kesempatan untuk mencapai harapan.

Sikap optimisme dapat dijadikan acuan dalam menghadapi tantangan hidup dalam meraih kesuksesan. Setiap individu pasti menginginkan kesuksesan, kemakmuran dan kecukupan dalam hidupnya. Tetapi untuk menuju kesuksesan, terkadang tidak selalu sesuai dengan apa yang dibayangkan, dalam arti apa yang kita dapatkan belum sesuai dengan apa yang diharapan. Dalam hal ini setiap individu harus selalu bersikap optimis, karena kesuksesan datangnya tidak mungkin secara instan. Artinya bahwa pada saat-saat tertentu ketika apa yang diperoleh tidak sesuai dengan keinginan, maka tidak akan merasa kecewa atau putus asa karena memandang segala sesuatu dengan indah dan positif.

(71)

58

ada yang menilai negatif. Maksudnya, individu tersebut ada yang mempunyai konsep diri yang negatif.

Konsep diri yang diharapkan adalah yang positif, karena dengan cara pandang yang positif maka seseorang akan yakin dengan kemampuan dan potensi yang dimilikinya, sehingga dapat memunculkan sikap optimis yang terdapat pada dirinya. Maka dengan sikap optimisme, seseorang pasti mampu menghadapi semua permasalahan dalam hidup serta mampu memberikan solusi yang terbaik dalam setiap permasalahannya.

Sikap optimisme dapat memudahkan seseorang dalam berinteraksi, menerima, menghormati, menghargai orang lain, dan sebaliknya ia juga akan menghargai semua yang terdapat pada dirinya. Maka optimis merupakan keyakinan akan kemampuan yang dimilikinya, dan selalu perpandangan yang positif terhadap dirinya sendiri. Dalam hal ini, seseorang tersebut telah memiliki konsep diri yang positif, dikarenakan bisa menghargai orang lain dan menghargai dirinya sendiri.

(72)

59

sesuatu termasuk terhadap kegagalan yang dialami. Maka untuk meraih kesuksesan harus menghargai diri sendiri dan berpandangan positif terhadap dirinya serta menjadikan kegagalan sebagai pembelajaran untuk melangkah kedepan.

(73)

60 BAB III

LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum IAIN Salatiga

1. Identitas Sekolah

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga merupakan satu-satunya Perguruan Tinggi Negeri di kota Salatiga. IAIN Salatiga memiliki 3 (tiga) kampus. Kampus I berlokasi di Jalan Tentara Pelajar Nomor 02, kampus II di Jalan Nakula Sadewa VA Nomor 09 Kembang Arum Salatiga, dan kampus III berada di wilayah Kelurahan Blotongan dan Pulutan Kecamatan Sidorejo Salatiga Jawa Tengah. Lembaga ini berada di bawah naungan Kementerian Agama RI yang merupakan peralihan dari Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang di Salatiga. Peralihan bentuk tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1997, tanggal 21 Maret Tahun 1997. STAIN Salatiga berubah bentuknya menjadi IAIN Salatiga berdasarkan pada Peraturan Presiden RI nomor 143 Tahun 2014 tentang Perubahan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri menjadi Institut Agama Islam Negeri Salatiga tanggal 17 Oktober tahun 2014.

2. Sejarah Berdirinya IAIN Salatiga a. Pendirian

Gambar

Tabel 3.1 Daftar Nama Responden
Tabel 3.2 Skor Jawaban Per Item Angket Konsep Diri Mahasiswa
Tabel 3.3 Jawaban Angket Konsep Diri Mahasiswa
Tabel 3.4 Skor Jawaban Per Item Angket Sikap Optimis Mahasiswa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penulisan Tugas Akhir ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Jurusan Teknik mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah

Hasil analisa data menunjukkan bahwa (1) Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara persepsi siswa tentang kompetensi pedagogik guru terhadap motivasi belajar

Hasil analisis penelitian menunjukkan adanya hubungan positif dan signifikan antara intensitas bimbingan muhadhoroh dengan kepercayaan diri berbicara di depan publik pada

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) konsep pendidikan karakter yang dikembangkan di SMP Islam Al-Azhar 18 Kota Salatiga adalah berkonsep kepada nilai dan ajaran

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara pendampingan orang tua dengan kemandirian belajar anak di sekolah pada siswa

Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara antara berat badan dan tinggi badan, terhadap kemampuan menggiring bola dalam

Secara bersama-sama terdapat tidak ada hubungan yang signifikan antara kekuatan otot tungkai dan kelentukan pergelangan kaki terhadap keterampilan shooting sebesar

PENGARUH SIKAP SPIRITUAL TERHADAP KONSEP DIRI SISWA STUDI KASUS KELAS X SMK NEGERI 10 TANGERANG Skripsi ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan