1 PENGARUH INFLASI, NILAI TUKAR RUPIAH, TINGKAT SUKU BUNGA SBI DAN INDEKS DOW JONES TERHADAP INDEKS HARGA
SAHAM GABUNGAN DI BEI (Periode Januari 2009 sampai Maret 2015)
Meza Desrani Y.P, Yunilma1, Herawati2 Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Bung Hatta
E-mail: meza_dyp@yahoo.co.id
Abstract
Composite Stock Price Index (CSPI) is a combination the stock prices from all entities recorded in the IDX. There are several factors that could affect CSPI of which is the inflation, exchange rate, SBI interest rate and Dow Jones Industrial Average.
This study aims to prove empirically the effect of the inflation, the rupiah exchange rate, the SBI interest rate and the Dow Jones Industrial Average upon the Composite Stock Price Index. Used data in this study is the time series data monthly over period of January 2009 to March 2015 is as many as 75 data. The data analyzed with method of multiple linear regression.
The result of study showing is simultaneously the inflation, the rupiah exchange rate, the SBI interest rate and the Dow Jones Industrial Average affect the Composite Stock Price Index. While in partial only inflation not affect the Composite Stock Price Index.
Keyword: inflations, rupiah exchange rate, SBI interest rate, Dow Jones Industrial Average
PENDAHULUAN
Pasar modal (capital market) merupakan wadah yang digunakan penjual dan pembeli untuk bertransaksi secara tidak langsung dengan risiko untung dan rugi, merupakan alternatif lain bagi investor untuk berinvestasi, serta sarana yang
cukup berpengaruh dalam mendorong pertumbuhan perekonomian di Indonesia.
Sebelum bertransaksi di pasar modal biasanya para investor akan melihat pergerakan harga saham gabungan di Bursa Efek Indonesia (BEI), karena Bursa Efek Indonesia
2 akan memberikan informasi yang
lengkap dan dibutuhkan oleh investor. Informasi yang diberikan berupa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang merupakan gabungan harga-harga saham dari seluruh perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Dengan adanya Indeks Harga Saham Gabungan tersebut calon investor akan memperhatikan keadaan harga-harga saham apakah sedang mengalami peningkatan atau sebaliknya.
Indeks Harga Saham Gabungan di Indonesia pada tahun 2015 mengalami fluktuasi yang sangat tajam, bergerak naik di awal tahun dari Januari-Maret IHSG sempat mencapai level tertinggi sepanjang sejarahnya yaitu berada di 5.524,036. Sepanjang April-September 2015 IHSG terus menurun dan mencapai trend bearish, IHSG sempat terjun bebas dan menyentuh level terendahnya yaitu mencapai 4.033,587 pada akhir September 2015. Karena pada saat itu sebagian besar bursa di dunia juga cenderung melemah (Handoko, 2016).
Panggraito (2014) walaupun indeks harga saham merupakan tolak
ukur yang bisa digunakan invertor sebelum mereka berinvestasi di pasar modal, bukan berarti mereka terbebas dari resiko kerugian investasi.
Oleh sebab itu, kemampuan investor dalam meramalkan kondisi ekonomi makro di masa depan, akan sangat berguna dalam membuat keputusan investasi yang menguntungkan (Tandelilin, 2010).
Penelitian ini merupakan modifikasi dari penelitian Krisna dan Wirawati (2013) yang berjudul Pengaruh Inflasi, nilai Tukar Rupiah, Suku Bunga SBI pada Indeks Harga Saham Gabungan di BEI periode Januari 2008 sampai Agustus 2012 dengan penelitian Ernayani (2015) tentang Pengaruh Kurs Dollar, Indeks Dow Jones dan Tingkat Suku Bunga SBI terhadapa IHSG periode Januari 2005 sampai Januari 2015.
Judul yang diangkat dalam penelitian ini adalah “Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar Rupiah, Tingkat Suku Bunga SBI dan Indeks Dow Jones terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia”. Pengamatan dilakukan selama periode Januari 2009 sampai Maret 2015.
3 LANDASAN TEORI
Signaling Theory
Signal menurut Brigham dan Houston (2009) adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Teori ini mengungkapkan bahwa investor dapat membedakan antara perusahaan yang memiliki nilai tinggi dengan perusahaan yang memiliki nilai rendah. Perusahaan yang profitable memberi signal tentang perusahaan yang relatif tidak mudah mengalami kebangkrutan dan bentuk lain dari financial distress, di banding perusahaan yang kurang profitable. Optimisme akan prospek yang lebih baik di masa depan ini akan ditunjukkan dengan peningkatan harga saham.
Pasar modal adalah pertemuan antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihan yang membutuhkan dana dengan cara memperjualbelikan sekuritas. Dengan demikian, pasar modal juga bisa diartikan sebagai pasar untuk memperjualbelikan sekuritas yang umumnya memiliki umur lebih dari
satu tahun, seperti saham dan obligasi. Sedangkan tempat dimana terjadinya jual-beli sekuritas disebut dengan bursa (Tandelilin, 2010). Efek yang diperdagangkan di bursa diantaranya yaitu saham, obligasi, surat berharga komersial dan kontrak berjangka. Di Indonesia tempat jual-beli sekuritas dinamai Bursa Efek Indonesia (BEI), disinilah para calon investor akan melihat pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dari waktu ke waktu.
Dornbusch (2008) menyatakan inflasi adalah tingkat perubahan dalam harga-harga dan tingkat harga adalah akumulasi dari inflasi-inflasi terdahulu. Dan menurut Sukirno (2012) inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian dari suatu periode ke periode lainnya. Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa inflasi adalah kecenderungan naiknya harga barang dan jasa pada umumnya yang berlangsung secara terus menerus. Jika inflasi meningkat, maka harga barang dan jasa di dalam negeri mengalami kenaikan. Naiknya harga barang dan jasa tersebut
4 menyebabkan turunnya nilai mata
uang.
Nilai tukar/kurs antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Nilai tukar/kurs dapat dibedakan menjadi dua yaitu kurs nominal dan kurs riil. Kurs nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara, sedangkan kurs riil (real exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara. Kurs riil menyatakan tingkat dimana kita bisa memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain (Mankiw, 2006). Dan menurut Dornbusch (2008) nilai tukar atau kurs adalah perbandingan nilai atau harga antara dua mata uang yang berbeda.
Sukirno (2012) mendefinisikan kurs valuta asing sebagai jumlah uang domestik yang dibutuhkan, yaitu banyaknya rupiah yang dibutuhkan, untuk memperoleh satu unit mata uang asing. Misalkan kurs yang menunjukkan bahwa US$1.00 sama dengan Rp 13.000 berarti untuk memperoleh satu dollar Amerika
Serikat dibutuhkan 13.000 rupiah Indonesia.
Tingkat suku bunga (interest rate) merupakan rasio pengembalian sejumlah investasi sebagai bentuk dari imbalan, besarnya tingkat suku bunga tergantung dari tingkat kemampuan debitur memberikan pengembalian kepada kreditur. Di Indonesia tingkat suku bunga bank sentral diproksikan dalam tingkat suku bunga SBI (Husnan, 2005).
Suku bunga yang tinggi akan meningkatkan keinginan masyarakat untuk menabung di bank sehingga jumlah dana di perbankan akan meningkat, namun suku bunga yang tinggi juga berdampak negatif terhadap produksi dalam negeri karena akan meningkatkan biaya yang dikeluarkan oleh dunia usaha sehingga mengakibatkan menurunnya kegiatan produksi dalam negeri (Pohan, 2008).
Bank Indonesia (2016) menyatakan BI rate adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank Indonesia dan diumumkan kepada publik.
Sertifikat Bank Indonesia menurut Surat Edaran Bank Indonesia
5 No.8/13/DPM tentang Penerbitan SBI
melalui Lelang adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI) sebagai pengakuan atas hutang berjangka pendek. Tujuan dari penerbitan SBI adalah untuk menjaga kestabilitasan moneter yaitu Bank Indonesia memiliki kewajiban atas kestabilan nilai rupiah.
Dow Jones Industrial Average (DJIA) atau lebih dikenal dengan sebutan Indeks Dow jones merupakan salah satu dari tiga indeks saham tertua di Amerika Serikat yang berada dalam New York Stock Exchange (NYSE). DJIA menyajikan rata-rata, bukan nilai indeks. DJIA menggunakan 30 saham yang blue chip, yaitu saham yang mempunyai kualitas tinggi dengan reputasi earning dan dividend yang baik (Jogiyanto,2013).
Samsul (2008) menyatakan bahwa pergerakan indeks di pasar modal di suatu negara dipengaruhi oleh indeks-indeks pasar modal dunia. Hal ini disebabkan oleh aliran perdagangan antar negara, karena adanya kebebasan dalam aliran informasi dan deregulasi peraturan pasar modal sehingga memudahkan
investor untuk memasuki pasar modal suatu negara.
Hasil penelitian Eun dan Shim tahun 1989 dalam Haryogo (2013) menyatakan bahwa pasar modal Amerika terutama Dow Jones adalah pasar modal yang paling berpengaruh, sehingga perubahan pasar modal Amerika akan dapat mempengaruhi pasar modal lainnya yang lebih kecil. Pengaruh Inflasi terhadap IHSG
Hasil penelitian Kewal (2012) menemukan bahwa tingkat inflasi tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap IHSG. Hasil penelitian Krisna dan Wirawati (2013) menemukan bahwa secara simultan dan parsial variabel tingkat inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap indeks harga saham gabungan. Hasil penelitian Astuti (2013) menemukan bahwa inflasi tidak berpengaruh signifikan dan negatif terhadap IHSG. Sedangkan hasil penelitian dari Panggraito (2014) menyimpulkan juga bahwa tingkat inflasi tidak berpengaruh terhadap pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia periode 2009 – 2013. Berdasarkan
6 hasil riset di atas maka dirumuskan
hipotesis sebagai berikut:
H1: Inflasi berpengaruh terhadap IHSG.
Pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap IHSG
Hasil penelitian Kewal (2012) menemukan bahwa kurs rupiah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap IHSG. Hasil penelitian Krisna dan Wirawati (2013) menemukan bahwa secara simultan dan parsial nilai tukar rupiah berpengaruh positif dan signifikan terhadap IHSG. Hasil penelitian Astuti (2013) menemukan bahwa nilai tukar rupiah berpengaruh signifikan dan negatif terhadap IHSG.
Hasil penelitian dari Panggraito (2014) juga menyimpulkan bahwa kurs valuta asing berpengaruh negatif terhadap pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia periode 2009 – 2013. Hasil penelitian Ernayani (2015) menemukan bahwa secara simultan variabel kurs dollar berpengaruh terhadap IHSG, sedangkan secara parsial variabel kurs dollar tidak berpengaruh terhadap IHSG. Berdasarkan hasil riset di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H2: Nilai Tukar Rupiah berpengaruh terhadap IHSG.
Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI terhadap IHSG
Hasil penelitian Kewal (2012) menemukan bahwa tingkat suku bunga tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap IHSG. Hasil penelitian Krisna dan Wirawati (2013) menemukan bahwa secara simultan variabel tingkat suku bunga SBI berpengaruh positif dan signifikan terhadap IHSG di BEI sedangkan secara parsial tingkat suku bunga SBI tidak berpengaruh signifikan terhadap IHSG di BEI periode Januari 2008 sampai Agustus 2012.
Hasil penelitian Astuti (2013) menemukan bahwa tingkat suku bunga SBI berpengaruh positif dan signifikan terhadap IHSG. Hasil penelitian Panggraito (2014) menemukan bahwa suku bunga SBI tidak berpengaruh terhadap pergerakan IHSG di BEI periode 2009-2013. Namun hasil penelitian Ernayani (2015) tingkat suku bunga SBI berpengaruh negatif terhadap IHSG. Berdasarkan hasil riset di atas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
7 H3: Tingkat Suku Bunga SBI
berpengaruh terhadap IHSG.
Pengaruh Indeks Dow Jones terhadap IHSG
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ernayani (2015) menyimpulkan bahwa indeks Dow Jones berpengaruh positif terhadap IHSG. Ini dilatarbelakangi karena Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor utama Indonesia (www.bi.go.id).
Sedangkan hasil penelitian dari Haryogo (2013) menyimpulkan bahwa Indeks Dow Jones secara parsial berpengaruh signifikan terhadap IHSG. Hasil penelitian Panggraito (2014) juga menemukan bahwa indeks Dow Jones berpengaruh positif terhadap IHSG. Berdasarkan hasil riset diatas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H4: Indeks Dow Jones berpengaruh terhadap IHSG.
METODE PENELITIAN Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terdapat di Bursa Efek Indonesia selama periode Januari 2009 sampai Maret 2015.
Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa time series bulanan Indeks Harga Saham Gabungan, inflasi, nilai tukar rupiah, tingkat suku bunga SBI dan Indeks Dow Jones selama periode Januari 2009 sampai Maret 2015, data sekunder adalah data yang telah dipublikasikan. Sumber data diperoleh melalui website Bank Indonesia, Statistik Indonesia dan Yahoo Finance.
Variabel Penelitian dan Pengukuran
IHSG
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merupakan indeks yang dikeluarkan oleh Bursa efek Indonesia (BEI) setiap hari. Data IHSG dalam penelitian ini diperoleh dari www.finance.yahoo.com, dimana data yang diambil adalah closing price bulanan dalam periode Januari 2009 sampai Maret 2015. Satuan pengukuran dalam IHSG adalah rupiah.
Inflasi
Inflasi adalah naiknya harga-harga barang-barang secara terus menerus dari periode satu ke periode
8 lainnya. Inflasi diukur dengan indeks
harga konsumen (IHK). Data yang diambil adalah data bulanan dalam periode Januari 2009 sampai Maret 2015 yang diperoleh dari bps.go.id. Satuan pengukuran dalam inflasi adalah persen.
Nilai Tukar Rupiah
Nilai Tukar Rupiah atau kurs adalah nilai tukar mata uang rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Kurs yang digunakan adalah nilai tengah rupiah terhadap dollar Amerika Serikat yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Data yang diambil adalah nilai kurs tengah akhir bulan dalam periode Januari 2009 sampai Maret 2015 yang diperoleh dari bi.go.id. Satuan pengukuran nilai tukar rupiah adalah rupiah.
Tingkat Suku Bunga SBI
Tingkat Suku Bunga SBI adalah tingkat suku bunga yang ditetapkan oleh Bank Indonesia untuk menjaga kestabilan perekonomian. Tingkat suku bunga disajikan dalam bentuk presentase dan data yang diambil adalah data bulanan dalam periode Januari 2009 sampai Maret 2015 yang diperoleh dari bi.go.id. satuan pengukuran dalam tingkat suku bunga adalah persen.
Indeks Dow Jones
Indeks Dow Jones adalah indeks saham tertua di Amerika dan merupakan satu di antara tiga indeks yang utama di Amerika Serikat dan terdapat 30 perusahaan besar yang terkemuka di Amerika Serikat. Indeks ini juga digunakan untuk mengukur kinerja bursa saham Amerika. Data yang diambil adalah closing price bulanan dalam periode Januari 2009 sampai Maret 2015 yang diperoleh dari finance.yahoo.com. Satuan pengukuran dalam Indeks Dow Jones adalah dollar.
HASIL DAN PEMBAHASAN Statistik Deskriptif Data
Tujuan utama dari statistik deskriptif adalah untuk melihat gambaran umum dari data yang digunakan dalam penelitian ini. Variabel-variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah Indeks Harga Saham Gabungan, inflasi, nilai tukar rupiah, tingkat suku bunga SBI dan Indeks Dow Jones. Hasil perhitungan satistik pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1 sebagai berikut:
9 Tabel 1
Statistik Deskriptif
Var N Min Maks
Rata-rata IHSG 75 0,44 1,94 1,33 Inflasi 75 -0,36 3,29 0,45 Kurs 75 1,13 1,72 1,33 SBI 75 3,82 9,93 6,33 DJIA 75 0,73 1,86 1,33 Sumber: Hasil Olahan SPSS
Dari hasil perhitungan di atas dapat dilihat jumlah pengamatan selama 75 bulan dimulai dari Januari 2009 sampai dengan Maret 2015. Setelah dilakukan penyesuaian pengukuran variabel IHSG, kurs dan DJIA dengan variabel inflasi dan suku bunga SBI maka dari tabel di atas dapat disimpulkan:
1. Indeks Harga Saham Gabungan (Y) memiliki nilai rata-rata sebesar 1,33 dengan nilai terendah 0,44 serta nilai tertinggi 1,94 dengan standar deviasi 0,38.
2. Inflasi (X1) memiliki nilai rata-rata sebesar 0,45 dengan nilai minimum 0,36 serta nilai maksimum 3,29 dengan standar deviasi 0,59.
3. Nilai tukar rupiah (X2) memiliki nilai rata-rata sebesar rata-rata 0,45 dengan nilai minimum 1,13 serta nilai
maksimum 1,72 dengan standar deviasi 0,16.
4. Tingkat suku bunga SBI (X3) memiliki nilai rata-rata minimum sebesar 6,33 dengan nilai 3,82 serta nilai maksimum 9,93 dengan standar deviasi 1,20.
5. Indeks Dow Jones atau DJIA (X4) memiliki nilai sebesar rata-rata 1,33 dengan nilai minimum 0,73 serta nilai maksimum 1,86 dengan standar deviasi 0,29.
Uji Asumsi Klasik a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data penelitian berdistribusi normal atau tidak berdistribusi normal. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan One Sample Kolmogorov-Smirnov Test.
Tabel 2
Hasil Uji Normalitas Variabel Asym.sig.(2-tailed) Ket IHSG 0,308 Normal Inflasi 0,361 Normal Kurs 0,669 Normal SBI 0,669 Normal DJIA 0,570 Normal
10 Variabel yang dikatakan
normal adalah variabel yang nilai sig > α 0,05. Variabel yang berdistribusi normal yaitu Indeks Harga saham Gabungan dengan nilai signifikansinya sebesar 0,308, variabel inflasi sebesar 0,361 dan Indeks Dow Jones sebesar 0,570. Variabel kurs dan dan tingkat suku bunga SBI sebesar 0,669.
b. Uji Multikoliearitas
Uji multikolinearitas meru-pakan uji yang dilakukan untuk melihat apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen (Ghozali, 2013). Model regresi yang baik nilai VIF <10 dan nilai tolerance > 0,1. Berikut hasil uji multikolinearitas:
Tabel 3
Hasil Uji Multikolinearitas Variabel Tol VIF Ket Inflasi 0.972 1.029 tidak ada korelasi Kurs 0.375 2.664 tidak ada korelasi SBI 0.541 1.849 tidak ada korelasi DJIA 0.439 2.280 tidak ada korelasi Sumber: Hasil Olahan SPSS
Dari hasil uji multikolinearitas diketahui bahwa nilai VIF dan tolerance dari ke empat variabel independen memenuhi syarat model
regresi. Ini terbukti dari nilai VIF <10 yang terdiri dari variabel inflasi sebesar 1,029, nilai tukar rupiah sebesar 2,664, tingkat suku bunga SBI sebesar 1,849 dan Indeks Dow Jones sebesar 2,280. Sedangkan nilai tolerance > 0,1 yang terlihat dari variabel inflasi 0,972, nilai tukar rupiah 0,375, tingkat suku bunga SBI 0,541 serta Indeks Dow Jones sebesar 0,439. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi tidak ditemukan korelasi antar variabel independen. c. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain (Ghozali, 2013). Ada atau tidaknya heteroskedastisitas pada penelitian ini dapat digambarkan dengan grafik scatterplots.
Gambar 1
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Sumber: Hasil Olahan SPSS
11 Dari hasil gambar 1
menunjukkan bahwa grafik tersebar secara acak dan tidak membentuk pola tertentu. Data tersebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, tidak berkumpul pada satu tempat dan tidak membentuk pola tertentu. Hal ini membuktikan bahwa tidak adanya gejala heteroskedastisitas dalam model regresi yang digunakan. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2013). d. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya) (Ghozali,20t-13).
Pada penelitian ini uji yang digunakan untuk melihat ada atau tidaknya autokorelasi adalah dengan menggunakan uji Durbin-Waston. Menurut Santoso (2010) kriteria untuk metode Durbin-Waston adalah:
1. Nilai D-W besar atau diatas 2 berarti ada autokorelasi negatif.
2. Nilai D-W kurang dari -2 berarti ada autokorelasi positif.
3. Nilai D-W antara -2 sampai 2 berarti tidak ada autokorelasi. Berikut hasil uji autokorelasi melalui uji Durbin-Waston: Tabel 4 Uji Autokorelasi Durbin-Watson Kesimpulan 0.62 tidak terjadi autokorelasi Sumber: Hasil Olahan SPSS
Hasil uji autokorelasi dapat dilihat dari table 4 yang memperlihatkan nilai Durbin-Waston sebesar 0,620. Jika dimasukkan ke dalam kriteria maka hasil nilai D-W berada di antara -2 sampai 2. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dalam regresi linear, koefisien regresi bebas dari autokorelasi.
Pengujian Hipotesis a. Uji (R-square)
Uji ini dilakukan untuk melihat beberapa proporsi variasi dari variabel independen bisa menjelaskan variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara 0 dan 1 (Ghozali, 2013).
Hasil uji R-square dapat dilihat pada tabel berikut ini:
12 Tabel 5
Hasil Uji (R-square)
Model R R Square
1 0,978a 0,957
Sumber: Hasil Olahan SPSS b. Uji F-Simultan
Uji simultan F menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau terikat (Ghozali, 2013). Alpha yang digunakan dalam uji F-Simultan adalah alpha 5% atau alpha 0,05.
Tabel 6
Hasil Uji F-Simultan
F Sig.
393,104 0,000a Sumber: Hasil Olahan SPSS
Uji F-simultan menghasilkan nilai F hitung sebesar 393,104 dengan tingkat signifikansi 0,000, karena tingkat signifikansinya kecil dari alpha 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel inflasi, nilai tukar rupiah, tingkat suku bunga SBI dan DJIA secara bersama-sama berpengaruh tehadap IHSG.
c. Uji t-Statistik
Uji statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen atau penjelas secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2013). Alpha yang digunakan dalam uji t-statistik adalah alpha 5% atau alpha 0,05.
Tabel 7 Hasil Uji t-Statistik
Variabel T Sig. Ket
(Const) 5,31 0,000 Inflasi 0,28 0,777 Ditolak kurs -6,33 0,000 Diterima SBI -2,50 0,014 Diterima DJIA 28,70 0,000 Diterima Sumber: Hasil Olahan SPSS
Dari tabel 7 maka rumus regresi yang dihasilkan adalah:
Y= 5,318 + 0,284X1 - 6,332X2 - 2,508X3+ 28,707X4
KESIMPULAN
Setelah melakukan analisis dan pengujian hipotesis mengenai pengaruh inflasi, nilai tukar rupiah, tingkat suku bunga SBI dan Indeks Dow Jones terhadap Indeks Harga Saham Gabungan dimana hasil dan pembahasan yang digunakan sesuai dengan tujuan hipotesis yang dilakukan dengan analisis regresi
13 linear berganda, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Secara simultan variabel inflasi, nilai tukar rupiah, tingkat suku bunga SBI dan Indeks Dow Jones berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. 2. Secara parsial inflasi tidak
berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. 3. Secara parsial nilai tukar
rupiah berpengaruh negatif terhadap Indeks Harga Saham Gabungan.
4. Secara parsial tingkat suku bunga SBI berpengaruh negatif terhadap Indeks Harga Saham Gabungan.
5. Secara parsial Indeks Dow Jones berpengaruh positif terhadap Indeks Harga Saham Gabungan.
Keterbatasan Penelitian
Kelemahan dan kekurangan dalam penelitian ini adalah masih banyak faktor-faktor yang mempengaruhi Indeks Harga Saham Gabungan yang belum diteliti dalam penelitian ini. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih lanjut dan mendalam dengan data dan model
lebih sempurna untuk melengkapi hasil penelitian ini.
Saran
Di harapkan untuk peneliti ke depan untuk menambah faktor-faktor yang mempengaruhi Indeks Harga Saham Gabungan selain variabel inflasi, nilai tukar rupiah, tingkat suku bunga SBI dan Indeks Dow Jones, agar penelitian ini dapat berkembang.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Ria., 2013. Analisis Penagruh Tingkat Suku Bunga (SBI), Nilai Tukar (kurs) Rupiah, Inflasi dan Indeks Bursa
Internasional Terhadap IHSG. Diponegoro Journal of Social and Politic of Science : 1-8.
Ernayani, Rifenti., 2015. Pengaruh Kurs Dollar, Indeks Dow Jones dan Tingkat Suku Bunga SBI terhadap IHSG. Jurnal Sain Terapan No.2 vol.1
Gozhali, Imam., 2013. Analisis Multivariate Program SPSS. BP UNDIP : Semarang
Handoko, Mulyadi., 2016. Outlook IHSG tahun 2016. http://step-trader.com/2016/01/03/outlo ok-ihsg-tahun-2016/. Diakses tanggal 8 Maret 2016. Haryogo, Ardy., 2013. Pengaruh
Nilai Tukar dan Indeks Dow
Jones Terhadap
14 Efek Indonesia. Jurnal
finesta No.1 vol.1 : 1-6.
Jogiyanto., 2013. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. BPFE UGM :Yogyakarta.
Kewal, Suramaya Suci., 2012. Penagaruh Inflasi, Suku
Bunga, Kurs dan
Pertumbuhan PDB
Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. Jurnal Economia No. 1 vol 8.
Krisna, AA Gde Aditya dan Ni Gusti Putu Wirawati., 2013. Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar Rupiah, Suku Bungan SBI pada Indeks Harga Saham Gabungan di BEI. Jurnal Akuntansi Universitas Udayana. No. 3 vol 2 : 421-435.
Panggraito, Indra Galis dkk., 2014. Analisis Pengaruh Makro Ekonomi dalam Negeri dan Indeks Harga Saham Luar Negeri Terhadap
pergerakan IHSG.
Performance No.2 vol 20. Tandelilin, Eduardus. 2010.
Portofolio dan Investasi Teori
dan Aplikasi. Edisi
Pertama. Kanisius: Yogyakarta.
Bringham, Eugene F dan Houston Joel F., 2009. Dasar-dasar
Manajemen Keuangan.
Edisi Sepuluh. Salemba Empat : Jakarta.
Dornbusch, R.,Fisher, S and Richard Starz., 2008. Makro Ekonomi. Salemba Empat : Jakarta.
Sukirno, Sadono.,2012. Makro Ekonomi Teori Pengantar. PT. RajaGrafindo Persada: Jakarta.
Anonymous., Statistik Indonesia
2015. Badan Pusat
Statistik.
Husnan, Suad., 2005. Dasar-Dasar Teori Portofolio Dan Analisis
Sekuritas. Edisi
Empat.UPP AMP YKPN : Yogyakarta.
Pohan, Aulia., 2008. Potret Kebijakan Moneter. Edisi Pertama. PT. RajaGrafindo Persada : Jakarta.
Jogiyanto., 2013. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. BPFE UGM :Yogyakarta.
Samsul, Muhammad., 2008. Pasar
Modal dan Manajemen
Portofolio.Airlangga :