i
PENGARUH STRESOR DENGAN METODE BISING DAN AKTIVITAS FISIK MAKSIMAL TERHADAP KADAR KOLESTEROL DARAH PADA
TIKUS PUTIH JANTAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh : Ledy Yoanita NIM : 088114076
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
ii
PENGARUH STRESOR DENGAN METODE BISING DAN AKTIVITAS FISIK MAKSIMAL TERHADAP KADAR KOLESTEROL DARAH PADA
TIKUS PUTIH JANTAN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh : Ledy Yoanita NIM : 088114076
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
PENGARUH STRESOR DENGAN METODE BISING DAN AKTIVITAS FISIK MAKSIMAL TERHADAP KADAR KOLESTEROL DARAH PADA
TIKUS PUTIH JANTAN
Skripsi yang diajukan oleh : Ledy Yoanita
NIM : 088114076
telah disetujui oleh :
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Di dalam hidup ini, semua ada waktunya.
Ada waktunya kita menabur…..ada juga waktu menuai
Dalam hidup badai datang menyerbu,
Mungkin doa bagai tak terjawab !
Namun yakinlah…
Tuhan takkan terlambat !
Juga tak akan lebih cepat
Dia jadikan indah tepat pada waktunya.
Tuhanlah yang mengajarkan selalu setia menanti
waktunya…..
Hingga semuanya indah pada waktunya bila kita sabar
menanti waktu Tuhan”.
Karya ini kupersembahkan
untuk :
Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang telah memberi
kekuatan, pertolongan, pengharapan
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 19 Juli 2012 Penulis
vii
LEMBAR PENGESAHAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Ledy Yoanita
Nomor Mahasiswa : 088114076
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
“Pengaruh Stresor dengan Metode Bising dan Aktivitas Fisik Maksimal terhadap Kadar Kolesterol Darah pada Tikus Putih Jantan “
beserta perangkatnya yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 19 Juli 2012:
Yang menyatakan
viii PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat, rahmat, tuntunan serta penyertaan-Nya yang menjadi kekuatan penulis menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Stresor dengan Metode Bising dan Aktivitas Fisik Maksimal terhadap Kadar Kolesterol Darah pada Tikus Putih Jantan”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar kesarjanaan Strata Satu (S1) Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Skripsi dapat selesai dengan baik atas doa dan dukungan dari berbagai pihak yang telah banyak membantu penulis yang telah memberikan dukungan, doa, saran dan motivasi hingga terselesainya skripsi ini, terutama kepada :
1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
2. Bapak Ipang Djunarko M.Sc., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah sabar membimbing, memberikan bimbingan, arahan, saran, dan kritik selama proses penelitian dan penyusunan skripsi.
3. Bapak Drs. Mulyono., Apt (Almarhum) yang telah membantu kami dalam pencarian topik skripsi.
4. Ibu Phebe Hendra, M.Si.,Ph.D., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam skripsi ini.
5. Dr. Fenty, M.Kes, Sp.PK. selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran dalam skripsi ini.
ix
7. Ibu Rini Dwiastuti M.Sc., Apt. selaku kepala penanggungjawab Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberi izin dalam penggunaan fasilitas Laboratorium Farmakologi demi terselesaikannya skripsi ini.
8. Bapak Edy, selaku kepala penanggungjawab Laboratorium Fisika yang telah memberi ijin dalam peminjaman alat “sound level meter” demi terselesaikannya skripsi ini.
9. Bapak, ibu tercinta atas perhatian, doa, kasih sayang, dukungan dan semangat yang begitu besar kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Mbakku (mbak ita dan mbak Deny) yang telah memberi dukungan dan doa dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Yohanes Endro yang memberi doa dan dukungan dan selalu memberi hiburan kepada penulis ketika bosan menyelesaikan skripsi ini dan bisa kembali mengerjakan dengan semangat yang baru lagi.
12. Sahabat dekatku dan juga teman seperjuangan dalam penelitian dan penyusunan skripsi (Prima, Utik, Arum, Adista) serta rekan senasib sepenanggungan dalam menjalani masa-masa sulit dan menyenangkan dalam perkuliahan.
13. Laboran laboratorium (Mas Parjiman, Mas Kayat, Mas Heru) atas bantuannya di laboratorium selama ini yang telah banyak membantu penyediaan sarana dan prasarana penelitian.
x
15. Teman-teman Fakultas Farmasi angkatan 2008, khususnya teman-teman FKK-A 2008 atas kebersamaannya dan dukungannya selama ini.
16. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki. Untuk itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun terhadap skripsi ini. Semoga skripsi ini berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan serta dapat menjadi acuan bagi peneliti-peneliti selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan berperan dalam pengembangan untuk kemajuan masyarakat. Tuhan memberkati.
Yogyakarta, Juli 2012
xi
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN………... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……….. vi
LEMBAR PENGESAHAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii
PRAKATA………. viii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
INTISARI ... xviii
ABSTRACT ... xix
BAB I PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Permasalahan ... 3
2. Keaslian Penelitian ... 3
3. Manfaat Penelitian ... 4
B. Tujuan ... 5
1. Tujuan Umum ... 5
2. Tujuan Khusus ... 5
xii
A. Stres ... 6
B. Distres ... 7
C. Eustres ... 7
D. Pendekatan-pendekatan stres ... 8
E. Stresor ... 10
F. Reaksi Fisiologis Stres ... 11
G. Respon Fisiologis Tubuh terhadap Stres ... 12
H. Stres dan Adaptasi ... 15
I. Stres dan Kesehatan ... 18
J. Bising ... 20
K. Aktivitas Fisik Maksimal ... 21
L. Kolesterol ... 22
M. Metabolisme Kolesterol ... 23
N. Stres Memicu Peningkatan Kolesterol ... 24
O. Keterkaitan Stres dengan Kolesterol………... 26
P. Metode Pengukuran Kadar Kolesterol ... 27
Q. Keterangan Empiris ... 28
BAB III METODE PENELITIAN ... 29
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 29
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 29
1. Variabel Penelitian 29 2. Definisi Operasional ... 30
xiii
D. Alat/Instrumen Penelitian ... 31
E. Tata Cara Penelitian ... 31
1. Pemilihan Hewan Uji ... 32
2. Perlakuan Hewan Uji Sebelum Pengujian ... 32
3. Metode Pelakuan stres ... 33
4. Pengukuran Kadar Kolesterol ... 34
F. Analisis Hasil ... 34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34
A. Pengaruh Stres terhadap Kadar Kolesterol Darah Tikus Putih Jantan dengan Metode Bising ... 35 B. Pengaruh Stres terhadap Kadar Kolesterol Darah Tikus Putih Jantan dengan Metode Aktivitas Fisik Maksimal ... 41 C. Perbedaan Pengaruh Kadar Kolesterol Darah Tikus Putih Jantan dengan Metode Bising dan Aktivitas Fisik Maksimal ... 47 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 50
A. Kesimpulan ... 50
B. Saran ... 50
DAFTAR PUSTAKA ... 51
LAMPIRAN ... 54
xiv
DAFTAR TABEL
hal Tabel 1. Rata-rata pengukuran kadar kolesterol darah sebelum dan
sesudah pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan bising.. ...
37
Tabel 2. Rata-Rata Pengukuran Kadar Kolesterol Kadar Darah Sebelum dan Sesudah Aktivitas Fisik Maksimal (AFM) pada Kelompok Kontrol dan Perlakuan……….
43
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Skema Stres sebagai Stimulus ... 8
Gambar 2. Skema Stres sebagai Respon ... 9
Gambar 4. Hubungan Otak dan Tubuh saat Stres ... 14
Gambar 3. Skema General Adaptation Stres……… 11
Gambar 5. Respon terhadap Stres ... 17 Gambar 6. Diagram Batang Rata-Rata Kadar Kolesterol Darah
Kelompok Kontrol Bising Sebelum dan Sesudah Perlakuan……...
38
Gambar 7. Diagram Batang Rata-Rata Kadar kolesterol Darah Kelompok Perlakuan Bising Sebelum dan Sesudah Perlakuan ...
49
Gambar 8. Diagram Batang Rata-Rata Kadar kolesterol Darah Kelompok Kontrol AFM Sebelum dan Sesudah Perlakuan.
44
Gambar 9. Diagram Batang Rata-Rata Kadar kolesterol Darah Kelompok Perlakuan AFM Sebelum dan Sesudah Perlakuan.
45
Gambar 10. Diagram Batang Rata-Rata Selisih Kadar kolesterol Darah Kelompok Perlakuan Bising dan Perlakuan AFM ...
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
hal Lampiran 1. Foto Tikus yang Diberi Stres dengan Metode
Bising………...
54
Lampiran 2 Foto Tikus yang Diberi Stres dengan Metode Aktivitas Fisik Maksimal………
55
Lampiran 3. Tabel Pengaruh Kebisingan terhadap Kadar Kolesterol. Data Hasil Pengukuran Kadar Kolesterol Sebelum dan Sesudah pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan Bising………..
56
Lampiran 4. Tabel Pengaruh Aktivitas Fisik Maksimal terhadap Kadar Kolesterol. Data Hasil Pengukuran Kadar Kolesterol Sebelum dan Sesudah Perlakuan pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan Aktivitas Fisik Maksimal……...
57
Lampiran 5. Normalitas Sebelum dan Sesudah Kontrol dengan Metode Bising...
58
Lampiran 6. Normalitas Perlakuan Sebelum dan Sesudah dengan Metode Bising………..
59
Lampiran 7. HasilPair t-testKelompok Kontrol Sebelum dan Sesudah dengan Metode Bising...
59
Lampiran 8. Hasil Pair t-test Kelompok Perlakuan Sebelum dan Sesudah dengan Metode Bising………...
60
Lampiran 9. Data Selisih Kadar Kolesterol pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan dengan Metode Bising………...
61
Lampiran 10. Normalitas Selisih Kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontol dengan Metode bising dan Aktivitas Fisik Maksimal……….
62
Lampiran 11. Hasil Independent t-test Kelompok Kontrol dan Perlakuan dengan Metode Bising………
xvii
Lampiran 12. Normalitas Sebelum dan Sesudah pada Kelompok Kontrol dengan Metode Aktivitas Fisik Maksimal………..
64
Lampiran 13. Normalitas Sebelum dan Sesudah Pemberian Stresor pada Kelompok Perlakuan dengan Metode Aktivitas Fisik Maksimal……….
65
Lampiran 14. HasilPair t-testSebelum dan Sesudah Kelompok Kontrol Metode Aktivitas Fisik Maksimal………
66
Lampiran 15. Hasil Pair t-test Sebelum dan Sesudah Kelompok Perlakuan dengan Metode Aktivitas Fisik Maksimal……..
66
Lampiran 16. Data Selisih Kadar Kolesterol pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan Stres dengan metode Bising…...
67
Lampiran 17. Normalitas Selisih Kelompok Perlakuan Fisik dan Kelompok Kontrol dengan metode Aktivitas Fisik Maksimal……….
68
Lampiran 18. HasilIndependent t-testKelompok Kontrol dan Perlakuan dengan Metode Aktivitas Fisik Maksimal………...
69
Lampiran 19 HasilIndependent t-testKelompok dengan Metode Bising dan Aktivitas Fisik Maksimal………..
xviii INTISARI
Stres merupakan keadaan ketika ada ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan yang diterima dan kemampuan mengatasinya. Stres memicu pelepasan hormon kortisol dimana hormon ini bekerja mengatur seluruh sistem di dalam tubuh dalam menghadapi stres yang ada. Pelepasan hormon kortisol terjadi penguraian lemak di dalam tubuh dan memicu peningkatan kolesterol. Penelitian ini akan melihat bagaimana pengaruh kedua metode stresor terhadap kadar kolesterol darah.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan Pretest-Posttest Group Design. Penelitian menggunakan tikus putih jantan galur Wistar, umur 2-3 bulan, berat 200-300 gram. Tikus dibagi kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Kelompok perlakuan dibagi menjadi kelompok perlakuan stresor dengan metode bising dan aktivitas fisik maksimal. Kelompok kontrol hewan uji tidak diberi perlakuan (stresor). Kelompok stresor dengan metode bising diberi perlakuan bising dengan intensitas 85-100dB selama 2 jam per hari selama 3 hari, kelompok perlakuan metode aktivitas fisik maksimal diberi perlakuan berupa berenang selama 30 menit. Tiga puluh menit sebelum pemaparan dan segera setelah pemaparan stresor dilakukan pengambilan darah pada hewan uji. Data yang diperoleh berupa kadar kolesterol yang kemudian dilakukan uji statistik. Distribusi data diketahui dengan uji Sapphiro-Wilk, dilanjutkan dengan uji pair t-test dengan taraf kepercayaan 95% , kemudian dilanjutkan dengan ujiindependent t-test.
Hasil analisis pemberian stresor metode bising dan aktivitas fisik maksimal menunjukkan stres meningkatkan kadar kolesterol darah, ditunjukkan dengan meningkatnya kadar kolesterol secara signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pada kelompok stresor psikososial dan fisik memiliki perbedaan tidak bermakna dalam mempengaruhi kadar kolesterol darah.
Kata kunci : stres, bising, aktivitas fisik maksimal, kolesterol,
xix ABSTRACT
Stres represents a situation when there is an imbalance between accepted compulsion and ability to overcome it. Stres can trigger release of the cortisol hormone where this hormone works to regulate all of the systems in the body in the stres dealing. The release of cortisol hormone can occur fats decomposition in the body and trigger cholesterol increasing. This research will see how the influence of the two stresors toward blood cholesterol levels.
This research is pure experimental research with the research program of Pretest-Posttest Group Design. This research uses white male wistar rat strain; age 2-3 months, and weight 200-300 gram. The rats divided into control group and treatment group. On the treatment group of animal test divided into stresor with noise method treatment group and activity physical maximal method stresor treatment group. The control group of animals test was not provided the stresor treatment. The stresor with noise method treatment group was given noisy treatment with intensity of 85-100dB. On the maximum physical activity method treatment the rat was given treatment swimming during 30 minutes. Thirty minute before and after stressor execute blood. Data was obtained in the form of a cholesterol level, and then a statistical test was done. Distribution of the data was known with Sapphiro-Wilk,test and continued with pair t-test with interval 95%, then to see differences of 2 groups which are different withindependent t-test.
The result of research shows that noise method stresor and the method of maximum physical activity stresor can increase cholesterol level in blood when compared with control group. The psychosocial stresor treatment and different physical stresor does not signify in influencing blood cholesterol level.
1 BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan modern ini stres seringkali dialami oleh setiap
individu, sehingga stres seringkali dihubungkan dengan penyakit sehari-hari, stres
juga dapat menjadi masalah kesehatan saat ini. Stres dan penyakit bukanlah
sesuatu yang baru, stres dapat menyerang semua orang dan semua usia. Stres
dapat didefinisikan sebagai sebuah keadaan yang dialami ketika ada
ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan yang diterima dan kemampuan untuk
mengatasinya (Looker dan Gregson, 2005), dengan tidak adanya kemampuan
untuk mengatasinya dapat menyebabkan semakin banyak penyakit yang
disebabkan oleh stres. Stres secara langsung maupun tidak langsung dapat
menjadi faktor berbagai macam penyakit yang berakibat fatal.
Menurut Looker dan Gregson (2005) segala sesuatu di lingkungan yang
dapat mengakibatkan aktivasi respon stres disebut dengan stresor. Hartono (2007)
mengemukakan bahwa tekanan stres (stresor) akan membebani individu dan
mengakibatkan gangguan keseimbangan fisik maupun psikis. Batas kritis tekanan
yang menimbulkan stres sangat bervariasi antar individu.
Keterkaitan stres dengan kesehatan dimana stres dapat memodulasi
respon imun melalui aktivasi sumbu Hipothalamic – pituitary – adrenal (HPA)
dan memicu sistem saraf pusat untuk melepaskan kortisol dan katekolamin
(Suwito, 2004). Stres pada individu akan memicu pelepasan hormon kortisol
jantung, paru-paru, peredaran darah, metabolisme tubuh dan sistem kekebalan
tubuh dalam menghadapi stres yang ada. Hormon kortisol dijadikan tolok ukur
untuk melihat tingkat atau derajat stres pada individu, akibat dari hormon kortisol
ini akan terjadi penguraian lemak di dalam tubuh, dimana terjadi pembebasan
lemak ke dalam darah yang terjadi di hati. Peningkatan kortisol akan
menyebabkan terjadinya lipolisis dimana terjadi pemecahan lemak dan adanya Hormone Sensitive Lipase (HSL) dapat menyebabkan terjadinya hidrolisis trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. (Hendry, Sholomo, Kenneth, Willian, 2008).
Iskandar (2001) mengemukakan bahwa individu yang mengalami stres
akan mempengaruhi kadar kolesterol di dalam darah, di mana stres akan
mendorong tubuh mengeluarkan hormon adrenalin dan noraderenalin yang
merangsang sistem saraf otonom, menyebabkan vasokonstriksi, penyempitan
pembuluh darah arteri, denyut jantung meningkat dan menyebabkan kolesterol
menjadi tinggi.
Seiring dengan banyaknya penyakit terkait dengan peningkatan kadar
kolesterol yang banyak terjadi di masyarakat dan banyaknya kejadian stres yang
ada di sekitar masyarakat maka penulis ingin melihat pengaruh stres terhadap kadar kolesterol darah dengan menggunakan metode bising dan aktivitas fisik maksimal, dimana pada penelitian-penelitian sebelumnya hanya digunakan satu jenis stresor tanpa membandingkan pengaruh dari jenis stresor yang diberikan dan
lebih memfokuskan pengaruh yang ditimbulkan tanpa memperhatikan jenis
setelah pemberian stresor sehingga diharapkan informasi yang diperoleh dapat
memberikan informasi baru mengenai pengaruh jenis metode stres terhadap kadar
kolesterol sehingga masyarakat yang memiliki risiko penyakit yang berkaitan
dengan kolesterol dapat mengelola stres yang dialami dan dapat diatasi dengan
tepat pada individu yang bersangkutan.
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat
dirumuskan permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut.
a. Bagaimana pengaruh stresor dengan metode bising dan aktivitas fisik maksimal terhadap kadar kolesterol darah pada tikus putih jantan?
b. Metode stresor apakah yang dapat memberikan pengaruh signifikan terhadap
peningkatan kadar kolesterol pada tikus putih jantan?
2. Keaslian penelitian
Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya adalah :
a. Pengaruh Kebisingan terhadap Jumlah Leukosit Mencit BALB/C (Inayah, 2008) diperoleh hasil yaitu jumlah leukosit kelompok yang diberi kebisingan akut lebih tinggi dibanding kelompok kontrol tetapi masih dalam rentang yang normal.
secara signifikan dan AFM dapat menurunkan hitung jenis neutrofil, eosinofil, dan monosit secara signifikan, sedangkan hitung jenis basofil tidak ada perubahan.
Sepanjang penelusuran pustaka yang dilakukan oleh penulis, sampai saat ini belum pernah dilakukan dan dipublikasikan penelitian tentang pengaruh stres terhadap terhadap kadar kolesterol pada tikus putih jantan.
3. Manfaat penelitian
Dengan adanya penelitian tentang pengaruh stres terhadap kadar
kolesterol darah dengan metode bising dan aktivitas fisik maksimal ini
diharapkan akan memperoleh :
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perbedaan
pengaruh stresor dengan metode bising dan aktivitas fisik maksimal terhadap
kadar kolesterol darah.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi baru dalam pelayanan
kefarmasian dan tenaga kesehatan lain kepada masyarakat tentang pengaruh
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh stres terhadap kadar kolesterol darah terhadap kadar kolesterol darah.
2. Tujuan khusus
6 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Stres
Stres dapat didefinisikan sebagai sebuah keadaan yang kita alami ketika
ada sebuah ketidaksesuaian antara tuntutan–tuntutan yang diterima dan
kemampuan untuk mengatasinya. Stres adalah keseimbangan antara bagaimana
kita memandang tuntutan–tuntutan dan bagaimana kita berpikir bahwa kita dapat
mengatasi semua tuntutan yang menentukan apakah kita tidak merasakan stres,
merasakan distres atau eustres (Looker dan Gregson, 2005).
Menurut Gunarsa (2000) stres merupakan situasi kehidupan yang
membutuhkan adaptasi, stres dapat dirumuskan sebagai tekanan atau ketegangan
yang mempengaruhi kehidupan sehari–hari seseorang, dengan cara sehat atau
tidak sehat.
Kebanyakan individu menggambarkan stres sebagai suatu pengalaman
yang tidak menyenangkan, misalnya berada di bawah tekanan yang terlampaui
besar atau terlampaui kecil, merasa frustasi atau bosan, berada dalam situasi yang
dirasakan tidak bisa diatasi atau dikendalikan, menganggap semua itu adalah
sebuah kegagalan. Di lain pihak, sebagian orang menggambarkan stres sebagai
pengalaman yang menyenangkan, menggairahkan, merangsang, dan
B. Distres
Ketika jumlah tuntutan yang dihadapi individu semakin meningkat atau
memandang tuntutan – tuntutan yang menghadang tersebut sebagai sesuatu yang
sulit dan mengancam, individu perlu membuat satu penilaian tentang kemampuan
untuk menghadapinya (Looker and Gregson, 2005).
Distres dapat muncul karena terlalu sedikitnya tuntutan yang merangsang
yang menyebabkan kebosanan dan frustasi. Terlampau sedikit hal untuk
dikerjakan atau terlampau sedikit tugas yang menuntut bisa menjadi sama
menyedihkannya dengan memiliki terlampau banyak tugas atau menangani
pekerjaan–pekerjaan yang kompleks. Umumnya situasi ini muncul ketika orang–
orang memasuki masa pensiun atau diberi pekerjaan–pekerjaan yang tidak sesuai
dengan kemampuan – kemampuan mereka (Looker and Gregson, 2005).
C. Eustres
Eustres dapat dialami ketika kemampuan yang individu rasakan
mengatasi masalah melebihi tuntutan-tuntutan yang dirasakan. Situasi eustres
dapat membangkitkan rasa percaya diri, menjadi terkontrol dan mampu mengatasi
serta menangani tugas-tugas, tantangan-tantangan dan tuntutan-tuntutan (Looker
D. Pendekatan-pendekatan Stres
1. Stres sebagai “stimulus”
Pendekatan yang pertama menitikberatkan pada lingkungan dan
menggambarkan stres sebagai stimulus. Di bawah ini adalah gambar yang
menunjukkan stres sebagai stimulus :
Menurut model ini, seorang individu bertemu secara terus sumber–
sumber stresor yang potensial yang ada dalam lingkungan tetapi hanya satu yang
tampak minor atau kejadian yang tidak berbahaya (Smet, 1994).
Kelemahan dari model ini ditunjukkan oleh perbedaan individual, tingkat
toleransi seseorang dan harapan–harapannya, selain itu tidak ada kriteria obyektif
yang bisa mengukur situasi yang penuh stres, kecuali ukuran pengalaman
individu, sedangkan lingkungan yang memberi tekanan dapat berupa lingkungan
kerja, seperti : kondisi kerja yang miskin fasilitas, kondisi pekerjaan yang tidak
memuaskan, dll (Smet, 1994).
LINGKUNGAN
2. Stres sebagai ”respon”
Pendekatan yang kedua menggambarkan pada reaksi individu terhadap
stresor dan menggambarkan stres sebagai suatu respon. Di bawah ini adalah bagan
stres sebagai respon.
Dalam konteks ini sering mendapat contoh sebagai berikut : seseorang
akan merasa stres bila suruh pidato di depan suatu pertemuan. Respon yang
dialami mengandung dua komponen yaitu : komponen psikologis yang meliputi :
perilaku, pola pikir, emosi, dan perasaan stres ; dan komponen fisiologis, berupa
rangsangan–rangsangan fisik yang meningkat, seperti jantung berdebar–debar,
mulut kering, perut mules, badan berkeringat. Respon – respon psikologis dan
fisiologis terhadap stresor ini disebut juga strain atau ketegangan. Stres sebagai
suatu respon ini juga dikenal dalam ilmu medis dan sering dipandang sebagai
perspektif fisiologis (Smet, 1994).
LINGKUNGAN Psikologi
Fisiologi Respon
stres Agen
stres
Tingkah laku Stimulus respon
3. Stres sebagai interaksi antara individu dengan lingkungan
Pendekatan ketiga ini menggambarkan stres sebagai suatu proses yang
meliputi stresor dan strain dengan menambahkan dimensi hubungan antara
individu dengan lingkungannya, stres bukan hanya suatu stimulus atau sebuah
respon saja tetapi juga proses dimana seseorang adalah pengantara (agen) yang
aktif yang dapat mempengaruhi stresor melalui strategi–strategi perilaku, kognitif
dan emosional (Smet, 1994).
E. Stresor
Stresor merupakan keadaan fisik maupun psikologis yang menantang dan dapat menimbulkan tekanan pada sistem biologis, psikologis serta kondisi sosial seseorang. Respon fisiologis dan psikologis terhadap stresor disebut sebagai strain. Tingkat stres seseorang akan meningkat seiring dengan peningkatan frekuensi, intensitas dan durasi stresor yang dihadapi. Semakin kuat stresor yang diberikan maka strain yang ditunjukkan juga semakin kuat (Sarafino, 2008).
Looker and Gregson (2005) mengartikan stresor sebagai segala sesuatu di lingkungan yang dapat mengakibatkan aktivasi respon stres, seberapa tinggi respon stres yang dihasilkan dipengaruhi oleh seberapa stresor terjadi.
Gangguan fisik bisa menjadi stresor psikososial, apabila gangguan fisik
tersebut sangat berarti bagi individu tersebut. Penilaian ringan atau beratnya suatu
stresor psikososial tergantung pada besarnya perubahan dalam kehidupan
seseorang akibat stresor tersebut sampai seberapa jauhnya keadaan tersebut berada
dalam pengendaliannya, serta jumlah stresor dalam suatu kurun waktu tertentu
dihadapi oleh individu yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan sehingga haru mengadakan adaptasi (Mudrikah, 2007).
F. Reaksi Fisiologis Stres
Stresor lingkungan seperti panas, rasa sakit, dan bahaya dapat mengakibatkan general adaption syndrome, berikut merupakan bagan General Adaptation Syndrome(GAS) secara skematis menurut Han Seyle :
Wade dan Tavris (2007) menyatakan tiga tahapan reaksi fisiologis dari stres antara lain:
1. Fase alarm ( the alarm phase ), adalah fase dimana tubuh menggerakkan
sistem saraf simpatetik untuk menghadapi ancaman langsung.
2. Fase penolakan (the resistance phase), saat tubuh berusaha menolak atau
mengatasi stresor yang tidak dapat dihindari. Selama fase ini, respon
fisiologis yang terjadi pada fase alarm terus berlangsung, namun respon–
respon tersebut membuat tubuh menjadi lebih rentan terhadap stresor-stresor
lain.
3. Fase kelelahan (the exhaustion phase), saat stres yang berkelanjutan
menguras energi tubuh, meningkatkan kerentanan terhadap masalah fisik dan
pada akhirnya akan memunculkan penyakit. Reaksi yang sama yang
Pertahanan Alarm
Stresor keletihan Penyakit
memampukan tubuh merespon tantangan secara efektif pada fase alarm akan
merugikan apabila berlangsung secara terus menerus.
G. Respon Fisiologis Tubuh Terhadap Stres
Tubuh bereaksi terhadap stresor dengan memulai seurutan kompleks respon bawaan terhadap ancaman yang dihayati. Jika ancaman tersebut dapat dipecahkan dengan segera, respon darurat tersebut menghilang, dan keadaan fisiologis menjadi normal. Apapun jenis stresor yang dialami, tubuh secara otomatis mempersiapkan diri untuk menangani keadaan darurat tersebut, hal ini dinamakan respon melawan atau melarikan diri. Perubahan fisiologis terjadi akibat aktivitas neuroendokrin yang dikendalikan oleh hipotalamus yang juga dinamakan pusat stres otak, dikarenakan fungsi gandanya dalam keadaan darurat mengaktivasi cabang simpatis dari sistem saraf otonom dan mengaktivasi sistem kortek adrenal dengan mengirim sinyal ke kelenjar hipofisis sehingga disekresi oleh hormon ACTH (adrenokortikotropik) (Mudrikah, 2007).
dalam kelenjar adrenal) untuk melepaskan hormon epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin ke dalam pembuluh darah (Atkinson, Richard, Smith, Bem, 2010).
Stres fisik atau mental dapat berdampak pada meningkatnya respon simpatis pada tubuh, keadaan ini biasa disebut dengan respon stres simpatis. Sistem simpatis dapat teraktivasi dengan kuat pada berbagai keadaan emosi, seperti halnya pada kedaan marah atau kecewa, sehingga dapat menimbulkan rangsangan terhadap hipotalamus, sinyal-sinyal yang dijalarkan ke bawah melalui formation retikularis otak dan masuk ke medulla spinalis akan menyebabkan pelepasan impuls simpatis yang massif (Umam, 2010).
Hubungan otak dan tubuh saat stres dapat dilihat pada gambar 4:
Hormon stres akan menstimulasi lapisan luar kelenjar adrenal (korteks adrenal) yang menyebabkan pelepasan sekelompok salah satu hormon utama yang dilepaskan adalah kortisol yang dapat meregulasi kadar glukosa dan kolesterol tertentu di dalam darah. Jumlah kortisol di dalam sampel darah atau urin sering kali digunakan sebagai parameter stress (Atkinson.,et al,2010).
King (2010) mengemukakan bahwa respon stres tubuh sebagian besar merupakan fungsi aktivasi sistem saraf simpatetis yang disiapkan untuk bertindak ketika dihadapkan pada suatu ancaman. Respon stres melibatkan perlambatan
JALUR 1 JALUR 2
hipotalamus
proses pemeliharaan (seperti fungsi kekebalan, dan pencernaan). Stres akut merupakan respon adaptif, tetapi stres kronis memiliki konsekuensi negatif untuk kesehatan.
H. Stres Dan Adaptasi
Ketika individu terpajan stres, sistem limbik otak akan merangsang hipotalamus, yang mengakibatkan sistem saraf otonom (SSO) memulai respon fisiologis awal dengan reaksi alarm dan resistensi. Respon fisiologis awal terhadap stres merupakan reaksi alarm yang berfungsi untuk menyiapkan tubuh untuk tindakan defensif melawan stresor, ketakutan paradoks dapat timbul disertai pengaktifan bagian parasimpatis SSO sehingga mengakibatkan individu yang bersangkutan sering buang air besar dan kecil, tetapi pada situasi darurat yang terpicu adalah respon fight or flight. Hal ini terjadi melalui bagian simpatis dopamin SSO serta peningkatan adrenalin (epineprin) dan noradrenalin (norepineprin) oleh medulla adrenal. Respon fight or flightmempersiapkan tubuh untuk kerja fisik intens untuk melawan atau melarikan diri dari obyek stres (Brooker, 2005).
yang terjadi dihasilkan tubuh berlawanan dengan shock phase, pada fase ini penderita mengadakan reaksi perbaikan (Watson, 2000).
Fink (2000) mengemukakan bahwa reaksi alarm terjadi pada paparan pertama terhadap stresor. Dalam jangka waktu yang pendek tubuh memiliki daya tahan tubuh di bawah level normal. Reaksi alarm diikuti oleh reaksi resistensi yang dirangsang oleh hormon hipotalamus dan berlanjut selama stresor terus mengancam. Reaksi resistensi menghasilkan energi untuk mempertahankan respon stres dan melindungi tubuh dengan mengkompensasikan setiap kerusakan yang terjadi selama reaksi alarm sehingga terjadi peningkatan sekresi kortisol (glukokortikoid) oleh korteks adrenal.
Reaksi akhir terhadap stres adalahexhaustion stage, hal ini terjadi setelah distres berlebihan dan berkepanjangan serta jika berlanjut akan menyebabkan penyakit dan akhirnya terjadi kematian. Karena itu, berulangnya sindrom adaptasi umum, seperti terjadi lingkungan penuh stres yang tidak dapat dihindari sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan (Brokker, 2005).
Berikut merupakan respon terhadap stres dapat dilihat pada gambar 5.
Komponen fisiologis yang terlibat dalam respon tubuh terhadap stres adalah sistem saraf pusat, hipotalamus, sistem saraf simpatik, kelenjar pituitari anterior dan posterior, medula adrenal dan korteks adrenal. Komponen fisiologis
dan hasil sekresi hormon bertanggung jawab dalam respon neuroendokrin terhadap stresor. Respon neuroendokrin ini melibatkan sistem saraf, sistem endokrin dan sistem imun. Karena 3 hal ini saling berhubungan maka respon individu terhadap stres mencerminkan integrasi dari ketiga sistem ini (Watson, 2000).
Saat terjadi stres, hipotalamus akan teraktivasi. Aktivasi hipotalamus sebagai respon terhadap stres akan melibatkan sistem endokrin. Sistem saraf simpatik juga menstimulasi kelenjar adrenal untuk melepaskan hormon katekolamin (epinefrin dan norepinefrin) ke aliran darah (Watson, 2000).
I. Stres Dan Kesehatan
Secara fisiologis hampir semua jenis stres ditandai dengan peningkatan hormon kortisol dalam darah. Dalam waktu beberapa menit sudah dapat meningkatkan sekresi ACTH dan mengakibatkan sekresi kortisol juga semakin meningkat, bahkan dapat mencapai dua puluh kali lipat dari keadaan normal. Selain stres mental, juga terdapat banyak penyebab stres fisik nonspesifik yang dapat merangsang peningkatan kecepatan sekresi kortisol secara bermakna oleh korteks adrenal (Umam, 2010).
Menurut Surbakti (2008), setiap orang membutuhkan stres sampai kadar tertentu, tetapi stres yang melampaui kadar yang dibutuhkan dapat menyebabkan ketidaknyamanan bahkan ancaman bagi kesehatan yang serius. Beberapa penyebab stres (stresor) salah satunya dapat dikarenakan faktor keramaian (bising). Tempat-tempat keramaian seperti pasar, terminal bus, stasiun kerata api, pasar swalayan atau bandar udara merupakan wilayah yang seringkali menciptakan stres.
J. Bising
Kebisingan merupakan suatu bunyi intensitas tinggi yang merupakan
pencemaran yang menganggu dan tidak disukai, dapat mengganggu percakapan
dan merusak alat pendengaran (Marpaung, 2006).
Anak-anak yang berada di daerah kebisingan dengan intensitas tinggi
lebih banyak menderita tekanan darah tinggi daripada anak-anak di daerah
kebisingan intensitas lebih rendah (Wade dan Tavris, 2007).
Menurut Gabriel (1998) bising didefinisikan sebagai bunyi yang tidak
dikehendaki yang merupakan aktivitas alam (bicara, pidato) dan buatan manusia
(bunyi, mesin). Kebisingan atau noise pollutionsering disebut sebagai suara atau
bunyi yang tidak dikehendaki atau dapat diartikan sebagai suara yang salah pada
tempat dan waktu yang salah. Kebisingan merupakan salah satu faktor penting
penyebab terjadinya stres dalam kehidupan modern. Sumber kebisingan dapat
berasal dari kendaraan bermotor, kawasan industri atau pabrik, pesawat terbang,
kereta api, tempat-tempat umum. Kebisingan merupakan salah satu penyebab
utama timbulnya penyakit, efek kebisingan terhadap kesehatan dapat
meningkatkan sensitivitas tubuh berupa peningkatan sistem kardiovaskular seperti
peningkatan tekanan darah dan denyut jantung. Apabila hal ini terjadi dalam
waktu yang lama akan menyebabkan reaksi psikologis berupa menurunnya
konsentrasi dan kelelahan (Chandra, 2009).
Bising sangat berbahaya bagi hewan dan manusia. Kebisingan dapat
dianggap sebagai penyebab penting terjadinya stres. Efek negatif karena terpapar
kardiovaskular (Nasution, 2004). Paparan kebisingan merupakan masalah bagi kesehatan, kebisingan berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat yang meliputi kelainan pada kardiovaskular, sistem hormonal dan kekebalan (Passchier, Vermer, 2000).
K. Aktivitas Fisik Maksimal
Aktivitas fisik maksimal dapat memicu terjadinya ketidakseimbangan
antara produksi radikal bebas dan sistem pertahanan antioksidan tubuh, Aktivitas
fisik dapat meningkatkan konsumsi oksigen seratus sampai dua ratus kali lipat
karena terjadi peningkatan metabolisme di dalam tubuh. Peningkatan penggunaan
oksigen terutama oleh otot-otot yang berkontraksi dapat menyebabkan terjadinya
peningkatan dari mitokondria yang akan menjadi Reaktif Oxygen Species (ROS).
Ketika aktivitas fisik berat, terjadi peningkatan produksi radikal bebas, sehingga
radikal bebas dapat menimbulkan kerusakan sel seperti lipid, protein, DNA, serta
dapat menyebabkan mutasi dan bersifat karsinogenik (Leeuwenburg and
Heinecke, 2001).
Menurut Adam (cit., Harahap,2008) Aktivitas fisik merupakan kegiatan
hidup yang dikembangkan dengan harapan dapat memberikan nilai tambah berupa
peningkatan kualitas, kesejahteraan dan martabat manusia. Aktivitas fisik
merupakan modulator dengan spektrum pengaruh yang luas dan dapat berupa
pengaruh positif yaitu memperbaiki maupun pengaruh negatif yaitu menghambat
L. Kolesterol
Kolesterol merupakan lipid amfipatik dan merupakan komponen
struktural esensial pada membran dan dan lapisan luar lipoprotein plasma.
Senyawa ini disintesis di banyak jaringan dari asetil KoA dan merupakan
prekursor semua steroid lain di tubuh, termasuk kortikosteroid, hormon seks, asam
empedu dan vitamin D (Murray, Granner, Rodwel, 2009).
Kolesterol tubuh terdapat dalam darah, empedu, korteks adrenal, dan
jaringan saraf. Kelebihan kolesterol dapat menyebabkan mengendapnya kolesterol
pada dinding pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan penyempitan dan
pengerasan pembuluh darah yang dikenal sebagai arterosklerosis (proses
pembentukan plak pada pembuluh darah), selain itu juga dapat mengakibatkan
berkurangnya elastisitas atau kelenturan pembuluh darah tersebut mengakibatkan
aliran darah terganggu (Poedjiadi, 2006 ).
Kolesterol dapat berada dalam keadaan sebagai kolesterol bebas atau
tergabung dengan asam lemak rantai panjang, membentuk ester kolesterol. Ester
kolesterol merupakan bentuk kolesterol cadangan yang ditemukan dalam
sebagian jaringan tubuh (Murray et.al, 2009). Kolesterol, trigliserida, dan
fosfolipid adalah jenis lemak terbesar di dalam tubuh dan ketiganya dihantarkan
secara kompleks pada lemak dan protein sebagai lipoprotein. Semua kelas
lipoprotein menunjukkan struktur umum yang sama, terdiri dari sebuah inti lipid
nonpolar (ester kolesterol dan trigliserida) yang dikelilingi oleh fosfolipid
monolayer, usterfied kolesterol, dan variasi apolipoprotein. Apolipoprotein
komponen protein dari lipoprotein. Apolipoprotein diperlukan untuk menjaga
struktur lipoprotein dan untuk memimpin metabolisme partikel (Crowley, 2001).
M. Metabolisme Kolesterol
Biosintesis kolesterol diawali dengan asetil–CoA dalam proses yang
sangat rumit yang melibatkan 32 macam enzim, yang beberapa diantaranya dapat
larut ke dalam sitosol dan yang lainnya terikat pada membran RE. Penyusunan
kerangka karbon dasar pada kolesterol adalah isoprene (Kuchel and Ralston,
2002).
Biosintesis kolesterol yang kedua yaitu pembentukan unit isoprenoid :
mevalonat mangalami fosforilasi secara sekuensial oleh ATP dengan tiga kinase,
dan setelah dekarboksilasi terbentuk unit isoprenoid aktif, isopentil difosfat
(Kuchel and Ralston, 2002).
Tahap ketiga dari biosintesis kolesterol yaitu enam unit isoprenoid
membentuk skualen dimana isopentil difosfat mengalami isomerisasi melalui
pergeseran ikatan rangkap untuk membentuk dimetilalil difosfat yang selanjutnya
bergabung dengan molekul lain isopentil difosfat untuk membentuk zat antara
sepuluh geranil difosfat, kondensasi dengan isopentenil difosfat membentuk
farnesil difosfat dan dua molekul farnesil difosfat bergabung di ujung difosfat
membentuk skualen (Kuchel and Ralston, 2002).
Biosintesis kolesterol tahap empat yaitu pembentukan lanosterol dimana
skualen dapat melipat membentuk suatu struktur yang sangat mirip dengan inti
oleh oksidase berfungsi campuran, skualen epoksidase di reticulum endoplasma
(Kuchel and Ralston, 2002).
Tahap kelima biosintesis kolesterol yaitu pembentukan kolesterol dari
lanosterol yang berlangsung di membran retikulum endoplasma dan melibatkan
pertukaran–pertukaran di inti steroid dan rantai samping. Ikatan rangkap samping
direduksi dan menghasilkan kolesterol (Kuchel and Ralston, 2002).
N. Stres Memicu Peningkatan Kolesterol
Stres yang ada pada seseorang akan memicu pelepasan hormon kortisol di dalam tubuh seseorang, dimana hormon ini akan bekerja untuk mengatur seluruh sistem di dalam tubuh individu , hormon kortisol akan bekerja mengatur seluruh sistem di dalam tubuh dalam menghadapi stres yang ada. Hormon kortisol ini dijadikan tolok ukur untuk melihat derajat stres pada seseorang. Semakin stres maka kadar hormon kortisol dalam tubuh akan semakin tinggi (Graha, 2010).
sekresi ACTH oleh kadar kortisol yang tinggi dalam darah dikalahkan oleh aktivitas bagian aksis yang lebih tinggi yang diinduksi oleh stres yang bersangkutan. Pengaruh utama ACTH pada sintesis kortisol adalah pada tahap perubahan kolesterol menjadi pregnolon yang merupakan asal hormon steroid adrenal (Marks, Allan, Smith, 2000).
ACTH akan merangsang sintesis dan sekresi kortisol melalui beberapa langkah dalam jalur steroidogenesis, ACTH akan meningkatkan jumlah reseptor Low Density Lipoprotein (LDL) sehingga mengakibatkan kolesterol uptake, sementara adrenal cortex dapat mensintesis kolesterol. Hampir 80% kolesterol yang digunakan dalam sintesis steroid berasal dari luar adrenal. ACTH mengendalikan pembentukan kompartemen membran plasma yang dapat mempertahankan HDL yang kemudian HDL dapat digunakan untuk sintesis glukokortikoid (Margioris and Tsatsanis, 2011)
Keseimbangan dalam aktifitas lipolisis dan esterifikasi menentukan kecepatan pelepasan asam lemak bebas. (Hendry,et.al, 2008).
Simpanan energi tubuh terutama dalam bentuk asam lemak, dengan masuk dan keluar dari bentuk molekul trigliserida di jaringan adiposa, asam-asam lemak merupakan bahan untuk dikonversi menjadi glukosa (glukoneogenesis) serta untuk pembakaran langsung untuk menghasilkan energi. Kolesterol memiliki dua sumber makanan dan sintesis endogen di tubuh. Kolesterol merupakan konstituen penting dalam pembentukan membran sel. Kolesterol juga banyak yang menjadi sintesis asam empedu dan hormon steroid (kortisol, estrogen, androgen). Pada proses biologik normal, kolesterol mengalami sintesis, penguraian, dan daur ulang (Sacher dan McPherson, 2002).
Lipid memerlukan mekanisme pengangkutan khusus agar bersirkulasi dalam darah. Asam lemak bebas hanya terdapat dalam jumlah kecil di dalam darah dan umumnya berikatan dengan albumin. Komponen lipid utama yang dijumpai dalam plasma yaitu trigliserida, kolesterol dan fosfolipid. Ketiganya terdapat dan diangkut dalam darah sebagai lipoprotein, suatu kompleks makromolekul yang sangat besar dari lipid dan protein khusus (apolipoprotein) yang membantu kelarutan dan metabolisme lemak (Sacher dan McPherson, 2002).
O. Keterkaitan Stres dengan Kolesterol
Fungsi utama jaringan adiposa adalah menyimpan trigliserid untuk substrat energi. Adanya lipogenesis dari glukosa membuat keterbatasan penyimpanan trigliserid dalam jaringan adiposa. Trigliserid dihidrolisis oleh Lipoprotein Lipase (LPL). LPL disintesis dari jaringan adiposa dan diangkut ke permukaan endoluminal di sel endothelial. Kortisol dan insulin merupakan hormon yang dikirimkan untuk regulasi LPL (Hendry,et al,2008).
P. Metode Pengukuran Kadar Kolesterol
Pengukuran lipid serum yang paling relevan adalah kolesterol total, trigliserida, dan fraksionasi kolesterol menjadi fraksi HDL dengan kalkulasi fraksi LDL kolesterol. Pengukuran kolesterol total dahulu dilakukan dengan metode kimiawi kolorimetrik yang memperlihatkan adanya interfensi dari zat – zat lain. Saat ini sebagian besar metode kolesterol menggunakan enzim kolesterol oksidase dan bersifat jauh lebih spesifik. Masalah teknis utama dalam memastikan standardisasi antara berbagai pengukuran kolesterol adalah ketidak larutan relatif kolesterol, yang membatasi ketersediaan zat ini untuk reagen–reagen enzimatik selama periode analisis. Saat ini terdapat penekanan untuk menciptakan standar kolesterol nasional yang disepakati oleh semua laboratorium (Sacher dan McPherson, 2004).
terhadap suatu bahan tertentu yang mungkin berbeda komposisi rata–rata nya dari sampel yang sedang dianalisis, karena itu perbandingan didasarkan pada kandungan kolesterol (Sacher dan McPherson, 2004).
Fraksionasi kolesterol semula didasarkan pada pemisahan secara ultrasentrifugasi berbagai lipoprotein sesuai densitas masing–masing. Lemak murni memiliki densitas yang lebih rendah daripada air ; densitas lemak ; lebih rendah daripada protein ; dan densitas trigliserid lebih rendah daripada fosfolipid dan kolesterol (Sacher dan McPherson, 2004).
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan berusia 2-3 bulan, menurut Giknis and Clifford (2008) range kadar kolesterol normal pada tikus jantan dengan umur 2-3 bulan adalah 37-85 mg/dL.
Q. Keterangan Empiris
29 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni dengan rancangan Pretest-Posttest Group Design. Pemilihan sampel dilakukan secara acak sederhana. Penelitian yang dilakukan bersifat eksploratif. Dalam hal ini akan diteliti mengenai pengaruh stresor dengan metode bising dan aktivitas fisik maksimal terhadap kadar kolesterol tikus putih jantan.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian
Variabel-variabel yang ada dalam penelitian antara lain :
a. Variabel bebas yaitu metode stresor yang digunakan berupa metode bising dan aktivitas fisik maksimal
b. Variabel tergantung yaitu kadar kolesterol hewan uji (mg/dL)
c. Variabel pengacau terkendali yaitu jenis kelamin, umur tikus, berat badan. Hewan uji yang digunakan berjenis kelamin jantan, dengan umur 2-3 bulan, berat badan ±200-300 gram, dan termasuk dalam galur Wistar. d. Variabel pengacau tak terkendali yaitu kondisi patologis tikus yang
2. Definisi operasional
a. Stres yang dialami hewan uji dalam penelitian adalah saat hewan uji diberi stresor sesuai dengan metode yang ditentukan.
b. Metode bising dengan intensitas bunyi 85-100 dB selama 2 jam per hari yang dilakukan selama 3 hari.
c. Metode aktivitas fisik maksimal berupa renang, Lamanya aktivitas fisik maksimal diukur sewaktu tikus mulai berenang sampai tenggelam selama 30 menit dan dengan pemberian stimulus supaya tikus tetap dapat berenang sehingga aktivitas fisik dapat tercapai.
d. Pengukuran darah dilakukan 30 menit sebelum pemaparan stresor dan segera setelah pemaparan stresor sesuai metode yang digunakan.
e. Kadar kolesterol yang dimaksud adalah kadar yang diukur sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan.
f. Ukuran aquarium untuk metode aktivitas fisik maksimal dengan panjang 50cm, lebar 30cm, tinggi 34 cm, dan kedalaman air 24cm, aquarium terbuat dari kaca.
g. Ukuran kotak kaca untuk metode bising dengan panjang 20 cm, lebar 20 cm, tinggi 35 cm dengan penutup berupa kardus yang dilapisi dengan karpet sebagai peredam suara.
C. Subjek Penelitian
Subjek yang digunakan dalam penelitian ini yaitu tikus putih jantan galur Wistar, dengan berat badan ±200-300 gram, dengan umur 2-3 bulan sebanyak dua puluh ekor tikus yang dibagi menjadi empat kelompok perlakuan yang masing-masing terdiri dari lima ekor hewan uji yang diperoleh dari Laboratorium Imono Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
D. Alat/Instrumen Penelitian
Alat atau instrument yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tempat kaca dengan tutup yang terbuat dari kardus yang dilapisi karpet sebagai penutup tempat untuk perlakuan bising, speaker, aquarium kaca dengan ukuran tinggi 35 cm, lebar 20 cm, panjang 20 cm , sarung tangan, tabung darah, hematokrit, dan alat pengukur intensitas bunyi “sound level meter” yang diperoleh dari Laboratorium Fisika Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
E. Tata Cara Penelitian 1. Pemilihan hewan uji
setara dengan manusia dewasa. Hewan uji dibagi ke dalam empat kelompok perlakuan yang masing-masing terdiri dari lima ekor hewan uji, diantaranya kelompok kontrol aktivitas fisik maksimal, kelompok metode bising, kelompok perlakuan aktivitas fisik maksimal dan kelompok perlakuan bising.
2. Perlakuan hewan uji sebelum pengujian
3. Metode perlakuan stres a. Perlakuan metode bising
Dalam metode bising, dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan yang masing-masing berjumlah 5 hewan uji. Kedua kelompok tersebut tetap mendapatkan makan dan minum ad libitum setiap hari. Pada kelompok kontrol tidak diberi kebisingan, sedangkan kelompok perlakuan diberi kebisingan dengan intensitas >85-100 dB menggunakan suara rotor pabrik dengan durasi 2 jam/hari berturut-turut selama 3 hari pada siang hari (Inayah, 2008).
b. Perlakuan metode aktivitas fisik maksimal
F. Pengukuran kadar kolesterol darah
Pengukuran kadar kolesterol darah diawali dengan pengambilan darah melalui mata setelah pemberian stresor, pengambilan sampel darah pada perlakuan dan kontrol dilakukan pada waktu yang bersamaan, pengambilan darah sebanyak 2 ml kemudian dilakukan pengecekan kadar kolesterol yang dilakukan di Laboratorium Klinik PARAHITA Yogyakarta.
G. Analisis Hasil
Data yang diperoleh berupa nilai kadar kolesterol setiap kelompok perlakuan yaitu pada kelompok kontrol dengan metode stresor bising, kelompok perlakuan metode stresor bising, kelompok kontrol metode aktivitas fisik maksimal dan kelompok perlakuan metode aktivitas fisik maksimal.
Data disajikan dalam bentuk dalam tabel dan diagram batang. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik yang diawali dengan uji normalitas Sapphiro Wilkdan kemudian untuk melihat adanya perubahan kadar kolesterol sebelum dan sesudah dari masing-masing kelompok pemaparan stresor dengan metode pair-t-test dengan taraf signifikansi 95%. Selanjutnya untuk melihat perbedaan bermakna dari masing-masing kelompok (kelompok kontrol dan perlakuan) dilakukan uji independent t-test. Kelompok metode stresor aktivitas fisik maksimal dan metode stresor bising juga dilakukan uji independent t-test untuk membandingkan pengaruh kedua stresor tersebut.
35 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengaruh Stresor dengan Metode Bising terhadap Kadar Kolesterol Darah pada Tikus Putih Jantan
Pengujian dengan metode bising dilakukan dengan intensitas bunyi 85-100 dB. Bising yang dipaparkan berupa suara mesin kendaraan dan suara mesin pabrik yang diberikan dalam waktu 120 menit dan diulang selama 3 hari berturut-turut pada tanggal 29 Februari - 2 Maret pada jam 11.00-13.00 WIB. Sebelum diberi bising dilakukan pengambilan darah pada kelompok kontrol maupun pada kelompok perlakuan. Pada kelompok perlakuan, pengambilan darah dilakukan 30 menit sebelum diberi bising. Hal ini bertujuan agar hewan uji tidak mengalami stres akibat proses pengambilan darah, selain itu agar nantinya stres yang timbul benar-benar akibat dari pemaparan bising yang diberikan.
dikarenakan volume darah yang keluar sedikit dan proses keluarnya darah lebih lama sehingga hal ini menyebabkan hewan uji mengalami stres.
Setelah pengambilan darah, hewan uji diistirahatkan selama 30 menit dan kemudian hewan uji kelompok perlakuan dipapari bising dengan intensitas dan durasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Berdasarkan pengamatan, hewan uji yang dipapari stres dengan metode bising menunjukkan gejala-gejala stres berupa gelisah, terlihat bahwa hewan uji lebih aktif berkemih dan mengeluarkan kotoran lebih banyak yang konsistensinya lebih lunak dibanding pada kondisi normal. Pada hari ketiga setelah pemaparan bising selama 120 menit, kemudian hewan uji dengan segera diambil darahnya kembali. Hal ini dimaksudkan supaya kadar kolesterol yang akan diukur merupakan efek dari pemaparan bising, kemudian sampel darah diukur kadar kolesterolnya. Berikut merupakan data pengukuran kadar kolesterol darah sebelum dan sesudah pada kontrol perlakuan bising yang diringkas pada tabel I.
Tabel I. Rata-rata pengukuran kadar kolesterol darah sebelum dan sesudah pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan bising
Kelompok Rata-rata kadar sebelum (mg/dL) ± SE
Rata-rata kadar sesudah (mg/dL) ± SE
Kontrol 70,8 ± 3,2 69,2 ± 2,9
Perlakuan bising 66,00 ± 2,4 76,2 ± 5,4
kadar kolesterol, tetapi penurunannya berbeda tidak bermakna. Penurunan kadar kolesterol ini merupakan suatu kewajaran, dikarenakan kondisi masing-masing setiap hewan uji berbeda-beda. Dari hasil yang didapat kemudian dilakukan uji normalitas. Untuk memastikan data berdistribusi normal atau tidak maka diperlukan uji statistik menggunakan uji Sapphiro-Wilk, Penggunaan uji ini dikarenakan jumlah sampelnya kurang dari 50 sampel. Pada kelompok kontrol (data terlampir pada lampiran 5) diperoleh nilai signifikansi 0,366 > 0,05 dan setelah pemaparan stresor pada kelompok kontrol diperoleh nilai signifikansi 0.753 > 0,05. Dari nilai signifikansi yang diperoleh bahwa nilai p > 0,05 maka disimpulkan bahwa data tersebut memiliki distribusi yang normal. Pada kelompok perlakuan bising (data terlampir pada lampiran 6) ditunjukkan dengan nilai signifikansi > 0,05 (p > 0,05), dimana sebelum pemaparan bising pada kelompok perlakuan diperoleh nilai signifikansi 0,331 > 0,05, dan setelah pemaparan stresor diperoleh nilai signifikansi 0,417 > 0,05. Dari nilai signifikansi yang diperoleh bahwa nilai p > 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa data pada kelompok kontrol memiliki distribusi normal. Setelah diketahui bahwa data terdistribusi normal maka selanjutnya dilakukan dengan uji statistikpair-t-test.
Hal ini merupakan suatu kewajaran dikarenakan pada kondisi normal perubahan kadar kolesterol yang tidak signifikan. Berikut merupakan diagram batang rata-rata kelompok kontrol bising sebelum dan sesudah yang terdapat dalam gambar 6.
Gambar 6. Diagram batang rata-rata kadar kolesterol darah kelompok kontrol bising sebelum dan sesudah perlakuan
Keterangan :
Sebelum bising : sebelum pemaparan bising pada kelompok kontrol
Sesudah bising : sesudah pemaparan bising pada kelompok kontrol
Dari hasil uji pair t-test pada kelompok perlakuan bising (data terlampir di lampiran 8) diketahui bahwa rata-rata nilai kadar kolesterol pada pengukuran sebelum perlakuan bising adalah 66 mg/dL, sedangkan pada pengukuran setelah perlakuan bising didapatkan rata-rata kadar kolesterol adalah 76,20 mg/dL. Pada uji pair t-test dikatakan berbeda bermakna pada kelompok sebelum dan sesudah jika p < 0,05. Hasil uji statistik pada kelompok perlakuan bising didapatkan nilai p 0,049 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan secara signifikan antara rata-rata kadar kolesterol sebelum dan sesudah perlakuan bising. Berikut
merupakan diagram batang rata-rata kadar kolesterol kelompok perlakuan bising sebelum dan sesudah pemaparan stresor yang dilihat dalam gambar 7.
Gambar 7. Diagram batang rata-rata kadar kolesterol darah kelompok perlakuan bising sebelum dan sesudah perlakuan
Keterangan :
Sebelum bising : sebelum pemaparan bising dengan intensitas bunyi 85-100 dB.
Sesudah bising : sesudah pemaparan bising dengan intensitas bunyi 85-100 dB.
Setelah dilakukan uji pair t-test, selanjutnya dilakukan uji untuk mengetahui perbedaan rata-rata antara 2 kelompok perlakuan yaitu pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Data yang digunakan untuk mengetahui perbedaan rata-rata kelompok perlakuan dan kontrol ini menggunakan data selisih kadar kolesterol sebelum dan sesudah perlakuan pada masing-masing kelompok (data terlampir pada lampiran 9). Terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data untuk selisih data sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan bising. Hasil normalitas data pada selisih kelompok kontrol dan selisih pada kelompok perlakuan didapatkan distribusi yang normal (data terlampir pada lampiran 10). Hasil uji normalitas pada kelompok kontrol didapatkan nilai p= 0,565, sedangkan pada kelompok
perlakuan bising didapatkan nilai p= 0,168. Berdasarkan data tersebut, data pada kelompok kontrol dan perlakuan memiliki distribusi yang normal (p>0,05). Analisis selanjutnya dilakukan dengan uji independent sample t-test (data terlampir pada lampiran 11). Pada kelompok perlakuan bising dan kontrol menunjukan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara kelompok kontrol dengan perlakuan bising, hal ini dibuktikan dengan nilai signifikansi sebesar 0,041 (p< 0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pada kadar kolesterol antara perlakuan bising dengan kontrol, dengan arti terdapat perbedaan signifikan antara kelompok perlakuan yang diberi stresor berupa bising dengan kelompok kontrol.
mempengaruhi metabolisme protein, dan lemak dan memiliki aktivitas mineralokor tikoid yang cukup berarti). ACTH akan merangsang sintesis dan sekresi kortisol melalui beberapa langkah dalam jalur steroidogenesis, ACTH akan meningkatkan jumlah reseptor Low Density Lipoprotein (LDL) sehingga mengakibatkan kolesterol uptake (Margioris and Tsatsanis, 2011). Pengaruh utama ACTH pada sintesis kortisol adalah pada tahap perubahan kolesterol menjadi pregnolon yang merupakan asal hormon steroid adrenal (Marks, Allan, Smith, 2000).
B. Pengaruh Metode Stresor dengan Metode Aktivitas Fisik Maksimal terhadap Kadar Kolesterol Darah pada Tikus Putih Jantan
Pengujian stres dilakukan dengan metode aktivitas fisik maksimal. Dalam metode ini hewan uji akan dibiarkan berenang sekuat-kuatnya selama 30 menit dan dengan pemberian stimulus agar tetap berenang dan untuk mempertahankan dirinya. Penelitian ini dilakukan selama 3 hari berturut-turut yang dimulai jam 08.00 WIB pada tanggal 20 Februari-22 Februari 2012. Sebelum pemaparan stresor masing-masing kelompok diambil darahnya melalui mata kira-kira ± 2mL. selanjutnya dilakukan pengukuran kadar kolesterol darah.
gejala-gejala stres seperti mencicit, dan berteriak, sampai menit-menit terakhir hewan uji terlihat kelelahan berenang sampai kondisinya melemah, ketika hewan uji tidak melakukan aktivitas fisik dan diam saja di dalam air maka diberi stimulus dengan menekan kepala hewan uji, hal ini bertujuan supaya hewan uji dapat berenang kembali dan melakukan aktivitas fisik secara maksimal. Setelah perlakuan selama 30 menit kemudian dilakukan pengambilan darah dengan segera sebanyak 2 mL melalui mata. Berikut merupakan rata-rata kadar kolesterol darah sebelum dan sesudah perlakuan dan kontrol AFM pada tabel II
Tabel II. Rata-rata pengukuran kadar kolesterol darah sebelum dan sesudah aktivitas fisik maksimal (AFM) pada kelompok kontrol dan perlakuan
Kelompok Rata-rata Kadar sebelum (mg/dL) ± SE
Rata-rata Kadar sesudah (mg/dL)
Kontrol 64,6 ± 1,0 64,00 ± 2,1
Perlakuan 72,8 ± 3,3 88,00 ± 2,5
Rata-rata kadar kolesterol setelah perlakuan aktivitas fisik maksimal berupa renang sampai hampir tenggelam mengalami peningkatan yaitu dari sebelum perlakuan aktivitas fisik maksimal 72,8 mg/dL menjadi 88 mg/dL. Pada kelompok kontrol didapatkan rata-rata kadar kolesterol sebelum pemaparan stresor yaitu 64.6 mg/dL dan sesudah pemaparan stresor yaitu 64 mg/dL.
penggunaan uji Sapphiro-Wilk dilakukan untuk mengetahui data kadar kolesterol darah berdistribusi normal atau tidak, dalam pengujian ini digunakan taraf signifikansi 0,05 (α=0,05).
Dari hasil uji distribusi normal pada kelompok kontrol (data terlampir pada lampiran 12) pemaparan stresor sebelum aktivitas fisik maksimal diperoleh nilai signifikansi 0.685 > 0,05, dan setelah pemaparan stresor pada kelompok kontrol diperoleh nilai signifikansi 0.967 > 0,05. Dari nilai signifikansi yang diperoleh bahwa nilai p > 0.05 maka dapat disimpulkan juga bahwa data sebelum dan sesudah pemaparan stresor memiliki distribusi normal.
Pada kelompok perlakuan (data terlampir pada lampiran 13) hasil kadar kolesterol yang diperoleh dari sebelum dan sesudah pemberian stresor fisik dengan metode aktivitas fisik maksimal pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol ditunjukkan dengan nilai signifikansi > 0,05 (p > 0,05) di mana sebelum pemaparan stresor pada kelompok perlakuan fisik diperoleh nilai signifikansi 0.427 > 0,05, setelah pemaparan stres pada kelompok perlakuan diperoleh nilai signifikansi 0.611 > 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa pada kelompok perlakuan sebelum dan sesudah aktivitas fisik maksimal berdistribusi normal.
64,6, pada pengukuran setelah aktivitas fisik maksimal diperoleh rata-rata kadar 64,00. Secara statistik didapatkan nilai p=0,763, dengan taraf kesalahan (α) 0,05
atau dengan signifikansi 95% maka disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna secara signifikan antara rata-rata kadar kolesterol sebelum dan sesudah pemaparan stres pada kelompok kontrol. Berikut merupakan diagram batang rata-rata kadar kolesterol sebelum dan sesudah pada kelompok kontrol aktivitas fisik maksimal yang dapat dilihat pada gambar 8.
Gambar 8. Diagram batang rata-rata kadar kolesterol darah kelompok kontrol AFM sebelum dan sesudah perlakuan
Keterangan :
Sebelum AFM : sebelum pemaparan metode aktivitas fisik maksimal pada kelompok kontrol
Sesudah AFM : sesudah pemaparan metode aktivitas fisik maksimal pada kelompok kontrol
Pada kelompok perlakuan aktivitas fisik maksimal diketahui bahwa rata-rata nilai kadar kolesterol pada pengukuran sebelum perlakuan aktivitas fisik maksimal adalah 72,8 mg/dL, sedangkan pada pengukuran perlakuan setelah aktivitas fisik maksimal didapatkan rata-rata kadar kolesterol adalah 88 mg/dL. Hasil uji statistik (data terlampir pada lampiran 15) didapatkan nilai p = 0,009, menurut ketentuan, apabila hasil uji statistik < 0,05 dapat dikatakan bahwa data
64,6 64
antara kelompok perlakuan sebelum dan sesudah aktivitas fisik maksimal memiliki perbedaan bermakna, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan secara signifikan antara rata-rata kadar kolesterol sebelum dan sesudah melakukan aktivitas fisik maksimal. Berikut merupakan diagram batang rata-rata kadar kolesterol sebelum dan sesudah pada kelompok perlakuan bising yang tergambar pada gambar 9.
Gambar 9. Diagram batang rata-rata kadar kolesterol darah pada kelompok
perlakuan sebelum dan sesudah perlakuan
Keterangan :
Sebelum AFM : sebelum pemaparan stresor dengan metode aktivitas fisik maksimal berupa berenang sekuat-kuatnya sampai hampir tenggelam.
Sesudah AFM : sesudah pemaparan stresor dengan metode aktivitas fisik maksimal berupa berenang sekuat-kuatnya sampai hampir tenggelam.
Setelah dilakukan uji pair t-test kemudian dilakukan uji untuk mengetahui perbedaan rata-rata antara 2 kelompok perlakuan yang mengalami perlakuan berbeda yaitu pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dengan metode aktivitas fisik maksimal. Sebelum menentukan uji apa yang akan digunakan untuk mengetahui perbedaan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol maka perlu dilakukan uji normalitas terlebih dahulu, data dari selisih kadar kolesterol sebelum dan sesudah dari masing-masing kelompok yaitu
72,8 88
kelompok perlakuan dan kelompok kontrol (data terlampir pada lampiran 16),. Dari hasil yang didapatkan (data terlampir pada lampiran 17). Pada hasil normalitas kelompok kontrol didapatkan nilai p = 0,158 dan selisih kelompok perlakuan AFM didapatkan nilai p = 0,382. Berdasarkan data yang diperoleh maka disimpulkan bahwa data memiliki distribusi yang normal (p>0,05), sehingga analisis yang dilakukan yaitu dengan menggunakan uji independent t-test. Dari hasil uji independent t-test (data terlampir pada lampiran 18) terdapat perbedaan bermakna antara kelompok perlakuan AFM dengan kelompok kontrol. Dengan kata lain pemberian stresor memiliki pengaruh terhadap meningkatnya kadar kolesterol darah. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi 0,003 (p<0,05).
Dari hasil uji statistik kadar kolesterol didapat bahwa rata-rata kadar kolesterol mengalami peningkatan pada saat pengukuran setelah aktivitas fisik maksimal dari sebelum pemaparan stresor aktivitas fisik maksimal. Harahap (2008) mengemukakan bahwa adanya aktivitas fisik maksimal memicu terjadinya stres oksidatif dan diperkuat dengan pernyataan Cooper (2000) yang menyataan bahwa aktivitas fisik yang berlebih menyebabkan stres oksidatif yang dapat meningkatkan produksi radikal bebas. Pada keadaan normal, radikal bebas akan dinetralisir oleh antioksidan yang ada di dalam tubuh, tetapi apabila laju pembentukan radikal bebas sangat meningkat melebihi 5% dikarenakan terpicu oleh aktivitas fisik yang berat dan melelahkan, jumlah radikal bebas akan melebihi kemampuan kapasitas sistem pertahanan antioksidan.
di dalam lapisan dalam dinding pembuluh darah arteri. Kolesterol yang tinggi di dalam darah dikaitkan dengan proses atherosklerosis yang dapat menyebabkan pembuluh arteri menjadi sempit sehingga menjadi keras dan kaku. Perusakan timbunan LDL kolesterol yang dipicu oleh adanya radikal bebas merupakan awal dipercepatnya proses penebalan dinding dan penyempitan arteri.
C. Perbedaan Pengaruh Metode Stres Bising dan Aktivitas Fisik Maksimal terhadap Kadar Kolesterol Tikus Putih Jantan
Untuk melihat perbedaan pengaruh stres terhadap kadar kolesterol darah tikus putih jantan dengan menggunakan metode bising dan aktivitas fisik maksimal yang memberikan efek berbeda terhadap perubahan kadar kolesterol darah maka diperlukan uji statistik untuk 2 data yang tidak berpasangan. Data yang dibandingkan yaitu selisih data pada kelompok perlakuan bising dengan kelompok perlakuan aktifitas fisik maksimal (AFM) yang didapatkan dari data sebelum dan sesudah perlakuan masing-masing perlakuan. Berikut merupakan rata data selisih terlampir dan secara ringkas dicantumkan dalam tabel 3.
Tabel III. Rata-rata data selisih AFM dan bising
Kelompok perlakuan Rata-rata kadar kolesterol (mg/dL)± SE
AFM 15,2 ± 3,18
Bising 10,2 ± 3,63
signifikansi 0,382 > 0,05. Dengan demikian data terdistribusi normal. Selanjutnya untuk membandingkan pengaruh kedua metode tersebut dapat dilakukan dengan uji Independent t-test. pada hasil uji Independent t-test (data terlampir pada lampiran 19) menunjukkan nilai yang signifikan yaitu 0,331 (p>0,05), dengan nilai signifikansi lebih besar daripada 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang tidak signifikan antara kadar kolesterol kelompok aktivitas fisik maksimal dengan kelompok perlakuan bising. Berikut merupakan gambaran rata-rata selisih kadar kolesterol selisih kadar kolesterol darah hewan uji kelompok perlakuan AFM dan perlakuan bising yang ditunjukkan dalam gambar.
Gambar 10. diagram batang rata-rata selisih kadar kolesterol darah pada kelompok perlakuan bising dan AFM
Dari hasil yang didapatkan yang dilihat dari tabel, metode bising dan aktifitas fisik maksimal tidak signifikan dalam mempengaruhi peningkatan kadar kolesterol. Pemaparan stres dengan metode bising dan aktivitas fisik maksimal tersebut kemungkinan hal ini dikarenakan respon pengaruh tingginya aktivitas fisik maksimal dan bising tersebut sama. Penyebab peningkatan kadar kolesterol pada metode aktivitas fisik maksimal dikarenakan adanya stres oksidatif yang
50 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pemaparan dengan metode bising dan aktivitas fisik maksimal dapat mempengaruhi peningkatkan kadar kolesterol pada tikus putih jantan 2. Metode bising dan metode aktivitas fisik maksimal memberikan pengaruh
yang signifikan dalam mempengaruhi kadar kolesterol darah
B. Saran
Beberapa saran yang diajukan oleh penulis berdasarkan hasil penelitian pengaruh stres terhadap kadar kolesterol darah tikus putih jantan dengan metode bising dan aktivitas fisik maksimal:
1. Dilakukan penelitian lebih lanjut pada metode aktivitas fisik maksimal dengan menggunakan durasi pemaparan yang berbeda, dan juga dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh stresor dengan metode aktivitas fisik maksimal dan bising dengan pengukuran yang berbeda yaitu pengukuran asam lemak bebas dan kortisol.