• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keterlibatan dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square di SMP Pangudi Luhur Gantiwarno kelas VII B - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Keterlibatan dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square di SMP Pangudi Luhur Gantiwarno kelas VII B - USD Repository"

Copied!
286
0
0

Teks penuh

(1)

i

KETERLIBATAN DAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE ‘THINK-PAIR-SQUARE’ DI SMP

PANGUDI LUHUR GANTIWARNO KELAS VII-B

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

MARIA REGINA WAHYU KRISMA KUSUMASTUTI NIM : 081414016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)

ii

SKRIPSI

KETERLIBATAN DAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE ‘THINK-PAIR-SQUARE’ DI SMP

PANGUDI LUHUR GANTIWARNO KELAS VII-B

Oleh :

Maria Regina Wahyu Krisma Kusumastuti NIM : 081414016

Telah disetujui oleh :

Dosen Pembimbing

(3)

iii

SKRIPSI

KETERLIBATAN DAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE ‘THINK-PAIR-SQUARE’ DI SMP

PANGUDI LUHUR GANTIWARNO KELAS VII-B

Dipersiapkan dan disusun oleh : Maria Regina Wahyu Krisma Kusumastuti

NIM : 081414016

(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur, karya ini kupersembahkan untuk :

Tuhan Yang Maha Esa

Ibuku dan adikku tercinta

Almarhum Ayahku tercinta

Datu Hendrawan

(5)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 12 November 2012 Penulis,

(6)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Maria Regina Wahyu Krisma Kusumastuti

Nomor Induk Mahasiswa : 081414016

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

KETERLIBATAN DAN HASIL BELAJAR SISWA DALAM

PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE ‘THINK-PAIR-SQUARE’ DI SMP

PANGUDI LUHUR GANTIWARNO KELAS VII-B

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, untuk mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian ini pernyataan yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 12 November 2012 Yang menyatakan,

(7)

vii

ABSTRAK

Maria Regina Wahyu Krisma Kusumastuti, 2012. Keterlibatan dan Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran Kooperatif Tipe ‘Think-Pair-Square’ di SMP Pangudi Luhur Gantiwarno Kelas VII-B. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe ‘Think-Pair-Square’, keterlibatan siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe ‘Think-Pair-Square’ dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe ‘Think-Pair-Square’. Penelitian ini merupakan jenis penelitian diskriptif kualitatif dibantu dengan kuantitatif. Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2012/2013 dengan pokok bahasan Persamaan dan Pertidaksamaan Linear Satu Variabel. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VII-B SMP Pangudi Luhur Gantiwarno yang berjumlah 20 siswa.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu tes yang berupa tes evalusi dan non tes yang meliputi lembar pengamatan RPP, lembar pengamatan keterlibatan siswa dan wawancara. Sebelum digunakan semua instrumen telah divalidasi terlebih dahulu baik dengan uji pakar maupun uji butir. Setelah melalui tahap validasi, dinyatakan bahwa semua instrumen memenuhi syarat untuk digunakan sebagai alat pengambilan data.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a) pembelajaran kooperatif tipe ‘Think-Pair-Square’ terlaksana dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata presentase keterlaksanaan RPP dari pertemuan I sampai dengan pertemuan IV yaitu100%. (b) tingkat keterlibatan siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe ‘Think-Pair-Square’ adalah sedang. Hal ini dapat dilihat dari presentase keterlibatan siswa secara kelompok, sebesar 20% siswa dalam kelompok memiliki keterlibatan tinggi, 60% siswa dalam kelompok memiliki keterlibatan sedang dan 20% siswa dalam kelompok memiliki keterlibatan rendah. (c) hasil belajar siswa pada pembelajaran kooperatif tipe ‘Think-Pair-Square’ pada pokok bahasan Persamaan dan Pertidaksamaan Linear Satu Variabel di kelas VII-B SMP Pangudi Luhur Gantiwarno adalah tinggi. Hal ini dapat dilat dari presentase hasil belajar siswa, sebesar 40% siswa memiliki hasil belajar tinggi, 30% siswa memiliki hasil belajar sedang dan 30% siswa memiliki hasil belajar rendah. Jika dilihat dari nilai rata-rata tes kemampuan awal dan nilai rata-rata hasil belajar, nilai rata-rata siswa mengalami kenaikan sebesar 6,525. Dari nilai tes evaluasi, terdapat 8 siswa yang hasil belajarnya mencapai KKM 63.

(8)

viii

ABSTRACT

Maria Regina Wahyu Krisma Kusumastuti, 2012. Students’ Involvement and Learning Outcomes in Cooperative Learning Type Think-Pair-Square in Pangudi Luhur Gantiwarno Junior High School Class VII-B. Mathematics Education Studies Program, Department of Education and Science, the Faculty of Teacher Training and Education, University of Sanata Dharma Yogyakarta.

This study aims to investigate the implementation of cooperative learning type Think-Pair-Square, the involvement of students and students’ learning outcomes in cooperative learning type Think-Pair-Square. This research is descriptive qualitative research which assisted by quantitative. The research was conducted in semester 1 academic year 2012/2013 through the topic of Linear Equations and Inequality in One Variable. The subjects of this study were students of class VII-B SMP Pangudi Luhur Gantiwarno in total 20 students.

There are two instruments used in this study. First, tests in the form of evaluation tests. Second, non-test includes observation sheet, lesson plans, and student engagement observation checklist and interviews. Before the instruments are used, all of the instruments have been validated either by expert test and test items. After going through the stage of validation, it is stated that all the instruments eligible to be used as a data collection tool.

The results showed that (a) the cooperative learning type Think-Pair-Square is performing well. It can be seen from the average percentage of lesson plans materialize first through fourth meetings was 100%. (b) The level of involvement of students in cooperative learning type Think-Pair-Square is medium. It can be seen from the percentage of student involvement in the group, 20% of students have a high involvement, 60% of students had medium involvement and 20% of students have a low involvement. (c) The learning outcomes of students in cooperative learning type Think-Pair-Square on the topic of Linear Equations and Inequality in One Variable are high. It can seen from student learning outcomes, 40% students had high learning outcomes, 30% students are medium and 30% students had low. If seen from the average score of initial skill test and the average score of learning outcomes, the student average score is increased by 6.525. In evaluation test scores, there are 8 students achieve learning outcomes minimum grades criteria 63.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bantuan, dukungan, bimbingan, motivasi dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku dekan FKIP.

2. Drs. A. Atmadi. M.Si. selaku ketua jurusan PMIPA.

3. Bapak Dr. M. Andy Rudhito, S.Pd. selaku Kaprodi Pendidikan Matematika. 4. Bapak Prof. Dr. St. Suwarsono. selaku dosen pembimbing akademik.

5. Drs. Sukardjono, M.Pd. selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis dalam penyusunan skripsi dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

6. Dosen penguji yang telah memberikan masukan kepada penulis sehingga penulis mendapat banyak pengetahuan dan wawasan dalam mengambil dan mengolah data penelitian.

7. Segenap dosen dan karyawan JPMIPA Univesitas Sanata Dharma yang telah membimbing, membantu serta memberikan ilmunya kepada penulis selama belajar di Universitas Sanata Dharma.

(10)

x

9. Bapak T. Suhadi, S.Pd. selaku guru matematika kelas VII-B SMP Pangudi Luhur Gantiwarno yang telah memberikan kesempatan, motivasi, dan bantuan selama proses penelitian.

10.Siswa-siswi kelas VII-B SMP Pangudi Luhur Gantiwarno tahun ajaran 2012-2013 yang telah bersedia membantu penulis selama penulis melakukan penelitian di SMP Pangudi Luhur Gantiwarno.

11.Ibuku dan adikku Pandu atas dukungan, motivasi, doa, serta cinta kasih yang diberikan kepada penulis hingga dapat menyelesaikans kripsi ini.

12.Bapak dan Ibu AG. Hartono, dek Asti, dek Adi, dek Yudis yang telah memberikan semangat selama proses penelitian hingga penyusunan skripsi ini. 13.Yulia, Tya, Siska, Dimas, Angger, Charis, Lusi, Deka, dan mas Datu yang telah dengan rela mengorbankan waktu, tenaga dan pikiran untuk menjadi observer saat penulis melakukan penelitian.

14.Sahabat-sahabatku, Linda, Dika, Maria yang telah memberikan semangat dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

15.Teman-teman Pendidikan Matematika angkatan 2008 yang telah banyak membantu penulis dalam bertukar pikiran dan ketika penulis mengalami kebimbangan.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi yang membaca dan dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.

(11)

xi DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGANAKADEMIS ... vi

(12)

xii

E. Pembelajaran Matematika ... 13

1. Pengertian Pembelajaran ... 13

2. Pengertian Matematika ... 14

3. Pembelajaran Matematika ... 15

4. Tujuan Pembelajaran Matematika ... 16

F. Model Pembelajaran Matematika ... 16

1. Model Pembelajaran Klasikal ... 16

2. Model Pembelajaran Individual ... 18

3. Model Pembelajaran Kooperatif ... 19

G. Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif ... 20

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif ... 21

2. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif ... 22

3. Ciri-ciri Model Pembelajaran Kooperatif ... 24

4. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif ... 25

5. Tujuan Pembelajaran Kooperatif ... 28

6. Keuntungan dan Kelemahan Pebelajaran Kooperatif ... 29

7. Macam-macam Model Pembelajaran Kooperatif ... 30

H. Pembelajaran Kooperatif Tipe Berpasangan ... 34

1. Berpikir-Berpasangan-Berbagi (‘Think-Pair-Share’) ... 34

2. Berpikir-Berpasangan-Berempat (‘Think-Pair-Square’) ... 35

I. Keterlibatan Siswa ... 39

(13)

xiii

2. Hal-hal Yang Diukur Dalam Keterlibatan Siswa Pada Proses

Pembelajaran Matematika ... 39

J. Hasil Belajar Siswa ... 40

K. Materi Pembelajaran ... 42

1. Membuat Model Matematika Dari Masalah Yang Berkaitan Dengan Persamaan Linear Satu Variabel ... 42

2. Menyelesaikan Model Matematika Dari Masalah Yang Berkaitan Dengan Persamaan Linear Satu Variabel ... 44

3. Membuat Model Matematika Dari Masalah Yang Berkaitan Dengan Pertidaksamaan Linear Satu Variabel ... 46

4. Menyelesaikan Model Matematika Dari Masalah Yang Berkaitan Dengan Persamaan Linear Satu Variabel ... 47

L. Kerangka Berpikir ... 48

E. Instrumen Penelitian ... 52

1. Instrumen Pembelajaran ... 52

2. Instrumen Pengumpulan Data ... 52

F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 60

G. Teknik Pengumpulan Data ... 61

(14)

xiv

5. Korelasi Antara Keterlibatan dengan Hasil Belajar Siswa ... 66

6. Penghargaan Kelompok ... 67

BAB IV. PELAKSANAAN PENELITIAN, PENYEJIAN DATA, ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 68

A. Pelaksanaan Penelitian ... 68

1. Sebelum Pengambilan Data ... 68

2. Selama Pengambilan Data ... 72

B. Penyajian Data ... 87

1. Pelaksanaan Pembelajaran ... 87

2. Keterlibatan Siswa ... 91

3. Tes Kemampuan Awal ... 93

4. Hasil Belajar ... 94

5. Wawancara ... 96

C. Analisis dan Pembahasan ... 96

1. Pembelajaran Dengan Metode Kooperatif Tipe ‘Think-Pair-Square’ ... 97

a. Keterlaksanaan RPP ... 97

b. Pembelajaran Kooperatif Tipe ‘Think-Pair-Square’ ... 98

2. Keterlibatan Siswa ... 105

(15)

xv

4. Wawancara ... 119

5. Korelasi ... 123

6. Penghargaan Kelompok ... 125

BAB V. PENUTUP ... 128

A. Kesimpulan ... 128

B. Saran ... 129

DAFTAR PUSTAKA ... 130 LAMPIRAN

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Kisi-kisi Soal Tes Evaluasi ... 54

Tabel 3.2 Lembar Pengamatan Keterlaksanaan RPP ... 55

Tebel 3.3 Lembar Pengamatan Keterlibatan Siswa Secara Kelompok ... 57

Tabel 3.4 Lembar Pengamatan Keterlibatan Siswa Secara Kelompok ... 64

Tabel 4.1 Observasi Sebelum Penelitian ... 69

Tabel 4.2 Lembar Pengamatan Keterlaksanaan RPP I ... 87

Tabel 4.3 Lembar Pengamatan Keterlaksanaan RPP II ... 88

Tabel 4.4 Lembar Pengamatan Keterlaksanaan RPP III ... 89

Tabel 4.5 Lembar Pengamatan Keterlaksanaan RPP IV ... 90

Tabel 4.6 Lembar Pengamatan Keterlibatan Siswa Kelompok Newto ... 91

Tabel 4.7 Lembar Pengamatan Keterlibatan Siswa Kelompok Archimedes .. 91

Tabel 4.8 Lembar Pengamatan Keterlibatan Siswa Kelompok Pythagoras ... 91

Tabel 4.9 Lembar Pengamatan Keterlibatan Siswa Kelompok Euclides ... 92

Tabel 4.10 Lembar Pengamatan Keterlibatan Siswa Kelompok Gauss ... 92

Tabel 4.11 Nilai Tes Kemampuan Awal ... 93

(17)

xvii

Tabel 4.13 Keterlibatan Siswa Secara Kelompok ... 105

Tabel 4.14 Interval Kriteria Keterlibatan Kelompok dengan Skala Likert 3 ... 106

Tabel 4.15 Hasil Perhitungn Keterlibatan Siswa Secara Kelompok ... 106

Tabel 4.16 Keterlibatan Siswa Secara Kelompok Beserta Presentasenya ... 107

Tabel 4.17 Keterlibatan Siswa Secara Individu Dalam Kelompok ... 108

Tabel 4.18 Kriteria Keterlibatan Siswa Secara Individu dalam Kelompok Beserta Presentasenya ... 110

Tabel 4.19 Keterlibatan Siswa Secara Kelompok Pada Tiap-tiap Jenis Keterlibatan ... 111

Tabel 4.20 Interval Kriteria Keterlibatan Siswa Secara Kelompok Pada Tiap-tiap Jenis Keterlibatan ... 112

Tabel 4.21 Keterlibatan Siswa Secara Kelompok Pada Tiap-tiap Jenis Keterlibatan ... 113

Tabel 4.22 Kriteria Keterlibatan Siswa Secara Kelompok Pada Tiap-tiap Jenis Keterlibatan Beserta Presentasenya ... 114

Tabel 4.23 Interval Kriteria Hasil Belajar Siswa ... 116

Tabel 4.24 Kriteria Hasil Belajar Siswa ... 116

(18)

xviii

Tabel 4.26 Penskoran Untuk Kriteria Keterlibatan Siswa

dan Hasil Belajar Siswa ... 123

Tabel 4.27 Korelasi Antara Keterlibatan dengan Hasil Belajar Siswa ... 124

Tabel 4.28 Daftar Nilai Tes Evaluasi Kelompok Euclides ... 126

Tabel 4.29 Daftar Nilai Tes Evaluasi Kelompok Pythagoras ... 126

Tabel 4.30 Daftar Nilai Tes Evaluasi Kelompok Archimedes ... 126

Tabel 4.31 Daftar Nilai Tes Evaluasi Kelompok Newton ... 127

(19)

xix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 4.1 Guru Melaksanakan Presentasi Kelas ... 99 Gambar 4.2 Tahap ‘Think’ Yaitu Siswa Berpikir Sendiri/individu ... 100 Gambar 4.3 Tahap ‘Pair’ Yaitu Siswa Berdiskusi Berpasangan ... 101 Gambar 4.4 Tahap ‘Square’ Yaitu Siswa Berbagi Jawaban

dan Berdiskusi dalam Kelompok Berempat ... 103 Gambar 4.5 Perwakilan Kelompok Melakukan Presentasi Kelompok ... 104 Gambar 4.6 Diagram Keterlibatan Siswa Secara Kelompok ... 108 Gambar 4.7 Diagram Keterlibatan Siswa Secara Individu

Dalam Kelompok ... 110 Gambar 4.8 Diagram Keterlibatan Siswa Secara Kelompok

Pada Tiap-tiap Jenis Keterlibatan ... 114 Gambar 4.9 Diagram Hasil Belajar Siswa ... 118 Gambar 4.10 Diagram Perbandingan Nilai Rata-rata Kemampuan Awal Siswa

(20)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

(21)

xxi

Lampiran D1 Transkip Wawancara Peneliti dengan Siswa ... L54 Lampiran E1 Hasil Pengamatan Keterlibatan Pertemuan I ... L65 Lampiran E2 Hasil Pengamatan Keterlibatan Pertemuan II ... L70 Lampiran E3 Hasil Pengamatan Keterlibatan Pertemuan III ... L75 Lampiran E4 Hasil Pengamatan Keterlibatan Pertemuan IV ... L80 Lampiran E5 Hasil Pengamatan Keterlaksanaan RPP Pertemuan I ... L85 Lampiran E6 Hasil Pengamatan Keterlaksanaan RPP Pertemuan II ... L86 Lampiran E7 Hasil Pengamatan Keterlaksanaan RPP Pertemuan III ... L87 Lampiran E8 Hasil Pengamatan Keterlaksanaan RPP Pertemuan IV ... L88 Lampiran F1 Contoh Hasil Pengerjaan KLS I ... L89 Lampiran F2 Contoh Hasil Pengerjaan KLS II ... L91 Lampiran F3 Contoh Hasil Pengerjaan KLS III ... L93 Lampiran F4 Contoh Hasil Pengerjaan KLS IV ... L95 Lampiran G1 Contoh Hasil Tes Kemampuan Awal Siswa ... L97 Lampiran G2 Contoh Hasil Evaluasi Siswa Pokok Bahasan Persamaan

(22)

xxii

(23)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Proses belajar mengajar yang dilakukan di kelas diharapkan berimplikasi pada meningkatnya hasil belajar yang diperoleh siswa. Salah satu pihak yang mempunyai peran penting dalam upaya peningkatan hasil belajar siswa dalam pendidikan yaitu guru. Seorang gurulah yang merumuskan dan merencanakan model pembelajaran yang efektif dan efisien sebagai sebuah upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

Kreatifitas guru dalam menggunakan strategi mengajar akan menstimulasi pemikiran siswa untuk terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Guru dituntut untuk mengetahui dan melaksanakan strategi mengajar yang bervariatif agar siswa tidak merasa jenuh dan bosan dalam belajar. Penggunaan strategi mengajar yang monoton akan berdampak pada rendahnya motivasi siswa untuk belajar sehingga hasil belajar yang dicapai kurang maksimal.

(24)

cepat merasa bosan sehingga ilmu yang mereka serap menjadi kurang berpartisipasi dengan manjawab, akan tetapi banyak juga siswa yang menjawabnya dengan asal-asalan. Hal ini dikarenakan siswa tidak terbiasa untuk menyimak buku paket, mereka hanya fokus memperhatikan guru dan mencatatapa yang ada di papan tulis. Siswa hanya menyerap ilmu yang diberikan oleh guru tanpa mencari referensi lain yang dapat menambah pengetahuan yang mereka miliki.

Siswa juga cenderung tidak berani bertanya jika ada yang belum dimengerti. Pada awal pelajaran siswa masih semangat dalam mengikuti pembelajaran, tetapi setelah beberapa saat siswa mulai merasa bosan. Kebosanan siswa bias dilihat dari menurunnya keterlibatan siswa saat menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru, siswa mulai bercakap-cakap sendiri dengan teman sebangkunya, siswa mulai meminta ijin untuk kekamar kecil, ada beberapa siswa yang asyik melipat-lipat kertas, bahkan ada beberapa siswa yang berjalan-jalan dan mengganggu teman lainnya.

(25)

harus mencatat materi yang disampaikan oleh guru. Konsentrasi dan focus belajar siswa juga akan terganggu dan berakibat pada rendahnya tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan oleh guru. Imbas dari semua itu adalah menurunnya hasil belajar siswa. Meskipun KKM untuk mata pelajaran matematika masih rendah yaitu 63, masih banyak siswa yang belum mencapai KKM.

Mencermati keadaan tersebut, Seorang guru seharusnya mengetahui psikologis siswa sebelum menentukan strategi atau pendekatan yang digunakan. Strategi yang digunakan hendaknya beragam agar siswa tidak merasa bosan. Diantara banyaknya alternatif model pembelajaran yang ada, penulis menawarkan strategi pembelajaran kooperatif tipe ‘ Think-Pair-Square’ dengan media LKS.

‘Think-Pair-Square’ yang merupakan salah satu strategi dalam pembelajaran kooperatif yang dapat memberikan waktu kepada siswa untuk berpikir sehingga strategi ini mempunyai potensi yang kuat untuk memberdayakan kemampuan berpikir siswa. Peningkatan kemampuan berpikir siswa akan meningkatkan hasil belajar siswa dan kecakapan akademiknya.

(26)

siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain dalam kelompok, sehingga cenderung membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan model pembelajaran yang lain. Hal ini merupakan salah satu penyebab guru kurang menerapkan pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran. Akan tetapi, dengan perencanaan yang cermat, pembelajaran diharapkan berlangsung efektif sesuai dengan waktu yang direncanakan. Keunggulan lain dari teknik berpikir berpasangan berempat adalah optimalisasi peran aktif siswa.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, maka dapat diidentifikasi berbagai kemungkinan masalah yang ada di SMP Pangudi Luhur Gantiwarno kelas VII-B, adapun masalah-masalah tersebut sebagai berikut:

1. Kurangnya keterlibatan siswa saat proses pembelajaran berlangsung. 2. Kurangnya antusias siswa selama proses pembelajaran berlangsung. 3. Hasil belajar siswa yang masih rendah dalam mencapai KKM 63.

4. Sepanjang yang saya amati, guru masih menggunakan satu metode dalam pembelajaran yaitu metode ceramah dan tanya jawab.

(27)

C. Pembatasan Masalah

Dari masalah-masalah yang telah di identifikasi, karena keterbatasan waktu, tenaga dan biaya, maka penelitian ini dibatasi pada masalah :

1. Pengenalan metode pembelajaran kooperatif tipe ‘Think-Pair-Square’. 2. Keterlibatan siswa saat proses pembelajaran berlangsung.

3. Hasil belajar siswa dalam mencapai KKM 63.

4. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Persamaan dan Pertidaksamaan Linear Satu Variabel.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang dikemukakan di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe ‘ Think-Pair-Square’ ?

2. Bagaimana tingkat keterlibatan siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe ‘Think-Pair-Share’ ?

3. Bagaimana hasil belajar siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe ‘Think-Pair-Square’ ?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

(28)

2. Mengetahui tingkat keterlibatan siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe ‘Think-Pair-Square’.

3. Mengetahui hasil belajar siswa dalam pembelajaran kooperatif tipe ‘ Think-Pair-Square’.

F. Batasan Istilah

Batasan istilah dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang jelas tentang istilah-istilah yang diperhatikan. Batasan istilah tersebut diuraikan sebagai berikut:

1. Belajar merupakan suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas (Winkel, 1987: 36).

2. Pembelajaran adalah proses yang diselenggaraka noleh guru untuk membelajarkan siswa dalam belajar, bagaimana belajar untuk memperoleh dan memproses pengetahuan, keterampilan dan sikap (Dimyati dan Mudjiono, 2002: 157).

3. Menurut Bruner (dalam Hudoyo, 1990: 48) belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat didalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu.

(29)

teman dalam memperoleh pengetahuan baru. Proses aktif tersebut menyebabkan perubahan tingkah laku, misalnya setelah belajar matematika siswa itu mampu mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan matematikanya dimana sebelumnya ia tidak dapat melakukannya.

5. Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolabiratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Selanjutnya dikatakan pula, keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok (Slavin, dalam Solihatin, 2007: 5).

6. Anita Lie (2010: 57), ‘Think-Pair-Square’ dikembangkan oleh Kagan (1992). Teknik ini merupakan pengembangan dari teknik pembelajaran kooperatif ‘Think-Pair-Share’ yang dikembangkan oleh Lyman (1985). Teknik berpikir berpasangan berempat adalah teknik pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain dalam kelompok.

7. Keterlibatan menurut Surayin (dalam Novi Indriani, 2007: 15) adalah suatu keadaan seseorang ikut berperan secara aktif dalam suatu kegiatan. 8. Hasil belajar menurut Anni (2004: 4) merupakan perubahan perilaku yang

(30)

G. Manfaat Hasil Penelitian

1. Bagi Peneliti

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat menambah pengalaman, pengetahuan dan wawasan dalam membuat suatu karya ilmiah.

2. Bagi Sekolah

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan SMP Pangudi Luhur Gantiwarno dapat mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe ‘Think-Pair-Square’ terhadap hasil belajar siswa serta dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan pembelajaran yang efektif, berkualitas dan professional.

3. Bagi Fakultas

(31)

9

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Makna Belajar

Belajar adalah perubahan tingkah laku yang ralatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman Chaplin (dalam Dictionary of Psycology, 1972).Belajar merupakan suatu aktivitas mental/ psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai sikap.Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas (Winkel, 1987: 36).Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengkokohkan kepribadian (Suyono, 2011:9). Belajar adalah suatu proses untuk mendapatkan pengetahuan/pengalaman sehingga mampu untuk mengubah tingkah laku manusia dan tingkah laku ini menjadi tetap-tidak akan berubah lagi dengan modifikasi yang sama (Herman, 1989: 2).

(32)

B. Pembelajaran

Pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan siswa dalam belajar bagaimana belajar untuk memperoleh dan memproses pengetahuan, keterampilan dan sikap (Dimyati dan Mudjiono, 2002: 157).

Pembelajaran adalah suatu proses kegiatan untuk membantu orang lain mencapai kemajuan seoptimal mungkin sesuai dengan tingkat perkembangan potensi kognitif, afektif maupun psikomotornya (Suyono, 2011: 18).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses kegiatan yang diselenggarakan oleh guru untuk mambantu siswa mencapai kemajuan seoptimal mungkin, baik dari segi perkembangan potensi kognitif, afektif maupun psikomotornya.

C. Belajar Matematika

(33)

yang diciptakan atau dilakukan oleh siswa itu sendiri melalui transformasi pengalaman individu siswa. Pendapat Kolb ini intinya menekankan bahwa dalam belajar siswa harus diberi kesempatan seluas-luasnya mengkontruksi sendiri pengetahuan yang dipelajari dan siswa harus didorong untuk aktif berinteraksi dengan lingkungan belajarnya sehingga dapat memperoleh pemahaman yang lebih tinggi dari sebelumnya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar matematika adalah proses memahami struktur-struktur serta konsep-konsep dalam teori matematika melalui pengenalan masalah kontekstual. Masalah-masalah kontekstual digunakan untuk membantu penguasaan teori. Dengan mengkaitkan masalah yang pernah dihadapi dengan teori yang dipelajari atau sebaliknya, maka struktur dan konsep yang ada pada teori tersebut akan menjadi lebih jelas bagi siswa.

D. Teori Belajar Matematika

Teori belajar matematika mengungkapkan tentang bagaimana anak belajar dan metode mengajar mana yang baik dan sesuai digunakan untuk anak pada saat anak belajar.

(34)

(Dahar, 1988: 125). Menurut Bruner (dalam Suyono, 2011: 89), seiring dengan terjadinya pertumbuhan kognitif, para pembelajar harus melalui tiga tahap pembelajaran. Tiga tahap perkembangan intelektual tersebuat adalah: 1. Enaktif (enactive)

Seorang belajar tentang dunia melalui respon atau aksi-aksi terhadap objek. Dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan keterampilan dan pengetahuan motorik seperti meraba, menggigit, menggenggam, mencengkeram, menyentuh dan sebaagainya. Anal-anak harus diberi kesempatan bermain dengan berbagai bahan/alat pembelajaran tertentu agar dapat memahami bagaimana bahan/alat itu bekerja.

2. Ikonik (iconic)

Pembelajaran terjadi melalui penggunaan model-model dan gambar-gambar dan visualisasi verba. Anak-anak mencoba memahami dunia sekitarnya melalui bentuk-bentuk perbandingan (komparasi) dan perumpamaan (tamsil), dan tidak lagi memerlukan manipulasi objek-objek pembelajaran secara langsung.

3. Simbolik

(35)

Bruner selanjutnya menegaskan bahwa guru yang efektif harus membantu pembelajar dan membimbingnya untuk melewati ketiga fase ini dengan suatu proses yang disebut scaffolding (berupa bimbingan yang diberikan oleh seorang pembelajar kepada peserta didik dalam proses pembelajaran dengan persoalan-persoalan terfokus dan interaksi yang bersifat positif). Inilah cara siswa membangun pemahaman. Pada akhirnya melalui scaffolding ini, siswa dibimbing menjadi pembelajar yang mandiri.

Tujuan pokok pendidikan menurut Bruner adalah guru harus memandu para siswanya sehingga mereka dapat membangun basis pengetahuannya sendiri dan bukan diajari melalui memoriasi hafalan (rote memorization). Informasi-informasi baru dipahami siswa dengan cara mengklasifikasikannya berlandaskan pengetahuan terdahulu yang telah dimilikinya. Menurut Bruner, interkoneksi antara pengetahuan baru dengan pengetahuan terdahulu menghasilkan reorganisasi dari struktur kognitif, yang kemudian menciptakan makna dan mengizinkan individu memahami secara mendalam informasi baru yang diberikan (Clabaugh, 2009).

E. Pembelajaran Matematika

1. Pengertian Pembelajaran

(36)

Gagne dan Briggs (1979: 3) mengartikan pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupauntuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal.

Pembelajaran adalah suatu usaha yang sengaja melibatkan dan menggunakan pengetahuan profesional yang dimiliki guru untuk mencapai tujuan kurikulum (Duffy dan Roehler, 1989).

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa dan melibatkan pengetahuan profesional yang dimiliki oleh guru untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap siswa.

2. Pengertian Matematika

Matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan (Depdikbud, 1988: 566).

(37)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan dan menggunakan bahasa symbol. Matematika juga menggunakan pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik.

3. Pembelajaran Matematika

Menurut Herman (2001: 92), pembelajaran matematika adalah proses aktif individu siswa yang bersosialisasi dengan guru, sumber atau bahan belajar, teman dalam memperoleh pengetahuan baru. Proses aktif tersebut menyebabkan perubahan tingkah laku, misalnya setelah belajar matematika siswa itu mampu mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan matematikanya dimana sebelumnya siswa tidak dapat melakukannya.

Nikson (dalam Muliyardi, 2003: 2) mengemukakan bahwa pembelajaran matematika adalah upaya membantu siswa untuk mengkonstruksikan sikap, konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi. Sehingga konsep atau proses itu terbangun kembali.

(38)

struktur-struktur yang abstrak dan menguasai konsep atau prinsip matematika sehingga dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. 4. Tujuan Pembelajaran Matematika

Tujuan Pembelajaran matematika adalah melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan. Misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsistensi, dan imkosistensi. Mengembangkan aktifitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan serta mencoba-coba. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, diagram dalam menjelaskan gagasan (Suherman, 2003).

F. Model Pembelajaran Matematika

Dalam pembelajaran matematika, terdapat beberapa model pembelajaran yang dapat diterapkan di dalam kelas, antara lain:

1. Model Pembelajaran Klasikal

(39)

belajar siswa secara individual baik menyangkut kecepatan, kesulitan, dan minat belajar siswa sukar untuk diperhatikan guru. Lebih lanjut Suherman menjelaskan, bahwa pada umumnya cara guru dalam menentukan kecepatan menyajikan dan tingkat kesukaran materi berdasarkan informasi kemampuan siswa secara umum. Semua kegiatan pembelajaran didominasi oleh guru, dan banyaknya materi, kecepatan guru mengajar, serta hal-hal lainnya sepenuhnya ada di tangan guru.

Menurut Zainurie (2007: 1), urutan kegiatan pembelajaran klasikal yaitu diawali dengan guru menjelaskan definisi/materi, kemudian membuktikan rumus, memberi contoh soal, dan terakhir memberi latihan soal yang hampir sama dengan contoh soal. Jadi proses pembelajaran terpusat pada guru dan siswa kurang dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran.

(40)

peserta didik mengaitkan pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari (Depdiknas, 2002: 1).

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran klasikal adalah suatu model pembelajaran dimana guru mengasumsikan kemampuan semua siswanya relatif sama dan proses pembelajaran berpusat pada guru, sehingga siswa kurang dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran.

2. Model Pembelajaran Individual

Pembelajaran individual memberi kesempatan kepada siswa untuk menentukan sendiri tempat, waktu dan kapan dirinya merasa siap untuk menempuh ulangan atau ujian (Suherman, 2001: 216).

Adapun ciri-ciri pembelajaran individual adalah sebagai berikut:

a. Siswa belajar sesuai dengan kecepatannya masing-masing, tidak pada kelasnya.

b. Siswa belajar secara tuntas, karena siswa akan ujian jika telah merasa siap.

c. Setiap unit yang dipelajari memuat tujuan pembelajaran khusus yang jelas.

d. Keberhasilan siswa diukur berdasarkan pada sistem mutlak. Siswa berkompetisi dengan angka, bukan dengan temannya.

(41)

memanfaatkan suatu paket pembelajaran yang memuat unit konsep pembelajaran yang dapat dipelajari oleh siswa sendiri (self instruction). Asumsi yang mendasari sistem pengajaran individual adalah bahwa setiap siswa bisa belajar sendiri tanpa atau dengan sedikit bantuan dari pengajar (Anita Lie, 2010: 26).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran individual adalah pembelajaran yang dilakukan oleh siswa sendiri yaitu dengan membaca buku atau modul dari sekolah. Asumsi yang mendasari sistem pengajaran individual adalah bahwa setiap siswa bisa belajar sendiri tanpa atau dengan sedikit bantuan dari pengajar

Dalam pembelajaran ini, siswa bekerja secara individu dan terbiasa dengan berpikir sendiri tanpa adanya masukkan atau campur tangan daripihak lain khususnya sesama teman. Hal ini dapat menimbulkan sifat individualis yang tinggi dan kurangnya kepekaan sosial terhadap sesamanya membuat siswa kurang memahami bahwa teman dapat dijadikan sumber belajar yang baik.

3. Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang dikembangkan dari teori kontruktivisme karena mengembangkan struktur kognitif untuk membangun pengetahuan sendiri melalui berpikir rasional (Rustaman, 2003: 206).

(42)

sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. Tetapi belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi (saling ketergantungan) efektif diantara anggota kelompok (Sugandi, 2002: 14). Hubungan kerja seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat dilakukan siswa untuk mencapai keberhasilan belajar berdasarkan kemampuan dirinya secara individu dan andil dari anggota kelompok lain selama belajar bersama dalam kelompok.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah satu pembelajaran yang dikembangkan dari teori kontruktivisme yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur secara berkelompok.

G. Hakikat Model Pembelajaran Kooperatif

(43)

kelemahan pemebelajaran kooperatif dan macam-macam model pembelajaran kooperatif.

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-keloimpok kecil secara kolabiratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Selanjutnya dikatakan pula, keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok (Slavin, dalam Solihatin, 2007: 5)

Menurut Thompson (1995), didalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari 4 atau 6 orang siswa, dengan kemampuan yang heterogen. Maksud dari kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin, dan suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja dengan teman yang berbeda latar belakangnya.

(44)

jenis kelamin dan ras. Ada 5 unsur pembelajaran kooperatif yaitu saling ketergantungan, akuntabilitas individu, keterampilan antarpersonal, peningkatan interaksi tatap maka dan pemrosesan.

Pada pembelajaran kooperatif diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pernyataan atau tugas yang direncanakan untuk dikerjakan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan (Slavin, 1995)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-keloimpok kecil secara kolabiratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Dimana dalam pembelajaran koopeatif siswa diajarkan keterampilan-keterampilan khusus, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pernyataan atau tugas yang direncanakan untuk dikerjakan. 2. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif

(45)

a. Saling ketergantungan yang bersifat positif antar siswa.

Dalam belajaran kooperetif siswa merasa bahwa mereka sedang bekerja sama untuk mencapai satu tujuan dan terikat satu sama lain. Seorang siswa tidak akan sukses kecuali semua anggota kelompoknya juga sukses. Siswa akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompok yang juga mempunyai andil terhadap suksesnya kelompok.

b. Interaksi antar siswa yang semakin meningkat.

Belajar kooperatif akan meningkatkan interaksi antar siswa. Hal ini terjadi dalam hal seorang siswa akan membantu siswa lain untuk sukses sebagai anggota kelompok. Saling memberikan bantuan ini akan berlangsung secara alammi karena kegagalan seseorang dalam kelompok mempengaruhi suksesnya kelompok. Untuk mengatasi masalah ini, siswa yang membutuhkan bantuan akan mendapatkan dari teman sekelompoknya. Interaksi yang terjadi dalam belajar kooperatif adalah dalam hal tukar-menukar ide mengenai masalah yang sedang dipelajari bersama.

c. Tanggung jawab individual.

Tanggung jawab individual dalam belajar kelompok dapat berupa tanggung jawab siswa dalam hal: (a) membentu siswa yang membutuhkan bantuan dan (b) siswa tidak dapat hanya sekedar

(46)

d. Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil.

Dalam belajar kooperatif, selain dituntut untuk mempelajari materi yang diberikan, seorang siswa dituntut belajar bagaimana berinteraksi dengan siswa lain dalam kelompoknya. Bagaimana siswa bersikap sebagai anggota kelompok dan menyampaikan ide dalam kelompok akan menuntut keterampilan khusus.

e. Proses kelompok.

Belajar kooperatif tidak akan berlangsung tanpa proses kelompok. Proses kelompok terjadi jika anggota kelompok mendiskusikan bagaimana mereka akan mencapai tujuan dengan baik dan membuat hubungan kerja yang baik.

3. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif

(47)

Ciri dari pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif adalah:

a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya

b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, kemampuan sedang, dan kemampuan rendah.

c. Bilamungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, dan jenis kelamin yang berbeda-beda.

d. Penghargaan lebih berorientasi kelompok dari pada individu. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang memiliki latar belakang dan kondisi yang berbeda untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama sehingga mereka belajar untuk menghargai satu sama lain meskipun mereka berbeda ras, budaya, kelas sosial maupun kemampuan.

4. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

Karli dan Yuliariatiningsih (2002: 72) mengemukakan langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif, yaitu:

a. Guru merancang pembelajaran, mempertimbangkan dan menetapkan target pembelajaran yang ingin dicapai.

(48)

c. Guru mengarahkan dan membimbing siswa baik secara individu maupun kelompok.

d. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan hasil kerjanya.

Keempat langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif di atas diuraikan sebagai berikut:

a. Guru merancang pembelajaran, mempertimbangkan dan menetapkan target pembelajaran yang ingin dicapai oleh guru sesuai dengan tuntutan materi pembelajaran. Guru juga menetapkan sikap dan keterampilan-keterampilan sosial yang diharapkan dapat dikembangkan oleh guru selama berlangsungnya proses pembelajaran. Selain itu, guru juga mengorganisir materi tugas-tugas yang dikerjakan bersama-sama dalam dimensi kerja kelompok oleh siswa melalui keaktifan semua anggota kelompok.

(49)

c. Dalam melakukan kegiatan observasi terhadap siswa, guru mengarahkan dan membimbing siswa, baik secara individual maupun kelompok, dalam pemahaman materi maupun mengenai sikap dan perilaku siswa selama berlangsungnya proses pembelajaran.

d. Langkah selanjutnya adalah guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan hasil kerjanya. Guru juga memberikan penekanan terhadap nilai, sikap, dan perilaku sosial yang dikembangkan dan dilatih oleh para siswa dalam kelas. Ibrahim (2000: 10) mengemukakan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif yang terdiri atas 6 langkah, yaitu:

a. Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa. b. Menyajikan informasi.

c. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar. d. Membimbing kelompok bekerja dan belajar.

e. Evaluasi.

f. Memberikan penghargaan.

(50)

bersama mereka. Langkah terakhir pembelajaran kooperatif meliputi presentasi hasil akhir kerja kelompok atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu agar siswa dapat termotivasi dalam mengikuti model pembelajaran kooperatif atau kerja kelompok. Jadi pembelajaran kooperatif sangat positif dalam menumbuhkan kebersamaan dalam belajar pada setiap siswa sekaligus menuntut kesadaran dari siswa untuk aktif dalam kelompok, karena jika ada siswa yang pasif dalam kelompok maka hal itu dapat mempengaruhi kualitas pelaksanaan pembelajaran kooperatif khususnya berkaitan dengan rendahnya kerjasama dalam kelompok.

5. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Johnson & Johnso (dalam Trianto, 2009: 57) menyatakan bahwa tujuan pokok pembelajaran kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok.

Karena siswa bekerja dalam suatu team, maka dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan diantara para siswa dari berbagai latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan keterampilan-keterampilan proses kelompok dan pemecahan masalah (Louisell & Descamps, 1992) ( dalam Trianto, 2009: 57).

(51)

prestasi akademik, memperbaiki hubungan dengan teman yang berbeda etnis dan kemampuan dan mengembangkan keterampilan untuk memacahkan masalah dengan cara berdiskusi kelompok.

6. Keuntungan dan Kelemahan Pembeajaran Kooperatif a. Keuntungan pembelajaran kooperatif

Keuntungan pembelajaran kooperatif menurut Gulley (dalam Jack R. Gibb) antara lain:

1) Anggota-anggota kelompok mempunyai lebih banyak sumber belajar dari pada individual.

2) Anggota kelompok-kelompok sering terstimulus oleh anggota yang lain.

3) Kelompok lebih mungkin menghasilkan keputusan yang lebih baik.

4) Komitmen anggota kelompok mungkin merasa lebih kuat. 5) Partisipasi dapat meningkatkan pemahaman personal dan

sosial.

b. Kelemahan pembelajaran kooperatif

Kemungkinan negatif model pembelajaran kooperatif menurut Gulley (dalam Jack R. Gibb) antara lain:

1) Diskusi dapat memakan/menghabiskan waktu. 2) Diskusi dapat sia-sia.

(52)

7. Macam-macam Model Pembelajaran Kooperatif

a. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation

(53)

dibentuk dari minat mereka yang sama terhadap topik tertentu. Siswa memilih topik-topik untuk dipelajari, melakukan investigasi mendalam terhadap sub-sub topik yang dipilih, dan melakukan presentasi kelas

b. Model STAD (Student Team Achievement Divisions)

(54)

perkembangan tertinggi. Kelompok yang memenuhi kriteria tertentu mendapat penghargaan/sertifikat.

c. Model Jigsaw

Pembelajaran kooperatif model jigsaw dikembangkan oleh Elliot Aronson dan kawan-kawannya dari Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan kawan-kawannya. Langkah-langkah inti dalam model Jigsaw antara lain siswa ditempatkan ke dalam tim belajar heterogen beranggota 5 sampai 6 orang. Berbagai materi akademis disajikan kepada siswa dalam bentuk teks, dan setiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari satu porsi materinya. Selanjutnya, para anggota dari tim-tim yang berbeda, tetapi membicarakan topik yang sama bertemu untuk belajar dan saling membantu dalam mempelajari topik tersebut. Kelompok ini

disebut dengan kelompok “ahli”. Setelah itu, siswa kembali ke

kelompok “asal” dan mengajarkan sesuatu yang telah mereka

pelajari dalam kelompok “ahli” kepada anggota-anggota lain di timnya masing-masing. Setelah pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa mengerjakan kuis secara individu yang berkaitan dengan semua topik yang telah dipelajari.

d. Pendekatan Struktural

(55)

banyak persamaan dengan pendekatan sebelumnya, pendekatan ini memberikan penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur yang dimaksud Kagan dimaksudkan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional, seperti resitasi, dimana guru mengajukan pertanyaan kepada seluruh anggota kelas dan siswa memberikan jawaban setelah tunjuk jari. Stuktur yang dikembangkan Kagan menghendaki siswa saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih dicirikan penghargaan kooperatif dari pada penghargaan individual (Arends, 2008: 15).

Macam-macam pendekatan struktural yaitu sebagai barikut: 1) Numbered Heads Together (NHT)

(56)

2) Think-Pair-Share

‘Think-Pair-Share’ dikembangkah oleh Lyman (1985) (dalam Arends, 2008: 15) dan kawan-kawannya dari Universitas Maryland. Model pembelajaran ini merupakan model pembelajaran kooperatif terstruktur yang memiliki tiga tahap, tahap pertama yaitu siswa memikirkan sebuah persoalan yang diajukan oleh guru secarai ndividu, tahap kedua yaitu siswa berdiskusi dengan pasangannya dan saling bertukar pendapat. Tahap ketiga yaitu membagikan jawaban kepada seluruh kelas/presentasi kelas.

H. Pembelajaran Kooperatif Tipe Berpasangan

Pembelajaran berpasangan merupakan bentuk kerja kelompok dengan jumlah anggota paling sedikit 2 atau 3 orang anggota. Terdapat dua tipe pembelajaran berpasangan yaitu Berpikir-Berpasangan-Berbagi (Think-Pair-Share) dan Berpikir-Berpasangan-Berempat (Think-Pair-Square), (dalam Linda, 2008: 27).

1. Berpikir-Berpasangan-Berbagi („Think-Pair-Share’)

(57)

membutuhkan dan saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif (Ibrahim dalam Estiti, 2007:10).

Prosedur pembelajaran ‘Think-Pair-Share’ secara eksplisit adalah sebagai berikut:

a. Berpikir („Thinking‟)

Siswa diberi waktu untuk memahami masalah yang dihadapi secara individu dan merenungkan langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dalam tahap ini, siswa belum menuliskan jawaban hasil pemikiran. Siswa hanya memikirkan ide-ide pemecahan masalah untuk di diskusikan dengan pasangan.

b. Berpasangan (‘Pairing’)

Berdasarkan ide-ide yang didapat dari pemikran tiap individu, siswa saling berdiskusi bagaimana menyelesaikan masalah, secara berpasangan menyatukan pendapat sehingga didapatkan solusi terbaik. Pada tahap ini siswa menuliskan kesimpulan jawaban hasil diskusi pada lembar jawab.

c. Berbagi („Shairing‟)

(58)

mempresentasikan hasil diskusi secara bersama-sama (dengan pasangan) maupun perwakilan kelompok.

2. Berpikir-Berpasangan-Berempat („Think-Pair-Square’)

Model Pembelajaran Berpikir–Berpasangan–Berempat merupakan pengembangan dari „Think-Pair-Share‟ yang dikembangkan oleh Frank Lyman. „Think-Pair-Square‟ oleh Spencer Kagan (dalam Anita Lie, 2002: 56) mengkombinasikan kedua teknik tersebut menjadi teknik berpikir-berpasangan-berempat sebagai struktur pembelajaran kooperatif. Teknik ini memberikan kesempatan pada lebih banyak siswa untuk mengapresiasikan dirinya. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan tingkatan usia anak didik.

Metode „Think-Pair-Square’ merupakan salah satu strategi dalam pembelajaran kooperatif yang dapat memberikan waktu kepada siswa untuk berpikir sehingga strategi ini punya potensi kuat untuk memberdayakan kemampuan berpikir siswa. Peningkatan kemampuan berpikir siswa akan berpengaruh pada meningkatnya hasil belajar siswa dan kecakapan akademiknya (Barbara J. Millis, 1998: 115).

(59)

berdiskusi antar pasangan untuk mendapatkan jawaban kelompoknya, kemudian hasil jawabannya dipresentasikan kepada teman sekelas (Barbara J. Millis, 1998: 115).

Prosedur pembelajaran „Think-Pair-Square‟ hampir sama dengan proses pembelajaran ‘Think-Pair-Share’, yang berbeda hanya pada tahap ketiga yang akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Berpikir („Think‟)

Siswa diberi waktu untuk memahami masalah yang dihadapi secara individu dan merenungkan langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dalam tahap ini, siswa belum menuliskan jawaban hasil pemikiran. Siswa hanya memikirkan ide-ide pemecahan masalah untuk didiskusikan dengan pasangan.

b. Berpasangan (‟Pair‟)

Berdasarkan ide-ide yang didapat dari pemikiran tiap individu, siswa saling berdiskusi bagaimana menyelesaikan masalah, secara berpasangan menyatukan pendapat sehingga didapatkan solusi terbaik. Pada tahap ini siswa menuliskan kesimpulan jawaban hasil diskusi pada lembar jawab.

c . Berempat („Square‟)

(60)

mempresentasikan hasil kerja secara perwakilan atau dapat juga bersama-sama (kelompok berempat).

Berdasarkan prosedur pembelajaran di atas, langkah-langkah pembelajaran kooperatif yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Guru menjelaskan prosedur pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Square’

2) Dalam kelas dibuat kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan empat orang siswa dan berkemampuan heterogen. 3) Guru melakukan presentasi singkat mengenai materi yang akan

didiskusikan.

4) Masing-masing kelompok diberi persoalan atau tugas dalam bentuk Lembar Kerja Siswa (LKS).

5) Setiap siswa diberi kesempatan untuk memikirkan dan memahami tugas tersebut secara individu dengan batas waktu yang ditentukan.

6) Siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok dan berdiskusi dengan pasangannya.

(61)

8) Masing-masing atau beberapa kelompok mempresentasikan hasil diskusinya dan guru memfasilitasi jalannya diskusi.

9) Jawaban diserahkan kepada guru.

I. Keterlibatan Siswa

1. Pengertian Keterlibatan Siswa dalam Proses Pembelajaran

Keterlibatan adalah suatu keadaan seseorang ikut berperan secara aktif dalam suatu kegiatan (Surayin, 2003) (dalam Novi Indriani, 2007: 15).

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 46), keterlibatan siswa dalam belajar jangan diartikan keterlibatan fisik semata, namun lebih dari itu terutama adalah keterlibatan mental emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam pencapaian dan perolehan pengetahuan, dalam penghayatan dan internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilai, dan juga pada saat mengdakan latihan-latihan dalam pembentukan keterampilan.

(62)

2. Hal-hal yang Diukur dalam Keterlibatan Siswa pada Pembelajaran Matematika

Menurut James dan John (1997) (dalam Novi Indriani 2007: 15-16), keterlibatan siswa dapat diukur dalam hal:

a. Kemauan bertanya. b. Kemauan menjawab.

c. Kemauan bekerja sama dengan siswa lain yang meliputi menyusun sejumlah hipotesis, menemukan solusi atas sesuatu masalah yang ada, aktif dalam diskusi kelompok, dan mengumpulkan sejumlah data untuk menyelesaikan masalah yang ada.

d. Kemauan aktif diskusi dengan teman.

e. Senang memperhatikan saat guru menjelaskan.

f. Kemauan mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru.

J. Hasil Belajar Siswa

Hasil belajar menurut Sudjana (1990: 22) adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah siswa menerima pengalaman belajaranya. Hasil belajar menurut Anni (2004: 4) merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar.

(63)

Hasil belajar menurut taksonomi Bloom terdiri dari tiga ranah:

a. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikut disebut kognitif tingkat tinggi.

b. Ranah afektif berkenaan dengan partisipasi siswa dalam pembelajaran, sikap khusus siswa, maupun respons siswa dalam kegiatan membaca, menyimak, berbicara, maupun menulis, perkembangan siswa dalam menguasai isi pembelajaran, sikap/kemampuan siswa bekerjasama, partisipasi siswa, kemampuan bertanya, atau minat siswa terhadap pembelajaran (Susanto, 2006: 7).

c. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Menurut Arikunto (2003: 182) pengukuran ranah psikomotorik dilakukan terhadap hasil-hasil belajar yang berupa penampilan, hal-hal yang diamati dalam ranah psikomotoris ini berupa keterampilan dalam menyiapkan alat, memperhatikan kebersihan serta mampu bekerja sama.

(64)

K. Materi Pembelajaran

1. Membuat model matematika dari masalah yang berkaitan dengan Persamaan Linear Satu Variabel

Contoh persamaan linear satu variabel:

a. – c. –

b. – d.

a.

b. –

Persamaan linear satu variabel dapat diselesaikan dengan cara berikut: a. Sebtitusi

Cara subtitusi adalah mengganti variabel dengan bilangan-bilangan sehingga menjadi kalimat yang benar.

Contoh :

Jawab :

Jadi merupakan penyelesaian dari

b. Menambah atau mengurangi dengan bilangan yang sama

Jika kedua ruas persamaan ditambah atau dikurangi dengan bilangan yang sama diperoleh persamaan yang ekuivalen.

Persamaaan linear satu variabel

(65)

Contoh :

Jawab :

Jadi penyelesaian dari persamaan adalah

Contoh soal membuat model matematika dari masalah yang berkaitan dengan persamaan linear satu variabel:

Seorang petani mempunyai sebidang tanah berbentuk persegi

panjang. Lebar tanah tersebut 6 m lebih pendek dari pada

panjangnya. Jika keliling tanah 60 m, buatlah model

matematikanya.

Jawab :

Misalkan panjang tanah , maka lebarnya –

Sehingga

(66)

2. Membuat model matematika dari masalah yang berkaitan dengan Pertidaksamaan Linear Satu Variabel

Contoh pertidaksamaan linear satu variabel:

c. – c. –

d. – d. –

a.

b. –

Suatu pertidaksamaan dapat dinyatakan ke dalam pertidaksamaan yang

ekuivalen dengan cara sebagai berikut :

a. Menambah atau mengurangi kedua ruas dengan bilangan yang sama tanpa mengubah tanda ketidaksamaan.

b. Mengalikan atau membagi kedua ruas dengan bilangan positif yang sama tanpa mengubah tanda ketidaksamaan.

c. Mengalikan atau membagi kedua ruas dengan bilangan negatif yang sama, tetapi tanda ketidaksamaan berubah, dimana :

1) 2) 3) 4)

(67)

Penyelesaian:

1). 3).

2). 4).

Contoh soal mengubah masalah kedalam model matematika berbentuk Pertidaksamaan Linear satu Variabel :

Permukaan sebuah meja berbentuk persegi panjang dengan panjang

16x cm dan lebar 10x cm. Jika luasnya tidak kurang dari 40 dm2,

buatlah model matematikanya.

Jawab :

Panjang permukaan meja , dan lebarnya

(68)

3. Menyelesaikan Model matematika dari masalah yang berkaitan dengan Persamaan Linear satu Variabel.

Contoh soal membuat model matematika berbentuk persamaan linear satu variabel :

Seorang petani mempunyai sebidang tanah berbentuk persegi

panjang. Lebar tanah tersebut 6 m lebih pendek dari pada

Contoh soal menyelesaikan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan Persamaan Linear satu Variabel:

Jumlah dua bilangan berurutan adalah 129. Buatlah model

matematikanya, kemudian tentukan kedua bilangan tersebut.

Jawab :

Misalkan bilangan pertama , maka

Bilangan kedua

Model matematikanya

(69)

Jadi bilangan pertama dan bilangan kedua

4. Menyelesaikan Model matematika dari masalah yang berkaitan dengan Pertidaksamaan Linear satu Variabel.

Contoh soal membuat model matematika berbentuk pertidaksamaan linear satu variabel:

Seorang petani mempunyai sebidang tanah berbentuk persegi

panjang. Lebar tanah tersebut 6 m lebih pendek daripada

Contoh soal menyelesaikan Model matematika dari masalah yang berkaitan dengan pertidaksamaan linear satu ariabel :

Permukaan sebuah meja berbentuk persegi panjang dengan panjang

16x cm dan lebar 10x cm. Jika luasnya tidak kurang dari 40 dm2.

Buatlah model matematikanya dan kemudian selesaikan

pertidaksamaan tersebut.

Jawab :

(70)

Jadi model matematikanya adalah

Luas tidak kurang dari 40 dm2 = 4.000 cm2 dapat ditulis

, sehingga diperoleh

L. Kerangka Berpikir

Dalam landasan teori di atas, dapat kita lihat bahwa berhasil tidaknya suatu proses pembelajaran dipengaruhi oleh seberapa besar tingkat keterlibatan siswa. Usaha yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan metode pembelajaran yang berpusat kepada siswa, dimana siswa diberi kesempatan yang lebih banyak untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran dan berinteraksi dengan teman sebaya dalam membangun pengetahuannya. Salah satu model pembelajaran yang sesuai yaitu model pembelajaran kooperatif tipe „Think-Pair-Square‟.

Diharapkan kelak dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif

(71)

M.Hipotesis

Hipotesis yang peneliti kemukakan berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir di atas adalah :

1. Model pembelajaran kooperatif tipe „Think-Pair-Square’ yang peneliti terapkan di kelas VII-B SMP Pangudi Luhur Gantiwarno pada materi Persamaan dan Pertidaksamaan Linear Satu Variabel akan berjalan dengan baik.

2. Keterlibatan siswa kelas VII-B SMP Pangudi Luhur Gantiwarno pada pembelajaran matematika dengan pokok bahasan Persamaan dan Pertidaksamaan Linear Satu Variabel dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe ‘Think-Pair-Square’ akan tinggi.

(72)

50

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

(73)

2010: 135). Penelitian kuantitatif digunakan untuk menganalisis data keterlibatan siswa dan hasil belajar siswa.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMP Pangudi Luhur Gantiwarno kelas VII-B.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2012/2013 dimulai bulan September 2012 sampai dengan Oktober 2012.

C. Subyek dan Obyek Penelitian

Subyek dari penelitian ini adalah siswa-siswi kelas VII-B SMP Pangudi Luhur Gantiwarno sebanyak 20 siswa. Sedangkan obyek dari penelitian ini adalah pembelajaran matematika, belajar matematika, keterlibatan siswa dan hasil belajar.

D. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua macam variebel penelitian yang meliputi variabel bebas dan variabel terikat.

1. Variabel bebas

(74)

2. Variabel terikat yaitu: a. keterlibatan siswa. b. hasil belajar siswa.

E. Instrumen Penelitian

Instumen yang digunakan dalam peneliian ini ada dua macam, yaitu instrumen pembelajaran dan instrumen pengumpulan data.

1. Instumen Pembelajaran

Instrumen pembelajaran berupa rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, tujuan yang akan dicapai, dan kegiatan yang akan dilaksanakan dalam pembelajaran matematika yang telah dirancang dengan menggunakan

model pembelajaran kooperatif tipe ‘Think-Pair-Square’. Selain itu, dalam

penelitian ini juga akan digunakan lembar kerja siswa (LKS) sebagai pendukung dalam proses pembelajaran. LKS tersebut berisi tugas dan latihan yang berkaitan dengan materi Persamaan dan Pertidaksamaan Linear Satu Variabel.

2. Instrumen Pengumpulan Data

(75)

mengambil data dari variabel bebas dan variabel terikat. Adapun instrumen-instrumen yang akan digunakan adalah sebagai berikut:

a. Tes

1) Tes Kemampuan Awal

Tes kemampuan awal dilakukan satu kali sebelum penelitian dimulai. Pemberian tes kemampuan awal bertujuan untuk mengetahui kemampuan matematis dari masing-masing siswa. Soal-soal pada tes kemampuan awal diambil dari materi SD yang mendukung materi yang akan dipelajari yaitu Persamaan dan Pertidaksamaan Linear Satu Variabel. Sebelum soal digunakan, dilakukan pertimbangan pakar oleh guru matematika dan dosen pembimbing.

2) Tes Hasil Belajar

Gambar

Tabel 4.27   Korelasi Antara Keterlibatan dengan Hasil Belajar Siswa ............
gambar dan visualisasi verba. Anak-anak mencoba memahami dunia
Tabel 3.1 Kisi-kisi Soal Tes Evaluasi
Tabel 3.2 Lembar Pengamatan Keterlaksanaan RPP
+7

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu masalah dalam desalinasi nuklir adalah konsentrat desalinasi yang merupakan limbah multi komponen, jika tidak diolah dengan tepat dan dibuang langsung

Di dalam form menu utama terdapat menu kelola arsip yang berfungsi untuk mengelola data pegawai dan data surat, pencarian berfungsi dalam pencarian arsip, dan

Maka jumlah plastik paling banyak yang bisa digunakan adalah sebanyak .... Sinta membeli kue bolu dan kue donat untuk sajian

Penelitian ini membatasi dan memfokuskan pada pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja Pemerintah Daerah (BD) dan flypaper effect

Dalam izin lingkungan, pada umumnya terdapat kewajiban hukum yang dibebankan kepada penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan untuk mematuhi RKL-RPL, ANDAL dan

Pengumpulan data sekunder diperoleh dari BPS, Bakosutranal, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Pemerintah Daerah, Asosiasi Pengusaha Kelapa

Saran yang dapat diberikan adalah current ratio, return on assets, dan return on equity memiliki pengaruh dan hubungan erat serta memberikan kontribusi yang

Al- hamdulillahirobbil‘alamin , puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sholawat serta salam selalu tercurah kepada