• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI GAYA KEPEMIMPINAN DEMOKRATIS DENGAN KOMITMEN ORGANISASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI GAYA KEPEMIMPINAN DEMOKRATIS DENGAN KOMITMEN ORGANISASI"

Copied!
0
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Agustinus Wisnu Adhi Nugroho NIM : 049114076

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Agustinus Wisnu Adhi Nugroho NIM : 049114076

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv

only a few will catch your heart..

Pursue those..

(6)
(7)

vi

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan positif antara persepsi gaya kepemimpinan demokratis dengan komitmen organisasi pada PT. Walser Automotive Textiles Indonesia. Hipotesis penelitian ini adalah : Ada hubungan positif persepsi gaya kepemimpinan demokratis dengan komitmen organisasi pada PT. Walser Automotive Textiles Indonesia. Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan fungsi produksi PT. Walser Automotive Textiles Indonesia sejumlah 76 karyawan yang diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling dari dua bagian di fungsi produksi, yaitu Cutting dan Maintenance. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua skala pengukuran model Likert, yaitu skala persepsi gaya kepemimpinan demokrasi dan skala komitmen organisasi. Uji coba skala dilakukan pada 93 karyawan bagian Sewing dan Packaging yang menghasilkan koefisisen reliabilitas pada skala persepsi gaya kepemimpinan demokratis sebesar 0,876 dan pada skala komitmen organisasi sebesar 0,877. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment dari Pearson, dan hasilnya menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara persepsi gaya kepemimpinan demokratis dengan komitmen organisasi pada karyawan PT. Walser Automotive Textiles Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari koefisien korelasi yang bernilai 0,789 (p = 0,000) dengan probabilitas 1% (p < 0,01).

(8)

vii

ABSTRACT

This research objective was to find out the positive correlation between the perception of democratic leadership with the commitment organization on PT. Walser Automotive Textiles Indonesia. The hyphothesis proposed in this research was there’s a positive correlation between the perception of democratic leadership with the commitment organization on PT. Walser Automotive Textiles Indonesia. The subject in this research was employee on production function PT. Walser Automotive Textiles Indonesia. The sample of this research was included 76 employess that acquired by purposive sampling technique from two departments on production function, that’s Cutting and Maintenance. The method of data collection in this research used two of Likert rating scales, are perception of democratic leadership scale and scale of organizational commitment. Scale try out have done to ninety three employees on Sewing and Packaging function that result reliability coefficient to the amount of 0,876 on perception of democratic leadership scale and 0,8877 on organizational commitment scale. The data of research result was analyzed by correlation Product Moment technique, and the result show that there was a positive correlation between the perception of democratic leadership with the organizational commitment on PT. Walser Automotive Textiles Indonesia. This result can see from correlation coefficient to the amount of 0,789 (p = 0,000) with 1% of probabilty (p<0,01).

(9)
(10)

ix

Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, dengan judul "Hubungan

Antara Persepsi gaya Kepemimpinan Demokratis dengan Komitmen Organisasi.

Penulisan ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Psikologi pada Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa selama persiapan, penyusunan, hingga

terselesainya skripsi ini, tidak lepas dari bantuan dukungan dan bimbingan

berbagai pihak untuk memperlancar skripsi ini. Untuk itu, dengan ketulusan dan

kerendahan hati, penulis mengucapakan terima kasih pada:

1. Tuhan Yesus Kristus, Bunda Maria, Santo Yosef, dan Orang-orang Kudus di

Surga atas segala berkat dan karunia yang diberikan-Nya kepada penulis.

2. Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, terima kasih atas semua

fasilitas yang telah diberikan kepada penulis dalam menuntut ilmu.

3. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si. selaku dosen pembimbing sekaligus

Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang

dengan segala kesabaran, kerelaan dan keihklasan hati memberikan saran,

membimbing, mengoreksi, mendukung dan menjadi teman diskusi dalam

proses penyelesaian karya tulis. Terima kasih atas waktu dan kesempatan

(11)

10

dosen luar biasa yang pernah memberikan ilmu, wawasan, pengetahuan, dan

membuat pola pikir peneliti lebih bijaksana agar dapat berusaha dan berbuat

yang terbaik.

6. Ibu Frida Indriani S.S, selaku direktur PT. Walser Automotive Textiles

Indonesia yang telah membantu, dan memberikan ijin serta kesempatan

kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.

7. Bapak Suroto dan Ibu Dwi Yusmiharsi selaku orangtua yang selalu memberi

semangat, pencerahan dan memfasilitasi segala kebutuhan penulis dalam

menyelesaikan karya yang sungguh agung ini.

8. Cicik yang telah menjadi teman curhat yang baik.

9. Buat teman-teman di seluruh penjuru dunia yang setia menemani dalam

kesepian.

10. Cingcilipit, yang selalu hadir saat ku jatuh dan memberikan semangat baru

untuk tetap berjuang.

(12)

11

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………. ii

HALAMAN PENGESAHAN ………. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ………... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………... v

ABSTRAK ………... vi

ABSTRACT ……… vii

HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH viii KATA PENGANTAR ………. ix

DAFTAR ISI ………... xi

DAFTAR TABEL ………... xiii

BAB I PENDAHULUAN ………... 1

A. Latar Belakang ……….. 1

B. Rumusan Masalah ………... 8

C. Tujuan Penelitian ....……….. 8

D. Manfaat Penelitian .………... 8

BAB II LANDASAN TEORI ………. 10

A. Komitmen Organisasi ……..………. 10

1. Pengertian Komitmen Organisasi ………... 10

2. Komponen Komitmen Organisasi ………... 12

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi ………. 14

B. Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis ………... 16

1. Pengertian Kepemimpinan ……….. 16

2. Pengertian Kepemimpinan Demokratis ……….. 18

3. Komponen Kepemimpinan Demokratis ……….. 21

4. Efek Kepemimpinan Demokratis ……… 24

C. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis Dengan Komitmen Organisasi ……….. 26

(13)

12

C. Definisi Operasional ………. 33

1. Komitmen Organisasi ………. 33

2. Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis ………. 34

D. Subjek Penelitian ………... 34

E. Tehnik Pengumpulan Data ……… 35

1. Skala Komitmen Organisasi ……… 35

2. Skala Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis ……... 38

F. Validitas dan Reliabilitas ……….. 40

1. Validitas ……….. 40

2. Seleksi Item ………. 41

3. Reliabilitas ……….. 45

BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 46

A. Pelaksanaan Penelitian ……….. 46

B. Deskripsi Konteks Penelitian ……… 47

C. Deskripsi Hasil Penelitian ………. 48

D. Uji Asumsi Hasil Penelitian ……….. 51

1. Uji Normalitas ………. 51

2. Uji Linearitas ………... 52

E. Uji Hipotesis ………. 52

F. Pembahasan ………... 54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 57

A. Kesimpulan ………... 57

B. Saran ……….. 57

DAFTAR PUSTAKA ………. 59

LAMPIRAN ……… 63

(14)

13

Tabel 3.2 Penskoran Item Favorable dan Unfavorable Skala Komitmen

Organisasi ………... 37

Tabel 3.3 Spesifikasi Skala Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan

Demokratis ………. 39

Tabel 3.4 Penskoran Item Favorable dan Unfavorable Skala Persepsi

Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis ……….. 39

Tabel 3.5 Hasil Korelasi Item Total Skala Persepsi Terhadap Gaya

Kepemimpinan Demokratis ……… 42

Tabel 3.6 Distribusi Item Skala Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan

Demokratis (SetelahTry Out) ………... 43

Tabel 3.7 Hasil Korelasi Item Total Skala Komitmen Organisasi ………. 43

Tabel 3.8 Distribusi Item Skala Komitmen Organisasi (SetelahTry Out) . 44

Tabel 3.9 Reliabilitas Item Sahih ………... 45

Tabel 4.1 Deskripsi Subjek Penelitian ………... 48

Tabel 4.2 Data Hasil Penelitian ……….. 49

Tabel 4.3 Korelasi Persepsi Gaya Kepemimpinan Demokratis Dengan

Komitmen Organisasi ………. 53

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sumber daya manusia dalam sebuah organisasi merupakan salah satu

faktor yang sangat menentukan dalam perkembangan suatu organisasi. Mayo

& Roethlesberger (Parwitasari, 2003) menemukan satu konsep bahwa

organisasi merupakan suatu sistem sosial dan karyawan adalah unsur yang

paling penting di dalamnya. Karyawan diharapkan memiliki peran serta

positif, dengan mengoptimalkan kemampuan yang dimilikinya untuk

kepentingan organisasi dalam mencapai tujuan organisasi. Peran serta yang

optimal tersebut dapat ditunjukkan dengan sikap komitmen terhadap

organisasi. Komitmen organisasi merupakan salah satu faktor penting dalam

menentukan kemajuan sebuah organisasi. Adanya komitmen dari anggota

akan menimbulkan kepuasan kerja, semangat kerja, dan prestasi kerja yang

baik, serta keinginan untuk tetap bekerja di perusahaan tersebut (Steers &

Porter, 1983).

Fenomena komitmen seseorang terhadap organisasi seringkali menjadi

isu yang sangat penting. Beberapa organisasi sering kali memasukkan unsur

komitmen sebagai salah satu syarat untuk memegang suatu jabatan yang

ditawarkan dalam iklan-iklan lowongan pekerjaan. Sayangnya meskipun hal

ini sudah sangat umum namun tidak jarang perusahaan maupun karyawan

masih belum memahami arti komitmen secara sungguh-sungguh. Padahal

(16)

pemahaman tersebut sangatlah penting agar tercipta kondisi kerja yang

kondusif sehingga perusahaan dapat berjalan secara efisien dan efektif. Secara

psikologis tentu perlu dicermati, karena komitmen organisasi munculnya lebih

psikologis dibanding kebutuhan sosial-ekonomi yang bersumber dari gaji atau

upah. Seseorang mencari kerja awalnya agar memperoleh status sebagai

karyawan dan mendapatkan imbalan berupa gaji atau upah. Namun setelah

bekerja tuntutannya cenderung meningkat, seperti suasana kerjanya

menyenangkan atau tidak, merasa sejahtera atau tidak, merasa puas dengan

pekerjaan dan apa yang didapat, dsb. Semua faktor tersebut akan memberikan

andil terhadap munculnya komitmen organisasi(www.e-psikologi.com).

Karyawan yang memiliki komitmen organisasi lebih tinggi akan

bekerja lebih keras daripada karyawan yang kurang berkomitmen terhadap

perusahaan. Perilaku kerja keras seperti inilah yang diharapkan dan

didambakan oleh setiap organisasi. Komitmen organisasi dianggap sangat

penting, karena merupakan prioritas utama dalam sistem organisasi, selain itu

ada pendapat bahwa mempertahankan anggota agar tidak berpindah dipandang

sebagai hal yang efisien daripada mencari anggota baru. Dengan adanya

komitmen yang tinggi maka tingkat efektifitas sebuah organisasi dapat

tercapai dan produktifitas bisa lebih dimaksimalkan. Anggota yang

berkomitmen akan merasa bahwa dirinya sebagai bagian dari organisasi

tersebut. Dengan adanya perasaan memiliki tersebut, maka anggota akan lebih

mengoptimalkan kemampuan yang dimilikinya demi tujuan organisasi yang

(17)

Luthans (1995) mengartikan komitmen organisasi sebagai sebuah

sikap sejauh mana seseorang berusaha mempertahankan keanggotaannya

dalam perusahaan. Sementara itu, Porter (Davis & Newstrom, 1996), Robbins

(2001) dan Mathis & Jackson (2001) memiliki kesamaan sudut pandang

mengenai pengertian komitmen organisasi. Mereka mendefinisikan komitmen

organisasi sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari individu atau derajat

ukuran pekerja dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya ke dalam

bagian organisasi. Hal ini dapat ditandai dengan tiga hal, yaitu penerimaan

terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi, kesiapan dan kesediaan untuk

berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi, dan keinginan untuk

mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi atau menjadi bagian dari

organisasi.

Komitmen organisasi sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik

dari luar maupun dari dalam diri individu. Steers dan Porter (1983)

menggolongkan faktor-faktor tersebut kedalam empat kategori, yaitu

karakteristik pribadi, karakteristik pekerjaan, karakteristik desain organisasi,

dan pengalaman yang diperoleh dalam bekerja. Dalam kategori karakteristik

desain organisasi tersebut, faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi

adalah bentuk pengawasan dari pemimpin.

Pada karakteristik desain organisasi ini disebutkan bahwa sistem

kewenangan yang bersifat desentralisasi dan tingkat partisipasi dalam

pengambilan keputusan merupakan faktor yang berhubungan positif dengan

(18)

dimiliki seseorang untuk melakukan sesuatu, dan yang memiliki kekuasaan ini

dalam dunia organisasi adalah seorang pemimpin. Suatu tindakan atau putusan

yang diambil dalam sebuah organisasi tidak harus berdasarkan keputusan

pemimpin sendiri, melainkan keputusan diambil berdasarkan partisipasi

masukan dari bawahannya (Sutarto, 1989). Tindakan seperti ini nantinya

tampak dalam gaya kepemimpinan demokratis yang diterapkan oleh seorang

pemimpin dalam menentukan arah dan tujuan sebuah organisasi.

Selain hal di atas, dalam penelitian Mowday, Steers dan Porter (1983)

menunjukkan bahwa usia dan masa kerja berhubungan secara positif dengan

terbentuknya sikap komitmen terhadap organisasi. Begitu dengan penelitian

yang dilakukan oleh March dan Simon (dalam Parwitasari, 2003) yang

mengatakan bahwa kesempatan yang dimiliki oleh seorang individu untuk

mendapatkan pekerjaan yang lain akan lebih menjadi terbatas dengan

meningkatnya usia dan masa kerja yang dimiliki individu.

Suatu organisasi tentunya memiliki anggota yang perilaku dan pola

pikirnya berbeda-beda satu sama lain. Perbedaan tersebut dapat menimbulkan

konflik dalam organisasi yang dapat mempengaruhi produktifitas kerja. Oleh

karena itu, untuk menyamakan dan menentukan arah pola pikir dari setiap

anggota dibutuhkan seorang pemimpin yang kompeten. Keberhasilan

sekelompok orang yang melakukan kerja sama sering dikatakan tergantung

pada pemimpinnya (Maridjo, 2001).

Keberhasilan seorang pemimpin dalam sebuah organisasi sangat

(19)

kepemimpinan merupakan sesuatu yang digunakan pemimpin untuk

mempengaruhi orang lain melalui komunikasi baik secara langsung maupun

tidak langsung, dengan maksud untuk menggerakkan orang-orang tersebut

agar dengan penuh pengertian dan kesadaran bersedia mengikuti kehendak

pemimpin tersebut (Anoraga, 1995).

Aktivitas dimana seseorang berusaha mempengaruhi perilaku orang

lain dapat dikatakan bahwa orang tersebut telah melibatkan dirinyanya ke

dalam aktivitas kepemimpinan. Jika kepemimpinan tersebut terjadi dalam

suatu organisasi tertentu, dan seseorang berupaya agar tujuan organisasi

tercapai, maka orang tersebut perlu menentukan gaya kepemimpinan yang

akan digunakan. Gaya kepemimpinan merupakan aturan perilaku yang

digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi

perilaku orang lain.

Berdasarkan tinjauan Lewin, dkk. (Yukl, 1989), pola kepemimpinan

dalam kegiatan kerja dibedakan menjadi tiga, yaitu: kepemimpinan otoriter,

merupakan bentuk kepemimpinan yang semua pola kebijaksanaannya berpusat

penuh pada pemimpin. Kepemimpinan demokratis, yaitu bentuk

kepemimpinan yang semua pola kebijaksanaannya ditetapkan dengan

partisipasi dari bawahan. Kepemimpinan Laissez Faire, yaitu bentuk

kepemimpinan yang semua pola kebijaksanannya berpusat pada anggota

kelompok.

Dari ketiga pola kepemimpinan tersebut, dalam penelitian Likert

(20)

dalam model ini pemimpin sangat memperhatikan kebutuhan-kebutuhan dan

kesejahteraan bawahan, bersikap ramah, membimbing dan menolong, serta

menjalin kerjasama dan kesatuan diantara anggota. Hal senada juga

diungkapkan oleh Anoraga (1995), bahwa kepemimpinan demokrasi adalah

model pemimpin yang mempunyai sifat mau mendengarkan masukan dari

bawahan, menekankan rasa tanggung jawab, dan menjalin kerjasama yang

baik pada setiap anggota.

Kesuksesan pemimpin dengan penerapan kepemimpinan demokratis

sangat tergantung dari individu atau anggota yang menerima dan mempersepsi

pemimpinnya. Karena bawahan mungkin mempunyai persepsi yang berbeda

terhadap pemimpin dalam menerapkan sistem kepemimpinan demokratis.

Persepsi seseorang tergantung pada keadaan individu yang mengamati dan

menanggapi. Hal ini disebabkan adanya perbedaan latar belakang mengenai

pengalaman yang pernah dimiliki dan dialami oleh seseorang (Oskamp dalam

Sadli, 1977).

Persepsi menurut Robbins (2001) dapat didefinisikan sebagai suatu

proses yang ditempuh individu-individu untuk mengorganisasikan dan

menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan

mereka. Individu berperilaku dengan suatu cara tertentu yang didasarkan pada

apa yang mereka lihat atau yakini, bukan pada cara lingkungan luar yang

sebenarnya.

Hubungan antara pemimpin dan anggota merupakan hal yang sangat

(21)

positif bagi kelangsungan berjalannya sebuah organisasi. Dalam hal ini,

hubungan antara pemimpin dan anggota dapat mempengaruhi hasil persepsi

mereka. Hasil-hasil dari persepsi ini akan menentukan perasaan yang dialami

para anggota. Baik itu perasaan yang positif maupun negatif mengenai kondisi

tempat mereka bekerja. Pada akhirnya nanti perasaan seperti ini juga yang

akan berpengaruh pada komitmen anggota untuk tetap bertahan dalam

organisasi tersebut.

Anggota yang memiliki persepsi terhadap kepemimpinan demokratis

yang positif akan memiliki perasaan nyaman dalam melakukan pekerjaan,

mencintai pekerjaannya, merasa adanya dukungan dari pemimpin, hal inilah

yang nantinya dapat menciptakan komitmen terhadap organisasi. Sebaliknya

anggota yang memiliki persepsi secara negatif terhadap kepemimpinan

demokratis, merasa bahwa pemimpin dalam organisasi tersebut tidak

bertindak secara demokratis. Penilaian dan pandangan anggota yang seperti ini

akan menimbulkan perasaan tidak didukung, tidak diperhatikan, tidak nyaman,

dan merasa tidak betah berada dalam organisasi tersebut. Hal ini akan

menyebabkan anggota menjadi tidak termotivasi untuk bekerja, dan pada

akhirnya ia akan meninggalkan organisasi tersebut.

Penelitian ini dilaksanakan di PT. Walser Automotive Textiles

Indonesia dan bertujuan untuk mencari kebenaran akan pentingnya variabel

persepsi gaya kepemimpinan demokratis dalam menentukan komitmen

(22)

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang diambil dalam penelitian ini adalah apakah

terdapat hubungan antara persepsi gaya kepemimpinan demokratis dengan

komitmen organisasi pada karyawan PT. Walser Automotive Textiles

Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris mengenai

hubungan antara persepsi gaya kepemimpinan demokratis dengan komitmen

organisasi pada karyawan bagian produksi PT. Walser Automotive Textiles

Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

a. Membangun dan mengembangkan ilmu pengetahuan psikologi

khususnya di bidang industri organisasi.

b. Memberikan sumbangan kajian yang mendalam mengenai gaya

kepemimpinan demokratis dan komitmen organisasi.

2. Manfaat praktis

a. Bagi para pemimpin dalam suatu organisasi atau perusahaan,

penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi tambahan yang bisa

(23)

b. Bagi para anggota atau karyawan suaru perusahaan, penelitian ini

dapat menjadi informasi yang sangat berguna untuk mengetahui bahwa

komitmen kerja mereka dapat dipengaruhi oleh persepsi mereka

(24)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Komitmen Organisasi

1. Pengertian Komitmen Organisasi

Komitmen organisasi merupakan unsur penting dalam sebuah

organisasi. Luthans (1995) berpendapat bahwa komitmen organisasi

adalah sebuah sikap mengenai loyalitas seorang karyawan terhadap

organisasi dan hal tersebut merupakan proses yang berlangsung

terus-menerus. Menurut Luthans, karyawan dikatakan memiliki komitmen

terhadap perusahaannya ketika karyawan tersebut memiliki keinginan

yang kuat untuk menjadi anggota dalam organisasinya. Selain itu,

karyawan tersebut juga memiliki keinginan menuju level keahlian yang

lebih tinggi tinggi atas nama organisasi, dan memiliki suatu kepercayaan

serta penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi tersebut.

Sementara itu, Porter (Davis & Newstrom, 1996), Robbins (2001)

dan Mathis & Jackson (2001) memiliki kesamaan sudut pandang

mengenai pengertian komitmen organisasi. Mereka mendefinisikan

komitmen organisasi sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari individu

atau derajat ukuran pekerja dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya

ke dalam bagian organisasi. Hal ini dapat ditandai dengan tiga hal, yaitu

penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi, kesiapan dan

kesediaan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi,

(25)

dan keinginan untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi

atau menjadi bagian dari organisasi.

Staw (1991) berpendapat bahwa komitmen adalah ikatan

psikologis individu terhadap perusahaan, meliputi rasa keterlibatan dalam

kerja, loyalitas dan kepercayaan terhadap nilai-nilai yang dianut

organisasi. Definisi ini juga didukung oleh Steers (Spector, 1996) yang

menjelaskan bahwa komitmen organisasi merupakan suatu keadaan

dimana karyawan menghadirkan kekuatan yang relatif kuat dalam

mengidentifikasikan dirinya serta melibatkan dirinya ke dalam organisasi.

Kreitner & Kinicki (1991) mengartikan komitmen organisasi

sebagai tingkat dimana individu memihak kepada organisasi dan

mengikatkan diri pada tujuan organisasi. Situmorang (2001)

mendefinisikan komitmen organisasi sebagai loyalitas karyawan terhadap

organisasi melalui penerimaan sasaran-sasaran, nilai-nilai organisasi,

kesediaan atau kemauan untuk berusaha menjadi bagian dari organisasi,

serta keinginan untuk bertahan di dalam organisasi.

Pendapat lain mengenai komitmen organisasi diungkapkan oleh

Gibson, Ivancevich, Donnely, dan Konapaske (Sarwintono, 2006), mereka

mendefinisikan komitmen organisasi sebagai suatu bentuk perilaku

karyawan yang dipengaruhi oleh perasaan. Menurutnya, komitmen

organisasi merupakan perasaan karyawan untuk mengidentifikasikan,

melibatkan diri, dan memiliki loyalitas yang diekspresikan pada organisasi

(26)

komitmen organisasi merupakan sekumpulan perasaan-perasaan dan

kepercayaan-kepercayaan yang dimiliki seseorang mengenai organisasi

secara menyeluruh. Selain itu, komitmen organisasi juga diartikan sebagai

kelekatan emosional karyawan untuk mengidentifikasikan dan melibatkan

diri dalam bagian organisasi (McShane dan Von Glinow, 2005).

Berdasarkan uraian di atas mengenai definisi dari komitmen

organisasi, maka dapat diambil kesimpulan bahwa komitmen organisasi

merupakan ikatan psikologis karyawan, baik mengenai keyakinan,

kekuatan, kepercayaan, perasaan, kelekatan emosional terhadap perusahaan

atau anggota terhadap organisasi dimana terdapat perasaan untuk terlibat

secara sungguh-sungguh dalam kegiatan dan proses bekerja yang ditandai

dengan adanya kerelaan dan kesediaan untuk mengidentifikasikan diri,

menerima nilai-nilai dan tujuan dari organisasi atau perusahaan, dan

kerelaan untuk berusaha secara maksimal sesuai dengan kemampuan yang

dimiliki demi organisasi, sehingga memunculkan perasaan serta keinginan

yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi.

2. Komponen Komitmen Organisasi

Komitmen organisasi merupakan salah satu variable psikologis

yang memiliki beberapa komponen. Menurut Mowday, Steers & Porter

(Spector, 1996) tiga komponen yang terpenting di dalam komitmen, yaitu:

a. Menerima nilai dan tujuan organisasi : ada kesamaan antara

(27)

kebijakan perusahaan, merasa bahwa bekerja di perusahaan tersebut

adalah yang terbaik.

b. Kesediaan untuk berusaha sekuat tenaga demi organisasi :

memanfaatkan peluang yang ada di perusahaan, peduli akan kemajuan

dan masa depan perusahaan, bersedia mendahulukan kepentingan

perusahaan.

c. Keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi : setia

pada perusahaan, merasa bangga menjadi anggota perusahaan,

merasakan keuntungan selama bergabung dengan perusahaan.

Buchanan (Sarwintono, 2006) juga mengemukakan tiga komponen

komitmen, antara lain:

a. Adanya rasa terlibat dalam misi organisasi.

b. Rasa terlibat atau keterlibatan psikologis pada tugas organisasi.

c. Rasa loyalitas dan afeksi terhadap organisasi sebagai tempat untuk

bekerja dan hidup.

Berdasarkan pada kesamaan sudut pandang mengenai komponen

komitmen organisasi yang telah disebutkan di atas, peneliti memilih untuk

menggunakan salah satu teori, yaitu tiga komponen komitmen organisasi

yang dikemukakan oleh Mowday, Steers & Porter (Spector, 1996). Hal ini

dikarenakan komponen yang dikembangkan Mowday dkk telah mewakili

komponen-komponen lain yang ada, dan tidak terjadi perbedaan atau

(28)

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi

Sebagai salah satu variabel psikologis, komitmen organisasi

dipengaruhi oleh faktor individu dan faktor organisasi. Menurut Luthans

(1995) komitmen ditentukan oleh beberapa faktor individu, seperti usia

dan masa jabatan di organisasi. Selain itu, komitmen juga ditentukan oleh

faktor organisasi seperti bentuk pekerjaan dan gaya kepemimpinan.

Schultz & Schultz (1990) mengemukakan bahwa faktor individu dan

organisasi dapat meningkatkan komitmen terhadap perusahaan. Faktor

individu tersebut antara lain meliputi usia, lamanya bekerja, tingkat

pendidikan, kemajuan karir dan tingkat motivasi kerja. Kemudian, faktor

organisasi yang dapat meningkatkan komitmen meliputi otonomi,

kesempatan untuk menerapkan keterampilan dan kemampuan pada

pekerjaan, dan sikap positif terhadap kelompok kerja.

Werther & Davis (Sarwintono, 2006) mengatakan bahwa faktor

lain yang mempengaruhi komitmen adalah adanya kontrak yang mengikat

karyawan untuk tidak bekerja di perusahaan lain selama satu tahun atau

lebih. Menurut Spector (1996), komitmen seorang karyawan juga

dipengaruhi tidak adanya lapangan kerja lain dan karena karyawan

membutuhkan gaji sehingga membuat karyawan harus tetap berada di

perusahaan tersebut.

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi komitmen organisasi

dikemukakan oleh Juliandi (2004) terdiri dari kondisi kerja, hubungan

(29)

signifikan terhadap komitmen organisasi. Yudhi (2005) juga menyebutkan

bahwa faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi adalah kepuasan

kerja karyawan. Penelitian yang dilakukan oleh Khamimah (2004),

menemukan bahwa kepemilikan saham perusahaan bagi karyawan

memiliki pengaruh terhadap komitmen organisasi.

Menurut Kuntjoro (2002), faktor lain yang dapat menyebabkan

komitmen organisasi rendah adalah iklim organisasi yang kurang

menunjang, seperti fasilitas kurang, hubungan kerja kurang harmonis,

jaminan sosial dan keamanan kurang, dan lain-lain. Selain itu, Baron &

Greenberg (Sarwintono, 2006) menemukan bahwa komitmen terhadap

organisasi yang lebih tinggi terdapat pada karyawan yang memiliki

pekerjaan yang menuntut tanggung jawab tinggi, memiliki otonomi,

variasi dan sebagainya.

Steers & Porter (1983) juga mengungkapkan hal serupa bahwa usia

dan masa kerja, identitas tugas, umpan balik dalam pekerjaan dan

kesempatan untuk berinteraksi dalam lingkungan kerja dapat menjadi

penyebab tinggi rendahnya komitmen. Penelitian lainnya yang

dikemukakan oleh Johnson dan Johnson (2000) mengatakan bahwa

komitmen organisasi juga dipengaruhi oleh seberapa patut dan

diinginkannya sebuah tujuan dan cara-cara dimana para anggotanya akan

berhubungan satu dengan yang lainnya dalam bekerja untuk penyelesaian

sebuah tujuan. Chusmir (Jewell dan Siegall, 1998) mengatakan bahwa

(30)

karyawan pada organisasi. Selain itu, faktor harapan dan pengembangan

karir, lingkungan kerja dan gaji atau tunjangan juga berpengaruh terhadap

komitmen.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka dapat diambil

kesimpulan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi komitmen

organisasi, yaitu faktor organisasi dan faktor individu. Komitmen

organisasi dipengaruhi oleh faktor-faktor organisasi seperti, bentuk

pekerjaan, gaya kepemimpinan, serta iklim organisasi yang kurang

menunjang seperti fasilitas kurang, hubungan kerja yang kurang harmonis,

jaminan sosial kurang, dan lain-lain yang mengakibatkan rendahnya

kepuasan kerja dan berakibat pada rendahnya komitmen organisasi. Selain

itu, komitmen organisasi juga dipengaruhi oleh faktor individu antara lain

meliputi usia, lamanya bekerja, tingkat pendidikan, kemajuan karir dan

tingkat motivasi kerja.

B. Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis

1. Pengertian Kepemimpinan

Kepemimpinan pada dasarnya mempunyai pokok pengertian

sebagai sifat, kemampuan, proses atau konsep yang dimiliki seseorang,

sehingga ia diikuti, dipatuhi, dihormati oleh orang lain dan orang lain itu

bersedia dengan penuh keikhlasan melakukan perbuatan atau kegiatan yang

dikehendaki oleh seseorang tersebut. Bertolak dari dasar pengertian itu,

(31)

aktivitas para pemegang kekuasaan dalam membuat keputusan. Senada

dengan pendapat tersebut, Stogdill (Wahjosumidjo, 1987) mengatakan

bahwa kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi aktivitas

kelompok dalam rangka perumusan dan pencapaian tujuan.

Pengertian kepemimpinan secara psikologis menurut Koont's dan O'

Donell (Gordon, 1986) adalah aktivitas membujuk manusia untuk

bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Hal ini sesuai dengan yang

dikemukakan oleh Ivancevich (Siagian, 1993) bahwa kepemimpinan

adalah kemampuan mempengaruhi aktivitas orang lain melalui

komunikasi, baik individual maupun kelompok ke arah pencapaian tujuan.

Oleh karena itu menurut Boone dan Kurt (Siagian, 1993) kepemimpinan

melibatkan kemampuan mempengaruhi, yaitu tindakan memotivasi orang

lain atau menyebabkan orang lain melakukan tugas tertentu untuk

mencapai tujuan yang spesifik.

Senada dengan pendapat tersebut, Tossi (Honorus, 2003)

mengatakan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain

untuk bertindak, dengan suatu pengaruh yang sifatnya khusus, yaitu

pengaruh antara pribadi yang terjadi ketika seseorang mampu mendapat

dukungan dari orang lain dan mengarah pada tujuan perusahaan.

Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan kepemimpinan

merupakan kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, baik perorangan

maupun kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Dalam hal ini,

(32)

birokrasi. Kepemimpinan tidak harus diikat dalam suatu organisasi tertentu,

kepemimpinan bisa terjadi di mana saja asalkan orang tersebut dapat

menunjukkan kemampuannya mempengaruhi perilaku orang lain ke arah

tercapainya suatu tujuan tertentu.

2. Pengertian Kepemimpinan Demokratis

Berdasarkan tinjauan Lewin dkk (Suharsih, 2001) dibedakan pola

kepemimpinan sebagai berikut:

a. Kepemimpinan otoriter, adalah kepemimpinan yang menentukan jenis

kegiatan yang harus dilakukan, memberi tugas, mengawasi dan

mempertahankan agar setiap orang tetap bekerja di tempatnya

masing-masing. Semua kebijaksanaan ditentukan pemimpin sendiri sehingga

seluruh aktivitas kelompok tergantung dari ada tidaknya perintah pemimpin.

b. Kepemimpinan demokratis, adalah kepemimpinan yang mendiskusikan

semua permasalahan untuk diselesaikan bersama-sama dan

kebijaksanaannya ditetapkan dengan partisipasi dari bawahan. Maksudnya

pemimpin mempunyai peran rangkap, yaitu sebagai pemimpin dan anggota

kelompok.

c. Kepemimpinan laissez faire, adalah kepemimpinan yang menolak campur

tangan dalam partisipasi, tetapi bersedia menolong atau memberi saran.

Pemimpin bersikap seminimal mungkin dalam mempengaruhi anggotanya.

(33)

Dari ketiga pola kepemimpinan tersebut, dalam penelitian Likert

(1986) kepemimpinan demokratis merupakan model yang efektif, karena

dalam model ini pemimpin sangat memperhatikan kebutuhan-kebutuhan

dan kesejahteraan bawahan, bersikap ramah, membimbing dan menolong,

serta menjalin kerjasama dan kesatuan diantara anggota. Hal senada juga

diungkapkan oleh Anoraga (1995), bahwa kepemimpinan demokrasi

adalah model pemimpin yang mempunyai sifat mau mendengarkan

masukan dari bawahan, menekankan rasa tanggung jawab, dan menjalin

kerjasama yang baik pada setiap anggota.

Untuk selanjutnya hanya bentuk kepemimpinan demokratis yang

akan dibicarakan karena berhubungan dengan salah satu variabel yang akan

diteliti. Siagian (1993) berpendapat tipe pemimpin yang demokratislah yang

tepat bagi organisasi di bidang apapun organisasi tersebut bergerak, dengan

alasan, yaitu:

a. Dalam proses pergerakan bawahan, seorang pemimpin yang demokratis

selalu berpendapat bahwa manusia mempunyai hak, kewajiban, harkat

dan martabat yang keseimbangannya harus dijaga untuk dijunjung

tinggi.

b. Selalu mensinkronkan kepentingan dan tujuan organisasi dengan

kepentingan dan tujuan pribadi para anggota organisasi yang

bersangkutan. Selalu mendorong untuk terciptanya kesediaan dan

kerelaan untuk bekerjasama di kalangan bawahan dalam usaha

(34)

c. Dengan ikhlas memberikan kesempatan pada bawahan untuk

mengembangkan dengan inovasi, prakarsa, dan kreativitasnya

meskipun dengan resiko bahwa bawahannya itu mungkin akan berbuat

kesalahan, yang apabila itu terjadi akan diperbaiki sedemikian rupa

sehingga dalam diri bawahan akan timbul keberanian dalam bertindak.

d. Selalu berusaha untuk menjadikan para bawahannya sebagai anggota

organisasi yang bertanggung jawab dan semakin mampu memberikan

sumbangsih yang semakin besar pada organisasi.

e. Selalu berusaha mengembangkan kemampuan diri pribadinya sebagai

seorang pemimpin sehingga efektivitasnya sebagai seorang pemimpin

semakin meningkat pula.

Haiman (Jarmanto, 1983) mengartikan kepemimpinan demokratis

sebagai suatu proses sosial yang menunjukkan suatu kelompok sebagai suatu

keseluruhannya, dapat mengatur dirinya sendiri, tidak tunduk pada kekuasaan,

dan setiap anggota diwakili secara sama dalam pembuatan

keputusan-keputusan bersama. Bernard (Jarmanto, 1983) mendukung pendapat Haiman

(Jarmanto, 1983) bahwa kepemimpinan demokratis merupakan kepemimpinan

yang didirikan untuk memperhatikan kewajibannya terhadap

kebutuhan-kebutuhan kelompok yang berorganisasi. Dalam hal ini, pemimpin melakukan

pengawasan, pengendalian diri sendiri, dan mengkritik diri sendiri guna

mencapai tujuan yang sungguh-sungguh demokratis. Kepemimpinan

(35)

bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama antara

pimpinan dan bawahan (Sutarto, 1989).

Berdasarkan dari uraian di atas, peneliti menyimpulkan kepemimpinan

demokratis sebagai kegiatan pemimpin dalam mempengaruhi anggota atau

bawahan untuk dapat bekerjasama untuk mencapai tujuan yang diinginkan

dengan cara-cara yang demokratis. Atau dengan kata lain kepemimpinan

demokratis merupakan kemampuan untuk mempengaruhi orang lain agar

bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan

dengan cara memberikan perhatian dan dukungan, bimbingan dan

pengarahan kepada anggotanya. Dalam gaya ini pemimpin berusaha

membawa anggotanya menuju tujuan dan cita-cita dengan memperlakukan

anggota sejajar dengan atasan, sehingga anggota dapat menyumbangkan

ide, pendapat, pertimbangan atau saran yang dimilikinya secara maksimal.

3. Komponen Kepemimpinan Demokratis

Menurut Kartono (1983), kepemimpinan demokratis memiliki

komponen sebagai berikut:

a. Kepemimpinan demokratis memberikan bimbingan yang efisien

kepada para pengikutnya.

b. Kekuatan kepemimpinan ini terletak pada partisipasi aktif dari setiap

anggota kelompok.

c. Kepemimpinan demokratis menghargai potensi setiap individu, mau

(36)

keahlian para bidangnya masing-masing, dan mampu memanfaatkan

setiap anggota seefektif mungkin pada saat dan kondisi yang tepat.

Menurut Likert (1986), kepemimpinan demokratis memiliki

komponen sebagai berikut:

a. Kekuatan motivasi, meliputi: menerima dan memberikan rangsangan

yang kuat kepada usaha pelaksanaannya, menggunakan kekuatan

motivasi yang timbul dari proses-proses yang melibatkan kelompok,

karyawan benar-benar merasa bertanggung jawab terhadap sasaran

organisasi dan mendukung pelaksanaannya, sikap yang mau bekerja

sama dalam organisasi yang disertai rasa saling percaya, rasa puas yang

relatif besar di seluruh organisasi dengan keanggotaan dalam

organisasi.

b. Proses komunikasi, meliputi: banyak komunikasi dan interaksi yang

bersifat bersahabat yang disertai kepercayaan yang besar dalam

organisasi untuk mencapai sasaran organisasi, dan terjadi komunikasi

dari atasan ke bawahan maupun dari bawahan ke atasan, kesediaan

mendengarkan dan memperhatikan kebutuhan dan kesejahteraan

karyawan.

c. Proses pengambilan keputusan didasarkan pada pola kelompok, memajukan

kerjasama kelompok, pengambilan keputusan secara merata dilaksanakan

di semua bagian organisasi dalam suatu proses terpadu antara kelompok

(37)

d. Penetapan sasaran dan pemberian perintah, meliputi: kesediaan untuk

memberi bantuan kepada karyawan untuk dapat melakukan tugas secara

benar dan teliti melalui suatu bimbingan dan arahan, memberi penjelasan

tentang pentingnya pencapaian prestasi, memberi keyakinan bahwa

setiap karyawan dapat mencapai target organisasi.

Sharma (1982) mengungkapkan bahwa pemimpin demokratis

memperhatikan pandangan bawahan, memberikan bimbingan pada

masalah-masalah yang timbul, dan melibatkan perasaan sendiri dalam membantu

bawahan mencapai tujuan organisasi sebaik tujuan individu.

Sementara dalam penjelasan yang memperkuat salah satu pendapat

Likert, selanjutnya Robert (Sujak, 1990); Gordon (1986); dan Elizabeth

(2001) menyatakan bahwa dalam kepemimpinan demokratis, pemimpin

mencari saran secara terbuka atas partisipasi dari bawahannya. Pimpinan

memiliki masalah dalam pekerjaan, maka dipikirkan bersama, setiap bawahan

berhak untuk mengemukakan pendapat, saran dalam mencapai keputusan

bersama, serta ada pembagian wewenang dalam pengambilan keputusan

dengan bawahan.

Pendapat lain dikemukakan oleh Herbert (Sutarto, 1989) yang

mengatakan bahwa dalam kepemimpinan demokratis terjadi take and give

antara pimpinan dan bawahan, saling berpendapat, dan semua orang

dianggap sama pentingnya dalam mengembangkan ide dalam pembuatan

(38)

Berdasarkan uraian di atas, peneliti mengambil acuan komponen

kepemimpinan demokratis menurut Likert, yang berpendapat bahwa

kepemimpinan demokratis mempunyai kekuatan motivasi, mementingkan

proses komunikasi, proses pengambilan keputusan yang melibatkan

bawahan, serta penetapan sasaran dan pemberian perintah berdasarkan

kesediaan bawahan. Peneliti beranggapan bahwa apabila seorang bawahan

mendapatkan motivasi dari atasan, terjadi komunikasi dua arah antara

atasan dan bawahan, proses pengambilan keputusan yang

mempertimbangkan bawahan, serta penetapan sasaran dan perintah yang

membimbing dan memberi arahan, maka bawahan akan merasa nyaman

dalam bekerja yang kemudian dapat mendorong terciptanya komitmen

terhadap organisasi.

4. Efek Kepemimpinan Demokratis

Kepemimpinan demokratis adalah gaya kepemimpinan yang

mendiskusikan semua permasalahan untuk diselesaikan bersama-sama dan

kebijaksanaannya ditetapkan dengan partisipasi dari bawahan. (Lewin dkk

dalam Suharsih, 2001)

Gaya kepemimpinan demokratis memberi kesempatan kepada

karyawan untuk berperan secara aktif dalam proses mengembangkan

kompetensi manajerial mereka. Karyawan diharapkan rela berkorban demi

kemajuan perusahaan, bersedia memberikan perhatian yang besar pada

(39)

eksistensi perusahaan di dalam dunia bisnis. Tenaga kerja yang sesuai

dengan fungsinya akan memberikan sumbangan yang maksimal bagi

perusahaan. Begitu juga seorang pemimpin yang bijaksana harus dapat

memberikan kepuasan kepada para pekerjannya sehingga dapat membuat

para tenaga kerja berkomitmen terhadap pekerjaan dan perusahaannya.

Pemimpin yang demokratis lebih mengacu pada penerapan rasa

kerja sama dengan angotanya, dimana pemimpin menganggap dirinya

adalah sahabat. Dengan dianggap sebagai sahabat dalam bekerja maka

anggota tidak perlu sungkan utuk memberanikan diri mengutarakan

pendapat atau ide yang berhubungan dengan organisasi tersebut.

Pemimpin yang menerapkan model kepemimpinan demokrasi adalah

pemimpin yang siap untuk selalu memperhatikan, mau mendukung, serta

mau memberikan bimbingan dan pengarahan kepada anggotanya.

Menurut Gordon (1986) pemimpin yang demokratis juga selalu

menekankan pada partisipasi anggotanya. Hal ini akan membuat anggota

lebih merasa dihargai dan diperhatikan. Dari perasaan-perasaan seperti

inilah, anggota akan merasa bahagia berada dalam kesatuan organisasi

tersebut. Hal ini secara tidak langsung ini akan membantu terciptanya

(40)

C. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis

Dengan Komitmen Organisasi

Komitmen organisasi merupakan hal yang sangat penting dalam suatu

organisasi, karena dengan adanya komitmen yang ditunjukkan dari anggota

terhadap organisasi yang ditempatinya, maka kelangsungan berjalannya

sebuah organisasi akan lebih terjamin. Komitmen akan mempengaruhi

tingginya kinerja yang dilakukan anggota terhadap organisasi yang

bersangkutan. Komitmen ini timbul karena adanya perasaan memiliki terhadap

organisasi tersebut. Seseorang yang mempunyai perasaan memiliki terhadap

organisasi, secara tidak langsung orang tersebut akan terus berusaha

memperjuangkan keberadaan organisasinya.

Hal ini ditunjukkan juga oleh Steers dan Porter (1983) yang

menyebutkan bahwa dengan adanya komitmen yang tinggi akan memberikan

pengaruh positif yaitu menimbulkan kepuasan kerja, semangat kerja, prestasi

kerja, dan keinginan untuk tetap bekerja dalam organisasi tersebut. Dampak

positif yang paling terlihat dengan adanya komitmen yang tinggi adalah

tingkat keluar masuk anggota dapat diminimalisasikan (Salancik dalam

Parwitasari, 2003).

Terbentuknya komitmen terhadap organisasi ini tidak lepas dari

pengaruh berbagai pihak yang ada dalam organisasi tersebut. Komitmen

terhadap organisasi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan kerja.

(41)

1983), dengan sendirinya pengawasan yang dilakukan dalam sebuah

organisasi merupakan tugas dari seorang pemimpin.

Seorang pemimpin yang baik pasti akan menyadari bahwa diri mereka

tidak memiliki semua jawaban atas segala sesuatu yang timbul dalam

organisasi. Untuk itu seorang pemimpin memerlukan batuan dan partisipasi

dari anggotanya. Berhasil tidaknya seorang pemimpin juga sangat ditentukan

oleh penerimaan dan persepsi dari anggota-anggotanya (Harris, 1985). Maka

dapat dikatakan bahwa persepsi seorang anggota dalam mengartikan gaya

kepemimpinan yang diambil oleh pemimpinnya, akan sangat berguna dalam

melakukan penilaian terhadap pemimpinnya tersebut.

Seorang pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan demokratis

belum tentu nantinya bawahan akan berpendapat bahwa pemimpin itu telah

bertindak secara demokratis. Hal ini diarenakan demokratis tidaknya seorang

pemimpin tidak hanya ditentukan secara objektif, melainkan lebih ditentukan

oleh bagaimana perilaku atau sifat pemimpin dari sudut pandang bawahan

(Riyono, 2001).

Hubungan antara pemimpin dan anggota merupakan hal yang sangat

penting, karena efek yang ditimbulkan dari hubungan tersebut dapat

menghasilkan hal yang efektif bagi kelangsungan berjalannya sebuah

organisasi. Dalam hal ini, hubungan antara pemimpin dan anggota dapat

mempengaruhi hasil persepsi mereka. Hasil-hasil dari persepsi ini akan

menentukan perasaan yang dialami para anggota. Baik itu perasaan yang

(42)

akhirnya nanti perasaan seperti ini juga yang akan berpengaruh pada

komitmen anggota untuk tetap mengabdi dalam organisasi tersebut.

Dari uraian-uraian di atas, dapat dilihat bahwa dengan adanya seorang

pemimpin yang memiliki kualitas dalam menerapkan model kepemimpinan

demokratis maka secara tidak langsung hal ini akan mempengaruhi cara kerja

dan perilaku anggota khususnya bawahan dalam sebuah organisasi. Pemimpin

yang demokratis lebih mengacu pada penerapan rasa kerja sama dengan

angotanya, dimana pemimpin menempatkan posisinya sama dengan bawahan.

Dengan demikian, maka bawahan tidak perlu sungkan untuk memberanikan

diri mengutarakan pendapat atau ide-ide yang berhubungan dengan organisasi

tersebut.

Pemimpin yang menerapkan model kepemimpinan demokrasi adalah

pemimpin yang selalu siap untuk memperhatikan, mendukung, serta mau

memberikan bimbingan dan pengarahan kepada anggotanya. Pemimpin yang

demokratis juga lebih menekankan pada partisipasi anggotanya. Adanya

partisipasi ini akan menimbulkan perasaan lebih dihargai dan diperhatikan,

sehingga anggota akan merasa nyaman berada dalam kesatuan organisasi

tersebut. Hal ini secara tidak langsung akan membantu terciptanya komitmen

terhadap organisasi dari setiap anggota.

Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa anggota yang

memiliki persepsi terhadap kepemimpinan demokratis yang positif akan

memiliki perasaan nyaman dalam melakukan pekerjaan, mencintai

(43)

nantinya dapat menciptakan komitmen terhadap organisasi. Sebaliknya

anggota yang memiliki persepsi secara negatif terhadap kepemimpinan

demokratis, merasa bahwa pemimpin dalam organisasi tersebut tidak

bertindak secara demokratis. Penilaian dan pandangan anggota yang seperti ini

akan menimbulkan perasaan tidak didukung, tidak diperhatikan, tidak nyaman,

dan merasa tidak betah berada dalam organisasi tersebut. Hal ini akan

menyebabkan anggota menjadi tidak termotivasi untuk bekerja, dan pada

(44)

Skema 2.1

Hubungan Antara Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis

Dengan Komitmen Organisasi

D. Hipotesis

Berdasarkan dari tinjauan-tinjauan tersebut, maka dalam penelitian ini

dapat diajukan hipotesis yaitu: terdapat hubungan yang positif dan signifikan

antara persepsi terhadap gaya kepemimpinan demokratis dengan komitmen

organisasi. Artinya semakin positif persepsi anggota terhadap gaya

kepemimpinan demokratis yang diterapkan pemimpin, maka semakin tinggi ORGANISASI

PEMIMPIN

GAYA KEPEMIMPINAN DEMOKRATIS

PERSEPSI KARYAWAN TERHADAP GAYA KEPEMIMPINAN DEMOKRATIS

POSITIF NEGATIF

PERASAAN NYAMAN DALAM BEKERJA MENCINTAI PEKERJAAN

TIDAK NYAMAN DALAM BEKERJA MERASA TIDAK DIPERHATIKAN MERASA TIDAK DIDUKUNG PEMIMPIN

(45)

pula komitmen terhadap organisasi yang dirasakan oleh anggota. Begitu juga

sebaliknya, dengan semakin negatif persepsi anggota terhadap kepemimpinan

demokrasi yang diterapkan pemimpin, maka semakin rendah pula komitmen

(46)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional dimana bertujuan

untuk menemukan ada tidaknya hubungan antara dua variabel yang akan

diukur dan apabila ada, seberapa erat hubungan serta berarti tidaknya

hubungan tersebut. Besarnya atau tingginya hubungan dinyatakan dalam

bentuk koefisien korelasi. Koefisien korelasi menerangkan sejauh mana dua

atau lebih variabel berkorelasi (Arikunto, 1989). Penelitian ini bertujuan untuk

melihat apakah ada hubungan positif antara persepsi gaya kepemimpinan

demokratis dengan komitmen organisasi pada karyawan PT. Walser

Automotive Textiles Indonesia.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Penelitian ini memiliki dua variabel yang dapat diidentifikasikan

sebagai berikut :

1. Variabel tergantung

Variabel tergantung adalah variabel yang dipandang sebagai akibat

yang muncul oleh adanya variabel bebas (Kerlinger, 1996). Variabel

tergantung dalam penelitian ini adalah komitmen organisasi.

2. Variabel bebas

Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab kemunculan

(47)

variabel terikat yang dipandang sebagai akibatnya (Kerlinger, 1996).

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah persepsi gaya kepemimpinan

demokratis.

C. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan definisi variabel penelitian dalam

bentuk yang konkrit, termasuk bentuk skala pengukuran variabel yang

memudahkan peneliti dalam menginterpretasikan data (Azwar, 2003). Definisi

operasional variabel-variabel penelitian dijelaskan sebagai berikut:

1. Komitmen Organisasi

Skala komitmen organisasi dibuat untuk mengetahui tinggi

rendahnya suatu komitmen yang dimiliki karyawan. Skala pengukuran ini

dibuat berdasarkan teori komitmen organisasi yang dikemukakan oleh

Mowday, Steers & Porter (Spector, 1996). Komitmen organisasi yang

tinggi akan ditunjukkan melalui perolehan hasil skor total dari ketiga

komponen komitmen organisasi yang telah dibuat dalam bentuk skala

pengukuran. Semakin tinggi hasil skor total yang diperoleh dari skala

pengukuran komitmen organisasi, maka semakin tinggi komitmen

organisasi yang dimiliki karyawan. Kemudian sebaliknya, semakin rendah

hasil skor total yang diperoleh berdasarkan skala pengukuran, maka

semakin rendah komitmen organisasi yang dimiliki oleh karyawan

(48)

2. Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis

Skala persepsi gaya kepemimpinan demokratis dibuat berdasarkan

teori Likert (1986). Positif tidaknya persepsi kepemimpinan demokrasi ini

nantinya dapat diketahui dari jawaban pernyataan dalam Skala Persepsi

Kepemimpinan Demokrasi, apabila semakin tinggi skor totalnya maka

persepsi kepemimpinan demokrasi tersebut juga semakin positif.

Sebaliknya apabila skor totalnya rendah, maka persepsi kepemimpinan

demokrasinya negatif

D. Subjek Penelitian

Metode pengambilan sampel penelitian ini dengan menggunakan

tehnik purposive sampling, artinya kelompok subjek tersebut dipilih

berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat khusus yang dipandang mempunyai

hubungan erat dengan dengan ciri-ciri atau sifat-sifat subjek penelitian yang

telah diketahui sebelumnya (Hadi, 1991). Adapun kriteria subjek yang

dijadikan responden dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Karyawan dengan masa kerja lebih dari 6 bulan, karena diharapkan

karyawan telah mengatahui kondisi tempatnya bekerja.

2. Memiliki karakteristik pekerjaan yang sama, karena dengan karakteristik

pekerjaan yang sama maka penilaian mengenai situasi dan kondisi kerja

(49)

3. Berusia 21-45 tahun, karena merupakan usia produktif seseorang dalam

bekerja.

4. Pendidikan minimal SMU.

E. Tehnik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan cara pemberian skala. Penelitian ini menggunakan dua jenis skala

yaitu skala komitmen organisasi dan skala persepsi terhadap gaya

kepemimpinan demokratis.

1. Skala Komitmen Organisasi

Skala ini dikembangkan dari Organizational Commitment

Questionnaire oleh Mowday, Steers & Porter, 1979 (Luthans, 1995),

kemudian dilakukan penambahan item-item baru dengan mengadakan

perbaikan dan penyesuaian kata serta kalimat. Mowday, Steers & Porter

mengatakan ada 3 aspek yang dapat mengukur tinggi rendahnya komitmen

organisasi, yaitu : kepercayaan yang pasti dan penerimaan yang penuh atas

nilai-nilai dan tujuan organisasi, keinginan untuk berusaha sekuat tenaga

demi kepentingan organisasi, serta keinginan yang kuat untuk tetap terlibat

menjadi anggota organisasi.

Skala tersebut disusun dengan metode rating yang dijumlahkan

(Summated Rating), yaitu metode penskalaan pernyataan sikap yang

(50)

(Gable, dalam Azwar, 1999). Dalam skala yang menggunakan rating yang

dijumlahkan ini, subjek diminta untuk memilih dan merespon

pernyataan-pernyataan yang dirumuskan secara favorable dan unfavorable tentang

suatu objek.

Skala ini terdiri dari item-item yang disusun berdasarkan komponen

komitmen organisasi. Setiap komponen yang diteliti dijabarkan melalui

pernyataan favorabel dan pernyataan unfavorabel. Pernyataan favorabel

adalah pernyataan yang mendukung aspek yang diukur, sedangkan

pernyataan unfavorabel merupakan pernyataan yang tidak mendukung

aspek yang diukur (Azwar, 1999). Jumlah antara pernyataan favorabel

dengan pernyataan unfavorabel dibuat seimbang dengan menggunakan

alternatif jawaban Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Setuju

(S), dan Sangat Setuju (SS). Kemudian, masing-masing nilai bergerak dari

1 sampai 4 untuk item-item yang favorabel, dan nilai 4 sampai 1 untuk

item yang unfavorabel. Peneliti akan melihat tinggi rendahnya komitmen

organisasi berdasarkan skor total jawaban subjek penelitian pada skala

(51)

Tabel 3.1

Spesifikasi Skala Komitmen Organisasi

Aspek-aspek Aspek-aspek

Favorable Unfavorable

Total

Kepercayaan yang pasti dan penerimaan

yang penuh atas nilai-nilai dan tujuan

organisasi

Keinginan untuk berusaha sekuat tenaga

demi kepentingan organisasi

Keinginan yang kuat untuk tetap terlibat

menjadi anggota organisasi

Total 18 item 18 item 36 item

Tabel 3.2

Penskoran Item Favorable dan Unfavorable Skala Komitmen Organisasi

Skor Alternatif Jawaban

Favorable Unfavorable

Sangat Setuju (SS) 4 1

Setuju (S) 3 2

Tidak Setuju (TS) 2 3

(52)

2. Skala Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis

Jenis skala yang digunakan untuk mengukur persepsi tergadap gaya

kepemimpinan demokratis juga menggunakan skala Summated Rating.

Item dibuat berdasarkan aspek-aspek gaya kepemimpinan demokratis,

meliputi kekuatan motivasi, proses komunikasi, proses pengambilan

keputusan yang didasarkan pada pola kelompok, serta penetapan sasaran

dan pemberian perintah.

Dalam skala ini, subjek penelitian akan diberikan empat alternatif

jawaban, yaitu Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Setuju (S),

dan Sangat Setuju (SS). Nilai skor akan bergerak dari 1 sampai 4 untuk

pernyataan favorabel dan 4 sampai 1 untuk

pernyataan-pernyataan unfavorabel. Tinggi rendahnya persepsi terhadap gaya

kepemimpinan dilihat dari skor total jawaban subjek penelitian pada skala

(53)

Tabel 3.3

Spesifikasi Skala Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis

Aspek-aspek

Proses pengambilan keputusan yang

didasarkan pada pola kelompok

3, 11, 19, 27,

35, 43

7, 15, 23,

31, 39, 47

12 item

Penetapan sasaran dan pemberian perintah

8, 16, 24, 32,

40, 48

4, 12, 20,

28, 36, 44

12 item

Total 24 item 24 item 48 item

Tabel 3.4

Penskoran Item Favorable dan Unfavorable Skala Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis

Skor Alternatif Jawaban

Favorable Unfavorable

Sangat Setuju (SS) 4 1

Setuju (S) 3 2

Tidak Setuju (TS) 2 3

(54)

F. Validitas dan Reliabilitas

Validitas dan reliabilitas merupakan dua hal yang memiliki

peran penting dalam membuat suatu alat ukur berkualitas. Selain itu,

validitas dan reliabilitas alat ukur adalah dua hal yang berkaitan,

sehingga dari alat ukur ini nantinya akan menunjukkan baik atau

buruknya suatu penelitian. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti

perlu melakukan uji validitas dan uji reliabilitas sebelum

melaksanakan suatu penelitian. Hal ini bertujuan agar alat ukur yang

digunakan dalam penelitian menjadi akurat dan terpercaya.

1. Validitas

Validitas diartikan sebagai ketepatan dan kecermatan suatu

alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu alat ukur

dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut

mampu memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud

dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 2003). Pada penelitian

ini pengukuran validitas alat tes yang digunakan adalah metode

validitas isi. Validitas isi ini merupakan validitas estimasi lewat

pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional, untuk melihat

sejauh mana isi tes tersebut mencerminkan atribut yang hendak

diukur, sehingga alat tes tersebut harus relevan dan tidak keluar

(55)

Validitas isi dilakukan melalui professional judgement yang

dilakukan oleh dosen pembimbing. Jumlah item yang diajukan

untuk uji coba adalah sebanyak 36 item untuk skala komitmen

organisasi dan 48 item untuk skala persepsi terhadap gaya

kepemimpinan demokratis.

2. Seleksi Item

Seleksi item dilakukan untuk memilih item-item yang

berkualitas, sehingga sungguh-sungguh mampu mengukur apa

yang ingin diukur dalam penelitian. Seleksi item dilakukan dengan

melaksanakan uji coba terhadap item-item yang telah dibuat sesuai

dengan blue-print. Uji coba (try out) dilaksanakan di perusahaan

yang sama, yaitu perusahaan tempat dimana peneliti akan

mengambil data penelitian.

Seleksi item pada skala yang akan digunakan dalam

penelitian ini dilakukan dengan memakai koefisien korelasi item

total (rix), yang nantinya dari korelasi item total akan dihasilkan

indeks daya beda item. Indeks daya beda item ditunjukkan oleh

statistik rix yang diperoleh dengan teknik komputasi Product

Moment Pearson dari program SPSS for Windows. Perhitungan

dilakukan dengan cara mengkorelasikan skor subjek pada item

yang bersangkutan dengan skor total. Indeks daya beda item

(56)

Semakin baik daya beda item, maka indeksnya akan semakin

mendekati 1,00. Kriteria item dinyatakan dapat diterima jika

koefisien korelasinya positif dan sama dengan atau lebih besar dari

0,30. Jika dengan batasan tersebut jumlah item belum mencukupi

jumlah yang diinginkan, maka dapat mempertimbangkan untuk

menurunkan sedikit batas kriteria sehingga jumlah item yang

diinginkan dapat tercapai (Azwar, 1999).

Berikut ini merupakan tabel perhitungan korelasi item total

pada skala persepsi terhadap gaya kepemimpinan demokratis :

Tabel 3.5

Hasil Korelasi Item Total Skala Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis

rix Item Total

≥0,30

1, 3, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 13, 14, 16, 17, 18, 19, 20, 22, 23, 24,

26, 27, 29, 30, 31, 33, 35, 36, 37, 39, 41, 42, 43, 44, 45, 48

34

< 0,30 2, 5, 11, 12, 15, 21, 25, 28, 32, 34, 38, 40, 46, 47 14

Total 48

Berdasarkan hasil seleksi item, maka diperoleh 14 item

yang gugur dan 34 item sahih pada skala skala persepsi terhadap

gaya kepemimpinan demokratis. Dari keempat aspek persepsi

terhadap gaya kepemimpinan demokratis, tidak ada aspek yang

(57)

Tabel 3.6

Distribusi Item Skala Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis (SetelahTry Out)

Aspek-Aspek

yang didasarkan pada pola

kelompok

2, 14, 20, 25, 31 5, 17, 23, 28 9

Penetapan sasaran dan pemberian

perintah

6, 11, 18, 34 3, 15, 26, 32 8

Total 18 16 34

Berikut ini merupakan tabel perhitungan korelasi item total

pada skala komitmen organisasi :

Tabel 3.7

Hasil Korelasi Item Total Skala Komitmen Organisasi

rix Item Total

(58)

Berdasarkan hasil seleksi item, maka diperoleh 8 item yang

gugur dan 28 item sahih pada skala komitmen organisasi. Dari

ketiga aspek komitmen organisasi, tidak ada aspek yang hilang.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 3.8

Distribusi Item Skala Komitmen Organisasi (SetelahTry Out)

Aspek-Aspek Aspek-aspek

Favorable Unfavorable

Total

Kepercayaan yang pasti dan

penerimaan yang penuh atas

nilai-nilai dan tujuan organisasi

1, 6, 11, 23 3, 8, 16, 20, 26 9

Keinginan untuk berusaha sekuat

tenaga demi kepentingan organisasi

4, 9, 14, 21, 27 2, 7, 12, 18, 24 10

Keinginan yang kuat untuk tetap

terlibat menjadi anggota organisasi

13, 19, 25 5, 10, 15, 17, 22, 28 9

Total 12 16 28

3. Reliabilitas

Reliabilitas mengacu pada konsistensi atau keterpercayaan

hasil ukur, yang mengandung kecermatan pengukuran (Azwar,

2003). Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi adalah

pengukuran yang dapat menghasilkan data yang reliabel. Penelitian

ini menggunakan teknik koefisien reliabilitas Alpha Cronbach

(59)

memiliki nilai praktis dan nilai efisien yang tinggi, karena hanya

dilakukan satu kali pada kelompok subjek (Azwar, 2003). Selain

itu, teknik Alpha Cronbach sangat sesuai jika digunakan pada alat

ukur atau tes-tes yang bersifat homogen yaitu terdapat homogenitas

pada butir-butir soal dalam alat ukur (Suryabrata, 2000).

Reliabilitas dinyatakan dengan koefisien reliabilitas (rxx’)

yang angkanya berada pada rentang 0 sampai dengan 1,00. Dengan

demikian, semakin tinggi koefisien reliabilitas yang diperoleh,

semakin tinggi tingkat hasil pengukuran alat tersebut bagi

kelompok subjek yang diteliti (Azwar, 1999). Kemudian

sebaliknya, koefisien yang semakin rendah akan semakin

mendekati angka 0, dan hal ini berarti semakin rendah pula

reliabilitasnya.

Reliabilitas item sahih pada skala persepsi terhadap

kepemimpinan demokratis adalah α= 0,876, sedangkan pada skala

komitmen organisasi α = 0,877. Maka kedua alat ukur tersebut

dapat dikatakan reliabel.

Tabel 3.9

Reliabilitas Item Sahih

Skala N α

Komitmen Organisasi 28 0,877

(60)

BAB IV

PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Perijinan penelitian diajukan kepada PT. Walser Automotive Textiles

Indonesia berupa surat permohonan penelitian dan proposal penelitian.

Perijinan penelitian disampaikan kepada PT. Walser Automotive Textiles

Indonesia pada tanggal 2 Desember 2009. Penyebaran skala try out

dilaksanakan pada tanggal 3 Desember 2009 dengan menyerahkan skala

kepada direktur PT. Walser Automotive Textiles Indonesia yang kemudian

menyebarkan skala ke bagian sewing dan packaging. Setelah diperoleh

item-item sahih berdasarkan datatry out, skala disebarkan kembali pada tanggal 11

Januari 2010 ke bagiancuttingdanmaintenance.

Pelakanaantry outdilakukan dengan menyebarkan skala sebanyak 120

eksemplar. Dari 120 eksemplar tersebut diperoleh 106 eksemplar yang

kembali dan terdapat 93 eksemplar yang memenuhi kriteria subjek penelitian.

Beberapa eksemplar yang tidak memenuhi kriteria subjek penelitian

disebabkan karena subjek memiliki masa kerja kurang dari 6 bulan, serta

terdapat beberapa subjek yang berusia kurang dari 21 tahun dan lebih dari 45

tahun. Berdasarkan hasil try out diperoleh 34 item yang lulus uji coba dari

skala persepsi terhadap gaya kepemimpinan demokratis, serta 28 item dari

skala komitmen organisasi.

(61)

Setelah diperoleh item-item sahih, peneliti kembali menyebarkan skala

penelitian pada tanggal 11 Januari 2010 sebanyak 100 eksemplar. Dari 100

eksemplar tersebut diperoleh 92 eksemplar yang kembali dan terdapat 76

eksemplar yang memenuhi kriteria subjek penelitian. Sebagian besar

eksemplar yang tidak memenuhi kriteria subjek penelitian disebabkan karena

subjek memiliki masa kerja kurang dari 6 bulan.

B. Deskripsi Konteks Penelitian

PT. Walser Automotive Textiles Indonesia yang terletak di Jl. HOS.

Cokroaminoto 149, Yogyakarta, merupakan salah satu cabang dari Walser

Automotive Accessories yang berpusat di Austria. Perusahaan ini bergerak di

bidang aksesoris mobil dan memproduksi jok mobil dengan bahan dasar kulit

dan kain.

Secara keseluruhan, PT. Walser Automotive Textiles Indonesia

memiliki 246 karyawan. Sebanyak 169 karyawan menjadi subjek dalam

penelitian ini, 93 karyawan menjadi subjek try out dan 76 karyawan sebagai

subjek penelitian. Subjek try out terdiri dari 61 karyawan yang bekerja pada

bagian sewing dan 32 karyawan pada bagian packaging. Sedangkan subjek

penelitian terdiri dari 59 karyawan yang bekerja pada bagian cutting dan 17

karyawan pada bagianmaintenance.

Berdasarkan data hasil penelitian, peneliti menyajikan rangkuman

(62)

Tabel 4.1

Deskripsi Subjek Penelitian

Usia Jumlah %

21-25 11 14.47

26-30 22 28.95

31-35 24 31.58

36-40 16 21.05

41-45 3 3.94

Jumlah 76 100

Masa Kerja Jumlah %

6-12 bln 15 19.74

1-5 thn 32 42.10

6-10 thn 27 35.53

11-20 thn 2 2.63

Jumlah 76 100

C. Deskripsi Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan di PT Walser

Automotive Textiles Indonesia, peneliti memperoleh data hasil penelitian yang

membandingkan antara data empiris dengan data teoretis. Perbandingan antara

mean empiris dengan mean teoretis dilakukan untuk mengetahui hubungan

antara persepsi kepemimpinan demokratis dengan komitmen organisasi.

(63)

Tabel 4.2 Data Hasil Penelitian

Variabel Persepsi Terhadap Gaya

Kepemimpinan Demokratis

Variabel Komitmen Organisasi Statistik

Empiris Teoretis Empiris Teoretis

Mean 105.63 85 87.32 70

X max 128 136 109 112

X min 85 34 67 28

SD 9.79 17 9.27 14

Pada skala persepsi terhadap gaya kepemimpinan demokratis, terdapat

34 item dengan rentang skor 1 sampai dengan 4. Oleh karena itu, skor

terendah yang diperoleh untuk skala persepsi terhadap gaya kepemimpinan

demokratis adalah 34 x 1 = 34, dan skor tertinggi adalah 34 x 4 = 136. Dengan

demikian, rentang skor skala persepsi terhadap gaya kepemimpinan

demokratis adalah 34 sampai dengan 136, atau besar jaraknya adalah 136 – 34

= 102. Satuan deviasi standar populasi adalah 102 : 6 = 17. Mean teoretis (µ)

yaitu 34 x 2,5 = 85.

Kemudian, skala berikutnya yang mengungkap variabel tergantung

yaitu komitmen organisasi pada karyawan, memiliki jumlah item sebanyak 28

item. Rentang skor yang terdapat pada skala tersebut adalah 1 sampai 4. Skor

terendah yang diperoleh pada skala komitmen organisasi adalah 28 x 1 = 28.

Selanjutnya, skor tertinggi yang terdapat pada skala komitmen organisasi pada

Gambar

Tabel 3.2
Tabel 3.3
Tabel 3.5Hasil Korelasi Item Total Skala Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan
Tabel 3.7Hasil Korelasi Item Total Skala Komitmen Organisasi
+5

Referensi

Dokumen terkait

PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA SMK MELALUI PEMANFAATAN MULTIMEDIA INTERAKTIF BERBENTUK GAME DALAM INQUIRY TRAINING MODEL.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Mansfield, N., “Practical TCP/IP, Mendesain, Menggunakan dan Troubleshooting Jaringan TCP/IP di Linux dan Windows” , Andi, Yogyakarta.. Purwanto, E., “ IP Camera Menggunakan

Selisih jumlah pendapatan dengan jumlah beban merupakan saldo (sisa) laba atau saldo (sisa) rugi. Bentuk ini banyak digunakan dalam perusahaan jasa. Bentuk laporan Rugi laba

[r]

Untuk menentukan ciri-ciri suatu bilangan yang habis dibagi dengan 9 atau tidak, kita misalkan bilangan itu adalah N = abcd.. Untuk bisa melihat bahwa angka-angka

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, pasal 1 ayat 12, Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan

Peserta Nama Glr Dpn Glr Blk JnsKlm JbtAkad Pangkat NIP Tpt Lahir Tgl Lahir Bid Ilmu Kod Ilmu TMMD... Peserta Nama Glr Dpn Glr Blk JnsKlm JbtAkad Pangkat NIP Tpt Lahir Tgl Lahir

[r]