SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh:
Agustinus Wisnu Adhi Nugroho NIM : 049114076
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh:
Agustinus Wisnu Adhi Nugroho NIM : 049114076
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
only a few will catch your heart..
Pursue those..
vi
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan positif antara persepsi gaya kepemimpinan demokratis dengan komitmen organisasi pada PT. Walser Automotive Textiles Indonesia. Hipotesis penelitian ini adalah : Ada hubungan positif persepsi gaya kepemimpinan demokratis dengan komitmen organisasi pada PT. Walser Automotive Textiles Indonesia. Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan fungsi produksi PT. Walser Automotive Textiles Indonesia sejumlah 76 karyawan yang diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling dari dua bagian di fungsi produksi, yaitu Cutting dan Maintenance. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua skala pengukuran model Likert, yaitu skala persepsi gaya kepemimpinan demokrasi dan skala komitmen organisasi. Uji coba skala dilakukan pada 93 karyawan bagian Sewing dan Packaging yang menghasilkan koefisisen reliabilitas pada skala persepsi gaya kepemimpinan demokratis sebesar 0,876 dan pada skala komitmen organisasi sebesar 0,877. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment dari Pearson, dan hasilnya menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara persepsi gaya kepemimpinan demokratis dengan komitmen organisasi pada karyawan PT. Walser Automotive Textiles Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari koefisien korelasi yang bernilai 0,789 (p = 0,000) dengan probabilitas 1% (p < 0,01).
vii
ABSTRACT
This research objective was to find out the positive correlation between the perception of democratic leadership with the commitment organization on PT. Walser Automotive Textiles Indonesia. The hyphothesis proposed in this research was there’s a positive correlation between the perception of democratic leadership with the commitment organization on PT. Walser Automotive Textiles Indonesia. The subject in this research was employee on production function PT. Walser Automotive Textiles Indonesia. The sample of this research was included 76 employess that acquired by purposive sampling technique from two departments on production function, that’s Cutting and Maintenance. The method of data collection in this research used two of Likert rating scales, are perception of democratic leadership scale and scale of organizational commitment. Scale try out have done to ninety three employees on Sewing and Packaging function that result reliability coefficient to the amount of 0,876 on perception of democratic leadership scale and 0,8877 on organizational commitment scale. The data of research result was analyzed by correlation Product Moment technique, and the result show that there was a positive correlation between the perception of democratic leadership with the organizational commitment on PT. Walser Automotive Textiles Indonesia. This result can see from correlation coefficient to the amount of 0,789 (p = 0,000) with 1% of probabilty (p<0,01).
ix
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, dengan judul "Hubungan
Antara Persepsi gaya Kepemimpinan Demokratis dengan Komitmen Organisasi.
Penulisan ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Psikologi pada Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari bahwa selama persiapan, penyusunan, hingga
terselesainya skripsi ini, tidak lepas dari bantuan dukungan dan bimbingan
berbagai pihak untuk memperlancar skripsi ini. Untuk itu, dengan ketulusan dan
kerendahan hati, penulis mengucapakan terima kasih pada:
1. Tuhan Yesus Kristus, Bunda Maria, Santo Yosef, dan Orang-orang Kudus di
Surga atas segala berkat dan karunia yang diberikan-Nya kepada penulis.
2. Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, terima kasih atas semua
fasilitas yang telah diberikan kepada penulis dalam menuntut ilmu.
3. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si. selaku dosen pembimbing sekaligus
Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang
dengan segala kesabaran, kerelaan dan keihklasan hati memberikan saran,
membimbing, mengoreksi, mendukung dan menjadi teman diskusi dalam
proses penyelesaian karya tulis. Terima kasih atas waktu dan kesempatan
10
dosen luar biasa yang pernah memberikan ilmu, wawasan, pengetahuan, dan
membuat pola pikir peneliti lebih bijaksana agar dapat berusaha dan berbuat
yang terbaik.
6. Ibu Frida Indriani S.S, selaku direktur PT. Walser Automotive Textiles
Indonesia yang telah membantu, dan memberikan ijin serta kesempatan
kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.
7. Bapak Suroto dan Ibu Dwi Yusmiharsi selaku orangtua yang selalu memberi
semangat, pencerahan dan memfasilitasi segala kebutuhan penulis dalam
menyelesaikan karya yang sungguh agung ini.
8. Cicik yang telah menjadi teman curhat yang baik.
9. Buat teman-teman di seluruh penjuru dunia yang setia menemani dalam
kesepian.
10. Cingcilipit, yang selalu hadir saat ku jatuh dan memberikan semangat baru
untuk tetap berjuang.
11
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………. ii
HALAMAN PENGESAHAN ………. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ………... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………... v
ABSTRAK ………... vi
ABSTRACT ……… vii
HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH viii KATA PENGANTAR ………. ix
DAFTAR ISI ………... xi
DAFTAR TABEL ………... xiii
BAB I PENDAHULUAN ………... 1
A. Latar Belakang ……….. 1
B. Rumusan Masalah ………... 8
C. Tujuan Penelitian ....……….. 8
D. Manfaat Penelitian .………... 8
BAB II LANDASAN TEORI ………. 10
A. Komitmen Organisasi ……..………. 10
1. Pengertian Komitmen Organisasi ………... 10
2. Komponen Komitmen Organisasi ………... 12
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi ………. 14
B. Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis ………... 16
1. Pengertian Kepemimpinan ……….. 16
2. Pengertian Kepemimpinan Demokratis ……….. 18
3. Komponen Kepemimpinan Demokratis ……….. 21
4. Efek Kepemimpinan Demokratis ……… 24
C. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis Dengan Komitmen Organisasi ……….. 26
12
C. Definisi Operasional ………. 33
1. Komitmen Organisasi ………. 33
2. Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis ………. 34
D. Subjek Penelitian ………... 34
E. Tehnik Pengumpulan Data ……… 35
1. Skala Komitmen Organisasi ……… 35
2. Skala Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis ……... 38
F. Validitas dan Reliabilitas ……….. 40
1. Validitas ……….. 40
2. Seleksi Item ………. 41
3. Reliabilitas ……….. 45
BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 46
A. Pelaksanaan Penelitian ……….. 46
B. Deskripsi Konteks Penelitian ……… 47
C. Deskripsi Hasil Penelitian ………. 48
D. Uji Asumsi Hasil Penelitian ……….. 51
1. Uji Normalitas ………. 51
2. Uji Linearitas ………... 52
E. Uji Hipotesis ………. 52
F. Pembahasan ………... 54
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 57
A. Kesimpulan ………... 57
B. Saran ……….. 57
DAFTAR PUSTAKA ………. 59
LAMPIRAN ……… 63
13
Tabel 3.2 Penskoran Item Favorable dan Unfavorable Skala Komitmen
Organisasi ………... 37
Tabel 3.3 Spesifikasi Skala Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan
Demokratis ………. 39
Tabel 3.4 Penskoran Item Favorable dan Unfavorable Skala Persepsi
Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis ……….. 39
Tabel 3.5 Hasil Korelasi Item Total Skala Persepsi Terhadap Gaya
Kepemimpinan Demokratis ……… 42
Tabel 3.6 Distribusi Item Skala Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan
Demokratis (SetelahTry Out) ………... 43
Tabel 3.7 Hasil Korelasi Item Total Skala Komitmen Organisasi ………. 43
Tabel 3.8 Distribusi Item Skala Komitmen Organisasi (SetelahTry Out) . 44
Tabel 3.9 Reliabilitas Item Sahih ………... 45
Tabel 4.1 Deskripsi Subjek Penelitian ………... 48
Tabel 4.2 Data Hasil Penelitian ……….. 49
Tabel 4.3 Korelasi Persepsi Gaya Kepemimpinan Demokratis Dengan
Komitmen Organisasi ………. 53
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumber daya manusia dalam sebuah organisasi merupakan salah satu
faktor yang sangat menentukan dalam perkembangan suatu organisasi. Mayo
& Roethlesberger (Parwitasari, 2003) menemukan satu konsep bahwa
organisasi merupakan suatu sistem sosial dan karyawan adalah unsur yang
paling penting di dalamnya. Karyawan diharapkan memiliki peran serta
positif, dengan mengoptimalkan kemampuan yang dimilikinya untuk
kepentingan organisasi dalam mencapai tujuan organisasi. Peran serta yang
optimal tersebut dapat ditunjukkan dengan sikap komitmen terhadap
organisasi. Komitmen organisasi merupakan salah satu faktor penting dalam
menentukan kemajuan sebuah organisasi. Adanya komitmen dari anggota
akan menimbulkan kepuasan kerja, semangat kerja, dan prestasi kerja yang
baik, serta keinginan untuk tetap bekerja di perusahaan tersebut (Steers &
Porter, 1983).
Fenomena komitmen seseorang terhadap organisasi seringkali menjadi
isu yang sangat penting. Beberapa organisasi sering kali memasukkan unsur
komitmen sebagai salah satu syarat untuk memegang suatu jabatan yang
ditawarkan dalam iklan-iklan lowongan pekerjaan. Sayangnya meskipun hal
ini sudah sangat umum namun tidak jarang perusahaan maupun karyawan
masih belum memahami arti komitmen secara sungguh-sungguh. Padahal
pemahaman tersebut sangatlah penting agar tercipta kondisi kerja yang
kondusif sehingga perusahaan dapat berjalan secara efisien dan efektif. Secara
psikologis tentu perlu dicermati, karena komitmen organisasi munculnya lebih
psikologis dibanding kebutuhan sosial-ekonomi yang bersumber dari gaji atau
upah. Seseorang mencari kerja awalnya agar memperoleh status sebagai
karyawan dan mendapatkan imbalan berupa gaji atau upah. Namun setelah
bekerja tuntutannya cenderung meningkat, seperti suasana kerjanya
menyenangkan atau tidak, merasa sejahtera atau tidak, merasa puas dengan
pekerjaan dan apa yang didapat, dsb. Semua faktor tersebut akan memberikan
andil terhadap munculnya komitmen organisasi(www.e-psikologi.com).
Karyawan yang memiliki komitmen organisasi lebih tinggi akan
bekerja lebih keras daripada karyawan yang kurang berkomitmen terhadap
perusahaan. Perilaku kerja keras seperti inilah yang diharapkan dan
didambakan oleh setiap organisasi. Komitmen organisasi dianggap sangat
penting, karena merupakan prioritas utama dalam sistem organisasi, selain itu
ada pendapat bahwa mempertahankan anggota agar tidak berpindah dipandang
sebagai hal yang efisien daripada mencari anggota baru. Dengan adanya
komitmen yang tinggi maka tingkat efektifitas sebuah organisasi dapat
tercapai dan produktifitas bisa lebih dimaksimalkan. Anggota yang
berkomitmen akan merasa bahwa dirinya sebagai bagian dari organisasi
tersebut. Dengan adanya perasaan memiliki tersebut, maka anggota akan lebih
mengoptimalkan kemampuan yang dimilikinya demi tujuan organisasi yang
Luthans (1995) mengartikan komitmen organisasi sebagai sebuah
sikap sejauh mana seseorang berusaha mempertahankan keanggotaannya
dalam perusahaan. Sementara itu, Porter (Davis & Newstrom, 1996), Robbins
(2001) dan Mathis & Jackson (2001) memiliki kesamaan sudut pandang
mengenai pengertian komitmen organisasi. Mereka mendefinisikan komitmen
organisasi sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari individu atau derajat
ukuran pekerja dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya ke dalam
bagian organisasi. Hal ini dapat ditandai dengan tiga hal, yaitu penerimaan
terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi, kesiapan dan kesediaan untuk
berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi, dan keinginan untuk
mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi atau menjadi bagian dari
organisasi.
Komitmen organisasi sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik
dari luar maupun dari dalam diri individu. Steers dan Porter (1983)
menggolongkan faktor-faktor tersebut kedalam empat kategori, yaitu
karakteristik pribadi, karakteristik pekerjaan, karakteristik desain organisasi,
dan pengalaman yang diperoleh dalam bekerja. Dalam kategori karakteristik
desain organisasi tersebut, faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi
adalah bentuk pengawasan dari pemimpin.
Pada karakteristik desain organisasi ini disebutkan bahwa sistem
kewenangan yang bersifat desentralisasi dan tingkat partisipasi dalam
pengambilan keputusan merupakan faktor yang berhubungan positif dengan
dimiliki seseorang untuk melakukan sesuatu, dan yang memiliki kekuasaan ini
dalam dunia organisasi adalah seorang pemimpin. Suatu tindakan atau putusan
yang diambil dalam sebuah organisasi tidak harus berdasarkan keputusan
pemimpin sendiri, melainkan keputusan diambil berdasarkan partisipasi
masukan dari bawahannya (Sutarto, 1989). Tindakan seperti ini nantinya
tampak dalam gaya kepemimpinan demokratis yang diterapkan oleh seorang
pemimpin dalam menentukan arah dan tujuan sebuah organisasi.
Selain hal di atas, dalam penelitian Mowday, Steers dan Porter (1983)
menunjukkan bahwa usia dan masa kerja berhubungan secara positif dengan
terbentuknya sikap komitmen terhadap organisasi. Begitu dengan penelitian
yang dilakukan oleh March dan Simon (dalam Parwitasari, 2003) yang
mengatakan bahwa kesempatan yang dimiliki oleh seorang individu untuk
mendapatkan pekerjaan yang lain akan lebih menjadi terbatas dengan
meningkatnya usia dan masa kerja yang dimiliki individu.
Suatu organisasi tentunya memiliki anggota yang perilaku dan pola
pikirnya berbeda-beda satu sama lain. Perbedaan tersebut dapat menimbulkan
konflik dalam organisasi yang dapat mempengaruhi produktifitas kerja. Oleh
karena itu, untuk menyamakan dan menentukan arah pola pikir dari setiap
anggota dibutuhkan seorang pemimpin yang kompeten. Keberhasilan
sekelompok orang yang melakukan kerja sama sering dikatakan tergantung
pada pemimpinnya (Maridjo, 2001).
Keberhasilan seorang pemimpin dalam sebuah organisasi sangat
kepemimpinan merupakan sesuatu yang digunakan pemimpin untuk
mempengaruhi orang lain melalui komunikasi baik secara langsung maupun
tidak langsung, dengan maksud untuk menggerakkan orang-orang tersebut
agar dengan penuh pengertian dan kesadaran bersedia mengikuti kehendak
pemimpin tersebut (Anoraga, 1995).
Aktivitas dimana seseorang berusaha mempengaruhi perilaku orang
lain dapat dikatakan bahwa orang tersebut telah melibatkan dirinyanya ke
dalam aktivitas kepemimpinan. Jika kepemimpinan tersebut terjadi dalam
suatu organisasi tertentu, dan seseorang berupaya agar tujuan organisasi
tercapai, maka orang tersebut perlu menentukan gaya kepemimpinan yang
akan digunakan. Gaya kepemimpinan merupakan aturan perilaku yang
digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi
perilaku orang lain.
Berdasarkan tinjauan Lewin, dkk. (Yukl, 1989), pola kepemimpinan
dalam kegiatan kerja dibedakan menjadi tiga, yaitu: kepemimpinan otoriter,
merupakan bentuk kepemimpinan yang semua pola kebijaksanaannya berpusat
penuh pada pemimpin. Kepemimpinan demokratis, yaitu bentuk
kepemimpinan yang semua pola kebijaksanaannya ditetapkan dengan
partisipasi dari bawahan. Kepemimpinan Laissez Faire, yaitu bentuk
kepemimpinan yang semua pola kebijaksanannya berpusat pada anggota
kelompok.
Dari ketiga pola kepemimpinan tersebut, dalam penelitian Likert
dalam model ini pemimpin sangat memperhatikan kebutuhan-kebutuhan dan
kesejahteraan bawahan, bersikap ramah, membimbing dan menolong, serta
menjalin kerjasama dan kesatuan diantara anggota. Hal senada juga
diungkapkan oleh Anoraga (1995), bahwa kepemimpinan demokrasi adalah
model pemimpin yang mempunyai sifat mau mendengarkan masukan dari
bawahan, menekankan rasa tanggung jawab, dan menjalin kerjasama yang
baik pada setiap anggota.
Kesuksesan pemimpin dengan penerapan kepemimpinan demokratis
sangat tergantung dari individu atau anggota yang menerima dan mempersepsi
pemimpinnya. Karena bawahan mungkin mempunyai persepsi yang berbeda
terhadap pemimpin dalam menerapkan sistem kepemimpinan demokratis.
Persepsi seseorang tergantung pada keadaan individu yang mengamati dan
menanggapi. Hal ini disebabkan adanya perbedaan latar belakang mengenai
pengalaman yang pernah dimiliki dan dialami oleh seseorang (Oskamp dalam
Sadli, 1977).
Persepsi menurut Robbins (2001) dapat didefinisikan sebagai suatu
proses yang ditempuh individu-individu untuk mengorganisasikan dan
menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan
mereka. Individu berperilaku dengan suatu cara tertentu yang didasarkan pada
apa yang mereka lihat atau yakini, bukan pada cara lingkungan luar yang
sebenarnya.
Hubungan antara pemimpin dan anggota merupakan hal yang sangat
positif bagi kelangsungan berjalannya sebuah organisasi. Dalam hal ini,
hubungan antara pemimpin dan anggota dapat mempengaruhi hasil persepsi
mereka. Hasil-hasil dari persepsi ini akan menentukan perasaan yang dialami
para anggota. Baik itu perasaan yang positif maupun negatif mengenai kondisi
tempat mereka bekerja. Pada akhirnya nanti perasaan seperti ini juga yang
akan berpengaruh pada komitmen anggota untuk tetap bertahan dalam
organisasi tersebut.
Anggota yang memiliki persepsi terhadap kepemimpinan demokratis
yang positif akan memiliki perasaan nyaman dalam melakukan pekerjaan,
mencintai pekerjaannya, merasa adanya dukungan dari pemimpin, hal inilah
yang nantinya dapat menciptakan komitmen terhadap organisasi. Sebaliknya
anggota yang memiliki persepsi secara negatif terhadap kepemimpinan
demokratis, merasa bahwa pemimpin dalam organisasi tersebut tidak
bertindak secara demokratis. Penilaian dan pandangan anggota yang seperti ini
akan menimbulkan perasaan tidak didukung, tidak diperhatikan, tidak nyaman,
dan merasa tidak betah berada dalam organisasi tersebut. Hal ini akan
menyebabkan anggota menjadi tidak termotivasi untuk bekerja, dan pada
akhirnya ia akan meninggalkan organisasi tersebut.
Penelitian ini dilaksanakan di PT. Walser Automotive Textiles
Indonesia dan bertujuan untuk mencari kebenaran akan pentingnya variabel
persepsi gaya kepemimpinan demokratis dalam menentukan komitmen
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang diambil dalam penelitian ini adalah apakah
terdapat hubungan antara persepsi gaya kepemimpinan demokratis dengan
komitmen organisasi pada karyawan PT. Walser Automotive Textiles
Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris mengenai
hubungan antara persepsi gaya kepemimpinan demokratis dengan komitmen
organisasi pada karyawan bagian produksi PT. Walser Automotive Textiles
Indonesia.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
a. Membangun dan mengembangkan ilmu pengetahuan psikologi
khususnya di bidang industri organisasi.
b. Memberikan sumbangan kajian yang mendalam mengenai gaya
kepemimpinan demokratis dan komitmen organisasi.
2. Manfaat praktis
a. Bagi para pemimpin dalam suatu organisasi atau perusahaan,
penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi tambahan yang bisa
b. Bagi para anggota atau karyawan suaru perusahaan, penelitian ini
dapat menjadi informasi yang sangat berguna untuk mengetahui bahwa
komitmen kerja mereka dapat dipengaruhi oleh persepsi mereka
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Komitmen Organisasi
1. Pengertian Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi merupakan unsur penting dalam sebuah
organisasi. Luthans (1995) berpendapat bahwa komitmen organisasi
adalah sebuah sikap mengenai loyalitas seorang karyawan terhadap
organisasi dan hal tersebut merupakan proses yang berlangsung
terus-menerus. Menurut Luthans, karyawan dikatakan memiliki komitmen
terhadap perusahaannya ketika karyawan tersebut memiliki keinginan
yang kuat untuk menjadi anggota dalam organisasinya. Selain itu,
karyawan tersebut juga memiliki keinginan menuju level keahlian yang
lebih tinggi tinggi atas nama organisasi, dan memiliki suatu kepercayaan
serta penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi tersebut.
Sementara itu, Porter (Davis & Newstrom, 1996), Robbins (2001)
dan Mathis & Jackson (2001) memiliki kesamaan sudut pandang
mengenai pengertian komitmen organisasi. Mereka mendefinisikan
komitmen organisasi sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari individu
atau derajat ukuran pekerja dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya
ke dalam bagian organisasi. Hal ini dapat ditandai dengan tiga hal, yaitu
penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi, kesiapan dan
kesediaan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi,
dan keinginan untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi
atau menjadi bagian dari organisasi.
Staw (1991) berpendapat bahwa komitmen adalah ikatan
psikologis individu terhadap perusahaan, meliputi rasa keterlibatan dalam
kerja, loyalitas dan kepercayaan terhadap nilai-nilai yang dianut
organisasi. Definisi ini juga didukung oleh Steers (Spector, 1996) yang
menjelaskan bahwa komitmen organisasi merupakan suatu keadaan
dimana karyawan menghadirkan kekuatan yang relatif kuat dalam
mengidentifikasikan dirinya serta melibatkan dirinya ke dalam organisasi.
Kreitner & Kinicki (1991) mengartikan komitmen organisasi
sebagai tingkat dimana individu memihak kepada organisasi dan
mengikatkan diri pada tujuan organisasi. Situmorang (2001)
mendefinisikan komitmen organisasi sebagai loyalitas karyawan terhadap
organisasi melalui penerimaan sasaran-sasaran, nilai-nilai organisasi,
kesediaan atau kemauan untuk berusaha menjadi bagian dari organisasi,
serta keinginan untuk bertahan di dalam organisasi.
Pendapat lain mengenai komitmen organisasi diungkapkan oleh
Gibson, Ivancevich, Donnely, dan Konapaske (Sarwintono, 2006), mereka
mendefinisikan komitmen organisasi sebagai suatu bentuk perilaku
karyawan yang dipengaruhi oleh perasaan. Menurutnya, komitmen
organisasi merupakan perasaan karyawan untuk mengidentifikasikan,
melibatkan diri, dan memiliki loyalitas yang diekspresikan pada organisasi
komitmen organisasi merupakan sekumpulan perasaan-perasaan dan
kepercayaan-kepercayaan yang dimiliki seseorang mengenai organisasi
secara menyeluruh. Selain itu, komitmen organisasi juga diartikan sebagai
kelekatan emosional karyawan untuk mengidentifikasikan dan melibatkan
diri dalam bagian organisasi (McShane dan Von Glinow, 2005).
Berdasarkan uraian di atas mengenai definisi dari komitmen
organisasi, maka dapat diambil kesimpulan bahwa komitmen organisasi
merupakan ikatan psikologis karyawan, baik mengenai keyakinan,
kekuatan, kepercayaan, perasaan, kelekatan emosional terhadap perusahaan
atau anggota terhadap organisasi dimana terdapat perasaan untuk terlibat
secara sungguh-sungguh dalam kegiatan dan proses bekerja yang ditandai
dengan adanya kerelaan dan kesediaan untuk mengidentifikasikan diri,
menerima nilai-nilai dan tujuan dari organisasi atau perusahaan, dan
kerelaan untuk berusaha secara maksimal sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki demi organisasi, sehingga memunculkan perasaan serta keinginan
yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi.
2. Komponen Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi merupakan salah satu variable psikologis
yang memiliki beberapa komponen. Menurut Mowday, Steers & Porter
(Spector, 1996) tiga komponen yang terpenting di dalam komitmen, yaitu:
a. Menerima nilai dan tujuan organisasi : ada kesamaan antara
kebijakan perusahaan, merasa bahwa bekerja di perusahaan tersebut
adalah yang terbaik.
b. Kesediaan untuk berusaha sekuat tenaga demi organisasi :
memanfaatkan peluang yang ada di perusahaan, peduli akan kemajuan
dan masa depan perusahaan, bersedia mendahulukan kepentingan
perusahaan.
c. Keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi : setia
pada perusahaan, merasa bangga menjadi anggota perusahaan,
merasakan keuntungan selama bergabung dengan perusahaan.
Buchanan (Sarwintono, 2006) juga mengemukakan tiga komponen
komitmen, antara lain:
a. Adanya rasa terlibat dalam misi organisasi.
b. Rasa terlibat atau keterlibatan psikologis pada tugas organisasi.
c. Rasa loyalitas dan afeksi terhadap organisasi sebagai tempat untuk
bekerja dan hidup.
Berdasarkan pada kesamaan sudut pandang mengenai komponen
komitmen organisasi yang telah disebutkan di atas, peneliti memilih untuk
menggunakan salah satu teori, yaitu tiga komponen komitmen organisasi
yang dikemukakan oleh Mowday, Steers & Porter (Spector, 1996). Hal ini
dikarenakan komponen yang dikembangkan Mowday dkk telah mewakili
komponen-komponen lain yang ada, dan tidak terjadi perbedaan atau
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi
Sebagai salah satu variabel psikologis, komitmen organisasi
dipengaruhi oleh faktor individu dan faktor organisasi. Menurut Luthans
(1995) komitmen ditentukan oleh beberapa faktor individu, seperti usia
dan masa jabatan di organisasi. Selain itu, komitmen juga ditentukan oleh
faktor organisasi seperti bentuk pekerjaan dan gaya kepemimpinan.
Schultz & Schultz (1990) mengemukakan bahwa faktor individu dan
organisasi dapat meningkatkan komitmen terhadap perusahaan. Faktor
individu tersebut antara lain meliputi usia, lamanya bekerja, tingkat
pendidikan, kemajuan karir dan tingkat motivasi kerja. Kemudian, faktor
organisasi yang dapat meningkatkan komitmen meliputi otonomi,
kesempatan untuk menerapkan keterampilan dan kemampuan pada
pekerjaan, dan sikap positif terhadap kelompok kerja.
Werther & Davis (Sarwintono, 2006) mengatakan bahwa faktor
lain yang mempengaruhi komitmen adalah adanya kontrak yang mengikat
karyawan untuk tidak bekerja di perusahaan lain selama satu tahun atau
lebih. Menurut Spector (1996), komitmen seorang karyawan juga
dipengaruhi tidak adanya lapangan kerja lain dan karena karyawan
membutuhkan gaji sehingga membuat karyawan harus tetap berada di
perusahaan tersebut.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi komitmen organisasi
dikemukakan oleh Juliandi (2004) terdiri dari kondisi kerja, hubungan
signifikan terhadap komitmen organisasi. Yudhi (2005) juga menyebutkan
bahwa faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi adalah kepuasan
kerja karyawan. Penelitian yang dilakukan oleh Khamimah (2004),
menemukan bahwa kepemilikan saham perusahaan bagi karyawan
memiliki pengaruh terhadap komitmen organisasi.
Menurut Kuntjoro (2002), faktor lain yang dapat menyebabkan
komitmen organisasi rendah adalah iklim organisasi yang kurang
menunjang, seperti fasilitas kurang, hubungan kerja kurang harmonis,
jaminan sosial dan keamanan kurang, dan lain-lain. Selain itu, Baron &
Greenberg (Sarwintono, 2006) menemukan bahwa komitmen terhadap
organisasi yang lebih tinggi terdapat pada karyawan yang memiliki
pekerjaan yang menuntut tanggung jawab tinggi, memiliki otonomi,
variasi dan sebagainya.
Steers & Porter (1983) juga mengungkapkan hal serupa bahwa usia
dan masa kerja, identitas tugas, umpan balik dalam pekerjaan dan
kesempatan untuk berinteraksi dalam lingkungan kerja dapat menjadi
penyebab tinggi rendahnya komitmen. Penelitian lainnya yang
dikemukakan oleh Johnson dan Johnson (2000) mengatakan bahwa
komitmen organisasi juga dipengaruhi oleh seberapa patut dan
diinginkannya sebuah tujuan dan cara-cara dimana para anggotanya akan
berhubungan satu dengan yang lainnya dalam bekerja untuk penyelesaian
sebuah tujuan. Chusmir (Jewell dan Siegall, 1998) mengatakan bahwa
karyawan pada organisasi. Selain itu, faktor harapan dan pengembangan
karir, lingkungan kerja dan gaji atau tunjangan juga berpengaruh terhadap
komitmen.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi komitmen
organisasi, yaitu faktor organisasi dan faktor individu. Komitmen
organisasi dipengaruhi oleh faktor-faktor organisasi seperti, bentuk
pekerjaan, gaya kepemimpinan, serta iklim organisasi yang kurang
menunjang seperti fasilitas kurang, hubungan kerja yang kurang harmonis,
jaminan sosial kurang, dan lain-lain yang mengakibatkan rendahnya
kepuasan kerja dan berakibat pada rendahnya komitmen organisasi. Selain
itu, komitmen organisasi juga dipengaruhi oleh faktor individu antara lain
meliputi usia, lamanya bekerja, tingkat pendidikan, kemajuan karir dan
tingkat motivasi kerja.
B. Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis
1. Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan pada dasarnya mempunyai pokok pengertian
sebagai sifat, kemampuan, proses atau konsep yang dimiliki seseorang,
sehingga ia diikuti, dipatuhi, dihormati oleh orang lain dan orang lain itu
bersedia dengan penuh keikhlasan melakukan perbuatan atau kegiatan yang
dikehendaki oleh seseorang tersebut. Bertolak dari dasar pengertian itu,
aktivitas para pemegang kekuasaan dalam membuat keputusan. Senada
dengan pendapat tersebut, Stogdill (Wahjosumidjo, 1987) mengatakan
bahwa kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi aktivitas
kelompok dalam rangka perumusan dan pencapaian tujuan.
Pengertian kepemimpinan secara psikologis menurut Koont's dan O'
Donell (Gordon, 1986) adalah aktivitas membujuk manusia untuk
bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Ivancevich (Siagian, 1993) bahwa kepemimpinan
adalah kemampuan mempengaruhi aktivitas orang lain melalui
komunikasi, baik individual maupun kelompok ke arah pencapaian tujuan.
Oleh karena itu menurut Boone dan Kurt (Siagian, 1993) kepemimpinan
melibatkan kemampuan mempengaruhi, yaitu tindakan memotivasi orang
lain atau menyebabkan orang lain melakukan tugas tertentu untuk
mencapai tujuan yang spesifik.
Senada dengan pendapat tersebut, Tossi (Honorus, 2003)
mengatakan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain
untuk bertindak, dengan suatu pengaruh yang sifatnya khusus, yaitu
pengaruh antara pribadi yang terjadi ketika seseorang mampu mendapat
dukungan dari orang lain dan mengarah pada tujuan perusahaan.
Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan kepemimpinan
merupakan kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, baik perorangan
maupun kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Dalam hal ini,
birokrasi. Kepemimpinan tidak harus diikat dalam suatu organisasi tertentu,
kepemimpinan bisa terjadi di mana saja asalkan orang tersebut dapat
menunjukkan kemampuannya mempengaruhi perilaku orang lain ke arah
tercapainya suatu tujuan tertentu.
2. Pengertian Kepemimpinan Demokratis
Berdasarkan tinjauan Lewin dkk (Suharsih, 2001) dibedakan pola
kepemimpinan sebagai berikut:
a. Kepemimpinan otoriter, adalah kepemimpinan yang menentukan jenis
kegiatan yang harus dilakukan, memberi tugas, mengawasi dan
mempertahankan agar setiap orang tetap bekerja di tempatnya
masing-masing. Semua kebijaksanaan ditentukan pemimpin sendiri sehingga
seluruh aktivitas kelompok tergantung dari ada tidaknya perintah pemimpin.
b. Kepemimpinan demokratis, adalah kepemimpinan yang mendiskusikan
semua permasalahan untuk diselesaikan bersama-sama dan
kebijaksanaannya ditetapkan dengan partisipasi dari bawahan. Maksudnya
pemimpin mempunyai peran rangkap, yaitu sebagai pemimpin dan anggota
kelompok.
c. Kepemimpinan laissez faire, adalah kepemimpinan yang menolak campur
tangan dalam partisipasi, tetapi bersedia menolong atau memberi saran.
Pemimpin bersikap seminimal mungkin dalam mempengaruhi anggotanya.
Dari ketiga pola kepemimpinan tersebut, dalam penelitian Likert
(1986) kepemimpinan demokratis merupakan model yang efektif, karena
dalam model ini pemimpin sangat memperhatikan kebutuhan-kebutuhan
dan kesejahteraan bawahan, bersikap ramah, membimbing dan menolong,
serta menjalin kerjasama dan kesatuan diantara anggota. Hal senada juga
diungkapkan oleh Anoraga (1995), bahwa kepemimpinan demokrasi
adalah model pemimpin yang mempunyai sifat mau mendengarkan
masukan dari bawahan, menekankan rasa tanggung jawab, dan menjalin
kerjasama yang baik pada setiap anggota.
Untuk selanjutnya hanya bentuk kepemimpinan demokratis yang
akan dibicarakan karena berhubungan dengan salah satu variabel yang akan
diteliti. Siagian (1993) berpendapat tipe pemimpin yang demokratislah yang
tepat bagi organisasi di bidang apapun organisasi tersebut bergerak, dengan
alasan, yaitu:
a. Dalam proses pergerakan bawahan, seorang pemimpin yang demokratis
selalu berpendapat bahwa manusia mempunyai hak, kewajiban, harkat
dan martabat yang keseimbangannya harus dijaga untuk dijunjung
tinggi.
b. Selalu mensinkronkan kepentingan dan tujuan organisasi dengan
kepentingan dan tujuan pribadi para anggota organisasi yang
bersangkutan. Selalu mendorong untuk terciptanya kesediaan dan
kerelaan untuk bekerjasama di kalangan bawahan dalam usaha
c. Dengan ikhlas memberikan kesempatan pada bawahan untuk
mengembangkan dengan inovasi, prakarsa, dan kreativitasnya
meskipun dengan resiko bahwa bawahannya itu mungkin akan berbuat
kesalahan, yang apabila itu terjadi akan diperbaiki sedemikian rupa
sehingga dalam diri bawahan akan timbul keberanian dalam bertindak.
d. Selalu berusaha untuk menjadikan para bawahannya sebagai anggota
organisasi yang bertanggung jawab dan semakin mampu memberikan
sumbangsih yang semakin besar pada organisasi.
e. Selalu berusaha mengembangkan kemampuan diri pribadinya sebagai
seorang pemimpin sehingga efektivitasnya sebagai seorang pemimpin
semakin meningkat pula.
Haiman (Jarmanto, 1983) mengartikan kepemimpinan demokratis
sebagai suatu proses sosial yang menunjukkan suatu kelompok sebagai suatu
keseluruhannya, dapat mengatur dirinya sendiri, tidak tunduk pada kekuasaan,
dan setiap anggota diwakili secara sama dalam pembuatan
keputusan-keputusan bersama. Bernard (Jarmanto, 1983) mendukung pendapat Haiman
(Jarmanto, 1983) bahwa kepemimpinan demokratis merupakan kepemimpinan
yang didirikan untuk memperhatikan kewajibannya terhadap
kebutuhan-kebutuhan kelompok yang berorganisasi. Dalam hal ini, pemimpin melakukan
pengawasan, pengendalian diri sendiri, dan mengkritik diri sendiri guna
mencapai tujuan yang sungguh-sungguh demokratis. Kepemimpinan
bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama antara
pimpinan dan bawahan (Sutarto, 1989).
Berdasarkan dari uraian di atas, peneliti menyimpulkan kepemimpinan
demokratis sebagai kegiatan pemimpin dalam mempengaruhi anggota atau
bawahan untuk dapat bekerjasama untuk mencapai tujuan yang diinginkan
dengan cara-cara yang demokratis. Atau dengan kata lain kepemimpinan
demokratis merupakan kemampuan untuk mempengaruhi orang lain agar
bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
dengan cara memberikan perhatian dan dukungan, bimbingan dan
pengarahan kepada anggotanya. Dalam gaya ini pemimpin berusaha
membawa anggotanya menuju tujuan dan cita-cita dengan memperlakukan
anggota sejajar dengan atasan, sehingga anggota dapat menyumbangkan
ide, pendapat, pertimbangan atau saran yang dimilikinya secara maksimal.
3. Komponen Kepemimpinan Demokratis
Menurut Kartono (1983), kepemimpinan demokratis memiliki
komponen sebagai berikut:
a. Kepemimpinan demokratis memberikan bimbingan yang efisien
kepada para pengikutnya.
b. Kekuatan kepemimpinan ini terletak pada partisipasi aktif dari setiap
anggota kelompok.
c. Kepemimpinan demokratis menghargai potensi setiap individu, mau
keahlian para bidangnya masing-masing, dan mampu memanfaatkan
setiap anggota seefektif mungkin pada saat dan kondisi yang tepat.
Menurut Likert (1986), kepemimpinan demokratis memiliki
komponen sebagai berikut:
a. Kekuatan motivasi, meliputi: menerima dan memberikan rangsangan
yang kuat kepada usaha pelaksanaannya, menggunakan kekuatan
motivasi yang timbul dari proses-proses yang melibatkan kelompok,
karyawan benar-benar merasa bertanggung jawab terhadap sasaran
organisasi dan mendukung pelaksanaannya, sikap yang mau bekerja
sama dalam organisasi yang disertai rasa saling percaya, rasa puas yang
relatif besar di seluruh organisasi dengan keanggotaan dalam
organisasi.
b. Proses komunikasi, meliputi: banyak komunikasi dan interaksi yang
bersifat bersahabat yang disertai kepercayaan yang besar dalam
organisasi untuk mencapai sasaran organisasi, dan terjadi komunikasi
dari atasan ke bawahan maupun dari bawahan ke atasan, kesediaan
mendengarkan dan memperhatikan kebutuhan dan kesejahteraan
karyawan.
c. Proses pengambilan keputusan didasarkan pada pola kelompok, memajukan
kerjasama kelompok, pengambilan keputusan secara merata dilaksanakan
di semua bagian organisasi dalam suatu proses terpadu antara kelompok
d. Penetapan sasaran dan pemberian perintah, meliputi: kesediaan untuk
memberi bantuan kepada karyawan untuk dapat melakukan tugas secara
benar dan teliti melalui suatu bimbingan dan arahan, memberi penjelasan
tentang pentingnya pencapaian prestasi, memberi keyakinan bahwa
setiap karyawan dapat mencapai target organisasi.
Sharma (1982) mengungkapkan bahwa pemimpin demokratis
memperhatikan pandangan bawahan, memberikan bimbingan pada
masalah-masalah yang timbul, dan melibatkan perasaan sendiri dalam membantu
bawahan mencapai tujuan organisasi sebaik tujuan individu.
Sementara dalam penjelasan yang memperkuat salah satu pendapat
Likert, selanjutnya Robert (Sujak, 1990); Gordon (1986); dan Elizabeth
(2001) menyatakan bahwa dalam kepemimpinan demokratis, pemimpin
mencari saran secara terbuka atas partisipasi dari bawahannya. Pimpinan
memiliki masalah dalam pekerjaan, maka dipikirkan bersama, setiap bawahan
berhak untuk mengemukakan pendapat, saran dalam mencapai keputusan
bersama, serta ada pembagian wewenang dalam pengambilan keputusan
dengan bawahan.
Pendapat lain dikemukakan oleh Herbert (Sutarto, 1989) yang
mengatakan bahwa dalam kepemimpinan demokratis terjadi take and give
antara pimpinan dan bawahan, saling berpendapat, dan semua orang
dianggap sama pentingnya dalam mengembangkan ide dalam pembuatan
Berdasarkan uraian di atas, peneliti mengambil acuan komponen
kepemimpinan demokratis menurut Likert, yang berpendapat bahwa
kepemimpinan demokratis mempunyai kekuatan motivasi, mementingkan
proses komunikasi, proses pengambilan keputusan yang melibatkan
bawahan, serta penetapan sasaran dan pemberian perintah berdasarkan
kesediaan bawahan. Peneliti beranggapan bahwa apabila seorang bawahan
mendapatkan motivasi dari atasan, terjadi komunikasi dua arah antara
atasan dan bawahan, proses pengambilan keputusan yang
mempertimbangkan bawahan, serta penetapan sasaran dan perintah yang
membimbing dan memberi arahan, maka bawahan akan merasa nyaman
dalam bekerja yang kemudian dapat mendorong terciptanya komitmen
terhadap organisasi.
4. Efek Kepemimpinan Demokratis
Kepemimpinan demokratis adalah gaya kepemimpinan yang
mendiskusikan semua permasalahan untuk diselesaikan bersama-sama dan
kebijaksanaannya ditetapkan dengan partisipasi dari bawahan. (Lewin dkk
dalam Suharsih, 2001)
Gaya kepemimpinan demokratis memberi kesempatan kepada
karyawan untuk berperan secara aktif dalam proses mengembangkan
kompetensi manajerial mereka. Karyawan diharapkan rela berkorban demi
kemajuan perusahaan, bersedia memberikan perhatian yang besar pada
eksistensi perusahaan di dalam dunia bisnis. Tenaga kerja yang sesuai
dengan fungsinya akan memberikan sumbangan yang maksimal bagi
perusahaan. Begitu juga seorang pemimpin yang bijaksana harus dapat
memberikan kepuasan kepada para pekerjannya sehingga dapat membuat
para tenaga kerja berkomitmen terhadap pekerjaan dan perusahaannya.
Pemimpin yang demokratis lebih mengacu pada penerapan rasa
kerja sama dengan angotanya, dimana pemimpin menganggap dirinya
adalah sahabat. Dengan dianggap sebagai sahabat dalam bekerja maka
anggota tidak perlu sungkan utuk memberanikan diri mengutarakan
pendapat atau ide yang berhubungan dengan organisasi tersebut.
Pemimpin yang menerapkan model kepemimpinan demokrasi adalah
pemimpin yang siap untuk selalu memperhatikan, mau mendukung, serta
mau memberikan bimbingan dan pengarahan kepada anggotanya.
Menurut Gordon (1986) pemimpin yang demokratis juga selalu
menekankan pada partisipasi anggotanya. Hal ini akan membuat anggota
lebih merasa dihargai dan diperhatikan. Dari perasaan-perasaan seperti
inilah, anggota akan merasa bahagia berada dalam kesatuan organisasi
tersebut. Hal ini secara tidak langsung ini akan membantu terciptanya
C. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis
Dengan Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi merupakan hal yang sangat penting dalam suatu
organisasi, karena dengan adanya komitmen yang ditunjukkan dari anggota
terhadap organisasi yang ditempatinya, maka kelangsungan berjalannya
sebuah organisasi akan lebih terjamin. Komitmen akan mempengaruhi
tingginya kinerja yang dilakukan anggota terhadap organisasi yang
bersangkutan. Komitmen ini timbul karena adanya perasaan memiliki terhadap
organisasi tersebut. Seseorang yang mempunyai perasaan memiliki terhadap
organisasi, secara tidak langsung orang tersebut akan terus berusaha
memperjuangkan keberadaan organisasinya.
Hal ini ditunjukkan juga oleh Steers dan Porter (1983) yang
menyebutkan bahwa dengan adanya komitmen yang tinggi akan memberikan
pengaruh positif yaitu menimbulkan kepuasan kerja, semangat kerja, prestasi
kerja, dan keinginan untuk tetap bekerja dalam organisasi tersebut. Dampak
positif yang paling terlihat dengan adanya komitmen yang tinggi adalah
tingkat keluar masuk anggota dapat diminimalisasikan (Salancik dalam
Parwitasari, 2003).
Terbentuknya komitmen terhadap organisasi ini tidak lepas dari
pengaruh berbagai pihak yang ada dalam organisasi tersebut. Komitmen
terhadap organisasi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan kerja.
1983), dengan sendirinya pengawasan yang dilakukan dalam sebuah
organisasi merupakan tugas dari seorang pemimpin.
Seorang pemimpin yang baik pasti akan menyadari bahwa diri mereka
tidak memiliki semua jawaban atas segala sesuatu yang timbul dalam
organisasi. Untuk itu seorang pemimpin memerlukan batuan dan partisipasi
dari anggotanya. Berhasil tidaknya seorang pemimpin juga sangat ditentukan
oleh penerimaan dan persepsi dari anggota-anggotanya (Harris, 1985). Maka
dapat dikatakan bahwa persepsi seorang anggota dalam mengartikan gaya
kepemimpinan yang diambil oleh pemimpinnya, akan sangat berguna dalam
melakukan penilaian terhadap pemimpinnya tersebut.
Seorang pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan demokratis
belum tentu nantinya bawahan akan berpendapat bahwa pemimpin itu telah
bertindak secara demokratis. Hal ini diarenakan demokratis tidaknya seorang
pemimpin tidak hanya ditentukan secara objektif, melainkan lebih ditentukan
oleh bagaimana perilaku atau sifat pemimpin dari sudut pandang bawahan
(Riyono, 2001).
Hubungan antara pemimpin dan anggota merupakan hal yang sangat
penting, karena efek yang ditimbulkan dari hubungan tersebut dapat
menghasilkan hal yang efektif bagi kelangsungan berjalannya sebuah
organisasi. Dalam hal ini, hubungan antara pemimpin dan anggota dapat
mempengaruhi hasil persepsi mereka. Hasil-hasil dari persepsi ini akan
menentukan perasaan yang dialami para anggota. Baik itu perasaan yang
akhirnya nanti perasaan seperti ini juga yang akan berpengaruh pada
komitmen anggota untuk tetap mengabdi dalam organisasi tersebut.
Dari uraian-uraian di atas, dapat dilihat bahwa dengan adanya seorang
pemimpin yang memiliki kualitas dalam menerapkan model kepemimpinan
demokratis maka secara tidak langsung hal ini akan mempengaruhi cara kerja
dan perilaku anggota khususnya bawahan dalam sebuah organisasi. Pemimpin
yang demokratis lebih mengacu pada penerapan rasa kerja sama dengan
angotanya, dimana pemimpin menempatkan posisinya sama dengan bawahan.
Dengan demikian, maka bawahan tidak perlu sungkan untuk memberanikan
diri mengutarakan pendapat atau ide-ide yang berhubungan dengan organisasi
tersebut.
Pemimpin yang menerapkan model kepemimpinan demokrasi adalah
pemimpin yang selalu siap untuk memperhatikan, mendukung, serta mau
memberikan bimbingan dan pengarahan kepada anggotanya. Pemimpin yang
demokratis juga lebih menekankan pada partisipasi anggotanya. Adanya
partisipasi ini akan menimbulkan perasaan lebih dihargai dan diperhatikan,
sehingga anggota akan merasa nyaman berada dalam kesatuan organisasi
tersebut. Hal ini secara tidak langsung akan membantu terciptanya komitmen
terhadap organisasi dari setiap anggota.
Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa anggota yang
memiliki persepsi terhadap kepemimpinan demokratis yang positif akan
memiliki perasaan nyaman dalam melakukan pekerjaan, mencintai
nantinya dapat menciptakan komitmen terhadap organisasi. Sebaliknya
anggota yang memiliki persepsi secara negatif terhadap kepemimpinan
demokratis, merasa bahwa pemimpin dalam organisasi tersebut tidak
bertindak secara demokratis. Penilaian dan pandangan anggota yang seperti ini
akan menimbulkan perasaan tidak didukung, tidak diperhatikan, tidak nyaman,
dan merasa tidak betah berada dalam organisasi tersebut. Hal ini akan
menyebabkan anggota menjadi tidak termotivasi untuk bekerja, dan pada
Skema 2.1
Hubungan Antara Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis
Dengan Komitmen Organisasi
D. Hipotesis
Berdasarkan dari tinjauan-tinjauan tersebut, maka dalam penelitian ini
dapat diajukan hipotesis yaitu: terdapat hubungan yang positif dan signifikan
antara persepsi terhadap gaya kepemimpinan demokratis dengan komitmen
organisasi. Artinya semakin positif persepsi anggota terhadap gaya
kepemimpinan demokratis yang diterapkan pemimpin, maka semakin tinggi ORGANISASI
PEMIMPIN
GAYA KEPEMIMPINAN DEMOKRATIS
PERSEPSI KARYAWAN TERHADAP GAYA KEPEMIMPINAN DEMOKRATIS
POSITIF NEGATIF
PERASAAN NYAMAN DALAM BEKERJA MENCINTAI PEKERJAAN
TIDAK NYAMAN DALAM BEKERJA MERASA TIDAK DIPERHATIKAN MERASA TIDAK DIDUKUNG PEMIMPIN
pula komitmen terhadap organisasi yang dirasakan oleh anggota. Begitu juga
sebaliknya, dengan semakin negatif persepsi anggota terhadap kepemimpinan
demokrasi yang diterapkan pemimpin, maka semakin rendah pula komitmen
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian korelasional dimana bertujuan
untuk menemukan ada tidaknya hubungan antara dua variabel yang akan
diukur dan apabila ada, seberapa erat hubungan serta berarti tidaknya
hubungan tersebut. Besarnya atau tingginya hubungan dinyatakan dalam
bentuk koefisien korelasi. Koefisien korelasi menerangkan sejauh mana dua
atau lebih variabel berkorelasi (Arikunto, 1989). Penelitian ini bertujuan untuk
melihat apakah ada hubungan positif antara persepsi gaya kepemimpinan
demokratis dengan komitmen organisasi pada karyawan PT. Walser
Automotive Textiles Indonesia.
B. Identifikasi Variabel Penelitian
Penelitian ini memiliki dua variabel yang dapat diidentifikasikan
sebagai berikut :
1. Variabel tergantung
Variabel tergantung adalah variabel yang dipandang sebagai akibat
yang muncul oleh adanya variabel bebas (Kerlinger, 1996). Variabel
tergantung dalam penelitian ini adalah komitmen organisasi.
2. Variabel bebas
Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab kemunculan
variabel terikat yang dipandang sebagai akibatnya (Kerlinger, 1996).
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah persepsi gaya kepemimpinan
demokratis.
C. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan definisi variabel penelitian dalam
bentuk yang konkrit, termasuk bentuk skala pengukuran variabel yang
memudahkan peneliti dalam menginterpretasikan data (Azwar, 2003). Definisi
operasional variabel-variabel penelitian dijelaskan sebagai berikut:
1. Komitmen Organisasi
Skala komitmen organisasi dibuat untuk mengetahui tinggi
rendahnya suatu komitmen yang dimiliki karyawan. Skala pengukuran ini
dibuat berdasarkan teori komitmen organisasi yang dikemukakan oleh
Mowday, Steers & Porter (Spector, 1996). Komitmen organisasi yang
tinggi akan ditunjukkan melalui perolehan hasil skor total dari ketiga
komponen komitmen organisasi yang telah dibuat dalam bentuk skala
pengukuran. Semakin tinggi hasil skor total yang diperoleh dari skala
pengukuran komitmen organisasi, maka semakin tinggi komitmen
organisasi yang dimiliki karyawan. Kemudian sebaliknya, semakin rendah
hasil skor total yang diperoleh berdasarkan skala pengukuran, maka
semakin rendah komitmen organisasi yang dimiliki oleh karyawan
2. Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis
Skala persepsi gaya kepemimpinan demokratis dibuat berdasarkan
teori Likert (1986). Positif tidaknya persepsi kepemimpinan demokrasi ini
nantinya dapat diketahui dari jawaban pernyataan dalam Skala Persepsi
Kepemimpinan Demokrasi, apabila semakin tinggi skor totalnya maka
persepsi kepemimpinan demokrasi tersebut juga semakin positif.
Sebaliknya apabila skor totalnya rendah, maka persepsi kepemimpinan
demokrasinya negatif
D. Subjek Penelitian
Metode pengambilan sampel penelitian ini dengan menggunakan
tehnik purposive sampling, artinya kelompok subjek tersebut dipilih
berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat khusus yang dipandang mempunyai
hubungan erat dengan dengan ciri-ciri atau sifat-sifat subjek penelitian yang
telah diketahui sebelumnya (Hadi, 1991). Adapun kriteria subjek yang
dijadikan responden dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Karyawan dengan masa kerja lebih dari 6 bulan, karena diharapkan
karyawan telah mengatahui kondisi tempatnya bekerja.
2. Memiliki karakteristik pekerjaan yang sama, karena dengan karakteristik
pekerjaan yang sama maka penilaian mengenai situasi dan kondisi kerja
3. Berusia 21-45 tahun, karena merupakan usia produktif seseorang dalam
bekerja.
4. Pendidikan minimal SMU.
E. Tehnik Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan cara pemberian skala. Penelitian ini menggunakan dua jenis skala
yaitu skala komitmen organisasi dan skala persepsi terhadap gaya
kepemimpinan demokratis.
1. Skala Komitmen Organisasi
Skala ini dikembangkan dari Organizational Commitment
Questionnaire oleh Mowday, Steers & Porter, 1979 (Luthans, 1995),
kemudian dilakukan penambahan item-item baru dengan mengadakan
perbaikan dan penyesuaian kata serta kalimat. Mowday, Steers & Porter
mengatakan ada 3 aspek yang dapat mengukur tinggi rendahnya komitmen
organisasi, yaitu : kepercayaan yang pasti dan penerimaan yang penuh atas
nilai-nilai dan tujuan organisasi, keinginan untuk berusaha sekuat tenaga
demi kepentingan organisasi, serta keinginan yang kuat untuk tetap terlibat
menjadi anggota organisasi.
Skala tersebut disusun dengan metode rating yang dijumlahkan
(Summated Rating), yaitu metode penskalaan pernyataan sikap yang
(Gable, dalam Azwar, 1999). Dalam skala yang menggunakan rating yang
dijumlahkan ini, subjek diminta untuk memilih dan merespon
pernyataan-pernyataan yang dirumuskan secara favorable dan unfavorable tentang
suatu objek.
Skala ini terdiri dari item-item yang disusun berdasarkan komponen
komitmen organisasi. Setiap komponen yang diteliti dijabarkan melalui
pernyataan favorabel dan pernyataan unfavorabel. Pernyataan favorabel
adalah pernyataan yang mendukung aspek yang diukur, sedangkan
pernyataan unfavorabel merupakan pernyataan yang tidak mendukung
aspek yang diukur (Azwar, 1999). Jumlah antara pernyataan favorabel
dengan pernyataan unfavorabel dibuat seimbang dengan menggunakan
alternatif jawaban Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Setuju
(S), dan Sangat Setuju (SS). Kemudian, masing-masing nilai bergerak dari
1 sampai 4 untuk item-item yang favorabel, dan nilai 4 sampai 1 untuk
item yang unfavorabel. Peneliti akan melihat tinggi rendahnya komitmen
organisasi berdasarkan skor total jawaban subjek penelitian pada skala
Tabel 3.1
Spesifikasi Skala Komitmen Organisasi
Aspek-aspek Aspek-aspek
Favorable Unfavorable
Total
Kepercayaan yang pasti dan penerimaan
yang penuh atas nilai-nilai dan tujuan
organisasi
Keinginan untuk berusaha sekuat tenaga
demi kepentingan organisasi
Keinginan yang kuat untuk tetap terlibat
menjadi anggota organisasi
Total 18 item 18 item 36 item
Tabel 3.2
Penskoran Item Favorable dan Unfavorable Skala Komitmen Organisasi
Skor Alternatif Jawaban
Favorable Unfavorable
Sangat Setuju (SS) 4 1
Setuju (S) 3 2
Tidak Setuju (TS) 2 3
2. Skala Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis
Jenis skala yang digunakan untuk mengukur persepsi tergadap gaya
kepemimpinan demokratis juga menggunakan skala Summated Rating.
Item dibuat berdasarkan aspek-aspek gaya kepemimpinan demokratis,
meliputi kekuatan motivasi, proses komunikasi, proses pengambilan
keputusan yang didasarkan pada pola kelompok, serta penetapan sasaran
dan pemberian perintah.
Dalam skala ini, subjek penelitian akan diberikan empat alternatif
jawaban, yaitu Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Setuju (S),
dan Sangat Setuju (SS). Nilai skor akan bergerak dari 1 sampai 4 untuk
pernyataan favorabel dan 4 sampai 1 untuk
pernyataan-pernyataan unfavorabel. Tinggi rendahnya persepsi terhadap gaya
kepemimpinan dilihat dari skor total jawaban subjek penelitian pada skala
Tabel 3.3
Spesifikasi Skala Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis
Aspek-aspek
Proses pengambilan keputusan yang
didasarkan pada pola kelompok
3, 11, 19, 27,
35, 43
7, 15, 23,
31, 39, 47
12 item
Penetapan sasaran dan pemberian perintah
8, 16, 24, 32,
40, 48
4, 12, 20,
28, 36, 44
12 item
Total 24 item 24 item 48 item
Tabel 3.4
Penskoran Item Favorable dan Unfavorable Skala Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis
Skor Alternatif Jawaban
Favorable Unfavorable
Sangat Setuju (SS) 4 1
Setuju (S) 3 2
Tidak Setuju (TS) 2 3
F. Validitas dan Reliabilitas
Validitas dan reliabilitas merupakan dua hal yang memiliki
peran penting dalam membuat suatu alat ukur berkualitas. Selain itu,
validitas dan reliabilitas alat ukur adalah dua hal yang berkaitan,
sehingga dari alat ukur ini nantinya akan menunjukkan baik atau
buruknya suatu penelitian. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti
perlu melakukan uji validitas dan uji reliabilitas sebelum
melaksanakan suatu penelitian. Hal ini bertujuan agar alat ukur yang
digunakan dalam penelitian menjadi akurat dan terpercaya.
1. Validitas
Validitas diartikan sebagai ketepatan dan kecermatan suatu
alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu alat ukur
dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut
mampu memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud
dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 2003). Pada penelitian
ini pengukuran validitas alat tes yang digunakan adalah metode
validitas isi. Validitas isi ini merupakan validitas estimasi lewat
pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional, untuk melihat
sejauh mana isi tes tersebut mencerminkan atribut yang hendak
diukur, sehingga alat tes tersebut harus relevan dan tidak keluar
Validitas isi dilakukan melalui professional judgement yang
dilakukan oleh dosen pembimbing. Jumlah item yang diajukan
untuk uji coba adalah sebanyak 36 item untuk skala komitmen
organisasi dan 48 item untuk skala persepsi terhadap gaya
kepemimpinan demokratis.
2. Seleksi Item
Seleksi item dilakukan untuk memilih item-item yang
berkualitas, sehingga sungguh-sungguh mampu mengukur apa
yang ingin diukur dalam penelitian. Seleksi item dilakukan dengan
melaksanakan uji coba terhadap item-item yang telah dibuat sesuai
dengan blue-print. Uji coba (try out) dilaksanakan di perusahaan
yang sama, yaitu perusahaan tempat dimana peneliti akan
mengambil data penelitian.
Seleksi item pada skala yang akan digunakan dalam
penelitian ini dilakukan dengan memakai koefisien korelasi item
total (rix), yang nantinya dari korelasi item total akan dihasilkan
indeks daya beda item. Indeks daya beda item ditunjukkan oleh
statistik rix yang diperoleh dengan teknik komputasi Product
Moment Pearson dari program SPSS for Windows. Perhitungan
dilakukan dengan cara mengkorelasikan skor subjek pada item
yang bersangkutan dengan skor total. Indeks daya beda item
Semakin baik daya beda item, maka indeksnya akan semakin
mendekati 1,00. Kriteria item dinyatakan dapat diterima jika
koefisien korelasinya positif dan sama dengan atau lebih besar dari
0,30. Jika dengan batasan tersebut jumlah item belum mencukupi
jumlah yang diinginkan, maka dapat mempertimbangkan untuk
menurunkan sedikit batas kriteria sehingga jumlah item yang
diinginkan dapat tercapai (Azwar, 1999).
Berikut ini merupakan tabel perhitungan korelasi item total
pada skala persepsi terhadap gaya kepemimpinan demokratis :
Tabel 3.5
Hasil Korelasi Item Total Skala Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis
rix Item Total
≥0,30
1, 3, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 13, 14, 16, 17, 18, 19, 20, 22, 23, 24,
26, 27, 29, 30, 31, 33, 35, 36, 37, 39, 41, 42, 43, 44, 45, 48
34
< 0,30 2, 5, 11, 12, 15, 21, 25, 28, 32, 34, 38, 40, 46, 47 14
Total 48
Berdasarkan hasil seleksi item, maka diperoleh 14 item
yang gugur dan 34 item sahih pada skala skala persepsi terhadap
gaya kepemimpinan demokratis. Dari keempat aspek persepsi
terhadap gaya kepemimpinan demokratis, tidak ada aspek yang
Tabel 3.6
Distribusi Item Skala Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis (SetelahTry Out)
Aspek-Aspek
yang didasarkan pada pola
kelompok
2, 14, 20, 25, 31 5, 17, 23, 28 9
Penetapan sasaran dan pemberian
perintah
6, 11, 18, 34 3, 15, 26, 32 8
Total 18 16 34
Berikut ini merupakan tabel perhitungan korelasi item total
pada skala komitmen organisasi :
Tabel 3.7
Hasil Korelasi Item Total Skala Komitmen Organisasi
rix Item Total
Berdasarkan hasil seleksi item, maka diperoleh 8 item yang
gugur dan 28 item sahih pada skala komitmen organisasi. Dari
ketiga aspek komitmen organisasi, tidak ada aspek yang hilang.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3.8
Distribusi Item Skala Komitmen Organisasi (SetelahTry Out)
Aspek-Aspek Aspek-aspek
Favorable Unfavorable
Total
Kepercayaan yang pasti dan
penerimaan yang penuh atas
nilai-nilai dan tujuan organisasi
1, 6, 11, 23 3, 8, 16, 20, 26 9
Keinginan untuk berusaha sekuat
tenaga demi kepentingan organisasi
4, 9, 14, 21, 27 2, 7, 12, 18, 24 10
Keinginan yang kuat untuk tetap
terlibat menjadi anggota organisasi
13, 19, 25 5, 10, 15, 17, 22, 28 9
Total 12 16 28
3. Reliabilitas
Reliabilitas mengacu pada konsistensi atau keterpercayaan
hasil ukur, yang mengandung kecermatan pengukuran (Azwar,
2003). Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi adalah
pengukuran yang dapat menghasilkan data yang reliabel. Penelitian
ini menggunakan teknik koefisien reliabilitas Alpha Cronbach
memiliki nilai praktis dan nilai efisien yang tinggi, karena hanya
dilakukan satu kali pada kelompok subjek (Azwar, 2003). Selain
itu, teknik Alpha Cronbach sangat sesuai jika digunakan pada alat
ukur atau tes-tes yang bersifat homogen yaitu terdapat homogenitas
pada butir-butir soal dalam alat ukur (Suryabrata, 2000).
Reliabilitas dinyatakan dengan koefisien reliabilitas (rxx’)
yang angkanya berada pada rentang 0 sampai dengan 1,00. Dengan
demikian, semakin tinggi koefisien reliabilitas yang diperoleh,
semakin tinggi tingkat hasil pengukuran alat tersebut bagi
kelompok subjek yang diteliti (Azwar, 1999). Kemudian
sebaliknya, koefisien yang semakin rendah akan semakin
mendekati angka 0, dan hal ini berarti semakin rendah pula
reliabilitasnya.
Reliabilitas item sahih pada skala persepsi terhadap
kepemimpinan demokratis adalah α= 0,876, sedangkan pada skala
komitmen organisasi α = 0,877. Maka kedua alat ukur tersebut
dapat dikatakan reliabel.
Tabel 3.9
Reliabilitas Item Sahih
Skala N α
Komitmen Organisasi 28 0,877
BAB IV
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Perijinan penelitian diajukan kepada PT. Walser Automotive Textiles
Indonesia berupa surat permohonan penelitian dan proposal penelitian.
Perijinan penelitian disampaikan kepada PT. Walser Automotive Textiles
Indonesia pada tanggal 2 Desember 2009. Penyebaran skala try out
dilaksanakan pada tanggal 3 Desember 2009 dengan menyerahkan skala
kepada direktur PT. Walser Automotive Textiles Indonesia yang kemudian
menyebarkan skala ke bagian sewing dan packaging. Setelah diperoleh
item-item sahih berdasarkan datatry out, skala disebarkan kembali pada tanggal 11
Januari 2010 ke bagiancuttingdanmaintenance.
Pelakanaantry outdilakukan dengan menyebarkan skala sebanyak 120
eksemplar. Dari 120 eksemplar tersebut diperoleh 106 eksemplar yang
kembali dan terdapat 93 eksemplar yang memenuhi kriteria subjek penelitian.
Beberapa eksemplar yang tidak memenuhi kriteria subjek penelitian
disebabkan karena subjek memiliki masa kerja kurang dari 6 bulan, serta
terdapat beberapa subjek yang berusia kurang dari 21 tahun dan lebih dari 45
tahun. Berdasarkan hasil try out diperoleh 34 item yang lulus uji coba dari
skala persepsi terhadap gaya kepemimpinan demokratis, serta 28 item dari
skala komitmen organisasi.
Setelah diperoleh item-item sahih, peneliti kembali menyebarkan skala
penelitian pada tanggal 11 Januari 2010 sebanyak 100 eksemplar. Dari 100
eksemplar tersebut diperoleh 92 eksemplar yang kembali dan terdapat 76
eksemplar yang memenuhi kriteria subjek penelitian. Sebagian besar
eksemplar yang tidak memenuhi kriteria subjek penelitian disebabkan karena
subjek memiliki masa kerja kurang dari 6 bulan.
B. Deskripsi Konteks Penelitian
PT. Walser Automotive Textiles Indonesia yang terletak di Jl. HOS.
Cokroaminoto 149, Yogyakarta, merupakan salah satu cabang dari Walser
Automotive Accessories yang berpusat di Austria. Perusahaan ini bergerak di
bidang aksesoris mobil dan memproduksi jok mobil dengan bahan dasar kulit
dan kain.
Secara keseluruhan, PT. Walser Automotive Textiles Indonesia
memiliki 246 karyawan. Sebanyak 169 karyawan menjadi subjek dalam
penelitian ini, 93 karyawan menjadi subjek try out dan 76 karyawan sebagai
subjek penelitian. Subjek try out terdiri dari 61 karyawan yang bekerja pada
bagian sewing dan 32 karyawan pada bagian packaging. Sedangkan subjek
penelitian terdiri dari 59 karyawan yang bekerja pada bagian cutting dan 17
karyawan pada bagianmaintenance.
Berdasarkan data hasil penelitian, peneliti menyajikan rangkuman
Tabel 4.1
Deskripsi Subjek Penelitian
Usia Jumlah %
21-25 11 14.47
26-30 22 28.95
31-35 24 31.58
36-40 16 21.05
41-45 3 3.94
Jumlah 76 100
Masa Kerja Jumlah %
6-12 bln 15 19.74
1-5 thn 32 42.10
6-10 thn 27 35.53
11-20 thn 2 2.63
Jumlah 76 100
C. Deskripsi Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan di PT Walser
Automotive Textiles Indonesia, peneliti memperoleh data hasil penelitian yang
membandingkan antara data empiris dengan data teoretis. Perbandingan antara
mean empiris dengan mean teoretis dilakukan untuk mengetahui hubungan
antara persepsi kepemimpinan demokratis dengan komitmen organisasi.
Tabel 4.2 Data Hasil Penelitian
Variabel Persepsi Terhadap Gaya
Kepemimpinan Demokratis
Variabel Komitmen Organisasi Statistik
Empiris Teoretis Empiris Teoretis
Mean 105.63 85 87.32 70
X max 128 136 109 112
X min 85 34 67 28
SD 9.79 17 9.27 14
Pada skala persepsi terhadap gaya kepemimpinan demokratis, terdapat
34 item dengan rentang skor 1 sampai dengan 4. Oleh karena itu, skor
terendah yang diperoleh untuk skala persepsi terhadap gaya kepemimpinan
demokratis adalah 34 x 1 = 34, dan skor tertinggi adalah 34 x 4 = 136. Dengan
demikian, rentang skor skala persepsi terhadap gaya kepemimpinan
demokratis adalah 34 sampai dengan 136, atau besar jaraknya adalah 136 – 34
= 102. Satuan deviasi standar populasi adalah 102 : 6 = 17. Mean teoretis (µ)
yaitu 34 x 2,5 = 85.
Kemudian, skala berikutnya yang mengungkap variabel tergantung
yaitu komitmen organisasi pada karyawan, memiliki jumlah item sebanyak 28
item. Rentang skor yang terdapat pada skala tersebut adalah 1 sampai 4. Skor
terendah yang diperoleh pada skala komitmen organisasi adalah 28 x 1 = 28.
Selanjutnya, skor tertinggi yang terdapat pada skala komitmen organisasi pada