PENGA PAD TAH ATURAN D DA SISWA HUN AJAR PENYUSU Diajuk Me Prog PROGRAM FAKULTA UN DIRI DALA KELAS VI RAN 2010/2 UNAN SILA
kan Untuk M emperoleh G
gram Studi
Agne NI
M STUDI B JURUSAN AS KEGUR
NIVERSITA YO
AM KEGIA III SMP BO 2011 DALAM ABUS BIM Skripsi Memenuhi S Gelar Sarjan Bimbingan OLEH: es Rini Yanu
IM: 061140 BIMBINGA ILMU PEN RUAN DAN AS SANAT OGYAKAR 2011 TAN BELA OPKRI 3 YO
M IMPLIK MBINGAN B
Salah Satu na Pendidik n dan Konse
uartri 04
AN DAN KO NDIDIKAN ILMU PEN TA DHARM
TA
PENGA PAD TAH ATURAN D DA SISWA HUN AJAR PENYUSU Diajuk Me Prog PROGRAM FAKULTA UN DIRI DALA KELAS VI RAN 2010/2 UNAN SILA
kan Untuk M emperoleh G
gram Studi
Agne NI
M STUDI B JURUSAN AS KEGUR
NIVERSITA YO
AM KEGIA III SMP BO 2011 DALAM ABUS BIM Skripsi Memenuhi S Gelar Sarjan Bimbingan OLEH: es Rini Yanu
IM: 061140 BIMBINGA ILMU PEN RUAN DAN AS SANAT OGYAKAR 2011 TAN BELA OPKRI 3 YO
M IMPLIK MBINGAN B
Salah Satu na Pendidik n dan Konse
uartri 04
AN DAN KO NDIDIKAN ILMU PEN TA DHARM
TA
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Bila orang bodoh dapat menyadari kebodohannya, maka ia dapat dikatakan bijaksana;
tetapi orang bodoh yang menganggap dirinya bijaksana, sesungguhnya dialah yang disebut
orang bodoh.”
( Dhammapala)
“Hargailah dirimu sendiri jika kamu ingin berharga di mata orang lain”
( Anonim )
Kupersembahkan
Karyaku ini untuk :Bapak (PD.Dalikin) dan ibu (Ch.Lasmiyati) tercinta yang senantiasa memberikan cinta dan kasih sayangnya, perhatiannya dan selalu memberiku do’a, semangat, motivasi dan dukungan
untukku.
Mas Agus dan mbak Lusi, Kakak-kakakku terimakasih atas motivasi dan perhatiannya, doa serta dukungan kalian.
Rendy, Stella dan Elda, sahabat-sahabatku, Trimakasih kalian banyak memberiku semangat.
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 12 Agustus 2011
Penulis
Agnes Rini Yanuartri
LEMBARAN PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma
Nama : Agnes Rini Yanuartri
Nomor Mahasiswa : 061114004
Dengan Pengembangan Ilmu Pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya saya yang berjudul :
PENGATURAN DIRI DALAM KEGIATAN BELAJAR DI RUMAH PADA SISWA KELAS VIII SMP BOPKRI 3 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2010/2011 DALAM IMPLIKASI DENGAN PENYUSUNAN SILABUS BIMBINGAN BELAJAR
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,
mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain
untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun
memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Yogyakarta, 12 Agustus 2011
Yang menyatakan
(Agnes Rini Yanuartri)
ABSTRAK
PENGATURAN DIRI DALAM KEGIATAN BELAJAR DI RUMAH PADA SISWA KELAS VIII SMP BOPKRI 3 YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2010/2011 DALAM IMPLIKASI DENGAN
PENYUSUNAN SILABUS BIMBINGAN BELAJAR
Agnes Rini Yanuartri, 2011
Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) Mendeskripsikan seberapa baik pengaturan diri dalam proses belajar di rumah pada siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta Tahun Ajaran 2010/2011, (2) Mengidentifikasi butir-butir pengaturan diri dalam proses belajar di rumah yang kurang baik pada diri siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta Tahun Ajaran 2010/2011 dalam implikasi dengan penyusunan silabus bimbingan belajar. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif.
Instrumen penelitian yang dipakai adalah kuesioner Pengaturan Diri dalam Proses Belajar di Rumah pada siswa dengan jumlah 56 item. Aspek-aspek pengaturan diri dalam kegiatan belajar di rumah dalam skala ini adalah pendorongan diri, pengelolaan diri, pengendalian diri, dan pengembangan diri. Subyek penelitian adalah para siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3Yogyakarta tahun ajaran 2010/2011 sejumlah 125 siswa yang terdiri dari empat kelas yaitu, VIIIA 32 siswa, VIIIB 33 siswa, VIIIC 32 siswa, dan VIIID 31 siswa.
ABSTRACT
SELF-REGULATION IN HOME LEARNING ACTIVITIES OF CLASS VIII STUDENTS OF BOPKRI 3 JUNIOR HIGH SCHOOL YOGYAKARTA, SCHOOL YEAR 2010/2011 AND ITS IMPLICATIONS FOR DESIGNING
LEARNING GUIDANCE SYLLABUS
Agnes Rini Yanuartri Sanata Dharma University
Yogyakarta 2011
The purpose of this study is (1) to describe self-regulation in home learning activities of class VIII students of Bopkri 3 Junior High School, Yogyakarta, School Year 2010/2011, (2) to identify items of the questionnaire which show low scores as the basis for designing learning guidance syllabus. This study is a descriptive study.
Research instrument is a questionnaire that consists of 56 items. The questionnaire measures some aspects of self-regulation, namely self-motivation, self-management, self-control, and self-development. Subjects of study are 125 students from 4 classes, namely class VIII A (32 students), class VIII B (33 students), class VIII C (32 students), and VIII D (31 students).
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
kasih karuniaNya, serta bimbinganNya selama proses penyelesaian skripsi ini.
Skripsi ini berjudul “pengaturan diri dalam proses belajar di rumah pada siswa
SMP BOPKRI 3 Yogyakarta Tahun Ajaran 2010/2011 dalam Implikasi dengan
Penyusunan Silabus Bimbingan Belajar”. Penyusunan skripsi ini merupakan salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan
dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Penulis banyak mendapatkan pengalaman selama proses penyelesaian skripsi
ini. Baik pengalaman menyenangkan ataupun kurang menyenangkan, namun semua
pengalaman itu merupakan pelajaran yang berharga bagi perkembangan diri
penulis.
Skripsi ini dapat terwujud berkat bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak
yang telah bersedia membimbing, membantu dan selalu memberikan dorongan
kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu dalam
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Dr. Gendon Barus, M.Si. Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling dan
dosen pembimbing yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga dan pikiran
untuk membimbing serta memotivasi penulis dalam proses penulisan skripsi ini
sampai selesai.
2. Br. Y. Triyono, S.J, S.S., M.S. Dosen Pembimbing Akademik yang telah
3. Bapak dan Ibu Dosen di Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas
Sanata Dharma yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu
pengetahuan selama ini sehingga berguna bagi penulis.
4. Bapak Yulius, S.Pd. Kepala Sekolah SMP BOPKRI 2 Yogyakarta yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan uji coba instrumen
penelitian.
5. Bapak Paryadi, S.Pd. Kepala Sekolah SMP BOPKRI 3 Yogyakarta yang telah
memberikan ijin dan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian
kepada para siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta.
6. Ibu Tri Nurjayanti, S.Pd. dan Bapak Catur Suryo Nugroho S.Psi. Guru
Bimbingan dan Konseling SMP BOPKRI 3 Yogyakarta yang telah membantu
penulis dalam proses pengambilan data di sekolah terhadap para siswa kelas
VIII.
7. Para Siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta yang telah berpartisipasi
dalam proses pengumpulan data.
8. Bapak dan Ibu dan kakak-kakak saya yang selalu memberikan dukungan,
perhatian dan selalau mendoakan.
9. Teman-teman Program Studi Bimbingan dan Konseling angkatan 2006 yang
selalu memberikan semangat dan dorongan kepada penulis selama proses
penulisan skripsi.
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
Dengan segala segala kerendahan hati penulis mengucapkan terimaksih kepada
semua pihak yang telah membantu penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.
Penulis memilki harapan yang besar semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……… i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……….. ii
HALAMAN PENGESAHAN………. iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN………. iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………. v
LEMBARAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... vi
ABSTRAK………... vii
ABSTRACT... viii
KATA PENGANTAR……… ix
DAFTAR ISI……… xii
DAFTAR TABEL………... xiii
DAFTAR GAMBAR... ivx
DAFTAR GRAFIK……… xv
DAFTAR LAMPIRAN……… xvi
BAB I PENDAHULUAN……… 1
A. Latar Belakang Masalah……… 1
B.Rumusan Masalah……… 4
C.Tujuan Penelitian……… 5
D. Manfaat Penelitian……… 5
E.Definisi Operasional……… 7
BAB II KAJIAN TEORITIS……… 8
A.Pengaturan Diri dalam Proses Belajar Mandiri (Self Regulated Learning)... 8
B.Pengertian Belajar... 32
C.Mengembangkan Kebiasaan Belajar yang Efektif... 34
D.Karakteristik Perkembangan Belajar Siswa SMP....……… 39
BAB III METODE PENELITIAN……… 43
A. Jenis Penelitian……… 43
B. Subyek Penelitian……… 43
C. Instrumen Penelitian……… 44
D. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data……… 51
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……… 55
A. Hasil Penelitian... 55
B. Pembahasan ……… 59
C. Usulan Topik-topik Bimbingan……… 64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………. 67
A. Kesimpulan……… 67
B. Saran……… 67
DAFTAR PUSTAKA……… 70
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Kisi-kisi Kuisioner pengaturan diri dalam proses belajar
di rumah ………... 45
Tabel 2 : Kriteria Guilford……… 48
Tabel 3 : Kategori pengaturan diri dalam proses belajar di rumah … 54
Tabel 4 : Penggolongan Subjek dalam lima Kategori……….. 56
Tabel 5 : Penggolongan butir-butir dalam lima Kategori... 57
Tabel 6 : Butir-butir yang Belum Tercapai pada Diri Siswa……… 58
Tabel 7 : Rumusan Butir-butir yang Belum Tercapai Sebagai Usulan
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1 : Analisis Triadik Self-regulated Functioning... 18
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1 : Profil Capaian Skor Pengaturan Diri dalam Kegiatan Belajar
di Rumah Pada Subyek... 56
Grafik 2: Profil Capaian Skor Rata-rata Tiap Item Pengaturan Diri
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Data Hasil Uji Konsistensi Internal Tiap Aspek………… 72
Lampiran 2 : Data Hasil Penghitungan Reliabilitas Kuesioner………… 82
Lampiran 3 : Tabulasi Skor Kuesioner Penelitian ... 83
Lampiran 4 : Data Hasil Capaian Pengaturan Diri dalam Kegiatan Belajar di Rumah Pada Subyek …………... 85
Lampiran 5 : Data Hasil Capaian Skor Rata-rata Tiap Item Pengaturan Diri dalam Kegiatan Belajar di Rumah ……... 88
Lampiran 6 : Kuesioner……… 90
Lampiran 7 : Silabus…... 97
Lampiran 8 : Satuan Pelayanan Bimbingan... 100
Lampiran 9 : Surat Pengantar Uji Coba Instrumen……… 108
Lampiran 10 : Surat Pengantar Penelitian……… 109
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab pendahuluan ini dibahas latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.
A. Latar Belakang Masalah
Belajar merupakan suatu aktivitas alami, yang harus dilakukan oleh semua
individu, baik hewan maupun manusia. Melalui proses belajar, individu
bersangkutan melihat, mengenali, mengerti, dan memahami suatu objek. Setiap
individu belajar melalui mata sebagai indera untuk melihat, telinga sebagai
indera untuk mendengar, kulit sebagai indera peraba untuk mengenali objek,
dan juga rasa sebagai bagian dari seluruh indera dalam tubuh manusia
(Adrianus,2007).
Bagi kebanyakan siswa, belajar berarti menggaris bawahi buku pelajaran
sambil mengingat-ingat yang telah dilihat. Ada juga orang yang membuat
catatan panjang mengenai daftar barang-barang yang akan dibawa ketika
bepergian tujuannya agar mudah dalam mengingat (Prashing, 2007 : 39). Bagi
kebanyakan orang belajar berarti proses yang terjadi dalam otak manusia. Saraf
dan sel-sel otak yang bekerja mengumpulkan semua yang dilihat oleh mata,
didengar oleh telinga dan lain-lain, yang kemudian disusun oleh otak sebagai
hasil belajar. Itulah sebabnya orang tidak bisa belajar jika fungsi otaknya
Sesungguhnya pengertian belajar itu demikian kompleksnya sehingga
apabila orang menganggap beberapa macam perilaku yang berbeda dapat
diistilahkan secara umum sebagai belajar, tampak bahwa pendefinisian belajar
menjadi sangat kabur. Untuk itulah perlu diperjelas dan dipertegas lagi
pengertian dari belajar. Hilgard (Tanlain, 2008:27) mengemukakan “belajar
adalah proses di dalamnya terbentuk tingkah laku melalui praktek atau latihan”.
Sedangakan menurut Sidjabat (2001:79) belajar sebenarnya mengandung arti
bagaimana kita menerima informasi dari dunia sekitar kita dan bagaimana kita
memproses dan menggunakan informasi tersebut.
Penelitian ini akan dipusatkan di SMP BOPKRI 3 Yogyakarta. Dari hasil
pengamatan dan observasi peneliti pada saat melaksanakan Program
Pengalaman Lapangan (PPL-BK) di SMP BOPKRI 3 Yogyakarta selama
kurang lebih satu bulan, peneliti mendapatkan fakta bahwa kebanyakan siswa
belum dapat mengatur diri mereka dalam belajar terutama belajar di rumah.
Mereka cenderung masih asal-asalan dalam belajar, mereka belum dapat
memprioritaskan tugasnya sebagai seorang siswa yaitu belajar. Hal ini tampak
dari sebagian siswa mengerjakan PR atau tugas di sekolah sebelum pelajaran
dimulai. Banyaknya tugas dari sekolah juga membuat mereka harus
pintar-pintar membagi waktu antara belajar, bermain dan istirahat.
Brunner dkk. (dalam Vicente dan Arias, 2004, h. 146), memahami
pembelajaran di sekolah sebagai suatu proses pengetahuan konstruktif, kognitif
dan kompleks, dimana siswa harus membuat keputusan sehingga mengaturnya
memfokuskan konsep belajar menjadi sebuah proses mental yang aktif,
konstruktif dan terdapat self-regulation di dalamnya (Romera, 2001, h. 21).
Self-regulation yang diterapkan dalam proses belajar dikenal dengan
self-regulated learning. Menurut Zimmerman (1989, h. 329), self-regulated
learning pada siswa dapat digambarkan melalui tingkatan atau derajat yang
meliputi keaktifan berpartisipasi baik itu secara metakognisi, motivasional,
maupun perilaku dalam proses belajar.
Menurut The Liang Gie (1995:189), pengaturan diri dalam proses belajar
(self regulated learning) berarti mendorong diri sendiri untuk maju, mengatur
semua unsur potensi pribadi, mengendalikan kemauan untuk mencapai hal-hal
yang baik dan mengembangkan berbagai segi dari pribadi agar lebih sempurna.
Dengan cara belajar yang salah yang dilakukan kebanyakan orang akan
menimbulkan bermacam-macam persoalan, seorang siswa yang hanya
asal-asalan dalam belajar, mereka hanya belajar ketika esok hari ada ulangan atau
sering di sebut dengan SKS (sistem kebut semalam) yang akhirnya
mengakibatkan nilai menjadi jelek dan bahkan mendapatkan nilai yang tidak
memuaskan atau bahkan akhirnya mereka menyontek karena tidak bisa
mengerjakan ulangan. Juga ketika kegiatan di sekoah sangat penuh dan banyak
tugas yang diberikan para guru para siswa cenderung menyepelekan tugas
karena mereka lebih senang bermain dan istirahat daripada belajar atau
mengerjakan PR.
Keprihatinan itu timbul karena sebagian orang tidak mau berusaha
supaya nilai yang mereka peroleh tidak hanya sekedar memuaskan diri mereka
tetapi nilai yang mereka peroleh seharusnya membuktikan prestasi dan
kemampuan dalam diri mereka. Salah satu cara untuk dapat memperbaiki nilai
mereka adalah dengan mengubah kebiasaan belajar mereka di rumah yang
sudah mendarah daging dalam diri mereka yaitu dengan mengubah cara belajar
mereka. Misalnya belajar dengan sistem SKS sedikit demi sedikit semakin
berkurang dengan cara mencatat, menulis atau merekam apa yang telah mereka
pelajari setiap malam. Atau dengan kata lain dengan mengatur diri sendiri
dalam belajar di rumah.
Kurikulum sekolah yang syarat dengan beban berbagai tugas di rumah,
maka para siswa harus mensiasati bagaimana untuk belajar di rumah yang
menuntut siswa untuk dapat mengatur belajarnya di rumah. Di sekolah mereka
sudah teratur dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, sedangkan di rumah
mereka dituntut untuk lebih otonom dalam mempelajari sendiri bahan
pelajaran. Berangkat dari permasalahan diatas, peneliti ingin melihat sejauh
mana pengaturan diri siswa dalam belajar di rumah dikalangan para siswa kelas
VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta Tahun Ajaran 2010/2011.
B. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini secara spesifik masalah-masalah yang ingin dijawab adalah :
1. Seberapa baik pengaturan diri dalam proses belajar di rumah pada siswa
2. Butir-butir pengaturan diri mana sajakah yang terindikasi belum memadai
dalam proses belajar di rumah pada diri siswa VIII SMP BOPKRI 3
Yogyakarta Tahun Ajaran 2010/2011 dalam implikasi dengan penyusunan
silabus bimbingan?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mendeskripsikan seberapa baik pengaturan diri dalam proses belajar di
rumah pada siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta Tahun Ajaran
2010/2011.
2. Mengidentifikasi butir-butir pengaturan diri dalam proses belajar di rumah
yang kurang baik pada diri siswa kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta
Tahun Ajaran 2010/2011 dalam implikasi dengan penyususnan silabus
bimbingan belajar.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini dapat digunakan bagi para pembaca khususnya
mahasiswa Bimbingan dan Konseling untuk mengembangkan dan
memperkaya pengetahuan yang dimiliki menyangkut teori-teori tentang
pengaturan diri dalam proses belajar sebagai bekal seorang calon guru
2. Manfaat praktis
a. Bagi Guru Pembimbing
Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh guru Bimbingan dan
Konseling untuk pengembangan program Bimbingan Konseling Belajar
khususnya dalam rangka meningkatkan pengaturan diri dalam proses
belajar di rumah.
b. Bagi Siswa
Siswa semakin sadar akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai
pelajar dalam mempersiapkan masa depannya. Siswa semakin sadar
untuk berefleksi sampai seberapa baik pengaturan diri dalam proses
belajar di rumah dan dapat memperoleh bantuan-bantuan yang sesuai
untuk meningkatkan pengaturan diri dalam proses belajar di rumah.
c. Bagi Guru Mata Pelajaran
Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh Guru Mata Pelajaran agar
guru semakin mampu mengupayakan pembelajaran yang mengarah
kepada pengaturan diri dalam proses belajar di rumah.
d. Bagi peneliti
Peneliti mendapat kesempatan untuk melakukan penelitian serta
belajar berpikir kritis dalam menjawab persoalan-persoalan khususnya
dalam pengaturan diri dalam proses belajar di rumah pada siswa kelas
VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta Tahun Ajaran 2010/2011. Peneliti
juga belajar secara ilmiah mengenai perkembangan belajar yang ada
Bimbingan Konseling Belajar khususnya dalam rangka meningkatkan
pengaturan diri dalam proses belajar di rumah.
e. Bagi peneliti lain
Peneliti lain mendapat masukan yang terkait dengan penelitian ini
sehingga mampu mangembangan penelitian yang terkait dengan
pengaturan diri dalam proses belajar di rumah.
E. Definisi Operasional
Pengaturan diri dalam proses belajar adalah kemampuan untuk mengatur
dan mengelola belajar. Belajar di rumah adalah sesuatu perbuatan yang
dilakukan oleh para siswa di rumah untuk mendalami ilmu pengetahuan yang
diperoleh di sekolah dengan tujuan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan atau
suatu ketrampilan. Adapun aspek-aspek dari pengaturan diri dalam proses
belajar di rumah yang diukur dalam penelitian ini antara lain, pendorongan diri,
pengelolaan diri, pengendalian diri, pengembangan diri yang ditandai oleh
indikator-indikator sebagaimana dikonstruk dalam kisi-kisi instrumen
BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab ini dibahas landasan teori yang berkaitan dengan masalah penelitian.
Topik-topik dalam bab ini yaitu pengaturan diri dalam proses belajar, pengertian
belajar, mengembangkan kebiasaan belajar yang efektif, dan karakteristisk
perkembangan belajar siswa SMP.
A. Pengaturan Diri dalam Proses Belajar Mandiri (Self Regulated Learning)
Pada bagian ini akan dipaparkan mengenai ketrampilan pengaturan diri
dalam rangka mencapai tujuan belajar. Ketrampilan ini sangat penting, karena
menyangkut diri perorangan setiap siswa dalam pengaturan diri dalam belajar
terutama ketika belajar di rumah.
1. Pengertian Pengaturan Diri dalam Proses Belajar Mandiri (Self Regulated Learning)
Corno & Mandinah dan Hargis & Kerlin (Sumarmo, 2010)
mendefisikan Self-regulated learning (pengaturan diri dalam belajar)
sebagai upaya memperdalam dan memanipulasi jaringan asosiatif dalam
suatu bidang tertentu, dan memantau serta meningkatkan proses
pendalaman yang bersangkutan. Definisi tersebut menunjukkan bahwa
Self-regulated learning merupakan proses perancangan dan pemantauan
diri yang seksama terhadap proses kognitif dan afektif dalam
learning itu sendiri bukan merupakan kemampuan mental atau
keterampilan akademik tertentu seperti kefasihan membaca, namun
merupakan proses pengarahan diri dalam mentransformasi kemampuan
mental ke dalam keterampilan akademik tertentu. Mengacu pada pendapat
Corno & Mandinah dan Kerlin (Sumarmo,2010) mengklasifikasi
Self-regulated learning dalam dua katagori yaitu: (1) proses pencapaian
informasi, proses transformasi informasi, proses pemantauan, dan proses
perancangan, serta (2) proses kontrol metakognitif.
Agak berbeda dengan definisi Corno dan Mandinah (Sumarmo, 2010),
Bandura (Sumarmo, 2010)mendefinisikan Self-regulated learning sebagai
kemampuan memantau perilaku sendiri, dan merupakan kerja-keras
personaliti manusia. Selanjutnya Bandura menyarankan tiga langkah
dalam melaksanakan Self-regulated learning yaitu: (1) Mengamati dan
mengawasi diri sendiri: (2) Membandingkan posisi diri dengan standar
tertentu, dan (3) Memberikan respons sendiri (respons positif dan respons
negatif). Strategi Self-regulated learning memuat kegiatan: mengevaluasi
diri, mengatur dan mentranformasi, menetapkan tujuan dan rancangan,
mencari informasi, mencatat dan memantau, menyusun lingkungan,
mencari konsekuensi sendiri, mengulang dan mengingat, mencari bantuan
sosial, dan mereview catatan.
Schunk dan Zimmerman (Sumarmo, 2010) mendefinisikan
Self-regulated learning sebagai proses belajar yang terjadi karena pengaruh
pada pencapaian tujuan. Menurut Schunk dan Zimmerman (Sumarmo,
2010) terdapat tiga phase utama dalam siklus Self-regulated learning yaitu:
merancang belajar, memantau kemajuan belajar selama menerapkan
rancangan, dan mengevaluasi hasil belajar secara lengkap. Serupa dengan
Schunk & Zimmerman dan Butler (Sumarmo, 2010) mengemukakan
bahwa Self-regulated learning merupakan siklus kegiatan kognitif yang
rekursif (berulang-ulang) yang memuat kegiatan: menganalisis tugas;
memilih, mengadopsi, atau menemukan pendekatan strategi untuk
mencapai tujuan tugas; dan memantau hasil dari strategi yang telah
dilaksanakan
Self-regulated learning (pengaturan diri dalam belajar) mencakup
kemampuan strategi kognitif, belajar teknik pembelajaran, dan belajar
sepanjang masa. Pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran Schunk dan
Zimmerman (dalam Winne, 1997, h. 397), yang mengkategorikan
self-regulated learning sebagai dasar kesuksesan belajar, problem solving,
transfer belajar, dan kesuksesan akademis secara umum.
Self-regulated learning menyangkut penerapan dari model umum
regulasi dan regulasi diri (self-regulation) dalam proses belajar. Ada empat
asumsi mengenai self-regulated learning yang dipakai Wolters dkk. (2003,
h. 3- 5). Pertama, asumsi aktif dan konstruktif. Siswa sebagai partisipan
yang aktif konstruktif dalam proses belajar, baik itu aktif mengkonstruk
pemahaman, tujuan, maupun strategi dari informasi yang tersedia di
Kedua, self-regulated learning sebagai potensi untuk mengontrol.
Siswa sanggup memonitor, mengontrol, meregulasi aspek tertentu dari
kognitif, motivasi dan perilaku sesuai karakteristik lingkungan jika
memungkinkan. Ketiga, asumsi tujuan, kriteria, atau standar. Asumsi
tersebut digunakan untuk menilai apakah proses harus dilanjutkan bila
perlu ketika beberapa kriteria atau standar berubah. Keempat, asumsi
bahwa aktivitas dalam self-regulated learning merupakan penengah
(mediator) antara personal dan karakteristik konteks dan prestasi atau
performa yang sesungguhnya.
Self-regulation pada kognitif, motivasi, dan perilaku yang dimiliki
individu, merupakan perantara hubungan antara person, konteks dan
bahkan prestasi. Berdasarkan asumsi di atas self-regulated learning adalah
proses aktif dan konstruktif dengan jalan siswa menetapkan tujuan untuk
proses belajarnya dan berusaha untuk memonitor, meregulasi, dan
mengontrol kognisi, motivasi, dan perilaku, yang kemudian semuanya
diarahkan dan didorong oleh tujuan dan disesuaikan dengan konteks
lingkungan (Pintrich dalam Wolters dkk., 2003, h. 5: Schunk, 2005, h.
173).
Pemaparan definisi diatas sejalan dengan definisi Zimmerman (1989,
h. 329) yang memaparkan secara umum bahwa self-regulated learning
pada siswa dapat digambarkan melalui tingkatan atau derajat yang
meliputi keaktifan berpartisipasi baik itu secara metakognisi, motivasional,
Zimmerman (dalam Montalvo dan Torres, 2004, h. 4-7), telah
memberikan gambaran perbedaan karakteristik antara siswa yang
menerapkan dan tidak menerapkan self-regulation dalam proses belajarnya
akan diuraikan sebagai berikut.
a. Mengetahui cara menggunakan serangkaian strategi kognitif yang
membantu dalam mentransformasi, mengorganisasi, mengelaborasi,
dan menemukan kembali informasi.
b. Mengetahui bagaimana merencanakan, mengontrol, dan mengatur
proses mental menjadi prestasi dari tujuan individu (metakognisi).
c. Mampu menentukan keyakinan motivasi dan emosi yang tepat.
d. Merencanakan waktu dan usaha yang akan digunakan untuk mencapai
tujuan.
e. Melakukan peningkatan yang menunjukkan usaha terbaik dalam
proses belajar.
f. Mampu menjalani kondisi yang menuntut serangkaian strategi, yang
bertujuan mempertahankan konsentrasi, usaha, dan motivasi selama
melakukan tugas akademis.
Menurut The Liang Gie (1995:189), pengaturan diri dalam proses
belajar (self regulated learning) berarti mendorong diri sendiri untuk maju,
mengatur semua unsur potensi pribadi, mengendalikan kemauan untuk
mencapai hal-hal yang baik dan mengembangkan berbagai segi dari
mendasari kegiatan pengaturan diri dalam proses belajar (The Liang Gie,
1995:189), yaitu :
a. Pendorongan Diri (self motivation)
Syarat pertama bagi setiap siswa untuk mencapai tujuan belajar
adalah pendorongan diri. Pendorongan diri termasuk salah satu
dorongan psikologis dari dalam diri seseorang yang merangsang diri
dalam mencapai tujuan yang didambakan. Pendorongan dari dalam diri
akan melahirkan minat dan motivasi yang besar untuk belajar dengan
sepenuh kemampuan. Seseorang dengan minat yang besar akan
mendatangkan hasil belajar yang memuaskan, karena dengan
konsentrasi maka perhatian tidak terganggu oleh hal lain sehinga akan
mudah memahami bahan pelajaran, mampu belajar dalam jangka
panjang dan bahkan memperoleh kesenangan batin dari belajar karena
bertambahnya pengetahuan.
b. Pengelolaan Diri (self organization)
Bentuk yang kedua dalam pengaturan diri adalah penyusunan diri,
yaitu mengatur dengan sebaik-baiknya pikiran, tenaga, waktu, tempat,
benda dan semua sumber daya lainnya dalam kehidupan setiap siswa
sehingga tercapai efisiensi pribadi. Efisiensi pribadi yaitu perbandingan
terbaik antara setiap kegiatan hidup pribadi dengan hasil yang
diinginkan. Dalam proses menuju kegiatan belajar mandiri penyusunan
diri diperlukan agar tercapai tujuan belajar. Pada dasarnya penyusunan
mengatur dan mengurus semua hal dalam diri sendiri supaya proses
belajar dapat berlangsung secara tertib, mudah dan lancar.
c. Pengendalian Diri (self control)
Pengendalian diri dalam proses belajar mandiri adalah perbuatan
dalam membentuk tekad untuk mendisiplinkan kemauan, memacu
semangat, mengikis keseganan dan mengerahkan energi untuk
benar-benar melaksanakan apa yang harus dikerjakan dalam proses belajar.
Seseorang memilki tujuan dan rencana belajar yang baik tanpa
didukung dengan pengendalian diri dalam proses belajar, maka hasil
belajar yang diperoleh tidak akan memuaskan. Oleh sebab itu melatih
kontrol diri harus benar-benar diusahakan dari waktu kewaktu oleh
setiap siswa agar mencapai hasil belajar yang memuaskan.
d. Pengembangan Diri (self development)
Pengembangan diri dalam proses belajar mandiri merupakan bentuk
pengaturan diri yang terakhir. Pengembangan diri adalah perbuatan
yang menyempurnakan atau meningkatkan diri sendiri dalam berbagai
hal mencakup segenap sumber daya pribadi dalam diri seorang siswa
Pengembangan diri dalam proses belajar mandiri meliputi
pengembangan fisik untuk menjaga kesehatan, pengembangan sosial
untuk meningkatkan berbagai ketrampilan hubungan antar perorangan,
pengembangan emosional untuk membina kesadaran diri yang lebih
besar dan kekokohan emosional, pengembangan intelektual untuk
membina perilaku moral dan etis, pengembangan spiritual untuk
memupuk suatu kesadaran yang lebih besar terhadap makna kehidupan.
Peneliti menyimpulkan bahwa definisi self-regulated learning adalah
proses aktif dan konstruktif siswa dalam menetapkan tujuan untuk proses
belajarnya dan berusaha untuk memonitor, meregulasi, dan mengontrol
kognisi, motivasi, dan perilaku, yang kemudian semuanya diarahkan dan
didorong oleh tujuan dan mengutamakan konteks lingkungan
2. Aspek-aspek self-regulated learning
Self-regulation merupakan fundamen dalam proses sosialisasi dan
melibatkan perkembangan fisik, kognitif dan emosi (Papalia, 2001, h.
223). Siswa dengan self-regulation pada tingkat yang tinggi akan memiliki
kontrol yang baik dalam mencapai tujuan akademisnya. Self-regulation
yang diterapkan dalam selfregulated learning, mengharuskan siswa fokus
pada proses pengaturan diri guna memperoleh kemampuan akademisnya.
Menurut Zimmerman (1989, h. 329), selfregulated learning terdiri atas
pengaturan dari tiga aspek umum pembelajaran akademis, yaitu kognisi,
motivasi dan perilaku.
Sesuai aspek di atas, selanjutnya Wolters dkk. (2003, h. 8-24)
menjelaskan secara rinci penerapan strategi dalam setiap aspek
self-regulated learning sebagai berikut. Pertama, strategi untuk mengontrol
atau meregulasi kognisi meliputi macam-macam aktivitas kognitif dan
mengubah kognisinya. Strategi pengulangan (rehearsal), elaborasi
(elaboration), dan organisasi (organization) dapat digunakan individu
untuk mengontrol kognisi dan proses belajarnya.
Kedua, strategi untuk meregulasi motivasi melibatkan aktivitas yang
penuh tujuan dalam memulai, mengatur atau menambah kemauan untuk
memulai, mempersiapkan tugas berikutnya, atau menyelesaikan aktivitas
tertentu atau sesuai tujuan. Regulasi motivasi adalah semua pemikiran,
tindakan atau perilaku dimana siswa berusaha mempengaruhi pilihan,
usaha, dan ketekunan tugas akademisnya. Regulasi motivasi meliputi
mastery self-talk, extrinsic self-talk, relative ability self-talk, relevance
enhancement, situasional interest enhancement, self-consequating, dan
penyusunan lingkungan (environment structuring).
Ketiga, strategi untuk meregulasi perilaku merupakan usaha individu
untuk mengontrol sendiri perilaku yang nampak. Sesuai penjelasan
Bandura (Zimmerman, 1989, h. 330) bahwa perilaku adalah aspek dari
pribadi (person), walaupun bukan “self” internal yang direpresentasikan
oleh kognisi, motivasi dan afeksi. Meskipun begitu, individu dapat
melakukan observasi, memonitor, dan berusaha mengontrol dan
meregulasinya dan seperti pada umumnya aktivitas tersebut dapat
dianggap sebagai self-regulatory bagi individu. Regulasi perilaku meliputi
regulasi usaha (effort regulation), waktu dan lingkungan (time/ study
environment), dan pencarian bantuan (help-seeking).
(Sumarmo, 2010) adalah tingkat dimana siswa secara metakognitif
mempunyai dorongan untuk belajar dan berpartisipasi secara aktif dalam
proses belajar mereka sendiri.
Secara metakognitif, siswa yang mengatur diri adalah mereka yang
merencanakan, mengorganisasikan, menginstruksikan diri, memonitor diri
dan mengevaluasi diri pada berbagai tahapan selama proses belajar
berlangsung. Siswa yang mempunyai dorongan untuk belajar mempunyai
otonomi atas dirinya, serta memilih, menyusun dan menciptakan
lingkungan yang dapat mengoptimalkan belajarnya.
Definisi di atas mengasumsikan pentingnya tiga unsur untuk mencapai
tujuan belajar yaitu :
a. Strategi pengaturan diri dalam belajar yaitu tindakan-tindakan dan
proses-proses yang berhubungan langsung dengan perolehan informasi
atau keterampilan.
b. Persepsi self efficacy terhadap kinerja keterampilan yaitu persepi
tentang kemampuan seseorang dalam mengorganisasikan dan
melakukan tindakan yang perlu untuk mencapai kinerja keterampilan
yang direncankan.
c. Tujuan akademik yang menunjuk pada hal-hal yang berhubungan
dengan perolehan prestasi dalam belajar.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam pengaturan diri
dalam belajar, siswa sendiri dalam belajar, siswa sendiri yang
pengetahuan dan keterampilannya, dan tidak hanya mengandalkan diri
pada guru, ataupun orang dewasa lainnya.
3. Unsur-unsur Pengaturan Diri dalam Belajar
Thoresen dan Mahoney (dalam Zimmerman, 1989, h. 332-336)
memaparkan dari perspektif sosial-kognitif, bahwa keberadaan
self-regulated learning ditentukan oleh tiga wilayah yakni wilayah person,
wilayah perilaku, dan wilayah lingkungan seperti tergambar dalam
diagram berikut.
Gambar 1. Analisis Triadik Self-regulated Functioning
: Strategi Use
: Feedback Loop
Unsur-unsur atau faktor-faktor yang menentukan pengaturan diri dalam
belajar menurut teori social cognitive adalah:
a. Unsur Pribadi.
Persepsi self-efficacy siswa tergantung pada masing-masing empat
tipe yang mempengaruhi pribadi seseorang: pengetahuan siswa
Person (self)
behavior environment
Convert
Self Regulation
Environmental
Self Regulation
Behavioral
Self Regulation Convert
(students' knowledge), proses metakognitif, tujuan dan afeksi (affect).
Pengetahuan self-regulated learning harus memiliki kualitas
pengetahuan prosedural dan pengetahuan bersyarat (conditional
knowledge). Pengetahuan prosedural mengarah pada pengetahuan
bagaimana menggunakan strategi, sedangkan pengetahuan bersyarat
merujuk pada pengetahuan kapan dan mengapa strategi tersebut
berjalan efektif. Pengetahuan self-regulated learning tidak hanya
tergantung pada pengetahuan siswa, melainkan juga poses metakognitif
pada pengambilan keputusan dan performa yang dihasilkan. Proses
metakognitif melibatkan perencanaan atau analisis tugas yang berfungsi
mengarahkan usaha pengontrolan belajar dan mempengaruhi timbal
balik dari usaha tersebut. Pengambilan keputusan metakognitif
tergantung juga pada tujuan (goals) jangka panjang siswa untuk belajar.
Tujuan dan pemakaian proses kontrol metakognitif dipengaruhi oleh
persepsi terhadap self-efficacy dan afeksi (affect).
Unsur pribadi yang menentukan pengaturan diri dalam belajar
adalah persepsi self efficacy siswa. Menurut Bandura (1997) pengaruh
ini sangat tergantung pada pengetahuan siswa tentang pengaturan diri,
proses metakognitif, tujuan dan keadaan afeksi siswa.
Menurut Zimmerman (Jamridafrizal, 2010) pada tingkat umum
dalam pengaturan diri, analisis tugas atau perencanaan dilakukan untuk
menyeleksi atau memilih strategi-strategi pengaturan diri. Perencaan ini
tingkatan yang lebih khusus, proses-proses mengontrol perilaku
menjadi pedoman untuk melaksanakan, menekuni dan memonitor
respon-respon penggunaan strategi belajar dalam konteks tertentu.
Perbedaan kedua proses metakognitif di atas dapat diilustrasikan
dalam strategi pengarahan diri menurut Meichembaum & Goodman
(Jamridafrizal, 2010) berikut :
Seorang anak laki-laki SMP yang tergabung dalam kelompok band
di sekolahnya secara periodik mengeluarkan bunyi yang janggal dari
terompetnya. Kesalahan ini membuat ia dicemoohkan oleh anggota
kelompok band lainnya. Untuk memperbaiki kesalahannya dalam
membaca not tertentu, ia merencanakan untuk mengingat kata-kata
kunci untuk mengingatkannya kembali nada not-not blok pada musik.
Untuk mengontrol strategi pengarahan diri, ia menyempatkan diri untuk
membaca not-not lebih baik dan mengingat kata-kata kunci untuk
membantu ingatannya. Penggunaan strategi verbalisasi tersembunyi
dapat dilanjutkan bila ia berhasil dalam mengurangi.
Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa keefektifan siswa
dalam merencanakan dan mengontrol perilakunya sendiri merupakan
salah satu tanda yang memungkinkan tingkat pengaturan diri yang lebih
baik.
Proses metakognitif juga tergantung pada tujuan yang ingin dicapai
siswa. Anak laki-laki yang diilustrasikan di atas, dapat saja keluar dari
karena ia mempunyai tujuan jangka panjang yaitu keinginan menjadi
musikus yang profesional, maka ia mempunyai motivasi yang tinggi
untuk memperbaiki kesalahannya, waluapun harus dilakukannya secara
bertahap.
Dengan demikian penentuan tujuan merupakan hal yang penting
dalam pengaturan diri. Menurut Bandura (1997) banyak hasil-hasil
yang diharapkan terlalu jauh dan umum, karena itu orang harus
menciptakan pedoman bagi dirinya sendiri dan memotivasi dirinya agar
dapat mencapai hasil yang diinginkan.
Selain penentuan tujuan, keadaan afeksi juga mempengaruhi fungsi
pengaturan diri. Penelitian yang dilakukan Kuhl (jamridafrizal, 2010)
menunjukkan bahwa kecemasan dapat mengganggu berbagai proses
metakognitif, terutama dalam proses mengontrol tindakan dan
penentuan tujuan.
b. Unsur Perilaku
Terdapat tiga hal utama yang relevan dalam menganalisis
pengaturan diri dalam belajar, yaitu observasi diri, penilaian diri dan
reaksi diri (Bandura, 1997)
1) Observasi diri
Observasi diri menunjuk pada perilaku siswa yang memonitor
kinerja mereka sendiri. Dengan mengobservasi diri, siswa dapat
memperoleh informasi tentang sejauhmana kemajuan ke arah tujuan
seperti self efficacy, penentuan tujuan maupun proses metakognitif.
Menurut Zimmerman (Jamridafrizal, 2010) terdapat dua metode
yang dapat digunakan dalam mengobservasi perilaku yaitu melalui
pelaporan lisan atau tertulis, dan rekaman kuantitatif dari tindakan
yang dilakukan.
Hasil penelitian yang dilakukan Schunk (Jamridafrizal, 2010)
tentang penggunaan prosedur rekaman terhadap siswa- siswa
Sekolah Dasar yang mempunyai prestasi kurang dalam pelajaran
pengurangan (aritmatik), menunjukkan bahwa siswa-siswa yang
melakukan prosedur rekaman memperlihatkan secara signifikan
lebih tinggi dalam self efficacy, keterampilan, dan ketekunannya
dalam menghadapi tugas, dibandingkan dengan siswa-siswa yang
tidak melakukan prosedur rekaman. Studi ini menunjukkan bahwa
observasi yang dilakukan siswa secara sistematis terhadap kemajuan
belajarnya, dapat menghasilkan efek reaksi diri yang positif selama
belajar.
2) Penilaian diri
Penilaian diri menunjuk pada perilaku-perilaku siswa yang
secara sistematis membandingkan kinerja mereka dengan standar
atau tujuan tertentu. Dua cara yang umum yang dapat digunakan
siswa adalah dengan melakukan prosedur checking (misalnya
memeriksa kembali jawaban soal-soal matematika) dan dengan
kunci jawaban. Hasil penelitian yang dilakukan Schunk
(Jamridafrizal, 2010) menunjukkan bahwa kelompok siswa yang
diberi perlakuan penilaian diri memperlihatkan self efficacy yang
lebih tinggi dan lebih terampil dalam menyelesaikan tugas,
dibandingkan dengan kelompok siswa yang tidak diberi perlakuan.
Penelitian yang dilakukan Collin (Jamridafrizal, 2010) menunjukkan
bahwa siswa yang self efficacynya tinggi memperlihatkan penilaian
dari yang lebih baik dalam menghadapi tugas-tugas belajar yang sulit
daripada siswa yang self efficacynyarendah.
3) Reaksi diri
Reaksi diri menunjuk pada perilaku atau usaha siswa dalam
mengoptimalkan perilaku tertentu dalam belajar, mempertinggi
proses-proses pribadi selama belajar dan memperbaiki lingkungan
belajar. Menurut Bandura (1997) ketiga hal di atas sangat tergantung
satu sama lainnya. Sebagai contoh ia membuat hipotesis bahwa yang
membuat siswa lebih mengobservasi diri dipengaruhi oleh penilaian
diri mereka terhadap pekerjaan mereka dalam dua hal, yaitu yang
memberi informasi penting bagi penentuan standar kinerja dan untuk
mengevaluasi perilakunya. Kedua hal ini diasumsikan akan
mendorong reaksi diri seseorang untuk mencapai kinerja yang
diinginkan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Shapiro
(Jamridafrizal, 2010) tentang monitoring diri menunjukkan bahwa
menghasilkan berbagi efek reaksi diri yang positif selama belajar.
c. Unsur Lingkungan
Pengaruh lingkungan yang turut menentukan pengaturan diri dalam
belajar adalah peran pengalaman, modeling, persuasi verbal dan
struktur dalam konteks belajar.
1) Lingkungan sosial dan pengalaman mempunyai pengaruh yang
cukup besar dalam kehidupan manusia. Menurut Bandura (1997)
observasi diri dan pengalaman merupakan hal yang sangat
berpengaruh dalam mengubah persepsi siswa terhadap self efficacy
dan menambah pengetahuan seseorang. Karenanya peranan
pengalaman bagi siswa adalah untuk memotivasi siswa dalam
pemilihan strategi belajar.
2) Peranan modeling dalam pengaturan diri dalam belajar yang efektif
dapat mempertinggi self efficacy pada siswa yang kurang percaya
diri. Menurut Bandura (1997) modeling melalui strategi imitasi yang
efektif, dapat meningkatkan self efficacy siswa yang tidak
mempunyai pengalaman. Secara teoritis modeling akan berperan
secara efektif, apabila model merasa sama dengan yang diobservasi.
3) Persuasi verbal sebenarnya merupakan suatu metode yang kurang
efektif dalam melakukan pengaturan diri dalam belajar, karena
sangat tergantung pada tingkat pemahaman verbal siswa (Bandura,
1997). Tetapi bila dikombinasikan dengan modeling, persuasi verbal
berbagai keterampilan kognitif, afektif dan motorik (Jamridafrizal,
2010). Dalam penelitian yang dilakukan mereka tentang peran model
motorik dan verbal terhadap siswa SD dalam hal pertukaran boneka
(untuk menakuti burung), ditemukan siswa yang mengamati model
yang sacara verbal dan motorik menjelaskan rangkaian manipulasi
permainan mendapatkan lebih banyak pasangan boneka daripada
siswa-siswa yang melihat model diam. Data ini menunjukkan bahwa
penjelasan yang terinci dan pengamatan langsung terhadap gerakan
model akan mempercepat pemahaman siswa dalam proses belajar.
4) Struktur dalam konteks belajar juga mempunyi pengaruh yang cukup
besar dalam pengaturan diri, terutama menyangkut penentuan tempat
belajar dan tugas. Menurut Zimmerman (Jamridafrizal, 2010)
manusia dalam belajar tetap tergantung pada lingkungan sosial
dimana ia berada. Mengubah kondisi belajar dari suasana yang ribut
menjadi tenang akan mempengaruhi pengaturan diri dalam belajar.
4. Fase–fase self-regulated learning
Berdasarkan perspektif sosial-kognitif yang dikemukakan Zimmerman
(2000 dalam Pajares dan Urdan, 2006, h. 57-62), bahwa proses
self-regulation digambarkan sebagai pemikiran, perasaan, dan tindakan yang
muncul dari dalam diri seseorang, yang terencana dan selalu berubah
perputarannya berdasarkan performa umpan balik yang berpengaruh pada
Perputaran self-regulation mencakup tiga fase umum: fase
perencanaan, pelaksanaan, dan proses evaluasi. Ketiga fase tersebut
prosesnya sama dengan self-regulated learning. Fase perencanaan akan
mempengaruhi performa seseorang dalam proses fase kontrol performa
atau fase pelaksanaan, yang secara bergantian akan mempengaruhi fase
reaksi diri. Perputaran self-regulation dikatakan sempurna apabila proses
refleksi diri mampu mempengaruhi proses perencanaan selama seseorang
berusaha memperoleh pengetahuan berikutnya.
a. Fase perencanaan (Forethought)
Terdapat dua kategori yang saling berkaitan erat dalam fase
perencanaan:
1) Analisis tugas (Task Analysis). Analisis tugas meliputi penentuan
tujuan dan perencanaan strategi. Tujuan dapat diartikan sebagai
penetapan atau penentuan hasil belajar yang ingin dicapai oleh
seorang individu, misalnya memecahkan persoalan matematika
selama proses belajar berlangsung. Sistem tujuan dari individu yang
mampu melakukan self-regulation tersusun secara bertahap. Proses
tersebut dilakukan sebagai regulator untuk mencapai tujuan yang
sama dengan hasil yang pernah dicapai. Bentuk kedua dari analisis
tugas adalah perencanaan strategi. Strategi tersebut merupakan suatu
proses dan tindakan seseorang yang bertujuan dan diarahkan untuk
memperoleh dan menunjukkan suatu keterampilan yang dapat
Strategi yang dipilih secara tepat dapat meningkatkan prestasi
dengan mengembangkan kognitif, mengontrol afeksi dan
mengarahkan kegiatan motorik. Perencanaan dan pemilihan strategi
membutuhkan penyesuaian yang terus menerus karena adanya
perubahan-perubahan baik dalam diri individu sendiri ataupun dari
kondisi lingkungan.
2) Keyakinan motivasi diri (Self-motivation beliefs). Analisis tugas dan
perencanaan strategi menjadi dasar bagi self-motivation beliefs yang
meliputi self-eficacy, outcome expectation, minat intristik atau
penilaian (valuing), dan orientasi tujuan. Self-eficacy merujuk pada
keyakinan seseorang terhadap kemampuannya untuk memiliki
performa yang optimal untuk mencapai tujuannya, sementara
outcomes expectation merujuk pada harapan individu tentang
pencapaian suatu hasil dari upaya yang telah dilakukannya. Sebagai
contoh, self-eficacy yang mempengaruhi penetapan tujuan adalah
sebagai berikut: semakin mampu individu meyakini kemampuannya
sendiri, maka akan semakin tinggi tujuan yang mereka tetapkan dan
semakin mantap individu akan bertahan untuk mencapai tujuan yang
b. Fase performa (Performance / Volitional control)
1) Kontrol diri (Self-control). Proses self-control seperti instruksi diri
(selfinstruction), perbandingan (imagery), pemfokusan perhatian,
dan strategi tugas, membantu individu berkonsentrasi pada tugas
yang dihadapi dan mengoptimalkan usaha untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
2) Observasi diri (Self-observation). Proses self-observation mengacu
pada penelusuran individu terhadap aspek-aspek spesifik dari
performa yang ditampilkan, kondisi sekelilingnya, dan akibat yang
dihasilkannya. Penetapan tujuan yang dilakukan pada fase
perencanaan mempermudah self-observation, karena tujuannya
terfokus pada proses yang spesifik dan terhadap kejadian di
sekelilingnya.
c. Fase refleksi diri (Self-reflection)
1) Penilaian diri (Self-judgement). Self-judgement meliputi evaluasi diri
(selfevaluation) terhadap performa yang ditampilkan individu dalam
upaya mencapai tujuan dan menjelaskan penyebab yang signifikan
terhadap hasil yang dicapainya. Self-evaluation mengarah pada
upaya untuk membandingkan informasi yang diperolehnya melalui
monitoring diri dengan standar atau tujuan yang telah ditetapkan
pada fase perencanaan.
2) Reaksi diri (Self-reaction). Proses yang kedua yang terjadi pada fase
perencanaan dan seringkali berdampak pada performa yang
ditampilkan di masa mendatang terhadap tujuan yang telah
ditetapkan.
Fase yang terjadi pada self-regulated learning sama prosesnya
dengan perputaran self-regulation. Fase tersebut terdiri dari fase
perencanaan, fase performa dan fase refleksi diri yang ketiganya
membentuk siklus yang saling terkait. Jika salah satu fase terganggu,
maka fase lainnya ikut terganggu dan tidak dapat berproses secara
lancar.
Gambar 2. Fase dan Subproses Self-regulation
5. Tipe-Tipe strategi self-regulated learning
Strategi self-regulated learning adalah tindakan dan proses yang
menunjukkan kepada siswa bagaimana cara memperoleh informasi atau
kemampuan yang meliputi perantara, tujuan, dan persepsi instrumental
(Zimmerman, 1989, h. 329). Tujuan dari setiap strategi difungsikan untuk
Performance Phase Self-Control Task strategies
Imagery Self-Instruction Attention focusing
Self-Observation Metacognitive
monitoring
Self-Reflection Phase Self-Judgment Self-Evaluation Causal Attributions
Self-Reaction Adaptive inferences
Satisfactions
Forethought Phase Task Analysis
Goal Setting Strategic Planning
Sources of Self- Motivation Self-efficacy Task Interest/ Value
meningkatkan self-regulation baik itu fungsi pribadi, performa tindakan
akademis, dan lingkungan belajar (Zimmerman, 1989, h. 337). Strategi yang
dapat diambil sebagai contoh adalah strategi organisasi dan perubahan, latihan
dan mengingat, serta penetapan tujuan dan perencanaan berpusat pada regulasi
pribadi yang optimal. Strategi seperti self-evaluation dan pemberian konsekuensi
diri (selfconcequency) dapat meningkatkan fungsi perilaku, sedangkan strategi
penyusunan lingkungan, pencarian informasi, pemeriksaan ulang, serta
pencarian bantuan dimaksudkan untuk meningkatkan lingkungan belajar siswa.
Zimmerman dan Martinez-Pons akan memaparkan lebih jauh mengenai
tipe-tipe strategi self-regulated learning (dalam Zimmerman, 1989, h. 337). Strategi
tersebut dikelompokkan menjadi 15 tipe berdasarkan wawancara dengan
siswa-siswa sekolah menengah tentang bervariasinya strategi yang umumnya
digunakan dalam konteks belajar.
a. Evaluasi diri (self-evaluating) adalah pernyataan yang mengindikasikan siswa
berinisiatif mengevaluasi kualitas atau kemajuan pekerjaan yang dilakukan.
b. Pengorganisasian dan perubahan (organizing and transforming) adalah
pernyataan yang mengindikasikan siswa berinisiatif menyusun kembali
materi instruksional untuk meningkatkan proses belajar baik secara jelas
maupun tersembunyi.
c. Penetapan tujuan dan perencanaan (goal-setting and planning) adalah
pernyataan yang mengindikasikan siswa menetapkan tujuan pendidikan atau
subtujuan dan merencanakan langkah selanjutnya, pengaturan waktu dan
d. Pencarian informasi (seeking information) adalah pernyataan yang
mengindikasikan siswa berinisiatif untuk mendapatkan informasi berkenaan
dengan tugas selanjutnya dari sumber-sumber non-sosial ketika mengerjakan
tugas.
e. Latihan mencatat dan memonitor (keeping records and monitoring) adalah
pernyataan yang mengindikasikan siswa berinisiatif mencatat kejadian atau
hasil-hasil selama proses belajar.
f. Penyusunan lingkungan (environmental structuring) adalah pernyataan yang
mengindikasikan siswa berinisiatif memilih atau menyusun kondisi
lingkungan fisik untuk mempermudah belajar.
g. Pemberian konsekuensi diri (self-consequating) adalah pernyataan yang
mengindikasikan siswa memiliki susunan dan daya khayal (imagination)
untuk memperoleh reward atau punishment apabila mengalami keberhasilan
atau kegagalan.
h. Latihan dan mengingat (rehearsing and memorizing) adalah pernyataan yang
mengindikasikan siswa berinisiatif mengingat materi dengan cara latihan
secara overt maupun covert.
i. Pencarian bantuan sosial-teman sebaya (seeking social assistance-peers)
adalah pernyataan yang mengindikasikan individu mencoba mendapatkan
bantuan dari teman sebaya.
j. Pencarian bantuan sosial-guru (seeking social assistance-teachers) adalah
pernyataan yang mengindikasikan siswa mencoba mendapatkan bantuan dari
k. Pencarian bantuan sosial-orang dewasa (seeking social assistance-adult)
adalah pernyataan yang mengindikasikan siswa mencoba mendapatkan
bantuan dari orang dewasa.
l. Pemeriksaan ulang catatan (reviewing records-notes) adalah pernyataan yang
mengindikasikan siswa memiliki inisiatif membaca kembali catatan.
m.Pemeriksaan ulang soal-soal ujian (reviewing records-tests) adalah
pernyataan yang mengindikasikan siswa mempunyai inisiatif membaca
kembali soal-soal ujian.
n. Pemeriksaan ulang buku teks (reviewing records-textbooks) adalah
pernyataan yang mengindikasikan siswa memiliki inisiatif membaca kembali
buku teks untuk mempersiapkan kelas atau ujian berikutnya.
o. Lain-lain, berupa pernyataan yang menunjukkan perilaku belajar yang
diajukan oleh orang lain seperti guru atau orang tua, dan semua respon verbal
yang tidak jelas.
B. Pengertian Belajar
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai
tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu
terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat
siswa mempelajari sesuatu yang ada di lingkungan sekitar. Lingkungan yang
dipelajari oleh siswa berupa keadan alam, benda-benda atau hal-hal yang
dijadikan bahan belajar. Tindakan belajar dari suatu hal tersebut nampak
Pengertian dari belajar sangat beragam, banyak dari para ahli yang
mengartikan secara berbeda-beda definisi dari belajar. Di bawah ini akan
dikemukakan pandangan beberapa ahli : Walker (Adrianus,2007),
mengemukakan arti belajar dengan kata-kata yang singkat yakni belajar
merupakan perubahan perbuatan sebagai akibat dari pengalaman. Sementara itu
Morgan (Adrianus,2007), merumuskan belajar sebagai suatu perubahan yang
relativ menetap dalam tingkah laku sebagai akibat atau hasil dari pengalaman
yang lalu.
Dalam Good & Boophy (Sumarmo, 2010), mendefinisikan belajar
merupakan suatu proses yang benar-benar bersifat internal, proses yang tidak
bisa dilihat dengan nyata yang terjadi dalam diri individu dalam usaha
memperoleh hubungan baru yang berupa antar perangsang, antar reaksi maupun
antar perangsang dan reaksi.
Crow & Crow (Sumarmo, 2010) menyatakan bahwa belajar adalah
memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap dan dapat
memuaskan minat individu untuk mencapai tujuan. Sedangkan Hintzman
(Sumarmo, 2010) menjelasakan belajar ialah perubahan yang terjadi pada
organisme disebabkan pengalaman tersebut yang bisa mempengaruhi tingkah
laku organisme tersebut. Effendi & Praja (Sumarmo, 2010) belajar adalah
modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman, merupakan proses,
kegiatan dan bukan tujuan.
Atkinson mendefinisikan belajar sebagai perubahan yang relative
Bower (Sumarmo, 2010), mengemukakan belajar berhubungan dengan
perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan
oleh pengalamannya berulang-ulang dalam situasi itu dan perubahan tingkah
laku tersebut tidak dapat dijelaskan atas kecenderungan respons pembawaan,
kematangan atau keadaan sesaat seseorang.
Hilgard (Tanlain, 2008:27) mengemukakan belajar adalah proses di
dalamnya terbentuk tingkah laku melalui praktek atau latihan. Sedangakan
menurut Sidjabat (2001:79) belajar sebenarnya mengandung arti bagaimana kita
menerima informasi dari dunia sekitar kita dan bagaimana kita memproses dan
menggunakan informasi tersebut.
Berdasarkan beberapa rumusan definisi menurut para ahli tersebut diatas,
dapat diperjelas bahwa belajar merupakan suatu aktivitas yang dilakuakan
seseorang untuk memperoleh perubahan, baik perubahan kognitif
(pengetahuan), afektif (sikap), maupun psikomotor (keterampilan).
C. Mengembangkan Kebiasaan Belajar yang Efektif
Belajar efektif artinya cara belajar yang teratur, tuntas, berkesinambungan
dan produktif yakni menghasilkan kepandaian, pengetahuan, keterampilan dan
pembentukan sikap mental dan intelektual yang baik dan bertanggung jawab.
Seorang pelajar yang belajarnya tidak teratur, tidak sungguh-sungguh,
asal-asalan, waktunya tidak menentu, tidak tuntas, tidak terus-menerus, dan tidak
berkesinambungan, baik di sekolah maupun di rumah berarti ia tidak
Sebaliknya, jika kita berusaha belajar secara teratur, tertib, disiplin,
bersungguh-sungguh, tuntas, terus-menerus, produktif, dan berkesinambungan
berarti telah mengembangkan kebiasaan belajar yang efektif. Dengan
mengembangkan kebiasaan belajar efektif berarti hasil belajar yang diperoleh
jelas efeknya, atau jelas hasilnya, yaitu berupa kepandaian, penguasaan ilmu
pengetahuan, keterampilan dan terbentuknya sikap mental yang baik, unggul
dan bertanggung jawab.
Setiap siswa sebenarnya dapat mengembangkan kebiasaan belajar yang
efektif baik di sekolah maupun di rumah. Modal utama untuk membiasakan
belajar efektif adalah kemampuan yang keras untuk belajar untuk menguasai
kepandaian, ilmu pengetahuan dan keterampilan di samping kedisiplinan,
keteraturan, ketertiban, dan kesinambungan dalam belajar. Anggapan yang
menyatakan bahwa modal utama untuk sukses dalam belajar adalah tingkat
intelegensi yang tinggi dan didukung biaya tidak seluruhnya betul. Justru
sebaliknya dengan belajar efektif dan tuntas kepandaian seseorang akan terus
meningkat. Memang sekolah itu memerlukan biaya, tetapi untuk menjadi
pandai dapat diperoleh dengan jalan belajar sendiri melalui banyak membaca
berbagai jenis buku, banyak berlatih, dan banyak mencari pengalaman. Jadi,
jelaslah untuk menjadi pandai bukan karena dana, tetapi karena kemauan keras
untuk belajar dan menuntut ilmu secara sungguh-sungguh dan
berkesinambungan.
Seorang siswa yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
sungguh-sungguh, tetapi hanya untuk lulus saja dan bukan untuk benar-benar menguasai
ilmu pengetahuan, teknologi, dan keterampilan yang kelak digunakan di
masyarakat. Bahkan mempunyai sikap belajar asal-asalan, malas belajar, malas
berlatih, malas membaca buku dan malas menekuni ilmu pengetahuan sama
sekali tidak ada gunanya jika dibandingkan dengan besarnya biaya yang
dikeluarkan orangtua untuk sekolah anaknya tersebut. Sebagai siswa yang baik
dan bertanggung jawab tentu sikap belajar asal-asalan tersebut akan di
hindarinya demi kepentingan hidupnya di masa mendatang.
Berdasarkan gambaran tersebut di atas maka sudah saatnya bagi siswa
untuk mengembangkan kebiasan belajar yang efektif untuk kepentingan di
masa mendatang. Berikut ini akan di gambarkan tentang cara-cara
membiasakan belajar efektif, baik di rumah maupun di sekolah.( BK Man 3
Malang, 2010) :
1. Di rumah
Mengembangkan kebiasaan belajar yang efektif di rumah, antara lain
dapat ditempuh sebagai berikut :
a. Membiasakan belajar sesuai dengan jadwal pembagian waktu sehari-hari
yang telah dibuat di rumah, maksudnya waktu untuk belajar harus
digunakan untuk belajar.
b. Membiasakan mengulang semua pelajaran yang telah diberikan guru di
sekolah, termasuk mengerjakan tugas-tugas guru, seperti PR dan tugas
c. Tingkatkan ketelitian dan keseriusan dalam menekuni bahan pelajaran di
rumah sampai benar-benar menguasainya.
d. Mintalah bantuan orang tua, kakak atau teman yang diperkirakan mampu
membantu dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah/belajar/PR.
e. Tatalah ruang belajar sedemikian rupa agar membangkitkan semangat
belajar, seperti menata buku secara rapi dan tersusun dalam rak buku,
kalau mungkin buatlah perpustakaan kecil di tempat belajar agar mudah
menemukan buku yang dibutuhkan untuk referensi/kepustakaan.
Demikian pula tempat tidur harus selalu rapi dan bersih agar udara tetap
segar dan menyenangkan.
f. Biasakan melengkapi buku-buku pelajaran dan alat-alat pelajaran secara
memadai, tetapi bukan berarti harus memaksakan diri membeli semua
buku yang dianjurkan sekolah jika belum tersedia dananya. Siswa yang
baik tentu akan sering meminjam buku perustakaan sekolah untuk
menunjang bahan bacaan di rumah.
g. Biasakan gemar membaca terutama membaca buku-buku perpustakaan
atau buku-buku umum yang dapat menunjang perluasan pengetahuan.
Buku-buku hiburan seperti surat kabar, majalah, dan buku ilmu
pengetahuan lainnya boleh pula dibaca untuk menambah wawasan di
rumah.
h. Sebelum tidur malam setelah selesai menekuni pelajaran untuk besok
sekolah besok paginya, sehingga pagi-pagi tidak harus repot-repot
mempersiapkannya.
i. Dini hari setelah sholat subuh (bagi orang Islam) jika ada waktu
manfaatkan untuk membaca buku pelajaran yang akan diajarkan guru
besok pagi.
j. Jagalah kesehatan tubuh dan mental anak dengan olahraga, istirahat,
makan dan minum, serta tidur yang cukup sehingga tidak akan
mengganggu kelancaran belajar baik di sekolah maupun di rumah.
2. Di sekolah
Mengembangkan kebiasaan belajar yang efektif di sekolah dapat
ditempuh, antara lain :
a. Biasakan datang ke sekolah tepat pada waktunya agar tidak ketinggalan
belajar di kelas
b. Biasakan mempersiapkan buku dan alat-alat tulis secara lengkap dalam
mengikuti pelajaran yang diajarkan guru di kelas.
c. Biasakan memusatkan perhatian dan menekuni setiap materi pelajaran
yang disampaikan guru di kelas, dan sekali-kali mencatat hal-hal penting
dalam buku catatan agar tidak lupa terhadap hal-hal yang penting
tersebut
d. Jika ada yang belum dipahami beranikan diri untuk bertanya kepada
guru, atau kepada teman yang diperkirakan tahu tentang hal itu.
e. Biasakan mengerjakan tugas atau soal yang diperintahkan guru untuk
menyepelekan tugas guru atau menunda-nunda pekerjaan rumah yang
dibebankan guru kepada kita.
f. Jika guru berhalangan hadir sehingga ada waktu luang dan tugas dari
guru yang tidak hadir tidak ada dapat dimanfaatkan untuk membaca buku
pelajaran, atau pergi ke perpustakaan untuk membaca buku atau
meminjam buku.
g. Hindari ajakan teman sekelas atau teman satu sekolah yang malas yang
bermaksud bercanda atau main-main meninggalkan tugas belajar.
h. Biasakan semua materi yang diajarkan guru dipelajari ulang di rumah,
termasuk merapikan catatan yang tidak jelas tadi menjadi kalimat yang
jelas dalam buku catatan anak.
i. Renungkanlah dan apresiasikanlah semua materi pelajaran yang
diajarkan guru maupun yang dibaca dari buku dengan praktik kehidupan
yang sesungguhnya di masyarakat, lingkungan agar ilmu itu benar-benar
menjadi milikmu.
D. Karakteristik Perkembangan Belajar Siswa SMP
Para siswa SMP termasuk dalam kategori masa remaja. Masa remaja
merupakan proses dimana banyak mengalami perkembangan dan perubahan.
Perkembangan dan perubahan yang dialami oleh remaja adalah perkembangan
fisik dan psikis dalam diri remaja. Menurut Wirawan (2004:84) dalam masa
dalam hal belajarnya, hampir semua orang tua mengharapkan anaknya pandai di
sekolah sehingga menginginkan anaknya untuk menuruti kemauan orang tua.
Mengharapkan anak mmperoleh prestasi yang tinggi di sekolah dengan cara
mendidik anak supaya mau menuruti kemauan orang tua ternyata kurang tepat,
karena anak-anak yang berprestasi tinggi di sekolah justru mendapat latihan
untuk mandiri dan mengurus dirinya sendiri dari pada anak yang berprestasi
rendah Wirawan (2004:85). Kepandaian sering diartikan dengan angka dari
nilai rapor yang tinggi, tetapi baik buruknya angka rapor tidak selalu
disebabkan oleh kepandaian namun ada banyak faktor yang dapat
mempengaruhi prestasi belajar siswa di sekolah.
Menurut Muhibbin Syah (2008:184) faktor penyebab timbulnya kesulitan
belajar siswa terdiri dari dua macam yaitu :
1. Faktor Internal dari Diri Siswa
Faktor intern siswa meliputi gangguan psiko-fisik siswa, yaitu :
a. Gangguan yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti
rendahnya kapasitas intelektual/intelegensi siswa.
b. Gangguan yang bersifat afektif (