• Tidak ada hasil yang ditemukan

commit 1 to user BAB I PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "commit 1 to user BAB I PENDAHULUAN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan salah satu bidang studi yang dipelajari semua jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar, sekolah menengah, hingga perguruan tinggi. Alasan mengapa matematika perlu diberikan kepada siswa adalah untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemempuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah sesuai dengan dinamika jaman yang semakin maju. Matematika juga merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan kememuan berpikir manusia. Perkembangan pesat di dunia ini terutama bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi perkembangan matematika. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang sistematis dan kuat sejak dini.

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia dihadapkan dengan berbagai masalah yang seringkali perlu segera diselesaikan. Memang tidak semua masalah yang dihadapi adalah masalah matematis, tetapi untuk mengatasi masalah-masalah itu tidak sedikit yang memerlukan pemikiran matematis. Oleh karena itu salah satu tugas guru (matematika) yang terpenting adalah membantu anak belajar

menyelesaikan masalah yang dihadapinya dalam kehidupan. Untuk

menyelesaikan suatu masalah selain diperlukan keterampilan yang menyeluruh, seperti keterampilan mengamati, menganalisis, membaca, mengkalkulasi, dan menyimpulkan. Selain itu juga diperlukan pengetahuan yang cukup dan kemampuan berpikir yang sistematis.

Tujuan mata pelajaran matematika dalam standar isi mata pelajaran

matematika (Depdiknas, 2008) diisyaratkan bahwa penalaran (reasoning),

pemecahan masalah (problem solving) dan komunikasi (communication)

(2)

Kemampuan-kemampuan tersebut tidak hanya dibutuhkan para siswa ketika belajar matematika atau mata pelajaran lain, namun sangat dibutuhkan setiap manusia pada umumnya pada saat memecahkan suatu masalah atau membuat keputusan. Pola pikir yang memadai dalam memecahkan masalah adalah pola pikir yang melibatkan pemikiran kritis, sistematis, logis dan kreatif. Pola pikir seperti itu dikembangkan dan dibina dalam belajar matematika.

Salah satu pelajaran yang sarat dengan pemecahan masalah adalah pelajaran matematika. Sejak tahun 1980-an, berdasarkan rekomendasi yang diterbitkakan oleh NCTM yang antara lain menyatakan bahwa pemecahan masalah harus menjadi fokus bagi matematika sekolah di Amerika Serikat. Dalam perkembangan selanjutnya NCTM (dalam Nuralam, 2009) menyatakan bahwa pemecahan masalah bukan saja dipandang sebagai fukos utama dari kurikulum matematika, namun juga merupakan tujuan utama dari pembelajaran matematika dan bagian integral dari semua kajian matematika. Dikarenakan pentingnya kemampuan pemecahan masalah, maka proses pemecahan masalah di sekolah menjadi salah satu fokus dalam proses pembelajaran disekolah mulai dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Salah satu tujuan pembelajaran matematika sekolah adalah pemecahan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh (Depdiknas, 2008). Penguasaan setiap standar kompetensi selalu dilengkapi dengan suatu kompetensi dasar pemecahan masalah yang berkaitan dengan standar kompetensi tersebut.

Dalam memecahkan masalah, siswa melakukan proses berpikir dalam benak sehingga siswa dapat sampai pada jawaban. Menurut Yulaelawati (2004) salah satu peran pendidik dalam pembelajaran matematika adalah membantu siswa mengungkapkan bagaimana proses yang berjalan dalam pikirannya ketika memecahkan masalah, misalnya dengan cara meminta siswa menceritakan langkah yang ada dalam pikirannya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kesalahan berpikir yang terjadi dan merapikan jaringan pengetahuan siswa. Lemahnya kemampuan pemecahan masalah metematis siswa Indonesia

(3)

Development of Science and Matemetics Teaching for Primery and Secondary

Educations in Bandung atau IMSTEP pada tahun 1999 di kota Bandung, yang

menunjukan bahwa salah satu kegiatan bermatematika yang dipandang sulit oleh siswa untuk mempelajarinya dan oleh guru untuk mengajarkanya adalah pemecahan masalah.

Ada beberapa tulisan yang mendefinisikan tentang masalah, antara lain Grouws dalam (Nuralam, 2009) menyatakan masalah dalam matematika adalah segala sesuatu yang menghendaki untuk dikerjakan. Dalam hal ini segala sesuatu mengacu kepada pertanyaan, sehinggga dengan kata lain masalah disini diartikan sebagai suatu pertanyaan yang membutuhkan atau menghendaki adanya penyelesaian. Herman Hudoyo (1988) menyatakan bahwa suatu pertanyaan merupakan suatu masalah bagi seseorang jika orang tersebut tidak mempunyai aturan/hukum tertentu yang segera dapat dipergunakan untuk menemukan jawaban pertanyaan tersebut.

Beberapa pendapat di atas memberi gambaran bahwa masalah dalam matematika berangkat dari kemauan untuk menjawab pertanyaan itu, namun pada awalnya terdapat kesulitan untuk menyelesaikanya, karena belum diketahui langkah-langkah untuk memecahkan masalah tersebut. Kesulitan tersebut menjadi tantangan dan pemicu siswa untuk melakukan eksplorasi dari pengetahuan yang telah dimilikinya untuk menjawab masalah tersebut.

Sebuah soal pemecahan masalah biasanya memuat suatu situasi yang dapat mendorong seseorang untuk menyelesaikanya akan tetapi tidak secara langsung tahu caranya. Jika seorang anak dihadapkan pada suatu masalah matematika dan anak tersebut langsung tahu cara menyelesaikannya dengan benar, maka masalah yang diberikan tidak dapat digolongkan pada kategori soal pemecahan masalah. Dalam pemecahan suatu masalah, siswa melakukan proses berpikir sehingga dapat menemukan jawaban yang sesuai dengan keinginan. Pembelajaran pemecahan masalah ini bertujuan membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir, memecahkan masalah dan keterampilan intelektual. Pendapat ini didukung oleh Sabandar (dalam Rudi Kurniawan, 2010) yang mengatakan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu kemampuan yang harus

(4)

dicapai dan peningkatan berpikir merupakan prioritas tujuan pembelajaran matematika.

Mengenai pengertian berpikir terdapat beberapa pendapat, diantaranya ada yang mengemukakan bahwa berpikir merupakan suatu kegiatan psikis untuk mencari hubungan antara dua objek atau lebih. Secara sederhana, berpikir adalah memproses informasi secara mental atau secara kognitif. Secara lebih formal, berpikir adalah penyusunan ulang atau manipulasi kognitif baik informasi dari

lingkungan maupun simbol-simbol yang disimpan dalam long term memory. Jadi,

berpikir adalah sebuah representasi simbol dari beberapa peristiwa atau item (Khodijah, 2006:117). Menurut Solso (1998) dalam (Khodijah, 2006:117) berpikir adalah sebuah proses dimana representasi mental baru dibentuk melalui transformasi informasi dengan interaksi yang komplek atribut-atribut mental seperti penilaian, abstraksi, logika, imajinasi, dan pemecahan masalah. Tujuan berpikir adalah memecahkan permasalahan tersebut. Di dalam pemecahan masalah tersebut, orang menghubungkan satu pengetahuan dengan pengetahuan yang lain hingga dapat mendapatkan pemecahan masalah.

Dalam memecahkan masalah, siswa melakukan proses berpikir dalam benak sehingga siswa dapat sampai pada jawaban. Menurut Yulaelawati (2004) salah satu peran pendidik dalam pembelajaran matematika adalah membantu siswa mengungkapkan bagaimana proses yang berjalan dalam pikirannya ketika memecahkan masalah, misalnya dengan cara meminta siswa menceritakan langkah yang ada dalam pikirannya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kesalahan berpikir yang terjadi dan merapikan jaringan pengetahuan siswa. Selain itu, peran pendidik adalah menciptakan kondisi pembelajaran yang mampu membiasakan siswa untuk melakukan penyelidikan dan penemuan.

Dalam pemecahan masalah terdapat beberapa kesalahan dan hambatan yang sering muncul yaitu ketidakcermatan dalam membaca, ketidakcermatan dalam berpikir, kelemahan dalam analisis masalah, dan kekuranggigihan (Whimbley dan Jochheaed (1999), dalam Sumardiyono (2010)). Berdasarkan pendapat di atas, salah satu kesalahan dan hambatan dalam pemecahan masalah adalah ketidakcermatan dalam berpikir dimana siswa mengabaikan akurasi

(5)

(mendahulukan kecepatan) mengabaikan kecermatan penggunaan beberapa operasi, mengertikan kata atau melakukan operasi secara tidak konsisten, tidak memeriksa rumus atau prosedur saat merasa ada yang tidak benar bekerja terlalu cepat, dan mengambil kesimpulan dipertengahan jalan tanpa pemikiran matang.

Ketidakcermatan dalam berpikir berhubungan dengan proses berpikir siswa dalam memcahkan masalah sehingga dalam pembelajaran matematika guru harus mampu memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan proses berpikir siswa. Hal ini karena matematika erat hubunganya dengan pemecahan masalah dan proses berpikir. Sesuai dengan karakteristik matematika sebagai suatu ilmu

dan human activity, yaitu matematika adalah pola berpikir, pola

menggorganisasikan pembuktian yang logis, menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat. Tanpa meningkatkan dan mengandalkan aktivitas proses berpikir akan terjadi apabila seorang individu berhadapan dengan suatu masalah yang mendesak dan menantang serta dapat memicunya untuk berpikir agar diperoleh jawaban dan solusi terhadap masalah yang dimunculkan dalam kondisi yang dihadapinya. Proses berpikir itu pokoknya ada tiga langkah yaitu pembentukan pengertian, pembentukan pendapat pembentukan keputusan atau penarikan kesimpulan.

Pada proses kegiatan pembelajaran di kelas banyak siswa yang terlibat baik siswa laki-laki maupun perempuan dimana setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh informasi tentang materi pembelajaran dari guru. Secara biologis laki-laki dan perempuan berbeda. Perbedaan itu terlihat jelas pada alat reproduksi. Perbedaan biologis laki-laki dan perempuan disebabkan oleh adanya hormon yang berbeda antara laki-laki dengan perempuan. Dengan adanya perbedaan ini berakibat pada perlakuan yang berbeda terhadap laki-laki dan perempuan. Selain faktor biologis, faktor lain yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah faktor psikologis. Secara psikologis laki-laki dan perempuan berbeda. Faktor psikologis terkait dengan intelegensi, perhatian, minat, bakat, motivasi, kematangan, dan kesiapan dalam belajar. Banyak penelitian yang menyoroti hubungan antara gender dengan kemampuan dalam pemecahan masalah matematika. Menariknya adalah hasil penelitian-penelitian ini tidak

(6)

menunjukan kecenderungan yang stabil dalam arti masalah gender masih

merupakan masalah yang diperdebatkan (debateble) oleh para ahli. Hal ini

dipertegas oleh Slavin (1997) bahwa pengaruh perbedaan biologis dan perbedaan sosial antara gender terhadapa pola tingkah laku dan perkembanganya masih merupakan topik uang penuh perdebatan. Melihat hal ini, maka peneliti menjadikan salah satu dasar mengapa peneliti mengambil persepektif gender sebagai hal yang perlu diketahui sehubungan dengan proses berpikir dalam memecahkan masalah.

Memahami proses berpikir siswa dalam menyelesaikan suatu masalah sebenarnya sangat penting bagi guru. Dengan mengetahui proses berpikir siswa, guru dapat mengetahui kesalahan yang dilakukan siswa. Kesalahan yang dilakukan siswa dapat dijadikan informasi belajar dan pemahaman bagi siswa untuk tidak melakukan kesalahan yang sama. Selain itu guru dapat merancang pembelajaran yang sesuai dengan proses berpikir siswa.

Penelitian tentang proses berpikir sudah banyak dilakukan (Sudarman, 2009). Materi pokok pada penelitian ini adalah persamaan linier, yang disajikan dengan model soal cerita. Hasil dari penelitian ini adalah dapat mengungkapkan

proses berpikir siswa climber dalam memecahkan masalah matematika yang

berupa soal cerita, diperoleh bahwa dalam proses pemecahan masalah dengan

tahapan memahami masalah, membuat rencana pemecahan masalah,

melaksanakan rencana pemecahan masalah, dan meninjau kembali. Diketahui pada proses pemecahan masalah tersebut siswa melakukan proses berpikir asmililasi dan abstraksi reflektif. Proses berpikir asimilasi terjadi pada keempat langkah tersebut dan pada proses melaksanakan pemecahan masalah terjadi pula proses berpikir reflektif.

Penelitian lain adalah penelitian yang dilaksanakan oleh Umoru (2011), penelitian ini menginfestigasi apakah ada hubungan antara perbedaan gender dan kemampuan pemecahan masalah siswa dalam materi peluang kejadian matematika di sekolah menengah pertama. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan pada langkah pengoperasian.

(7)

Selanjutna penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Irfan (2013) hasil penelitian menunjukkan: (1) pada saat memahami masalah, merencanakan pemecahan masalah, menjalankan rencana pemecahan masalah, dan memeriksa kembali jawaban, siswa laki-laki yang memiliki math anxiety tinggi menggunakan proses berpikir reflektif, (2) pada saat memahami masalah, merencanakan pemecahan masalah, menjalankan rencana pemecahan masalah, dan memeriksa kembali jawaban, siswa perempuan yang memiliki math anxiety tinggi menggunakan proses berpikir reflektif, (3) pada saat memahami masalah dan memeriksa kembali jawaban, siswa laki-laki yang memiliki math anxiety rendah menggunakan proses berpikir reflektif, sedangkan pada saat merencanakan pemecahan masalah dan menjalankan rencana pemecahan masalah, subjek melakukan proses berpikir reflektif dan kreatif, dan (4) pada saat memahami masalah dan memeriksa kembali jawaban, siswa perempuan yang memiliki math anxiety rendah menggunakan proses berpikir reflektif, sedangkan pada saat merencanakan pemecahan masalah dan menjalankan rencana pemecahan masalah,

subjek melakukan proses berpikir reflektif dan kreatif.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka peneliti tertarik untuk dapat meneliti proses berpikir siswa dalam memecahkan masalah matematika khususnya pada materi pokok bangun datar, hal ini dikarenakan siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama (SMP) sudah mendapatkan materi bangun datar dan belum pernah diadakan penelitian tentang proses berpikir siswa dalam memecahkan masalah pada materi pokok bangun datar. Untuk mengetahui lebih jauh tentang proses berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah dilakukan prasurvei, jenis soal yang digunakan dalam prasurvei ini adalah masalah menentukan yang berupa soal terbuka sehingga membutuhkan proses berpikir dalam pemecahannya.

Hasil prasurvei yang peneliti lakukan yaitu pada tanggal 21 Nopember 2011 yang dilaksanakan di SMP Muhamadiyah 1 Surakarta. Proses pengumpulan data dilakukan dengan cara subjek mengerjakan instrumen pemecahan masalah tertulis (data tertulis), pada prasurvei ini peneliti memberikan lembar soal (berupa soal pemecahan masalah) kepada dua orang siswa yaitu siswa berinisial ADP dan

(8)

TKM, siswa diberikan waktu untuk dapat mengerjakan soal selama 60 menit kemudian untuk prasurvei peneliti menganalisis hasil pekerjaan ADP dan TKM.

Analisis hasil prasurvei siswa berinisial ADP dalam menyelesaikan masalah yang disajikan, proses berpikir siswa tersebut dalam pemecahan masalah, secara singkatnya diuraikan sebagai berikut:

1. Pada tahapan awal proses pemecahan masalah, dapat mengintegrasikan secara

langsung informasi baru setelah membaca masalah tersebut, kemudian mentransfer ke dalam skemata yang sudah ada dibenaknya sehingga dengan mudah dan benar dapat memahami dan menuliskan apa yang diketahui, yang ditanyakan pada masalah dan dapat menentukan apakah yang diketahui sudah cukup untuk menjawab apa yang ditanyakan dalam kaitan ini, subjek menggunakan proses berpikir pembentukan pengertian.

2. Pada tahap selanjutnya dengan mudah mampu menyebutkan syarat lain yang

dapat digunakan untuk memecahkan masalah. Namun demikian muncul kebingungan dalam membuat kaitan antar hal yang diketahui sehingga harus menggabungkan beberapa pengetahuan. Akhirnya subjek dapat membuat rencana pemecahan masalah yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pemecahan masalah. Dalam proses ini, maka subjek menggunakan proses berpikir pembentukan pendapat dan pembentukan keputusan.

3. Dalam melaksanakan perencanaan pemecahan masalah, subjek menggunakan

rencana pemecahan masalah yang telah disusun. Subjek mampu menjawab masalah dengan benar tanpa mengalami hambatan yang berarti. Dalam kaitan ini, subjek menggunakan proses berpikir pembentukan keputusan atau pembentukan kesimpulan.

4. Melihat kembali pemecahan dan melihat kelemahan dari solusi yang

didapatkan (seperti langkah-langkah yang tidak benar). Subjek menggunakan proses berpikir pembentukan kesimpulan dengan cara melihat kembali pemecahan dan melihat kelemahan dari solusi yang didapatkan.

Analisis prasurvei siswa berinisial TKM dalam menyelesaikan masalah yang disajikan, proses berpikir siswa dalam memecahan masalah, secara singkatnya diuraikan sebagai berikut:

(9)

1. Pada tahapan awal proses pemecahan masalah, belum dapat mengintegrasikan secara langsung informasi baru setelah membaca masalah tersebut, kemudian mentransfer ke dalam skemata yang sudah ada dibenaknya sehingga dalam memahami dan dan menuliskan apa yang diketahui tidak begitu jelas.

2. Pada tahap selanjutnya mampu menyebutkan syarat lain yang dapat digunakan

untuk memecahkan masalah. Subjek dapat membuat rencana pemecahan masalah yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pemecahan masalah. Dalam proses ini, maka subjek menggunakan proses berpikir pembentukan pendapat.

3. Pada tahapan ini subjek belum berhasil menjawab masalah dengan benar,

langkah yang telah disusun sebelumnya belum dapat dilakukan dengan baik sehinnga jawaban yang diperoleh dan satuan yang digunakan salah. Dalam proses ini proses berpikir yang dilakukan belum dapat terlihat.

4. Pada tahap memeriksa kembali, siswa tidak melakukan apa-apa. Hal ini terlihat

dari jawaban yang diberikan siswa yaitu tidak sampai pada tahap terakhir ini, sehingga proses berpikir yang dilakukan belum dapat terlihat.

Pada hasil pekerjaasn siswa TKM kurang sempurna dan mengalami permasalahan dalam pemecahan masalah. Hal tersebut menunjukkan bahwa siswa mempunyai kelemahan dalam mengerjakan soal-soal pemecahan masalah, sehingga menjadi dasar ketertarikan peneliti untuk dapat mengetahui proses berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah.

Dari hasil yang diperoleh dalam prasurvei maka muncul beberapa hal menarik yang menjadikan dasar penelitian ini diantaranya tentang pemecahan masalah yang kurang lengkap, proses berpikir yang digunakan belum dapat terlihat jelas untuk siswa kedua yaitu TKM, kemudian dalam prasurvei siswa yang menjadi subjek adalah siswa bergender perempuan, sehingga peneliti tertarik juga untuk mengetahui bagaimana proses berpikir siswa bergender laki–laki karena hal tersebut belum peneliti lakukan pada prasurvei. Hal ini diperkuat oleh banyak penelitian yang menyoroti hubungan antara gender dengan kemampuan dalam pemecahan masalah matematika. Menariknya adalah hasil penelitian-penelitian ini tidak menunjukan kecenderungan yang stabil dalam arti masalah gender masih

(10)

merupakan masalah yang diperdebatkan (debateble) oleh para ahli. Hal ini dipertegas oleh Slavin (1997: 127) bahwa pengaruh perbedaan biologis dan perbedaan sosial antara gender terhadapa pola tingkah laku dan perkembanganya masih merupakan topik yang penuh perdebatan. Melihat hal ini, maka peneliti menjadikan salah satu dasar mengapa peneliti mengambil persepektif gender sebagai hal yang perlu diketahui sehubungan dengan proses berpikir dalam memecahkan masalah. Sehingga pada penelitian ini peneliti bermaksud melihat proses berpikir siswa VII Sekolah Menengah Pertama dalam menyelesaikan masalah matematika pada materi pokok bangun datar berdasarkan perspektif gender.

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimanakah proses berpikir siswa laki-laki dan siswa perempuan kelas VII Sekolah Menengah Pertama dalam menyelesaikan masalah matematika materi pokok bangun datar?.

Dari rumusan masalah di atas dapat disederhanakan menjadi beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah proses berpikir siswa laki-laki dalam memecahkan masalah

matematika pada materi pokok bangun datar?

2. Bagaimanakah proses berpikir siswa perempuan dalam memecahkan

masalah matematika pada materi pokok bangun datar?

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui proses berpikir siswa laki-laki kelas VII Sekolah

Menengah Pertama dalam menyelesaikan masalah matematika pada materi pokok bangun datar.

(11)

2. Untuk mengetahui proses berpikir siswa perempuan kelas VII Sekolah Menengah Pertama dalam menyelesaikan masalah matematika pada materi pokok bangun datar.

C. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoretis

a. Penelitian ini memberikan sumbangan kepada pembelajaran

matematika, terutama pada pokok bahasan bangun datar.

b. Sebagai rujukan teori bagi penelitian-penelitian lanjutan, khususnya

yang terkait dengan proses berpikir dalam pemecahan masalah pada siswa kelas VII Sekolah Menengah Pertama tentang bangun datar.

c. Untuk menambah literatur kepustakaan bidang penelitian pendidikan

matematika.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan positif serta masukan kepada semua pihak yang terkait dalam dunia pendidikan terutama Guru matematika SMP. Hasil penelitian ini sebagai informasi yang dapat digunakan sebagai acuan dalam strategi pembelajaran matematika khususnya materi bangun datar.

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, alasan beberapa negara berkembang menawarkan insentif pajak antara lain sebagai penyeimbang dari adanya kelemahan dalam sistem pajak yang berlaku d negara

Keefektifan LKS terhadap hasil belajar dibanding dengan media lain menunjukkan bahwa untuk kelas eksperimen memiliki rata-rata 88,958 dan kelas kontrol

1) Bab I berisi pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, terminologi, metode penelitian

6.2.3 Meningkatkan profesionalisme kerja SDM kependidikan dalam pelayanan akademik dan penyelenggaraan pendidikan yang memenuhi tuntutan mahasiswa..

metode Balanced Scorecard merupakan metode untuk memberikan kartu skor untuk penilaian terhadap kinerja perusahaan Penelitian ini menentukan tingkat kinerja perusahaan pada

Tugas Akhir ini disusun guna memenuhi sebagian persyaratan untuk dapat menyelesaikan program Derajat Sarjana Strata Satu pada Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil

Namun kemudahan strategi penjualan ini ternyata masih belum dimanfaatkan oleh banyak pedagang kecil dan menengah, sehingga dibutuhkan pelatihan singkat untuk memahami strategi

Pada saat biji gandum melewati alat ini, biji gandum dipisahkan antara separation round grain (biji bulat) dan separation long grain (biji panjang). Hal ini dilakukan