• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Kompos Jamur Tiram (MSC)

SMC (spent mushroom compost) yang digunakan dalam penelitian ini adalah kompos setengah matang yang telah mengalami proses penguraian selama media tersebut dijadikan sebagai media budidaya jamur. Miselia jamur sebagian besar tersusun atas selulosa, hemiselulosa dan lignin, serta vitamin dan mineral, sehingga limbah substrat (media) tanam jamur masih mengandung sejumlah besar unsur hara yang diperlukan oleh mikroorganisme indigenous. Kompos jamur tiram dengan parameter SNI 19-7030-2004 tertera pada Lampiran 12, unsur makro dan unsur mikro sudah memenuhi syarat, sehingga cukup baik digunakan sebagai media biofilter. Meskipun pada kompos jamur tiram nilai C/N ratio 39.90 lebih besar dari nilai SNI 10-20, dan ini belum memenuhi syarat, namun nilai C/N ratio 39.90 ini baik digunakan untuk biofilter jika ditinjau dari fungsinya sebagai media adsorpsi. Karbon organik adalah faktor utama adsorpsi jika kompos dengan C/N ratio tinggi akan sangat efektif untuk menjerap pestisida (Rao & Davidson 1980; Juri et al. 1987).

Hasil analisis unsur hara SMC jamur tiram yang digunakan pada penelitian ini tertera pada Tabel5. Kompos awal adalah SMC yang akan digunakan sebagai biofilter dan telah dikeringanginkan, partikelnya seragam serta tidak tercemar diazinon, sedangkan kompos akhir adalah SMC yang telah digunakan sebagai biofilter semasa penelitian dan telah dicemari diazinon 1701 ppm. Analisis kompos berdasarkan berat kering 100 g sampel kompos jamur tiram.

Hasil analisis unsur hara SMC jamur tiram yang digunakan sebagai biofilter (Tabel 5), karbon organik sebesar 44.69% dan nitrogen organik sebesar 1.12%, menunjukkan kompos jamur tiram ini cukup baik digunakan sebagai biofilter. Karbon organik adalah elemen dasar untuk hidup mikroorganisme diperlukan dalam jumlah besar daripada elemen lainnya. Nutrisi makro yang diperlukan oleh mikroorganisme adalah karbon dan nitrogen. Kondisi yang dibutuhkan untuk

(2)

pertumbuhan dan aktifitas mikroorganisme yang berperan pada proses pengomposan dan degradasi diazinon, yaitu nutrisi makro karbon dan nitrogen dengan ratio 25 : 1 atau 40 : 1 (Dickson et al. 1991) dan 30 :1 (Brown et al. 1998), pH 6.5-8.2, kadar air 25-85% dan temperatur 20-30oC (Vidali 2001).

Tabel 5 Hasil analisis unsur hara SMC yang digunakan sistem Batch

No Parameter Kompos Awal Kompos Akhir (+Diazinon1707 ppm) 1 pH 7.39 8.20 2 N-organik (%) 1.12 0.86 3 N-NH4+ (ppm) 18360.5 - 4 N-NO3- (ppm) 201.15 - 5 P2O3 (%) 0.64 0.45 6 K2O (%) 0.98 0.65 7 Ca (%) 2.60 1.74 8 Mg (%) 0.78 0.50 9 C-organik (%) 44.69 42.78 10 Fe (ppm) 907.6 864.8 11 Cu (ppm) 14.1 12.3 12 Zn (ppm) 40.1 26.0 13 Mn (ppm) 188.9 148.7 14 KTK (meq/100g) 27.43 23.60 15 S (ppm) 37.84 - 16 C/N (%) 39.90 49.74 17 Kadar air (%) 25.00 63.93 18 Kadar Abu (%) 21.2 22.9

Kandungan Cu dalam tanah sebesar 2-250 ppm adalah normal ( Alloway 1995) dan kandungan Cu pada kompos jamur tiram sebesar 14.1 ppm, kadar Zn kompos sebesar 40.1 ppm, sedangkan kadar Zn 71-81 ppm dikatagorikan tinggi (Lindsay 1972) dan jika kadar Zn tinggi akan menekan serapan P dan Fe oleh tanaman (Andriano et al. 1971). Selain terjadi proses degradasi juga diharapkan terjadi proses pengomposan karena adanya aktivitas konsorsium mikroorganisme.

Pseudomonas stutzeri, Bacillus mycoides, Bacillus cereus, Bacillus brevis, Chromobacterium sp, Bacillus azotoformans dan Micrococcus agalis dapat

(3)

memanfaatkan bahan organik seperti selulosa, hemiselulosa maupun lignin sebagai sumber energi sehingga terjadi proses dekomposisi.

Analisis hasil SMC sebelum dan sesudah penelitian berlangsung, terjadi perubahan unsur-unsur hara. Hasil ini akibat dari pemanfaatan unsur hara SMC baik unsur hara makro maupun unsur mikro oleh mikroorganisme, disamping itu mikroorganisme juga memanfaatkan karbon dan fosfat dari diazinon sebagai sumber energi. Unsur hara mikro contohnya Fe (907.6 ppm menjadi 864.8 ppm) dimanfaatkan oleh mikroorganisme, berguna untuk proses reaksi biokimia seperti fotosintesis, respirasi, transportasi electron, reduksi nitrat, detoksifikasi radikal O2 (Juli & Neil 1999). Menurut Amer (2011), bahwa bakteri pendegradasi diazinon mampu memanfaatkan diazinon sebagai sumber karbon dan fosfor. Judoamidjojo

et al. (1989) menyatakan sumber karbon merupakan faktor yang berpengaruh pada

pertumbuhan mikroorganisme optimal, tetapi apabila sumber karbon melewati kebutuhan mikroorganisme maka akan menimbulkan efek penghambatan terhadap pertumbuhan. Bakteri-bakteri pendegradasi diazinon yang mampu menggunakan diazinon sebagai sumber karbon yaitu Pseudomonas sp. (Rani et al. 2008),

Agrobacterium sp. (EXTOXNET 1996: Yasouri 2006), Arthrobacter sp. (Ohshiro

1996), dan Flavobacterium sp. (EXTOXNET 1996).

Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa sebelum dan sesudah percobaan terjadi perubahan nilai C/N dan perubahan kandungan unsur-unsur hara lainnya. Penambahan nilai C/N dari 39.90% menjadi 49.74%, berkaitan dengan peningkatan populasi mikroorganisme pengurai yang membebaskan CO2, dimana pemanfaatan bahan organik oleh mikroorganisme tersebut akan menurunkan kandungan karbon organik dari 44.69% menjadi 42.78% dan kandungan nitrogen organik berkurang dari 1.12% menjadi 0.86%, hal ini akibat terjadi fiksasi N. Amonium digunakan mikroorganisme untuk berkembangbiak membentuk sel baru, sebagian diubah menjadi nitrat dan sebagian lagi menguap. Karena terjadinya penurunan kandungan karbon dan penurunan kandungan nitrogen sehingga menyebabkan nilai C/N bertambah. Hal ini disebabkan oleh dekomposisi sel-sel bakteri yang mengalami fase kematian (death phase). Kondisi pH (7.39-8.20) dan kadar air (25.00-63.93%) pada saat penelitian berlangsung adalah kondisi yang optimum untuk pertumbuhan bakteri, pH optimum untuk aktifitas bakteri berkisar antara 6-7.5 (Golueke 1972), sedangkan menurut Kim et al. (2004) mengatakan bahwa pH ideal untuk degradasi selullosa adalah 7.5.

(4)

Proses biodegradasi diazinon ini berlangsung pada suhu 28-32oC, sehingga bakteri yang ada pada SMC dapat bekerja secara optimal, mengingat bakteri

Pseudomonas sp, Chromobacterium sp, Bacillus azotoformans dan Micrococcus agalis merupakan bakteri mesofilik (20o-40oC), sedangkan bakteri Bacillus

mycoides, Bacillus cereus, Bacillus brevis merupakan bakteri thermofilik (>40oC). Menurut Amer (2011) bakteri Serratia sp mampu mendegradasi diazinon secara sempurna dalam waktu 11 hari pada suhu 25o-30oC, namun pada suhu 20oC diperlukan waktu lebih lama yaitu 13 hari.

Proses degradasi dapat mencapai maksimum jika kadar air optimum (Beck 1997; Bueno et al. 2008). Recycled organics unit (2007) merekomendasikan menjaga kandungan air tetap 60%, sedangkan Zang et al. (2009) menyarankan kondisi kadar air dipertahankan di bawah 65%. Penelitian ini berlangsung pada kadar air 25-63.93%, sehingga faktor kadar air sangat mendukung proses degradasi diazinon. Bakteri Bacillus sp dan Pseudomonas sp sangat berperanan dalam proses dekomposisi bahan-bahan organik SMC, tetapi bila didukung dengan kondisi yang optimal mengakibatkan proses degradasi berjalan cepat sehingga membutuhkan waktu pengomposan yang singkat.

4.2. Bakteri dalam SMC Jamur Tiram (Spent Mushroom Compost)

Kompos jamur tiram yang akan digunakan sebagai biofilter, sebelum dan sesudah penelitian dianalisis kandungan bakterinya. Isolasi bakteri dari SMC jamur tiram (Pleurotus ostreatus) yang dilakukan diawal penelitian untuk memperoleh bakteri murni yang selanjutnya diidentifikasi. Hasil isolasi ini ditemukan 13 isolat kemudian diidentifikasi. Hasil identifikasi ditemukan bakteri Pseudomonas stutzeri,

Bacillus mycoides, B. cereus, B. brevis dan Chromobacterium sp (Tabel 6).

Tabel 6 Bakteri dari kompos jamur tiram

No Bakteri Fase temperatur Sebelum penelitian Sesudah penelitian 1 2 3 4 5 6 7 Pseudomonas stutzeri Bacillus mycoides, Bacillus cereus, Bacillus brevis Chromobacterium sp Bacillus azotoformans Micrococcus agalis m, t t t t m m, t m + + + + + -+ + -+ +

(5)

m = mesofilik (20o-40oC), t = thermofilik (>40oC), + = ada, - = tidak ada.

Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology (Vol I and II; Palleroni, 1984). Dilakukan oleh

Laboratorium Bakteriologi. Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Hasil identifikasi bakteri dari kompos setelah mengalami inkubasi 10 hari (penelitian berakhir) ditemukan 5 isolat kemudian diidentifikasi yaitu Bacillus

cereus, B. brevis, B. azotoformans dan Micrococcus agalis, dengan B. brevis yang

dominan (Tabel 6). Hasil identifikasi bakteri dari SMC sebelum penelitian dan hasil identifikasi bakteri dari SMC yang telah tercemar diazinon 1707 ppm dan telah mengalami dekomposisi selama 9 hari, terdapat perbedaan yaitu Pseudomonas

stutzeri, B. mycoides dan Chromobacterium sp tidak dijumpai di akhir penelitian.

Hal ini bisa dikatakan bahwa ketiga bakteri tersebut tidak dapat bertahan hidup di media tercemar diazinon hingga akhir penelitian (9 hari). Bacillus sp mendominasi di akhir penelitian. Hal ini sesuai dengan pernyataan Haasen et al. (2001) bahwa pada akhir siklus pengomposan ditemukan bakteri Bacillus sp.

Pada akhir penelitian, di samping ditemukan B. brevis dan B. cereus, justru terdapat 2 spesies bakteri yang pada SMC sebelum digunakan penelitian tidak ditemukan yakni Bacillus azotoformans dan Micrococcus agalis. B. cereus mampu mendegradasi diazinon pada media padat MSPY yang mengandung 1700 ppm diazinon (Jumbriah 2006). Hal ini bisa terjadi kemungkinan pada awal penelitian, kedua jenis bakteri masih berbentuk spora, bakteri dalam keadaan dorman, kemudian selama penelitian berlangsung dengan kondisi yang optimum bagi pertumbuhannya, maka merangsang kedua bakteri tersebut tumbuh dan berkembang. Bakteri gram positif seperti Bacillus, Anaerobacter dan Clostridium bisa berbentuk resisten, mengalami struktur dorman yang disebut endospora yaitu proses yang tidak reproduktif (Stephen 1998). Micrococcus sp yang diisolasi dari tanah, dapat mendegradasi Chlopyrifos (Guha 1997); demikian juga Alcaligenes

faecalis pada kondisi tanah netral dan bersifat basa (Yang et al. 2005).

Bakteri Micrococcus agalis yang terdapat dalam kompos dari sampah kota, mampu hidup pada tanah terkontaminasi minyak hidrokarbon (Pagoray 2009).

(6)

Hasil penelitian, Micrococcus agalis, yang ada pada kompos jamur tiram mampu hidup dan mendegradasi diazinon konsentrasi 1707 ppm.

Pada akhir penelitian tidak dijumpai Pseudomonas sp. walaupun diketahui penyebaran Pseudomonas sp sangat luas. Hal ini mungkin disamping

Pseudomanas stutzeri tidak mampu bertahan pada diazinon konsentrasi tinggi,

kemungkinan juga berkaitan dengan pH penelitian yang cukup tinggi (pH 8.2) di akhir penelitian. Pseudomonas sp dengan densitas inokulum sebesar 104 cfu/g tanah mampu mendegradasi ethoprophos pada suhu 20o-35o C dan pH 5.4 dalam waktu 16 hari (Karpouzas & Walker 2000). Bakteri Bacillus brevis bersifat gram positif, aerobik, membentuk spora, menghasilkan antibiotik gramicin dan tyrocidine, rod optik 35-55oC, aktifitas katalase gelatin positif (Stephen 1998).

4.3. Biodegradasi pada Sistem Biofilter Penurunan diazinon karena penjerapan

Perlakuan kontrol dibuat untuk baseline studi (450 g kompos dan konsentrasi larutan awal 1000 ppm) berupa biofilter untuk sistem batch dengan kompos jamur tiram yang disterilkan. Hingga pengamatan inkubasi sampai dengan 10 hari tidak ditemukan adanya mikroorganisme. Namun terjadi penurunan konsentrasi diazinon, hingga hari ke-9, sebesar 2.5% dari konsentrasi awal (Lampiran 8). Penurunan konsentrasi diazinon kemungkinan disebabkan oleh faktor fisik (penguapan). Fenomena penguapan juga terlihat pada pengomposan diazinon dalam sistem benchtop dengan simulasi tekanan udara, terjadi pengurangan diazinon sebesar 22% (Petruska et al. 1985). Pengurangan sebesar 0.2%, diperoleh Frederick et al. (1996), menggunakan pengomposan diazinon dengan inkubasi 50 hari pada suhu 55º C. Jika keadaan ini dibandingkan dengan kompos perlakuan yang sama (B5) yang tidak mengalami sterilisasi, dengan jumlah kompos dan konsentrasi diazinon awal yang sama, maka penurunan konsentrasi diazinon sebesar 16.01% pada hari kedua rata-rata dari tiga ulangan. Penurunan ini disebabkan oleh kerja mikroorganisme yang ada dalam kompos SMC. Untuk itu kejadian penurunan konsentrasi diazinon pada penelitian ini diakibatkan oleh kerja mikroorganisme, khususnya bakteri yang ada pada kompos.

Perubahan pertumbuhan mikroorganisme pada biofilter sistem batch disajikan pada Gambar 7. Pengamatan dilakukan hingga 9 hari. Hingga hari ke-2 untuk semua perlakuan, tidak ada perubahan pertumbuhan mikroorganisme.

(7)

Diduga saat tersebut dalam lag phase. Perubahan pertumbuhan mikroorganisme umumnya meningkat pada hari ke-8 pada semua perlakuan (Lampiran 6) dan selanjutnya kembali turun diakibatkan pertumbuhan memasuki fase kematian (death phase). Pada hari ke-3 sampai hari ke-7 pada seluruh perlakuan, kecuali perlakuan B7, terjadi pertumbuhan mikroorganisme yang rendah. Pada saat ini penurunan konsentrasi diazinon juga rendah. Pada hari ke-8 pertumbuhan populasi mikroorganisme maksimum didukung oleh nilai FDA 0.9130 (tersaji pada Tabel 10). Pada Gambar 8, diberikan detail salah satu perlakuan, terlihat bahwa pertumbuhan mikroorganisme yang pesat pada hari ke-7, pada saat yang bersamaan degradasi diazinon berlangsung maksimal. Pertumbuhannya

-0.05 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 2 3 4 5 6 7 8 9 P e rt u m b u h a n ( x 1 0 -3) waktu (hari) B6 -200 0 200 400 600 800 1000 2 3 4 5 6 7 8 9 P e rt u m b u h a n (x 10 --3) waktu (hari) B1 -500 0 500 1000 1500 2000 2500 2 3 4 5 6 7 8 9 P e rt u m b u h a n ( x 1 0 --3) waktu (hari) B2 -20 0 20 40 60 80 100 120 2 3 4 5 6 7 8 9 Pe rt u m b u h a n (x 10 --3) waktu (hari) B5 -10 0 10 20 30 40 50 60 2 3 4 5 6 7 8 9 Pe rt u m b u h a n (x 10 -3) waktu (hari) B4 -50 0 50 100 150 200 2 3 4 5 6 7 8 9 P e rt u m b u h a n (x 10 -6) waktu (hari) B7 -100 0 100 200 300 400 500 600 700 800 2 3 4 5 6 7 8 9 P e rt u m b u h a n ( x 1 0 --3) waktu (hari) B8 -20 0 20 40 60 80 2 3 4 5 6 7 8 9 P e rt u m b u h a n ( x 1 0 -3 ) waktu (hari) B3 -2 0 2 4 6 8 10 12 2 3 4 5 6 7 8 9 Pe rt u m b u h a n (x 1 0 --3) waktu (hari) B9

(8)

Gambar 7 Perubahan pertumbuhan mikroorganisme pada sistem batch, berbagai konsentrasi diazinon dan jumlah kompos.

Keterangan gambar:

Gambar Keterangan Gambar Keterangan

B1 B2 B3 B4 B5 1500ppm diazinon 600g kompos 500ppm diazinon 600g kompos 1500ppm diazinon 300g kompos 500ppm diazinon 300g kompos 1000ppm diazinon 450g kompos B6 B7 B8 B9 1707ppm diazinon 450g kompos 293ppm diazinon 450g kompos 1000ppm diazinon 662g kompos 1000ppm diazinon 279g kompos

mikroorganisme mengkonsumsi karbon dan fosfor dari diazinon sebagai sumber energi (Amer 2011). Hubungan antara konsentrasi diazinon, jumlah kompos dan waktu untuk berbagai perlakuan dioptimasikan untuk melihat kondisi terbaik penurunan diazinon.

Proses semi kontinyu pada Gambar 9, pertumbuhan mikroorganisme terjadi hingga 99 jam. Hingga jam ke-29 untuk semua perlakuan terlihat tidak ada perubahan pertumbuhan mikroorganisme karena mikroorganisme dalam SMC tersebut masih berada pada fase lag. Setelah jam ke-49 terjadi peningkatan perubahan pertumbuhan mikroorganisme yang tinggi untuk semua perlakuan (Lampiran 6). Pengecualian terjadi pada proses di perlakuan B7, dimana konsentrasi diazinon yang digunakan rendah (293 ppm) dan jumlah kompos sedang (450 g). Peningkatan pertumbuhan mikroorganisme sudah terjadi di jam ke-29. Hal ini karena konsentrasi diazinon rendah, maka toksisitas diazinon terhadap mikroorganime juga rendah dan jumlah kompos yang mendukung pertumbuhan mikroorgnisme. Menurut Barker (2002) jumlah karbon organik dan nitrogen yang ada pada kompos (SMC), merupakan faktor pembatas dalam proses mineralisasi pestisida. Peningkatan jumlah kompos sampai berat tertentu akan menstimulasi aktifitas mikroorganisme, sehingga mempercepat degradasi pestisida. Disamping itu penambahan kompos, bisa menambah stabilitas dan penurunan mineralisasi residu pestisida. 0.15 0.2 0.25 P e rt u m b u h a n ( x 1 0 -3) B6

(9)

Gambar 8 Perubahan pertumbuhan mikroorganisme pada sistem batch (B6), konsentrasi diazinon 1707 ppm dan jumlah kompos 450g

Gambar 6b. Perubahan per

-5 0 5 10 15 262849515374 76 97 99 P e rt u m b u h a n (x 10 -3) waktu (jam) B1 -4 1 6 11 16 26 28 49 5153 7476 97 99 P e rt u m b u h a n (x 10 -3) waktu (jam) B2 -2 0 2 4 6 8 10 26 28 4951537476 97 99 P e rt u m b u h a n (x 10 -3) waktu (jam) B3 -0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 2628 49 51 53 74 76 97 99 Pe rt u m b u h a n (x 10 -3) waktu (jam) B4 -200 0 200 400 600 800 26 28 49 51 53 74 76 97 99 Pe rt u m b u h a n (x ) waktu (jam) B5 -0.5 0 0.5 1 1.5 2 2.5 26 28 4951 53 74 76 9799 Pe rt u m b u h a n (x 10 -3) waktu (jam) B6 -2 0 2 4 6 8 10 26 28 49 51 53 74 76 97 99 P e rt u m b u h a n (x 10 -3) waktu (jam) B8 -20 0 20 40 60 80 100 120 26 28 49 51 53 74 76 97 99 Pe rt u m b u h a n (x ) waktu (jam) B9 -50 0 50 100 150 200 2628 49 51 53 73 769799 Pe rt u m b u h a n (x 10 -6) waktu (jam) B7

(10)

Gambar 9 Perubahan pertumbuhan mikroorganisme pada sistem semi kontinyu, berbagai konsentrasi diazinon dan jumlah kompos.

Keterangan:

Gambar Keterangan Gambar Keterangan

B1 B2 B3 B4 B5 1500ppm diazinon 600g kompos 500ppm diazinon 600g kompos 1500ppm diazinon 300g kompos 500ppm diazinon 300g kompos 1000ppm diazinon 450g kompos B6 B7 B8 B9 1707ppm diazinon 450g kompos 293ppm diazinon 450g kompos 1000ppm diazinon 662g kompos 1000ppm diazinon 279g kompos

Pada Gambar 9, seluruh perlakuan nampak perubahan pertumbuhan mikroorganisme kecil, selanjutnya pada jam ke-74 perubahan pertumbuhan yang tinggi. Hal ini diperkirakan terjadi pergantian (substitusi) mikroorganisme yang berperan pada biodegradasi, mengingat hasil identifikasi bakteri dari kompos pada Tabel 7, terdapat 2 jenis bakteri di akhir penelitian, yang sebelumnya tidak terdapat. Pada Gambar 7 dan 9, menunjukkan bahwa mikroorganisme pada biofilter sistem semi kontinyu sudah mengalami perubahan pertumbuhan mikroorganisme maksimum (102–104 kali) pada waktu inkubasi 74-75 jam, sedangkan perubahan pertumbuhan mikroorganisme pada sistem batch maksimum (102–106 kali) pada inkubasi 8 hari. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan pertumbuhan mikroorganisme pada biofilter sistem semi kontinyu lebih cepat dibandingkan pada biofilter sistem batch dan berakibat proses degradasi diazinon pada biofilter semi kontinyu juga lebih cepat dibandingkan pada biofilter sistem batch. Detail salah satu perlakuan pada biofilter semi kontinyu disajikan pada Gambar 10, perlakuan B6 dengan konsentrasi diazinon 1707 ppm dan jumlah kompos 450 g, perubahan pertumbuhan mikroorganisme pada jam ke-26 hingga jam ke-52 pertumbuhan mikroorganisme kecil, pada jam ke-73 ada pertumbuhan, dan meningkat pesat pada jam ke-75 sebesar 2130 kali.

1.5 2 2.5 P e rt u m b u h a n (x 10 -3) B6

(11)

Gambar 10 Perubahan pertumbuhan mikroorganisme pada sistem semi kontinyu, konsentrasi diazinon 1707 ppm dan jumlah kompos 450 g

Pada Gambar 8 dan Gambar 10 dibandingkan pengaruh pertumbuhan mikroorganisme terhadap waktu degradasi diazinon. Pertumbuhan mikroorganisme pesat pada Gambar 10 biofilter sistem semi kontinyu, terjadi pada jam ke-75 sebesar 2000 kali, sedangkan pada Gambar 8 biofilter sistem batch, terjadi 200 kali pada hari ke-7. Hal ini menunjukkan kinerja biofilter semi kontinyu lebih baik dan lebih efisien dibandingkan biofilter sistem batch. Pada biofilter sistem semi kontinyu terdapat sirkulasi larutan diazinon, yang kemungkinan berdampak pada adanya aerasi, untuk bakteri yang bersifat fakultatif hal ini dapat mempercepat pertumbuhan, akibatnya pertumbuhan mikroorganisme pesat.

4.4. Penurunan Konsentrasi Diazinon sistem batch dan semi kontinyu

Persentase penurunan konsentrasi diazinon larutan dipengaruhi oleh jumlah kompos dan besarnya konsentrasi larutan diazinon (Gambar 11). Semakin besar jumlah kompos, maka persentase penurunan konsentrasi diazinon maksimum semakin cepat dicapai (konsentrasi larutan diazinon yang sama 500 ppm dan dengan jumlah kompos yang berbeda B2 = 600 g, maka 100% penurunan

(12)

Gambar 11 Penurunan konsentrasi diazinon sistem batch

konsentrasi diazinon dicapai pada hari ke-6 dibandingkan jumlah kompos sedikit, B4 = 300 g pada hari ke-8 hanya 85%. Hal ini berkaitan dengan jumlah kompos yang besar, terdapat jumlah dan diversitas mikroorganisme yang tinggi, sehingga kemampuan mendegradasi diazinon, juga tinggi. Jumlah inokulum bakteri pendegradasi dan konsentrasi kontaminan berpengaruh pada kemampuan bakteri mendegradasi diazinon, semakin besar jumlah inokulum maka degradasi diazinon semakin besar dan waktu yang dibutuhkan semakin cepat, konsentrasi kontaminan meningkat diperlukan waktu semakin lama (Abo-Amer 2011).

Pada Gambar 11 dan 12, secara umum persentase penurunan konsentrasi diazinon pada sistem semi kontinyu dicapai (75 jam), lebih cepat 60% dibandingkan sistem batch (6-9 hari atau 144-192 jam). Degradasi pestisida pada sistem semi kontinyu lebih efisien waktunya, disebabkan selain faktor suhu, pH, kelembaban, dan nutrisi, yang mendukung hampir sama dengan pada biofilter sistem batch, ada faktor aerasi yang menghasilkan oksigen, sehingga menambah kemampuan degradasi diazinon oleh mikroorganisme. Hasil penelitian Aasen et al. (1996), bahwa penggunaan aerasi untuk mensuplai oksigen, pada proses bioremediasi, signifikan meningkatkan mineralisasi (hidrokarbon petroleum) dibandingkan tanpa aerasi.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Pe n u ru n a n K o n s D ia zi n o n (% ) Hari 1500ppm D 600g K B1 500ppm D 600g K B2 1500ppm D 300g K B3 500ppm D 300g K B4 1000ppm D 450g K B5 1707ppm D 450g K B6 293ppm D 450g K B7 1000ppm D 662g K B8 1000ppm D 279g K B9

(13)

Gambar 12 Penurunan konsentrasi diazinon sistem semi kontinyu

Disamping itu, beberapa di antara bakteri pendegradasi dari kompos (SMC) seperti Pseudomonas sp., Alcaligenes sp., Rhodococcus dan Mycobacterium diketahui sebagai bakteri aerobik pendegradasi pestisida dan hydrocarbon (Vidali 2001). Penurunan konsentrasi diazinon semakin besar karena selain dipengaruhi oleh faktor lingkungan (suhu, pH, kadar air) yang optimum, waktu juga berpengaruh terhadap penurunan konsentrasi diazinon, semakin lama waktu remediasi maka penurunan konsentrasi diazinon semakin besar untuk sistem batch.

Persentase penurunan konsentrasi diazinon sistem batch pada hari ke-6 tersaji pada Gambar 13. Besarnya penurunan konsentrasi diazinon dipengaruhi oleh jumlah kompos. Jumlah kompos meningkat, mengakibatkan populasi mikroorganisme meningkat, sehingga kemampuan mendegradasi meningkat. Jumlah kompos identik dengan populasi mikroorganisme.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 24 25 26 27 28 29 49 50 51 52 53 73 74 75 76 77 97 98 99 P e n u ru n a n K o n s D ia zi n o n ( % ) Jam 1500ppm D 600g K B1 500ppm D 600g K B2 1500ppm D 300g K B3 500ppm D 300g K B4 1000ppm D 450g K B5 1707ppm D 450g K B6 293ppm D 450g K B7 1000ppm D 662g K B8 1000ppm D 279g K B9

(14)

Gambar 13 Penurunan konsentrasi diazinon sistem batch hari ke-6

Pada perlakuan B4 dan B2, jumlah kompos dinaikan dua kali, dari 300 g menjadi 600 g, terlihat degradasi diazinon meningkat dari 66.67% menjadi 89.89 %. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Amer (2011), pada peningkatan bakteri 100 kali diperoleh kenaikkan penurunan kadar diazinon sebesar 30%. Pada Gambar 13 perlakuan B5 dan B8, jumlah kompos meningkat namun tidak meningkatan penurunan konsentrasi diazinon. Hal ini disebabkan kerapatan kompos meningkat dari 0.26 g cm-3 menjadi 0.38 g cm-3, sedangkan kerapatan pada jumlah kompos optimum sebesar 0.26 g cm-3, sehingga aerasi berkurang dan berakibat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Selanjutnya menghambat proses degradasi diazinon. Degradsi diazinon dipengaruhi oleh konsentrasi larutan in put dan jumlah kompos. Jumlah kompos tertentu akan menghasilkan degradasi diazinon maksimum, oleh karena itu akan dilakukan analisis dengan optimasi yang dibahas pada sub bab berikutnya.

Pada Gambar 14, peningkatan jumlah kompos hanya sedikit meningkatkan persentase penurunan konsentrasi diazinon pada larutan awal 1000 ppm dengan waktu 49 jam (B5 dan B8). Sirkulasi larutan mempengaruhi waktu yang digunakan untuk degradasi diazinon menjadi lebih singkat.

0 20 40 60 80 100 P e n u ru n an k o n se n tra si d ia zi n o n (% ) Perlakuan 1500ppm D 600g K B1 500ppm D 600g K B2 1500ppm D 300g K B3 500ppm D 300g K B4 1000ppm D 450g K B5 1707ppm D 450g K B6 293ppm D 450G K B7 1000ppm D 662g K B8 1000ppm D 279g K B9

(15)

Gambar 14 Penurunan konsentrasi diazinon sistem semi kontinyu pada jam ke-49 Degradasi diazinon mendekati 100% terjadi pada perlakuan dengan konsentrasi larutan diazinon awal sampai 500 ppm dengan waktu 49 jam (Gambar 14). Pada Gambar 13 dan Gambar 14 dibandingkan, pada perlakuan B5 sistem

batch mampu menurunkan dikonsentrasi diazinon 71.06% (Lampiran 9),

sedangkan dengan sistem semi kontinyu diazinon dapat didegradasi sebesar 84.47% (Lampiran 10). Adanya sirkulasi larutan diazinon, tidak saja waktu degradasi menjadi lebih singkat tetapi juga mampu mendegradasi diazinon lebih besar daripada dengan sistem batch.

4.5. Uji Aktivitas Mikroorganisme

Peningkatan aktivitas mikroorganisme juga dapat dilihat dari hasil analisis dengan menggunakan fluorescein diacetat assay (FDA). Hasil uji aktivitas mikroorganisme (Gambar 15) terlihat bahwa aktivitas mikroorganisme cenderung mengkuti kurva pertumbuhan mikroorganisme yaitu melewati fase lamban (lag

phase), fase eksponensial (exponential phase), fase diam (stasionary phase), dan

fase mati (death phase). Pada hari ke-0 hingga hari ke-9 ada kecenderungan naik tetapi setelah hari ke-8 aktivitas mikroorganisme sudah menurun dan sebagian mikroorganisme cenderung mati, terlihat pada sampel (B3) yang jumlah komposnya relatif lebih kecil dengan konsentrasi diazinon yang tinggi sehingga kemampuan hidup mikroorganisme pada kondisi tersebut sangat kecil.

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00 100.00 P e n u ru n a n k o n se n tra si d ia zi n o n (% ) Perlakuan 1500ppm D 600g K B1 500ppm D 600g K B2 1500ppm D 300g K B3 500ppm D 300g K B4 1000ppm D 450g K B5 1707ppm D 450g K B6 293ppm D 450g K B7 1000ppm D 662g K B8 1000ppm D 279g K B9

(16)

Gambar 15 Grafik aktifitas mikroorganisme dan degradasi konsentrasi diazinon sistem batch

FDA menggambarkan aktifitas enzim hidrolitik mikroorganisme. Peningkatan jumlah FDA yang diproduksi dari hari ke-0 hingga hari ke-8 semakin banyak. Pada hari ke-9 terlihat adanya penurunan aktivitas mikroorganisme bahkan ada yang cenderung mati. Semakin banyak produk FDA yang dihasilkan menunjukkan semakin besar pula aktivitas mikroorganismenya. Sampel pada hari ke-8 menuju hari ke-9 produk FDA yang diproduksi, sudah terlihat angka yang menurun, hal ini menunjukkan bahwa tidak ada lagi FDA yang diproduksi oleh karena mikroorganisme tersebut tidak dapat lagi menggunakan diazinon sebagai sumber nutrisi dan energi untuk pertumbuhannya. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa mikroorganisme yang ada dalam SMC dapat menggunakan diazinon sebagai sumber karbon dan energi untuk pertumbuhannya sehingga populasi mikroorganisme dan aktivitasnya meningkat, hal ini mengakibatkan kemampuan mikroorganisme dalam mendegradasi senyawa diazinon menjadi meningkat sehingga terjadi penurunan konsentrasi diazinon. Gambar 15, persentase penurunan konsentrasi diazinon maksimum dicapai pada saat aktifitas mikroorganisme meningkat, sehingga terjadi suatu proses perombakan (degradasi) diazinon menjadi senyawa yang lebih sederhana.

4.6. Analisis Degradasi Diazinon dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 P e n u ru n a n C D ia z in o n ( % ) A k tif it a s ( F D A /g ) Hari Ke

(17)

Senyawa turunan hasil degradasi diazinon oleh aktivitas mikroorganisme yang berasal dari SMC, ada atau tidaknya dipastikan dengan dilakukan analisis diazinon menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT). Hasil analisis dengan KLT dapat dilihat pada Gambar 16.

Rf (jarak)

Sampel

Gambar 16 Kromatogram hasil KLT dengan eluen heksana : etyl asetat (10:1) (1) diazinon teknis pekat; (2) stok diazinon 10000 ppm; (3) sampel B4 (H9); (4) sampel B4 (H0)

Gambar 16 secara kualitatif terlihat bahwa diazinon teknis pekat (1) dan stok diazinon 10000 ppm (2) terdapat satu spot berwarna merah muda dengan masing-masing nilai Rf 0.44 dan 0.42. Pada sampel hari ke-9 (3) juga terdapat satu spot berwarna merah muda dan pada hari ke-0 (4) ada satu spot dengan masing-masing nilai Rf 0.42 dan 0.44 sama dengan stok diazinon 10000 ppm dan diazinon teknis pekat, diduga spot berwarna merah muda adalah diazinon, tak dijumpai spot lain selain spot yang berwarna merah muda. Adanya satu spot berwarna merah muda pada KLT menunjukan ada kemungkinan turunan diazinon hasil degradasi tidak terdeteksi, KLT kurang sensitif karena konsentrasi diazinon rendah, di bawah limit deteksi KLT. Hal ini sesuai pernyataan bahwa diazoxon yang merupakan turunan dari degradasi diazinon ditemukan pada hasil penelitian di lapangan atau di lingkungan tetapi tidak ditemukan di percobaan laboratorium (US-EPA 2000). Selanjutnya hasil penelitian Bavcon et al. (2003), tidak ditemukan metabolit hasil turunan degradasi diazinon pada percobaan laboratorium dalam kondisi gelap (tanpa cahaya).

Secara umum diazinon mempunyai rute degradasi mencakup pemutusan ikatan P–O–pirimidin oleh aktivitas NADPH-dependent oksidase. Komponen

(18)

heterosiklik diazinon dapat diaktivasi oleh enzim monooksidase yang membentuk derivatif P=O menghasilkan diazoxon, tetapi senyawa ini dapat terhidrolisis membentuk 2-isopropyl-4-methyl-6-hydroxypyrimidine (IMHP) dan asam tiofosfonat. Di alam, pada kondisi asam atau alkali, diazinon dapat terdegradasi dengan cepat, tetapi pada kondisi netral kecepatan degradasinya lebih lambat (McEwen & Stephenson 1979). Pada penelitian ini proses degradasi berlangsung dalam keadaan pH netral cenderung basa (pH 7.39-8.20) sehingga secara alami diazinon terdegradasi lambat, namun dengan adanya penambahan SMC mengakibatkan diazinon dapat terdegradasi secara mikrobial dan fermentasi berlangsung dengan cepat. Cepatnya degradasi diazinon ini disebabkan adanya bantuan aktivitas bakteri ataupun mikroorganisme lainnya yang terdapat dalam SMC tersebut.

4.7. Optimasi Persentase Penurunan Konsentrasi Diazinon

Model grafik permukaan respon dan kontur permukaan respon biofilter sistem batch, hari ke-8 dapat dilihat pada Gambar 17 dan Gambar 18. Hasil optimasi persentase penurunan konsentrasi diazinon pada hari ke-8 dapat digambarkan pada persamaan kuadratik sebagai berikut:

Y = 101.40 – 11.41 X1 – 8.73 X12 + 16.73 X2 - 24.37 X22 + 1.35 X1 X2 ……….(2)

Pada model persamaan (2) memperlihatkan bahwa kompos berpengaruh signifikan terhadap penurunan konsentrasi diazinon larutan dengan P = 0.04. Hal ini mengandung arti bahwa penambahan kompos mempunyai pengaruh positif terhadap persentase konsentrasi penurunan diazinon yang dihasilkan. Namun pada titik variabel 499 g terjadi titik balik, sehingga faktor jumlah kompos berpengaruh negatif terhadap persentasi penurunan konsentrasi diazinon yang dihasilkan.

Faktor konsentrasi larutan diazinon pada persamaan (2) di atas juga memperlihatkan pengaruh yang positif terhadap persentase penurunan konsentrasi diazinon yang dihasilkan. Namun pada titik variabel 685.68 ppm terjadi titik balik. Faktor konsentrasi larutan diazinon berpengaruh negatif terhadap persentase penurunan konsentrasi diazinon yang dihasilkan. Titik optimum yang menghasilkan nilai persentase penurunan konsentrasi diazinon maksimum sebesar 100%, adalah pada faktor jumlah kompos 499 g dan faktor konsentrasi larutan diazinon 685.68 ppm.

(19)

Gambar 17 Grafik permukaan respon hasil degradasi diazinon hari ke-8

Gambar 17 dan 18 menunjukkan bahwa jumlah kompos berpengaruh positif secara linear terhadap penurunan konsentrasi diazinon, yakni semakin banyak kompos sampai batas tertentu yakni 499 g, maka penurunan konsentrasi diazinon juga semakin besar. Kondisi ini terjadi karena jumlah mikroorganisme yang terdapat pada kompos yang jumlahnya banyak, juga semakin banyak. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa penurunan konsentrasi diazinon terjadi sebagai akibat tingginya proses metabolisme yang dilakukan bakteri dan mikroorganisme lainnya yang terdapat dalam SMC. Mikroorganisme tersebut mampu menggunakan senyawa diazinon sebagai sumber karbon dan energi, sehingga terjadi peningkatan jumlah populasi dan aktifitas mikroorganisme dalam mendegradasi diazinon.

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan pertumbuhan populasi dan aktifitas mikroorganisme, menyebabkan konsentrasi diazinon mengalami penurunan. Namun demikian pada penambahan kompos melebihi 499 g memberikan pengaruh yang sebaliknya. Hal ini disebabkan jumlah kompos yang tinggi justru akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Hal ini sesuai dengan pendapat Judoamidjojo et al. (1989) yang mengatakan bahwa ketersediaan karbon merupakan faktor yang berpengaruh pada pertumbuhan optimal, tetapi apabila sumber karbon melewati kebutuhan mikroorganisme maka akan menimbulkan efek penghambatan pada pertumbuhannya.

(20)

Gambar 18 Kontur permukaan respon hasil degradasi diazinon hari ke-8

Selain faktor ketersediaan karbon, dalam proses degradasi pestisida juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu dan pH. Dalam hal ini untuk menghasilkan proses degradasi yang baik oleh mikroorganisme, diperlukan suhu dan pH optimum yakni suhu antara 45o-59o C (US-EPA 1994) dan pH 6.5-7.5 (Fletcher 1991). Bakteri Serratia sp mendegradasi sempurna diazinon 50 ml l-1 pada pH 7.5-8.0 selama 11 hari. Penelitian ini berlangsung pada suhu 29o-32o C dan pH larutan eluen rata-rata 7.39-8.2. Hal ini memperlihatkan bahwa kondisi penelitian merupakan kondisi yang relatif baik sehingga mendukung proses degradasi. Menurut Kim et al (2004) bahwa pH ideal untuk pertumbuhan mikroorganisme kompos adalah 7.5, selanjutnya pH 8.5-9 (kondisi alkali) akan mendorong pelepasan gas ammonia (NH3) (Saludes et al. 2008).

Persamaan (2) memberikan informasi bahwa semakin tinggi konsentrasi diazinon memberikan pengaruh negatif terhadap persentase penurunan konsentrasi diazinon dengan kata lain konsentrasi diazinon memberikan pengaruh negatif setelah titik kritis dilampaui yakni 685.68 ppm, terhadap penurunan konsentrasi diazinon. Semakin tinggi konsentrasi diazinon maka penurunan konsentrasi diazinon juga semakin kecil. Hal ini disebabkan konsentrasi diazinon yang tinggi akan memiliki sifat toksisitas terhadap mikroorganisme yang tinggi pula. Jumlah kompos memberikan pengaruh positif terhadap penurunan konsentrasi diazinon sampai titik kritis karena semakin banyaknya mikroorganisme yang berperan dalam proses biodegradasi. Hal ini disebabkan mikroorganisme telah beradaptasi dengan senyawa diazinon, sehingga mikroorganisme tersebut

(21)

mengeluarkan enzim dan plasmid yang dapat mendegradasi diazinon dengan mendetoksifikasi diazinon tersebut menjadi zat yang kurang atau tidak beracun. Diazinon adalah salah satu jenis pestisida golongan organofosfat yang paling stabil di dalam tanah. Waktu paruh diazinon adalah 30 hari (Wauchope et al. 1992).

Tabel 7 Aktifitas mikroorganisme dan degradasi diazinon pada biofilter sistem Batch (B5)

(-) : konsentrasi diazinon tidak terdeteksi

Tabel 7 menunjukkan bahwa aktifitas mikroorganisme dan degradasi diazinon pada kombinasi konsentrasi larutan diazinon 1000 ppm dan jumlah kompos 450 g. Aktifitas mikroorganisme, dari awal cenderung meningkat dan mencapai maksimum pada hari ke-8 dan menurun hingga akhir penelitian, dan persentase penurunan diazinon mencapai maksimal. Hal ini karena mikroorganisme dalam SMC tersebut masih dalam penyesuaian dan pertumbuhan awal, kemudian pada hari ke-5 pertumbuhan pesat sehingga proses degradasi juga meningkat dan mengakibatkan penurunan konsentrasi diazinon maksimal. Pada hari ke-8 pertumbuhan populasi mikroorganisme mencapai puncaknya ditunjukkan dengan nilai FDA 0.9130 dan hari ke-9 mengalami fase diam dan penurunan serta sebagian mikroorganisme mati.

Konsentrasi diazinon sistem pompa (semi kontinyu) Hari ke- Aktifitas mikro

organisme (FDA g-1) Penurunan konsentrasi diazinon (%) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0.4406 0.4522 0.4665 0.5333 0.5541 0.6673 0.7865 0.8111 0.9130 0.8511 0.8385 0 16.01 25.42 41.87 50.91 71.06 92.18 (100) (-) (-)

(22)

Hasil optimasi persentase penurunan konsentrasi diazinon pada biofilter sistem semi kontinyu pada jam ke-75 dapat dilihat pada Gambar 19 dan Gambar 20, dan persamaan kuadratik sebagai berikut:

Y = 99.94 - 10.28 X1 - 7.40 X1 2 + 2.01 X2 - 2.30 X2 2 + 1.03 X1X2 ………..….……..(3)

Pada model persamaan (3), permukaan respon jam ke-75, memberi gambaran solusi optimum yang dihasilkan berupa solusi maksimum dengan nilai prediksi 101.81 ppm, nilai kritis konsentrasi larutan diazinon 662.72 ppm dan jumlah kompos 493 g, konsentrasi larutan diazinon berpengaruh negatif signifikan terhadap penurunan persentase konsentrasi diazinon larutan dengan P = 0.0000. demikian juga jumlah kompos berpengaruh signifikan pada P = 0.0000.

(23)

Gambar 20 Kontur permukaan respon hasil degradasi diazinon jam ke-75

Berdasarkan persamaan (3) dalam tiga jam pertama pada hari ketiga atau pada jam ke-75 diperoleh bentuk permukaan respon interaksi antara konsentrasi larutan diazinon dengan jumlah kompos yang digunakan sebagai biofilter terhadap persentase penurunan konsentrasi diazinon larutan (Gambar 19 dan 20). Jumlah kompos berpengaruh positif secara linier terhadap penurunan konsentrasi diazinon dimana semakin banyak kompos sampai titik 493 g maka penurunan konsentrasi diazinon juga semakin besar, hal ini disebabkan karena jumlah mikroorganisme yang berperan dalam proses degradasi juga semakin banyak. Konsentrasi larutan diazinon memberi pengaruh negatif terhadap penurunan konsentrasi diazinon dalam hal ini semakin tinggi konsentrasi larutan diazinon maka sifat toksiknya semakin kuat sehingga menyebabkan penurunan konsentrasi diazinon semakin kecil.

Gerakan air pada biofilter sistem semi kontinyu menimbulkan gas, sehingga akan meningkatkan suhu, selanjutnya menstimulasi bakteri dalam proses degradasi. Adanya aerasi yang sesuai akan mengaktifkan fungi akar putih

(White-rot fungi), mendegradasi limbah lignoselullose (Lopez et al. 2002).

4.8. Perkiraan Aplikasi Biofilter SMC di Lapangan

Upaya aplikasi bioremediasi skala laboratorium ke lapangan/lingkungan hendaknya memperhatikan beberapa tahapan, tahapan pertama yakni: karakteristik lokasi, meliputi karakteristik kontaminan, hidrogeokimiawi, mikroorganisme. Tahapan kedua evaluasi treatmen dan tahapan terakhir adalah proses scaling up. Aplikasi bioremediasi dari laboratorium ke lapangan/lingkungan tidak selalu berhasil, namun bisa juga sebaliknya, tergantung banyak faktor. Karakteristik lokasi harus dipelajari dengan seksama, misalnya karakteristik hidrogeokimiawi meliputi sifat geologis, arah dan laju alir, nutrisi makro dan mikro. Berkaitan dengan proses scaling up ini, dicoba merancang biofilter sederhana yang kelak bisa diaplikasikan di lingkungan (irigasi pertanian).

Pada penelitian biofilter yang telah dilakukan di laboratorium, untuk mengetahui degradibilitas diazinon dan diperoleh perkiraan waktu yang dibutuhkan

(24)

untuk menghilangkan diazinon sampai batas yang diijinkan, serta mengetahui fungsi SMC sebagai sumber nutrisi dan energi bagi pertumbuhan mikroorganisme. Maka logikanya, tindakan memindahkan biofilter tersebut ke saluran irigasi, dibutuhkan biofilter, dengan bentuk, ukuran, dan designnya disesuaikan dengan saluran irigasi pertanian. Hasil penelitian tingkat laboratorium ini dapat diaplikasikan ke lapang melalui pendekatan skala (scale up). Aplikasi reaktor biofilter kompos ke lapang, perlu diperhatikan dalam peningkatan skala pada tingkat lapang antara lain adalah jumlah kompos yang digunakan sebagai biofilter, dimensi biofilter dan waktu tinggal.

Penggunaan pestisida di Indonesia beragam jenis dan jumlahnya sehingga, senyawa kimia pestisida yang masuk ke aliran air sungai ataupun irigasi juga beragam jenis dan jumlah konsentrasinya. Dampak negatif dari senyawa kimia pestisida tersebut dapat dikurangi dengan cara pengolahan yang mudah, sederhana dan efektif dengan menggunakan biofilter kompos.

Penerapan biofilter kompos di lapangan, volume reaktor tingkat lapangan disesuaikan dengan laju alir air irigasi yang ada di areal persawahan pada waktu tertentu. Pada areal persawahan tidak ada data pasti berapa laju alir air irigasi di suatu areal persawahan yang ada pada periode tertentu, namun diperkirakan laju air irigasi sekitar 0.87 l dt-1 = 0.00087 m3 dt-1 (8.7 x 10-4 m3 dt-1) pada musim kemarau. Dengan laju alir air irigasi tersebut, ukuran biofilter kompos yang sesuai adalah persegi panjang dengan perkiraan volume 4.78 m3, dengan dimensi panjang 4.24 m, lebar 1.50 m dan tinggi 0.75 m. Box dibuat dengan kerangka besi/aluminium/kayu dengan 4 atau 6 kaki, sisi arah in let dan out let dilengkapi ram kawat agar dapat menahan kompos filter. Sisi lainnya bisa menggunakan plastik

sheet tebal, dan bagian atas box ditutup plastik (hitam atau transparan). Design

pada reaktor dirancang kondisi aerob, sehingga rancangan yang mudah adalah di buat di saluran irigasi dalam bentuk persegi panjang (Gambar 21). Bentuk dimensi tersebut, harapannya air irigasi dapat mengalir merata, sehingga meningkatkan kontak dengan kompos dalam biofilter.

Plastik Hitam Kawat Ram Kompos Laju Air Kawat Ram p = 4.24 m l =1.50 m t = 0.75 m

(25)

Gambar 21 Sketsa rancangan biofilter kompos untuk pengolahan air irigasi tercemar senyawa kimia pestisida di lapang

Faktor lain yang menentukan efisiensi reduksi senyawa kimia pestisida oleh biofilter adalah aerasi (adanya pergerakan cair limbah/aliran). Hasil penelitian dengan aerasi skala laboratorium menunjukkan bahwa dengan areasi, populasi bakteri tumbuh cukup memadai dan lebih cepat 5 hari mencapai degradasi optimum, dengan konsentrasi yang sama jika dibanding tanpa aerasi (sistem

batch) saat mendegradasi senyawa kimia diazinon.

Hal yang perlu diperhitungkan adalah waktu tinggal. Berdasarkan hasil penelitian tingkat laboratorium diperoleh waktu tinggal 91.48 menit atau 1 jam 31.48 menit (5488.93 detik) untuk mendegradasi senyawa diazinon konsentrasi 100 ppm di lapang sampai tidak terdeteksi. Apabila menggunakan sistem semi kontinyu, maka diperlukan perhitungan lanjutan untuk laju alir. Box filter dirancang sebagai tempat meletakkan kompos SMC, dengan volume 4.78 m3 dan waktu tinggal 1 jam 31.48 menit dengan laju alir di lapang adalah 0.87 l dt-1. Gambar 21 belum mempertimbangkan faktor biaya, efektifitas, kelayakan. Bahan organik komplek contohnya SMC dikenal mampu mendegradasi berbagai senyawa organofosfat (Ching 1997; Kuo & Regan 1998; Webb et al. 2001), sehingga penggunaan kompos jamur tiram sebagai biofilter di sumber point saluran irigasi pertanian, sangat efisien dan efektif untuk memperoleh air irigasi yang memenuhi kebutuhan pertumbuhan tanaman pangan.

Pada Tabel 8 merupakan data degradasi diazinon pada berbagai kondisi yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya, dengan konsentrasi diazinon awal yang berbeda-beda, dan dengan menggunakan kompos dan SMC sebagai pendegradasi diazinon dengan metode yang berbeda-beda, dan dihasilkan penurunan konsentrasi diazinon yang sangat besar dan waktu yang singkat jika menggunakan SMC. Hal ini menunjukkan keunggulan SMC sebagai pendegradasi diazinon dibandingkan kompos organik pada umumnya. Disamping itu populasi dan diversitas mikroorganisme yang ada pada SMC lebih tinggi dibandingkan mikroorganisme yang ada pada kompos (US-EPA 1998). Penggunaan SMC jamur tiram sebagai pendegradasi senyawa diazinon membutuhkan waktu lebih cepat dan lebih efektif dibandingkan menggunakan kompos bahan organik tanpa cahaya hasil penelitian Bavcon (2003).

(26)

Tabel 8. Beberapa data degradasi diazinon pada berbagai kondisi dan kompos Metode Waktu (hari) Konsentrasi Awal (ppm) Penurunan Konsentrasi (%) Keterangan Alami 120 - 75 - 100 Rao (1994) Bahan Organik terkena cahaya matahari 21 6.9 30 Bavcon (2003)

Bahan Organik tanpa

cahaya 21 6.9 0 Bavcon (2003)

Komposting (sistem

windrow) 10 10 >97 Reddy & Michel

(1999) Komposting (pupuk,

serbuk gergaji dengan cahaya)

10 100 100 Reddy & Michel

(1999)

Komposting (rumput

dengan cahaya) 10 9 99 Reddy & Michel

(1999) Komposting (SMC

tanpa cahaya) 21 1000 90 Jumbriah (2006)

Komposting (SMC sistem batch tanpa cahaya) *

8 1000 100 Hasil penelitian

Komposting (SMC sistem semi kontinyu tanpa cahaya)*

4 1500 100 Hasil penelitian

* Hasil penelitian.

Kemungkinan lain adalah kondisi penelitian juga berpengaruh terhadap proses degradasi yaitu penelitian ini menggunakan SMC dan dilakukan dalam kondisi liquid. Penelitian Bavcon (2003) dalam kondisi padat, sehingga penyebaran mikroorganisme sulit homogen/merata dan kontak antara mikroorganisme dengan polutan juga sulit terjadi dibandingkan jika kondisi liquid/cairan.

Penggunaan SMC jamur tiram sebagai biofilter tanpa cahaya untuk mendegradasi larutan diazinon lebih baik dan lebih efektif dibandingkan penggunaan kompos jamur tiram yang dicampurkan langsung pada tanah yang

(27)

dicemari diazinon tanpa cahaya. SMC jamur tiram mendegradasi larutam diazinon 1000 ppm dengan sistem batch lebih baik dan lebih cepat dibandingkan SMC jamur tiram yang dicampurkan langsung di tanah yang dicemari larutan diazinon 1000 ppm. Hasil penelitian Jumbriah (2006) bahwa diperlukan waktu 21 hari untuk mendegradasi diazinon dan menurunkan 90% konsentrasi diazinon pada tanah yang dicemari diazinon 1000 ppm. Hasil penelitian ini diperlukan waktu lebih cepat, 8 hari, untuk menurunkan 100% konsentrasi diazinon 1000 ppm dalam larutan dengan biofilter sistem batch. Hal ini menunjukkan bahwa populasi mikroorganisme dalam SMC sangat berperan dalam proses degradasi diazinon. Populasi mikroorganisme pada kondisi optimum sebesar 4.5 x 106 (Jumbriah 2006), sedangkan perubahan pertumbuhan mikroorganisme pada penelitian ini, pada hari ke-8 (jam ke-192) merupakan pertumbuhan maksimum.

Gambar

Tabel 6  Bakteri dari kompos jamur tiram
Gambar 7  Perubahan pertumbuhan mikroorganisme pada sistem batch,                    berbagai konsentrasi diazinon dan jumlah kompos
Gambar 6b. Perubahan per
Gambar 9  Perubahan pertumbuhan mikroorganisme pada sistem semi kontinyu,                    berbagai konsentrasi diazinon dan jumlah kompos
+7

Referensi

Dokumen terkait

63 penerapan strategi KWL lebih baik daripada strategi Konvensional dalam meningkatkan kemampuan membaca intensif siswa; (2) kemampuan membaca intensif siswa kelas VII

Dari data yang diperoleh pada siklus I adalah dengan presentase 74, 99% atau 24 dari 32 peserta didik aktif dalam pembelajaran, pada siklus II mengalami peningkatan yaitu

Kelapa tua sering dimanfaatkan santannya pada masakan seperti rendang, gudeg, opor ayam dll. Kelapa yang sudah tua memang memiliki kandungan santan yang paling baik. Jenis

Jika produk ini mengandung komponen dengan batas pemaparan, atmosfir tempat kerja pribadi atau pemantauan biologis mungkin akan diperlukan untuk memutuskan keefektifan ventilasi atau

BERDASARKAN KELAHIRAN, KEMATIAN, PINDAH, DAN DATANG PADA AKHIR BULAN JUNI TAHUN 2016... DEDE AMAR,

Menara Masjid Sunan Ampel yang telah berumur sekitar 567 tahun telah mengalami perubahan- perubahan secara berkala pada bagian kepala menara tersebut, mulai dari

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalahPengaruh suhu terhadap yield yang dihasilkan dari proses pirolisis TKKS yaitu semakin menurun dengan adanya kenaikan

Suprapti dan Djarwanto (2012) menyatakan bahwa rata-rata kehilangan berat kayu bagian teras lebih rendah, yang berarti daya tahan terhadap jamur perusak lebih