• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI. termasuk manusia dan merupakan makanan pertama bagi bayi manusia dan hewan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI. termasuk manusia dan merupakan makanan pertama bagi bayi manusia dan hewan"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Susu Sapi

1. Pengertian Susu Sapi

Susu adalah sekresi yang dihasilkan mammae atau ambing hewan mamalia termasuk manusia dan merupakan makanan pertama bagi bayi manusia dan hewan sejak dilahirkan (Lukman et al., 2009: 13). Menurut Winarno (1993: 77), susu adalah cairan berwarna putih yang disekresi oleh kelenjar mammae (ambing) pada binatang mamalia betina, untuk bahan makanan dan sumber gizi bagi anaknya. Sebagian besar susu yang dikonsumsi manusia berasal dari susu sapi. Susu tersebut diproduksi dari unsure darah pada kelenjar susu sapi. Menurut SNI 01-3141-2011 definisi susu dibagi menjadi dua, yaitu susu murni dan susu segar. Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih diperoleh dari cara pemerahan yang benar, yang kandungan alamiahnya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun. Susu segar adalah susu murni yang tidak mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya.

2. Kandungan Susu Sapi

Susu disebut sebagai bahan makanan yang sempurna, memiliki nilai gizi yang tinggi dan lengkap. Kandungan gizi dalam susu sangat ideal, mudah dicerna serta diserap oleh darah dengan sempurna. Sebagian besar zat esensial ada dalam susus, diantaranya yaitu protein, kalsium, fosfor, vitamin A, dan tiamin (vitamin

(2)

kalsium yang tinggi, laktosa didalam susu membantu absorpsi susu di dalam saluran cerna (Almatsier, 2002: 98). Kandungan air dalam susu tinggi sekali sekitar 87,5%. Meskipun kandungan gulanya cukup tinggi yaitu 5%, tetapi rasanya tidak manis. Daya kemanisanya hanya seperlima dari kemanisan gula pasir (sukrosa). Kandungan laktosa bersama dengan garam memberikan rasa susu yang spesik (Winarno, 1993: 77).

Tabel 2. Kandungan Gizi Susu Sapi per 100 gram

Kandungan Zat Gizi Komposisi Satuan

Energi 61 kkal Protein 3,2 g Lemak 3,5 g Karbohidrat 4,3 g Kalsium 143 mg Fosfor 60 mg Besi 1,7 mg Vitamin A 39 µg Vitamin B1 0,03 mg Vitamin C 1 mg Air 88,3 g

Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan (Depkes RI, 2005)

Menururt Winarno (1993: 78), susu merupakan sumber protein dengan mutu yang berkualitas tinggi. Kadar protein susu sapi berkisar 3,5%. Protein susu dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu kasein dan protein whey. Kasein merupakan komponen protein tebesar di dalam susu dan sisanya merupakan protein whey. Kadar kasein pada protein susu mencapai 80% dari jumlah protein yang terdapat dalam susu sapi, sedangkan protein whey sebanyak 20%. Kasein penting dikonsumsi tubuh karena mengandung asam amino. Susu merupakan bahan makanan penting karena mengandung kasein yang merupakan protein

(3)

Karbohidrat utama yang terdapat didalam susu merupakan laktosa. Laktosa adalah disakarida yang terdiri dari glukosa dan galaktosa. Enzim laktase bertugas memecah laktosa menjadi gula sederhana yaitu glukosa dan galaktosa. Pada usia bayi tubuh kita menghasilakan enzim laktase dalam jumlah cukup banyak sehingga susu dapat dicerna dengan baik. Namun dengan bertambahnya usia keberadaan enzim lactase dalam tubuh kita semakin menurun sehingga sebagian kita akan menderita diare bila mengonsumsi susu (Khomsan, 2004: 23). 3. Manfaat Susu Sapi

Susu mengandung karbohidrat (laktosa) yang berfungsi sebagai bahan pembakar pada proses metabolisme dan digunakan dalam perkembangan sel otak. Lemak susu yang terdiri dari asam lemak merupakan sumber energi bagi tubuh. Keistimewaan lemak susu adalah tidak membentuk lemak cadangan, melainkan berfungsi sebaai lemak fisiologis. Protein dalam susu mengandung 11 asam amino esensial yang jarang ditemukan dalam makanan asal padi-padian (cereal grains). Kalsium dan vitamin D pada susu sangat penting untuk diet makanan manusia terutama wanita setelah masa menopause. Kasus osteoporosis lebih banyak diderita oleh wanita yang sudah lanjut usia. Susu diperkirakan dapat mensuplai sekitar 725 mg kebutuhan kalsium untuk manusia. Kandungan vitamin dan mineral yang terkandung pada susu berfungsi sebagai bahan pembantu pada proses katabiose dan anabiose metabolisme (Lukman et al., 2009: 13).

4. Kontaminasi pada Susu Sapi

Susu yang masih dalam kelenjar susu dapat dikatakan steril tetapi setelah keluar dari puting dapat terjadi kontaminasi. Faktor yang berpengaruh besar

(4)

bakteri non patogen. Jumlah bakteri dalam susu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang berasal dari hewannya sendiri (faktor intrinsik) maupun yang berasal dari luar tubuhnya (faktor ekstrinsik) (Hadiwiyoto, 1994: 55).

Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu susu: a. Perawatan kebersihan kandang

Kandang sapi yang tidak bersih dan tidak sehat maka jumlah bakteri dalam susu dapat naik dengn cepat. Sehingga harus diperhatikan dengan cermat keadaan kadang seperti misalnya, pencucian lantai kandang harus dengan air mengalir yang bersih, saluran pembuangan, dan ventilasi luar ruangan. b. Perawatan kesehatan dan kebersihan hewan

Keadaan sapi perah yang tidak sehat dan tidak bersih pada waktu diperah akan menghasilkan mutu susu yang tidak baik.

c. Perawatan kebersihan alat-alat pemerah

Kontaminasi sering disebabkan oleh alat-alat pada waktu pemerahan, wadah susu, air pencuci alat maupun wadah yang dalam keadaan kotor, maka semua itu harus dijaga kebersihannya.

d. Keadaan pemerahan

Rumah pemerahan lebih baik terpisah dari kandang sapi. e. Kesehatan pemerah atau pekerja

Pemerah atau pekerja sebisa mungkin harus sehat atau terhindar dari penyakit, karena akan mempengaruhi kontaminasi bakteri dalam susu. f. Pemberian makanan

(5)

g. Penyimpanan susu

Penyimpanan susu lebih baik dilakukan pada suhu yang tinggi (65 ºC) daripada suhu yang rendah (4 ºC), karena pada suhu tinggi jumlah bakteri yang ada pada susu lebih sedikit daripada suhu yang rendah (Hadiwiyoto, 1994: 56).

5. Mikroorganisme dalam Susu

Menurut Sherrington dan Gaman (1981: 101), beberapa faktor penting yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme adalah :

a. Suplai Nutrisi

Unsur-unsur dasar nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroorganisme adalah karbon, nitrogen, hidrogen, oksigen, sulfur, fosfor, zat besi, dan sejumlah kecil logam lainnya. Ketiadaan atau kekurangan sumber nutrisi dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme hingga pada akhirnya dapat menyebabkan kematian.

b. Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Suhu dapat mempengaruhi mikroorganisme dalam dua cara yang berlawanan, yaitu apabila suhu naik maka kecepatan metabolisme naik dan pertumbuhan cepat. Sebaliknya apabila suhu turun, maka kecepatan metabolisme akan menurun dan pertumbuhan lambat. Selain itu, apabila suhu naik atau turun secara drastis, tingkat pertumbuhan akan terhenti, komponen sel mikroorganisme menjadi tidak aktif dan rusak sehingga mikroorganisme menjadi mati.

(6)

c. Keasaman atau Kebasaan (pH)

Setiap organisme memiliki kisaran pH dan pH optimum yang berbeda-beda. Kebanyakan mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran pH 6,6 dan 7.5 (netral). Bakteri tidak dapat tumbuh pada pH di bawah 3.5.

d. Ketersediaan Oksigen

Mikroorganisme memiliki karakteristik sendiri-sendiri di dalam kebutuhannya akan oksigen. Mikroorganisme dalam hal ini digolongkan menjadi aerobik, anaerob, anaerob fakultatif, dan mikroaerofilik (Sherrington dan Gaman, 1981: 101)

Menurut Suwito (2010: 238), beberapa mikroorganisme yang diketahui banyak mencemari susu di antaranya adalah :

a. Staphylococcus aureus

Salah satu bakteri penyebab keracunan setelah minum susu adalah S.

aureus. Di beberapa negara di Eropa, seperti Norwegia, S. aureus

merupakan salah satu bakteri penyebab keracunan setelah minum susu (Jorgensen et al., 2005: 160). Sumber-sumber penularan S. aureus terdapat di sekitar kita, yaitu bagian permukaan kulit, mukosa mulut, hidung, dan kulit kepala.

b. Coliform

E. coli termasuk bakteri berbahaya karena dapat menyebabkan diare. Salah

satu syarat susu dalam SNI No. 01-6366-2000 adalah harus negatif cemaran mikroorganisme E. coli.

(7)

c. Salmonella sp.

Salmonella sp. merupakan bakteri berbahaya yang dikeluarkan dari

saluran pencernaan hewan dan manusia bersama dengan feses. Salmonella

enteritidis merupakan salah satu serotipe yang sering mengontaminasi

susu di samping Salmonella typhimurium (Sarati, 1999: 36). Berdasarkan SNI 01-6366-2000, pemeriksaan Salmonella sp. dilakukan secara kualitatif dan harus negatif.

6. Penularan Penyakit oleh Mikroorganisme dalam Susu

Bakteri patogen dapat menimbulkan infeksi dan keracunan makanan. Infeksi disebabkan mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung bakteri patogen yang tumbuh dalam saluran usus. Keracunan pangan disebabkan mengkonsumsi pangan yang mengandung senyawa beracun hasil mikroorganisme yaitu bakteri dan kapang (Nurwantoro dan Siregar, 1997: 40). Bakteri

Staphylococcus aureus menghasilkan enterotoksin yang dalam jumlah tertentu

akan meracuni tubuh dan menyebabkan gastroenteteritis atau radang mukosa usus. Bakteri lain yang dapat menyebabkan keracunan pada pangan adalah Coliform. Bakteri ini dapat menimbulkan Entero Pathogenic Coliform (EPEC). Penyakit yang ditimbulkan dapat berupa kolitis (radang usus besar) atau gejala disentri, dapat juga menyebabkan penyakit seperti kolera dengan gejala diare dan muntah. Mikroorganisme lain yang dapat mencemari susu adalah Shigella sp, yang penyakitnya disebut Shigellosis (disentri basiler) (Nurwantoro dan Siregar, 1997: 40).

(8)

7. Syarat Kualitas Susu

Syarat kualitas susu segar di Indonesia telah dibakukan dalam Standart Nasional Indonesia (SNI 01-3141-1992), dimana pemeriksaan cemaran mikroorganisme dalam susu segar meliputi uji pemeriksaan dengan angka lempeng total (batas maksimum mikroorganisme 3,0 × 106 koloni/ml), Coliform (maksimum 10/ml), Salmonella (tidak ada), Staphylococcus aureus (maksimum 10² koloni/ml). Susu yang baik harus memenuhi syarat:

a. Jumlah bakteri sedikit.

b. Mempunyai nilai gizi yang tinggi. c. Tidak ada perubahan cita rasa khas susu.

d. Bebas dari bakteri patogen dan substansi-substansi yang bersifat racun. e. Bebas dari spora-spora dan mikroorganisme penyebab penyakit. f. Bersih, bebas dari debu atau kotoran-kotoran yang lain.

g. Tidak dikurangi atau ditambahkan bahan-bahan lainnya. 8. Pengujian Mutu Susu secara Biologik

Pengujian mutu susu secara biologik terdiri atas beberapa bagian, yaitu pengujian mikroskopik, pengujian biokimiawi, dan pengujian bakteriologik atau mikrobiologik. Pengujian mutu susu secara biologik sebagai akibat dari kegiatan mikroorganisme (bakteri, kapang dan yeast) dan enzim-enzim dalam susu, perubahanperubahan sifat susu dapat terjadi baik sifat fisika ataupun kimianya.

Pengujian biologik dikerjakan untuk mengetahui kemungkinan atau akibat terjadi perubahan tersebut. Dalam hal ini pengujian biologik dapat berupa pengujian mikroskopik dan pengujian bakteriologik (Hadiwiyoto, 1994: 57).

(9)

a. Pengujian secara biologik

Pengujian bakteriologik secara umum ditujukan untuk mengetahui jumlah bakteri dalam susu segar. Untuk menentukan jumlah bakteri dapat digunakan beberapa cara, yaitu:

1) Jumlah bakteri secara keseluruhan (Total Cell Count).

Menurut Lay (1994: 116), jumlah bakteri secara keseluruhan merupakan perhitugan semua bakteri baik yang hidup maupun yang mati.

a) Menghitung langsung secara mikroskopik.

Pada cara ini dihitung jumlah bakteri dalam satuan isi yang sangat kecil, untuk itu digunakan kaca objek khusus yang bergaris (Petroff-Hauser) berbantuk bujur sangkar. Cara ini hanya dapat digunakan untuk cairan yang mengandung bakteri dalam jumlah tinggi.

b) Menghitung berdasarkan kekeruhan.

Dasar teknik ini adalah banyaknya cahaya yang diabsorbsi sebanding dengan banyaknya sel bakteri pada batas-batas tertentu. Umumnya untuk menghitung dengan cara ini digunakan turbidimetri.

2) Perhitungan bakteri hidup

Ada 3 cara perhitungan bakteri hidup, yaitu: a) Standart Plate Count

Pada cara ini pengenceran dilakukan dengan menggunakan sejumlah botol pengencer yang diisi sampel dan aqua destilata steril.

(10)

Agar cair didinginkan sampai suhu sekitar 44ºC dan baru kemudian dituangkan ke cawan petri setelah agak membeku cawan dieramkan selama 24-48 jam (37 ºC).

b) Plate Count

Sampel dipipet lalu ditaruh dalam cawan petri kosong steril, lalu dituang dalam media agar yang mencair, dengan suhu sekitar ± 45ºC lalu digoyangkan dengan hati-hati sehingga sampel dan media tercampur rata kemudian dibiarkan memadat.

b. Pengujian secara mikroskopik

Pengujian secara mikroskopik ditujukan untuk mengetahui struktur dan bentuk-bentuk dari bakteri (Hadiwiyoto, 1994: 55).

B. Coliform

Bakteri Coliform merupakan bakteri yang memiliki habitat normal di usus manusia dan juga hewan. Bakteri Coliform adalah bakteri indikator keberadaan bakteri patogenik lain. Lebih tepatnya, bakteri Coliform fecal adalah bakteri indikator adanya pencemaran bakteri patogen. Penentuan Coliform fecal menjadi indikator pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri patogen. Selain itu, mendeteksi Coliform jauh lebih murah, cepat, dan sederhana daripada mendeteksi bakteri patogenik lain. Bakteri yang termasuk kelompok bakteri Coliform antara lain, Escherichia coli dan

Enterobacter aerogenes (Jay, 1992: 40). Penyebaran Coliform dari manusia ke

(11)

memakan makanan atau minuman yang telah terkontaminasi feses manusia maupun feses hewan. Infeksi Coliform pada manusia seringkali disebabkan oleh konsumsi makanan produk hewan yang tercemar, misalnya daging dan susu (Balia et al., 2011).

Bakteri kelompok Coliform meliputi bakteri berbentuk batang, Gram negatif, tidak membentuk spora, dan dapat memfermentasi laktosa dengan memproduksi gas dan asam pada suhu 37°C dalam waktu kurang dari 48 jam. Adapun bakteri E. coli selain memiliki karakteristik seperti bakteri Coliform pada umumnya juga dapat menghasilkan senyawa indol di dalam air pepton 9 yang mengandung asam amino triptofan, serta tidak dapat menggunakan natrium sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon (Fardiaz, 1993). Arnia dan Efrida (2007) berpendapat, bahwa kontaminasi bakteri Coliform dapat melalui tangan penjual, pemotongan yang tidak higiene sehingga bakteri dari alat pemotong dapat berpindah ke daging, dari kemasan yang kurang steril, dari air yang digunakan untuk membersihkan daging atau alat pemotong yang kemungkinan sudah tercemar dan dari daging itu sendiri karena habitat dari bakteri Coliform ini adalah di usus hewan, serta banyak penyebab lainnya.

C. Higiene dan sanitasi makanan dan minuman

1. Pengertian higiene dan sanitasi makanan dan minuman

Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk melindungi kebersihan

(12)

piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan (Depkes RI, 2004). Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subjeknya. Misalnya, menyediakan air yang bersih untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar sampah tidak dibuang sembarangan (Depkes RI, 2004). Higiene dan sanitasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena memiliki hubungan yang erat. Misalnya higienenya sudah baik karena mau mencuci tangan,tetapi sanitasinya tidak mendukung karena tidak cukup tersedianya air bersih, maka mencuci tangan tidak sempurna (Depkes RI, 2004).

Higiene sanitasi makanan dan minuman adalah upaya mengendalikan faktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan. Persyaratan higiene sanitasi adalah ketentuan-ketentuan teknis yang ditetapkan terhadap produk rumah makan dan restoran, personel dan perlengkapannya yang meliputi persyaratan bakteriologis, kimia dan fisika (Depkes RI, 2003). Makanan dan minuman termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat mendasar dalam kehidupan manusia karena merupakan sumber energi satu-satunya. Sehingga apapun yang akan disajikan sebagai makanan maupun minuman manusia haruslah memenuhi syarat utama, yaitu cita rasa makanan dan keamanan makanan, dalam arti makanan tidak mengandung zat atau mikroorganisme yang dapat mengganggu kesehatan tubuh yang memakan makanan itu (Moehyi, 1992: 132).

(13)

2. Prinsip higiene sanitasi makanan dan minuman

Pada dasarnya pengolahan makanan dan minuman mempunyai prinsip higiene sanitasi upaya untuk mengendalikan faktor tempat, peralatan, orang dan makanan yang dapatatau mungkin dapat menimbulkan gangguan kesehatan atau keracunan makanan. Terdapat 6 (enam) prinsip higiene sanitasi makanan dan minuman, yaitu (Depkes RI, 2004) :

a. Pemilihan bahan makanan dan minuman

Pilihlah bahan makanan yang masih segar, masih utuh, tidak retak atau pecah. Makanan yang cepat membusuk seperti daging, telur, ikan, susu, dalam bahan tidak boleh terdapat kotoran, dan tidak berulat.

b. Penyimpanan bahan makanan dan minuman

Proses penyimpanan bahan makanan harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk mencegah pencemaran. Makanan di simpan di tempat yang temperaturnya tidak memungkinkan mikroorganisme itu dapat tumbuh dan berkembang biak. Mikroorganisme masih dapat berkembang biak pada makanan yang disimpan di tempat yang agak dingin, sekitar 5 sampai 10°C. Menyimpan makanan dalam freezer sama sekali tidak membunuh bakteri. Apabila makanan dikeluarkan dari dalam freezer dan temperatur menjadi tinggi, maka bakteri akan mulai memperbanyak diri kembali. Bakteri baru berhenti tumbuh apabila makanan disimpan pada temperature di bawah 3°C (Moehyi, 1992: 134).

Makanan yang cepat membusuk seperti daging, ikan, susu, dan telur disimpan pada tempat khusus sesuai suhu yang disyaratkan dan usahakan ada

(14)

sirkulasi udara atau ventilasi, serta disimpan pada tempat yang tidak terjangkau tikus, serangga, binatang pengganggu lainnya. Penyimpanan bahan makanan dilakukan untuk menghindari tercemar bakteri karena alam atau perlakuan manusia dan kerusakan mekanisme seperti gesekan, tekanan, dan benturan. Tedapat empat cara penyimpanan makanan yang sesuai dengan suhunya, yaitu :

1) Penyimpanan sejuk (cooling), yaitu suhu penyimpanan 10 sampai 15°C untuk jenis minuman, buah dan sayuran.

2) Penyimpanan dingin (chilling), yaitu suhu penyimpanan 4 sampai 10°C untuk bahan makanan yang berpotensi yang akan segera diolah kembali.

3) Penyimpanan dingin sekali (freezing), yaitu suhu penyimpanan 0 sampai 4°C untuk bahan berpotensi yang mudah rusak untuk jangka waktu sampai 24 jam.

4) Penyimpanan beku (frozen), yaitu suhu penyimpanan kurang dari 0°C untuk bahan makanan protein yang mudah rusak untuk jangka waktu lebih dari 24 jam.

c. Pengolahan Makanan

Pengolahan makanan dan pengolahan minuman adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah menjadi makanan dan minuman yang siap saji. Pengolahan makanan yang baik adalah yang mengikuti kaidah dari prinsip-prinsip higiene dan sanitasi. Tujuan pengolahan makanan adalah agar tercipta makanan yang memenuhi syarat kesehatan, mempunyai cita rasa

(15)

87). Hal ini karena makanan dapat terkontaminasi mikroba karena beberapa hal yaitu:

1) Mengolah makanan atau makan dengan tangan kotor. 2) Memasak sambil bermain dengan hewan peliharaan

3) Menggunakan lap kotor untuk membersihkan meja, perabotan bersih. 4) Dapur, alat masak dan makan yang kotor, dan lain-lain.

Dalam proses pengolahan makanan, harus diperhatikan persyaratan higiene dan sanitasi terutama menjaga peralatan masak yang digunakan, tempat pengolahan atau disebut dapur serta kebersihan penjamah makanan (Kusmayadi, 2008: 3).

a) Penjamah Makanan

Penjamah makanan jajanan dalam melakukan kegiatan pelayanan penanganan makanan jajanan harus memenuhi persyaratan antara lain (Depkes RI, 2003) :

(1) Tidak menderita penyakit mudah menular misalnya batuk, pilek, influenza, diare, dan penyakit perut sejenisnya

(2) Menutup luka (pada luka terbuka/ bisul atau luka lainnya) (3) Menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian. (4) Memakai celemek dan tutup kepala.

(5) Mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.

(6) Menjamah makanan harus memakai alat atau perlengkapan, atau dengan alas tangan.

(16)

(7) Tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut atau bagian lainnya).

(8) Tidak batuk atau bersin di hadapan makanan jajanan yang disajikan dan tanpa menutup mulut atau hidung.

(9) Tidak menggunakan hiasan emas.

(10) Tidak bercakap-cakap saat menangani minuman. b) Tempat Pengolahan

Pedagang berkewajiban menyediakan tempat pengolahan makanan atau disebut dapur yang memenuhi standart dan persyaratan higiene dan sanitasi untuk mencegah resiko pencemaran terhadap makanan. Beberapa hal yang penting dalam persiapan di tempat memasak yaitu

(1) Ventilasi harus cukup baik

(2) Lantai, dinding, dan ruangan bersih dan terpelihara agar menekan. kemungkinan pencemaran terhadap makanan.

(3) Meja peracikan bersih dan permukaanya kuat atau tahan goresan agar bekas irisan tidak masuk ke dalam makanan.

(4) Ruangan bebas lalat dan tikus

Beberapa hal yang penting terkait dengan peralatan memasak yaitu:

(1) Tidak boleh melepaskan zat beracun kepada makanan seperti kadmium, tembaga, seng, arsen dan timbal. Logam ini beracun yang dapat berakumulasi dan menyebabkan penyakit saluran kemih serta kanker.

(17)

(2) Keutuhan peralatan

Tidak boleh patah, penyok, tergores atau retak, karena akan menjadi sarang kotoran atau bakteri. Peralatan tidak utuh tidak mungkin dapat dicuci sempurna sehingga dapat menjadi sumber kontaminasi.

(3) Sesuai fungsi

Setiap peralatan mempunyai fungsi tersendiri yang berbeda dan jangan dicampur aduk. Peralatan yang digunakan campur baur akan menimbulkan kontaminasi

(4) Letak

Peralatan yang bersih dan siap dipergunakan sudah berada pada tempat masing-masing sehingga memudahkan waktu untuk menggunakannya.

Peralatan yang dipergunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan harus juga sesuai dengan peruntukannya dan memenuhi persyaratan higiene sanitasi, antara lain (Depkes RI, 2003):

(1) Peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air bersih dan dengan sabun.

(2) Lalu dikeringkan dengan alat pengering atau lap yang bersih. (3) Kemudian peralatan yang sudah bersih tersebut disimpan di

tempat yang bebas pencemaran.

(4) Dilarang menggunakan kembali peralatan yang dirancang hanya untuk sekali pakai.

(18)

c) Penyimpanan Makanan Masak

Menyimpan makanan dan minuman yang sudah masak perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut (Depkes, 2004):

(1) Makanan yang disimpan harus diberi tutup

(2) Tersedia tempat khusus untuk menyimpan makanan (3) Makanan tidak boleh disimpan dekat dengan saluran air

(4) Apabila disimpan di ruangan terbuka hendaknya tidak lebih dari 6 jam dan ditutup agar terhindar dari serangga dan binatang lain (5) Lemari penyimpanan sebaiknya tertutup dan tidak berada tanpa

kaki penyangga atau dipojok ruangan karena tikus, kecoa dan hewan lainya karena akan sangat mudah untuk menjangkaunya. d) Pengangkutan Makanan

Pengangkutan makanan yang sehat akan sangat berperan dalam mencegah terjadinya pencemaran makanan. Pencemaran pada makanan masak lebih tinggi resikonya daripada pencemaran pada bahan makanan. Oleh karena itu, titik berat pengendalian yang perlu diperhatikan adalah pada makanan masak. Dalam poses pengangkutan makanan banyak pihak yang terkait mulai dari persiapan, pewadahan, orang, suhu dan kendaraan pengangkutan itu sendiri.

Pencemaran makanan selama dalam pengangkutan dapat berupa pencemaran fisik, mikroba, maupun kimia. Untuk mencegahnya adalah membuang atau setidaknya mengurangi sumber yang akan menyebabkan pencemaran (Depkes RI, 2004). Cara pengangkutan makanan yaitu :

(19)

(1) Mengangkut bahan makanan tidak tercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3), seperti pupuk, obat hama atau bahan berbahaya lainnya.

(2) Kendaraan pengangkut makanan tidak dipergunakan untuk mengangkut bahan lain seperti untuk mengangkut orang, hewan, atau barang-barang.

(3) Kendaraan yang digunakan harus diperhatikan kebersihannya agar setiap akan digunakan untuk makanan selalu dalam keadaan bersih. (4) Hindari pemakaian kendaraan yang telah mengangkut bahan kimia atau pestisida walaupun telah dicuci masih akan terjadi pencemaran.

(5) Hindari perlakuan manusia yang menangani makanan selama pengangkutan, seperti perlakuan makanan yang ditumpuk, diinjak, dan dibanting.

(6) Kalau mungkin gunakanlah kendaraan pengangkut bahan makanan yang menggunakan alat pendingin sehingga mampu membawa makanan dengan jangkauan lebih jauh, tetapi tentu saja biayanya akan menjadi jauh lebih besar sehingga akan menaikkan harga makanan.

e) Penyajian Makanan

Proses terakhir adalah penjualan atau penyajian makanan. Makanan jajanan yang siap disajikan dan telah lebih dari 6 (enam) jam apabila masih dalam keadaan baik, harus diolah kembali sebelum

(20)

digunakan bersih, sirkulasi udara dapat berlangsung, penyaji berpakaian bersih, rapi, menggunakan tutup rambut. Tangan penyaji tidak boleh kontak langsung dengan makanan yang disajikan (Depkes RI, 2003).\

D. Penelitian Terdahulu

Penelitian terkait dengan analisis kualitas Coliform pada susu sapi segar telah dilakukan oleh beberpa peneliti. Marlina et al. (2005) melakukan penelitian untuk mengevaluasi jumlah Coliform pada susu sapi perah. Sampel susu sapi perah diambil dari tempat pengumpulan susu yang kemudian diamati jumlah

Coliform dalam susu dan apakah jumlah Coliform dalam susu telah memenuhi

syarat Standar Nasional Indonesia (SNI) tahun 2000. Penelitian merupakan studi kasus deskripstif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata jumlah Colifrom susu sapi perah dari semua peternak berkisar antara 7,080-13,567 MPN/ml, artinya bahwa semua sampel susu masih memenuhi yarat SNI tahun 2000 yaitu 20 MPN/mL. Grup Coliform yang terdeteksi pada susu sapi perah adalah grup

Coliform non fekal, gram negatif dan bentuk batang.

Sirindon (2008) menganalisis koliform dalam susu sapi segar sebagai arameter sanitasi, khususnya peternakan sapi perah di daerah Bogor. Penelitian menggunakan susu sampel individu dari peternakan di daerah Bogor. Sampel dianalisis dengan menggunakan media Violet Red Bile, diinkubasi selama 24-48 jam dengan suhu 35-37 ºC. Koloni dihitung dan data diolah dengan menggunakan ANOVA dan uji Duncan. Hasil menunjukkan bahwa jumlah koliform tertinggi sebesar 2,2 x 104 ± 2,4 x 104 cfu/ml karena sebelum pemerahan, puting susu tidak

(21)

dicuci, peralatan dicuci dengan menggunakan air biasa bukan air panas dan tidak menggunakan sabun serta sumber air berasal dari sumber mata iar pegubungan.

Kajian yang dilakukan dalam penelitian ini serupa dengan penelitian-penelitian yang telah dipaparkan di atas yaitu mengidentifikasi ada tidaknya kandungan Coliform dalam susu sapi segar dan menghitung jumlahnya. Penelitian tidak hanya fokus identifikasi Coliform pada susu sapi segar namun juga mengkaji pengaruh higiene dan sanitasi peternakan dan pemerahan terhadap jumlah

Coliform dalam susu sapi segar.

E. Kerangka berfikir

Kerangka berfikir penelitian ini dipaparkan pada Gambar 1.

Coliform dalam :

a. feses ternak b. air minum sapi c. air cuci tangan

pemerah

d. air cuci peralatan perah

Jumlah Coliform dan angka kuman pada

susu sapi segar

Higiene dan Sanitasi a. perawatan kebersihan

kandang,

b. perawatan kesehatan dan kebersihan hewan,

c. perawatan kebersihan alat-alat pemerah

d. keadaan pemerahan

e. kesehatan pemerah atau pekerja

Gambar

Tabel 2. Kandungan Gizi Susu Sapi per 100 gram

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini, proses klasifikasi hutan mangrove dilakukan dengan menggunakan metode klasifikasi yang menghasilkan nilai akurasi terbesar pada proses analisis

Firma adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha antara dua orang atau lebih dengan nama bersama, dalam mana tanggung jawab masing-masing anggota firma (disebut

engkau akan melewati perbatasan Moab, yaitu Ar. 19 Ketika engkau berada dekat dengan bani Amon, jangan usik mereka dan jangan tantang mereka. Aku tidak akan memberikan negeri bani

Pada tinea kruris keluhan utama adalah rasa gatal yang da%at he&at. ?esi umumnya &ilateral walau%un tidak simetris0 &er&atas tegas0 te%i meninggi yang.. da%at

al (2011) meneliti tentang corporate governance perusahaan perbankan dengan sampel 82 Bank islam yang dilakukan di 11 negara, yaitu Bahrain, Mesir, Iran, Yordania, Kuwait, Libanon,

Analysis of Pumice Thickness Layers As a Result of Rinjani Volcano Eruption in Lombok Island Based on Resistivity Data ..... Investigation of Subsurface Structure With Integrated

adalah cara – cara yang dapat digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik dalam arti lebih. cermat,