• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSTRUKSI SOSIAL TERHADAP KONDEKTUR PEREMPUAN BUS BATIK SOLO TRANS (BST) DI KOTA SURAKARTA Isac Jordan D

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONSTRUKSI SOSIAL TERHADAP KONDEKTUR PEREMPUAN BUS BATIK SOLO TRANS (BST) DI KOTA SURAKARTA Isac Jordan D"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

KONSTRUKSI SOSIAL TERHADAP KONDEKTUR PEREMPUAN BUS BATIK SOLO TRANS (BST) DI KOTA SURAKARTA

Isac Jordan D0308092 wukutolu@gmail.com

ABSTRACT

Isac Jordan. D0308092. 2015SOCIAL CONSTRUCTION ON FEMALE BUS CONDUCTOR BATIK SOLO TRANS (BST) IN SURAKARTA. Thesis. Department of Sociology. Faculty of Social Science and Political Science. University March Surakarta.

This research purposes was to determine the public's view of female conductor in Surakarta. Became a bus conductor is a new thing for women. It was developed in the community before the study was conducted

The theory used in this research is the theory of social construction proposed by Peter L Berger. How do people construct female conductor. The research is a qualitative descriptive data taken with the technique of in-depth interviews, observation, and documentation. Samples were taken by using purposive sampling technique. To ensure the validity of data used triangulation of sources, while the analysis of the data used is the interactive model. Sampling consisted of 4 girls (2 users and 2 conductor) and 4 male users Batik Solo Trans.

The results of this study show that, women are now working in the public sector as being the conductor could not be considered one eye. The work was constructed as the work of men was able to be done by women. The construction of the Community judge the woman who worked as a conductor is work positive. Women are now worth considering because they are able to align themselves with the man and the society can accept the presence of a woman conductor.

Key words: social construction, women, conductor

Pembangunan yang terjadi saat ini dapat dipandang sebagai proses industrialisasi dan pertumbuhan ekonomi yang dibungkus dalam apa yang kemudian disebut dengan “modernisasi”. Proses modernisasi dalam pembangunan ekonomi, tentunya membuka peluang dunia kerja bagi kaum perempuan. Di mana pembangunan dan modernisasi tanpa disadari akan menarik kaum perempuan memasuki sektor publik, baik industri maupun jasa.

Sebagai salah satu dampak dari pembangunan, maka dalam memahami kondisi kerja perempuan diperlukan analisis yang lebih seksama tentang proses pembangunan, terutama kemiskinan dan struktur pasar kerja. Hal ini difungsikan sebagai salah satu kerangka berpikir guna memahami ketimpangan-ketimpangan pasar kerja dalam perspektif gender yang diakibatkan oleh developmentalisme. Keterlibatan perempuan dalam pasar kerja merupakan tuntutan proses pembangunan. Angkatan kerja perempuan memasuki wilayah publik adalah hal yang tidak bisa dielakkan lagi dalam proses modernisasi.

Dinas Perhubungan Kota Surakarta meluncurkan fasilitas layanan transportasi umum Batik Solo Trans. Layanan transportasi perkotaan berjenis Bus

(2)

commit to user

Rapid Transit itu diharapkan menjadi bus kota tercanggih di Indonesia. Pada tahap awal, mereka baru mengoperasikan 8 unit armada dari 15 unit armada yang dimiliki. Bus yang merupakan sumbangan dari Kementerian Perhubungan tersebut dioperasikan oleh Perusahaan Umum Damri Unit Bus Kota Surakarta. Bus tersebut bakal melintas dari terminal Palur hingga terminal Kartasura, dengan jarak sekitar 19 kilometer.

Pengoperasian Batik Solo Trans tersebut diharapkan mampu mengurai kepadatan lalu lintas di kota Surakarta. Batik Solo Trans tidak hanya mempekerjakan laki-laki namun Batik Solo Trans sudah mulai mempekerjakan perempuan sebagai kondektur bus, pekerjaan yang lazimnya dilakukan oleh laki-laki. Hal ini merupakan fenomena kesetaraan gender bagi mereka ditengah masyarakat. Apabila budaya merupakan salah satu faktor penting yang berkontribusi terhadap berbagai ketidakadilan yang dialami kaum perempuan, maka inilah saatnya untuk mengupas dan mengkritisi bagaimana kebudayaan mengkonstruksikan peran gender laki-laki dan perempuan.

Berdasarkan uraian di atas maka hendaknya konstruksi sosial atas perempuan perlu mendapat perhatian agar pandangan tersebut tidak membudaya dalam masyarakat. Sehingga menjadi penting untuk menggali bagaimana konstruksi sosial terhadap kondektur perempuan Batik Solo Trans di Kota Surakarta terbentuk, serta dampak apa saja yang timbul dari konstruksi yang terbentuk tersebut.

Perumusan masalah adalah konteks penelitian yang mengarahkan pelaksanaan dan pencapaian tujuan penelitian. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka permasalahan yang menjadi perhatian penulis dalam penelitian ini adalah bagaimana konstruksi sosial pada kondektur perempuan bus Batik Solo Trans? Faktor yang mempengaruhi perempuan bekerja menjadi kondektur?

Realitas sosial merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu. Individu adalah manusia bebas yang melakukan hubungan antara manusia yang satu dengan yang lain. Individu menjadi penentu dalam dunia sosial yang dikonstruksi berdasarkan kehendaknya. Individu bukanlah sosok korban sosial, namun merupakan sebagai mesin produksi sekaligus reproduksi yang kreatif dalam mengkonstruksi dunia sosialnya

Berger & Luckmann berpandangan bahwa kenyataan itu dibangun secara sosial, dalam pengertian individu-individu dalam masyarakat itulah yang membangun masyarakat. Maka pengalaman individu tidak terpisahkan dengan masyarakatnya. Berger memandang manusia sebagai pencipta kenyataan sosial yang objektif melalui tiga momen dialektis yang simultan yaitu eksternalisasi, objektifikasi dan internalisasi. (dalam Basari, 1990:31)

Eksternalisasi yaitu usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Proses ini merupakan bentuk ekspresi diri untuk menguatkan eksistensi individu dalam masyarakat. Pada tahap ini masyarakat dilihat sebagai produk manusia (Society is a human product).

(3)

commit to user

Objektifikasi adalah hasil yang telah dicapai, baik mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Hasil itu berupa realitas objektif yang bisa jadi akan menghadapi si penghasil itu sendiri sebagai suatu faktisitas yang berada di luar dan berlainan dari manusia yang menghasilkannya. Realitas objektif itu berbeda dengan kenyataan subjektif perorangan. Ia menjadi kenyataan empiris yang bisa dialami oleh setiap orang. Pada tahap ini masyarakat dilihat sebagai realitas yang objektif atau proses interaksi sosial dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami proses institusionalisasi.

Internalisasi, lebih merupakan penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Berbagai macam unsur dari dunia yang telah terobjektifikasi tersebut ditangkap sebagai gejala realitas di luar kesadarannya, sekaligus sebagai gejala internal bagi kesadaran. Melalui internalisasi manusia menjadi hasil dari masyarakat.

Modernisasi dan kemajuan di Kota Surakarta menyebabkan banyak terbukanya lapangan pekerjaan di sektor publik. Banyaknya lapangan pekerjaan yang tersedia ini telah mengurangi banyaknya pengangguran. Menurut Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Wilayah Surakarta, mencatat bahwa peningkatan pekerja di sektor publik mencapai 16%. (Dispendukcapil, 2012).

Salah satu jenis pekerjaan di sektor publik adalah menjadi kondektur bus Batik Solo Trans. Bus ini merupakan transportasi massal yang di mana semua lapisan masyarakat bisa menggunakan moda transpotasi ini. Dan yang menarik dari bus Batik Solo Trans adalah mempekerjakan perempuan sebagai kondektur, yang mana lazimnya pekerjaan ini dilakukan oleh laki-laki.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif. Artinya riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Proses dan makna lebih diutamakan dalam penelitian kualitatif. Landasan teori digunakan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. penelitian kualitatif adalah untuk memahami fenomena atau gejala sosial dengan lebih menitik beratkan pada gambaran yang lengkap tentang fenomena yang dikaji daripada memerincinya menjadi variabel-variabel yang saling terkait. Harapannya ialah diperoleh pemahaman yang mendalam tentang fenomena untuk selanjutnya dihasilkan sebuah teori. (Slamet, 2006).

Metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian kualitatif deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan-hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.

Lokasi penelitian adalah tempat di mana penelitian akan dilakukan, beserta jalan dan kotanya. Dalam penelitian ini peneliti mengambil lokasi di halte

(4)

commit to user

bus Batik Solo Trans sepanjang jalur koridor I yang berada di Kota Surakarta, Jawa Tengah.

Analisa/ analisis data merupakan bagian yang penting dalam penelitian dengan pendekatan studi kasus, yang merupakan cara spesifik untuk menghimpun data, mengorganisir data, dan menganalisa data.

Tujuannya untuk menghimpun data yang mendalam, sistematis, komprehensif tentang bagaimana konstruksi sosial terhadap kondektur perempuan bus Batik Solo Trans. Analisa data dalam penelitian kualitatif sejak awal peneliti terjun lapangan, yakni sejak mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan membuat catatan-catatan lapangan. Dalam penelitian kualitatif, data diinterpretasi dengan memberikan makna, menerjemahkan, atau membuatnya dapat dimengerti. Analisis dilakukan secara kualitatif dan kemudian data yang terkumpul diklasifikasikan, dianalisis, dideskripsikan secara kualitatif. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ialah model interaktif (Interactive Mode of Analisis) Miles dan Huberman yang mempunyai tahap-tahap dalam analisis data, yaitu: (1) pengumpulan data; (2) reduksi data; (3) penyajian data; dan (4) penarikan kesimpulan/verifikasi. (dalam Hendriansyah, 2012)

Merupakan tahap pertama dalam analisis data, di mana dalam penelitian kualitatif kebanyakan datanya berupa kata-kata, fenomena, foto, sikap, dan perilaku keseharian masyarakat pengguna dan seorang kondektur perempuan bus Batik Solo Trans yang diperoleh dari hasil observasi mereka dengan menggunakan beberapa teknik seperti observasi, wawancara, dokumentasi. Merupakan proses pemilihan data yang muncul dari catatan-catatan tertulis dari lapangan. Data yang telah diperoleh dipilih dan fokuskan untuk memperoleh data bagaimana konstruksi sosial masyarakat pengguna terhadap kondektur perempuan bus Batik Solo Trans.

Merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan dalam riset yang dilakukan. Jadi data dan informasi yang sudah diperoleh di lapangan dimasukkan ke dalam matriks. Salah satunya matriks profil informan dan beberapa matriks didalam hasil dan pembahasan. Penyajian data ini merupakan kalimat yang disusun secara sistematis sehingga apabila dibaca akan bisa mudah.

Tahap akhir proses pengumpulan data, yang dimaknai sebagai penarikan arti data yang telah ditampilkan. Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam proses ini adalah dengan melakukan pencatatan untuk pola-pola dan tema yang sama, pengelompokan, dan pencarian kasus-kasus negatif (kasus khas, berbeda, menyimpang dari kebiasaan yang ada di masyarakat).

HASIL PENELITIAN

Pada tahun 1980-an pembangunan jalan dan sarana transportasi, selain untuk memberikan fasilitas umum yang nyaman, juga untuk mendukung perkembangan sektor industri, ekonomi, dan pariwisata, khususnya untuk distribusi barang dan jasa. Pembangunan jalan di kota Surakarta disesuaikan dengan suatu pola, dengan menempatkan jalan Slamet Riyadi sebagai poros utama kota. Pembangunan jalan ke luar kota disesuaikan atau dihubungkan

(5)

commit to user

dengan pusat-pusat ekonomi baru yang merupakan bagian dari pengembangan zona ekonomi Surakarta, dan pintu masuk ke dalam dan keluar dari Surakarta, seperti Palur, Solo Baru, Colomadu dan Kartasura.

Berkembangnya pembangunan jalan dan perekonomian di kota Surakarta tersebut seiring dengan perkembangan transportasi perkotaan. Kebutuhan akan transportasi perkotaan bagi masyarakat semakin meningkat, ditandai dengan semakin banyaknya armada-armada angkutan perkotaan dengan berbagai rute kota. Selain terdapatnya terminal Tirtonadi untuk angkutan antarkota ada antarprovinsi, juga dibangun terminal-terminal bus yang lebih kecil seperti di Palur dan Kartasura. Untuk angkutan kereta api masih digunakan prasarana peninggalan kolonial seperti Stasiun Balapan, Stasiun Jebres, Stasiun Purwosari, dan Stasiun Sangkrah (Kota). Untuk angkutan udara, Bandara Adi Sumarmo di Panasan ditingkatkan kapasitasnya sebagai bandara internasional, sekaligus sebagai pelabuhan embarkasi haji untuk Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Sebagai salah satu kota besar di Indonesia, penataan sistem angkutan umum di kota Surakarta diperlukan dalam mewujudkan angkutan umum yang nyaman, efisien, aman dan handal. Sebagai upaya dalam pewujudan peningkatan kualitas pelayanan angkutan umum Pemerintah Kota Surakarta mengadakan sistem angkutan umum massal dengan jenis Batik Solo Trans (BST).

Pada titik tertentu shelter BST juga akan dilengkapi dengan fasilitas untuk kaum difabel sehingga akan memudahkan mereka saat akan naik/turun BST. Salah satunya adalah shelter BST yang berada di depan Solo Grand Mall (SGM). BST merupakan solusi transportasi umum di Kota Surakarta yang nyaman, aman, dan tepat waktu.

Batik Solo Trans (BST) adalah salah satu moda transportasi di Kota Surakarta. Diluncurkan pada 1 September 2010 yang lalu, Batik Solo Trans kini telah banyak membantu masyarakat sebagai alternatif transportasi dalam bepergian di dalam kota. BST juga telah melayani rute langsung ke bandar udara Adi Sumarmo.

Pengertian kondektur adalah orang yang menarik ongkos perjalanan dan memandu perjalanan dalam sebuah armada transportasi darat dan biasanya armada yang dimaksud adalah bus. Terdapat beberapa armada bus yang ada di wilayah Surakarta dan Yogyakarta yang menggunakan kondektur perempuan dalam mendukung aktivitas transportasi dalam pelayanan publiknya, yaitu bus BST (Batik Solo Trans) dan BTJ (Bus Trans Jogja). Sementara perbedaan antara kondektur bus Batik Solo Trans dan Bus Trans Jogja, adalah bahwa kondektur perempuan Bus Trans Jogja tugasnya hanya memandu perjalanan. Sedangkan, kondektur di Batik Solo Trans lebih kompleks lagi tugasnya, selain memandu perjalanan mereka juga menarik ongkos kepada para penumpang. Hal ini tidak berlaku di BTJ (Bus Trans Jogja) karena tiket penumpang sudah dibayar di awal/ sebelum penumpang naik ke bus pada halte ataupun tempat penjualan tiket terkait penggunaan sarana transportasi tersebut.

Terlepas dari pengertian di atas, perbedaan tidak kemudian mengartikulasikan sebuah posisi ataupun peran perempuan dalam sebuah

(6)

commit to user

pekerjaan dengan kacamata stratifikasi yang berujung pada klasifikasi hirarki yang kuat ataupun yang lemah antara laki-laki dan perempuan. Pembedaan lebih bersifat diferensiasi yang menunjukkan perbedaan jenis kelamin namun tetap berada pada satu kondisi sosial yang sama yang memungkinkan keduanya dapat melakukan pekerjaan secara bersama-sama tanpa ada perbedaan yang membatasi. Kondektur juga dimungkinkan dilakukan oleh seorang perempuan.

Kondektur bus Batik Solo Trans sudah melalui sosialisasi yang dilakukan oleh dinas terkait tentang pekerjaan yang akan mereka lakukan. Oleh karena itu, para informan yang memilih pekerjaan sebagai kondektur bus Batik Solo Trans sudah mempunyai alasan dan pandangan tersendiri mengenai pekerjaan tersebut.

Hasil yang didapat dari informan seorang kondektur perempuan bernama Putri (20 tahun), ketertarikannya bekerja sebagai kondektur bus Batik Solo Trans adalah karena ingin mandiri serta mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhannya dan kebutuhan keluarga. Putri baru 8 bulan bekerja sebagai kondektur di bus Batik Solo Trans.

Secara eksternalisasi adalah suatu keinginan manusia untuk terus menerus masuk ke dalam dunia, baik dalam aktivitas fisik maupun mentalnya. Dunia manusia adalah dunia yang dibentuk (dikonstruksi) oleh aktivitas manusia sendiri dan harus membentuk dunianya sendiri dalam hubungannya dengan dunia (Berger, 1994:6). Kondektur perempuan merupakan pekerjaan yang baru dengan lingkungan yang baru bagi seorang perempuan. Karena seorang perempuan merupakan salah satu makhluk sosial yang harus berkembang secara biologis maupun secara mental, dan keberadaan mereka tidak mungkin berlangsung dalam suatu lingkungan yang tertutup dan tanpa gerak. Karena lingkungan manusia yang dibentuk itu adalah kebudayaan, yang tujuannya memberikan struktur-struktur kokoh yang sebelumnya tidak dimiliki secara biologis. Oleh karena merupakan bentukan manusia, struktur-struktur itu bersifat tidak stabil dan selalu memiliki kemungkinan berubah. Itulah sebabnya, kebudayaan selalu dihasilkan kembali oleh manusia. Seorang perempuan yang bekerja menjadi kondektur bus, keberadaannya harus terus menerus mencurahkan pendiriannya dalam aktivitas.

Konstruksi masyarakat tentang perempuan yang bekerja di sektor publik (kondektur bus) adalah negatif. Masyarakat beranggapan bahwa menjadi kondektur perempuan negatif karena pekerjaan tersebut tidak lazim dilakukan oleh perempuan, karena pada dasarnya pekerjaan menjadi kondektur merupakan pekerjaan laki-laki yang penuh dengan ketegasan dan kesigapan untuk menghadapi orang-orang di jalan dan mengatur perjalanan bus supaya perjalanan bus berjalan dengan lancar.

Pekerjaan kondektur bus bagaimanapun selalu identik dengan laki-laki. Meskipun saat ini ada sebagian perempuan yang menjalani pekerjaan sebagai kondektur bus, yang mana tugas kondektur ini lebih dianggap bersifat laki-laki. Dalam penelitian ini, peneliti mewawancarai penumpang atau pengguna bus Batik Solo Trans tersebut, melalui informan tersebut kita dapat mengetahui bagaimana pandangan atau persepsi mereka terhadap adanya kondektur perempuan.

(7)

commit to user

Pandangan atau persepsi adalah pemahaman mengenai hubungan atau peristiwa dan objek-objek sosial yang bersifat pribadi sehingga dimungkinkan antara orang yang satu dengan yang lain memiliki pandangan atau persepsi yang berbeda meski objek yang diamati sama. Karena bersifat subjektif maka persepsi atau pandangan seseorang tidak akan berbentuk tanpa adanya pengalaman dan pengaruh sosial yang semuanya terjadi di masyarakat. Maka menentukan tingkah laku individu bukanlah semata-mata pengaruh sosial yang secara langsung membentuk dan memainkan individu seakan-akan sebuah boneka, melainkan persepsinya dan pandangannya tentang pengaruh-pengaruh sosial tersebut. Prosesnya dimana seseorang memberikan definisi atau memandang situasi itu sendiri adalah objek dari pengaruh sosial.

Kehadiran kondektur perempuan yang menimbulkan berbagai pandangan dari masyarakat adalah suatu kewajaran. Keputusan perempuan masuk dalam pekerjaan sektor publik merupakan tindakan sosial. Yang dimaksudkan tindakan sosial adalah tindakan individu sepanjang tindakannya itu mempunyai makna bagi dirinya sendiri dan diarahkan kepada tindakan orang lain. Hal ini jelas merupakan bagian dari definisi sosial yang mana paradigma ini menyangkut tindakan yang penuh arti dari individu.

Dalam penelitian ini, pandangan atau persepsi lain dari kondektur perempuan diperoleh dari informan penumpang bus Batik Solo Trans itu sendiri. Alasannya karena penumpang sebagai individu yang merasakan atau melihat apa yang dilakukan seorang kondektur perempuan. Dari hasil wawancara dengan beberapa informan diperoleh berbagai komentar atau tanggapan seputar kondektur perempuan ini. Seorang informan yaitu Satria tidak mempermasalahkan seorang perempuan bekerja menjadi kondektur perempuan.

Fenomena yang banyak terjadi di masyarakat sekarang adalah banyaknya perempuan yang membantu suami untuk mencari tambahan penghasilan, utamanya karena didorong oleh kebutuhan ekonomi keluarga. Keadaan ekonomi keluarga mempengaruhi kecenderungan perempuan untuk berpartisipasi di pasar kerja agar dapat membantu meningkatkan perekonomian keluarga. Bagaimanapun juga keberadaan mereka sangat membantu ekonomi keluarga dan pada kenyataannya mereka cukup terampil dan cekatan dalam bekerja sebagai kondektur bus. Salah satunya adalah Yunita, yang merupakan kondektur bus Batik Solo Trans.

Masyarakat selama ini memandang pekerjaan menjadi kondektur bus adalah pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh laki-laki dan bukan merupakan pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh perempuan. Dan ketika perempuan mulai menjalani atau melakukan pekerjaan yang bukanlah pekerjaan mereka, masyarakat terkejut atau tidak mempercayai bahwa perempuan sekarang mampu melakukan pekerjaan itu. Pada saat bersamaan munculah pandangan-pandangan atau persepsi masyarakat atas fenomena perempuan yang bekerja sebagai kondektur bus.

Pekerjaan sebagai kondektur bus perempuan selama ini dipandang sebagai pekerjaan laki-laki yang notabene butuh konsentrasi dan kecepatan dalam

(8)

commit to user

mengatur rute perjalanan. Pandangan tersebut muncul karena adanya kelompok yang melakukan atau menciptakan kegiatan itu sendiri. Sehingga, ketika masyarakat memandang negatif atau positif kemunculan perempuan yang mempunyai pekerjaan sebagai kondektur bus, merupakan hal yang wajar. Karena setiap kelompok sosial atau masyarakat memiliki pola pikir dan mempunyai kepentingan yang berbeda-beda dalam mendefinisikan kehidupan sosial dan kenyataan sosial antara individu satu dengan yang lain.

Kita dapat melihat bahwa tugas-tugas dari kondektur bus perempuan ini tidaklah mudah untuk dilakukan oleh seoreng perempuan dan pekerjaan yang dilakukan harus dipikir dua kali untuk melakukannya. Kehadiran kondektur bus perempuan ini memang merupakan pekerjaan yang jarang dan langka, dalam pekerjaan ini kondektur bus perempuan dituntut harus cepat dan cekatan dalam bekerja karena kondektur harus menarik ongkos dan memandu penumpang yang biasanya penumpang sendiri tidak mengerti rute yang dituju atau kendala-kendala yang terjadi dijalan.

Pandangan yang berkembang di dalam masyarakat bahwa pekerjaan menjadi kondektur bus perempuan ini adalah pekerjaan yang dimiliki oleh laki-laki, jadi perempuan dipandang kurang masuk untuk melakukan pekerjaan ini dan mulai muncul bahwa pekerjaan menjadi kondektur bus perempuan tidak lazim dilakukan oleh perempuan. Pandangan ini terjadi karena adanya pembagian kerja secara seksual yang sudah tertanam dipikiran masyarakat dan pemikiran ini sulit dihilangkan.

Fenomena adanya kondektur perempuan adalah merupakan salah satu pemandangan yang sehari-hari kita saksikan. Pekerjaan mereka adalah menarik ongkos dan memandu perjalanan kepada penumpang di dalam bus. Hal ini bukanlah pekerjaan yang gampang, namun itu sudah menjadi kewajiban bagi seorang kondektur bus.

Konstruksi yang terbentuk di masyarakat, menunjukkan bahwa kondektur perempuan yang keberadaannya seringkali hanya dipandang sebelah mata, karena kondektur merupakan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh laki-laki. Bekerja menjadi seorang kondektur bus bukanlah suatu pilihan yang mudah, karena masing-masing tentunya mempunyai alasan tersendiri. Tuntutan dalam menjalani hidup mengharuskan seseorang mampu bertahan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan menjadi seorang kondektur bus adalah suatu pilihan bagi mereka untuk mempertahankan hidup. Sulitnya mencari lapangan pekerjaan dan sementara kebutuhan hidup yang semakin hari semakin meningkat menyebabkan seseorang mau menjalani pekerjaan apa saja yang sekiranya mampu mereka lakukan. Dalam hal ini tak terkecuali perempuan, tuntutan ekonomi memaksa mereka untuk terjun dalam pekerjaan yang seharusnya bukan pekerjaannya. Dan menjadi seorang kondektur bus perempuan tidak luput menjadi sebuah pilihan untuk mereka.

Pekerjaan menjadi seorang kondektur bus perempuan sekarang banyak peminatnya mungkin karena tidak perlu memiliki keahlian khusus tapi menjadi kondektur bus diharuskan memiliki kecepatan atau ketepatan dalam mengatur

(9)

commit to user

penumpang dan perjalanan. Keahlian yang dibutuhkan untuk menjadi seorang kondektur bus hanya bicara dan ketegasan untuk mengatur penumpang, mereka dapat langsung belajar dan praktek di lapangan.

PEMBAHASAN

Realitas yang terjadi pada masyarakat terhadap kondektur bus perempuan memberikan pengetahuan bahwa kondektur bus perempuan merupakan tenaga kerja informal di bidang transportasi. Kenyataan individu perempuan dalam menghayati peran gendernya bersifat dinamis karena sesungguhnya selalu berada dalam dialektika sosial. Dalam penelitian ini perempuan terjun dalam dunia laki-laki sebagai kondektur bus perempuan langsung menghayati perannya secara dinamis. Artinya disatu sisi para perempuan tersebut berusaha mengubah pola pikir atau ideologi gender yang selama ini tertanam kuat dalam pemikirannya bahwa peran perempuan hanya di sektor domestik. Mereka tidak menyerah begitu saja terhadap pengaruh ideologi yang mengharuskan perempuan untuk tidak bekerja di sektor publik. Kenyataan di sisi lain bahwa pekerjaan sebagai kondektur bus yang selama ini membutuhkan kecepatan fisik yang berat di mana hal ini sangat berjauhan dangan kondisi perempuan itu sendiri yang dipandang secara kodrat. Konstruksi sosial yang sudah ada di masyarakat bahwa pekerjaan yang berstereotipe laki-laki tidak layak dilakukan oleh perempuan membuat perempuan tidak tertarik dengan pekerjaan tersebut.

Konstruksi sosial yang sekarang melekat pada perempuan yang bekerja sebagai kondektur bus berbanding terbalik dengan temuan atau hasil yang didapatkan dilapangan. Tanggapan masyarakat tentang seorang perempuan yang bekerja sebagai kondektur bus merupakan sebuah kemajuan tersendiri dan kemandirian seorang perempuan atau yang sering disebut emansipasi wanita untuk memenuhi kebutuhannya atau kebutuhan keluarga.

Pandangan dan pengetahuan terhadap kondektur perempuan dari lapisan masyarakat adalah suatu bentuk realitas sosial yang diperoleh dari penemuan-penemuan sosial. Oleh karena itu konstruksi sosial akan melalui proses eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi.

Eksternalisasi merupakan bagian penting dalam kehidupan individu dan menjadi bagian dari dunia sosio-kulturalnya. Dengan kata lain, eksternalisasi terjadi pada tahap yang sangat mendasar pada perempuan yang bekerja di sektor publik, dalam suatu pola perilaku interaksi antara individu dengan produk-produk sosial masyarakatnya. Dalam hal ini tahapan eksternalisasi ditunjukkan ketika seorang perempuan melihat bahwa dalam kehidupan sosial setiap individu haruslah bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga memungkinkan mereka untuk selalu bersikap mencermati setiap peluang yang ada di sekitarnya agar dapat memanfaatkannya sebagai celah dalam memperoleh pekerjaan yang dapat membantu dirinya maupun lingkungannya untuk pemenuhan kebutuhan hidup bahkan menyikapi berbagai peluang baru.

Dengan demikian, individu melakukan objektifikasi terhadap produk sosial, baik perempuan itu sendiri atau masyarakat yang lainnya. Hal ini dapat berlangsung tanpa melalui tatap muka. Objektifikasi tersebut bisa pula terjadi

(10)

commit to user

melalui penyebaran opini sebuah produk sosial yang berkembang di masyarakat melalui penyebaran opini sebuah budaya yang berkembang di masyarakat melalui berbagai opini masyarakat tentang budaya. Seorang kondektur perempuan memungkinkan bersinggungan dengan berbagai lingkungan sosial di tengah aktivitas pekerjaannya sehingga memungkinkan mereka untuk semakin bangga menjalani rutinitas pekerjaan dan kemudian tercermin dari segala tindakannya yang akan dinilai ataupun ditangkap oleh individu lain yang berinteraksi dengannya.

Internalisasi, pada saat terjadi internalisasi, di mana dunia yang telah diobjektifikasikan itu diserap kembali ke dalam struktur kesadaran subjektif individu. Seorang perempuan mempelajari sebuah makna yang telah diobyektifikasikan, mengidentifikasi dirinya dengan makna tersebut hingga masuk ke dalam dirinya. Pada intinya, kondektur bus perempuan merupakan tenaga kerja perempuan dalam bidang transportasi yang bekerja pada perusahaan transportasi, dan pekerjaan yang ditanganinya merupakan pekerjaan-pekerjaan yang tidak jauh dari kerja-kerja (naluri) perempuan, seperti pekerjaan yang membutuhkan ketelatenan. Perempuan bekerja sebagai kondektur bus, selain merupakan suatu tugas utama dalam mencari nafkah, tetapi tidak melupakan tugas di sektor domestik mereka.

KESIMPULAN

Penulis ingin menyarankan kepada semua pihak untuk turut serta membantu wanita dalam perannya di sektor publik. Dengan adanya makalah ini, penulis berharap kendala-kendala yang menghambat karir wanita dapat sedikit demi sedikit dihilangkan.

1. Kita sebagai masyarakat yang modern harus memandang pekerjaan kondektur bus bagi perempuan sekarang bukanlah pekerjaan negatif. Karena sekarang perempuan patut diperhitungkan dan bagi masyarakat yang memandang sebelah mata perempuan yang bekerja sebagai kondektur bus.

2. Bagi DAMRI sebagai instansi yang menaungi kondektur bus perempuan dapat memberikan penghargaan tersendiri karena kondektur bus perempuan sudah membuktikan kinerja mereka.

3. Dishubkominfo untuk kedepannya bisa menerima lebih banyak lagi pekerja perempuan yang bekerja di sektor publik.

4. Berharap para wanita mampu menyadari kemampuannya untuk berkarir disamping kewajibannya sebagai perempuan. Menjadi peremuan bukanlah alasan untuk berhenti berkarir. Penulis juga berharap besar bagi masyarakat untuk turut mendukung mereka para perempuan untuk bekerja.

(11)

commit to user DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, Abu. 2005. Metode Penelitian. Jakarta. Bumi Aksara

Berger, Peter L. & Thomas Luckmann 1992. Pikiran Kembara: Modernisasi dan Kesadaran Manusia (diterjemahkan dari buku asli The Homeless Mind: Modernization and Consciousness). Yogyakarta, Kanisius.

Berger, Peter L. & Thomas Luckmann 1990. Tafsir Sosial atas Kenyataan: Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan (diterjemahkan dari buku asli The Social Construction of Reality oleh Hasan Basari). Jakarta: LP3ES.

Fakih, Mansour. 1996. Analisa Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Fidel, Miro. 2012. Pengantar Sistem Transportasi. Jakarta. Penerbit Erlangga Herdiansyah, H. 2012. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Jakarta. Salemba

Humanika

Kartono, Kartini. 1989. Psikologi Wanita, Mengenal Gadis Remaja dan wanita Dewasa. Bandung. Mandar Maju

Kukla, Andre. 2003. Konstruktivisme Sosial dan Filsafat Ilmu. Cet. I. Yogyakarta: Jendela.

Moh Nazir Ph.D. 2003. Metode Penelitian. Jakarta. Ghalia Indonesia

Moleong, Lexy. J, 2004, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung. Remaja Rosdakarya Offset Poloma, Margaret. 2000. Sosiologi Kontemporer. Jakarta. CV Rajawali.

Idrus, Muhammad. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Jakarta. Penerbit Erlangga.

Lawang, Robert, M. Z. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta. Gramedia.

Soekamto, Soerjono. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta. Rajawali Pers. Zubhan, Zaitunah. 2004, Qodrat Perempuan Taqdir atau Mitos. Yogyakarta.

Pustaka Pesantren. Halaman website http://www.bismania.com/home/showthread.php?t=3412 (23.35) http://tentangsolo.web.id/transportasi/batik-solo-trans-bst(01.45) http://dispendukcapil.surakarta.go.id/index.php/profilpenduduk/tahun-2012/91-kualitaspenduduk/101-ekonomi(23.00) http://dwi-jo.blogspot.com/2012/11/pengertian-stigma.html(16.50) http://kbbi.web.id/kondektur(20.30)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Gambar 3 di atas dapat dilihat pada bagian empulur, baik yang berada pada bagian pangkal, tengah ataupun ujung mempunyai nilai kadar air basah yang sangat tinggi bila

underpricing pada perusahaan yang melakukan IPO pada Bursa efek Indonesia. Untuk mengetahui adanya pengaruh ukuran perusahaan terhadap besarnya tingkat. underpricing pada

Saya memberikan susu formula pada anak karena susu formula memberikan banyak nutrisi sesuai dengan kandungan yang tertera dalam kemasan... Pernyataan SS S TS

In this study, Contextual Teaching and Learning is an approach which is used to help the eighth grade students of SMPN 2 Ponjong Gunungkidul to connect their recent information

These professors were interviewed concerning their as- sessments of the relationship between the finance and financial accounting research literatures, the prevailing

So if accounting rules are one of the influencers of pension provision, the more in- formation we put out there, the better the statutory disclosures, the better that influence

g* aptrbr suatu fungsi dalam notasi algoritmik untuk penoalan menentukan nitai -uli-o-

Tujuan dari laporan akhir ini adalah untuk mengetahui dan memahami pentingnya penerapan etika berbusana pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Sumatera Selatan, masalah