• Tidak ada hasil yang ditemukan

DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI PETERNAKAN, MEMUTUSKAN :

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI PETERNAKAN, MEMUTUSKAN :"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

CUPLIKAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI PETERNAKAN NOMOR : 17/Kpts/PD.640/F/02.04

TENTANG

PEDOMAN PENCEGAHAN, PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN MENULAR INFLUENSA PADA UNGGAS

(AVIAN INFLUENZA)

DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI PETERNAKAN,

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI PETERNAKAN TENTANG PEDOMAN PENCEGAHAN, PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN MENULAR INFLUENSA PADA UNGGAS (AVIAN INFLUENZA)

KESATU : Memberlakukan Pedoman Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Hewan Menular Influensa pada Unggas (Avian Influenza) sebagaimana tercantum pada Lampiran 1 dan Lampiran II Keputusan ini.

KEDUA : Pedoman Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Hewan Menular Influensa pada Unggas (Avian Influenza) sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU merupakan acuan bagi aparatur di pusat maupun di daerah serta semua pihak yang terlibat dalam kegiatan pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan menular influensa pada unggas (Avian Influenza) dalam melakukan tindakan pencegahan, pengendalian dan pemberantasannya.

KETIGA : Kepala Dinas Peternakan atau Dinas yang membidangi fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan di Provinsi dan Kabupaten/Kota bersama-sama dengan instansi terkait dan masyarakat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tindakan pencegahan, pengendalian dan pemberantasannya di wilayahnya masing-masing. KEEMPAT : Setiap orang yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya tidak

melaporkan terjadinya kasus atau persangkaan timbulnya penyakit hewan menular influensa pada unggas (Avian Influenza) kepada pejabat atau instansi yang berwenang dikenakan sanksi sesuai ketentuan Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1977 dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2)

LAMPIRAN I : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI PETERNAKAN

NOMOR : 17/Kpts/PD/640/F/02.04 TANGGAL : 4 PEBRUARI 2004

TENTANG : PEDOMAN PENCEGAHAN, PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN MENULAR INFLUENSA PADA UNGGAS (AVIAN INFLUENZA)

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Penyakit influensa pada unggas (Avian Influenza) disebabkan oleh virus inflensa A dari family Orthomyxoviridae. Virus Avian Influenza (AI) dibagi kedalam subtype berdasarkan permukaan glikoprotein haemagglutinin (HA) dan Neuraminidase (NA). Sampai saat ini telah dikenal sebanyak 15 jenis HA (H1-15) dan 9 jenis NA (N1-9) yang sudah diidentifikasi. Di antara 15 subtype HA, hanya H5 dan H7 yang bersifat ganas (virulen) pada unggas. Infeksi pada ternak oleh virus Avian Influenza (AI) menimbulkan sindrom yang khas berupa infeksi asymptomatik pada respirasi, penurunan produksi telur pada kasus yang berat, dengan tingkat mortalitas yang dapat mencapai 100%. Virus penyakit influensa unggas umumnya dijumpai pada berbagai spesies burung liar. Pada hewan ini virus influensa unggas umumnya tidak menimbulkan gejala klinis sehingga ia dapat disebut sebagai reservoir sekaligus sumber penularan.

Virus Avian Influenza dapat menimbulkan sindrom penyakit pernafasan pada unggas (ayam, itik) mulai dari tipe ringan (low pathogenic) sampai yang bersifat fatal (highly pathogenic). Selain menyerang organ pernafasan, virus AI juga dapat menyerang organ perncernaan dan sistem syaraf.

Penyakit ini belum pernah dilaporkan terjadi di Indonesia (penyakit eksotik). Mengingat penyakit ini telah menimbulkan kematian yang sangat tinggi (hampir 90%) pada beberapa peternakan dan menyebabkan kerugian ekonomi bagi peternak, serta dapat mengancam kesehatan manusia maka perlu segera dibuat pedoman pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit influensa unggas (Avian Influenza) dengan Keputusan Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan.

2. Tujuan

1) Jangka Pendek

(3)

b. Melaksanakan pengendalian Avian Influenza di daerah-daerah tertular.

2) Jangka Panjang

Melaksanakan pemberantasan Avian Influenza dengan arah pembebasan kembali daerah tertular secara bertahap.

3. Sasaran

1) Daerah-daerah bebas tetap dapat dipertahankan; 2) Tidak ada kasus lagi di daerah tertular secara bertahap. 4. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Pedoman Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan Avian Influenza ini meliputi penerapan biosekuriti secara ketat (terdiri dari pengawasan lalu lintas dan tindak karantina/isolasi), tindakan pemusnahan unggas sakit secara selektif dan disposal, vaksinasi/ pengebalan, pengendalian lalu lintas, surveilans dan penelusuran, peningkatan kesadaran masyarakat (public awareness), pengisian kembali unggas (restocking), monitoring, pelaporan dan evaluasi.

II. PEMBAGIAN STATUS DAERAH DAN KRITERIANYA

1. Daerah Bebas

1) Daerah provinsi atau pulau yang tidak pernah tertular atau tidak pernah dilaporkan adanya Avian Influenza.

2) Adanya batasan alam bagi provinsi atau pulau (kepulauan) yang menjamin daerah itu sulit terjadi penularan penyakit Avian Influenza. 2. Daerah Terancam

Daerah yang tidak ada kasus, tetapi berbatasan langsung sedaratan dan tanpa batasan alam dengan daerah tertular.

3. Daerah Tertular

Daerah yang ada kasus Avian Influenza yang didiagnosa secara klinis, patologi anatomis, epidemiologis dan dikonfirmasi secara laboratoris.

III. PRINSIP PENCEGAHAN, PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN

1. Prinsip Dasar

Ada 5 (lima) prinsip dasar dari penerapan program pencegahan, pengendalian dan pemberantasan Avian Influenza, yaitu :

(4)

1) Mencegah kontak antara hewan peka dengan virus AI, yang diterapkan dengan menghentikan penyebaran infeksi melalui karantina/isolasi lokasi peternakan tertular dan pengawasan lalu lintas hewan/bahan asal hewan/bahan lain yang dapat menyebarkan penyakit dari lokasi peternakan tertular;

2) Menghentikan produksi virus AI oleh unggas tertular, yang diterapkan dengan menghilangkan virus AI dengan dekontaminasi (desinfeksi) kandang, peralatan, kendaraan dan bahan-bahan permanen lain yang kemungkinan dapat menularkan penyakit serta disposal bahan-bahan dan peralatan tidak permanen yang terkontaminasi;

3) Meningkatkan resistensi hewan (pengobatan terhadap hewan peka), yang diterapkan dengan vaksinasi;

4) Menghilangkan sumber penularan virus, yang diterapkan dengan tindak pemusnahan terbatas (depopulasi) unggas yang sakit dan unggas sehat yang berpotensi untuk tertular dalam satu kandang di daerah tertular dan tindakan pemusnahan menyeluruh (stamping-out) di daerah bebas/terancam.

5) Peningkatan kesadaran masyarakat (public awareness), yang diterapkan melalui pendidikan kepada peternak dan sosialisasi kepada masyarakat dalam arti luas melalui media (elektronik, cetak) maupun penyebaran brosur/leaflet.

2. Metoda untuk Mencegah Penyebaran dan Menghilangkan Agen Penyebab Penyakit.

Dalam melaksanakan prinsip dasar tersebut dilakukan melalui 9 (sembilan) tindakan yang merupakan satu kesatuan satu sama lain.

1) Pelaksanaan Biosekuriti secara Ketat

Biosekuriti adalah semua tindakan yang merupakan pertahanan pertama untuk pengendalian wabah dan dilakukan untuk mencegah semua kemungkinan kontak/penularan dengan peternakan tertular dan penyebaran penyakit. Tindakan Biosekuriti yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Pengawasan lalu lintas dan tindak karantina/isolasi lokasi peternakan tertular dan lokasi tempat-tempat penampungan unggas yang tertular dilakukan dengan:

a) membatasi secara ketat lalu lintas material kontaminan (hewan/unggas, produk unggas, pakan, kotoran, bulu, alas kandang/litter);

b) membatasi lalu lintas orang/pekerja dan kendaraan yang keluar masuk lokasi;

(5)

c) para pekerja dan semua orang yang berada dalam lokasi peternakan harus dalam kondisi sehat;

d) para pekerja peternakan dan semua orang yang masuk lokasi peternakan/penampungan unggas tertular harus menggunakan pakaian pelindung, kacamata, masker, sepatu pelindung dan harus melalui tindakan desinfeksi dan sanitasi;

e) mencegah kontak antara unggas dengan burung liar/burung air, rodensia (tikus) dan hewan lain.

Pengawasan lalu lintas dan tindak karantina/isolasi di lokasi peternakan dan lokasi tempat penampungan unggas dilaksanakan oleh Dinas Peternakan atau dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Dekontaminasi/Desinfeksi

Dekontaminasi/desinfeksi adalah tindakan menyucihamakan secara tepat dan cermat terhadap pakan, tempat pakan/air minum, semua peralatan, pakaian pekerja kandang, alas kaki, kendaraan dan bahan lain yang tercemar, bangunan kandang yang ber-sentuhan dengan unggas, kandang/tempat penampungan unggas, permukaan jalan menuju peternakan/kandang/tempat penam-pungan unggas.

Prosedur dekontaminasi yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut :

a) Melakukan disinfeksi terhadap semua bahan, sarana peralatan dan bangunan kandang yang bersentuhan dengan unggas tertular termasuk terhadap limbah padat dan cair. Apabila pelaksanaan dekontaminasi/disinfeksi tidak dapat dilakukan secara efektif maka bahan dan peralatan tidak permanen yang terkontaminasi harus dimusnahkan dan dikubur di lokasi peternakan;

b) Lokasi jalan menuju ke area peternakan tertular dan areal sekitar kandang/penampungan unggas, semua kendaraan termasuk kendaraan pengangkut unggas, telur, pakan unggas dan kendaraan lainnya yang masuk lokasi peternakan/ penampungan unggas harus dilaksanakan penyemprotan dengan desinfeksi yang tepat;

c) Sesuai dengan obyek yang akan dilakukan desinfeksi, maka desinfektansia yang dapat dipergunakan adalah yang mempunyai sifat tahan terhadap organik, tidak bersifat korosif dan tahan terhadap panas seperti asam perasetat (peracetic acid), hidroksiperokside, sediaan ammonium kuartener,

(6)

formaldehyde/formalin 2-5%, iodoform kompleks (iodine), senyawa fenol, dan natrium/kalium hipoklorit;

d) Pada setiap tahapan dekontaminasi harus dicegah agar tidak terjadi penyebaran partikular debu dan udara yang kemungkinan bercampur dengan kotoran unggas tertular yang dapat menyebarkan virus dan perlu ada tindak kehati-hatian dalam penggunaan desinfektansia karena sering dapat bersifat toksik.

Pelaksanaan dekontaminasi/desinfeksi dilakukan sendiri oleh peternakan yang bersangkutan di bawah pengawasan Dinas Peternakan/dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan setempat sesuai ketentuan yang berlaku.

2) Tindakan Pemusnahan Unggas Selektif (Depopulasi) di Daerah Tertular

a. Pemusnahan Selektif (Depopulasi)

Pemusnahan selektif (depopulasi) adalah suatu tindakan untuk mengurangi populasi unggas yang menjadi sumber penularan penyakit. Langkah pemusnahan selektif (depopulasi) unggas yang terserang Avian Influenza menyangkut hal-hal sebagai berikut : a) Tindakan pemusnahan selektif (depopulasi) dilakukan

terhadap semua peternakan tertular Avian Influenza yang ditetapkan melalui diagnosa secara klinis dan patologi anatomis oleh Dokter Hewan;

b) Tindakan pemusnahan selektif (depopulasi) di peternakan tertular dilakukan terhadap semua unggas hidup yang tertular (sakit) dan unggas sehat yang sekandang dengan cara mengeutanasi (membunuh) atau menyembelih sesuai prosedur pemotongan unggas yang berlaku;

c) Pelaksanaan penggantian selektif (kompensasi) sebagai akibat tindakan pemusnahan diatur dalam lampiran II Keputusan ini; d) Tindakan pemusnahan selektif (depopulasi) di semua lokasi

peternakan tertular dan perlakuan selanjutnya terhadap unggas yang mati (disposal) dilaksanakan oleh peternak sendiri di bawah pengawasan Dinas Peternakan/Dinas yang membi-dangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan setempat. Khusus untuk peternakan rakyat/kecil pelaksanaannya dibantu oleh pemerintah.

b. Disposal

Disposal adalah prosedur untuk melakukan pembakaran dan penguburan terhadap unggas mati (bangkai), karkas, telur, kotoran (faeces), bulu, alas kandang (sekam), pupuk dan pakan ternak

(7)

yang tercemar serat bahan dan peralatan lain terkontaminasi yang tidak dapat didekontaminasi/didesinfeksi secara efektif.

Prosedur disposal yang perlu dilakukan berpedoman kepada hal-hal sebagai berikut :

a) Lokasi pelaksanaan pembakaran/penguburan harus di dalam lokasi peternakan tertular dengan jarak minimal 20 meter dari kandang terdekat dan jauh dari penduduk untuk mencegah polusi maupun penyebaran penyakit;

b) Apabila dilakukan terlebih dahulu proses pembakaran sedapat mungkin dilakukan di dalam lubang yang telah dipersiapkan untuk penguburan atau dapat menggunakan incinerator untuk mencegah polusi;

c) Lubang tempat penguburan harus mempunyai kedalaman minimal 1,5 meter dan setelah itu ditutup dengan tanah serapat mungkin dan kemudian harus ditaburi dengan kapur secukupnya dan desinfektansia yang telah ditetapkan;

d) Apabila tempat pembakaran/penguburan harus dilakukan di luar areal peternakan yang terinfeksi, maka lokasi prosedurnya harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Dinas Peternakan atau dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan setempat.

Pelaksanaan disposal harus di bawah pengawasan Dinas Peternakan atau dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan setempat sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 3) Pelaksana Vaksinasi/Pengebalan

Vaksinasi adalah pertahanan kedua dalam upaya mengendalikan dan memberantas wabah penyakit Avian Influenza dan dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Vaksin yang dipergunakan adalah vaksin inaktif (killed vaccine) produksi dalam negara atau vaksin inaktif asal impor yang strain virusnya homolog dengan subtipe virus isolat lokal (strain H5) dan telah mendapatkan rekomendasi maupun Nomor Registrasi dari Pemerintah cq. Departemen Pertanian;

b. Kebijakan vaksinasi harus dilaksanakan mencakup :

a) Tindakan vaksinasi hanya dilaksanakan di daerah tertular; b) Tindakan vaksinasi dilakukan seacra massal terhadap seluruh

unggas sehat, dengan penyuntikan secara individual dan apabila diperlukan dilakukan penyuntikan ulang (booster); c) Cakupan vaksinasi meliputi seluruh populasi unggas terancam

(8)

ayam petelur), ayam buras, bebek, itik, kalkun, angsa, burung dara, burung puyuh dan unggas lain.

d) Program Vaksinasi : Ayam Petelur (Layer) :

(i) Umur 4-7 hari, 0,2 ml di bawah kulit pada pangkal leher; (ii) Umur 4-7 minggu, 0,5 ml di bawah kulit pada pangkal

leher;

(iii) Umur 12 minggu, 0,5 ml di bawah kulit pada pangkal leher atau pada otot dada;

(iv) Setiap 3-4 bulan diulang 0,5 ml pada otot dada;

(v) Ayam pedaging (broiler) dilaksanakan pada umur 4-7 hari, dengan dosis 0,2 ml di bawah kulit pada pangkal leher;

(vi) Program vaksinasi untuk unggas lainnya, disesuaikan dengan petunjuk yang tercantum pada etiket masing-masing produsen vaksin.

e) Monitoring Pasca Vaksinasi

Monitoring pasca vaksinasi dilakukan untuk mengetahui tingkat kekebalan unggas yang divaksin dengan metode pemeriksaan serologi HI test menggunakan antigen yang homolog dengan strain vaksin.

Pelaksanaan monitoring dilakukan oleh Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional (BPPVR) di wilayah kerjanya atau laboratorium Kesehatan Hewan Tipe B Dinas Peternakan yang ditunjuk.

Program vaksinasi dilakukan di bawah pengawasan Dinas Peternakan atau dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan setempat.

4) Pengendalian Lalu Lintas

a. Pengaturan secara ketat terhadap pengeluaran dan pemasukan unggas hidup, telur (tetas dan konsumsi) dan produk unggas (karkas/daging unggas dan hasil olahannya) serta limbah peternakan, dengan persyaratan sebagai berikut :

a) Anak unggas (DOC) umur sehari :

i. Dari daerah tertular ke daerah bebas/terancam :

(i) Dilarang mengeluarkan anak unggas umur sehari kecuali anak unggas umur sehari bibit induk (parent stock);

(9)

(ii) Anak unggas umur sehari bibit induk (parent stock) tersebut harus berasal dari peternakan pembibitan (breeding farm) yang tidak terjadi kasus Avian Influenza sekurang-kurangnya 30 hari terakhir;

ii. Dari daerah tertular ke daerah tertular lain :

(i) Diizinkan mengeluarkan anak unggas umur sehari (parent stock dan/atau final stock)

(ii) Anak unggas umur sehari PS maupun FS tersebut harus berasal dari peternakan pembibitan yang terjadi kasus Avian Influenza sekurang-kurangnya 30 hari terakhir;

iii. Anak unggas umur sehari tersebut hanya dapat diangkut untuk satu kali tujuan dan kotak (boks) pembawa anak unggas umur sehari setelah digunakan harus segera dimusnahkan di tempat tujuan;

iv. Dalam pengiriman anak unggas umur sehari tersebut harus disertai/diperkuat dengan surat keterangan dari Dokter Hewan Pemerintah Kabupaten/Kota di tempat asal dengan tembusan Direktur Kesehatan Hewan dan Kepala Dinas Peternakan atau dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan provinsi;

v. Surat keterangan dimaksud menerangkan antara lain bahwa anak unggas umur sehari tersebut berasal dari peternakan pembibitan yang tidak tertular maupun tidak sedang berjangkti Avian Influenza sekurang-kurangnya 30 hari terakhir serta keterangan mengenai jenis anak unggas umur sehari tersebut (parent stock atau final stock).

b) Unggas Dewasa

i. Dari daerah tertular ke daerah bebas/terancam: (i) Dilarang mengeluarkan unggas dewasa. ii. Dari daerah tertular ke daerah tertular lain :

(i) Diizinkan mengeluarkan unggas dewasa yang telah mendapatkan tindakan vaksinasi minimal 21 hari sebelum tanggal pengeluaran;

(ii) Unggas dewasa tersebut berasal dari peternakan yang bebas atau tidak terjadi kasus Avian Influenza sekurang-kurangnya 30 hari terakhir;

(10)

(iii) Keranjang/boks unggas dewasa setelah selesai pengiriman harus segera dilakukan desinfeksi di tempat tujuan.

c) Produk Unggas

i. Telur Konsumsi dan Telur Tetas

Dari daerah tertular ke daerah bebas/terancam maupun ke daerah tertular lain :

(i) Diizinkan mengeluarkan telur konsumsi dan telur tetas;

(ii) Telur konsumsi dan telur tetas tersebut harus berasal dari flok peternakan yang tidak tertular maupun sedang tidak terjangkit kasus Avian Influenza sekurang-kurangnya 30 hari terakhir;

(iii) Telur telah mengalami perlakuan desinfeksi sebelum pengeluaran;

(iv) Kotak (boks) telur harus dilakukan desinfeksi sebelum pengeluaran;

(v) Kotak telur tersebut hanya dapat diangkut untuk satu tujuan dan setelah digunakan harus segera dimusnahkan di tempat tujuan.

ii. Karkas dan Daging Unggas

Dari daerah tertular ke daerah bebas/terancam maupun ke daerah tertular lain :

(i) Diizinkan mengeluarkan karkas dan daging unggas; (ii) Karkas, daging dan hasil olahannya harus berasal dari

peternakan yang tidak tertular maupun sedang tidak terjangkit kasus Avian Influenza sekurang-kurangnya 14 hari terakhir;

(iii) Pengeluaran karkas, daging dan hasil olahan lainnya tersebut telah memenuhi persyaratan yang berlaku di bidang kesehatan masyarakat veteriner.

Dalam pengeluaran produk unggas (telur dan daging/hasil olahannya) harus disertai/diperkuat dengan surat keterangan dari Dokter Hewan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di tempat asal dengan tembusan kepada Direktur Kesehatan Hewan dan Dinas Peternakan/dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di provinsi.

(11)

d) Pakan Unggas

Dari daerah tertular ke daerah bebas/terancam maupun ke daerah tertular lain :

i. Diizinkan untuk mengeluarkan pakan unggas (poultry feed) sepanjang pakan tersebut berasal dari lokasi industri pakan ternak dan diangkut secara langsung ke tempat tujuan;

ii. Apabila di sekitar lokasi industri pakan ternak tersebut terdapat peternakan unggas, maka dalam jarak radius 1 km sedang tidak terjadi kasus Avian Influenza sekurang-kurangnya 30 hari terakhir;

iii. Sebelum pengeluaran pakan ternak telah melalui prosedur desinfeksi dan sanitasi secara cermat di tempat tujuan serta pelaksanaannya di bawah pengawasan Dinas Peternakan atau Dinas yang membidangi fungsi peternakan di kesehatan hewan setempat.

e) Limbah Peternakan

Dari peternakan tertular ke lokasi peternakan lain di daerah tertular maupun dari daerah tertular ke daerah bebas/terancam serat ke daerah terular lainnya :

i. Dilarang mengeluarkan semua limbah peternakan antara lain berupa alas kandang (litter), bulu, kotoran (faeces), limbah cair, pupuk dan limbah lainnya;

b. Pengawasan lalu lintas antara area secara ketat terhadap unggas hidup dan produk unggas dilakukan oleh Badan Karantina Pertanian cq. Pusat Karantina Hewan melalui jajarannya di pintu-pintu pengeluaran dan pemasukan di darat, laut maupun udara. c. Pengawasan terhadap pelarangan tersebut maupun pembatasan

lalu lintas dilakukan oleh Dinas Peternakan atau Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan setempat. 5) Surveillans dan Penelusuran

a. Sasaran surveillans dan penelusuran adalah semua spesies unggas yang rentan terhadap penyakit dan sumber penyebaran penyakit. b. Tujuan surveillans :

a) Menetapkan sumber infeksi di daerah baru tertular;

b) Menetapkan penyebaran/perluasan penyakit di daerah tertular; c) Memantau epidemiologi dan dinamika penyakit untuk

mengetahui perkembangan pengendalian dan pemberantasan penyakit;

(12)

d) Menetapkan perwilayahan (Zoning) daerah bebas, daerah terancam dan daerah tertular penyakit.

e) Mendeteksi tingkat kekebalan kelompok (herd immunity) pasca vaksinasi.

c. Penelusuran (tracing)

Dalam melaksanakan surveillans harus dilakukan penelusuran yang dilakukan untuk menentukan sumber infeksi dan menahan secara efektif penyebaran penyakit. Penelusuran harus dilakukan minimum mulai dari periode 14 hari sebelum timbulnya gejala klinis sampai tindak karantina mulai diberlakukan

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam kegiatan penelusuran meliputi :

a) Asal dan jenis unggas;

b) Produk daging, telur, bulu, tulang, darah, dan lain-lain;

c) Bahan perantara: kendaraan pengangkut unggas/ayam, pengangkut telur, pengangkut pakan, kendaraan pengunjung peternakan/peternak, peralatan dan material terkontaminasi (kotoran/faeces);

d) Orang : peternak/petugas kandang, pedagang ternak, technical service, penjual pakan, pengunjung, dan lain-lain.

Pelaksanaan surveillans dan penelusuran dilakukan oleh Balai Penelitian Veteriner Bogor, Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional (BPPVR) masing-masing wilayah dengan mengoptimalkan sumberdaya yang dimiliki dengan berkoordinasi dengan instansi terkait.

6) Peningkatan Kesadaran Masyarakat (Public Awareness)

a. Sosialisasi/kampanye penyakit AI kepada masyarakat dan peternak sangat penting mengingat dampak kerugian yang ditimbulkan akibat AI baik secara ekonomis maupun kerugian kesehatan bagi masyarakat;

b. Sosialisasi dilakukan melalui media elektronik, media massa maupun penyebaran brosur/leaflet dan pemasangan spanduk, agar masyarakat tidak panik;

c. Pembuatan Pusat Krisis (Crisis Centre) dan adanya jalur khusus (Hotline) informasi mengenai Avian Influenza di Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan Jakarta dan di masing-masing daerah provinsi maupun kabupa-ten/kota;

(13)

d. Program pendidikan kepada masyarakat (Educational Programme) melalui seminar, pelatihan dengan bekerjasama Industri Perunggasan dan asosiasi bidang peternakan.

7) Pengisian Kembali (Restocking) Unggas

Pengisian kembali (restocking) unggas ke dalam kandang dapat dilakukan sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan setelah dilakukan pengosongan kandang dan semua tindakan dekontaminasi (desinfeksi) dan disposal selesai dilaksanakan sesuai prosedur.

8) Tindakan Pemusnahan Unggas Secara Menyeluruh (Stamping Out) di Daerah Tertular Baru

Pada daerah bebas/terancam apabila timbul kasus Avian Influenza dan telah didiagnosa secara klinis, patologi anatomis dan epidemiologis serta dikonfirmasi secara laboratoris, maka dilakukan tindakan pemusnahan menyeluruh (stamping out) yaitu memusnahkan seluruh ternak unggas yang sakit maupun yang sehat pada peternakan tertular dan juga terhadap semua unggas yang berada dalam radius 1 km peternakan tertular tersebut. Tindakan pemusnahan menyeluruh ini baru dapat dilakukan dengan syarat :

a. Kejadian penyakit masih dapat dilokalisir dan tidak berpotensi untuk menyebar secara cepat ke peternakan atau daerah lain; b. Batasan jumlah ternak unggas yang akan dimusnahkan masih

dianggap ekonomis oleh peternak;

c. Peningkatan biosekuriti dan pembatasan lalu lintas secara ketat harus diberlakukan terhadap peternakan tertular tersebut;

d. Pelaksanaan surveillans dan penelusuran untuk mengidentifikasi sumber penularan oleh BPPV Regional di wilayah tersebut.

Apabila pada tahapan tertentu, tindakan pemusnahan menyeluruh sudah terlambat dilakukan dan penyebaran penyakit sudah semakin meluas, maka tindakan menyeluruh dapat diubah menjadi tindakan vaksinasi dan pemusnahan selektif (depopulasi).

9) Monitoring, Pelaporan dan Evaluasi a. Monitoring

a) Monitoring sangat penting untuk mengetahui keberhasilan kegiatan. Kegiatan monitoring dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan kegiatan dan dampak serta permasalahan yang timbul pada saat kegiatan dilaksanakan, sehingga dalam kegiatan lebih lanjut dapat disempurnakan kekurangannya.

(14)

b) Kegiatan monitoring dilakukan oleh Pusat dan Daerah serta laboratorium (BPPV Regional) selama pelaksanaan di lapangan masih berlangsung.

b. Pelaporan

a) Pelaporan meliputi laporan situasi penyakit dan perkemba-ngan pelaksanaan pengendalian dan pemberantasan penyakit; b) Produsen serta nama vaksin yang digunakan dan

pedistribu-siannya;

c) Laporan dimulai dari petugas lapangan peternakan/kesehatan hewan kepada Dinas Peternakan/dinas yang melaksanakan fungsi peternakan/kesehatan hewan kabupaten/kota. Kemu-dian Kepala Dinas Peternakan/dinas yang melaksanakan fungsi peternakan/kesehatan hewan kabupaten/kota menin-daklanjuti laporan tersebut kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Peternakan/dinas yang melaksanakan fungsi peternakan/kesehatan hewan provinsi dan Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan cq. Direktur Kesehatan Hewan;

d) Menggunakan format laporan yang berlaku;

e) Kepala Dinas Peternakan/dinas yang melaksanakan fungsi peternakan/kesehatan hewan provinsi setelah menerima laporan dari kabupaten/kota menindaklanjuti dengan menge-valuasi dan menganalisa laporan yang diterima, berkonsultasi dengan Direktur Kesehatan Hewan (DKH) untuk segera menurunkan tim diagnostik. Serta melaporkan kepada DKH tindakan dilakukan;

c. Evaluasi

a) Evaluasi pelaksanaan pencegahan, pengendalian dan pembe-rantasan dimaksudkan untuk mengetahui pencapaian target fisik kegiatan dan dampak keberhasilannya serta permasa-lahan yang timbul di lapangan;

b) Pelaksanaan evaluasi dilakukan setelah selesai kegiatan ope-rasional lapangan. Materi evaluasi yang penting diantaranya adalah penyediaan dan distribusi sarana (vaksin, obat, peralatan dan lain-lain). Realisasi pelaksanaan operasional (vaksinasi, pengamatan, diagnosa, langkah-langkah/tindakan yang telah diambil dalam pengendalian dan pemberantasan) serta situasi penyakit (sakit, mati, stamping out, kasus terakhir) dan lain-lain;

c) Evaluasi dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah pada waktu menjelang masa akhir tahun anggaran.

(15)

II. PENUTUP

Dengan ditetapkannya Pedoman Pecegahan, Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Hewan Menular Influensa pada Unggas (Avian Influenza) diharapkan petugas teknis kesehatan hewan dapat segera mengambil tindakan secara dini bila dilaporkan kasus kematian pada unggas/ayam yang diduga menderita penyakit seperti tersebut di atas sesuai dengan tugas masing-masing pihak yang terlibat dalam penanggulangan penyakit tersebut.

Demikian pedoman ini dikeluarkan untuk dipergunakan sebagai acuan oleh semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan menular influensa pada unggas (Avian Influenza) dan diharapkan dapat dipakai sebagai pedoman dalam penyusunan program dan pemenuhan kebijaksanaan di masa yang akan datang.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menghindari kerusakan gambar yang disimpan pada layar monitor Anda, Anda harus selalu mengaktifkan aplikasi screen saver atau mematikan monitor jika tidak digunakan

Berdasarkan hasil asuhan kebidanan yang dilakukan, diharapkan ibu memeriksakan kehamilannya secara rutin untuk memantau kondisi kehamilannya karena sangat berpengaruh pada

Dalam penelitian ini permasalahan yang akan analisis adalah pengaruh Green produk dan Green advertising terhadap Keputusan pembelian pada produk Lemonilo di Toko Organic

[r]

Bila gejala klinis sudah tidak ada dan BB anak sudah mencapai 80% BB/U, dapat dak ada dan BB anak sudah mencapai 80% BB/U, dapat dikatakan anak sembuh.Pola pemberian makan yang baik

PETUNJUK PENULISAN DAN PENGISIAN BLANKO IJAZAH A. Ijazah untuk MI, MTs, dan MA hanya diterbitkan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi. Ijazah dan hasil ujian/daftar

Perlakuan degreening suhu 18 0 C dan penyimpanan suhu ruang pada ketiga varietas menunjukkan perubahan warna menjadi jingga yang lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan

Kertas kerja ini melibatkan orang Sabah dan Sarawak yang memberi maklum balas melalui borang google mengenai pandangan mereka tentang tuntutan SSKM, khususnya pengetahuan mereka