• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Histopatologi"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perubahan Histopatologi

Pengamatan histopatologi limpa dilakukan untuk melihat lesio pada limpa. Dari preparat yang diamati, pada seluruh kelompok perlakuan baik kontrol (-) maupun F1-F4 tidak mengalami perubahan yang bersifat patologis berupa hemoragi, edema, deplesi limfoid, kista, dan peradangan. Pada kelompok kontrol (-) dan F2 terdapat kongesti ringan ditunjukkan dengan penumpukan eritrosit pada daerah pulpa merah [Gambar 9 (A)]. Kongesti diduga karena masih tersisanya eritrosit pada limpa pada saat ayam dinekropsi. Pada semua kelompok perlakuan baik F1, F2, F3, dan F4, maupun kontrol (-) ditemukan Germinal Center yang kemudian menjadi folikel limfoid sekunder. Folikel tersebut terdiri atas sekumpulan sel limfosit yang terlihat bulat pada sediaan histopatologi yang diwarnai dengan Hematoksilin Eosin [Gambar 9 (B)]. Pembentukan folikel limfoid sekunder mungkin disebabkan oleh reaksi limpa terhadap vaksin.

Kongesti adalah berlimpahnya darah dalam pembuluh di regio tertentu. Secara mikroskopis, kapiler-kapiler dalam jaringan terlihat melebar dan berisi darah. Edema merupakan penimbunan cairan yang berlebihan antara sel-sel tubuh atau rongga tubuh. Secara mikroskopis edema ditandai dengan adanya ruang kosong yang berisi cairan. Hemoragi atau perdarahan terjadi akibat pecahnya pembuluh darah sehingga darah keluar kemudian terjadi penimbunan pada jaringan atau ruang tubuh. Kista pada pulpa putih ditunjukkan dengan adanya ruang-ruang kosong dan deplesi limfoid ditunjukkan dengan berkurangnya sel pada folikel limfoid. (Price dan Wilson 2002). Peradangan ditunjukkan dengan infiltrasi sel radang (Munakir 2001).

Pembentukan folikel sekunder diawali dengan penjeratan antigen (dari vaksin) dalam limpa dan diambil oleh makrofag baik yang di zona pembatas maupun yang membatasi sinusoid pulpa merah. Sel ini membawa antigen ke dalam pulpa putih. Setelah beberapa hari, sel penghasil antibodi (limfosit B) bermigrasi. Sel-sel ini menempati zona pembatas dan pulpa merah, di daerah ini produksi antibodi pertama kali ditemukan. Selain di zona pembatas dan pulpa

(2)

merah antibodi juga dapat diproduksi dalam folikel sekunder yang hiperplastik (Tizard 2004).

Gambar 9 Gambaran histopatologi limpa (HE): (A) terjadi kongesti ringan pada kelompok F2, (B) Folikel limfoid sekunder ditunjukkan dengan tanda panah.

(3)

Reaksi lain yang terjadi ketika antigen memasuki limpa adalah penjeratan limfosit. Limfosit yang biasanya beredar bebas melewati organ ini terjerat sehingga tidak bisa lepas. Sifat penjeratan ini tidak jelas, tetapi reaksi ini mungkin disebabkan oleh monokin setelah interaksi antara antigen dan makrofag (Tizard 2004). Monokin tersebut mempengaruhi pergerakan limfosit dengan cara tertentu. Penjeratan bermanfaat untuk mengumpulkan sel peka antigen di tempat dekat dengan berkumpulnya antigen dan dengan demikian menambah efisiensi tanggap kebal. Beberapa agen seperti bakteri, virus, koksidia, dan fungi bisa saja berada di kandang dan menginfeksi ayam. Infeksi tersebut terjadi selama periode pemeliharaan di kandang. Infeksi dapat bersumber dari pakan, air minum atau tempat pakan atau minum yang terkontaminasi, dan lingkungan. Litter yang tidak diganti, pakaian petugas kandang, dan alas kaki yang digunakan dapat membawa agen infeksi dari luar ke kandang. Pembentukan folikel limfoid sekunder juga mungkin disebabkan oleh reaksi limpa terhadap vaksin.

Kepadatan Sel Pulpa Putih

Kelompok F3, yaitu kelompok yang diberi formula ekstrak Temulawak ditambah Temu Ireng memiliki kepadatan sel pulpa putih tertinggi diikuti oleh kelompok F2 yang diberi formula Temulawak ditambah Temu Ireng dan Meniran. Urutan berikutnya ditempati oleh kontrol (-), F4, dan F1. Kepadatan sel pulpa putih pada setiap perlakuan ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Kepadatan sel pulpa putih

Perlakuan Kepadatan folikel

(sel/100µm2) Kontrol (-) 3.5400 ± 0.27523a F1 3.3640 ± 0.59206a F2 4.1220 ± 0.41578b F3 4.4040 ± 0.25530b F4 3.5060 ± 0.26614a

Keterangan: Huruf superskript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). K = kontrol negatif; F1 = Temulawak, Temu Ireng, Sambiloto, dan Meniran; F2 = Temulawak, Temu Ireng, dan Meniran; F3 = Temulawak dan Temu Ireng; F4 = Meniran dan Sambiloto.

(4)

Kepadatan sel pulpa putih pada kelompok F2 dan F3 berbeda secara signifikan (p< 0.05) jika dibandingkan dengan kontrol (-). Kepadatan sel pulpa putih pada kelompok F1 dan F4 secara statistik tidak berbeda dengan kontrol (-). Pada kelompok F2, kepadatan pulpa putih tidak berbeda dengan kelompok F3. Dengan kenyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa formula F2 dan F3 berpengaruh pada kepadatan sel pulpa putih sedangkan formula pada kelompok F1 dan F4 tidak berpengaruh.

Kandungan kurkuminoid pada Temulawak dan Temu Ireng diduga berpengaruh pada sel pulpa putih. Kedua tanaman ini merupakan tanaman obat yang berasal dari keluarga Zingiberaceae, sama-sama memproduksi senyawa fenolik kurkuminoid (Gambar 10) sebagai hasil metabolit sekunder. Ravindran et al. (2007) menyatakan bahwa kandungan utama dari kurkuminoid tersebut adalah kurkumin berwarna kuning yang telah lama dimanfaatkan dalam industri farmasi, parfum, dan lain-lain. Beberapa penelitian selama ini menyebutkan bahwa kurkumin memiliki multi efek farmakologi yaitu efek anti inflamatori, anti imunodefisiensi, anti virus (virus flu burung), anti bakteri, anti jamur, anti oksidan, anti karsinogenik dan anti infeksi. Penelitian yang dilakukan oleh Sandy (2012) menggunakan formula dan dosis yang sama memperlihatkan daya tahan hidup lebih lama pada ayam broiler tanpa divaksin dan ditantang dengan virus AI setelah diberikan formula campuran Temulawak dan Temu Ireng dibandingkan dengan ayam yang divaksinasi AI.

(5)

Kurkuminoid terdiri atas tiga derivat, yaitu kurkumin, demetoksikurkumin (kurkumin II), dan bisdemetoksikurkumin (kurkumin III). Diantara ketiganya, kurkuminoid yang paling banyak adalah kurkumin. Kurkumin komersial mengandung 77% kurkumin I, 17% kurkumin II, dan 3% kurkumin II (Ravindran et al. 2006). Pemberian ekstrak Temulawak sebesar 35 mg/kg BB memperlihatkan adanya pertambahan jumlah pulpa putih, peningkatan diameter, dan peningkatan jumlah makrofag limpa (Gusnita 2009). Pada proses proliferasi limfosit, makrofag berperan mengeluarkan IL-1, yang mempunyai kemampuan untuk merangsang proliferasi limfoit B. Faktor-faktor seperti IL-1 dan IL-4 yang menyebabkan proliferasi sel B di sebut B cell growth factors (Kimbal 1990).

Selain kurkumin zat aktif yang mungkin berperan dalam peningkatan sel-sel pulpa putih adalah kandungan minyak atsiri dari Temulawak dan Temu Ireng. Di antara sekian banyak kandungan minyak atsiri tersebut, senyawa yang paling potensial adalah flavonoid. Beberapa senyawa yang termasuk ke dalam kelompok flovanoid adalah flavon, flavonol, flavanon, flavanolol, flavanol, anthocyanidins, isoflavon, dan kalcon. Struktur kimia flavonoid dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 11 Struktur kimia flavonoid (Surai 2003)

Flavonoid terdapat pada semua tanaman obat yang digunakan. Selain terdapat pada Temulawak dan Temu Ireng, zat ini terdapat pula pada Meniran dan Sambiloto. Flavonoid merupakan antioksidan kuat yang dapat mencegah pembentukan radikal bebas sebagai produk dari aktivitas fagositosis makrofag

(6)

(Surai 2003). Flavonoid yang berasal dari Meniran telah digunakan sebagai imunomodulator. Isoflavon (genestein) diklaim dapat meningkatkan respon antibodi (Koutsos dan Klasing 2008). Kandungan berkhasiat lain yang telah digunakan pada Meniran adalah filantin dan hipofilantin. Kedua kandungan ini berkhasiat untuk meningkatkan integritas dinding sel, melindungi hati dari zat toksik, obat-obatan untuk penyakit akibat virus maupun bakteri (Kardinan 2007).

Formula yang terdiri atas campuran Temulawak, Temu Ireng, dan Meniran memperlihatkan pengaruh yang sama secara statistik dengan formula campuran Temulawak dan Temu Ireng. Hal ini berarti campuran Meniran pada Temulawak dan Temu Ireng sama-sama berpengaruh pada proliferasi sel-sel pulpa putih. Kepadatan sel pulpa putih pada kedua kelompok perlakuan tersebut meningkat secara signifikan (p<0.05) dari kontrol negatif. Dengan dicampurnya ketiga ketiga jenis tanaman ini, kandungan flavonoidnya bertambah. Bertambahnya kadar flavonoid berpengaruh juga menambah kadar antioksidan pada kelompok F2. Efek imunomudolator dari flavonoid berkaitan dengan sifat antioksidan ini sebagai mitogen sel limfosit (Surai 2003).

Bahan pada Temulawak, Temu Ireng, dan Meniran diduga meningkatkan aktivitas makrofag (Tjandrawinata 2005, Gusnita 2009) kemudian makrofag mengeluarkan IL-1 (Kimbal 1990). IL-1 kemudian berikatan dengan limfosit B melalui Ig M dan T cell receptor melalui ikatan hidrogen. Ikatan tersebut mengaktivasi protein G yang kemudian memproduksi fosfolipase C. Enzim fosfolipase C menghidrolisis fosfatidil inositol bifosfat (PIP2) menjadi produk

reaktif diasilgliserol (DAG) dan inositol trifosfat (IP3). Reaksi tersebut

berlangsung dalam membran plasma. Kemudian IP3 merangsang pelepasan Ca2+

ke dalam sitoplasma. Pelepasan Ca2+ berperan penting dalam stimulisasi kerja enzim protein kinase C dan 5-lipoxygenase. Pemecahan lajut DAG menjadi arakhidonat melalui jalur 5-lipoxygenase meningkatkan pembentukan cGMP. Peningkatan cGMP mengakibatkan peningkatan cGMP dependent protein kinase yang berfungsi pada aktivasi DNA dependent RNA polymerase dan awal sintesis ribosom (rRNA) dan RNA lainnya. Sintesis RNA dan protein ini menyebabkan sel limfosit B maupun T memasuki fase pembelahan (Kumala et al. 2006). Adaya proliferasi sel-sel limfosit ini membuat sel pada pulpa putih semakin padat. Secara

(7)

ringkas kemungkinan mekanisme kerja formula tersebut disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12 Kemungkinan mekanisme induksi proliferasi limfosit oleh Temulawak, Temu Ireng, dan Meniran.

Formula F1 dan F4 yang memperlihatkan pengaruh yang tidak signifikan pada kepadatan sel pulpa putih jika dibandingkan dengan kontrol (-). Dua kelompok perlakuan tersebut diberi formula yang sama-sama mengandung Sambiloto, sedangkan 2 kelompok yang lain (F2 dan F3) tidak. Bahan aktif Sambiloto mungkin berinteraksi dengan bahan aktif Temulawak atau Temu Ireng sehingga saling menghilangkan aktivitas satu sama lain. Salah satu kandungan Sambiloto yang paling banyak diteliti adalah Andrographolide. Zat ini terdapat sekitar 2,5-4,6% dari berat kering. Zat ini dapat merangsang pembentukan

F2

Temulawak dan Temuireng Meniran

kurkuminoid flavonoid filantin

Makrofag ↑ (Tjhandrawinata et al. 2005, Gusnita 2009)

Sekresi IL-1 ↑ (Kimbal 1990)

IL-1 berikatan dengan limfosit (Kumala et al. 2006 )

cGMP ↑ →cGMP dependent protein kinase ↑

Protein kinase C ↑ →IL-2 ↑ IP3 →Ca2+ sitoplasma ↑ Protein G→ fosfolipase C→Hidrolisis

PIP2 DAG 5-lipoxygenase

PROLIFERASI LIMFOSIT F3

(8)

antibodi. Andrographolid dan neoandrographolid secara signifikan menrangsang antibodi dan menunda respon hipersensitivitas terhadap darah domba pada tikus. Kandungan ini juga merangsang tanggap kebal non-spesifik dengan meningkatkan fagositosis makrofag dan proliferasi limfosit pada limpa. Andrographolide pada Sambiloto mampu menghambat perlekatan (attachment) virus dengan reseptor pada sel (Taha 2009). Selain Andrographolide, Sambiloto juga minyak atsiri yang mengandung tannin, saponin, dan flavonoid (Daniel 2005). Bahan aktif Sambiloto mungkin berinteraksi dengan bahan aktif Temulawak, Temu Ireng, dan Meniran sehingga saling menghilangkan aktivitas satu sama lain terhadap proliferasi limfosit. Aktivitas penghambatan mungkin terjadi mirip seperti aktivitas penghambatan attachment virus oleh ekstrak Sambiloto yang dikemukakan Taha (2009). Interaksi zat aktif pada Sambiloto dengan tanaman obat lainnya mungkin menghambat perlekatan IL-1 dengan sel limfosit sehingga induksi tidak diteruskan.

Gambar

Gambar 9  Gambaran histopatologi limpa (HE): (A) terjadi kongesti ringan pada  kelompok F2, (B) Folikel limfoid sekunder ditunjukkan dengan tanda  panah
Tabel 2 Kepadatan sel pulpa putih
Gambar 10 Struktur kimia kurkuminoid (Ravindran et al. 2006)
Gambar 11 Struktur kimia flavonoid (Surai 2003)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan pada siklus I dan siklus II, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan metode role playing dapat

Dengan pendekatan kualitatif, maka akan menggambarkan secara mendalam makna dan proses upacara memandikan anak perempuan (Palangehon boru) sebagai salah satu bagian

YBY menilai Yogyakarta memiliki modal yang lebih dari cukup untuk melakukan intervensi pemikiran kebudayaan di tingkat global lebih dari inisiatif pameran senirupa yang sudah

Toko-toko online yang menggunakan layanan situs komunitas toko online akan mendapatkan fasilitas belanja yang nyaman dengan sistem shopping cart, di mana para pelanggan bisa

Dari ujicoba yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.Telah berhasil dirancang suatu sistem yang dapat mengontrol pecahayaan pada ruang

Simpulan dari penelitian ini adalah faktor individu yang berpengaruh terhadap disiplin kerja karyawan adalah faktor latar belakang pendidikan. Faktor organisasi yang

Akta otentik sebagai suatu akta yang dibuat oleh Pejabat Umum (Notaris dan/atau Pejabat Pembuat Akta Tanah) atas dasar keinginan atau kehendak para pihak,

Kenaikan yang berasal dari revaluasi aset tetap diakui pada penghasilan komprehensif lain dan terakumulasi dalam ekuitas pada bagian surplus revaluasi aset tetap, kecuali