• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang. Di Indonesia,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang. Di Indonesia,"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hak-hak asasi manusia merupakan hak yang melekat pada hakikat kodrati manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu wajib dihormati dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang. Di Indonesia, penegakan HAM cukup dapat dilihat perkembangannya dengan adanya undang-undang mengenai perlindungan HAM itu sendiri, didirikannya lembaga-lembaga khusus menangani segala permasalahan menyangkut HAM.

Anak juga manusia yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya,karena itu harus dihormati hak asasinya seperti halnya menghormati HAM, bahkan seharusnya anak adalah manusia yang menjadi pusat perhatian dari kemajuan perlindungan HAM. Perlindungan anak merupakan hal terpenting dalam memajukan kehidupan dan taraf hidup suatu bangsa, karena anak adalah suatu potensi tumbuh kembang suatu bangsa di masa depan.

Adapun Dasar pelaksanaan perlindungan anak adalah:

1) Dasar Filosofis; Pancasila dasar kegiatan dalam berbagai bidang kehidupan keluarga, bermasyarakat, bernegara dan berbangsa, serta dasar filosofis pelaksanaan perlindungan anak.

(2)

2) Dasar Etis; pelaksanaan perlindungan anak harus sesuai dengan etika profesi yang berkaitan, untuk mencegah perilaku menyimpang dalam pelaksanaan kewenangan, kekuasaan dan kekuatan dalam pelaksaan perlindungan anak. 3) Dasar Yuridis; pelaksanaan perlindungan anak harus didasarkan pada UUD

1945 dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku. Penerapan dasar yuridis ini harus secara integratif, yaitu penerapan terpadu menyangkut peraturan perundang-undangan dari berbagai bidang hukum yang berkaitan.1

Untuk menjamin tegaknya hak-hak anak, pada tahun 1989 PBB menyetujui Konveksi Hak Anak (UN’s Convention on the Rights of the Child) yang menegaskan jaminan hak-hak anak untuk hidup, hak untuk berkembang, hak atas perlindungan dan hak partisipasi anak. Berdasarkan isi hukumnya, di dalam Konvensi Hak Anak terdapat hak-hak anak yang diperinci sebagai berikut:

1) Hak memperoleh perlindungan dari segala bentuk diskriminasi dan hukuman. 2) Hak memperoleh perlindungan dan perawatan atas kesejahteraan, keselamatan

dan kesehatan.

3) Hak atas jaminan negara atas penghormatan tanggung jawab, hak dan kewajiban orang tua dan keluarga.

4) Negara mengakui hak hidup anak, serta kewajiban negara menjamin perkembangan dan kelangsungan hidup anak.

1

Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, 2008, hal.37.

(3)

5) Hak memperoleh kebangsaan (nasionality), nama dan hubungan keluarga. 6) Hak memelihara identitas diri termasuk kebangsaan, nama dan hubungan

keluarga.

7) Hak untuk tinggal bersama-sama orang tua. 8) Hak untuk menyatakan pendapat dan pandangan.

9) Hak untuk kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama. 10)Hak untuk kebebasan berhimpun, berkumpul dan berserikat.

11)Hak memperoleh informasi dan segala sumber informasi yang diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan social, jiwa, moral, kesehatan fisik dan mental.

12)Hak memperoleh perlindungan khusus dan bantuan akibat kekerasan fisik, mental, penyalahgunaan, penelantaran dan perlakuan salah serta penyalahgunaan seksual.

13) Hak memperoleh perlindungan hukum terhadap gangguan kehidupan pribadi, keluarga, surat menyurat atas nserangan yang tidak sah.

14) Hak atas perlindungan bagi anak yang tidak mempunyai orang tua. 15) Hak atas perlindungan anak yang berstatus pengungsi (pengungsi anak). 16) Hak memperoleh perawatan khusus bagi anak cacat.

17) Hak memperoleh pelayanan kesehatan. 18) Hak memperoleh manfaat atas jaminan sosial.

(4)

19) Hak memperoleh taraf hidup layak bagi perkembangan fisik, mental dan sosial.

20) Hak memperoleh pendidikan.

21)Hak untuk beristirahat dan bersenang-senang untuk terlibat dalam kegiatan bermain, berkreasi dan seni budaya.

22) Hak atas perlindungan dari eksploitasi ekonomi. 23) Hak atas perlindungan dari penggunaan obat terlarang. 24) Hak atas perlindungan dari segala bentuk eksploitasi seksual.

25) Hak atas perlindungan terhadap penculikan, penjualan dan perdagangan anak. 26) Hak atas perlindungan terhadap segala bentuk eksploitasi kesejahteraan anak. 27) Hak atas jaminan pelarangan penyiksaan anak dan hukuman yang tidak

manusiawi.

28) Hak atas hukum acara peradilan anak.

29) Hak memperoleh bantuan hukum baik di dalam pengadilan ataupun di luar pengadilan.

30) Hak atas jaminan akan tanggung jawab orang tua membesarkan dan membina anak dan negara berkewajiban mengambil langkah untuk membantu orang tua yang bekerja agar mendapat perawatan dan fasilitas.2

Indonesia sebagai Negara anggota PBB yang telah menyatakan diri sebagai negara pihak konvensi PBB tentang hak anak sejak Agustus 1990, dengan demikian

2

Muhammad Joni, Zulchaina Z.Tanamas, Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Perspektif Konvensi Hak Anak, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal.72

(5)

menyatakan keterikatannya untuk menghormati dan menjamin hak anak tanpa diskriminasi dalam wilayah hukum Republik Indonesia, salah satunya dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002, yang jelas tujuannya adalah untuk memperkuat upaya perlindungan anak. Catatan yang mendasar dari undang-undang ini tentang upaya pemenuhan hak-hak anak agar mereka dapat hidup, tumbuh, dan berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera. Seperti yang disebutkan dalam undang-undang ini bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.3

Mencermati permasalahan anak yang membutuhkan perhatian serius dari semua pihak, atas prakarsa Departemen Sosial Republik Indonesia dibentuklah Komisi Perlindungan Anak pada tanggal 21 Juni 2004 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 77 Tahun 2003. Lembaga ini merupakan lembaga independen yang kedudukannya sejajar dengan Komisi Negara Lainnya. Sebagai lembaga independen, KPAI diharapkan mampu secara aktif memperjuangkan kepentingan anak. seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, bahwa KPAI bertugas :

a) Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi,

3

(6)

menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.

b) Memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.4

Di luar beberapa kelemahan materiil dari konsep KPAI, lembaga ini perlu didukung, setidaknya atas dua alasan. Pertama, untuk menjamin negara dan perangkatnya menjalankan fungsi pelindung hak anak sebagaimana tertuang dalam UU dengan serius dan bertanggung jawab. Kedua, guna memastikan isu anak tidak dimarjinalisasi sebagai pekerjaan departemen sosial atau pemberdayaan perempuan, tetapi juga menjadi agenda wajib tiap institusi pengambil kebijakan. Misalnya, dengan membuat analisis dan pernyataan tentang pengaruh suatu kebijakan terhadap anak, yang lalu dioperasionalkan dalam anggaran.

Selain itu, perlu diperhatikan beberapa usaha untuk melindungi anak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Emeliana Krisnawati, S.H., M.Si, seperti berikut ini yang dapat diterapkan baik pada masyarakat pada umumnya maupun pemerintah:

1. Sistem pembinaan anak sampai umur 18 tahun, perlu disistematiskan secara tegas agar sistem kontrolnya dan perlindungannya dapat dilaksanakan secara efektif.

2. Pelaksanaan perlindungan secara efektif hanya dapat dilaksanakan apabila didukung oleh peraturan yang menunjang terhadap pelaksanaan perlindungan anak tersebut.

4

(7)

3. Lembaga perlindungan anak perlu disesuaikan dengan kebutuhan.

4. Perlindungan anak terhadap semua bentuk gangguan, kamtibnas terutama keterlantaran, kekerasan dan eksploitasi, harus secepatnya dapat dilaksanakan demi terjaminnya hari depan anak.

5. Dengan perlindungan anak yang berjalan dengan baik, anak akan berkembang secara wajar sehingga generasi mendatang akan merupakan potensi untuk pembangunan nasional.5

Sangat ironis jika melihat kondisi anak di Indonesia yang masih memprihatinkan, meski upaya perlindungan anak sudah lama dikerjakan. Ibu Mangunsarkoro sejak 1920 memeloporinya lewat Taman Siswa. Kini, setelah UU Perlindungan Anak Nomor 23/2002 diundangkan, kesadaran hak anak di negara ini masih rendah, bahkan masih banyak lembaga dan pihak terkait belum mengetahui keberadaan UU ini, apalagi menerapkannya.6

Seperti yang tercatat, ada beberapa fakta yang cukup memprihatinkan. Diperkirakan sekitar 60% anak balita Indonesia tidak memiliki akte kelahiran. Lebih dari 3 juta anak terlibat dalam pekerjaan yang berbahaya. Bahkan, sekitar sepertiga pekerja seks komersil berumur kurang dari 18 tahun. Sementara 40.000-70.000 anak lainnya telah menjadi korban eksploitasi seksual. Ditambah lagi sekitar 100.000

5

Emeliana Krisnawati, Aspek Hukum Perlindungan Anak, CV. Utomo, Bandung, 2005, hal. 50. 6

Erita Narhetali, Yang Terbaik Untuk Anak, at http://www.kompas.com/kompas-cetak/0307/23/opini/439314.htm. Okt 30,2009.

(8)

wanita dan anak-anak diperdagangkan setiap tahunnya. Belum lagi 5.000 anak yang ditahan atau dipenjara dimana 84 persen di antaranya ditempatkan di penjara dewasa. Masalah lain yang tak kalah memprihatinkan adalah pelecehan terhadap anak terutama anak-anak dan wanita yang tinggal di daerah konflik atau daerah bekas bencana. Lebih dari 2.000 anak tidak mempunyai orang tua. Secara psikologis anak-anak itu terganggu sesudah bencana tsunami meluluhlantakkan Aceh dan Sumatra Utara pada 26 Desember 2004 silam.7

Untuk menyikapi upaya perlindungan anak di Indonesia, dalam hal ini penulis ingin mengkaji hal tersebut khususnya di kota Yogyakarta, dengan pertimbangan bahwa tingkat pelanggaran hak anak di Yogyakarta tergolong tinggi. Tahun 2008-2009, Lembaga Perlindungan anak di Yogyakarta menangani 352 kasus anak. Dari jumlah tersebut, kasus kekerasan seksual merupakan kasus yang paling banyak terjadi yaitu mencapai 171 kasus. 8

Sebagai bentuk pelaksanaan UU Perlindungan Anak No.23/2002, pemerintah daerah kota Yogyakarta telah melakukan beberapa upaya perlindungan hak anak di Yogyakarta khususnya. Seperti penyelenggaraan Konggres Anak IV Indonesia di Yogyakarta yang mengadakan dialog anak dengan Menteri Sosial RI, Gubernur DIY, dan Wakil Ketua DPR RI bidang kesejahteraan rakyat, penyelenggaraan Sosialisasi Program Penanganan dan Perlindungan Anak oleh Dinas Sosial DIY, kegiatan

7

Josh Estey, Sekilas Perlindungan anak, at http//www.Unicefindonesia.co.id/1310/211834/korban-bencana.html. Okt. 30, 2009.

8

Bapeda, Kekerasan Seksual di Jogja Paling Menonjol, at http//www.regional.kompas.com. Okt. 30, 2009

(9)

pembinaan anak dan remaja yang diselenggarakan oleh dinas pemberdayaan perempuan meliputi pembinaan jasmani dan rohani yang meliputi kelangsungan hidup, tumbuh kembang, perlindungan anak dan partisipasional, dan Semiloka Perlindungan Anak yang diselelenggarakan oleh Kantor Kesejahteraan Masyarakat Pengarustamaan Gender Kota Yogyakarta yang bertujuan untuk mencari data dan informasi tentang pemenuhan hak-hak anak, kesejahteraan dan perlindungan anak serta upaya-upaya dalam memajukan, melindungi dan memenuhi hak-hak anak serta kemajuan pelaksannan pembangunan kesejahteraan dan perlindungan anak.

Tidaklah dapat dipungkiri bahwa upaya-upaya tersebut belum dapat dkatakan maksimal meskipun telah tercatat bahwa kota Yogyakarta masuk sebagai nominator sebagai kota layak anak yaitu kota yang didalamnya memberikan perlindungan terhadap anak dan hak-haknya dalam proses pembangunan berkelanjutan, dengan menciptakan lingkungan yang kondusif agar anak dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat.9 Masih banyak pekerjaan rumah bagi pemerintah kota Yogyakarta untuk mengimplementasikan UU No. 23/2002 tentang Perlindungan anak yang kemudian dapat diserap sebagai dasar pengambilan kebijakan yang menyangkut perlindungan anak di kota Yogyakarta itu sendiri.

Pemerintah kota Yogyakarta mengambil kebijakan bahwa urusan perlindungan anak ini diserahkan pada Dinas Sosial dan Dinas Pemberdayaan Perempuan. Adapun Dinas Sosial akan mengurus dan memberi perlindungan bagi

9

(10)

anak jalanan dan anak-anak panti asuhan yang berada di kota Yogyakarta, sedangkan Dinas Perlindungan Dan Pemberdayaan Perempuan bertugas untuk membuat kebijakan-kebijakan yang menyangkut perlindungan anak di kota Yogyakarta.

Diluar peran pemerintah kota Yogyakarta sendiri, juga turut serta banyak pihak yang mendukung pelaksanaan perlindungan terhadap anak seperti LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), Yayasan dan Lembaga-lembaga Lainnya. Keberadaan pihak-pihak tersebut tidak kalah penting sebagai sarana pemenuhan kebutuhan perlindungan anak yang diharapkan akan mencapai tujuan demi kemajuan bangsa Indonesia.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan perlindungan anak di kota Yogyakarta berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak?

2. Bagaimana Dinas Sosial dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dalam menjalankan undang-undang perlindungan anak dalam kaitannya dengan tugas upaya perlindungan anak?

C. TujuanPenelitian

1. Untuk mengetahui pelaksanaan perlindungan anak di kota Yogyakarta berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

(11)

2. Untuk mengetahui implementasi undang-undang perlindungan anak dalam kaitannya dengan tugas upaya perlindungan anak yang dijalankan oleh Dinas Sosial dan Dinas Pemberdayaan Perempuan kota Yogyakarta.

D. Tinjauan Pustaka

1. Hak Asasi Manusia

Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak dasar yang melekat pada manusia yang harus memperoleh jaminan hukum. Ham menyangkut segala aspek kehidupan manusia yang merupakan cermin hakikat manusia sebagai individu, anggota masyarakat, dan makhluk Tuhan yang harus dihormati dan dijamin oleh hukum.

Sebenarnya paham HAM adalah warisan teori hukum Abad Pertengahan Menurut teori, hukum negara (hukum manusia, lex humana) hanya mengikat sejauh sesuai dengan hukum kodrat (lex naturalis). Tetapi hukum kodrat sendiri mendapat daya ikat dari pengakarannya dalam hukum abadi (lex aeterna), yaitu dalam kebijaksanaan Allah Pencipta. Allah Pencipta sendiri memberikan hukum kodrat kepada ciptaannya, suatu hukum ciptaan manusia atau negara harus sesuai dengan hukum kodrat. Paham itu melahirkan paham adanya hak asasi yang diterima manusia langsung dari tuhan dan karena itu tidak dapat diganggu gugat oleh negara. Sumber paham HAM justru theistic dan bukan antroposentrik. Adalah Allah yang menciptakan manusia yang berbeda dari makhluk lain di dunia. Itulah dasar paling kuat HAM (tanpa pengakuan terhadap Allah, martabat manusia sulit dipertahankan). Dalam bahasa Kristen, manusia diciptakan menurut citra Allah. Dalam bahasa Islam,

(12)

manusia itu wakil Allah atau Khalifatullah di dunia. Itulah dasar martabat manusia dan dasar pengertian bahwa manusia diperlakukan sebagai manusia dan jangan sebagai alat semata-mata.10

Di Indonesia tentang aliran HAM yang berkembang terbagi dalam tiga kelompok,yaitu:

1. Aliran cultural relativism yang didukung oleh pihak pemerintah, termasuk aparat penegak hukum.

2. Aliran universal yang dianggap sebagai kelompok penganut nilai-nilai dan penerapan HAM yang mengacu pada pola dan standar Barat. Aliran ini didukung oleh kalangan LSM yang bergerak di berbagai bidang kegiatan seperti bantuan hukum, pecinta lingkungan, perlindungan konsumen dan sebagainya.

3. Aliran humanism Islam yang disuarakanormas dan pemuka Islam. Aliran ini mengakui dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai subjek yang memiliki otonomipribadi individu. Namun sejalan dengan itu, HAM harus diproyeksikan dalam kehidupan masyarakat dengan cara menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, dengan ketentuan negara tidak boleh melanggar sifat kemanusiaan yang menyebabkan hilangnya kemerdekaan dan keluhurannya.11

10

Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, 2008, hal. 9.

11

(13)

2. Welfare State

Welfare state atau social sevice state, yaitu negara yang pemerintahannya bertanggung jawab penuh untuk memenuhi kebutuhan dasar social dan ekonomi dari setiap warga negara agar mencapai suatu standar hidup yang minimal.12 Negara selaku integritas kekuasaan massa, sudah tentu membutuhkan suatu tingkat kestabilan khusus dalam sistem sosialnya untuk tetap dapat mempertahankan keseimbangan antara peranan atau penyelenggaraan fungsi-fungsinya dengan tujuan-tujuan yang akan dicapai. Dalam upaya mencapai hal tetrsebut, tidak saja diperlukan keselarasan atas tujuan-tujuan yang dikehendaki oleh kelompok-kelompok sosial maupun kelompok – kelompok ekonomi yang terdapat pada negara, akan tetapi juga kreativitas untuk menciptakan secara terarah berbagai kondisi kesejahteraan sosial yang dikehendaki masyarakat.

Negara Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila, bertujuan mencapai masyarakat yang adil, makmur dan merata, baik materiil maupun spiritual. Negara Indonesia tidak hanya bertugas memelihara ketertiban masyarakat saja, akan tetapi lebih luas daripada itu. Negara berkewajiban turut serta dalam hampir semua sector kehidupan dan penghidupan masyarakat. Konsep negara hukum yang diadopsi oleh negara hukum pancasila (Indonesia) adalah negara kesejahteraan (welfare state).

Penyelenggaraan kesejahteraan sosial meliputi kegiatan rehabilitasi, jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial. Semua ini dominasinya sektor publik, yang akan memberi legitimasi atau sahnya perencanaan dan program

12

(14)

kegiatan. Di Indonesia, meskipun konstitusinya secara de jure (legal-formal) merujuk pada sistem kesejahteraan negara, implementasi dari pembelaan negara terhadap hak-hak fakir miskin, anak terlantar dan penyelenggaraan jaminan sosial masih dihadapkan beragam tantangan. Selain pemahaman dan komitmen penyelenggara negara terhadap pembangunan kesejahteraan sosial masih belum solid, faham neo-liberalisme yang mengedepankan kekuatan pasar, investasi modal finansial, dan pertumbuhan ekonomi agregat dianggap lebih menjanjikan kemakmuran dibandingkan dengan pendekatan kesejahteraan sosial yang mengedepankan keadilan sosial, investasi sosial dan penguatan kapasitas sumberdaya manusia. Desentralisasi yang terutama digerakan oleh globalisasi pada aras internasional dan reformasi pada aras nasional, mencuatkan isu-isu yang mempengaruhi perkembangan kesejahteraan sosial di daerah.13

Menjamin kesejahteraan anak dengan menjadikan perlindungan anak sebagai salah satu fokus pemerintah dalam proses pembangunan di negara ini merupakan langkah awal yang sangat penting demi mencapai tujuan bangsa ini.

3. Perlindungan Hak-hak Anak

Pandangan masyarakat mengenai apa yang diperlukan anak, membentuk konsep mengenai hak anak yang juga dipengaruhi oleh beberapa faktor dan bisa berubah dari waktu ke waktu. Maka konsep mengenai hak anak juga mengalami perubahan dan perkembangan.

13

Edi Suharto, Pembangunan Kesos Dalam Pusaran Desentralisasi dan Good Governence, at

(15)

Perlindungan anak adalah segala usaha yang dilakukan untuk menciptakan kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya demi perkembangan dan pertumbuhan anak secara wajar baik fisik, mental, dan sosial. Perlindungan anak merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat, dengan demikian perlindungan anak diusahakan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Kegiatan perlindungan anak membawa akibat hukum, baik kaitannya dengan hukum tertulis maupun tidak tertulis. Hukum merupakan jaminan bagi kegiatan perlindungan anak.14

Keseriusan pemerintah Indonesia untuk menjamin hak-hak anak dapat dilihat seperti yang diatur dalam UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah: (a) Berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai harkat martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 4); (b) Berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan (Pasal 5); (c) Berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orangtua (Pasal 6); (d) Berhak untuk mengetahui orangtuanya, dibesarkan dan diasuh oleh orangtuanya sendiri. Dalam hal suatu sebab orangtuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 7); (e) Berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik,

14

(16)

mental, spiritual dan sosial (Pasal 8); (f) Berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya, khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan khusus (Pasal 9); (g) Berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan (Pasal 10); (h) Berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak-anak sebaya, bermain, berkreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri (Pasal11); (i) Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan social, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan social (Pasal 12); (j) Berhak mendapat perlindungan dari perlakuan: diskriminasi dan eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; penelantaran; kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; ketidakadilan; dan perlakuan salah lainnya(Pasal 13); (k) Berhak untuk diasuh oleh orangtuanya sendiri, kecuali jika ada alas an dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir (Pasal 14); (l) Berhak untuk memperoleh perlindungan dari: penyalahgunaan dalam kegiatan politik; pelibatan dalam sengketa bersenjata; pelibatan dalam kerusuhan sosial; pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsure kekerasan; dan pelibatan dalam peperangan (Pasal 15); (m) Berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan atau

(17)

penjatuhan hukuman yang manusiawi; berhak memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum; penangkapan, penahanan atau pidana penjara hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dilakukan sebagai upaya terakhir (Pasal 16); (n) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk: mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa; memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum. setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan (Pasal 17); (o) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapat bantuan hukum dan bantuan lainnya (Pasal 18).15

E. Metode Penelitian

Metode penelitian berfungsi sebagai alat atau cara untuk pedoman melakukan penelitian, sedangkan penelitian adalah suatu cara yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk memecahkan suatu masalah yang bersifat ilmiah.

1. Obyek Penelitian

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

2. Subyek Penelitian 15

(18)

Dalam penelitian ini yang menjadi subyek penelitian adalah Pemerintah Provinsi DIY :

a. Kepala Dinas Sosial Kota Yogyakarta atau staf yang mewakili.

b. Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Kota Yogyakarta atau staf yang mewakili.

3. Sumber data a. Data Primer

Data-data asli yang diperoleh peneliti dari tangan pertama, dari sumber asalnya yang pertama yang belum diolah dan diuraikan orang lain. Pada umumnya data primer mengandung data yang bersifat aktual yang diperoleh langsung dari lapangan dengan wawancara atau langsung meminta data dari pihak yang bersangkutan.

b. Data Sekunder

Data yang digunakan untuk membahas skripsi ini, yang meliputi : 1) Bahan hukum primer,

a. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

b. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 mengenai tentang Hak Asasi Manusia.

c. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.

(19)

d. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1988.

2) Bahan hukum sekunder, antara lain terdiri dari :

a. Buku yang terkait yang relevan dengan tema skripsi; b. Pendapat para ahli;

c. Karya tulis;

d. literatur-literatur lainnya. 4. Teknik pengumpulan data

Data penelitian dikumpulkan dengan cara : a. Wawancara

Pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan langsung kepada informan atau seorang ahli yang berwenang dalam suatu masalah.

b. Studi pustaka

Studi ini dimaksudkan untuk mengumpulkan atau memahami data-data sekunder dengan berpijak pada berbagai literatur dan dokumen yang berkaitan dengan obyek penelitian.

5. Metode Pendekatan

a. Pendekatan yuridis normatif, yaitu data yang diperoleh kemudian dianalisis dari sudut pandang / menurut ketentuan hukum / peraturan perundang-undangan yang berlaku serta. Setelah dianalisis, selanjutnya hasil analisis

(20)

tersebut akan diwujudkan dalam bentuk deskripsi dengan ringkas dan jelas sehingga mudah dimengerti dan dipahami.

b. Pendekatan sosiologis, yaitu mengumpulkan data dengan melakukan observasi langsung di lapangan mengenai objek penelitian, dengan memperoleh data langsung mengenai objek penelitian di lapangan akan dapat merumuskan kesimpulan sebagai salah satu tujuan penelitian.

6. Analisis Data

Data yang diperoleh dengan metode deskriptif kualitatif, yaitu data yang diperoleh disajikan secara deskriptif dan dianalisis secara kualitatif ( content analysis) dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Data penelitian diklasifikasikan sesuai dengan permasalahan penelitian. b. Hasil klasifikasi data selanjutnya disistematisasikan.

c. Data yang telah disistematisasikan kemudian dianalisis untuk dijadikan dasar dalam mengambil kesimpulan.

7. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang penulis pergunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah jenis penelitian yang bersifat diskriptif, karena dalam penelitian ini bermaksud untuk mendiskripsikan atau menggambarkan dan menerapkan secara jelas tentang berbagai hal yang terkait dengan obyek yang diteliti, yaitu pelaksanaan undang-undang perlindungan anak di kota Yogyakarta, dimana Dinas Sosial dan Dinas Pemberdayaan Perempuan yang memegang peranan

(21)

dalam mengawasi berjalan atau tidaknya undang-undang perlindungan anak di kota Yogyakarta yang diharapkan dapat meminimalisasikan kasus pelanggaran terhadap hak-hak anak. dan pada akhirnya anak dapat mengaktualisasikan pribadinya untuk kepentingan dirinya sendiri dan masyarakat.

F. SISTEMATIKA SKRIPSI

Sistematika penyusunan skripsi ini tertuang dalam empat (4) bagian yang tersusun dalam bab-bab, yang mana satu sama lain saling berkaitan, dan di setiap bab terdiri dari sub-sub bab. Agar dapat memberikan gambaran mengenai inti skripsi ini, maka penulis akan memberikan gambaran secara garis besarnya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Perumusan Masalah C. Tujuan Penelitian. D. Tinjauan Pustaka E. Metode Penelitian F. Sistematika Penulisan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK ANAK A. Tinjauan Umum Tentang Negara Kesejahteraan 1. Sejarah Negara Kesejuahteraan

(22)

3. Hubungan Pemerintah Dalam Negara Kesejahteraan dan Pelaksanaan Perlindungan Anak

B. Tinjauan Umum Tentang Makna Perlindungan Anak 1. Hak dan Kewajiban Anak

2. Anak Dalam Kedudukan Hukum

3. Aspek Hukum Perlindungan Hak Asasi Anak

C. Tinjauan Umum Tentang Undang-Undang Perlindungan Anak 1. Sejarah Pembentukan Undang-Undang Perlindungan Anak 2. Asas dan Tujuan Undang-Undang Perlindungan Anak 3. Kewajiban dan Tanggung Jawab Negara dan Pemerintah 4. Kewajiban dan Tanggung Jawab Keluarga dan Orang Tua 5. Penyelenggaraaan Perlindungan Anak

6. Peran Masyarakat Dalam Perlindunngan Anak

D. Tinjauan Umum Tentang Pelanggaran Hak-Hak Anak 1. Bentuk-bentuk pelanggaran Hukum Terhadap Anak 2. Dampak Negatif Bagi Anak Sebagai Korban Pelanggaran

Hukum

3. Upaya Pencegahan Pelanggaran Hukum Terhadap Anak BAB III PELAKSANAAN PERLINDUNGAN ANAK DI KOTA YOGYAKARTA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG

(23)

Implementasi Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak terhadap pelaksanaan perlindungan anak di kota Yogyakarta, yang menjelaskan tentang deskripsi peran Dinas Sosial dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dalam penyelenggaraan perlindungan anak. Dan mengkomentari implelementasi undang-undang tersebut terhadap pengambilan kebijakan oleh pemerintah yang menyangkut perlindungan anak sebagai salah satu bentuk ketaatan pemerintah pada peratuaran perundang-undangan yang berlaku dan tanggung jawab kepada lingkungan masyarakat setempat.

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran

Referensi

Dokumen terkait

5) Pada suatu kondisi, sebuah kebijakan optimum untuk tahapan selanjutnya tidak terkait oleh kebijakan optimum dari tahapan sebelumnya.Jadi keputusan optimum yang diambil

Guru dan Karyawan pulang sesuai jam kerja yang telah ditentukan Yayasan atau setelah menyiapkan kegiatan dan perlengkapan KBM untuk esok

Approved by the Department of English, Faculty of Cultural Studies University of Sumatera Utara (USU) Medan as thesis for The Sarjana Sastra Examination.. Head,

Dari indikator-indikator diatas tersebut akan dianalisis bagaimana kinerja tenaga pendidik (dosen) dan tenaga kependidikan (karyawan) seperti tenaga Administrasi

Berdasarkan hasil penelitian dilapangan diketahui pada Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus Samboja struktur jenis vegetasi dan komposisi jenis terdiri dari 342

Pem anfaat an Alat Per m ainan Edukat if Ber basis Sosial Budaya unt uk Meningkat kan Kecer dasan Nat ur alis pada Anak Didik Kelom pok Ber m ain.. Kendar i: Lapor an

The purpose of this study was to isolate the non-symbiotic N-fixing bacteria and P solubilizing bacteria from local compost and to determine the effect of

Pendekatan keterampilan proses harus diterapkan karena ilmu pengetahuan berlangsung semakin cepat sehingga tak mungkin lagi para guru mengajarkan semua fakta dan