• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pengelolaan Barang Milik Daerah pada SKPD Pemerintah Kota Tebing Tinggi dengan Komitmen Pimpinan Sebagai Variabel Moderating

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pengelolaan Barang Milik Daerah pada SKPD Pemerintah Kota Tebing Tinggi dengan Komitmen Pimpinan Sebagai Variabel Moderating"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Kualitas pengelolaan barang milik daerah

Kualitas Pengelolaan menurut Gaspersz (2001; 4) didefisinikan sebagai satu cara meningkatkan kinerja secara terus menerus pada setiap level operasi atau proses, dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan semua sumber daya manusia dan modal yang tersedia. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 17 Tahun 2007 menjelaskan yang dimaksud dengan barang milik daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah. Menurut Mardiasmo (2004: 238), prinsip dasar dari keberhasilan proses pengelolaan barang milik daerah meliputi tiga hal utama yaitu (1) perencanaan yang tepat; (2) pelaksanaan/ pemanfaatan secara efisien dan efektif; dan (3) pengawasan (monitoring). Kualitas pengelolaan barang milik daerah adalah satu cara meningkatkan kinerja secara terus menerus pada setiap level perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan barang milik daerah dari suatu entitas.

(2)

Pengukuran aset tetap dinilai sebesar biaya perolehan yaitu sebesar jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan untuk memperoleh suatu aset pada saat perolehan atau konstruksi sampai dengan aset tersebut dalam kondisi dan tempat yang siap untuk digunakan. Peraturan Mentri Dalam Negeri No. 17 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah membagi aset tetap atas enam golongan yaitu: (1) tanah, (2) peralatan dan mesin, (3) gedung dan bangunan, (4) jalan, irigasi dan jaringan, (5) aset tetap lainnya, (6) konstruksi dalam pengerjaan.

Suatu prosedur tentang pengelolaan aset tetap daerah harus dapat mendukung tertibnya mekanisme pengelolaan barang milik daerah yang merupakan suatu siklus yang saling terkait. Menurut Yusuf (2010: 181), prinsip pokok yang harus diperhatikan dalam pengelolaan barang milik daerah adalah semua tahap sejak tahap perencanaan sampai pada tahap penghapusan harus memiliki dokumentasi yang baik. Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2007 pasal 4 poin 2 menyatakan bahwa pengelolaan barang milik daerah meliputi: (a) perencanaan kebutuhan dan penganggaran; (b) pengadaan; (c) penerimaan, penyimpanan dan penyaluran; (d) penggunaan; (e) penatausahaan; (f) pemanfaatan; (g) pengamanan dan pemeliharaan; (h) penilaian; (i) penghapusan; (j) pemindahtanganan; (k) pembinaan, pengawasan dan pengendalian; (l) pembiayaan; dan (m) tuntutan ganti rugi.

(3)

dari pemerintah daerah. Agar pelaksanaan pengelolaan aset daerah dapat dilakukan dengan baik dan benar sehingga dapat dicapai efektivitas dan efisiensi pengelolaan aset daerah, menurut Sholeh dan Rochmansjah (2010: 157) hendaknya berpegang teguh pada azas-azas sebagai berikut:

1. Azas fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah dibidang pengelolaan barang milik daerah yang dilaksanakan oleh kuasa pengguna barang, pengguna barang, pengelola barang dan kepala daerah sesuai fungsi, wewenang dan tanggung jawab masing-masing;

2. Azas kepastian hukum, yaitu pengelolaan barang milik daerah harus dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan; 3. Azas transparansi, yaitu penyelenggaraan pengelolaan barang milik

daerah harus transparan terhadap hak masyarakat dalam memperoleh informasi yang benar;

4. Azas efisiensi, yaitu pengelolaan barang milik daerah diarahkan agar barang milik daerah digunakan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan yang diperlukan dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintahan secara optimal;

5. Azas akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan pengelolaan barang milik daerah harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat;

6. Azas kepastian nilai, yaitu pengelolaan barang milik daerah harus didukung oleh adanya ketepatan jumlah dan nilai barang dalam rangka optimalisasi pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah serta penyusunan neraca Pemerintah Daerah.

(4)

daerah; (2) Adanya sistem informasi manajemen aset daerah; (3) Pengawasan dan pengendalian pemanfaatan aset; (4) Melibatkan berbagai profesi atau keahlian yang terkait seperti auditor internal dan penilai (appraisal).

Pelaksanaan pengelolaan barang milik daerah membutuhkan pengurus barang dengan kompetensi memadai yang diukur dari pengetahuan, pengalaman, dan pelatihan/ bimbingan teknis yang pernah diikutinya dalam urusan pengelolaan barang milik daerah (Yusuf, 2010: 150). Pengetahuan dan kepatuhan akan peraturan-peraturan pengelolaan barang milik daerah akan sangat membantu dalam melakukan pengelolaan barang milik daerah karena peraturan tersebut akan membatasi ruang gerak pejabat untuk melakukan dan tidak melakukan pengambilan keputusan yang dapat membuat suatu aset berpindah tangan atau tidak berpindah tangan kepada pihak lain, serta yang dapat atau yang tidak dapat diberdayakan/ dimanfaatkan untuk kepentingan operasional pemerintah (Yusuf, 2010: 138). Proses yang panjang dalam pengelolaan barang milik daerah memerlukan suatu sistem agar penarikan informasi menjadi lebih cepat, akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Sistem Informasi Manajemen Barang Milik Daerah (SIMDA-BMD) diciptakan untuk menggantikan pekerjan manual menjadi pekerjaan yang dikerjakan secara elektronik.

(5)

Koswara, 2001. Dinamika Informasi dalam Era Global. CV. Rajawali. Jakarta.

2.1.2. Kualitas aparatur daerah

Pelaksanaan pengelolaan barang milik daerah memerlukan sumber daya manusia atau di dalam pemerintahan disebut aparatur daerah yang mempunyai kualitas dan kuantitas yang memadai. Menurut Suharto (2012), kualitas sumber daya manusia merupakan kemampuan dari pegawai dalam menjalankan proses pengelolaan yang dilihat dari kemahiran seseorang, latar belakang pendidikan, persyaratan yang harus diikuti untuk dapat menjalankan proses pengelolaan, pelatihan-pelatihan, masalah professional dan sosialisassi peraturan yang mengalami perubahan. Kualitas aparatur daerah menurut Koswara (2001: 266) merupakan kemampuan professional dan keterampilan teknis para pegawai yang termasuk kepada unsur staf dan pelaksana di lingkungan pemerintah daerah. Hal ini sangat diperlukan agar manajemen pemerintahan dalam otonomi daerah dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Yang diperlukan tidak hanya jumlahnya yang cukup, tetapi juga kualitas para pegawai yang harus diukur dengan melihat latar belakang pendidikan, keterampilan, pengalaman kerja, jenjang kepangkatan dan status kepegawaian.

(6)

dilakukan oleh Penyimpan barang milik daerah; dan Pengurus barang milik daerah.

Penyimpan barang menurut Permendagri No. 17 Tahun 2007 pasal 1 poin 8 adalah pegawai yang diserahi tugas untuk menerima, menyimpan, dan mengeluarkan barang. Pengurus barang menurut Permendagri No. 17 Tahun 2007 pasal 1 poin 9 adalah pegawai yang ditugaskan untuk mengurus barang milik daerah dalam pemakaian pada masing-masing pengguna/ kuasa pengguna. Pengurus/ penyimpan barang diangkat oleh pengelola untuk masa satu tahun anggaran dan bertanggungjawab kepada pengelola melalui atasan langsungnya. Syarat untuk diangkat menjadi penyimpan dan pengurus barang pada SKPD/ unit kerja berdasarkan lampiran yang terdapat pada Permendagri No. 17 Tahun 2007 adalah:

a. Diusulkan oleh Kepala SKPD/ unit kerja yang bersangkutan.

b. Paling rendah menduduki golongan II dan paling tinggi golongan III, sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian. c. Minimal mempunyai pengalaman paling kurang 1 (satu) tahun

berturut-turut secara aktif dalam kegiatan Pengelolaan Barang Milik Daerah d. Pernah mengikuti kegiatan pendidikan dan latihan dan/ atau bimbingan

teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah

e. Mempunyai sifat dan akhlak yang baik, antara lain jujur, teliti, dan dapat dipercaya.

(7)

keterampilan tentang pengelolaan aset daerah, dan pegawai yang mempunyai sikap terhadap pengelolaan aset daerah.

Hasil penelitian Darno (2012) dan Haryanto (2013) menemukan bukti

empiris adanya pengaruh kemampuan sumber daya manusia terhadap kualitas

laporan barang kuasa pengguna. Penempatan pegawai (pengurus barang/

penyimpan barang) sesuai latar belakang pendidikannya, yaitu pegawai yang

berlatar belakang pendidikan akuntansi/keuangan sebagai staf penyusun laporan

aset/keuangan akan menjadikan laporan aset yang dihasilkan berkualitas dan

pengembangan keahlian staf, baik formal maupun non-formal. Menurut Supriyadi (2008), Peningkatan kualitas terhadap sumber daya manusia yang melaksanakan inventarisasi dan pengelolaan barang milik daerah perlu diupayakan dalam bentuk pendidikan, pelatihan, atau bimbingan teknis. Dengan adanya kegiatan semacam ini diharapkan kualitas pengelola barang milik daerah akan meningkat dan hal ini akan berdampak terhadap kualitas pengelolaan barang milik daerah.

2.1.3. Kepatuhan pada regulasi

(8)

Milik Daerah harus berpedoman pada peraturan yang mengatur tata kelola barang milik daerah berupa peraturan perundang-undangan atau peraturan lain yang berhubungan dengan siklus pengelolaan BMD.

Beberapa peraturan perundang-undangan yang menjadi acuan pengelolaan barang milik daerah antara lain Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2005, Peraturan Pemerintah No 06 Tahun 2006 dan perubahannya pertama pada Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2008 dan perubahan kedua pada Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, Peraturan Pemerintah RI Nomor 71 Tahun 2010 tentang Sistem Akuntansi Pemerintahan.

(9)

Perspektif pertama dalam memahami keberhasilan suatu implementasi adalah kepatuhan para implementor dalam melaksanakan regulasi yang tertuang dalam dokumen regulasi (Purwanto dan Sulistyastuti, 2012 : 69). Kepatuhan pada regulasi dalam pengelolaan barang milik daerah merupakan pelaksanaan dari azas kepastian hukum, yaitu pengelolaan barang milik daerah harus dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan. Agar implementasi suatu kebijakan pengelolaan barang milik daerah berhasil secara efektif dan efisien, para pelaksana (implementors) harus mengetahui apa yang harus dilakukan dan mempunyai kemampuan untuk melakukan kebijakan itu, serta mempunyai kemauan untuk melaksanakan kebijakan tersebut (Inayah, 2010).

(10)

penyimpangan-penyimpangan dalam pengelolaan BMD. Dengan memahami dasar hukum setiap golongan dan jenis aset, maka tata kelola BMD dapat menjamin kewajaran dalam penyajian neraca daerah.

Menurut Munaim (2012), adanya regulasi merupakan faktor pendukung terlaksananya implementasi kebijakan pengelolaan barang milik daerah di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Regulasi yang lebih rinci dan disesuaikan dengan kondisi daerah dituangkan dalam suatu Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Barat Nomor 2 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Daerah. Menurut Nancy (2015), diperlukan sikap para impelementor yang konsisten bertanggung jawab dalam mendukung pencapaian sebuah kebijakan pengelolaan barang milik daerah, karena sikap ini menjadi sangat penting untuk menentukan berhasil tidaknya sebuah impelementasi kebijakan. Penjelasan kepatuhan pada regulasi dalam pengelolaan barang milik daerah di atas sangat menentukan kualitas pengelolaan barang milik daerah pada setiap entitas apakah entitas pelaporan atau entitas akuntansi (SKPD).

2.1.4. Sistem informasi manajemen daerah

(11)

lainnya dengan cara tertentu untuk melakukan fungsi pengolahan data, menerima masukan (input) berupa data-data, kemudian mengolahnya (processing), dan menghasilkan keluaran (output) berupa informasi sebagai dasar bagi pengambilan keputusan yang berguna. Sistem informasi manajemen daerah merupakan penerapan sistem informasi yang bertujan untuk memenuhi kebutuhan informasi bagi para pengambil keputusan di semua eselon atau jajaran pemerintah daerah (Anwar dan Oetojo, 2004: 112).

Beberapa manfaat atau peranan serta fungsi sistem informasi manajemen menurut Jogiyanto (2005) antara lain adalah: 1) Aksesibilitas data yang tersaji secara tepat waktu dan akurat; 2) Mengembangkan proses perencanaan yang efektif; 3) Mengidentifikasi kebutuhan akan keterampilan pendukung sistem informasi; 4) Menetapkan investasi yang akan diarahkan pada sistem informasi; 5) Mengolah transaksi-transaksi dan mengurangi biaya.

Menurut Sutanta (2003 : 20) komponen fisik penyusun sistem informasi manajemen adalah :

1. Perangkat keras (hardware), meliputi piranti-piranti yang digunakan oleh sistem komputer untuk masukan dan keluaran (input/ output device), memory, modem, pengolah (processor) dan peripheral lain. 2. Perangkat lunak (software) , yaitu program-program komputer yang

meliputi sistem operasi, bahasa pemograman, dan program apilikasi yang memungkinkan perangkat keras untuk dapat memproses data. 3. Berkas (file), merupakan sekumpulan data yang disimpan dengan

cara-cara tertentu sehingga dapat digunakan kembali dengan mudah mudah.

4. Prosedur, yaitu sekumpulan aturan yang dipakai untuk mewujudkan pemrosesan data dan pembangkitan keluaran yang dikehendaki

5. Manusia, yaitu semua pihak yang bertanggung jawab dalam pengembangan sistem informasi, pemrosesan, dan penggunaan keluaran sistem informasi

(12)

7. Jaringan komputer dan komunikasi data, yaitu sistem penghubung yang memungkinkan sumber (resources) dipakai secara bersama atau diakses oleh sejumlah pemakai.

Menurut Yusuf (2010: 189), agar penarikan informasi menjadi lebih cepat,akurat dan dapat dipertanggungjawabkan , perlu diciptakan suatu sistem informasi yang dapat menggantikan pekerjan manual menjadi pekerjaan yang dikerjakan secara elektronik yaitu dengan Sistem Informasi Manajemen Barang Milik Daerah (SIMDA-BMD). Berdasarkan Permendagri No. 17 Tahun 2007 pasal 30, aplikasi Sistem Informasi Manajemen Barang Daerah (SIMDA-BMD) digunakan untuk memudahkan pendaftaran dan pencatatan serta pelaporan barang milik daerah secara akurat dan cepat. Aplikasi SIMDA-BMD dikembangkan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang merupakan salah satu produk teknologi sistem informasi yang banyak digunakan oleh pemerintah daerah. Berdasarkan informasi umum yang terdapat pada Aplikasi SIMDA-BMD merupakan program aplikasi yang digunakan untuk pengelolaan barang daerah meliputi perencanaan, pengadaan, penatausahaan, penghapusan dan akuntansi barang daerah. Aplikasi SIMDA-BMD mempunyai output antara lain :

1. Perencanaan : Daftar Kebutuhan Barang dan Pemeliharaan, Daftar Rencana

Pengadaan Barang Daerah dan Daftar Rencana Pemeliharaan Barang Daerah. 2. Pengadaan : Daftar Hasil Pengadaan, Daftar Hasil Pemeliharan Barang, dan

Daftar Kontrak Pengadaan.

3. Penatausahaan : Kartu Inventaris Barang (KIB), Kartu (sejarah) Barang,

(13)

4. Penghapusan : SK Penghapusan, Lampiran SK Penghapusan dan Daftar

Barang yang Dihapuskan

5. Akuntansi Daftar Barang yang masuk Neraca (Intracomptable), Daftar

Barang Extra Comptable, Lampiran Neraca, Daftar Penyusutan Aset Tetap, dan Daftar Aset Lainnya (Barang Rusak Berat), serta Rekapitulasi Barang Per SKPD.

Penggunaan sistem informasi manajemen berpengaruh terhadap pengelolaan barang milik daerah. Penelitian yang dilakukan Darno (2012) dan Haryanto (2013) menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang signifikan antara

pemanfaatan teknologi informasi terhadap kualitas pelaporan aset daerah.

Menurut Darno (2012), aktivitas penatausahaan sampai dengan tersusunnya

laporan BMD oleh pemerintah daerah tidak lepas dari pemanfaatan teknologi

informasi. Bahkan dalam penyusunan laporan BMD, sebagian besar prosesnya

menggunakan bantuan komputer. Mulai tahun 2014 sudah dikenal Sistem

Informasi Manajemen Barang Milik Daerah (SIMDA-BMD), yang bertujuan

untuk meningkatkan kualitas laporan barang milik daerah yang dihasilkan.

2.1.5 Komunikasi

(14)

komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi terentu. Suatu organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan – hubungan hierarki antara satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan.

Komunikasi pemerintahan menurut Silalahi (2004) adalah merupakan komunikasi antar manusia (human communication) yang terjadi dalam konteks organisasi pemerintahan dan arus penyampaian dan penerimaan pesan dilakukan melalui jaringan yang sifat hubungannya saling tergantung satu sama lain berdasarkan aturan-aturan formal. Komunikasi formal yang terjadi di antara pelaksana pengelolaaan barang milik daerah merupakan komunikasi formal yang melalui garis kewenangan yang telah ditetapkan. Dari kewenangan ini bisa menyediakan saluran-saluran prosedur kerja, instruksi, dan gagasan dan umpan balik mengenai pelaksanaan pekerjaan bawahan disampaikan ke bawah dari pimpinan yang lebih tinggi ke karyawan di bawahnya. Komunikasi formal juga menetapkan saluran komunikasi ke atas berlangsung, dimana bawahan bisa menyampaikan permasalah pekerjaannya dengan atasan, ide-ide, sikap dan perasaan mereka sendiri.

Menurut Masmuh (2003: 10), ada beberapa bentuk komunikasi dalam proses komunikasi struktur formal yaitu: komunikasi vertikal, horizontal, dan antarorganisasi.

1. Komunikasi vertikal, adalah dimensi komunikasi yang mengalir ke atas dan ke bawah dalam hierarki organisasi mengikuti jalur pelaporan resmi dan/ atau jalur –jalur yang telah ditetapkan.

2. Komunikasi horizontal, yakni pengiriman dan penerimaan informasi dilakukan antara rekan kerja dari level organisasi yang sama. Komunikasi horizontal memfasilitasi koordinasi antarunit yang saling bergantung.

(15)

Kaloh J. Kepala Daerah, Pola Kegiatan, Kekuasaan, dan Perilaku Kepala Daerah Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, PT Gramedia Pustaka, 2002, hal. 25) dalam buku DR Bambang

Pengelolaan barang milik daerah akan berjalan efektif jika para pelaksana mengetahui apa yang harus dikerjakan, dan untuk itu diperlukan komunikasi yang efektif. Menurut Nancy (2015) pelaksanaan kebijakan pengelolaan barang milik daerah memerlukan adanya komunikasi dalam bentuk sosialisasi antara pejabat yang pengelola barang milik daerah yang ada di dinas dengan pengurus barang yang ada di UPTD. Mengkomunikasikan tujuan organisasi secara baik dan benar akan mempercepat dan mempermudah pencapaian tujuan secara optimal.

2.1.6. Komitmen pimpinan

Komitmen pimpinan merupakan suatu sikap seseorang di dalam suatu organisasi yang dapat mengatur dan memberi pengaruh terhadap orang lain untuk mencapai tujuan organisasi yang diharapkan. Menurut Rivai (2008: 248), komitmen merupakan penetapan di dalam diri seseorang untuk menerima atau menolak satu tujuan atau lebih yang menuntun perbuatan atau kegiatannya. Menurut Trisnawati (2005: 14) kepemimpinan diartikan sebagai proses mempengaruhi dan mengarahkan pegawai dalam melakukan pekerjaan yang telah ditugaskan kepada mereka. Berdasarkan pengertian di atas dan dikaitkan dengan kegiatan organisasi pemerintahan maka pemimpin mempunyai arti yang sangat strategis dalam rangka mendorong dan menggerakkan pencapaian tujuan organisasi melalui orang lain. Meyer, Allen, dan Smith (1998) mengemukaan ada tiga dimensi komitmen organisasional (Sopiah, 2008: 157), yaitu:

1. Affective commitment, terjadi apabila karyawan ingin menjadi bagian dari organisasi karena adanya ikatan emosional;

(16)

3. Normative commitment, timbul dari nilai-nilai dalam diri karyawan. Karyawan bertahan menjadi anggota organisasi karena adanya kesadaran bahwa komitmen terhadap organisasi merupakan hal yang seharusnya dilakukan.

Menurut Rivai (2008: 45), pemimpin harus menjalin hubungan kerja yang efektif melalui kerja sama dengan orang-orang yang dipimpinnya. Semua program kerja akan terlaksana berkat bantuan orang-orang yang dipimpin, karena setiap pemimpin tidak mungkin bekerja sendiri. Menurut Gusman (2012), kesuksesan suatu organisasi tergantung pada kinerja para pegawai yang berada paling bawah

dalam suatu piramida organisasi, dan para pegawai yang bekerja membutuhkan

dukungan dari pimpinan. Sebagus apapun gagasan dari bawah tanpa adanya

dukungan dari pemimpin maka gagasan tersebut tidak akan berjalan dengan baik.

Hal ini juga berlaku untuk pengelolaan barang milik daerah. Menurut Yusuf

(2010: 47), pengelolaan barang milik daerah selain membutuhkan kompetensi

sumber daya manusia yang memadai, juga sangat memerlukan komitmen

pimpinan untuk mendorong aparat di bawahnya agar mencapai visi dan misi yang

telah ditetapkan. Pimpinan SKPD harus yakin bahwa kompetensi pengurus/

penyimpan barang memadai untuk pelaksanaan pengelolaan barang milik daerah yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu, pimpinan SKPD wajib menciptakan kriteria yang memadai tentang pendidikan dan pengalaman dalam mengisi posisi pengurus/penyimpan barang di lingkungan SKPD. Pimpinan SKPD wajib memfasilitasi pengurus/ penyimpan barang untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan sesuai dengan ketentuan. Jika kompetensi sumber daya pengelola barang milik daerah sudah baik, namun tidak ada komitmen dari pimpinan dalam

pengelolaan tersebut maka proses pengelolaan barang milik daerah akan

(17)

Pelaksanaan sistem informasi manajemen juga membutuhkan komitmen pimpinan dalam pelaksanaanya. Sesuai pendapat dari Yusuf (2010: 190) keberhasilan suatu organisasi menggunakan teknologi informasi sangat bergantung pada sumber daya manusia yang mengoperasikannya, dan komitmen pimpinan dibutuhkan untuk melaksanakan investasi sumber daya dalam bidang pelaksanaan penggunaan teknologi informasi. Menurut hasil penilitian Munaim (2012), adanya komitmen pimpinan dalam pelaksanaan peraturan dan petunjuk teknis pelaksanaan pengelolaan barang milik daerah merupakan faktor pendukung

terlaksananya kebijakan pengelolaan barang milik daerah di setiap SKPD pada

Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Menurut Gusman (2012) sebagus apapun suatu peraturan disusun, tanpa adanya komitmen dari pimpinan untuk

menerapkan peraturan tersebut maka peraturan tersebut tidak akan berhasil dalam

penerapannya. Oleh karena itu, kepatuhan pada regulasi yang dilakukan oleh para

pelaksana pengelola barang milik daerah membutuhkan komitmen pimpinan.

Komitmen pimpinan juga dibutuhkan dalam pelaksanaan komunikasi pada

suatu organisasi. Menurut Masmuh (2010: 48), ada beberapa peran pimpinan

dalam membangkitkan iklim komunikasi yang secara tidak langsung ikut

membantu karyawan dalam mencapai kepuasan kerjanya yaitu; semua pimpinan

haruslah menetapkan tujuan bagi karyawan-karyawannyannya, semua pimpinan

harus melatih karyawannya, harus meninjau kemajuan karyawan, memberikan

bimbingan, menggunakan metode baru dalam kelompok, membuat perencanaan

masa mendatang, dan menghargai prestasi karyawan yang dipimpin.

Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah adalah pengguna anggaran/

(18)

ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Dengan berpedoman pada pengertian dan peraturan tersebut, maka agar

pelaksanaan pengelolaan barang milik daerah menjadi efisien, struktur

organisasinya tidak bisa dipisahkan dengan lembaga pengelola keuangan daerah.

Menurut Simamora (2012), komitmen pimpinan diperlukan dalam mengatasi

permasalahan yang menyangkut pengelolaan barang milik daerah. Komitmen

Kepala SKPD dibutuhkan dalam hal tidak sering melakukan pergantian personal

pengurus dan penyimpan barang. Pengurus dan penyimpan barang harus bekerja

satu tahun anggaran sesuai dengan surat keputusan penganggakatan. Jika

pergantian petugas pengelola barang diperlukan harus ada kaderisasi terlebih

dahulu terhadap penggantinya. Selain itu, kepala SKPD memberikan perhatian

serius bagi aset yang dikelolanya secara professional dengan tidak

menomorduakan urusan pengelolaan barang milik daerah, karena posisi kepala

SKPD selain sebagai pengguna anggaran juga sebagai pengguna barang yang

bertanggungjawab terhadap barang milik daerah yang dikelolanya. Sebagai

pengguna barang, kepala SKPD diperlukan bukan hanya menerima masukan tapi

harus merealisasikan solusi penyelesaian masalah pengelolaan barang milik

daerah.

2.2 Review Penelitian Terdahulu

(19)

metode sensus. Total populasi sasaran adalah 124 orang. Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah regresi berganda linear. Indikator yang digunakan untuk variabel manajemen aset adalah inventarisasi, legal audit, penilaian, optimalisasi, pengawasan dan pengendalian. Indikator yang digunakan untuk variabel kualitas aparatur daerah adalah pengalaman, pendidikan, pelatihan, dan pedoman. Untuk variabel regulasi indikator yang digunakan adalah peraturan dan SK, sedangkan untuk variabel sistem informasi adalah fasilitas memadai, pemahaman pengguna sistem informasi dan peraturan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara bersama-sama kualitas aparatur daerah, regulasi, dan sistem informasi berpengaruh terhadap manajemen aset, Secara parsial kualitas aparatur daerah tidak berpengaruh terhadap manajemen aset, sementara dua variabel bebas lain, regulasi dan sistem informasi berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen aset.

Darno (2012) meneliti pengaruh kemampuan sumber daya manusia dan pemanfaatan teknologi informasi terhadap kualitas laporan barang kuasa pengguna (studi pada satuan kerja di Wilayah Kerja KPPN Malang). Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh kemampuan sumber daya manusia dan pemanfaatan teknologi informasi terhadap kualitas laporan barang kuasa pengguna. Data diperoleh dari 88 staf penyusun laporan keuangan satuan kerja melalui kuesioner. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Variabel kualitas laporan barang kuasa pengguna diukur dengan indikator: a) andal, b) tepat waktu, dan c) lengkap. Variabel kemampuan sumber daya manusia diukur dengan indikator: a). kapasitas

(20)

pemanfaatan teknologi Informasi diukur dengan indikator: a) perangkat, b)

pengelolaan data aset dan keuangan dan c) perawatan. Hasil statistik mengindikasikan bahwa kemampuan sumber daya manusia dan pemanfaatan teknologi informasi berpengaruh positif terhadap kualitas laporan barang kuasa pengguna. Implikasi penelitian ini terhadap satuan kerja adalah satuan kerja harus mengelola sumber daya manusia dan memanfaatkan teknologi informasi dengan baik untuk meningkatkan kualitas laporan barang kuasa pengguna.

Haryanto (2013) meneliti mengenai aset daerah yaitu dengan judul pengaruh sumber daya manusia dan pemanfaatan teknologi informasi dalam peningkatan kualitas pelaporan aset daerah. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh faktor kemampuan sumber daya manusia dan pemanfaatan teknologi

informasi terhadap kualitas pelaporan aset daerah. Penelitian ini dilakukan

mengambil sampel pengurus barang/penyimpan pada Satuan Kerja Perangkat

Daerah (SKPD) dan unit kerja perangkat daerah (UKPD) di lingkungan

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tahun 2012. Data diperoleh dari 49 pengurus

barang/penyimpan barang yang mempunyai tugas dan fungsi menyusun laporan

aset daerah sebagai bagian dari data penyusun laporan keuangan SKPD/UKPD.

Penelitian menggunakan metode kuesioner. Metode analisis data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda.

Variabel kualitas laporan barang kuasa pengguna diukur dengan indikator: a) andal, b) tepat waktu, dan c) lengkap. Variabel kemampuan sumber daya manusia diukur dengan indikator: a). kapasitas staf, b). tugas pokok dan fungsi

(tupoksi) dan c). pengembangan. Variabel pemanfaatan teknologi Informasi

(21)

c) perawatan. Hasil uji statistis mengindikasikan bahwa kemampuan sumber daya

manusia dan pemanfaatan teknologi informasi berpengaruh positif terhadap

kualitas pelaporan aset daerah. Implikasi penelitian ini terhadap SKPD/UKPD

adalah bahwa pemberdayaan dan pemanfaatan sumberdaya manusia dan teknologi

informasi dengan baik dapat meningkatkan kualitas pelaporan aset daerah

sekaligus meningkatkan kualitas pelaporan keuangan SKPD/UKPD.

(22)

Munaim (2012) dalam penelitian dengan judul kebijakan pengelolaan barang milik daerah pada Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif dan dilakukan untuk mendeskripsikan, menganalisis dan menginterpretasikan proses implementasi kebijakan pengelolaan barang milik daerah dan mengindentifikasi faktor-faktor yang mendukung dan menghambat pengelolaan barang milik daerah pada Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi, sumber daya, disposisi/sikap dan struktur birokrasi berpengaruh terhadap implementasi kebijakan pengelolaan barang milik daerah pada Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Penelitian juga menyimpulkan bahwa faktor utama yang mendukung implementasi kebijakan pengelolaan barang milik daerah disamping adanya Peraturan Perundang-undangan yang jelas, juga didukung dengan adanya komitmen yang kuat dari Gubernur Nusa Tenggara Barat dalam pengelolaan barang milik daerah yang dituangkan dalam kebijakan dan petunjuk pelaksanaannya.

(23)

kualitas staf, b) kewenangan yang dimiliki staf, c) informasi yang dimiliki staf, d) fasilitas baik fisik maupun financial. Variabel sikap diukur dengan indikator: a) respon implementor terhadap kebijakan (arah respon, macam tanggapan dan intensitas tanggapan), b) pengetahuan dan pemahaman implementor terhadap kebijakan. Variabel struktur birokrasi diukur dengan variabel : a) tersedianya SOP, b) kejelasan aturan/pembagian tugas dalam organisasi, c) pola-pola hubungan dalam organisasi. Indikator variabel implementasi kebijakan pengelolaan aset adalah : a) kesesuaian implementasi kebijakan dengan peraturan daerah dan peraturan walikota yang mengatur tentang pengelolaan aset daerah. Penelitian merupakan penelitian deskriptif kuantitatif, dan menggunakan pendekatan positivisme. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara komunikasi dan sumber daya terhadap implementasi kebijakan sedangkan disposisi/sikap dan struktur birokrasi mempunyai hubungan yang sedang dan cukup namun tetap signifikan terhadap im plementasi kebijakan aset daerah.

(24)

dinyatakan tidak memenuhi hasil uji KMO dengan nilai dibawah 0.5. Setelah dilakukan uji rotasi faktor dengan menggunakan metode varimax maka analisis faktor dalam data penelitian ini dikelompokkan menjadi faktor- faktor yaitu Pengamanan dan Pemeliharaan barang milik Negara, Perencanaan Barang Milik Negara, Penatausahaan Barang Milik Negara, Penggunaan Barang Milik Negara dan Bimbingan Teknis Barang Milik Negara.

Simamora (2012) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan aset pasca pemekaran wilayah dan pengaruhnya terhadap kualitas Laporan Keuangan Pemerintah di Kabupaten Tapanuli Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan aset daerah pasca pemekaran dan efeknya pada kualitas laporan keuangan pemerintah Tapanuli Selatan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, yang bertujuan untuk mengeksplorasi faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen aset daerah pasca-ekspansi dan efeknya pada kualitas pelaporan keuangan. Data dikumpulkan melalui wawancara dengan informan, dokumentasi penelitian, serta observasi atau triangulasi atau campuran ketiganya. Hasil penelitian ini bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan aset pasca pemekaran adalah Sumber daya manusia, bukti kepemilikan aset, penilaian aset, komitmen pimpinan, dan faktor tersebut berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah.

Lu (2011) dari Florida Atlantic University dengan judul Public asset management: empirical evidence from the state governments in the united states.

(25)

manajemen aset publik di pemerintah negara bagian AS dibandingkan dengan standar sistem yang ada. Penelitian ini menggunakan metode survei yaitu dengan survei situs dan survei lewat surat. Survei situs dengan mensurvei situs resmi lima puluh pemerintah negara bagian, terutama situs-situs departemen negara yang bertanggung jawab untuk mengelola aset negara tetap, termasuk bangunan, tanah, armada kendaraan, peralatan, dan infrastruktur. Survei surat dengan mensurvei administrator yang tanggung jawab utamanya mengenaii manajemen aset tetap di pemerintahan negara bagian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen aset tetap pada daerah tertentu tidak diatur secara baik . Proses manajemen dipengaruhi oleh siklus hidup aset, strategi sumber daya manusia, teknologi informasi dan sumber daya, dan monitoring, integritas, dan transparansi. Permasalahan yang terjadi bahwa di beberapa daerah hukum dan peraturan tidak mempunyai penjelasan yang lengkap mengenai penggunaan aktiva tetap dan operasi aset tetap, peningkatan kapasitas manajemen aset tetap tidak dapat meningkatkan perbaikan organisasi dan membangun kemitraan dengan bisnis swasta, perencanaan aset tetap tidak dapat mencakup misi dan ukuran kinerja aset, program privatisasi dilaksanakan hanya dalam beberapa bidang manajemen aset tetap dan strategi sumber daya manusia seperti perencanaan sumber daya manusia dan karyawan pelatihan pengembangan belum dilakukan secara maksimal.

Beni, et.al (2014) dalam penelitian dengan judul The Effectiveness Of Local Asset Management (A Study On The Government Of Jayapura),

(26)

sebanyak 36 SKPD. Responden adalah satgas memiliki atau Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), pengurus barang dan staf dari SKPD.Penelitian ini menggunakan metode sensus yang dianalisis menggunakan model regresi moderasi. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh penerapan manajemen aset, akuntabilitas publik, monitoring dan evaluasi berpengaruh secara signifikan terhadap efektivitas manajemen asset daerah. Sumber daya manusia merupakan variabel moderating pada pengaruh akuntabilitas public dan monitoring terhadap efektivitas manajemen asset daerah, sedangkan terhadap penerapan manajemen asset bukan merupakan variabel moderating terhadap efektivitas manajemen asset daerah.

Secara ringkas hasil penelitian sebelumnya ditampilkan matrik penelitian pada tabel 2.1

Tabel 2.1

Review Penelitian Terdahulu

No Nama

Peneliti

Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian

(27)

Lanjutan tabel 2.1

Sumber daya manusia dan pemanfaatan teknologi informasi berngaruh secara signifikan terhadap kualitas daya , disposisi/sikap dan struktur birokrasi

Variabel dependen: barang milik daerah

5 Munaim aset daerah di Kota Tanggerang

Variabel independen : X1: Pengamanan dan Pemeliharaan X2:Perencanaan X3:Penatausahaan X4:Penggunaan dan Bimbingan Teknis

Variabel dependen:

(28)

Lanjutan tabel 2.1 Bukti kepemilikan aset , Penilaian aset , aset pasca pemekaran adalah Sumber daya manusia, bukti kepemilikan aset, penilaian aset, komitmen pimpinan, dan faktor tersebut berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan pemerintah daerah.

9 Lu pemerintah adalah: 1. Persyaratan hukum dan

peraturan

2. Struktur organisasi 3. Proses manajemen di

seluruh siklus hidup aset 4. Strategi sumber daya

manusia

Gambar

Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Pengaturan kegiatan penanaman modal di Indonesia yang diatur di dalam UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, perizinan penanaman modal (Pasal 25 ayat 4 UUPM)

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh profitabilitas, keputusan investasi, keputusan pendanaan, kebijakan dividen dan struktur modal terhadap nilai perusahaan

Jika dilihat dari rumusan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu gratifikasi atau pemberian hadiah berubah menjadi suatu yang perbuatan pidana suap khususnya

asih yang terletak di kawasan Desa Marjanji Asih, Kabupaten Simalungun,. Provinsi

Semangat silaturrahim adalah salah satu semangat yang mendasari adanya Festival Baitul Amin 2010 (Fesba).. Rahmat Bagi Sesama menjadi

lahan tersebut kemudian menjadi ukuran jumlah karbon yang tersimpan sebagai. biomasa

1999 sebagai Tindak Pidana Korupsi, yang kemudian dirumuskan kembali pada. UU No.20

Penelitian ini diharapkan memberi kontribusi terhadap upaya untuk terus mengembangkan metode pengaturan kecepatan pada motor induksi sehingga dapat meningkatkan kinerja yang