• Tidak ada hasil yang ditemukan

BANK SENTRAL dalam pasar (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BANK SENTRAL dalam pasar (1)"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BANK SENTRAL

a. Sejarah terbentuknya Bank Indonesia

Gagasan pembentukan bank sentral telah muncul sejak pembahasan materi Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) dalam sidang-sidang BPUPKI dan PPKI. Gagasan tersebut selanjutnya dituangkan dalam Penjelasan Pasal 23 UUD 1945 tentang Hal Keuangan. Langkah pembentukan bank sentral dimulai dengan Surat Kuasa Soekarno-Hatta tanggal 16 September 1945 kepada R.M. Margono Djojohadikoesoemo untuk mempersiapkan Bank Negara Indonesia (BNI). Tidak lama kemudian, didirikan Jajasan Poesat Bank Indonesia yang berikutnya dilebur ke dalam BNI. Sebagai bank sentral dalam masa revolusi, BNI tidak dapat menjalankan fungsinya secara maksimal. Sementara itu, De Javasche Bank (DJB) yang pernah menjadi bank sirkulasi pada masa Hindia Belanda, kembali membuka cabangcabangnya di wilayah yang dikuasai oleh NICA sejak awal 1946. Pada 1949 Konferensi Meja Bundar (KMB) telah menetapkan DJB sebagai bank sirkulasi bagi Republik Indonesia Serikat (RIS) dan BNI berfungsi sebagai bank umum. Setelah bubarnya RIS pada 17 Agustus 1950, Republik Indonesia (RI) berkeinginan untuk memiliki bank sentral yang independen dan bebas dari kepemilikan asing. Keinginan tersebut difokuskan pada nasionalisasi DJB yang selama ini telah berfungsi sebagai bank sirkulasi meski masih berstatus bank swasta dan didominasi oleh Belanda. Pada 1951, DJB dinasionalisasi dan kepemilikan sahamnya berhasil diselesaikan oleh Panitia Nasionalisasi. Maka dengan berlakunya UU No. 11/1953 tentang penetapan Undang-Undang Pokok Bank Indonesia pada 1 Juli 1953, DJB dirubah namanya menjadi Bank Indonesia sebagai bank sentral untuk RI.

b. Pengertian Bank Indonesia

Berdasarkan UU No. 23 Tahun 1999, Bank Sentral (Bank Indonesia) merupakan lembaga negara yang independen/mandiri, bebas dari campur tangan pemerintah dan pihak-pihak lain kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang- undang. Bank Indonesia merupakan bank sentral di Indonesia yang didirikan berdasarkan undang-undang.

Pengertian Bank Sentral ( Bank Indonesia ) BANK

(2)

 Lembaga negara yang independen

Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 6/ 2009. Undang-Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini

Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.

 Sebagai Badan Hukum

Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan.

2. Fungsi dan wewenang Bank Indonesia BANK

(3)

STRUKTUR ORGANISASI

a. Tujuan Tunggal

Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain.

Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian,

3. Tujuan Dan Tugas Bank Indonesia

(4)

tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah.

b. Tiga Pilar Utama

Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas tersebut (klik pada gambar dibawah) perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien

1) Menetapkan Dan Melaksanakan Kebijakan Moneter

(5)

dilakukan sejak 1983 dengan mekanisme operasional yang disesuaikan dengan dinamika perkembangan pasar uang di dalam negeri.

 Operasi Pasar Terbuka

Operasi Pasar Terbuka (OPT) dilaksanakan untuk mempengaruhi likuiditas rupiah di pasar uang, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat suku bunga. OPT dilakukan melalui dua cara, yaitu melalui penjualan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Intervensi Rupiah.

Penjualan SBI dilakukan melalui lelang sehingga tingkat diskonto yang terjadi benar-benar mencerminkan kondisi likuiditas pasar uang. Sedangkan kegiatan intervensi rupiah dilakukan oleh Bank Indonesia untuk menyesuaikan kondisi pasar uang, baik likuiditas maupun tingkat suku bunga.

 Politik Diskonto

Tindakan untuk mengubah – ubah tingkat bunga yang harus dibayar oleh bank umum dalam hal meminjam dana dari bank sentral. Dengan menaikkan diskonto, maka ongkos meminjam dana dari bank sentral akan naik sehingga akan mengurangi keinginan bank untuk meminjam . Akibatnya, jumlah uang yang beredar dapat ditekan / dikurangi. Di negara yang sudah maju, politik diskonto ini juga mempunyai efek pengumuman ( announcement effect ), yakni efek yang ditimbulkan dari adanya pengumuman ( melalui mass media ) tentang tingkat diskonto. Pengumuman ini akan dipakai oleh masyarakat sebagai indikasi ketat tidaknya kebijaksanaan moneter pemerintah.

 Penetapan Cadangan Wajib Minimum

Kebijakan ini mewajibkan setiap bank mencadangkan sejumlah aktiva lancar yang besarnya adalah persentasi tertentu dari kewajiban segeranya. Saat ini, kebijakan ini tertuang dalam ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar 5% dari dana pihak ketiga yang diterima bank, yang wajib dipelihara dalam rekening bank yang bersangkutan di Bank Indonesia. Apabila Bank Indonesia memandang perlu untuk mengetatkan kebijakan moneter maka cadangan wajib tersebut dapat ditingkatkan, dan demikian pula sebaliknya.

 Peran sebagai Lender of The Last Resort

(6)

mudah dicairkan dengan nilai sekurang-kurangnya sama dengan jumlah pinjaman.

 Kebijakan Nilai Tukar

Nilai tukar yang lazim disebut kurs, mempunyai peran penting dalam rangka tercapainya stabilitas moneter dan dalam mendukung kegiatan ekonomi. Nilai tukar yang stabil diperlukan untuk terciptanya iklim yang kondusif bagi peningkatan kegiatan dunia usaha. Secara garis besar, sejak tahun 1970, Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai tukar, yaitu sistem nilai tukar tetap mulai tahun 1970 sampai tahun 1978, sistem nilai tukar mengambang terkendali sejak tahun 1978, dan sistem nilai tukar mengambang bebas (free floating exchange rate system) sejak 14 Agustus 1997.

Dengan diberlakukannya sistem yang terakhir ini, nilai tukar rupiah sepenuhnya ditentukan oleh pasar sehingga kurs yang berlaku adalah benar-benar pencerminan keseimbangan antara kekuatan penawaran dan permintaan. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar, Bank Indonesia pada waktu-waktu tertentu melakukan sterilisasi di pasar valuta asing, khususnya pada saat terjadi gejolak kurs yang berlebihan.

 Pengelolaan Cadangan Devisa

Cadangan devisa merupakan posisi bersih aktiva luar negeri Pemerintah dan bank-bank devisa, yang harus dipelihara untuk keperluan transaksi internasional. Dalam mengelola cadangan devisa ini, Bank Indonesia lebih mengutamakan tercapainya tujuan likuiditas dan keamanan daripada keuntungan yang tinggi. Walaupun demikian, Bank Indonesia tetap mempertimbangkan perkembangan yang terjadi di pasar internasional, sehingga tidak tertutup kemungkinan terjadinya pergeseran dalam portfolio komposisi jenis penempatan cadangan devisa.

Dalam mengelola cadangan devisa yang optimal, Bank Indonesia menerapkan sistem diversifikasi, baik berdasarkan jenis valuta asing maupun berdasarkan jenis investasi surat berharga. Dengan cara tersebut diharapkan penurunan nilai dalam salah satu mata uang dapat dikompensasi oleh jenis mata uang lainnya atau penempatan lain yang mempunyai nilai yang lebih baik.

 Kredit Program

(7)

tugas ini dimaksudkan agar Bank Indonesia dapat lebih memfokuskan perhatian pada pencapaian sasaran-sasaran moneter serta agar dapat tercipta pembagian tugas yang baik antara Pemerintah dan Bank Indonesia.

2) Mengatur Dan Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran

Sesuai dengan Undang- Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, salah satu tugas Bank Indonesia adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Di bidang sistem pembayaran Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Disisi lain dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran Bank Indonesia berwenang melaksanakan, memberi persetujuan dan perizinan atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran seperti sistem transfer dana baik yang bersifat real time, sistem kliring maupun sistem pembayaran lainnya misalnya sistem pembayaran berbasis kartu.

Untuk mewujudkan suatu sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan handal, Bank Indonesia secara terus menerus melakukan pengembangan sesuai dengan acuan yang ditetapkan yaitu Blue Print Sistem Pembayaran Nasional. Pengembangan tersebut direalisasikan dalam bentuk kebijakan dan ketentuan yang diarahkan pada pengurangan risiko pembayaran antar bank dan peningkatan efisiensi pelayanan jasa sistem pembayaran.

Pada sistem pembayaran non tunai, saat ini penyediaan layanan jasa pembayaran sebagian besar dilakukan oleh perbankan baik melalui rekening bank di Bank Indonesia, hubungan bilateral antar bank maupun melalui jaringan internal bank yang dimilikinya. Layanan pembayaran dana antar nasabah tersebut biasanya dilakukan melalui transfer elektronik, sistem kliring maupun melalui sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS). Dari sisi piranti pembayaran, secara historis sistem pembayaran non tunai di Indonesia didominasi oleh piranti pembayaran berbasis warkat, namun dalam perkembangannya piranti elektronik mulai banyak berperan terutama sejak dioperasikannya sistem BI-RTGS pada bulan November untuk penyelesaian transaksi bernilai besar atau urgent.

(8)

terhadap pihak yang menyelenggarakan kegiatan di bidang sistem pembayaran juga berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan sistem pembayaran baik yang dilakukan oleh Bank Indonesia maupun pihak lain di luar Bank Indonesia.

3) Mengatur Dan Mengawasi Bank

Dalam rangka tugas mengatur dan mengawasi perbankan, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan atau kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan atas bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam pelaksanaan tugas ini, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan dengan menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian. Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan, selain memberikan dan mencabut izin usaha bank, Bank Indonesia juga dapat memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, serta memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu. Di bidang pengawasan, Bank Indonesia melakukan pengawasan langsung maupun tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan baik dalam bentuk pemeriksaan secara berkala maupun sewaktu-waktu bila diperlukan. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penelitian, analisis dan evaluasi terhadap laporan yang disampaikan oleh bank.

Sebagai upaya membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan dan perekonomian Indonesia, Bank Indonesia telah menempuh langkah restrukturisasi perbankan yang komprehensif. Langkah ini mutlak diperlukan guna memfungsikan kembali perbankan sebagai lembaga perantara yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi, disamping sekaligus meningkatkan efektivitas pelaksanaan kebijakan moneter. Restrukturisasi perbankan tersebut dilakukan melalui upaya memulihkan kepercayaan masyarakat, program rekapitalisasi, program restrukturisasi kredit, penyempurnaan ketentuan perbankan, dan peningkatan fungsi pengawasan bank.

4. Definisi Stabilitas Sistem Keuangan

(9)

Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) sebenarnya belum memiliki definisi baku yang telah diterima secara internasional. Oleh karena itu, muncul beberapa definisi mengenai SSK yang pada intinya mengatakan bahwa suatu sistem keuangan memasuki tahap tidak stabil pada saat sistem tersebut telah membahayakan dan menghambat kegiatan ekonomi. Di bawah ini dikutip beberapa definisi SSK yang diambil dari berbagai sumber:

Sistem keuangan yang stabil mampu mengalokasikan sumber dana dan menyerap kejutan (shock) yang terjadi sehingga dapat mencegah gangguan terhadap kegiatan sektor riil dan sistem keuangan.

Sistem keuangan yang stabil adalah sistem keuangan yang kuat dan tahan terhadap berbagai gangguan ekonomi sehingga tetap mampu melakukan fungsi intermediasi, melaksanakan pembayaran dan menyebar risiko secara baik.

Stabilitas sistem keuangan adalah suatu kondisi dimana mekanisme ekonomi dalam penetapan harga, alokasi dana dan pengelolaan risiko berfungsi secara baik dan mendukung pertumbuhan ekonomi.

Arti stabilitas sistem keuangan dapat dipahami dengan melakukan penelitian terhadap faktor-faktor yang dapat menyebabkan instabilitas di sektor keuangan. Ketidakstabilan sistem keuangan dapat dipicu oleh berbagai macam penyebab dan gejolak. Hal ini umumnya merupakan kombinasi antara kegagalan pasar, baik karena faktor struktural maupun perilaku. Kegagalan pasar itu sendiri dapat bersumber dari eksternal (internasional) dan internal (domestik). Risiko yang sering menyertai kegiatan dalam sistem keuangan antara lain risiko kredit, risiko likuiditas, risiko pasar dan risiko operasional.

Meningkatnya kecenderungan globalisasi sektor finansial yang didukung oleh perkembangan teknologi menyebabkan sistem keuangan menjadi semakin terintegrasi tanpa jeda waktu dan batas wilayah. Selain itu, inovasi produk keuangan semakin dinamis dan beragam dengan kompleksitas yang semakin tinggi. Berbagai perkembangan tersebut selain dapat mengakibatkan sumber-sumber pemicu ketidakstabilan sistem keuangan meningkat dan semakin beragam, juga dapat mengakibatkan semakin sulitnya mengatasi ketidakstabilan tersebut.

(10)

dasar hasil identifikasi tersebut selanjutnya dilakukan analisis sampai seberapa jauh risiko berpotensi menjadi semakin membahayakan, meluas dan bersifat sistemik sehingga mampu melumpuhkan perekonomian.

a) Kerangka stabilitas sistem keuangan

Dalam kapasitasnya menjaga stabilitas sistem keuangan, tidak seluruh cakupan dalam sistem keuangan berada dalam wewenang Bank Indonesia. Di sisi lain, sebagai sebuah sistem, stabilitas keuangan harus dilakukan secara utuh. Oleh karena itu, dalam menjaga stabilitas sistem keuangan secara menyeluruh diperlukan kerangka kerjasama dengan lembaga terkait yaitu pemerintah dan otoritas jasa keuangan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari duplikasi dan gesekan kepentingan dari masing-masing lembaga terkait. Gambaran umum kerangka stabilitas sistem keuangan ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

Misi dan Tujuan

Penetapan misi dan tujuan dimaksudkan untuk memberikan landasan yang jelas bagi lembaga yang memonitor stabilitas sistem keuangan. Di banyak negara, misi untuk menjaga stabilitas keuangan dilakukan oleh bank sentral (misal: Inggris, Australia, Korea dan Malaysia). Di Indonesia sendiri, tugas ini sudah termasuk dalam tugas pokok Bank Indonesia, yaitu mencapai dan memelihara stabilitas Rupiah melalui stabilitas moneter dan didukung oleh stabilitas keuangan. Jadi dalam prakteknya, fungsi untuk menjaga stabilitas moneter tidak dapat terlepas dari fungsi menjaga stabilitas sistem keuangan.

Strategi

Dalam menjaga stabilitas sistem keuangan diperlukan strategi monitoring stabilitas sistem keuangan dan solusi bila terjadi krisis. Strategi tersebut mencakup koordinasi dan kerjasama, pemantauan, pencegahan krisis dan manajemen krisis.

1) Koordinasi dan kerjasama

(11)

harus dilakukan, maka koordinasi dapat dilakukan melalui pembentukan Forum Stabilitas Sistem Keuangan yang beranggotakan bank sentral (Bank Indonesia), otoritas pengawas sistem keuangan, dan pemerintah yang didukung oleh kekuatan hukum. 2) Pemantauan

Pemantauan terhadap stabilitas keuangan penting dilakukan untuk mampu mengukur tekanan risiko yang akan timbul, khususnya gangguan yang bersifat sistemik atau dapat menciptakan krisis. Melalui deteksi dini ini, pencegahan terjadinya instabilitas keuangan yang mematikan perekonomian dapat dilakukan melalui kebijakan bank sentral maupun pemerintah. Pemantauan stabilitas keuangan merupakan tugas bank sentral yang merupakan satu kesatuan dalam menjaga stabilitas keuangan. Ada dua indikator utama yang menjadi target pemantauan, yakni indikator microprudential dan indikator makroekonomi. Kedua indikator tersebut saling melengkapi sebagai aksi dan reaksi dalam sistem keuangan dan ekonomi. Pemantauan indikator microprudential dilakukan terhadap kondisi mikro institusi keuangan dalam sistem keuangan. Melalui pemantauan ini dapat diketahui potensi risiko likuiditas, risiko pasar, risiko kredit dan rentabilitas institusi keuangan, yang dimaksudkan untuk mengukur ketahanan sistem keuangan. Pemantauan indikator makroekonomi juga perlu dilakukan terhadap kondisi makroekonomi domestik maupun internasional yang berdampak signifikan terhadap stabilitas keuangan. Berdasarkan hasil pemantauan tersebut, selanjutnya dilakukan analisis guna memprediksi kondisi stabilitas sistem keuangan.

3) Pencegahan Krisis

Pencegahan krisis dilakukan dengan cara mencegah ketidakstabilan dalam sistem keuangan. Terdapat berbagai langkah kebijakan untuk mengatasi ketidakstabilan dalam sistem keuangan. Langkah-langkah tersebut diadopsi dari standar/regulasi yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga internasional, seperti International Monetary fund (IMF), Bank for International Settlement (BIS), maupun asosiasi profesional lainnya

(12)

4) Manajemen krisis

Meskipun pendekatan untuk mencegah timbulnya krisis cukup banyak, namun tidak ada jaminan bahwa krisis tidak akan terjadi lagi. Karena potensi terjadinya krisis selalu ada, maka perlu adanya pengelolaan krisis. Manajemen krisis ini berisi prosedur penyelesaian krisis dan kejelasan peran serta tanggung jawab dari masing-masing institusi yang terlibat didalamnya. Apabila suatu bank dinyatakan dalam kesulitan misalnya, maka diperlukan langkah-langkah di bawah ini:

Institusi yang berwenang harus menetapkan apakah bank yang dinyatakan dalam kesulitan itu tergolong sistemik atau tidak.

Proses penyelamatan harus ditetapkan secara hukum mengingat adanya penggunaan dana publik dalam proses penyelamatan tersebut.

(13)

b. Pentingnya stabilitas sistem keuangan

Sistem keuangan memegang peranan yang sangat penting dalam perekonomian. Sebagai bagian dari sistem perekonomian, sistem keuangan berfungsi mengalokasikan dana dari pihak yang mengalami surplus kepada yang mengalami defisit. Apabila sistem keuangan tidak stabil dan tidak berfungsi secara efisien, pengalokasian dana tidak akan berjalan dengan baik sehingga dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Pengalaman menunjukkan, sistem keuangan yang tidak stabil, terlebih lagi jika mengakibatkan terjadinya krisis, memerlukan biaya yang sangat tinggi untuk upaya penyelamatannya.

Pelajaran berharga pernah dialami Indonesia ketika terjadi krisis keuangan tahun 1998, dimana pada waktu itu biaya krisis sangat signifikan. Selain itu, diperlukan waktu yang lama untuk membangkitkan kembali kepercayaan publik terhadap sistem keuangan. Krisis tahun 1998 ini membuktikan bahwa stabilitas sistem keuangan merupakan aspek yang sangat penting dalam membentuk dan menjaga perekonomian yang berkelanjutan. Sistem keuangan yang tidak stabil cenderung rentan terhadap berbagai gejolak sehingga mengganggu perputaran roda perekonomian.

(14)

 Transmisi kebijakan moneter tidak berfungsi secara normal sehingga kebijakan moneter menjadi tidak efektif.

 Fungsi intermediasi tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya akibat alokasi dana yang tidak tepat sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi.

 Ketidakpercayaan publik terhadap sistem keuangan yang umumnya akan diikuti dengan perilaku panik para investor untuk menarik dananya sehingga mendorong terjadinya kesulitan likuiditas.

 Sangat tingginya biaya penyelamatan terhadap sistem keuangan apabila terjadi krisis yang bersifat sistemik.

Atas dasar kondisi di atas, upaya untuk menghindari atau mengurangi risiko kemungkinan terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan sangatlah diperlukan, terutama untuk menghindari kerugian yang begitu besar lagi.

Indikator Pengukuran Stabilitas Sistem Keuangan

 Konsentrasi kredit secara sektoral  Pinjaman dalam mata uang asing  Pinjaman terhadap pihak terkait, kredit

macet (NPL) dan pencadangannya

 Tingkat pertumbuhan agregat  Sektor ekonomi yang jatuh

 Volatilitas suku bunga dan nilai tukar  Tingkat suku bunga domestik

 Stabilitas nilai tukar yang berkelanjutan  Jaminan nilai tukar

(15)

 Kredit bank sentral kpd Lemb.Keu,

c. Peran bank indonesia dalam stabilitas keuangan

Sebagai otoritas moneter, perbankan dan sistem pembayaran, tugas utama Bank Indonesia tidak saja menjaga stabilitas moneter, namun juga stabilitas sistem keuangan (perbankan dan sistem pembayaran). Keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas moneter tanpa diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan banyak artinya dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Stabilitas moneter dan stabilitas keuangan ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Kebijakan moneter memiliki dampak yang signifikan terhadap stabilitas keuangan begitu pula sebaliknya, stabilitas keuangan merupakan pilar yang mendasari efektivitas kebijakan moneter. Sistem keuangan merupakan salah satu alur transmisi kebijakan moneter, sehingga bila terjadi ketidakstabilan sistem keuangan maka transmisi kebijakan moneter tidak dapat berjalan secara normal. Sebaliknya, ketidakstabilan moneter secara fundamental akan mempengaruhi stabilitas sistem keuangan akibat tidak efektifnya fungsi sistem keuangan. Inilah yang menjadi latar belakang mengapa stabilitas sistem keuangan juga masih merupakan tugas dan tanggung jawab Bank Indonesia.

Pertanyaannya, bagaimana peranan Bank Indonesia dalam memelihara stabilitas sistem keuangan? Sebagai bank sentral, Bank Indonesia memiliki lima peran utama dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Kelima peran utama yang mencakup kebijakan dan instrumen dalam menjaga stabilitas sistem keuangan itu adalah:

Pertama, Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara

(16)

karena itu, untuk menciptakan stabilitas moneter, Bank Indonesia telah menerapkan suatu kebijakan yang disebut inflation targeting framework.

Kedua, Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga

keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan seperti itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi. Seperti halnya di negara-negara lain, sektor perbankan memiliki pangsa yang dominan dalam sistem keuangan. Oleh sebab itu, kegagalan di sektor ini dapat menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan mengganggu perekonomian. Untuk mencegah terjadinya kegagalan tersebut, sistem pengawasan dan kebijakan perbankan yang efektif haruslah ditegakkan. Selain itu, disiplin pasar melalui kewenangan dalam pengawasan dan pembuat kebijakan serta penegakan hukum (law enforcement) harus dijalankan. Bukti yang ada menunjukkan bahwa negara-negara yang menerapkan disiplin pasar, memiliki stabilitas sistem keuangan yang kokoh. Sementara itu, upaya penegakan hukum (law enforcement) dimaksudkan untuk melindungi perbankan dan stakeholder serta sekaligus mendorong kepercayaan terhadap sistem keuangan. Untuk menciptakan stabilitas di sektor perbankan secara berkelanjutan, Bank Indonesia telah menyusun Arsitektur Perbankan Indonesia dan rencana implementasi Basel II.

Ketiga, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga

kelancaran sistem pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah satu peserta dalam sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup serius dan mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagion risk) sehingga menimbulkan gangguan yang bersifat sistemik. Bank Indonesia mengembangkan mekanisme dan pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung semakin meningkat. Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran yang bersifat real time

atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) yang dapat lebih meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem pembayaran. Sebagai otoritas dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki informasi dan keahlian untuk mengidentifikasi risiko potensial dalam sistem pembayaran.

Keempat, melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat

(17)

instrumen dan indikator macroprudential untuk mendeteksi kerentanan sektor keuangan. Hasil riset dan pemantauan tersebut, selanjutnya akan menjadi rekomendasi bagi otoritas terkait dalam mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meredam gangguan dalam sektor keuangan.

Kelima, Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistim keuangan

melalui fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR merupakan peran tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR dapat diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer namun masih memiliki kemampuan untuk membayar kembali. Dalam menjalankan fungsinya sebagai LoLR, Bank Indonesia harus menghindari terjadinya moral hazard. Oleh karena itu, pertimbangan risiko sistemik dan persyaratan yang ketat harus diterapkan dalam penyediaan likuiditas tersebut.

(18)

OTORITAS JASA KEUANGAN

Pengertian Otoritas Jasa Keuangan

(19)

Otoritas Jasa Keuangan atau OJK adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2011 yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan peyidikan terhadap keseluruhan kegiatan di Sektor Jasa Keuangan. Pimpinan tertinggi OJK adalah dewan komisioner yang bersifat kolektif dan kolegial. Anggota dewan komisioner yang bertugas memimpin pelaksanaan pengawasan kegiatan jasa keuangan dan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada dewan komisioner adalah kepala eksekutif

Ada beberapa tujuan dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan. Tujuan-tujuan tersebut adalah sebagai berikut :

a. Agar keseluruhan kegiatan disektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel

b. Agar keseluruhan kegiatan disektor jasa keuangan mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil

c. Keseluruhan kegiatan disektor jasa keuangan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat

Otoritas Jasa Keuangan berfunsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan disektor jasa keuangan

Otoritas Jasa Keuangan mempunyai tugas sebagai berikut :

a. Mengatur dan mengawasi kegiatan jasa keuangan disektor perbankan

b. Mengatur dan mengawasi kegiatan jasa keuangan disektor jasa keuangan disektor pasar modal

c. Mengatur dan mengawasi kegiatan jasa keuangan disektor peransuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya

a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank yang meliputi hal-hal tersebut :

1. Perizinan untuk pendirian bank, pembukaan kantor bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi, dan akuisisi bank, serta pencabutan izin usaha bank

(20)

2. Kegiatan usaha bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas dibidang jasa

b. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Likuiditas, rentabilitas, solvabiltas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan bank

2. Laporan bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja bank 3. Sistem informasi debitor

4. Pengujian kredit (credit testing) 5. Standar akuntansi bank

c. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehati-hatian bank, meliputi hal-hal berikut :

1. Manajemen risiko 2. Tata kelola bank

3. Prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang

4. Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan perbankan 5. Pemeriksaan bank

Untuk melaksanakan tugas pengaturan, Otoritas Jasa Keuangan mempunyai wewenang berikut :

1. Menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011

2. Menetapkan peraturan perundang-undangan di Sektor Jasa keuangan 3. Menetapkan peraturan dan keputusan Otorita Jasa Keuangan

4. Menetapkan peraturan mengenai pengawasan di Sektor Jasa Keuangan 5. Menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas Otoritas Jasa

Keuangan

6. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu

7. Menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan

8. Menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban

9. Menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di Sektor Jasa Keuangan

Untuk melaksanakan tugas pengawasan, Otoritas Jasa Keuangan mempunyai : 1. Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa

keuangan

2. Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif

(21)

dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di Sektor Jasa Keuangan kolektif dan kolegial. Dewan komisioner beranggotakan sembilan orang anggota yang ditetapkan oleh Presiden. Mereka memiliki hak suara yang sama. Adapun susunan keanggotannya sebagai berikut :

a. Seorang ketua merangkap anggota

b. Seorang wakil ketua sebagai ketua komite etik merangkap anggota c. Seorang kepala eksekutif pengawas perbankan merangkap anggota d. Seorang kepala pengawas pasar modal merangkap anggota

e. Seorang kepala eksekutif pengawas perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya merangkap anggota f. Seorang ketua dewan audit merangkap anggota

g. Seorang anggota yang membidangi edukasi dan perlindungan konsumen

h. Seorang anggota ex-offico dari bank Indonesia yang merupakan anggota dewan gubernur bank Indonesia

i. Seorang anggota ex-offico dari kementerian keuangan yang merupakan pejabat setingkat eselon 1 kementerian keuangan

Struktur Dewan Komisioner

BANK BANK

Pelayanan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Konsumen dan Masyarakat

(22)

Untuk perlindungan konsumen dan masyarakat, Otoritas Jasa Keuangan berwenang melakukan tindakan pencegahan kerugian konsumen dan masyarakat, yang meliputi hal-hal berikut :

a. Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atas karakteristiksektor jasa keuangan, layanan, dan produknya

b. Meminta lembaga jasa keuangan untuk menghentikan kegiatannya apabila kegiatannya tersebut berpotensi merugikan masyrakat

c. Tindakan lain yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan peraturan perudang-undangan disektor jasa keuangan

Selain itu, Otoritas Jasa Keuangan juga melakukan pelayanan pengaduan konsumen yang meliputi hal-hal berikut :

a. Menyiapkan perangkat yang memadai untuk pelayanan pengaduan konsumen yang dirugikan oleh pelaku di lembaga jasa keuangan

b. Membuat mekanisme pengaduan konsumen yang dirugikan oleh pelaku di lembaga jasa keuangan

c. Memfasilitasi penyelesaian pengaduan konsumen yang dirgikan oleh pelaku di lembaga jasa keuangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Untuk perlindungan konsumen dan masyarakat, Otoritas Jasa Keuangan berwenang melakukan pembelaan hukum, yang meliputi hal-hal berikut :

a. Memerintahkan atau melakukan tindakan tertentu kepada lembaga jasa keuangan untuk menyelesaikan pengaduan konsumen yang dirugikan lembaga jasa keuangan dimaksud

b. Mengajukan kegiatan :

1. Untuk memperoleh kembali harta kekayaan milik pihak yang dirugikan dari pihak yang menyebabkan kerugian, baik yang berada dibawah penguasaan pihak yang menyebabkan kerugian dimaksud maupun dibawah penguasaan pihak lain dengan itikad tidak baik dan/ atau

2. Untuk memperoleh ganti rugi dari pihak yang menyebabkan kerugian pada konsumen dan/atau lembaga jasa keuangan sebagai akibat dari pelanggaran atas peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan

Dalam melaksanakan tugasnya, OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam membuat peratuaran pengawasan dibidang perbankan antara lain :

Hubungan Kelembagaan

(23)

a. Kewajiban pemenuhan modal minimum bank b. Sistem informasi perbankan yang terpadu

c. Kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dan valuta asing, pinjaman komerial luar negeri

d. Produk perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha bank lainnya e. Penentuan institusi bank yang masuk kategori systemically imprtant bank f. Data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasiaan informasi

Ketika Bank Indonesia dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya memerluak pemeriksaan khusus terhadap bank tertentu. Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan langsung terhadap bank tersebut dengan menyampaikan pemberitahuan secara tertulis terlebih dahulu ke OJK. Dalam melakukan kegiatan pemeriksaan itu, Bank Indonesia tidak dapat memberikan laporan hasil pemeriksaan kesehatan bank. Bank Indonesia memberikan laporan hasil pemeriksaan bank kepada OJK paling lama 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya laporan hasil pemeriksaan. OJK menginformasikan kepada Lembaga Penjamin Simpanan mengenai bank bermasalah yang sedang dalam upaya penyehatan oleh OJK.

Ketika OJK mengindikasikan bank tertentu mengalami kesulitan likuiditas dan/atau kondisi kesehatan keuangannya semakin memburuk, OJK segera menginformasikan ke Bank Indonesia untuk melakukan langkah-langkah sesuai dengan kewenangan Bank Indonesia. Lembaga Penjamin Simpanan dapat melakukan pemeriksaan terhadap bank yang terkait dengan fungsi, tugas, dan wewenangnya, serta berkoordinasi terlebih dahulu dengan OJK.

OJK, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan wajib membangun serta memelihara sarana pertukaran informasi secara terintegrasi.

Untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, dibentuk Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan dengan anggota yang terdiri atas :

a. Menteri Keuangan selaku anggota merangkap koordinator b. Gubernur Bank Indonesia selaku anggota

c. Ketua Dewan Komisioner OJK selaku anggota

d. Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan selaku anggota

Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan

(24)

Referensi

Dokumen terkait

maka yang menjadi tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui penerapan sistem Real Time Gross Settlement (RTGS) pada BPD Bali.. 1.3

1) Peraturan BI mengenai sistem Real Time Gross Sattelment (PBI sistem RTGS) yang merupakan landasan hukum penyelenggaraan sistem RTGS yang pada prinsipnya bertujuan untuk

Dengan sistem BI-RTGS, apabila saldo bank mencukupi maka bank dapat segera melakukan settlement saat itu juga kepada bank lain yang selanjutnya akan mengkredit rekening nasabah

Berkenaan dengan hal tersebut di atas dan sehubungan dengan terjadinya peningkatan volume transaksi pembayaran antar Bank melalui Sistem BI-RTGS yang sangat signifikan pada

• Sistem pembayaran dan elektronik banking dengan cakupan terbatas (pemindahan dana, penyelenggara kliring, settlement, APMK selain kartu kredit, uang elektronik, aktifitas

“Proses Transaksi, Penjurnalan dan Pelaporan Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) Pada PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk” Dengan hak bebas royalti

1) Peraturan BI mengenai sistem Real Time Gross Sattelment (PBI sistem RTGS) yang merupakan landasan hukum penyelenggaraan sistem RTGS yang pada prinsipnya bertujuan untuk

Nilai transaksi masyarakat di Provinsi Riau melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS) pada triwulan II-2015 tercatat sebesar Rp109,60 triliun, meningkat