• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN EFEKTIVITAS KELOMPOK DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN (PPK) SRI SUMINAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENINGKATAN EFEKTIVITAS KELOMPOK DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN (PPK) SRI SUMINAR"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN EFEKTIVITAS KELOMPOK DALAM

MENDUKUNG KEBERHASILAN PROGRAM PENGEMBANGAN

KECAMATAN (PPK)

(KASUS DESA BANJARARUM, KECAMATAN KALIBAWANG, KABUPATEN KULON PROGO, PROVINSI DAERAH ISTIMEWA

YOGYAKARTA)

SRI SUMINAR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas akhir “Peningkatan Efektivitas Kelompok Dalam Mendukung Keberhasilan Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Kasus Desa Banjararum, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”, adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.

Bogor, Maret 2008

Sri Suminar NRP I 354060015

(3)

ABSTRACT

SRI SUMINAR. Increasing the effectiveness of a group to assure the success of Program Pengembangan Kecamatan (PPK). A case Desa Banjararum, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Under direction of WINATI WIGNA and EKAWATI SRI WAHYUNI

In the beginning, the fund of the sub-district development program (Program Pengembangan Kecamatan - PPK) in Banjararum was entirely for the development of productive ventures. After 3 years, the loan service was directed to develop the village infrastructure. The loan given to a group. The strategy of community development based on Garvin’s approach (1986) was considered as a strategy to develop human capability for success. The fact that a certain group which obtained the loan was not a real organized group – the members did their own activities – had been an obstacle to achieve the goal of the program. This study was aimed at learning the effectiveness of groups for the success of PPK.

The study of businnes group called Semangka and Rukun Tetangga 78 showed that the two groups were not yet effective in managing their groups. The influential factors involved in this case were leadership style, member motivation, member relationship, member interaction, group norms, member attitude toward other groups, member performance, and human resources.

Therefore, it is necessary to design a program to increase the effectiveness of groups, referring to effective cooperative principles so that the aim of PPK to empower individuals through community empowerment can be achieved. Designing the program should involve stakeholders through focused discussion group so that the problems facing the groups can be identified and the solution can be formulated.

The problems facing Semangka were, among others, the group atmosphere was not conducive, there was no change of leader, the group objective was only made for on-time harvest, the group norms were never renewed, the capital was owned by all the group members and the dynamic performance was static.

The problems facing Rukun Tetangga 78 were, among others, the management did not do their duties based on what had been described, the member participation was low, the group lacked cooperation in developing their group, the change of leader was not carried out, the group objective was only formulated for one year, the group norms were never renewed, and the dynamic performance of the group was static.

Based on the problem of two business groups, Semangka and Rukun Tetangga 78, it is essential to design a program to optimize the functions of through guidance and training in managing a group, motivation increase of the group to participate in group development and job distribution, and cooperation among the group members in conducting their venture.

(4)

RINGKASAN

SRI SUMINAR, Peningkatan Efektivitas Kelompok Dalam Mendukung Keberhasilan Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Kasus Desa Banjararum, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dibimbing oleh WINATI WIGNA dan EKAWATI SRI WAHYUNI.

Pada awalnya pengelolaan dana Program Pengembangan Kecamatan (PPK) di Desa Banjararum secara keseluruhan dimanfaatkan untuk pengembangan usaha produktif, setelah berjalan selama tiga tahun, dari jasa pinjaman digunakan untuk pembangunan sarana prasarana perdesaan. Untuk dapat memanfaatkan dana PPK harus melalui kelompok yang sudah ada dengan sistem tanggung renteng.Strategi pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan kelompok oleh Garvin (1986) dianggap sebagai strategi yang dapat mengembangkan kemampuan manusia dalam mencapai keberhasilan. Kenyataannya seringkali kelompok hanya dipakai sebagai sarana untuk mendapatkan bantuan, sedang kegiatannya dilakukan sendiri-sendiri, hal ini berpengaruh terhadap efektivitas kelompok dalam pencapaian tujuan program. Melalui kajian ini perlu dipertanyakan bagaimana meningkatkan efektivitas kelompok dalam mendukung keberhasilan PPK ?

Hasil kajian terhadap kelompok Usaha bersama “Semangka” dan kelompok Rukun Tetangga “78” yang mempunyai karakteristik berbeda, dengan fasilitas sama yakni sama-sama sebagai kelompok pemanfaat dana PPK, menunjukkan bahwa keduanya belum efektif dalam mengelola kelompok. Hal ini dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan ketua kelompok, motivasi kerja anggota, kohesi anggota, interaksi anggota, norma kelompok, sikap anggota terhadap kelompok, kinerja kelompok dan Sumberdaya manusia.

Oleh karena itu, perlu disusun program peningkatan efektivitas kelompok, dengan mengacu pada prinsip-prinsip kerja sama yang efektif, yakni suasana kelompok, kepemimpinan bergilir, perumusan tujuan, fleksibilitas, mufakat, kesadaran kelompok, penilaian yang kontinyu, sehingga tujuan PPK yakni memberdayakan individu melalui pemberdayaan kelompok masyarakat dapat tercapai.

Penyusunan program tersebut dilakukan dengan melibatkan stakeholder, melalui diskusi kelompok terfokus, dapat diinventarisir permasalahan yang dihadapi masing-masing kelompok serta menemu kenali potensi yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah.

Permasalahan yang dihadapi kelompok Usaha Bersama “Semangka”adalah suasana kelompok kurang kodusif, tidak adanya kepemimpinan bergilir, tujuan kelompok dibuat untuk satu kali panen, norma kelompok tidak pernah diperbaharui, tidak memiliki modal (kepemilikan bersama) sehingga tidak ada penilaian yang kontinyu, dinamika performa kelompok statis. Semua itu dikarenakan adanya anggapan tidak semua orang dapat memimpin, interaksi antar anggota rendah, tidak ada sistem evaluasi kelompok. Dengan menemu kenali potensi yang ada dalam kelompok seperti, adanya keyakinan diri anggota akan mampu berhasil, adanya pertukaran timbal balik, dan sikap anggota mendukung kelompok.Sehingga dapat disusun rancangan program optimalisasi fungsi

(5)

kelompok dengan bentuk kegiatan bimbingan dan pelatihan mengelola kelompok, serta pembentukan modal kelompok.

Permasalahan yang dihadapi kelompok Rukun Tetangga “78”, pengurus tidak menjalankan tugas sesuai pembagian kerja yang telah ditetapkan, partisipasi anggota relative rendah, kurangnya kerja sama antar anggota dalam pengembangan kelompok, kepemimpinan bergilir tidak berjalan, tujuan kelompok dibuat untuk satu tahun saja, norma kelompok tidak pernah diperbaharui, dinamika performa kelompok statis.

Semua itu dikarenakan ; ketua menganggap masih bisa mengerjakan sendiri, anggota terlalu pasrah, menyerahkan semua urusan kelompok kepada ketua, ketua tidak pernah melibatkan anggota untuk pengembangan kelompok, ada anggapan tidak semua orang dapat memimpin, interaksi anggota rendah,yang disebabkan karena tidak adanya pertemuan rutin kelompok. Di samping itu terdapat beberapa hal yang dapat dipandang sebagai potensi yakni adanya kepercayaan antar anggota dan pengurus, adanya ikatan solidaritas(gotong royong), sikap anggota mendukung kelompok. Sehingga dapat disusun rancangan program optimalisasi fungsi kelompok melalui bimbingan dan pelatihan mengelola kelompok, pemberian motivasi anggota untuk ambil bagian dalam mengembangkan kelompok melalui pembagian tugas yang adil dan merata, serta menjalin kerja sama antar anggota dalam melakukan usaha.

Dimana semua ini diarahkan pada keberhasilan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang dapat dilihat dari :

Prestasi individu (anggota), diukur dari adanya tambahan pendapatan dan kemampuan mengangsur sesuai dengan aturan yang telah disepakati bersama.

Prestasi kelompok, diukur dari kemampuan kelompok dalam memberdayakan anggotanya melalui kemampuan membuat perencanaan, melaksanakan kesepakatan bersama, dan kemampuan mengatasi masalah yang sedang dihadapi anggota yakni keterlambatan dalam mengangsur, serta secara bersama-sama berusaha memperoleh tambaham pendapatan, yang pada akhirnya dapat menjaga keberlangsungan program. Prestasi organisasi di lingkungan Tim Pelaksana Kegiatan Desa, diukur dari kemampuan mengelola program, sehingga dapat membina kelompok-kelompok yang menjadi tanggung jawabnya, yang pada akhirnya dapat memperkecil jumlah tunggakan dan mengembangkan sasaran tidak hanya untuk warga masyarakat yang sudah mempunyai usaha saja, tetapi juga bagi mereka yang belum mempunyai pekerjaan tetap untuk dapat melakukan usaha dengan sistem bagi hasil, baik di bidang pertanian, atau peternakan. Kata kunci : PPK, sistem tanggung renteng, efektivitas kelompok, rancangan program

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.; dan Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

(7)

PENINGKATAN EFEKTIVITAS KELOMPOK DALAM

MENDUKUNG KEBERHASILAN PROGRAM PENGEMBANGAN

KECAMATAN (PPK)

(Kasus Desa Banjararum, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)

SRI SUMINAR

Tesis

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2008

(8)

Judul Tesis : Peningkatan Efektivitas Kelompok Dalam Mendukung Keberhasilan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) (Kasus Desa Banjararum, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)

Nama Mahasiswa : SRI SUMINAR NRP : I 354060015

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dra. Winati Wigna, MDS. Dr.Ir. Ekawati S. Wahyuni,MS.

Ketua Anggota Diketahui

Ketua Program Studi Magister

Profesional Pengembangan Masyarakat Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Djuara P.Lubis, MS. Prof. Dr. Ir. Khairil A.Notodiputro, MS.

(9)

(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilakasanakan sejak Juni 2007 ini ialah “PENINGKATAN EFEKTIVITAS KELOMPOK DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN (PPK)” Kasus Desa Banjararum, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dra. Winati Wigna dan Ibu Dr. Ir. Ekawati Sri Wahyuni, MS. selaku pembimbing, serta Bapak Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS. selaku penguji dari luar komisi pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ibu Karni Yulianti selaku Bendahara Tim Pelaksana Kegiatan PPK desa Banjararum beserta masyarakat pemanfaat dana PPK, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Departemen Sosial RI dan Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta yang telah memberi bea siswa, Ananda Nina dan Andi atas do a dan kasih sayangnya serta rekan-rekan dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberi dukungan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2008 Sri Suminar

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kudus pada tanggal 17 Mei 1958, sebagai anak ke lima dari lima bersaudara dari pasangan Tjipto disastro dan Hj. Markijah.

Menikah pada tanggal 15 Mei 1983, dengan Drs. Saiful Anwar (alm), mempunyai dua orang anak yakni Nurina Nugraheni, SKG dan Andi Kurnianto.

Pendidikan yang pernah diselesaikan adalah : SD Keputran V Yogyakarta lulus tahun 1970, SMP Negeri 3 Yogyakarta lulus tahun 1973, SMPP Negeri X Yogyakarta lulus tahun 1976, Jurusan Ilmu Sosiatri, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM Yogyakarta lulus tahun 1981, dan pada tahun 2006 penulis memperoleh kesempatan belajar pada Program Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Sekolah Pascasarjana IPB dengan beasiswa dari Departemen Sosial RI dan Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat Desa “APMD” Yogyakarta.

Sejak tahun 1982 sampai sekarang penulis bekerja sebagai dosen negeri dipekerjakan pada Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat desa “APMD” Yogyakarta.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ………... xv

DAFTAR LAMPIRAN …………... xvi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1 Perumusan Masalah... 6 Tujuan Kajian ... 7 Manfaat Kajian... 7 TINJAUAN PUSTAKA Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan... 8

Pendekatan Kelompok Sebagai Strategi Pemberdayaan Masyarakat.. 9

Efektivitas Kelompok ... 12

Kinerja Kelompok... .... 14

Sumber Daya Manusia : Modal Manusia dan Modal Sosial.. ... 15

Kerangka Pemikiran Kajian ... 17

METODE KAJIAN Tipe Kajian... 20

Aras Kajian... 20

Strategi Kajian ... 20

Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Kajian... 21

Penentuan Kasus Kajian... 22

Metode Pengumpulan Data ... ... 22

Analisis Data ... ... 25

Rancangan Penyusunan Program ... 26

PETA SOSIAL DESA BANJARARUM Gambaran Lokasi ... ... 27

Kependudukan ... 28

Sistem Ekonomi ... 31

Struktur Komunitas ... 33

Kelembagaan ... ... 35

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI DESA BANJARARRUM Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)... 38

Pengelolaan Program P2KP di Desa Banjararum... 40

(13)

Pengelolaan PPK di Kecamatan Kalibawang ... 42

Pengelolaan PPK di Desa Banjararum ... 42

Kesimpulan Evaluasi Program Pengembangan Masyarakat ... 53

EFEKTIVITAS KELOMPOK Kelompok Rukun Tetangga “78” ... 56

Efektivitas Kelompok Rukun Tetangga ”78” ... 58

Kelompok Usaha Bersama “Semangka” ... 61

Efektivitas Kelompok Usaha Bersama ”Semangka” ... 64

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTIVITAS KELOMPOK Gaya Kepemimpinan Ketua Kelompok... 68

Gaya Kepemimpinan Ketua Kelompok R T “78”... 69

Gaya Kepemimpinan Ketua Kelompok U B “Semangka”... 70

Motivasi Kerja Anggota... 71

Motivasi Kerja Anggota Kelompok R T “78”... 71

Motivasi Kerja Anggota Kelompok U B “Semangka”... 72

Kohesi Anggota Kelompok ... 73

Kohesi Anggota Kelompok R T “78”... 74

Kohesi Anggota Kelompok U B “Semangka”... 74

Interaksi Anggota Kelompok ... 75

Interaksi Anggota Kelompok R T “78”... 75

Interaksi Anggota Kelompok U B “Semangka”... Norma Kelompok ... 76

Norma Kelompok Rukun Tetangga “78” ... 76

Norma Kelompok Usaha Bersama “Semangka”... 77

Sikap Anggota Terhadap Kelompok ... 78

Sikap Anggota Terhadap Kelompok R T “78”... 78

Sikap Anggota Terhadap Kelompok U B “Semangka”... 79

Sumber Daya Manusia ... 79

(14)

HUBUNGAN EFEKTIVITAS KELOMPOK DENGAN KEBERHASILAN PROGRAM PENGEMBANGAN KECAMATAN

Prestasi Individu... 83

Prestasi Individu (anggota) Kelompok R T “78”... ... 83

Prestasi Individu (anggota) Kelompok U B “Semangka”... 84

Prestasi Kelompok... 84

Prestasi Kelompok Rukun Tetangga “78”... 84

Prestasi Kelompok Usaha Bersama “Semangka”... 86

Prestasi Organisasi (Tim Pelaksana Kegiatan Desa)... 86

RANCANGAN PROGRAM PENINGKATAN EFEKTIVITAS KELOMPOK DALAM MENDUKUNG KEBERHASILAN PPK Analisis Masalah ... 87

Permasalahan Umum Klmpk RT ”78” dan Klmpk UB ”Semangka”... 87

Permasalahan Khusus Klmpk RT “78” dan Klmpk UB “Semangka”.. 89

Permasalahan khusus pada Kelompok RT ”78”... ... 89

Permasalahan khusus pada Kelompok UB ”Semangka”... ... 89

Proses Penyusunan Program... 90

Potensi Lokal dan Penentuan Masalah ... 90

Potensi Lokal... 90

Penentuan Masalah... 92

Penentuan Masalah pada Kelompok RT ”78”... 92

Program Optimalisasi Fungsi Klmpk dan Peningkatan Partisipasi Anggota bagi Klmpk RT ”78”... 93

Penentuan Masalah pada Klmpk UB ”Semangka”... 95

Program Optimalisasi Fungsi Klmpk dan Pembentukan Modal bagi Klmpk UB “Semangka”... 96

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... ... 99

DAFTAR PUSTAKA ... ... 102

LAMPIRAN ... 104

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Masalah, Topik, Sumber Data, Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 24 2 Peruntukan Lahan Desa Banjararum, Tahun 2006……… 28

3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia Kerja,

Desa Banjararum, Tahun 2006 ……….. 29 4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan,

Desa Banjararum, Tahun 2006 ……… 30 5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian,

Desa Banjararum, Tahun 2006……… 31 6 Unsur – Unsur Efektivitas Kelompok RT”78” dan

Kelompok UB”Semangka”……… 66 7 Faktor – Faktor Yang Berpengaruh terhadap efektivitas

kelompok RT”78” dan k elompok UB “Semangka”……… 81 8 Rencana Program Optimalisasi Fungsi Kelompok dan Peningkatan

Partisipasi Anggota Dalam Pengembangan Kelompok RT “78” ……… 94 9 Rencana Program Optimalisasi Fungsi Kelompok dan

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Bagan Kerangka Pemikiran Kajian ……… 192

Bagan Mekanisme Pengelolaan dana dan Perguliran Dana PPK

di Kecamatan Kalibawang……… 43 3 Grafik Perguliran Dana PPK Desa Banjararum tahun 1999-2006 … 49 4 Grafik Dana Pembangunan sarana Prasarana desa banjararum

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Pedoman Studi Dokumen……….. ……… 104

2 Pedoman Pengamatan Berperanserta……… ……… 105

3 Pedoman Wawancara………. 105

4 Pedoman Diskusi Kelompok Terfokus……….. 108

5 Dokumen Kajian………. 109

6 Sketsa lokasi kajian……… ……… 112

(18)

P E N D A H U L U A N

Latar Belakang

Krisis di Indonesia berlangsung panjang, karena Indonesia memiliki faktor internal yang kurang menguntungkan. Faktor internal tersebut berupa konflik kebangsaan, disintegrasi yang melanda beberapa wilayah, problem perekonomian, angka kemiskinan dan pengangguran yang tinggi. Di samping itu faktor keadaan khusus yang disebabkan oleh bencana alam, dan faktor eksternal yang berlangsung bersamaan. Faktor eksternal tersebut ditandai dengan globalisasi yang menghasilkan sebuah fenomena persaingan yang luar biasa.

Krisis adalah sebagai titik balik pertumbuhan ekonomi menjadi merosot, apabila berlangsung berkepanjangan akan diikuti resesi dan jika resesi tersebut sangat hebat dapat dinamakan depresi, infrastruktur perekonomian negara yang sudah dibangun puluhan tahun tiba-tiba menjadi tidak berdaya dalam waktu sekejap. Dunia usaha, sektor industri dan perbankan hancur. Kegiatan ekonomi baik kemampuan produksi (supply side) maupun daya beli (demand side) mengalami penurunan secara drastis

Ilustrasi di atas telah memperlihatkan bagaimana kompleksitas permasalahan kemiskinan di Indonesia. Guna memecahkan permasalahan kemiskinan, tidak cukup hanya mengungkapkan permasalahan mikro ekonomi yang secara riil dihadapi masyarakat, akan tetapi makro ekonomi juga harus dipikirkan pemecahannya. Kondisi mikro dan makro ekonomi telah bersama-sama menurunkan daya beli rakyat termasuk juga menjadi sumber terjadinya disparitas pendapatan per kapita penduduk. Keadaan tersebut menjadi agenda krusial untuk segera dipecahkan, mengingat masyarakat yang paling rentan terhadap masalah kemiskinan tidak lain adalah rakyat yang berpenghasilan rendah atau pada batas marginal.

Data dari BPS (2006) memperlihatkan bahwa selama periode 1996-1998, telah terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin, yaitu dari sekitar 18 persen (1996) menjadi 24 persen (1998) dari total populasi penduduk Indonesia1. Pandangan yang menyebutkan kemiskinan sebagai obyek yang tidak memiliki informasi dan pilihan telah menempatkan

1

(19)

dominasi peran pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan. Pendekatan ini terbukti kurang berhasil dalam memecahkan masalah yang disebabkan bukan saja oleh rancangan kebijakan yang kurang menyentuh kebutuhan masyarakat miskin tetapi juga kurang memberikan kesempatan yang lebih luas kepada mereka untuk menyalurkan aspirasinya (komite Penanggulangan Kemiskinan, 2005). Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat menjadi pilihan strategi dalam pemecahan masalah kemiskinan. Pemberdayaan memungkinkan orang miskin berpartisipasi bukan sebatas sebagai penerima manfaat, tetapi sebagai pengupaya, penilai sekaligus pemelihara capaian-capaian pembangunan.

Pemberdayaan adalah upaya peningkatan kemampuan individu, kelompok atau komunitas agar memiliki kemampuan mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka (Sharlow,1998); melalui peningkatan ketrampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya (Person, dikutip Suharto, 2005). Salah satu aspek penting dalam pemberdayaan adalah pemberian akses bagi masyarakat dalam memperoleh dan memanfaatkan sumberdaya. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa masyarakat miskin seringkali tidak memiliki akses yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan ketrampilan dalam menjangkau dan memanfaatkan sumberdaya, dan kurangnya kesediaan pemerintah atau kelompok kuat untuk membagi sumberdaya kepada kelompok lemah. Pemberian akses ini dapat dilakukan melalui program pendampingan dan kemudahan bagi orang miskin untuk memperoleh dan memanfaatkan sumberdaya dalam mengembangkan kehidupan ekonomi, sosial dan politik.

Sumodiningrat (1997) secara spesifik mengemukakan bahwa kemiskinan pada masyarakat lapisan bawah antara lain disebabkan oleh keterbatasan modal. Bagi masyarakat miskin, akses terhadap sumberdaya modal ke lembaga-lembaga keuangan formal seperti bank-bank milik pemerintah atau bank-bank komersial masih sangat terbatas. Hal ini disebabkan oleh prasyarat perbankan yang dimiliki oleh masyarakat lapisan bawah umumnya dinilai dengan 5 C, yaitu character (karakter), callateral (jaminan), capacity to repay (kemampuan untuk mengembalikan pinjaman), capital (modal) dan condition of economy (kondisi ekonomi).

(20)

Pelayanan kredit dari perbankan pada umumnya berpedoman pada prinsip pelayanan keuangan modern yang ketat dengan mengutamakan syarat bankable tersebut. Akibatnya, jarak antara lembaga keuangan formal dengan masyarakat lapisan bawah semakin jauh, sehingga mereka tidak dapat mengakses pelayanan kredit dari lembaga keuangan formal.

Keterbatasan akses terhadap sumberdaya modal yang disebabkan oleh ketidak mampuan dalam menjangkau lembaga keuangan formal bukan hanya terjadi pada masyarakat miskin, tetapi juga pada orang yang bekerja di sektor informal. Syaukat dan Hendrakusumaatmaja, (2005) menyatakan bahwa salah satu faktor penyebab kemiskinan dan masalah yang dihadapi sektor informal dan usaha kecil adalah kurangnya akses terhadap lembaga perbankan dan finansial (kurang/tiada fasilitas kredit dari bank pemerintah dan komersial) dan lemahnya kondisi sumberdaya manusia yang disebabkan pendidikan rendah dan kurang pelatihan/ ketrampilan. Bagi orang miskin dan yang bekerja di sektor informal, keharusan memiliki jaminan dalam bentuk aset, kepemilikan modal dan syarat-syarat kondisi ekonomi seperti memiliki pekerjaan, mempunyai pendapatan tetap, dan mempunyai usaha produktif, sulit untuk memenuhinya karena pada umumnya mereka mengalami keterbatasan dalam kepemilikan aset, modal dan kondisi ekonomi yang disyaratkan untuk mengajukan kredit.

Pendekatan kelompok dalam bentuk usaha bersama merupakan strategi pemberdayaan untuk mengembangkan ekonomi masyarakat yang masih tertinggal. Lewin sebagaimana dikutip oleh Soekanto(2005) menyatakan bahwa akan lebih mudah untuk mengubah pola tingkah laku individu-individu yang terkait dalam suatu kelompok daripada secara individual. Demikian pula Garvin (1986) mengemukakan bahwa kebutuhan manusia ada yang hanya dapat dipenuhi melalui kelompok dan terdapat kemampuan-kemampuan manusia yang dapat dikembangkan melalui kelompok.

Salah satu bentuk kelompok tersebut adalah kelompok masyarakat pemanfaat dana Program Pengembangan Kecamatan (PPK), dimana aktivitasnya seringkali dipengaruhi oleh lingkungannya. Lingkungan ini dapat berupa lingkungan sosial atau masyarakat, dapat juga lingkungan fisik atau geografis dan lingkungan politik. Untuk dapat menjaga keberlangsungannya, sebuah kelompok harus selalu beradaptasi dengan

(21)

lingkungannya, karena kelompok hanyalah salah satu sub-sistem dari sistem yang lebih besar. Sub-sistem yang lain adalah masyarakat, adat istiadat, sistem politik dan sebagainya.

Dalam penanggulangan dampak krisis ekonomi pemerintah memberlakukan Program Pengembangan Kecamatan (PPK). Program Pengembangan Kecamatan merupakan program pemerintah yang dimaksudkan selain untuk penanggulangan kemiskinan masyarakat pedesaan melalui bantuan modal usaha dan penyediaan prasarana dan sarana yang menunjang kegiatan ekonomi pedesaan, juga merupakan proses pembelajaran bagi masyarakat dan aparat melalui kegiatan pengambilan keputusan yang demokratis, baik dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pelestarian kegiatan.

Semangat awal pembentukan PPK oleh pemerintah adalah dimaksudkan untuk mengembangkan hasil pelaksanaan program Inpres Desa Tertinggal ( IDT ) yang sudah berjalan sebelumnya. Penilaian keberhasilan program IDT ditentukan oleh motivasi masyarakat, peran aktif masyarakat serta kebebasan untuk memutuskan pilihan kegiatan secara demokratis, sehingga masyarakat merasa memiliki dan bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan dan pelestariannya.

Dalam PPK, proses pemberdayaan masyarakat disertai dengan proses pemberdayaan lembaga dan aparat baik di desa maupun di kecamatan yang dikoordinir oleh kecamatan. Pelaksanaan PPK sebagai wadah pemberdayaan masyarakat dilaksanakan melalui forum kelembagaan pertemuan masyarakat yang dimulai dari Musyawarah Dusun (Musdus), Musyawarah Desa (Musdes) , serta Musyawarah Antar Desa ( MAD ). Forum-forum tersebut difasilitasi dalam bentuk pendampingan, bimbingan, dari aparat desa, kecamatan dan pihak konsultan pendamping.

Dari hasil pengamatan awal, diperoleh informasi bahwa mulai tahun 1998/1999 Kecamatan Kalibawang yang terdiri dari empat desa yakni desa Banjararum, Banjarasri, Banjaroya, Banjarharjo memperoleh bantuan dana PPK untuk fase pertama sebesar Rp.500.000.000,- dan Rp.750.000.000,- untuk fase kedua. Dalam mengelola dana PPK di tingkat desa dibentuk Tim Pelaksana Kegiatan yang berfungsi mengkoordinir pengajuan dan pencairan dana dari kelompok-kelompok yang berada di wilayah satu desa, di samping itu juga menerima konsultasi dan memberikan pembinaan untuk masing-masing

(22)

kelompok. Dalam perjalanannya sampai dengan tahun ketiga mendapat penilaian berhasil dari Bank Dunia, sehingga pada tahun 2001 mendapat reward / hadiah sebesar Rp.750.000.000,- Pada awal pengelolaan dana PPK dilakukan dengan memanfaatkan kelompok yang sudah ada seperti Dasa Wisma, PKK, Karang Taruna, serta kelompok-kelompok masyarakat lainnya yang sudah berjalan minimum satu tahun. Tetapi sejak tahun 2004 dari hasil Musyawarah Antar Desa disepakati pemanfaatan dana, bisa melalui kelompok dengan sistem tanggungrenteng, dan bisa perorangan dengan persetujuan Kepala Dukuh serta menggunakan agunan.

Sayangnya keberhasilan tersebut tidak dialami oleh semua desa, terdapat satu desa yang tidak berhasil dalam arti mempunyai tunggakan hutang yang paling besar dibanding desa lainnya, yakni desa Banjararum, di mana mayoritas kelompok tidak berhasil dalam mengelola dana PPK, meskipun ada juga beberapa kelompok yang berhasil. Keberhasilan kelompok dalam hal ini diukur dari keberhasilan menjaga keutuhan kelompok dalam memberdayakan anggotanya melalui pemanfaatan dana PPK secara berkelanjutan, hal ini lah yang menjadi permasalahan apakah pendekatan kelompok merupakan pendekatan yang tepat dalam usaha memberdayakan masyarakat?

Strategi pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan kelompok oleh Garvin (1986) dianggap sebagai strategi yang dapat mengembangkan kemampuan manusia dalam mencapai keberhasilan, terutama di pedesaan yang masyarakatnya hidup dalam kebersamaan. Kenyataannya bila diamati seringkali kelompok hanya dipakai sebagai sarana untuk mendapatkan bantuan, sedang kegiatannya dilakukan secara sendiri-sendiri, sehingga berpengaruh terhadap efektivitas kelompok dalam pencapaian tujuan program. maka melalui kajian ini perlu dipertanyakan bagaimana meningkatkan efektivitas kelompok dalam mendukung keberhasilan PPK ?

Melalui kajian ini pula perlu dicari bagaimanakah strategi yang dapat meningkatkan efektivitas kelompok dalam mendukung keberhasilan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dalam bentuk suatu rancangan program, dimana keberhasilan PPK akan dilihat dari prestasi individu, prestasi kelompok dan prestasi organisasi dengan memilih lokasi di Desa Banjararum, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

(23)

Perumusan Masalah

Dari latar belakang masalah dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana efektivitas kelompok dalam mendukung keberhasilan Program Pengembangan Kecamatan ?

2. Faktor – faktor apa yang berpengaruh terhadap efektivitas kelompok ?

3. Bagaimana hubungan efektivitas kelompok dengan keberhasilan Program Pengembangan Kecamatan ?

4. Rancangan program yang bagaimana yang dapat dibuat untuk meningkatkan efektivitas kelompok dalam mendukung keberhasilan Program Pengembangan Kecamatan?

Tujuan Kajian

Kajian ini bertujuan untuk :

1. Mendeskripsikan efektivitas kelompok dalam mendukung keberhasilan Program Pengembangan Kecamatan

2. Menganalisis faktor – faktor yang berpengaruh terhadap efektivitas kelompok

3. Menganalisis hubungan efektivitas kelompok dengan keberhasilan Program Pengembangan Kecamatan

4. Menyusun rancangan program yang dapat meningkatkan efektivitas kelompok dalam mendukung keberhasilan Program Pengembangan Kecamatan

Manfaat Kajian

Hasil kajian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan masukan untuk lebih mengoptimalkan pelaksanaan Program Pengembangan Kecamatan, sekaligus sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam menyusun program pengembangan masyarakat dengan pendekatan kelompok

(24)

TINJAUAN PUSTAKA

Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan

Kebijakan penanggulangan kemiskinan berhubungan dengan pembangunan masyarakat. Pembangunan merupakan proses yang dilakukan dengan sengaja untuk mencapai kondisi yang lebih baik. Ada dua pendekatan pembangunan selama ini, yaitu pendekatan top-down dan pendekatan bottom-up. Pendekatan top-down merupakan bentuk blue-print strategy (cetak biru), pendekatan yang bersumber pada pemerintah, dengan demikian masyarakat hanyalah sebagai sasaran atau obyek pembangunan saja, sedangkan pendekatan bottom-up merupakan pendekatan pembangunan yang memposisikan masyarakat sebagai subyek pembangunan (people center development) sehingga masyarakat terlibat dalam proses perencanaan sampai dengan pelaksanaan dan evaluasi.

Pendekatan top-down banyak mendapat kritik karena mematikan inisiatif dan kreatif masyarakat. Bentuk penyeragaman kegiatan melalui pendekatan pembangunan ini juga menimbulkan banyak masalah. Cara pandang yang kaku telah mengabaikan kekhususan wilayah dan masyarakat. Dengan demikian pendekatan ini tidak memperhatikan aspek sosial budaya, perbedaan potensi daerah, kemampuan sumberdaya manusia, karena program pembangunan sampai dengan bentuk kegiatan dibuat seragam atau sama untuk semua wilayah. Akibatnya pembangunan kurang mencapai sasaran, dan tidak efektif dan kadang produk-produk pembangunan tidak bermanfaat bagi masyarakat

Pendekatan bottom-up merupakan pendekatan yang ideal dalam pembangunan yang memperhatikan inisiatif, kreativitas dan mengakomodasi kondisi sosial budaya wilayah setempat, potensi dan permasalahan yang dihadapi. Bertolak dari itu pembangunan masyarakat miskin hendaknya mempunyai nuansa pemberdayaan.

Pemberdayaan masyarakat dalam konteks community development berarti pertumbuhan kekuasaan dan wewenang bertindak pada masyarakat untuk mengatasi masalah mereka sendiri (Chambers,1995). Wujud penumbuhan kekuasaan dan wewenang tersebut dengan memberi kesempatan bagi masyarakat untuk merencanakan hingga menikmati program pembangunan yang ditentukan oleh mereka sendiri, bahkan mereka

(25)

diberi kesempatan untuk mengelola secara mandiri dana pelaksanaan program pembangunan.

Empowering menurut Tjokrowinoto(1995) memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Prakarsa di desa

2. Dimulai dengan pemecahan masalah

3. Proses disain program dan teknologi bersifat asli/alamiah 4. Sumber utama adalah rakyat dan sumberdaya lokal 5. Kesalahan dapat diterima

6. Organisasi pendukung dibina dari bawah 7. Pertumbuhan organik bersifat tahap demi tahap

8. Pembinaan personil berkesinambungan, berdasarkan pengalaman lapangan/ belajar dari kegiatan lapangan.

9. Diorganisir oleh tim interdisipliner 10. Evaluasi dilakukan sendiri.

11. Berkesinambungan dan berorientasi pada proses. 12. Kepemimpinan bersifat kuat.

13. Analisis sosial untuk definisi masalah dan perbaikan program,

14. Fokus manajemen adalah keberlangsungan dan berfungsinya sistem kelembagaan.

Pendekatan Kelompok Sebagai Strategi Pemberdayaan Masyarakat

Ada beberapa pendapat tentang kelompok, namun dapat diketahui bahwa pengertian kelompok memiliki ciri – ciri sebagai berikut : dua orang atau lebih, ada interaksi diantara anggotanya, memiliki tujuan atau goal, memiliki struktur (pola hubungan diantara anggota, yang berarti ada peran, norma, dan hubungan antar anggota), dan groupness (merupakan satu kesatuan) (Cartwright dan Zander, 1968, Shaw, 1979 dalam Hariadi, 2004).Konsep kelompok menurut Robert K. Merton (1965:285-286) dalam Sunarto (1993) menyebutkan tiga kriteria obyektif dari suatu kelompok. Pertama, kelompok ditandai oleh sering terjadinya interaksi. Kedua, fihak-fihak yang berinteraksi mendefinisikan diri mereka sebagai anggota. Ketiga, fihak-fihak yang berinteraksi didefinisikan oleh orang lain sebagai anggota kelompok.

(26)

Menurut Doorn dan Lammers (1959) dikutip Wahyuni dalam Sosiologi Umum IPB (2003), grup dicirikan oleh keanggotaan yang terbatas, norma yang tertentu, tujuan tertentu, dengan latar belakang tertentu. Suatu grup akan eksis (hidup) apabila terpenuhi persyaratan berikut(Soekanto, 2005):

1. Ada kesadaran dari setiap anggota sebagai bagian dari grup

2. Ada hubungan timbal-balik antara anggota yang satu dengan yang lain

3. Ada suatu faktor yang dimiliki bersama, sehingga hubungan antar mereka bertambah erat (nasib, kepentingan, tujuan, ideologi, musuh bersama)

4. Grup tersebut berstruktur, berkaidah dan mempunyai pola perilaku 5. Grup tersebut bersistem dan berproses

Interaksi dalam kehidupan berkelompok ini akan mempengaruhi kepribadian seseorang, karena: (a) terjadi saling tukar pengalaman antar anggota (social experience), (b) ada pengendalian cara bertindak antar anggota, dan (c) proses tersebut menjadi tempat kekuatan-kekuatan sosial berhubungan, berkembang, mengalami disorganisasi dan berperan.(Soekanto, 2005)

Penggolongan grup dapat dilakukan berdasarkan beragam klasifikasi, misalnya berdasarkan kualitas atau tipe hubungan antar para anggota (ada grup primer dan sekunder, formal dan informal, paguyuban atau gemenschaft dan gesellschaft, yaitu grup pamrih), kelas sosial (ada grup horizontal antara orang-orang setingkatan, dan grup vertikal), jumlah anggota (ada grup-orang dalam /in-group dan grup-orang-luar /out-group) dan berdasarkan perasaan, persatuan satu grup (ada grup terbentuk atas dasar partisipasi yang terpaksa dan ada grup referen /reference group) yaitu grup yang menjadi patokan /pengaruh cita-cita bagi seseorang).

Grup memiliki struktur yang menggambarkan hubungan antar pelaku serta proses sosial yang menyertainya, Dalam telaah grup, konsep hubungan sosial amat penting. Menurut Doorn dan Lammers (1959) dikutip Wahyuni dalam Sosiologi Umum IPB (2003), menelaah hubungan sosial antar individu, atau individu dengan kelompok, ataupun kelompok dengan kelompok, penting memperhatikan tiga hal yaitu:

1. Hubungan status antar pelaku : bagaimana tingkatan sosial masing-masing pelaku, apakah bersifat horizontal atau vertikal ?

(27)

2. Hubungan peran antar para pelaku : apa peran yang dilakukan masing-masing anggota dan bagaimana keterkaitan peran satu sama lain ?

3. Proses sosial yang menyertai dalam hubungan tersebut : asosiatif atau disosiatif ? Dalam kaitan ini penting untuk memahami konsep status dan peranan sosial. Status sosial menunjuk pada posisi seseorang dalam strukur sosial tertentu dan dalam konteks pola budaya tertentu. Peranan sosial menunjuk pada keseluruhan norma dan harapan masyarakat pada perilaku orang-orang tertentu dalam status sosial tertentu dan dalam konteks pola budaya tertentu (Wahyuni,2003).

Tingkat integrasi suatu grup adalah suatu fungsi dari tingkat efisiensi komunikasi yang berlangsung di antara para anggota. Komunikasi itu memperlancar penyesuaian para anggota grup pada norma-norma perilaku grup dan mempengaruhi sikap anggota itu sehingga mereka merasa mengikuti satu alur dalam mencapai tujuan-tujuan bersama grup itu. Bilamana motivasi para anggota cukup tinggi dan mereka percaya bahwa kesamaan pendapat dan sikap merupakan hal yang penting di dalam mencapai tujuan bersama itu, masing-masing akan berusaha untuk saling menyesuaikan diri.

Hubungan antara kohesi grup sosial dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat diklasifikasi sebagai berikut :

1. Semakin homogen anggota grup, semakin tinggi derajat kohesivitasnya. 2. Semakin kecil ukuran grup, semakin tinggi derajat kohesivitasnya.

3. Semakin rendah mobilitas fisik anggota grup, semakin tinggi derajat kohesivitasnya. 4. Semakin efektif komunikasi antar anggota grup, semakin tinggi derajat

kohesivitasnya.

Kadar kohesivitas grup jelas berbeda menurut sifat atau tipe grup. Pada grup temporer kadar kohesivitas rendah sementara pada grup permanen kadar kohesivitas tinggi (nyata).

Dalam mengkaji kelompok perlu dipelajari pula dinamika grup yaitu pola interaksi sosial yang berulang di antara anggota grup. Pola-pola ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu ukuran grup, konformitas dan kontrol, kepemimpinan dan pengambilan keputusan (Calhoun, 1994) dikutip Wahyuni dalam Sosiologi Umum IPB (2003)

(28)

Efektivitas Kelompok

Mengacu pada Kamus Sosiologi (Soekanto,1993), efektivitas kelompok didefinisikan sebagai taraf sampai sejauhmana suatu kelompok mencapai tujuannya.

Kelompok yang efektif mempunyai tiga aktivitas dasar, yaitu: 1. Aktivitas pencapaian tujuan

2. Aktivitas memelihara kelompok secara internal

3. Aktivitas mengubah dan mengembangkan cara meningkatkan keefektifan kelompok Interaksi anggota kelompok yang memperlihatkan aktivitas dengan mengintegrasikan ketiga macam aktivitas dasar tersebut adalah mencerminkan bahwa kelompok tersebut dapat dikategorikan sebagai kelompok yang efektif. Anggota kelompok yang efektif memiliki ketrampilan untuk mengatasi atau menghilangkan hambatan pencapaian tujuan kelompok, untuk memecahkan masalah di dalam memelihara dan meningkatkan kualitas interaksi di antara anggota kelompok, dan ketrampilan untuk mengatasi hambatan peningkatan agar kelompok lebih efektif lagi (Nitimihardjo dan Iskandar 1993, dalam Huraerah, 2006).

Supaya dalam kelompok terdapat kerja sama yang efektif, Floyd Ruch (1993) mengemukakan prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Suasana kelompok (atmosphere), suasana kelompok yang dimaksud adalah situasi yang mengakibatkan tiap anggota kelompok merasa senang tinggal di dalam kelompok tersebut. Suasana ini menyangkut:

a. Keadaan fisik tempat/kelompok seperti terjadinya fasilitas dan peralatan yang dibutuhkan anggota.

b. Rasa aman (treat reduction), Rasa aman ini menyangkut ketentraman anggota untuk tinggal di dalam kelompoknya, dimana ketentraman ini meliputi:

a) Tidak ada ancaman

b) Tidak ada saling mencurigai. c) Tidak saling permusuhan.

2. Kepemimpinan bergilir (distributive leadrship), Kepemimpinan yang bergilir ini berarti adanya pemindahan kekuasaan untuk pengendalian dan pengawasan terhadap kelompoknya. Dengan demikian tiap anggota yang diberi kekuasaan akan dapat

(29)

mengetahui kemampuan mereka masing-masing dan lebih dari itu akan menanamkan rasa tanggung jawab yang besar terhadap kelompok secara keseluruhan baik pada saat menjadi pimpinan maupun sebagai anggota kelompok.

3. Perumusan tujuan (goal formulation), tiap kelompok pasti memiliki tujuan yang ingin dicapai. Tujuan tersebut yang merupakan tujuan bersama, yang menjadi arah kegiatan bersama, karena tujuan ini merupakan integrasi dari tujuan individu masing-masing. 4. Fleksibilitas (flexibility), segala sesuatu yang menyangkut kelompok seperti suasana,

tujuan, kegiatan, struktur, dan sebagainya dapat mengikuti perubahan yang terjadi tanpa adanya pengorbanan.

5. Mufakat (consensus), dengan mufakat yang ada dalam kelompok, semua perbedaan pendapat dari anggota dapat teratasi sehingga tercapai keputusan yang memuaskan berbagai pihak. Di lain pihak mufakat dapat berfungsi untuk merencanakan kegiatan kelompok secara bersama dan mencari jalan keluar yang sebaik-baiknya apabila kelompok mengalami suatu kesulitan.

6. Kesadaran kelompok (process awareness), adanya peranan, fungsi, dan kegiatan masing-masing anggota dalam kehidupan berkelompok, maka tiap-tiap anggota pasti timbul rasa kesadarannya terhadap kelompoknya, terhadap sesama anggota kelompok dan pentingnya untuk berorientasi satu dengan yang lain

7. Penilaian yang kontinu (continual evaluation), kelompok yang baik seringkali mengadakan penilaian secara kontinu terhadap perencanaan kegiatan, dan pengawasan kelompok, sehingga dapat diketahui tercapai tidaknya tujuan kelompok. Di samping itu, akan dapat diketahui semua motivasi dan hambatan yang dialami anggota dalam rangka mencapai tujuan kelompok (Santosa, 1992).

Kinerja kelompok

Analisis terhadap kinerja kelompok akan membantu menggambarkan bagaimana prospek suatu usaha kelompok dapat mencapai tujuan. Kinerja mengacu pada tingkat kemampuan pelaksanaan tugas dengan standard perbandingan ideal antara pelaksanaan tugas dan yang diharapkan (perencanaan) dengan pelaksanaan tugas yang telah dilaksanakan (evaluasi).

(30)

Pengertian kinerja merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) menjelaskan kinerja sebagai ketrampilan dan kemampuan yang dimiliki seseorang dimunculkan melalui perbuatan. Lebih jauh Bernadin & Russel dalam Mulyono (1993) menjelaskan penilaian kinerja merupakan suatu cara untuk mengukur kontribusi individu anggota terhadap organisasinya.

Kinerja juga diartikan sebagai perilaku yang diperagakan secara aktual oleh individu sebagai respon terhadap pekerjaan yang diberikan kepadanya, sehingga kinerja dapat dilihat dari hasil kerja, derajat kecepatan kerja dan kualitasnya

Kinerja bisa disimpulkan sebagai aspek yang berpengaruh terhadap maju dan mundurnya lembaga yaitu kinerja pengurus dan anggota dari suatu lembaga. Dikatakan berpengaruh sebab masing-masing anggota suatu lembaga secara spesifik bisa memunculkan kinerja yang berbeda dan akibat dari kinerja anggota tersebut akan berpengaruh terhadap hubungan kerjasama di dalam lembaga.

Hariadi (2004) mengungkapkan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan kelompok antara lain :

1. Gaya kepemimpinan ketua 2. Motivasi kerja anggota 3. Kohesi anggota kelompok 4. Interaksi anggota kelompok 5. Norma kelompok

6. Sikap anggota terhadap kelompok

Sumber Daya Manusia : Modal Manusia dan Modal Sosial

Modal sosial didefinisikan sebagai informasi, kepercayaan dan norma-norma timbal balik yang melekat dalam suatu sistem jaringan sosial (Woolcock, 1998:153 dalam Nasdian dan Utomo, 2005). Dengan mengulas pandangan beberapa ahli, Woolcock(1998) menggolongkan modal sosial menjadi 4 (empat) tipe utama, yaitu: (1) Tipe ikatan solidaritas (bounded solidarity), dimana modal sosial menciptakan mekanisme kohesi kelompok dalam situasi yang merugikan kelompok, (2) Tipe

(31)

pertukaran timbal balik (reciprocity transaction), yaitu pranata yang melahirkan pertukaran antar pelaku, (3) Tipe nilai luhur (value introjection), yakni gagasan dan nilai moral yang luhur, dan komitmen melalui hubungan-hubungan kontraktual dan menyampaikan tujuan-tujuan individu di balik tujuan-tujuan instrumental, dan (4) Tipe membina kepercayaan (enforceable trust), bahwa institusi formal dan kelompok-kelompok partikelir menggunakan mekanisme yang berbeda untuk menjamin pemenuhan kebutuhan. (Woolcock 1998: 161 dalam Nasdian dan Utomo, 2005).

Keempat tipe modal sosial di atas selalu terkait dengan penggunaan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat untuk mencapai tujuan tertentu dan bersifat timbal balik. Sumber dari modal sosial itu dapat bersifat consummatory, yaitu nilai-nilai sosial budaya dasar dan solidaritas sosial, dan dapat pula bersifat instrumental, yaitu pertukaran yang saling menguntungkan dan rasa saling percaya (Portes, 1998: 8 )

Menurut Putman dan Fukuyama Webstarmaster (1998: 6) konsep modal sosial tidak saja diterapkan pada tingkat individu, tetapi juga pada kelompok, komunitas bahkan nasional. Komunitas membangun modal sosial melalui pengembangan hubungan-hubungan aktif, partisipasi demokrasi dan penguatan pemilikan komunitas dan kepercayaan. Sumber-sumber modal sosial itu muncul dalam bentuk tanggung jawab dan harapan-harapan yang tergantung pada kepercayaan dari lingkungan sosial, kemampuan aliran informasi dalam struktur sosial dan norma-norma yang disertai sanksi (Coleman, 1998 dalam Dasgupta dan Serageldin, 1999: 13).

Selanjutnya Portes (1998) menyatakan bahwa modal sosial memiliki konsekuensi positif dan konsekuensi negatif. Konsekuensi positif: berupa pengawasan sosial, sumber dukungan bagi keluarga, dan sumber manfaat sosial ekonomi melalui jaringan sosial luar. Sedangkan konsekuensi negatif berupa pembatasan peluang bagi pihak lain (ekslusifitas), pembatasan kebebasan individu, klaim berlebihan atas keanggotaan kelompok dan penyamarataan norma bagi semua anggota (konformitas).

Dalam uraian Woolcock (1998) dalam Nasdian dan Utomo (2005) selanjutnya konsep modal sosial menjangkau aspek yang lebih luas sehingga dapat mengatasi konsekuensi-konsekuensi negatif yang dimaksudkan oleh Portes, dengan apa yang disebut sebagai ”embeddenes”(kerekatan) dan ”aoutonomy” (otonomi) yang mencakup

(32)

tingkat mikro dan tingkat makro. Kerekatan pada tingkat mikro merujuk pada ikatan-ikatan intra komunitas dan pada tingkat makro merujuk pada hubungan negara dan masyarakat. Otonomi pada tingkat mikro merujuk pada jaringan antar komunitas, dan tingkat makro merujuk pada pengembangan kapasitas dan kredibilitas (Woolcock, 1998 dalam Nasdian dan Utomo, 2005). Berdasarkan uraian di atas maka analisis modal sosial dapat digunakan untuk menjelaskan konteks kehidupan masyarakat secara holistik dalam perspektif jaringan baik secara horisontal maupun secara vertikal

Kerangka Pemikiran Kajian

Program Pengembangan Kecamatan merupakan program pemerintah yang bertujuan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan dan meningkatkan kemampuan kelembagaan masyarakat dan aparat melalui pemberian modal usaha untuk pengembangan kegiatan usaha produktif dan pembangunan sarana prasarana yang mendukung kegiatan ekonomi pedesaan. Dalam pelaksanaannya PPK menggunakan mekanisme perencanaan pembangunan bertahap dari melalui Musyawarah Dusun (Musdus), Musyawarah Desa (Musdes) dan Musyawarah Antar Desa (MAD) di tingkat kecamatan. Dengan demikian, program ini memberikan kekuasaan dalam penyaluran dana dan perencanaan serta proses pengambilan keputusan secara langsung di tangan masyarakat. Berhasil dan tidak nya PPK akan dipengaruhi oleh efektivitas kelompok.

Efektivitas kelompok diukur dari sejauh mana kelompok dapat mencapai tujuannya, hal ini akan dilihat dari prinsip-prinsip kerja sama yang efektif yakni ;

1. Suasana kelompok. 2. Kepemimpinan bergilir. 3. Perumusan tujuan. 4. Fleksibilitas. 5. Mufakat. 6. Kesadaran kelompok. 7. Penilaian yang kontinyu.

Kinerja kelompok yang terdiri dari kinerja pengurus dan anggota akan mempengruhi efektivitas kelompok. Penilaian kinerja merupakan suatu cara untuk mengukur kontribusi individu anggota terhadap organisasinya. Hal ini akan dilihat dari : 1. Gaya kepemimpinan ketua

(33)

2. Motivasi kerja 3. Kohesi anggota 4. Interaksi anggota 5. Norrna kelompok

6. Sikap anggota terhadap keolompok

Sumberdaya manusia yang terdiri dari modal manusia dan modal sosial, akan memberikan gambaran kehidupan masyarakat secara umum, antara lain dilihat dari : 1. Jenis komunitasnya.

2. Ikatan solidaritas (gotong royong ).

3. Pertukaran timbal balik ( tolong menolong, sumbang menyumbang ). 4. Nilai luhur yang masih dipertahankan ( ketokohan dalam masyarakat).

5. Membina kepercayaan antar anggota masyarakat ( kejujuran, kesetiaan, keterbukaan). Semua itu mengarah pada keberhasilan PPK, yang akan di ukur dari ;

1. Prestasi individu dilihat dari adanya tambahan penghasilan dan kemampuan mengangsur.

2. Prestasi kelompok dilihat dari dinamika performa kelompok yang mengarah pada perkembangan kelompok.

3. Prestasi organisasi di lingkungan Tim Pelaksana Kegiatan Desa, dilihat dari semakin kecilnya jumlah tunggakan dan pengembangan sasaran

Secara sederhana kerangka pemikiran ini disajikan dalam gambar seperti tersebut di bawah ini :

(34)

Gambar 1 Bagan Kerangka Pemikiran Kajian

Keterangan ;

mempengaruhi

Kinerja kelompok

ƒ Gaya kepemimpinan ketua ƒ Motivasi kerja anggota ƒ Kohesi anggota ƒ Interaksi anggota ƒ Norma kelompok ƒ Sikap anggota terhadap

kelompok

Sumber Daya Manusia ( Modal Manusia dan Modal Sosial )

Efektivitas kelompok ƒ Suasana kelompok ƒ Kepemimpinan bergilir ƒ Perumusan tujuan ƒ Fleksibilitas ƒ Mufakat ƒ KesadaranKelompok Keberhasilan PPK ƒ Prestasi individu ƒ Prestasi kelompok ƒ Prestasi organisasi

(35)

METODE KAJIAN

Tipe Kajian

Tipe kajian dalam rancangan ini adalah Evaluasi sumatif yaitu menentukan efektivitas tindakan dan intervensi manusia (program, kebijakan, dan lain-lain); penilaian dan perumusan tentang tipe-tipe intervensi yang efektif dan kondisi untuk mencapai efektivitas tersebut (Sitorus dan Agusta, 2006). Evaluasi sumatif ini akan diterapkan untuk mengetahui efektivitas kelompok dalam mendukung keberhasilan Program Pengembangan Kecamatan di Desa Banjararum, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Aras Kajian

Kajian dirancang pada aras mikro, dengan pendekatan subyektif-mikro. Pendekatan subyektif mikro adalah mengkaji pandangan, keyakinan dan konstruksi realitas sosial. Pendekatan ini mensyaratkan adanya interaksi langsung antara peneliti dengan tineliti (Sitorus dan Agusta, 2005). Pada kajian ini pengkaji akan melakukan interaksi langsung dengan subyek kajian yaitu ketua dan anggota Tim Pelaksana Kegiatan Desa, pengurus dan anggota kelompok pemanfaat dana PPK yang berhasil dan yang kurang berhasil untuk mengetahui pandangan, keyakinan dan realitas masalah, yang dapat dipakai sebagai bahan untuk menyusun rancangan program peningkatan efektivitas kelompok dalam mendukung keberhasilan Program Pengembangan Kecamatan.

Strategi Kajian

Kajian dirancang dengan menggunakan studi kasus. Studi kasus adalah penerapan metode kerja penelitian untuk memperoleh pengetahuan/ pemahaman atas satu atau lebih kejadian / gejala sosial, merupakan studi aras mikro yang menyoroti satu atau lebih kasus terpilih (Sitorus dan Agusta, 2005). Studi kasus dalam kajian ini adalah menerapkan metode kerja eksplanasi untuk memahami permasalahan mendasar dalam kelompok pemanfaat dana PPK yang mencakup efektivitas kelompok.

(36)

Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Kajian

Lokasi kajian

Lokasi kajian adalah Desa Banjararum, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pertimbangan pengkaji memilih lokasi tersebut adalah;

1. Kecamatan Kalibawang merupakan salah satu kecamatan penerima dana PPK yang mendapat penilaian berhasil dari Bank Dunia.

2. Dana PPK dikelola dengan menggunakan sistem tanggung renteng melalui kelompok masyarakat yang sudah ada atau minimal sudah berjalan satu tahun.

3. Dalam pelaksanaannya, ada kelompok yang berhasil mengelola dana PPK dan tidak sedikit yang gagal.

4. Dilihat dari keadaan sosial ekonomi dan adat istiadatnya relatif sama yakni daerah pedesaan dengan pola hidup yang mengutamakan kebersamaan dan mempunyai ikatan emosional yang kuat karena saling mengenal dengan intens.

5. Dari empat desa yang terdapat di wilayah Kecamatan Kalibawang, Desa Banjararum merupakan salah satu desa dengan jumlah pedukuhan terbesar sehingga permasalahannya pun relatif banyak (mempunyai tunggakan terbesar).

6. Semua kondisi diatas sangat potensial untuk menyusun strategi peningkatan efektivitas kelompok dalam mendukung keberhasilan Program Pengembangan Kecamatan.

Waktu pelaksanaan kajian

Kajian dilaksanakan dari bulan juni 2007 sampai dengan Mei 2008 dengan tahapan kegiatan sebagai berikut : observasi, penyusunan proposal, kolokium, perbaikan proposal, persetujuan proposal oleh dosen pembimbing, kerja lapangan dalam rangka mengumpulkan data kajian dan penyusunan program, Analisis data dilakukan secara terus menerus selama kajian berlangsung, Penulisan laporan kajian, Seminar hasil kajian, Ujian akhir, perbaikan laporan, dan penggandaan laporan.

(37)

Penentuan Kasus Kajian

Untuk menggambarkan efektivitas kelompok akan dilihat dari : (1) Suasana kelompok ;(2) Kepemimpinan bergilir ; (3) Perumusan tujuan ; (4) Fleksibilitas ; (5) Mufakat ; (6) Kesadaran kelompok ; (7) Penilaian yang kontinu. Dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas kelompok akan dilihat dari : (1) Gaya kepemimpinan ketua kelompok ; (2) Motivasi kerja anggota ; (3) Kohesi anggota kelompok ; (4) Integrasi anggota kelompok ; (5) Norma kelompok ; (6) Sikap anggota terhadap kelompok. Serta keberhasilan Program Pengembangan Kecamatan akan dilihat dari ; (1) Prestasi individu ; (2) Prestasi kelompok ; (3) Prestasi organisasi.

Semua ini dilakukan perbandingan antara kelompok Usaha Bersama “Semangka” dan kelompok Rukun Tetangga ”78” guna mengetahui tingkat kefektifan masing – masing kelompok. Pemilihan dua kelompok tersebut, karena kedua kelompok mempunyai karakteristik yang berbeda yang disyaratkan dalam kerjasama yang efektif, selain itu meskipun kedua kelompok mendapatkan fasilitas yang sama, tetapi mempunyai efektivitas yang berbeda

Selanjutnya disusun program peningkatan efektivitas kelompok untuk mendukung keberhasilan Program Pengembangan Kecamatan bagi masing-masing kelompok.

Metode Pengumpulan Data Jenis Data

Data yang dikumpulkan dalam kajian ini meliputi : 1. Peta Sosial Desa Banjararum

2. Program Pengembangan Masyarakat (P2KP dan PPK) 3. Efektivitas kelompok Usaha Bersama “Semangka” dan

Rukun Tetangga “78” dalam mendukung keberhasilan Program Pengembangan Kecamatan (PPK)

4. Faktor–faktor yang mempengaruhi efektivitas kelompok Usaha Bersama “Semangka” dan kelompok Rukun Tetangga “78” dalam mendukung keberhasilan Program Pengembangan Kecamatan (PPK)

5. Strategi yang dapat dilakukan agar dapat meningkatkan efektivitas kelompok dalam mendukung keberhasilan Program Pengembangan Kecamatan

(38)

Sumber Data

Data dalam kajian bersumber dari :

1. Data primer : bersumber dari responden dan informan. Responden terdiri dari anggota, pengurus kelompok Usaha Bersama Semangka dan kelompok Rukun tetangga 78, anggota Tim Pelaksana Desa. Informan terdiri dari aparat desa, pengurus Unit pengelola kegiatan tingkat Kecamatan, ketua LPMD. Responden dan Informan tidak ditentukan jumlahnya, tetapi berpatokan pada kecukupan informasi tentang masalah kajian.

2. Data sekunder : bersumber dari dokumen Tim Pelaksana Kegiatan Desa, dokumen Desa (monografi desa) yang dapat mendukung kecukupan data

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam kajian adalah :

1. Studi dokumen, yaitu mempelajari data yang bersumber dari dokumen Unit Pengelola Kegiatan Kecamatan, Tim Pelaksana Kegiatan Desa, kelompok pemanfaat dana PPK, dan dokumen desa. Data yang dikumpulkan dari studi dokumen ini meliputi data tentang monografi desa, data administrasi Tim Pelaksana Kegiatan Desa dan kelompok pemanfaat dana PPK. Pedoman studi dokumen disajikan pada Lampiran 1. 2. Pengamatan berperan serta, yaitu melakukan pengamatan untuk mengumpulkan data

dengan berinteraksi sosial dengan subyek kajian dalam lingkungan subyek kajian. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui aktivitas pengurus dan anggota Tim Pelaksana Kegiatan Desa dan kelompok pemanfaat dana PPK dalam kegiatan rutinnya. Data yang dikumpulkan melalui pengamatan peran serta ini adalah kecakapan (ketrampilan) Tim Pelaksana Kegiatan Desa dan pengurus kelompok pemanfaat dana PPK dalam memberikan pelayanan, partisipasi pengurus dan anggota dalam setiap kegiatan. Pedoman pengamatan berperan serta tersaji di Lampiran 2. 3. Wawancara mendalam, yaitu mengumpulkan data dengan temu muka berulang antara

peneliti dengan responden dan informan dalam suasana kesetaraan, keakraban dan informal untuk memahami pandangan hidupnya, pengetahuan yang dimiliki, pengalaman-pengalamannya, motivasinya, dan faktor-faktor yang mempengaruhi

(39)

sikap dan perilakunya dalam pengelolaan dan pemanfaatan dana PPK melalui pendekatan kelompok.Pedoman wawancara tersaji pada Lampiran 3.

4. Diskusi Kelompok Terfokus (Focus Group Discussion) yaitu mengadakan diskusi secara sistematis dengan spesifik melibatkan, pengurus dan anggota Tim Pelaksana Kegiatan tingkat Desa, anggota kelompok pemanfaat dana PPK, aparat desa, aparat dusun, tokoh masyarakat untuk menyusun strategi peningkatan efektivitas kelompok dalam mendukung keberhasilan PPK. Pada diskusi ini, peneliti berperan sebagai fasilitator. Untuk mendukung kegiatan diskusi, pengkaji bekerjasama dengan orang yang dianggap mampu untuk membantu sebagai notulis. Pedoman diskusi tersaji pada Lampiran 4.

Secara lebih rinci, metode pengumpulan data disajikan pada Tabel 1

Tabel 1. Masalah, Topik, Sumber Data, Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data No Masalah Topik Sumber Data Teknik Instrumen

1 Peta Sosial Desa Banjar arum Gambaran lokasi Kependudukan Sistem ekonomi Stuktur komunitas Kelembagaan Dokumen desa Aparat desa Pengamatan lapangan Wawancara Studi dokumen Pedoman pengamatan lapangan Pedoman wawancara Pedoman studi dokumentasi 2 Evaluasi P2KP dan PPK Deskripsi pengelolaan proram P2KP dan PPK Dokumen BKM, Pengurus BKM, Tim Pelaksana Desa, Dokumen PPK Pengamatan lapangan Wawancara Studi dokumen Pedoman pengamatan lapangan Pedoman wawancara Pedoman studi Dokumentasi 3 Efektivitas kelompok Suasana kelompok Kepemimpinan bergilir Perumusan tujuan Fleksibilitas Mufakat Kesadaran kelompok Penilaian yang kontinyu Pengurus Anggota Pengamatan lapangan Wawancara Pedoman Pengamatan Lapangan Pedoman Wawancara 4 Faktor-faktor yang Gaya kepemimpinan Ketua kelompok Pengamatan lapangan Pedoman Pengamatan

(40)

mempenga ruhi efektivitas kelompok ketua kelompok Motivasi kerja anggota Kohesi anggota kelompok Integrasi anggota kelompok Norma kelompok Sikap anggota terhadap kelompok Bendahara kelompok Anggota Wawancara lapangan Pedoman wawancara 5 Strategi dalam mening katan efektivitas kelompok dalam mendukung keberhasil an PPK Identifikasi potensi Inventarissasi masalah Merancang strategi program peningkatan efektivitas kelompok Ketua kelompok Anggota Ketua LPMD Ketua Tim Pelaksana Kegiatan Desa Ketua Unit Pengelolaan Kegiatan Kecamatan Diskusi Kelompok Terfokus Pedoman Diskusi Analisis Data

Analisis data dilakukan secara kualitatif melalui tahapan sebagai berikut:

1. Reduksi data, yaitu melakukan katagori data. Kegiatan dalam reduksi data ini adalah pemilihan, pemilahan dan penyederhanaan data. Pengkaji menyeleksi data yang telah dikumpulkan, membuat ringkasan dan mengkategorikan data berdasarkan tujuannya. Hasil kategori data tentang permasalahan yang dikaji dijadikan konsep awal dalam diskusi kelompok. Selanjutnya dilakukan tukar pendapat dengan responden dan informan untuk memperoleh kategori data yang sesuai dengan kondisi nyata kelompok.

2. Penyajian data, yaitu mengkonstruksikan data dalam bentuk narasi dan grafik atau bagan, sehingga memudahkan dalam analisis masalah. Data yang telah dikategorisasi bersama masyarakat disajikan dalam bentuk bagan dalam diskusi kelompok.

3. Penarikan kesimpulan, yaitu menghubungkan suatu permasalahan dengan permasalahan lain secara kualitatif melalui diskusi, sehingga ditemukan permasalahan

(41)

yang sesuai dengan kondisi nyata kelompok. Alur penarikan kesimpulan dimulai dari analisis permasalahan pengelolaan dana PPK yang mencakup kinerja Tim Pelaksana Kegiatan Desa, kinerja kelompok pemanfaat dana PPK

4. Hubungan antara hasil analisis keempat aspek tersebut digunakan untuk memahami efektivitas kelompok dalam mendukung keberhasilan PPK yang meliputi aktivitas pencapaian tujuan, aktivitas memelihara kelompok secara internal, aktivitas mengubah dan mengembangkan cara peningkatan efektivitas kelompok.

5. Verifikasi kesimpulan, yaitu pengkaji meninjau kembali kesimpulan yang telah diperoleh, kemudian bertukar pendapat dengan responden dan informan.

Rancangan Penyusunan Program

Hasil penelitian lapangan tersebut dibahas melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan melibatkan pihak-pihak yang terkait dengan Program Pengembangan Kecamatan, untuk menyusun strategi penyelesaian masalah dengan mempertimbangkan potensi dan permasalahan yang ada. Berdasarkan hasil FGD, kemudian disusun program secara partisipatif.

(42)

PETA SOSIAL DESA BANJARARUM Gambaran Lokasi

Desa Banjararum merupakan satu dari empat desa yang berada di wilayah Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kondisi alam dengan permukaan tanah berbentuk dataran rendah dan sebagian berbentuk bukit, terletak pada ketinggian tanah dari permukaan air laut 300m. Curah hujan rata-rata pertahun 2340 milimeter dengan keadaan suhu udara rata-rata 20o – 30o celcius.

Secara geografis Desa Banjararum berbatasan dengan : 1. Sebelah utara : Desa Banjarasri, Kecamatan Kalibawang. 2. Sebelah timur : Sungai Progo.

3. Sebelah selatan : Desa Kembang, Kecamatan Nanggulan, Desa Pendowoharjo, KecamatanGirimulyo. 4. Sebelah barat : Desa Purwosari, Kecamatan Girimulyo dan Desa Banjarasri, Kecamatan Purwoharjo, serta Desa Sidoharjo, Kecamatan Samigaluh.

Pemerintahan Desa Banjararum membawahi 26 pedukuhan, 52 Rukun Warga dan 104 Rukun Tetangga dengan infrastruktur jalan yang telah menjangkau seluruh rumah penduduk yang menyebar di daerah perbukitan dan dataran rendah, sehingga dapat memudahkan mobilitas penduduk ke tempat-tempat pelayanan masyarakat.

Orbitasi ( Jarak dari Pusat Pemerintahan Desa )

1. Ke Pusat Pemerintahan Kecamatan : 7 km 2. Ke Ibu kota Kabupaten : 26 km 3. Ke Ibu kota Provinsi : 26 km

4. Ke Ibu kota Negara : 565 km

Letak Desa Banjararum termasuk strategis karena dilewati jalan yang menghubungkan wilayah DIY dan Jawa Tengah, yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana transpotasi

(43)

yang memadai. Kondisi tersebut menjadikan Desa Banjararum merupakan wilayah yang cocok untuk tempat usaha terutama di sepanjang jalan besar.

Luas wilayah Desa Banjararum 1163.8186 Ha, sebagian besar digunakan untuk persawahan, ladang, dan pemukiman. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Peruntukan Lahan Desa Banjararum Tahun 2006

No Peruntukan Lahan Luas (Ha) Persentase (%) 1 Pemukiman / Perumahan 499.0990 42,88 2 Sawah dan Ladang 582.5634 50,06 3 Jalan 18.7195 1,60 4 Bangunan Umum 1.0132 0,09 5 Pekuburan 10.0540 0,87 6 Lain - lain 52.3695 4,50

Jumlah 1163.8186 100

Sumber data ; Monografi desa Banjararum Tahun 2006

Berdasarkan data peruntukan lahan dapat diketahui bahwa 50,06 % dari luas wilayah difungsikan sebagai persawahan dan ladang, hal ini menunjukan bahwa desa Banjararum merupakan desa agraris, dimana sebagian masyarakatnya hidup dari mengolah lahan, untuk tanaman padi, semangka, cabe dan barbagai jenis tanaman lainnya, sehingga dengan adanya Program Pengembangan Kecamatan sangat membantu petani dalam hal pinjaman dana untuk modal pembelian sarana produksi, yang dilakukan melalui kelompoknya.

Kependudukan

Yang disebut penduduk bisa individu, anggota keluarga, anggota masyarakat, warga negara, himpunan kuantitatif ( agregat orang ) yang tinggal di suatu wilayah, sehingga akan terjadi hubungan-hubungan antar orang, terjadi perubahan (pertambahan dan atau pengurangan). Berdasarkan data yang diperoleh dari monografi desa Banjararum tahun 2006, jumlah penduduk desa Banjararum sampai dengan desember 2006 sebanyak 10.478 orang yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 4874 orang dan perempuan

(44)

berjumlah 5604 orang dengan 2832 kepala keluarga (kk), yang terdiri dari ; 2262 kepala keluarga laki-laki, dan 570 kepala keluarga perempuan

Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia kerja

Desa Banjararum mempunyai penduduk dengan usia kerja yang relatif banyak, karena keterbatasan dalam penyediaan lapangan kerja, maka tidak sedikit penduduk yang menganggur atau bermata pencaharian tidak tetap seperti buruh bangunan, buruh tani, dagang kecil-kecilan, dan kerja serabutan. Dengan adanya Program Pengembangan Kecamatan dapat membantu mereka dalam hal permodalan. Secara rinci komposisi penduduk berdasarkan usia kerja dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini :

Tabel.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia Kerja Desa Banjararum Th 2006

No. Kelompok Usia Kerja (tahun) Jumlah (orang) 1 10 – 14 241 2 15 -19 1006 3 20 – 26 1258 4 27 – 40 3252 5 41 – 56 2109 6 57 - keatas 1754

Sumber data: Monografi Desa Banjararum tahun 2006

Seperti kehidupan masyarakat desa pada umumnya, di desa Banjararum pengelompokan usia kerja penduduknya dimulai pada usia 10 tahun ke atas, hal ini disebabkan karena mata pencaharian penduduknya sebagian besar di sektor informal, sehingga sepanjang mereka sudah bisa mengerjakan pekerjaan yang mempunyai nilai ekonomis, mereka akan selalu melakukannya. Sehingga dapat dikatakan bahwa keluarga benar-benar sebagai unit produksi.

Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan penduduk akan berpengaruh terhadap jenis pekerjaan dan pendapatan penduduk, untuk mengetahui keanekaragaman tingkat pendidikan penduduk, dapat dilihat pada Tabel 4.

(45)

Tabel 4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan,Desa Banjararum,Tahun 2006

No Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%) Lulusan Pendidikan Umum

1. Tamat Sekolah Dasar 3309 34 2. Tamat SMP/SLTP 2749 28 3. Tamat SMA/SLTA 2798 29 4. Akademik /D1 – D3 444 5 5. Sarjana/ S1 – S3 324 4 Jumlah 9624 100 Lulusan Pendidikan khusus

1. Pondok Pesantren - 2. Madrasah 9

Sumber : Data Monografi desa Banjararum tahun 2006

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa penduduk Desa Banjararum mempunyai tingkat pendidikan yang relatif tinggi, meskipun untuk generasi tuanya masih ada yang lulusan Sekolah Dasar, sedang generasi mudanya sebagian besar berpendidikan menengah dan ada yang sampai pendidikan tinggi, Kemungkinan hal ini disebabkan karena letak Desa Banjararum yang relatif dekat dengan kota Yogyakarta yang menyediakan berbagai fasilitas pendidikan. Hal ini sangat potensial dalam mendukung Program Pengembangan Kecamatan, karena dalam pengelolaan dana PPK diperlukan orang-orang yang mudah menerima inovasi dalam berusaha, sehingga penduduk Desa Banjararum dapat melakukan berbagai usaha guna mendapat tambahan penghasilan.

Sistem Ekonomi

Faktor yang sangat berpengaruh terhadap sistem perekonomian suatu daerah adalah peran pemerintah daerah, swasta dan masyarakat itu sendiri. Ke tiga pilar ini apabila dapat bekerjasama secara sinergis akan menentukan keberhasilan perekonomian daerah tersebut. Kondisi sistem ekonomi di Desa Banjararum, dari unsur pemerintah dapat dikatakan sudah memberikan fasilitas berupa bantuan modal bergulir bagi masyarakat ekonomi lemah yang tergabung dalam kelompok- kelompok usaha seperti

Gambar

Gambar 1  Bagan Kerangka Pemikiran Kajian
Tabel 1. Masalah, Topik, Sumber Data, Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data  No Masalah              Topik  Sumber Data     Teknik  Instrumen
Tabel 2 Peruntukan Lahan Desa Banjararum Tahun 2006
Tabel 4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan,Desa  Banjararum,Tahun 2006
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perusahaan yang memiliki nilai keseluruhan aset dalam jumlah yang tinggi akan berpengaruh dengan menimbulkan efek pada arus kas yang membuat arus kas tersebut positif

Berdasarkan hasil penelitian dari 63 ibu rumah tangga yang mengalami keputihan patologi sebanyak 8 (36,7%) dan tidak melakukan perilaku eksternal douching vagina

merebut pasar internasional dengan memperkenalkan produk-produk koperasi dan UMKM melalui etalase dagang atau berbagai bentuk pameran berskala internasional. Hendaknya disadari

Dua pertiga jatah darah serebral dialirkan ke sebagian besar serebrum dan diensefalon melalui sistem karotis; dan sepertiga sisanya dialirkan ke medula oblongata, pons, otak tengah,

Dalam konteks ini j isu-isu penting yang relevan akan turut dibincangkan termasuklah persoalan tentang faktor yang telah mempengaruhi kemunculan tradisi pensejarahan

Pandangan masyarakat dan keluarga TKW Pengurus dan anggota kelompok, pendamping kelompok, aparat Desa, Toma, Tomas, anggota masyarakat dan Keluarga TKW Wawancara

dengan lebih banyak masyarakat Indonesia yang beradaptasi dengan “new normal” dengan bekerja dan belajar dari rumah Pemerintah kemungkinan menjalankan kembali proyek pembangunan

Pendidikan inklusi merupakan perkembangan terkini dari model pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Pendidikan inklusi diartikan dengan memasukkan anak berkebutuhan