• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buku PNPK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Buku PNPK"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

I K A T A N D O K T E R A N A K I N D O N E S I A 2 0 1 6 P E D O M A N N A S I O N A L P E L A Y A N A N K E D O K T E R I K A T A N D O K T E R A N A K I N D O N E S I A

D

i

a

g

n

o

s

i

s

d

an

T

a

t

a

L

ak

s

an

a

S

e

p

s

i

s

p

a

d

a

A

n

ak

(2)

PEDOMAN N

PEDOMAN N ASIONAL

ASIONAL PELA

PELAY

YANAN KE

ANAN KE DOKTER

DOKTER AN

AN

IKA

IKAT

TAN DOK

AN DOK TER AN

TER AN AK INDO

AK INDO NESIA

NESIA

Diagnos

Diagnosis

is dan T

dan Tata L

ata Laksana

aksana

Sepsis pada Anak

Sepsis pada Anak

UNIT KERJA KOORDINASI UNIT KERJA KOORDINASI EMERGENSI

EMERGENSI DAN RAWDAN RAWAAT INTT INTENSIF ENSIF ANAKANAK INFEKSI

INFEKSI DAN PENYDAN PENYAKIT TROPIKAKIT TROPIK Penyunting

Sri Rezeki S. Hadinegoro Alex Chairulfatah

Abdul Latief, Antonius H.Pudjiadi Ririe Fachrina Malisie

(3)

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang memperbanyak, mencetak, dan menerbitkan sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara dan bentuk apa pun juga tanpa seizin penulis dan penerbit

Cetakan Pertama 2016

Penerbit Badan Penerbit IDAI ISBN ………

(4)

Daftar

Daftar Kontrib

Kontributor

utor

1. Prof. DR. Dr. Sri Rezeki S. Hadinegoro, Sp.A(K) 2. Prof. Dr. Alex Chairulfatah, Sp.A(K)

3. Dr. Abdul Latief, Sp.A(K)

4. Dr. Antonius H. Pudjiadi, Sp.A(K) 5. Dr. Mulya Karyanti, Sp.A(K)

6. DR. Dr. Djatnika Setiabudi, Sp.A(K), MCTM(TropPaed) 7. DR. Dr. Dadang Hudaya Somasetia, Sp.A(K)

8. Dr. MM DEAH Haspsari, Sp.A(K) 9. DR. Dr. Ririe F. Malisie, Sp.A(K) 10. Dr. Anggraini Alam, Sp.A(K) 11. DR. Dr. Rismala Dewi, Sp.A(K)

12. Dr. Dominicus Husada, Sp.A(K), DTM&H, MCTM(TP) 13. Dr. Kiki Madiapermana Kustiman Samsi, Sp.A(K), M.Kes 14. Dr. Irene Yuniar, Sp.A(K)

15. Dr. Saptadi Yuliarto, Sp.A(K) 16. Dr. Yogi Prawira, Sp.A

(5)
(6)

Kata Pengantar

Kata Pengantar

UKK Emergensi dan R

UKK Emergensi dan Rawa

awat Intensif Anak

t Intensif Anak

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Puji syukur disampaikan kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas keberhasilan team Unit Kerja Koordinasi Emergensi dan Rawat Intensif Anak (ERIA) Ikatan Dokter Anak Indonesia yang telah berhasil menyusun buku rekomendasi diagnosis dan tata laksana sepsis pada anak.

Sepsis berat dan syok sepsis merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas (60%) anak yang dirawat di ruang rawat intensif anak. Upaya para pakar internasional untuk menurunkan mortalitas sepsis berat dan syok sepsis terangkum dalam !"#$%$%&' !)*+%+ ,-.*-%'& yang berisi panduan tata laksana sepsis berdasar kedokteran berbasis bukti. Untuk anak dibuat pembahasan khusus karena ada perbedaan antara anak dan dewasa. Hasil penelitian sepsis terus muncul secara dinamis sampai ke teknologi nano.

Sarana pelayanan kesehatan dan keterampilan petugas kesehatan untuk melakukan tata laksana sepsis di Indonesia masih terbatas dan beragam, sedangkan tata laksana sepsis dari pedoman +"#$%$%&' +)*+%+ /-.*-%'& berbasis teknologi negara maju dan penelitian sepsis terbaru sangat dinamis dan progresif sehingga aplikasinya harus disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Supaya buku rekomendasi ini bisa diaplikasikan eksibel sesuai dengan sarana kesehatan dan keterampilan petugas kesehatannya, proses pembuatan buku ini melibatkan praktisi pelayanan emergensi dan rawat intensif anak dan sejawat dari unit kerja koordinasi infeksi dan penyakit tropik IDAI.

(7)

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut membantu terbitnya buku rekomendasi diagnosis dan tata laksana sepsis pada anak. Semoga buku ini dapat dipergunakan secara luas dan eksibel di berbagai strata pelayanan kesehatan Indonesia untuk menurunkan mortalitas sepsis pada anak Indonesia.

DR. Dr. Dadang Hudaya Somasetia, Sp.A(K) Ketua UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak

(8)

Kata Pengantar

Kata Pengantar

UKK Infeksi dan Penyakit Tropik

UKK Infeksi dan Penyakit Tropik

Salam sejahtera dari UKK Infeksi dan Penyakit Tropik

Kewaspadaan akan kejadian sepsis yang dapat meningkatkan mortalitas memerlukan kemampuan deteksi dini dan tatalaksana segera. Sepsis merupakan kondisi biologis yang sangat kompleks dan memerlukan pemeriksaan tepat untuk melakukan identi kasi disfungsi organ dengan segera dan tatalaksana dengan menggunakan bundle sepsis, yg secara empirik mikroorganisme penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti.

Pada awal penegakkan sepsis, respons in amasi menjadi perhatian utama namun de nisi terbaru tahun 2016, titik berat sepsis adalah disfungsi organ akibat infeksi.

Penegakkan diagnosis infeksi yang menyebabkan disregulasi respons pejamu sehingga akhirnya terjadi disfungsi organ (sepsis) menjadi penting agar sumber penyebab sepsis dapat dieradikasi melalui emberian antibiotik, antifungal, antiviral, maupun antiparasit, yang merupakan salah satu bundle penting dalam tatalaksana sepsis. Berdasarkan penelitian di PICU, 100% pasien syok sepsis mendapatkan antibiotik sejalan dengan pemberian resusitasi cairan. Pada kasus sepsis akibat infeksi bakterial, terdapat perbedaan prinsip penggunaan antibiotik. Pada sepsis akibat infeksi bakterial pemberian antibiotik secara deekskalasi. Dalam hal ini perlu kejelian dalam pemilihan jenis antibiotik empirik dan kemampuan untuk mengganti segera dengan antibiotik de nitif berdasarkan klinis dan hasil pemeriksaan penunjang (kultur dan resistensi). Kemampuan tersebut merupakan bagian penting dalam pemberian antibiotik secara bijaksana. Deekskalasi antibiotik pada penanganan sepsis dan melakukan prinsip pencegahan & pengendalian infeksi (PPI) sangat penting dalam mencegah resistensi antimikroba di Rumah Sakit. Oleh karena itu, kerjasama Unit Kerja Koordinasi Emergensi Dan Rawat Intensif Anak dengan Infeksi dan Penyakit Tropik Ikatan Dokter Anak Indonesia menjadi penting dalam penanganan pasien dengan sepsis.

(9)

Kami sangat berterima kasih kepada Unit Kerja Koordinasi Emergensi Dan Rawat Intensif Anak dan mendapat kehormatan untuk bersama membuat Konsensus Diagnosis dan Tatalaksana Sepsis pada Anak yang pada akhirnya akan dipersembahkan untuk pelayanan kesehatan anak terutama yang memerlukan perawatan intensif.

Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada semua pihak yang mendukung terbitnya Konsensus ini. Semoga kerjasama dengan Unit Kerja Koordinasi Emergensi Dan Rawat Intensif Anak dapat berlangsung terus dalam memberikan kontribusi terbaik untuk Ikatan Dokter Anak Indonesia dan anak Indonesia pada umumnya.

Dr. MM DEAH Hapsari, Sp.A(K) Ketua UKK Infeksi dan Penyakit Tropik

(10)

Kata Pengantar

Kata Pengantar

Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak

Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak

Indonesia

Indonesia

Salam sejahtera dari Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia

Pertama-tama kami mengucapkan selamat kepada Unit Kerja Koordinasi (UKK) Emergensi dan Rawat Intensif Anak (ERIA) dan Unit Kerja Koordinasi Infeksi dan Penyakit Tropik Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang telah menerbitkan ‘Konsensus dan Panduan Nasional Praktik Klinis – Diagnosis dan Tata Laksana Sepsis Pada Anak’. Buku panduan yang disusun oleh organisasi profesi sangat dibutuhkan oleh para praktisi kesehatan agar dapat memberikan pelayanan kesehatan secara optimal, khususnya pada anak penderita sepsis. Oleh karena itu, kami sangat menghargai upaya UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak IDAI untuk menerbitkan buku panduan ini, karena tidaklah mudah menyusun suatu panduan diagnosis dan tata laksana sepsis pada anak, untuk diaplikasi di pusat pelayanan kesehatan di wilayah Indonesia. Buku ini disusun agar setiap pusat pelayanan kesehatan mempunyai acuan pendekatan diagnostik dan tata laksana sepsis pada pasien anak.

Sepsis adalah salah satu tantangan terbesar bagi sejawat yang bekerja di bidang Emergensi dan Rawat Intensif Anak, oleh karena mortalitasnya yang tinggi. Upaya internasional untuk menurunkan mortalitas sepsis berat dan syok septik terangkum dalam+"#$%$%&' +)*+%+ /-.*-%'&, yang berisi panduan tatalaksana sepsis berdasar )$%0)&/) 1-+)0 .)0%/%&). Karena beberapa perbedaan antara anak dan dewasa, dengan)$%0)&/) yang berbeda pula, maka dalam panduan tersebut kelompok anak di letakkan dalam bab tersendiri yaitu *)0%-2#%/ /3&+%0)#-2%3&.

Mortalitas sepsis pada anak di Indonesia masih tinggi. Namun demikian tatalaksana sepsis sesuai pedoman+"#$%$%&' +)*+%+ /-.*-%'& tidak mudah dilakukan, antara lain karena fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia

(11)

yang amat beragam. Pada bulan Maret 2010, UKK Pediatri Gawat Darurat (PGD) telah menerbitkan rekomendasi diagnosis dan tatalaksana sepsis pada anak. Saat ini, UKK PGD yang berganti nama menjadi Emergensi dan Rawat Intensif Anak (ERIA) melakukan revisi dan penyempurnaan berdasarkan perkembangan terkini dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Proses pembuatan Konsensus dan PNPK ini, melibatkan para praktisi dari seluruh pusat pendidikan dan pelayanan intensif anak di Indonesia.

Oleh karena itu, kami menghimbau kepada semua anggota IDAI untuk menjadikan Konsensus dan PNPK ini sebagai acuan dalam menyusun Panduan Praktik Klinik (PPK) di tempat kerjanya.

DR. Dr. Aman Pulungan, SpA(K) Ketua Umum PP IDAI

(12)

Daftar Isi

Daftar Isi

Daftar Kontributor ... iii

Kata Pengantar UKK Emergensi dan Rawat Intensif Anak ...v

Kata Pengantar UKK Infeksi dan Penyakit Tropik ...vii

Kata Pengantar Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia ...ix

1. Pendahuluan ...1 2. De nisi ...1 3. Epidemiologi ...1 4. Etiologi ...2 5. Penegakan diagnosis ...4 5.1 Kecurigaan Infeksi ...5

5.2 Kecurigaan disfungsi organ ...8

5.3.2 Kriteria Disfungsi Organ ...8

6. Tata laksana ...8

7. Tata laksana Infeksi ...9

7.1. Antibiotik ... 9

7.1.1. Antibiotik Kombinasi ...10

7.1.2 Anti-jamur ... 13

(13)

7.2.1 Pernapasan ...15

7.2.2 Ventilasi non-invasif ...17

7.2.3 Ventilasi mekanik invasif ...18

7.2.4 Resusitasi cairan dan tata laksana hemodinamik ...20

7.2.5.1 Transfusi packed red cell ... 23

7.2.5.2 Transfusi konsentrat trombosit ...23

7.2.5.3 Transfusi plasma ...24

7.2.6 Kortikosteroid ... 24

7.2.7 Kontrol glikemik ...24

7.2.8 Nutrisi ... 25

7.2.9 Menghilangkan sumber infeksi ... 25

8. Tindak lanjut ...25

8.1 Evaluasi Penggunaan Antibiotik dan Anti-jamur ... 25

8.2 Evaluasi Disfungsi Organ dan Prognosis ...29

LAMPIRAN 1. Tanda-tanda vital normal pada anak ... 35

2. Kriteria risiko pediatric acute respiratory distress syndrome ... 36

3. Kriteria pediatric acute respiratory ... 37

4. distress syndrome (PARDS) ... 37

5. Pediatric logistic organ dysfunction (Pelod) 2 ... 38 6. Kriteria cedera ginjal akut dengan P-ri e """""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""" #$

(14)

7. Skor kandida """""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""""" %&

8. Daftar rujukan kadar PCT berdasarkan mikroorganisme ... 41

9. Rekomendasi terapi antibiotik untuk infeksi kulit dan jaringan lunak akibat staphylococcus dan streptococcus ...42

10. Rekomendasi untuk infeksi nekrotik pada kulit dan jaringan lunak ... 44

11. Rekomendasi Antibiotikuntuk Infeksi Intra-abdominal Komplikata pada Anak ... 45

12. Etiologi pneumonia anak ... 46

13. Terapi antibiotik empiris CAP ... 47

14. Tabel . Terapi antribiotik CAP sesuai etiologi ... 48

15. Tabel pengambilan darah pada anak ... 51

(15)
(16)

1. Pendahuluan

1. Pendahuluan

Sepsis dan syok septik merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas (50-60%) anak yang dirawat di ruang rawat inap dan ruang rawat intensif. Angka kematian lebih tinggi pada anak dengan imunode siensi.1-3

Diagnosis sepsis dengan menggunakan de nisi tahun 2001 pada !"#$%$%&' +)*+%+ /-.*-%'& (SSC) terlalu sensitif (sensitivitas 96,9%) dan kurang spesi k (spesi tas 58,3%)4 sehingga mengakibatkan tingginya

resistensi antibiotika, serta tingginya penggunaan antibiotika, sarana dan prasarana.

Untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas sepsis, serta ketidaktepatan penggunaan antibiotika, sarana, dan prasarana, perlu disusun suatu panduan nasional praktek klinis sepsis pada bayi dan anak di Indonesia sesuai dengan fasilitas kesehatan yang tersedia.

2. De

2. De nisi

nisi

Sepsis adalah disfungsi organ yang mengancam kehidupan (life-threatening organ dysfunction) yang disebabkan oleh disregulasi imun terhadap infeksi.

Penjelasan Penjelasan

Sepsis diawali oleh proses infeksi. Hal ini yang membedakan dengan in amasi sistemik steril, akibat trauma, luka bakar, atau pankreatitis. Infeksi dapat menimbulkan sepsis yang ditandai dengan disfungsi organ akibat disregulasi respon imun.5 Pada pasien yang mempunyai penyakit dasar dengan gagal

organ ( *#)4)5%+2%&' 0%+)-+)+), misalnya: gagal ginjal, gagal hati, atau displasia bronkopulmonal, de nisi disfungsi organ adalah perburukan dari kondisi sebelumnya atau adanya disfungsi organ yang lain.

3. Epidemiologi

3. Epidemiologi

Insiden sepsis lebih tinggi pada kelompok neonatus dan bayi <1 tahun dibandingkan dengan usia >1-18 tahun (9,7 versus 0,23 kasus per 1000 anak). Pasien sepsis berat, sebagian besar berasal dari infeksi saluran nafas

(17)

(36-42%), bakteremia, dan infeksi saluran kemih. Di unit perawatan intensif anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), sejumlah 19,3% dari 502 pasien anak yang dirawat mengalami sepsis dengan angka mortalitas 54%.

(uwie 2016) Sepsis berat lebih sering dialami anak dengan komorbi ditas yang mengakibatkan penurunan sistem imunitas seperti keganasan, transplantasi, penyakit respirasi kronis dan defek jantung bawaan.1,2,6

Penelitian!)*+%+ 6#)$-7)&/) 8"2/3.)+ -&0 9:)#-*%)+ (SPROUT) pada tahun 2015 mengumpulkan data PICU dari 26 negara, memperoleh data penurunan prevalensi global sepsis berat (,-+) ;-2-7%2< =-2)) dari 10,3% menjadi 8,9% (95%IK; 7,6-8,9%). Usia rerata penderita sepsis berat 3,0 tahun (0,7-11,0), infeksi terbanyak terdapat pada sistem respirasi (40%) dan 67% kasus mengalami disfungsi multi organ. Angka kematian selama perawatan di rumah sakit sebesar 25% dan tidak terdapat perbedaan mortalitas antara PICU di negara berkembang dan negara maju.7

Insidens syok septik dan sepsis berat meningkat dalam 30-40 tahun terakhir. Angka kejadian sepsis berat di Amerika Serikat adalah 0,56 kasus per 1000 populasi per tahun. Insidens paling tinggi terdapat pada kelompok usia bayi (5,16 kasus per 1000 populasi per tahun) dan menurun dengan tajam pada kelompok usia 10-14 tahun (0,2 kasus per 1000 populasi per tahun). Lebih dari 4300 kematian pertahun atau sekitar 7% dari total kematian pada anak disebabkan oleh sepsis berat.6

4. Etiologi

4. Etiologi

Sepsis disebabkan oleh respon imun yang dipicu oleh infeksi.3,5 Bakteri

merupakan penyebab infeksi yang paling sering, tetapi dapat pula berasal dari jamur, virus, atau parasit.3 Respon imun terhadap bakteri dapat

menyebabkan disfungsi organ atau sepsis dan syok septik dengan angka mortalitas relatif tinggi. Organ tersering yang merupakan infeksi primer, adalah paru-paru, otak, saluran kemih, kulit, dan abdomen. Faktor risiko terjadinya sepsis antara lain usia sangat muda, kelemahan sistem imun seperti pada pasien keganasan dan diabetes melitus, trauma, atau luka bakar mayor.

“Sepsis Questions and Answers”. cdc.gov. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). May 22, 2014. Retrieved 28 November 2014.

(18)

Jui, Jonathan (2011). “Ch. 146: Septic Shock”. In Tintinalli, Judith E.; Stapczynski, J. Stephan; Ma, O. John; Cline, David M.; et al. Tintinalli’s Emergency Medicine: A

Comprehensive Study Guide (7th ed.). New York: McGraw-Hill. pp.1003–14.

Deutschman, CS; Tracey, KJ (April 2014). “Sepsis: Current dogma and new perspectives”. Immunity 40 (4): 463–75.

‘’Mikroorganisme patogen penyebab sepsis, sangat tergantung pada usia dan respons tubuh terhadap infeksi itu sendiri (tabel 1 dan 2).2,6

T

Tabel 1. Mikroorganisme patogen penyebab sepsis pada anak sesuai abel 1. Mikroorganisme patogen penyebab sepsis pada anak sesuai usiausia

Bayi dan anak di komunitas

Streptococcus pneumonia merupakan penyebab utama infeksi bakterial invasif Neisseria meningitidis

Staphylococcus aureus dan Streptokokus grup A, pada anak sehat Haemophilus in uenzae tipe B

Bordetella pertussis (terutama pada bayi sebelum vaksinasi dasar lengkap) Bayi dan anak di rumah sakit

Sesuai pola kuman di rumah sakit

Coagulase-negative Staphylococcus (akibat kateter vaskular) Methicillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA)

Organisme gram negatif: Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella, E.coli , dan Acinetobacter sp Asplenia fungsional/asplenik

Sepsis Salmonella (Salmonella osteomyelitis pada penyakit sickle cell ) Organisme berkapsul: Streptococcus pneumonia, Haemophilus in uenzae Organisme lain

Jamur (spesies Candida dan Aspergillus) dan virus (in uenza, respiratory syncytial virus, human metapneumovirus, varicella dan herpes simplex virus)

(19)

T

Tabel 2. Jenis organisme dan hubungannya dengan morabel 2. Jenis organisme dan hubungannya dengan mortalitas di rumah saktalitas di rumah sakitit

F

Frreekkuueennssi i bbiiaakkaan n ppoossiittiif f ((%%)) OOR R ((9955% % CCll))

Kuman gram positif 46.8

Staphylococcus aureus 20.5 0.8 (0.6 - 1.1) MRSA 10.2 1.8)1.3 (0.9 – Enterococcus 10.9 1.6 (1.1 2.3)– S. epidermidis 10.8 0.9 (0.7 1.2)– S. pneumoniae 4.1 0.8 (0.5 1.4)– Lain-lain 6.4 0.9 (0.7 1.2)–

Kuman gram negatif 62.2

Pseudomonas spesies 19.9 1.4 (1.2 – 1.6) Escherichia coli 16.0 0.9 (0.7 1.1)– Klebsiella spesies 12.7 1.0 (0.8 – 1.2) Acinobacter spesies 8.8 1.5 (1.2 – 2.0) Enterobacter 7.0 1.2 (0.9 – 1.6) Lain-lain 17.0 0.9 (0.7 1.3)– Anaerobes 4.5 0.9 (0.7 – 1.3) Bakteri lain 1.5 1.1 (0.6 2.0)– Jamur Candida 17.0 1.1 (0.9 1.3)– Aspergillus 1.4 1.7 (1.0 3.1)– Lain-lain 1.0 1.9 (1.0 3.8)– Parasit 0.7 1.3 3.3)(0.5 – Organisme lain 3.9 0.9 (0.6 1.3)–

Sumber infeksi primer juga berperan dalam menentukan mortalitas. Bakteremia (adanya bakteria dalam darah, belum terjadi disfungsi organ), endokarditis, dan infeksi saluran napas merupakan tiga sumber infeksi yang paling berkaitan dengan peningkatan risiko kematian pasien sepsis.

5. Penegakan diagnosis

5. Penegakan diagnosis

Diagnosis sepsis ditegakkan berdasarkan pada adanya: (1) Infeksi, meliputi (a) faktor predisposisi infeksi, (b) bukti infeksi yang sedang berlangsung, (c) respon in amasi; dan (2) tanda disfungsi/gagal organ.

Penjelasan

Langkah pertama penegakan diagnosis sepsis adalah identi kasi faktor predisposisi infeksi, mencakup: usia, status nutrisi, status imunisasi, komorbiditas (asplenia, penyakit kronis, transplantasi, keganasan, kelainan

(20)

bawaan), dan riwayat terapi (steroid, antibiotika, tindakan invasif).8,9

Langkah berikutnya adalah membuktikan infeksi dan reaksi in amasi secara klinis dan pemeriksaan penunjang. Langkah terakhir adalah membuktikan adanya tanda disfungsi/gagal organ. Alur penegakan diagnosis sepsis tertera pada gambar 1.

5.1 Kecurigaan Infeksi 5.1 Kecurigaan Infeksi

Kecurigaan infeksi didasarkan pada predisposisi infeksi, tanda infeksi, dan reaksi in amasi.

Penjelasan

Faktor-faktor predisposisi infeksi, meliputi: faktor genetik, usia, status nutrisi, status imunisasi, komorbiditas (asplenia, penyakit kronis, transplantasi, keganasan, kelainan bawaan), dan riwayat terapi (steroid, antibiotika, tindakan invasif ).

Pembuktian infeksi berdasarkan pemeriksaan klinis dan laboratoris. Secara klinis ditandai oleh demam atau hipotermia, atau adanya fokus infeksi. Secara laboratoris, digunakan penanda (1%3.-#>)# ) infeksi: pemeriksaan darah tepi (lekosit, trombosit, rasio netro l:limfosit, shift to the left), pemeriksaan morfologi darah tepi (granula toksik, Dohle body, dan vakuola dalam sitoplasma memiliki tinggi sensitivitas 80% untuk memprediksi

Gambar 1.

Gambar 1. Alur penegakan diagnosis sepsis

"# $#%&'( )*+&,# &(-'.%&

!"#$%$& (%&$( /&%-*(,%& 0+,#( 1.0+ $234562 ≥11 (atau ≥7 untuk RS 7&8' 96:; 12$1<1

=#%&> )*+&,# %'8%&%

"# ?&/#. "# 4@%'+A#%&B 'A#C*#%& *C#(, .'D*(,.&(#( %'8%&% ?&/#. 4@%'+A#%&B 'A#C*#%& *C#(, .'D*(,.&(#( %'8%&% ?&/#.

(21)

infeksi),/4#)-/2%$) *#32)%&(CRP), dan prokalsitonin, dengan pemeriksaan berkala/berulang sesuai dengan keputusan klinisi dan ketersediaan fasilitas pelayanan di tiap rumah sakit. Sepsis memerlukan pembuktian adanya mikroorganisme yang dapat dilakukan melalui pemeriksaan apus Gram, hasil kultur (biakan), atau *37<.)#-+) /:-%& #)-/2%3&(PCR). Pencarian fokus infeksi lebih lanjut dilakukan dengan pemeriksan analisis urin, feses rutin, lumbal pungsi, dan pencitraan sesuai indikasi.

Respons in amasi tidak selalu disebabkan oleh penyakit infeksi. Secara klinis respon in amasi terdiri dari:

1. Demam (suhu inti >38,5°C atau suhu aksila >37,9°C) atau hipotermia (suhu inti <36°C).

2. Takikardia: rerata denyut jantung di atas normal sesuai usia tanpa adanya stimulus eksternal, obat kronis, atau nyeri; atau peningkatan denyut jantung yang tidak dapat dijelaskan lebih dari 0,5 sampai 4 jam (lampiran 1)

3. Bradikardia (pada anak <1 tahun): rerata denyut jantung di bawah normal sesuai usia tanpa adanya stimulus vagal eksternal, beta-blocker, atau penyakit jantung kongenital; atau penurunan denyut jantung yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari 0,5 jam (lampiran 1)

4. Takipneu: rerata frekuensi nafas di atas normal (lampiran 1)

Pada Tabel 4 memperlihatkan respon in amasi berdasarkan jumlah leukosit, CRP, transaminase serum, dan prokalsitonin (tabel 4).10-12

(22)

T

Tabel 4. Penanda biologis abel 4. Penanda biologis infeksi 10,13infeksi 10,13

Penanda Penanda biologis biologis

K

Keegguunnaaaan n KKeetteerrbbaattaassaan n CCuutt--ooff ValiditasValiditas Leukosit • Diagnosis untuk

infeksi dan sepsis

Keterbatasan: tidak spesi k untuk menunjuk-kan infeksi 0 hr–1 mgg : >34.000/mm3 1 mgg-1 bln : >19.500 atau <5.000/mm3 1 bln-1 thn : >17.500 atau <5.000/mm3 2-5 thn : >15.500 atau <6.000/mm3 6-12 thn : >13.500 atau <4.500/mm3 13-18 thn : >11.000 atau <4.500/mm3 Sensitivitas: 57,6% Spesi tas: 53,5% PPV: 55,2% NPV: 55,7%

Limfosit • Limfopenia

jukkan diagnosis bakteremia

Keterbatasan: dapat menurun pada infeksi virus, penyakit kritis, atau malnutrisi <1300 /uL Sensitivitas: 73,9% Spesi tas: 57,6% PPV: 63,6% NPV: 68,8% Rasio netro l : limfosit • Peningkatan rasio menunjukkan diagno-sis bakteremia Keterbatasan: dapat menurun pada infeksi virus, penyakit kritis, atau malnutrisi >10 Sensitivitas: 77,2% Spesi tas: 63,0% PPV: 67,6% NPV: 73,4% C-reactive protein (CRP) • Diagnosis untuk infeksi dan sepsis • Menentukan derajat

keparahan infeksi

Keterbatasan: kinetik lambat, tidak spesi k untuk menunjukkan infeksi (meningkat pada keadaan in amasi) 1,56–110 mg/L Sensitivitas: 43-90% (infeksi); 31-82% (sepsis) Spesi tas: 33-88% PPV: 31-100% NPV: 81-97% Prokalsitonin (PCT)

• Diagnosis dini sepsis • Faktor prognostik

(indikator perbaikan sepsis)

• Menentukan lama pemberian antibiotika

Keterbatasan: dapat me-ningkat pada penyakit non-infeksi (trauma be-rat, pasca henti jantung, pembedahan, karsinoma tiroid medular, penyakit autoimun) 0,3–8,05 ng/ml Sensitivitas: 74,8-100% Spesi tas: 70-100% PPV: 55-100% NPV: 56,3-100% Absolute Neutrophil Count (ANC) Transaminase serum PCT + CRP • Membedakan

infeksi bakteri, virus, dan jamur

Belum ada penelitian klinis Bakteri: CRP >10 mg/L; PCT >0,3 ng/mL Jamur: CRP 10-100 mg/L; PCT 0,3-2 ng/mL Virus: CRP <10mg/L; PCT <2 ng/mL

(23)

5.2 Kecurigaan disfungsi organ 5.2 Kecurigaan disfungsi organ

Kecurigaan adanya disfungsi organ (?-#&%&' +%'&+) bila ditemukan salah satu dari 3 tanda klinis: penurunan kesadaran (metode AVPU), gangguan kardiovaskular (penurunan kualitas nadi, perfusi perifer, atau tekanan arterial rerata), atau gangguan respirasi (peningkatan atau penurunan?3#> 3@ 1#)-2:%&', sianosis)

Penjelasan

Lima sistem organ yang mempunyai sensitivitas dan spesi tas baik (Sn: 97,4% dan Sp: 99,5%) sebagai penanda disfungsi organ adalah: kardiovaskular, respiratorik, hematologis, renal, dan hepatik (tabel 6).11,12 Dari lima sistem

tersebut, yang berhubungan kuat dengan mortalitas adalah sistem saraf pusat (R 2 = 0,48), respirasi (R 2 = 0,29), dan kardiovaskular (R 2 = 0,21).14

Maka upaya untuk deteksi dini sepsis, diperlukan ?-#&%&' +%'&+ yang meliputi gangguan saraf pusat, kardiovaskular, dan respirasi.

5.3.2 Kriteria Disfungsi Organ 5.3.2 Kriteria Disfungsi Organ

!"#$%&'#" )*'+& ,-."/%0" 1"#$%&'#" #"#0-, 2+*1")3+#2%.+*4 *-#/"*+5 #"4 6-,+0).)'"#4 #"#0-, #+*+$ /%#+04 1+& 6-/+0"27 !"#$%&'#" )*'+& 1"0-'+22+& 8-*1+#+*2+& #2)* 9:;<!5=7 !"+'&)#"# #-/#"# 1"0-'+25 kan bila skor ≥11 (atau ≥7).

Penjelasan

,"243@@disfungsi organ adalah skor PELOD-2 11 karena berkaitan dengan peningkatan mortalitas ≥30,5%. Namun, pada pusat kesehatan tipe B

atau C, yang tidak memiliki fasilitas pemeriksaan dan pelayanan lengkap, dan mengharuskan rujukan ke rumah sakit tipe A, /"243@@skor PELOD-2 adalah≥7 (risiko mortalitas7%). Hal ini untuk meningkatkan sensitivitas

diagnosis, mempercepat sistem rujukan, dan menekan mortalitas.

6. T

6. Tata l

ata laksana

aksana

Tatalaksana sepsis ditujukan pada penanggulangan infeksi dan disfungsi organ. Tatalaksana penyakit dengan penyebab spesi k seperti infeksi dengue

(24)

(0)&'") +:3/> +<&0#3.) dan )5*-&0)0 0)&'") +:3/> +<&0#3.)), malaria, tuberkulosis, pnemonia, meningitis, infeksi saluran kemih, demam tifoid, dan penyakit infeksi spesi k lain, menggunakan algoritme yang telah tersedia.

UKK IPT-IDAI. Pedoman diagnosis dan tatalaksana infeksi virus dengue pada anak. 2014 Kemenkes RI. Pedoman tata laksana malaria. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 5/2013. Kemenkes RI. Pedoman pengendalian demam tifoid. KMK No. 364. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 5/2014.

7. Tata laksana Infeksi

7. Tata laksana Infeksi

7.1. Antibiotik 7.1. Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik empirik sesuai dengan dugaan etiologi infeksi, diagnosis kerja yang telah ditegakkan, usia, dan predisposisi penyakit. Apabila penyebab sepsis belum jelas, antibiotik diberikan dalam 1 jam pertama sejak diduga sepsis, dengan sebelumnya dilakukan pemeriksaan kultur darah. Upaya awal terapi sepsis adalah dengan menggunakan antibiotik tunggal berspektrum luas. Setelah bakteri penyebab diketahui, terapi antibiotik de nitif diberikan sesuai pola kepekaan kuman.

Dellit TH, Owens RC, McGowan JE, et al. Infectious Diseases Society of America and the Society for Healthcare Epidemiology of America guidelines for developing an institutional

program to enhance antimicrobial stewardship. Clin Infect Dis 2007;44:159–77!

Simmons ML, Durham SH. Carter CW. Pharmacological management of pediatric patient with sepsis. Advanced Critical Care. 2012. Volume 23, Number 4, pp.437-448

Penjelasan

Antibiotika harus diberikan dalam 1 jam pertama karena berkaitan dengan penurunan kadar laktat serum dan waktu perbaikan syok yang lebih pendek. Sebaliknya, keterlambatan pemberian lebih dari 3 jam akan meningkatkan rasio odds mortalitas 4,8 kali setelah disesuaikan dengan derajat keparahan penyakit.15

Pemilihan antibiotika pada sepsis dengan penyebab yang belum jelas harus berdasarkan pada kecurigaan terhadap bakteri penyebab dan pola kepekaan. Usia dan domisili pasien, sindrom klinis, lama rawat di rumah

(25)

sakit, dan pemeriksaan penunjang dapat mengarahkan pada spesies bakteria tertentu (tabel 6). Jenis antibiotic berspektrum luas dan tunggal.

Boks 1. Prinsip Penggunaan Antibiotik Empirik pada Sepsis dengan Penyebab yang Belum Diketahui

Prinsip utama paradigma terapi empiris

Berikan pilihan antibiotik pertama secara efektif dan tepat

 Dasarkan pemilihan antibiotik, baik empiris maupun bertarget,

pada pengetahuan pola kepekaan lokal (antibiogram lokal)

 Optimalkan dosis dan rute pemberian antibiotik

 Berikan antibiotik tunggal, spektrum luas dengan durasi sesingkat

mungkin DAN

 Sesuaikan atau hentikan terapi antibiotik sedini mungkin untuk

mengurangi kemungkinan resistensi (de-eskalasi)

Masterton RG. Antibiotic de-escalation. Crit Care Clin 27 (2011) 149–162.

7.1.1. Antibiotik Kombinasi 7.1.1. Antibiotik Kombinasi

Apabila antibiotic diberikan kombinasi, maka harus dipertimbangkan kondisi klinis, usia, kemungkinan etiologi dan tempat terjadi infeksi, mikroorganisme penyebab, pola kuman di RS, predisposisi pasien, dan efek farmakologi dinamik serta kinetik obat.

Simmons ML, Durham SH. Carter CW. Pharmacological management of pediatric patient with sepsis. Advanced Critical Care. 2012. Volume 23, Number 4, pp.437-448 T

Tabel 2 : Pilihan Kombinasi Antibiotik abel 2 : Pilihan Kombinasi Antibiotik Empiris untuk sepsis pediatrik Empiris untuk sepsis pediatrik den-

den-gan penyebab yang belum diketahui gan penyebab yang belum diketahui

Extended-spectrum penicillina + aminoglikosidab

Sefalosporinc generasi ketiga atau keempat + aminoglikosidaa + vankomisin

(26)

a ampisilin-sulbaktam menjadi pilihan pertama extended-spectrum penicillin dalam terapi sepsis b oroquinolon dapat menggantikan aminoglikosida pada semua regimen di atas cSefalosporin generasi ketiga seftriakson tidak boleh digunakan ketika dicurigai atau terbukti adanya Pseudomonas

Catatan:

 Perhitungkan efek samping dan toksisitas obat dari pemberian antibiotik

kombinasi. Selanjutnya dilakukan evaluasi dan keputusan untuk melakukan deekskalasi

 Kebutuhan dosis antibiotik dapat disesuaikan untuk sepsis karena

farmakodinamik dan farmakokinetik berbagai antimikroba dapat berubah pada pasien kritis sehingga dosis biasa mungkin tidak adequat.

 Disfungsi organ, terutama ginjal, hemodialisis/hemo ltrasi, dapat

mempengaruhi distribusi dan klirens antibiotik, sehingga membutuhkan penyesuaian dosis.

McKenzie C. Antibiotic dosing in critical illness. J Antimicrob Chemother 2011;66 Suppl 2:ii25-31.

Taccone FS, Laterre PF, Dugernier T, et al. Insufficientβ-lactam concentrations in the early

phase of severe sepsis and septic shock. Crit Care 2010;14:R126. T

Tabel 4. Jenis Antibiotika abel 4. Jenis Antibiotika Empirik berdasarkan Kondisi Sepsis dan KemungkinanEmpirik berdasarkan Kondisi Sepsis dan Kemungkinan

mikroorganisme

mikroorganisme PenyPenyebabebab

K

Koonnddiissii JJeenniis AnAs nttiibbiioottiikka a ii..vv Infeksi komunitas (community acquired

infection)

Ampisilin-sulbactam, sefalosporin generasi III (sefotaxim, seftriaxon)

Infeksi rumah sakit (hospital acquired infec-tion)

Extended spectrum penicillin (ampisilin-sulbac-tam, piperacillin-tazobactam)/cefepime/car-bapenem; ditambah gentamisin, sipro oxasin, atau vankomisin (sesuai kasus)

Infeksi Sta lokokus koagulase negatif terkait

kateter vascular sentral Clindamycin, Vankomisin

Methicillin-resistance Staphylococcus aureus (MRSA)

Clindamycin, Vankomisin

Netropenia Lini I: Cefepime, Piperacillin-tazobactam,

me-ropenem

Lini II: Vankomisin, clindamycin, teikoplanin Sindrom syok toksik (Toxic shock syndrome)

Kondisi imunokompromais

vankomisin, linezolid, clindamycin Lihat lampiran

(27)

Simmons ML, Durham SH. Carter CW. Pharmacological management of pediatric patient with sepsis. Advanced Critical Care. 2012. Volume 23, Number 4, pp.437-448 Konsensus UKK Eria dan IPT, 2016

Berbagai jenis antibiotik beserta dosisnya dapat dilihat dalam Tabel 7 di bawah ini.

T

Tabel 7 abel 7 Pemberian Antibiotik pada TPemberian Antibiotik pada Tatalaksana Sepsisatalaksana Sepsis

O

Obbaat t GGeenneerriikk RRuuttee DDoossiis s AAnnttiibbiioottiik k Aminoglikosida

Amikasin IV, IM 15–20 mg/kg/hari dalam 1 dosis

Gentamisin IV, IM 5–7.5 mg/kg/hari dalam 1 dosis

Karbapenem Imipenem/Silas-tatin

IV, IM 60–100 mg/kg/hari dalam 4 dosis (dosis dewasa perhari 1-4 g)

Meropenem IV 60 mg/kg/hari dalam 3 dosis, untuk meningitis bakterial 120 mg/

kg/hari dalam 3 dosis) (dosis dewasa perhari 1,5-6 g)

Ertapenem IV, IM 30 mg/kg/hari dalam 2 dosis (dosis dewasa perhari 1 g)

Sefalosporin Sefalosporin

Sefazolin IV, IM 150 mg/kg/hari dalam 3 dosis (dosis dewasa perhari 4-6 g)

Sefepim IV, IM 100–150 mg/kg/hari dalam 2–3 dosis (dosis dewasa perhari 4-6 g)

Sefotaksim IV, IM 200–225 mg/kg/hari dalam 4 atau 6 dosis, untuk meningitis

bakte-rial dapat mencapai 300mg/kg (dosis dewasa perhari 8-12 g)

Seftazidim IV, IM 200 mg/kg/hari dalam 3 dosis (dosis dewasa perhari 3 g)

Seftriakson IV, IM 100 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis, untuk meningitis bakterial dan

pneumonia karena pneumokokus dosis diperbesar (dosis dewasa perhari 2-4 g)

Kloramfenikol IV 75–100 mg/kg/hari dalam 4 dosis (maksimal 2 g)

Klindamisin IM, IV 40 mg/kg/hari dalam 3–4 dosis (dosis dewasa perhari 1.8-2,7 g)

PO 30–40 mg/kg/hari dalam 3–4 dosis (dosis dewasa perhari 1.2-1,8 g) Fluorokuinolon

Fluorokuinolon

Sipro oksasin PO 30–40 mg/kg/hari dalam 2. Dosis (dosis dewasa perhari 1-1,5 g)

IV 20–30 mg/kg/hari dalam 2 dosis (maksimal 0,8-1,2 g)

Levo oksasin IV, PO 16–20 mg/kg/hari in 2 doses (dosis dewasa perhari 500–750 mg)

Makrolid Makrolid

Azitromisin IV 10 mg/kg/hari sehari sekali

Metronidazole Metronidazole

Metronidazole PO 30–50 mg/kg/hari dalam 3 dosis (dosis dewasa perhari 0.75-2,25 g)

IV 22.5–40 mg/kg/hari dalam 3 dosis (dosis dewasa perhari 1.5 g) Oxazolidinones

(28)

O

Obbaat t GGeenneerriikk RRuuttee DDoossiis s AAnnttiibbiioottiik k

Linezolid PO, IV Anak <12 tahun: 30 mg/kg/hari dalam 3 dosis, Anak >12 tahun 1200 mg/hari dalam 2 dosis

Penisilin Penisilin Spe-ktrum Luas ktrum Luas Amoksisilin asam klavulanat

PO Dosis 80-100 mg/kg/hari dalam 3 dosis diberikan dalam

melaku-kan deekskalasi antibiotik PO untuk infeksi invasif non OMA

Ampisilin IM, IV 200–400 mg/kg/hari dalam 4 dosis (dosis dewasa perhari 6-12 g)

Ampisilin sulbak-tam

IV 200 mg/kg/hari ampisilin dalam 4 dosis (dosis dewasa perhari 8 g) Piperasilin

tazo-baktam

IV Untuk anak > 9 bulan dosis 300 mg/kg/hari komponen piperacillin dalam 3 doses (dosis dewasa perhari 9-16 g)

Penisilin

Penisilin G IM, IV 200 000–300 000 U/kg/hari dalam 4–6 dosis (dosis dewasa perhari

12-24 juta U) Penisilin resisten

Penisilin resisten Penisilinase Penisilinase

Oksasilin/Nafsilin IM, IV 150–200 mg/kg/hari dalam 4–6 dosis (dosis dewasa perhari 6-12 g)

Dikloksasilin PO 100 mg/kg/hari dalam 4 dosis untuk deekskalasi infeksi

osteoarti-kular) Sulfonamid Sulfonamid Trimethoprim (TMP)- sulfa-methoxazole (SMX) dengan rasio 1:5

PO, IV 6–12 mg/kg/hari komponen TMP dalam 2 dosis (dosis dewasa perhari TMP 320 mg)

Tetrasiklin Tetrasiklin

Tetrasiklin PO 25–50 mg/kg/hari dalam 5 dosis (dosis dewasa perhari 1 g). Hanya

untuk usia >8 tahun

Doksisiklin PO, IV 4 mg/kg/hari, terbagi dalam 12 jam (maksimal 100 mg/dosis)

Vankomisin Vankomisin

Vankomisin IV 45–60 mg/kg/hari dalam 3-4 dosis 3–4 dosis (dosis dewasa perhari

2-4 g); membutuhkan pemeriksaan konsentrasi obat dalam darah Tables of Antibacterial Drug Dosages. Red Book: 2015 Report of the Committee on Infectious

Dis-eases. Committee on Infectious Diseases, American Academy of Pediatrics. Edisi ke-30. Elk Grove Village, AAP, 2015. Hal 881-95.

7.1.2 Anti-jamur 7.1.2 Anti-jamur

Pasien dalam kondisi kritis berisiko untuk mengalami infeksi jamur sistemik, terutama akibat Candida. Identi kasi dan terapi segera memberikan hasil

(29)

yang baik, sehingga menunggu hasil kultur jamur dapat meningkatkan progresivitas penyakit. Namun sampai saat ini adanya infeksi oleh jamur sulit ditegakkan karena keterbatasan pemeriksaan penunjang. Kondisi pasien di PICU yang menjadi predisposisi terjadinya infeksi jamur sistemik diperlihatkan pada table di bawah ini.

Antijamur diberikan pada pasien sepsis yang dirawat di ruang intensif dengan menggunakan algoritme di bawah ini.

Algoritme Pemberian Antijamur

Akibat lamanya hasil kultur Candida, maka dikembangkan sistem skoring dengan memperhatikan faktor risiko dan kecurigaan infeksi jamur sistemik (skor Kandida >2,5). Skor Candida masih digunakan untuk pasien

(30)

dewasa di ruang intensif, namun mungkin dapat digunakan pada pasien anak di ruang intensif.

Tabel Skor Candida Tabel Skor Candida

v

vaarriiaabbeell ppooiinn

Kolonisasi Candida dari beberapa lokasi 1

Tindakan bedah/ 1

Mendapat total parenteral nutrition 1

Dalam kondisi sepsis 2

Penjelasan '()*+ ,-(-./++/( 01/.(2313 1(4-+31 5/,*6 313)-,1+7 01.*(/+/( 89/(010/ 3:26-; ,-</<*1 =-(.>1)*(./( 3-?/./1 ?-61+*) @A/61/?-< ?-6(1</1 & ?1</ )10/+ /0/ 0/( B ?1</ /0/CD B E @232-7 *-#)&2)#-7 &"2#%2%3&C F B E @+"#')#< C F B E @."72%@3/-7 ,-&0%0- /373&%A-2%3&C F G E @+)$)#) +)*+%+C" H/(./) )10/+ ,*(.+1( )-65/01 +/(0101/313 1(A/314 @:%':7< %.*#31-17)C ?1</ 89/(010/ 3:26-; I#"BJ

Berbagai penelitian memperlihatkan berbagai cut-off kadar

procalcitonin pada penyakit jamur invasif. Penelitian terkini mendapatkan cut-off PCT >1.3 ng/mL dalam membantu menyingkirkan etiologi sepsis

akibat jamur.

Leli C, Ferranti M, Moretti A, Al Dhahab ZS, Cenci E, Mencacci A. Procalcitonin Levels in Gram-Positive, Gram-Negative, and Fungal Bloodstream Infections. Disease Markers. 2015;701480:1-8. ,

Penggunaan anti-jamur pada sepsis disesuaikan dengan data sensitivitas lokal. Bila tidak ada data, dapat diberikan lini pertama berupa: amphotericin B atau ukonazol, sedangkan lini kedua adalah mycafungin.

7.2 Tata laksana Disfungsi Organ 7.2 Tata laksana Disfungsi Organ

7.2.1 Pernapasan 7.2.1 Pernapasan

Tata laksana pernapasan meliputi: pembebasan jalan napas (non-invasif dan invasif) dan pemberian suplemen oksigen.

Penjelasan

Langkah pertama resusitasi adalah pembebasan jalan nafas sesuai dengan tatalaksana bantuan hidup dasar. Selanjutnya pasien diberikan suplemen

(31)

oksigen, awalnya dengan aliran dan konsentrasi tinggi melalui masker. Oksigen harus dititrasi sesuai dengan *"7+) 35%.)2#< dengan tujuan kebutuhan saturasi oksigen >92%.

Bila didapatkan tanda-tanda gagal nafas (tabel 9), perlu dilakukan segera intubasi endotrakeal dan selanjutnya ventilasi mekanik di ruang perawatan intensif. Penggunaan obat-obatan anestesi untuk induksi disarankan dengan menggunakan ketamin dan rokuronium, dan menghindari etomidate karena berkaitan dengan supresi adrenal.12

Pipa endotrakeal dengan balon (/"@@ ) direkomendasikan pada pasien sindrom distress pernapasan akut ( *)0%-2#%/ -/"2) #)+*%#-23#< 0%+2#)++ +<&0#3.)BPARDS) yang menggunakan ventilasi mekanik konvensional. Pada pasien PARDS yang menggunakan :%':4@#)C")&/< 3++/%7-23#< $)&2%7-2%3& (HFOV), direkomendasikan menggunakan pipa endotrakeal dengan sedikit kebocoran untuk meningkatkan ventilasi atau pembuangan CO2.17

T

Tabel 9. Penilaian klinis abel 9. Penilaian klinis Gawat Napas, Gagal Napas dan Henti NapasGawat Napas, Gagal Napas dan Henti Napas

P

Peenniillaaiiaann GaGawwaat t NNaappaass GaGaggaal l NNaappaass HHeenntti i NNaappaass Status mental Sadar, gelisah, agitasi Kurang responsif, atau

memberi respon terha-dap rangsang nyeri

Tidak responsif terhadap suara dan nyeri

Tonus otot Dapat duduk (>4 bulan) Normal atau hipotonia Lemas

Posisi tubuh Posisi tripod Posisi tripod, perlu bantu

mempertahankan posisi duduk

Tidak dapat mempertah-ankan posisi tubuh (>7-9 bulan) Frekuensi

napas

Lebih cepat dari nor mal Takipnea, bradipnea pe-riodik, bradipnea agonal

Tidak ada napas Upaya napas Retraksi interkostal,

napas cuping hidung, pemakaian otot leher

Upaya napas tidak adekuat, dinding dada naik turun

Tidak ada upaya napas

Suara napas Napas paradoksik, stri-dor, mengi, berdeguk

Stridor, mengi, berdeguk, megap-megap

Tidak terdengar suara

Warna kulit Kemerahan atau pucat,

sianosis sentral, mem-baik dengan O2

Sianosis sentral walau telah diberi O2, berbecak

biru

Berbecak biru, sianosis perifer dan sentral

(32)

7.2.2 Ventilasi non-invasif 7.2.2 Ventilasi non-invasif

1. Ventilasi tekanan positif non-invasif dapat digunakan sebagai pilihan awal pada pasien sepsis dengan risiko PARDS atau mengalami imunode siensi; dan tidak direkomendasikan untuk pasien PARDS berat.

2. Masker oronasal atau @"77 @-/%-7merupakan alat yang direkomendasikan, namun harus disertai dengan pengawasan terhadap komplikasi, yaitu: pengelupasan kulit, distensi lambung, barotrauma, atau konjungtivitis. 3. Gas pada ventilasi non-invasif harus dilembabkan dan dihangatkan

(heated humidification).

4. Intubasi harus segera dilakukan bila pasien dengan ventilasi non-invasif tidak menunjukkan tanda perbaikan atau mengalami perburukan. 5. Untuk menjamin sinkronisasi pasien-ventilator, dapat diberikan sedasi

kepada pasien. Penjelasan

Pasien dengan risiko PARDS (lampiran 2) atau mengalami PARDS ringan (lampiran 3) merupakan kandidat untuk mendapatkan terapi ventilasi non-invasif. Di samping itu, untuk mencegah pnemonia dan mortalitas, pasien yang mengalami imunosupresi juga merupakan kandidat ventilasi non-invasif. Tujuan ventilasi non-invasif adalah memperbaiki pertukaran gas, menurunkan kerja napas, dan mencegah komplikasi akibat ventilasi invasif.18

Masker oronasal dan @"77 @-/%-7dapat memberikan sinkronisasi pasien-ventilator. Ukuran yang digunakan harus sesuai dengan ukuran pasien sehingga tidak menimbulkan kebocoran atau menutupi mata. Gas yang diberikan harus dilembabkan untuk mencegah kekeringan epitel jalan napas dan edema lokal.18

Ventilasi non-invasif lebih dianjurkan karena memberikan tambahan tekanan saat inspirasi sehingga memperbaiki oksigenasi dan ventilasi serta menurunkan kerja napas. Bila tidak ada perbaikan klinis atau terdapat tanda-tanda perburukan (peningkatan laju dan kerja napas, perburukan pertukaran gas, dan penurunan kesadaran), harus segera dilakukan intubasi dan tunjangan ventilasi invasif. Untuk meningkatkan siknronisasi pasien-ventilator, dapat diberikan sedasi; namun harus dipantai komplikasi berupa depresi napas atau penurunan kesadaran.18

(33)

7.2.3 Ventilasi mekanik invasif 7.2.3 Ventilasi mekanik invasif

1. Indikasi ventilasi mekanik pada pasien sepsis adalah gagal napas atau disfungsi organ lain (gangguan sirkulasi dan penurunan kesadaran) 2. Modus ventilasi mekanik dapat manggunakan $37".) /3&2#377)0

$)&2%7-2%3& (VCV), *#)++"#)4/3&2#377)0 $)&2%7-2%3& (PCV), atau *#)++"#)4/3&2#377)0dengan$37".) 2-#')2D

3. Tidal volume tidak boleh melebihi 10 ml/kg *#)0%/2)0 130< ?)%':2 (PBW).

4. Bila tidak ada pengukuran tekanan transpulmonal, direkomendasikan Pplateau maksimal 28 cmH2O; atau 29-32 cmH2O pada kasus yang disertai penurunan komplians dinding dada

5. Untuk memperbaiki oksigenasi, diperlukan titrasi PEEP. Tidak ada bukti metode terbaik untuk mengatur PEEP optimal, namun harus memperhatikan keseimbangan antara hemodinamik dan oksigenasi. 6. Target oksigenasi 92-97% pada PEEP optimal <10 cmH2O, atau

88-92% pada PEEP optimal≥10 cmH

2O.

7. Pada PARDS sedang-berat direkomendasikan *)#.%++%$) :<*)#/-*&)-dengan mempertahankan pH 7,15-7,30

8. Pasien yang gagal mencapai oksigenasi dan ventilasi optimal dengan 6*7-2)-" >28 cmH2O pada ventilasi mekanik konvensional, serta tidak

ada bukti penurunan komplians dinding dada, dapat beralih pada terapi :%': @#)C")&/< 3++/%7-2%3& $)&2%7-2%3&(HFOV) atau)52#-/3#*3#)-7 .).1#-&) 35<')&-2%3&(ECMO).

Penjelasan

Tidak ada rekomendasi khusus mengenai modus ventilasi mekanik konvensional pada pasien sepsis dan PARDS. Volume tidal yang direkomendasikan adalah berdasarkan komplians paru masing-masing pasien, yaitu: 3-6 ml/kg *#)0%/2)0 130< ?)%':2 (PBW) untuk pasien dengan komplians paru rendah, dan≤5-8 ml/kg berat badan ideal, untuk

pasien dengan komplians paru lebih baik.

17

Bila tidak ada pengukuran tekanan transpulmonal, direkomendasikan batas maksimal tekanan plateau inspirasi (6*7-2)-") sebesar 28 cmH2O (atau sedikit lebih tinggi 29-32 cm H2O untuk pasien yang mengalami penurunan komplians dinding dada). Perlu diperhatikan bahwa, batas tekanan inspirasi maksimal tersebut dapat berbeda pada tiap pasien bergantung pada

(34)

perbedaan komplians dinding dada atau variasi komplians akibat perubahan perjalanan penyakit. Oleh karena itu, pemantauan tekanan transpulmonal lebih disarankan sebagai panduan pengaturan tekanan inspirasi maksimal.17

63+%2%$) )&04)5*%#-23#< *#)++"#) (PEEP) ditingkatkan bertahap mencapai 10-15 cmH2O dengan memperhatikan respon oksigenasi dan hemodinamik pasien PARDS berat. PEEP dapat dinaikkan lebih dari 15 cm H2O pada PARDS berat, namun harus tetap memperhatikan nilai 6*7-2)-". Untuk memperbaiki kondisi kegagalan oksigenasi berat, dapat dilakukan manuver rekrutmen dengan cara menaikkan dan menurunkan PEEP bertahap.17

Pengaturan frekuensi nafas, waktu inspirasi (%&+*%#-2%3& 2%.), Ti), dan rasio inspirasi ekspirasi (EFG #-2%3) harus memperhatikan frekuensi normal sesuai usia dan2%.) /3&+2-&2(Tc) masing-masing pasien. Tc dipengaruhi oleh komplians dan tahanan sistem respirasi pasien; keduanya dipengaruhi oleh pato siologi penyakit yang mendasari. Fraksi inspirasi oksigen ( @#-/2%3& 3@ 35<')& %&+*%#-2%3&, FiO2) dipertahankan minimal dengan target SpO2 >92%.17

Untuk PARDS ringan dengan PEEP <10 cmH2O, SpO2 sebaiknya dipertahankan 92-97%. Pada PARDS dengan kebutuhan PEEP optimal≥10

cmH2O, SpO2 cukup dipertahankan 88-92%. Jika SpO2 <92%, diperlukan

pemantauan saturasi vena sentral dan penanda hantaran oksigen lainnya. Kondisi *)#.%++%$) :<*35).%- ini bertujuan untuk mengurangi risiko toksisitas oksigen dan$)&2%7-23#< %&0"/)0 7"&' %&H"#<(VILI) dengan tetap mengoptimalkan oksigenasi jaringan dan organ.17

Pada kondisi PARDS sedang-berat, direkomendasikan *)#.%++%$) :<*)#/-*&)-untuk mengurangi risiko VILI dengan mempertahankan pH 7,15-7,30, kecuali pada kasus hipertensi intrakranial, hipertensi pulmonal berat, instabilitas hemodinamik, disfungsi ventrikel berat, dan beberapa penyakit jantung bawaan. Tidak direkomendasikan penggunaan bikarbonat untuk meningkatkan pH.17

Pasien yang gagal mencapai oksigenasi dan ventilasi optimal dengan kebutuhan 6*7-2)-" >28 cmH2O pada ventilasi mekanik konvensional, serta tidak ada bukti penurunan komplians dinding dada, dapat beralih pada terapi :%': @#)C")&/< 3++/%7-2%3& $)&2%7-2%3& (HFOV) atau )52#-/3#*3#)-7 .).1#-&) 35<')&-2%3& (ECMO). Pada penggunaan HFOV, volume paru optimal ditentukan dengan cara meningkatkan dan

(35)

menurunkan tekanan rerata jalan napas (.)-& -%#?-< *#)++"#)B MAP) dengan pemantauan oksigenasi, kadar CO2, dan hemodinamik.17

7.2.4 Resusitasi cairan dan tata laksana hemodinamik 7.2.4 Resusitasi cairan dan tata laksana hemodinamik

Tata laksana hemodinamik meliputi: akses vaskular secara cepat, resusitasi cairan, dan pemberian obat-obatan vasoaktif. Resusitasi cairan harus memperhatikan aspek fluid-responsiveness dan menghindari kelebihan cairan >15% per hari.

Penjelasan

Bayi dan anak yang mengalami syok membutuhkan resusitasi cairan secara cepat.19 Akses vaskular harus segera dipasang dalam waktu singkat

melalui akses vena perifer atau intraosseus. Jenis cairan yang diberikan adalah kristaloid atau koloid.20-26 Cairan diberikan dengan bolus sebanyak

20 ml/kg selama 5-10 menit, menggunakan *"+: -&0 *"77atau *#)++"#) 1-' 2)/:&%C")D IJ Pemberian cairan dapat diulang dengan menilai respon

terhadap cairan ( fluid-responsiveness), yaitu menggunakan:28-31

1. Fluid challenge

2. Passive leg raising (kenaikan cardiac index≥10%)

3. Ultrasonogra

- Pengukuran diameter vena cava inferior

- Ultrasound Cardiac Output Monitoring (USCOM): stroke volume variation (SVV)≥30%

4. Arterial waveform: Systolic pressure variation (SVV) atau Pulse pressure variation (PPV)≥13%

5. Pulse contour analysis : stroke volume variation (SVV)≥13%

Resusitasi cairan dihentikan bila target resusitasi tercapai (tabel 10)32-34 atau bila terjadi refrakter cairan (tabel 11). Bila tidak tersedia alat

pemantauan hemodinamik canggih, resusitasi cairan dihentikan bila telah didapatkan tanda-tanda kelebihan cairan (takipneu, ronki, irama Gallop, atau hepatomegali). Namun perlu diingat bahwa gejala ini merupakan tanda lambat refrakter cairan.

Bila pasien mengalami refrakter cairan, perlu diberikan obat-obatan vasoaktif sesuai dengan pro l hemodinamik.35-37 Pemberian obat-obatan

(36)

vasoaktif memerlukan akses vena sentral. Pemasangan pada anak dapat dilakukan di vena jugularis interna, vena subklavia, atau vena femoralis.38

Tahap lanjut dari resusitasi cairan adalah terapi cairan rumatan. Penghitungan cairan rumatan saat awal adalah menggunakan formula Holliday-Segar. Pencatatan jumlah cairan yang masuk dan keluar dilakukan setiap 4-6 jam dengan tujuan mencegah terjadinya kondisi hipovolemia atau hipervolemia ( fluid overload ) >15%.39-42

Tabel 10. Target Resusitasi Tabel 10. Target Resusitasi

N

Noo.. JJeenniis Ps Paarraammeetteerr TTaarrggeett

1 Klinis Frekuensi denyut jantung atau nadi menurun

Kualitas nadi sentral dan perifer sama Akral hangat, CRT <2 detik

Diuresis >1 ml/kg/jam Kesadaran membaik

Tekanan sistolik >P5sesuai usia

2 Hemodinamik Inotropy index >1,44 W/m2

Stroke volume index (SVI): 40-60 ml/m2

Cardiac index (CI): 3,3 – 6,0 L/m2 /mnt

Systemic vascular resistance index (SVRI): 800 - 1600 d.s/cm5 /m²

Superior venacacal oxygen saturation (Scvo2)≥ 70%

3 Laboratorium Laktat darah ≤1,6

Tabel 11. Parameter Refrakter Cairan Tabel 11. Parameter Refrakter Cairan

N

Noo.. PPaarraammeetteerr KKrriitteerriia a RReeffrraakktteer r CCaaiirraann

1 Passive leg raising (PLR) Kenaikan cardiac index <10%

2 Diameter vena cava inferior • Collapsibility index (nafas spontan) <50%

• Distensibility index (ventilator) <18%

3 Stroke volume variation (SVV) • USCOM: <30%

• Pulse contour analysis: <13% 4 Systolic pressure variation (SPV) atau

Pulse pressure variation (PPV)

(37)

#$%&' ()!Proil Hemodinamik dan Pilihan Proil Hemodinamik dan Pilihan Obat Vasoaktif pada Syok Anak Obat Vasoaktif pada Syok Anak

N

Noo.. JJeenniis s SSyyookk PPrroo ll

Hemodinamik Hemodinamik

K

Kaarraakktteerriissttiikk PPiilliihhaan n OObbaatt Vasoaktif Vasoaktif

1 Syok dingin

dengan nor-motensi

Low output, high resistance + Normotensi

• Akral dingin

• Waktu pengisian kapiler >2 detik

• Nadi perifer lebih lemah dibandingkan sentral • Indeks inotropi <1,44

W/m2

• Stroke volume index (SVI) <40 ml/m2

• Cardiac index (CI) <3,3 ml/m2 /mnt

• Systemic vascular resis-tance index (SVRI) >1600 d.s/cm5 /m² Inotropik • Dopamin 5-10 mcg/kg/mnt • Dobutamin 5-20 mcg/kg/mnt • Epinefrin 0,05-0,3 mcg/kg/mnt Inodilator • Milrinon loading dose 75 mcg/kg dalam 15 menit, maintenance 0,5-0,75 mcg/kg/mnt 2 Syok dingin dengan hipo-tensi

Low output, high resistance + Hipotensi

• Akral dingin

• Waktu pengisian kapiler >2 detik

• Nadi perifer lebih lemah dibandingkan sentral • Indeks inotropi <1,44

W/m2

• Stroke volume index (SVI) <40 ml/m2

• Cardiac index (CI) <3,3 ml/m2 /mnt

• Systemic vascular resis-tance index (SVRI) >1600 d.s/cm5 /m² • Tekanan sistolik <P5 Inotropik • Dopamin 5-10 mcg/kg/mnt • Dobutamin 5-20 mcg/kg/mnt • Epinefrin 0,05-0,3 mcg/kg/mnt

Low output, low resistance

• Akral dingin

• Waktu pengisian kapiler >2 detik

• Nadi perifer lebih lemah dibandingkan sentral • Indeks inotropi <1,44

W/m2

• Stroke volume index (SVI) <40 ml/m2

• Cardiac index (CI) <3,3 ml/m2 /mnt

• Systemic vascular resis-tance index (SVRI) <800 d.s/cm5 /m² • Tekanan sistolik <P5 Inotropik • Dopamin 5-10 mcg/kg/mnt • Dobutamin 5-20 mcg/kg/mnt • Epinefrin 0,05-0,3 mcg/kg/mnt Vasopressor • Norepinefrin 0,05-1 mcg/kg/ mnt

(38)

N

Noo.. JJeenniis s SSyyookk PPrroo ll

Hemodinamik Hemodinamik

K

Kaarraakktteerriissttiikk PPiilliihhaan n OObbaatt Vasoaktif Vasoaktif

3 Syok hangat High output, low

resistance

• Akral hangat

• Waktu pengisian kapiler >2 detik

• Nadi perifer kuat ( pulsus celer )

• Indeks inotropi >1,44

W/m2

• Stroke volume index (SVI) >60 ml/m2

• Cardiac index (CI) >6,0 ml/m2 /mnt

• Systemic vascular resis-tance index (SVRI) <800 d.s/cm5 /m² • Tekanan sistolik <P5 Vasopressor • Norepinefrin 0,05-1 mcg/kg/ mnt • Dopamin 10-20 mcg/kg/mnt • Epinefrin 0,3-1 mcg/kg/mnt 7.2.5 Tr

7.2.5 Transfusi ansfusi darahdarah

7.2.5.1 Transfusi packed red cell 7.2.5.1 Transfusi packed red cell

Transfusi *-/>)0 #)0 /)77(PRC) diberikan berdasarkan saturasi vena cava superior (ScvO2) <70% atau Hb <7 g/dL.

Penjelasan

Pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil dan saturasi vena cava superior (ScvO2) <70%, disarankan kadar hemoglobin >10 g/dL dapat tercapai. Setelah syok telah teratasi, kadar Hb <7 g/dL dapat digunakan sebagai ambang transfusi.2,43,44

7.2.5.2 Transfusi konsentrat trombosit 7.2.5.2 Transfusi konsentrat trombosit

Transfusi trombosit diberikan pada pasien sepsis sebagai pro laksis atau terapi, dengan kriteria sebagai berikut:2,34

1. Pro laksis diberikan pada kadar trombosit <10.000/mm3 tanpa

perdarahan aktif, atau kadar <20.000 /mm3dengan risiko bermakna

perdarahan aktif. Bila pasien akan menjalani pembedahan atau prosedur invasif, kadar trombosit dianjurkan >50.000/mm3.

2. Terapi diberikan pada kadar trombosit <100.000/mm3 dengan

(39)

7.2.5.3 Transfusi plasma 7.2.5.3 Transfusi plasma

Tranfusi plasma beku segar ( @#)+: @#3A)& *7-+.-, FFP) diberikan pada pasien sepsis yang mengalami gangguan purpura trombotik, antara lain: koagulasi intravaskular menyeluruh (0%++).%&-2)0 %&2#-$-+/"7-# /3-'"7-2%3&, DIC), +)/3&0-#< 2:#3.132%/ .%/#3-&'%3*-2:< , dan 2:#3.132%/ 2:#3.13/<23*)&%/ *"#*"#-.2,34

7.2.6 Kortikosteroid 7.2.6 Kortikosteroid

Hidrokortison suksinat 50 mg/m2/hari diindikasikan untuk pasien syok

refrakter katekolamin atau terdapat tanda-tanda insu siensi adrenal. Penjelasan

Pada pasien yang mengalami syok refrakter cairan dan katekolamin, serta dicurigai adanya insu siensi adrenal (ditandai oleh: hipoglikemia, hiponatremia, hiperkalemia), dapat diberikan hidrokortison suksinat dengan dosis 50 mg/m2/hari. Perlu diperhatikan pula kondisi-kondisi premorbid

yang berkaitan dengan pemakaian kortikosteroid kronis, misalnya: sindrom nefrotik, lupus sistemik, asma.34,45

7.2.7 Kontrol glikemik 7.2.7 Kontrol glikemik

Gula darah dipertahankan 50-180 mg/dL. Bila gula darah >180 mg/dL, '7"/3+) %&@"+%3& #-2) (GIR) diturunkan sampai 5 mg/kg/menit. Bila gula darah >180 mg/dL, dengan GIR 5 mg/kg/menit, GIR dipertahankan dan titrasi#-*%0 -/2%&' %&+"7%& 0,05-0,1 IU/kg.

Penjelasan

Pasien sepsis harus dicegah dari kondisi hipoglikemia atau hiperglikemia. Kondisi hipoglikemia berdampak buruk pada perkembangan otak, terutama pada usia sampai 2 tahun. Hiperglikemia juga berkaitan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Oleh karena itu, gula darah dipertahankan 50-180 mg/dL.46 Bila gula darah >180 mg/dL, glucose infusion rate (GIR)

diturunkan sampai dengan 5 mg/kg/menit. Bila gula darah >180 mg/dL, dengan GIR 5 mg/kg/menit, pertahankan GIR dan titrasi insulin (50 IU rapid acting insulin dalam 50 mL NaCl 0,9%) mulai 0,05 IU/kg sampai

(40)

maksimal 0,1 IU/kg. Gula darah dipantau tiap 30 menit hingga target gula darah tercapai.34,47

7.2.8 Nutrisi 7.2.8 Nutrisi

Nutrisi diberikan setelah respirasi dan hemodinamik stabil, diutamakan secara enteral dengan kebutuhan fase akut 65 kCal/kg/hari.

Penjelasan

Nutrisi secepatnya diberikan setelah kondisi respirasi dan hemodinamik pasien stabil. Pemberian nutrisi diutamakan secara enteral (nasogastrik, nasojejunal, gastrostomi, duodenostomi, atau jenunostomi) bila tidak ada kontraindikasi, misalnya: obstruksi, pasca operasi, atau perdarahan saluran cerna.48 Kebutuhan nutrisi pada hari-hari pertama fase akut diusahakan

mencapai minimal 65 kCal/kg/hari untuk menghindari katabolisme.49,50

7.2.9

7.2.9 MenghilangkMenghilangkan an sumber sumber infeksiinfeksi

Melakukan debridemen, mengeluarkan abses dan pus, membuka alat dan kateter yang berada dalam tubuh merupakan bagian dari eradikasi sumber infeksi.

8. Tindak lanjut

8. Tindak lanjut

8.1 Evaluasi Penggunaan Antibiotik dan Anti-jamur 8.1 Evaluasi Penggunaan Antibiotik dan Anti-jamur

Pemberian antibiotik dan anti-jamur dievaluasi secara berkala secara klinis dan laboratoris sederhana penanda infeksi (lekosit; granula toksik, Dohle body, dan vakuola dalam sitoplasma memiliki tinggi sensitivitas 80% untuk memprediksi infeksi; rasio netro l:limfosit) dan perubahan kadar CRP serta PCT. Prinsip penggunaan antibiotik dan antijamur empirik adalah melakukan deekskalasi apabila etiologi sepsis telah diketahui dan terdapat perbaikan klinis

Penjelasan Penjelasan

(41)

meliputi tanda klinis infeksi dan perubahan parameter laboratorium. Setelah mikroorganisme penyebab teridenti kasi, diberikan antibiotika atau jamur de nitif tunggal dan spektrum sempit (de-eskalasi). Lama pemberian antibiotik pada sepsis yang telah dapat diperkirakan kausanya diberikan sesuai dengan pedoman tatalaksana penyakit (panduan terapi pnemonia, infeksi intra-abdominal, saluran kemih, kateter vaskular, hepatobiliar, kulit, dan jaringan ikat).51 Lama pemberian antibiotik dan anti-jamur ditentukan

baik berdasarkan gambaran klinis, perubahan penanda infeksi sederhana ((lekosit; granula toksik, Dohle body, dan vakuola dalam sitoplasma memiliki tinggi sensitivitas 80% untuk memprediksi infeksi; rasio netro l:limfosit), kadar CRP dan/atau prokalsitonin, serta jenis mikroorganisme.52-54

.

Prinsip deekskalasi/streamlining terapi antibiotik empirik spektrum luas, adalah:

1. Mempersempit spektrum cakupan antimikroba, dengan memperhatikan respon klinis, hasil kultur, dan sensitivitas terhadap antibiotik

2. Berkomitmen untuk menghentikan terapi antimikroba jika tidak ada infeksi yang terbukti

Park DR. Antimicrobial treatment of ventilator-associated pneumonia. Respir Care 2005;50:932–52

Algoritme Deekskalasi Antibiotik pada Sepsis

Algoritme penggunaan antibiotik empirik pada sepsis yang mengalami perbaikan klinis dan pemeriksaan penunjang pada hari

Gambar 1. Algoritme untuk pembuatan keputusan deeskalasi pada hari ke-3 pasien yang membaik

(42)

ke-3Catatan:

Clinical risk score = PELOD-2 (<9).

Algoritme penggunaan antibiotik empirik pada sepsis yang tidak membaik pada hari ke-3 dapat dilihat pada bagan di bawah ini.

Masterton RG. Antibiotic de-escalation. Crit Care Clin 27 (2011) 149–162.

Gambar 2. Algoritme untuk pembuatan keputusan deeskalasi pada hari ke-3 pasien yang tidak membaik

(43)

Boks 2 memperlihatkan tatacara praktis dalam melakukan deekskalasi antibiotik.

Pendekatan klinis praktis untuk deeskalasi

1. Tiap pasien dengan sepsis akan mendapat antibiotik empirik dan selanjutnya dilakukan de-eskalasi. Pemberiannya harus tercatat dengan baik

2. Penilaian dari semua hasil pemeriksaan dan kemajuan klinis harus dilakukan dan keputusan harus dibuat untuk:

- Menghentikan terapi antibiotik bila tidak terbukti adanya infeksi bakteria

- Mempersempit spektrum terapi

- Mengurangi jumlah antibiotik yang digunakan, misalnya, ada terapi (berulang) yang tidak perlu atau kemajuan klinis sehingga beberapa obat melawan patogen yang sama tidak diperlukan

3. Tidak melakukan de-eskalasi, misalnya tidak adanya perbaikan klinis

4. Setiap hari sesudahnya keputusan untuk menghentikan, mengubah atau melanjutkan terapi harus dilakukan berdasarkan alasan spesi k

5. Pada tiap pemeriksasn tujuannya adalah untuk menghentikan terapi, atau elemen terapi, kecuali jika ada kebutuhan positif dan persuasif untuk melanjutkan terapi.

Masterton RG. Antibiotic de-escalation. Crit Care Clin 27 (2011) 149–162.

(44)

Pemberian antijamur juga dilakukan deekskalasi, sbb.:

 Penghentian antijamur apabila pasien terbukti tidak terinfeksi jamur

sistemik

 Apabila klinis pasien membaik dengan pemberian ekinokandin selama 5

hari, maka diganti dengan golongan azole ( ukonazol)

8.2 Evaluasi Disfungsi Organ dan

8.2 Evaluasi Disfungsi Organ dan PrognosisPrognosis

Perbaikan disfungsi organ dan prognosis dinilai dengan skor PELOD 2 dan prokalsitonin.

Penjelasan

Tata laksana sepsis dievaluasi secara klinis dan laboratoris dengan skor PELOD 2 dan kadar prokalsitonin, menggunakan panduan derajat keparahan penyakit (tabel 6):

Derajat ringan: skor PELOD2 nilai 0-3 dan kadar PCT 0,5-1,99 ng/ml Derajat sedang: skor PELOD2 nilai >3-9 dan kadar PCT 2,0-9,99 ng/ml Derajat berat: skor PELOD2 nilai >9 dan kadar PCT 10 ng/ml

(45)

Referensi

Referensi

1. Randolph AG, McCulloh RJ. Pediatric sepsis: important considerations for diagnosing and managing severe infections in infants, children, and adoles-cents. Virulence 2014;5:179-89.

2. Plunkett A, Tong J. Sepsis in children. BMJ 2015;350:h3017.

3. Watson RS, Carcillo JA. Scope and epidemiology of pediatric sepsis. Pediatr Crit Care Med 2005;6:S3-S5.

4. Zhao H, Heard SO, Mullen MT, et al. An evaluation of the diagnostic ac-curacy of the 1991 american college of chest Physicians/Society of critical care Medicine and the 2001 Society of critical care Medicine/european Soci-ety of intensive care Medicine/american college of chest Physicians/american thoracic Society/Surgical infection Society sepsis de nition. Crit Care Med 2012;40:1700-6.

5. Vincent J-L, Opal SM, Marshall JC, Tracey KJ. Sepsis de nitions: time for change. Lancet 2013;381:774-5.

6. Mayr FB, Yende S, Angus DC. Epidemiology of severe sepsis. Virulence 2014;5:4-11.

7. Weiss SL, Fitzgerald JC, Ma ff ei FA, et al. Discordant identi cation of

pediat-ric severe sepsis by research and clinical de nitions in the SPROUT interna-tional point prevalence study. Crit Care 2015;19:325-34.

8. Opal SM. Concept of PIRO as a new conceptual framework to understand sepsis. Pediatr Crit Care Med 2005;6:S55-S60.

9. Cardoso T, Teixeira-Pinto A, Rodrigues PP, Aragao I, Costa-Pereira A, Sar-mento AE. Predisposition, Insult/Infection, Response and Organ Dysfunc-tion (PIRO): A pilot clinical staging system for hospital mortality in patients with infection. PLoS One 2013;8:e70806.

10. Chan T, Gu F. Early diagnosis of sepsis using serum biomarkers. Expert Rev Mol Diagn 2011;11:487-96.

11. Sepanski RJ, Godambe SA, Mangum CD, Bovat CS, Zaritsky AL, Shah SH. Designing a pediatric severe sepsis screening tool. Front pediatr 2014;2:56. 12. Goldstein B, Giroir B, Randolph A, Sepsis MotICCoP. International pediatric

sepsis consensus conference: De nitions for sepsis and organ dysfunction in pediatrics. Crit care med 2005;6:2-8.

13. Jager CPCd, Wijk PTLv, Mathoera RB, Jongh-Leuvenink Jd, Poll Tvd, Wever PC. Lymphocytopenia and neutrophil-lymphocyte count ratio predict bacte-remia better than conventional infection markers in an emergency care unit. Crit Care 2010;14:R192.

(46)

14. Leteurtre S, Duhamel A, Salleron J, et al. PELOD-2: An update of the PE-diatric Logistic Organ Dysfunction Score. Crit Care Med 2013;41:1761-73. 15. Weiss SL, Fitzgerald JC, Balamuth F, et al. Delayed antimicrobial therapy

increases mortality and organ dysfunction duration in pediatric sepsis. Crit Care Med 2014;42:2409-17.

16. León C, Ruiz-Santana S, Saavedra P, Galván B, Blanco A, Castro C, Balasini C, Utande-Vázquez A, González de Molina FJ, Blasco-Navalproto MA, López MJ, Charles PE, Martín E, Hernández-Viera MA, Cava Study Group: Useful-ness of the “Candida score” for discriminating between Candida colonization and invasive candidiasis in non-neutropenic critically ill patients: a prospec-tive multicenter study. Crit Care Med 2009, 37:1624-163

17. Rimensberger PC, Cheifetz IM, Group PALICC. Ventilatory support in chil-dren with pediatric acute respiratory distress syndrome: proceedings from the pediatric acute lung injury consensus conference. Pediatr Crit Care Med 2015;16:S51-S60.

18. Essouri S, Carroll C, Group PALICC. Noninvasive support and ventila-tion for pediatric acute respiratory distress syndrome: proceedings from the pediatric acute lung injury consensus conference. Pediatr Crit Care Med 2015;16:S102-S10.

19. Oliveira CF, Sa FRNd, Oliveira DSF, et al. TIme- and uid-sensitive resusci-tation for hemodynamic support of children in septic shock. Pediatr Emerg Care 2008;24:810-5.

20. Akech S, Ledermann H, Maitland K. Choice of uids for resuscitation in chil-dren with severe infection and shock: systematic review. BMJ 2010;341:c4416. 21. Annane D, Siami S, Jaber S, et al. Eff ects of uid resuscitation with colloids vs

crystalloids on mortality in critically ill patients present- ing with hypovolemic shock: the CRISTAL randomized trial. J Am Med Assoc 2013;310:1809-17. 22. Brandt S, Regueira T, Bracht H, et al. Eff ect of uid resuscitation on mortality

and organ function in experimental sepsis models. Crit Care 2009;13:R186-96.

23. Finfer S, Bellomo R, Boyce N, French J, Myburgh J, Norton. R. A compari-son of albumin and saline for uid resuscitation in the intensive care unit. N Engl J Med 2004;350:2247-56.

24. Myburgh JA, Finfer S, Bellomo R, et al. Hydroxyethyl starch or saline foruid resuscitation in intensive care. N Engl J Med 2012;367:1901-11. 25. Upadhyay M, Singhi S, Murlidharan J, Kaur N, Majumdar S. Randomized evaluation of uid resuscitation with crystalloid (saline) and colloid (poly-mer from degraded gelatin in saline) in pediatric septic shock. Indian Pediatr 2005;42:223-31.

Gambar

Tabel 2. Jenis organisme dan hubungannya dengan mor abel 2. Jenis organisme dan hubungannya dengan mortalitas di rumah sak talitas di rumah sakit it F
Tabel 4. Penanda biologis  abel 4. Penanda biologis infeksi 10,13 infeksi 10,13 Penanda
Tabel 4. Jenis Antibiotika  abel 4. Jenis Antibiotika Empirik berdasarkan Kondisi Sepsis dan Kemungkinan Empirik berdasarkan Kondisi Sepsis dan Kemungkinan mikroorganisme
Tabel 9. Penilaian klinis  abel 9. Penilaian klinis Gawat Napas, Gagal Napas dan Henti Napas Gawat Napas, Gagal Napas dan Henti Napas P
+5

Referensi

Dokumen terkait

Stroke adalah suatu keadaan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi neurologis (defisit neurologik fokal atau global) yang terjadi secara mendadak, berlangsung lebih dari 24 jam

Perubahan tersebut juga diikuti dengan adanya tren peningkatan curah hujan (22%) pada bulan-bulan basah (November-Januari) serta penurunan curah hujan (26%) pada

Deskriptif teks ialah teks yang menjelaskan/ menggambarkan tentang seseorang, benda, atau tempat. Teks ini bertujuan untuk menggambarkan atau ,mengungkapkan orang atau benda

9 Mahasiswa mampu Komunikasi Kelompok Menjelaskan Komunikasi Kelompok Kriteria: Ketepatan dan Penguasaan materi Persentasi Kelompok 6 2x50 Menit Komunikasi Kelompok a)

Pada sambungan momen sudut tahanan lateral dari alat sambung terhadap arah serat kayu akan bervariasi sesuai dengan letaknya relatif terhadap pusat kelompok (C) seperti

Jika p lebih kecil daripada 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data yang kita miliki berbeda secara signifikan dengan data virtual yang normal tadi. Ini berarti data

Jadi, kata yang mempnyai arti berlawanan dengan induksi adalah deduksi, yaitu penarikan kesimpulan dari keadaan yang umum; penemuaan yang khusus dari yang umum.. Tunggal

Campur kode terjadi akibat pemakaian suatu bahasa dari satu bahasa ke bahasa yang lain, untuk itu campur kode mempunyai ciri-ciri sebagai berikut. a) Adanya aspek