• Tidak ada hasil yang ditemukan

SPM Neurologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SPM Neurologi"

Copied!
199
0
0

Teks penuh

(1)

Standar Pelayanan Medik

(SPM)

(2)

DAFTAR ISI

hal

1. Epilepsi dan Gangguan Kejang Lain ... 2. Neurovaskular ... 3. Neuroinfeksi ... 4. Fungsi Luhur ... 5. Neuronkologi ... 6. Nyeri ... 7. Sefalgia ... 8. Movement Disorder ... 9. Neurotrauma ... 10. Saraf Tepi, Otonom dan Otot ... 11. Dekompresi ... 12. Neurointensif / Emergency ... 13. Neuroimunologi ... 14. Neurootologi ... 15. Sleep Disorder ... 16. Neuropediatri / Neurodevelopment ...

(3)
(4)

E P I L E P S I

ICD G40

KRITERIA DIAGNOSIS: Klinis:

Suatu keadaan neurologik yang ditandai oleh bangkitan epilepsi yang berulang, yang timbul tanpa provokasi. Sedangkan, bangkitan epilepsy sendiri adalah suatu manifestasi klinik yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang abnormal, berlebih dan sinkron, dari neuron yang (terutama) terletak pada korteks serebri. Aktivitas paroksismal abnormal ini umumnya timbul intermiten dan

'self-limited'.

Sindroma Epilepsi adalah penyakit epilepsi yang ditandai oleh sekumpulan gejala yang timbul bersamaan (termasuk tipe bangkitan, etiologi, anatomi, faktor presipitan usia saat awitan, beratnya penyakit, siklus harian dan prognosa)

Klasifikasi Epilepsi: (menurut ILAE tahun 1989) I. Berhubungan dengan lokasi

A. Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan)

1. Benign childhood epilepsy with centro-temporal spikes

2. Childhood epilepsy with occipital paroxysmal

3. Primary reading epilepsy

B. Simptomatik (dengan etiologi yang spesifik atau nonspesifik)

1. Chronic progressive epilepsia partialis continua of childhood (Kojewnikow's syndrome)

2. Syndromes characterized by seizures with specific modes of precipitation

3. Epilepsi lobus Temporal/ Frontal/ Parietal/ Ocipital C. Kriptogenik

II. Umum

A. Idiopatik (berhubungan dengan usia awitan) 1. Benign neonatal familial convulsions

2. Benign neonatal convulsions

3. Benign myoclonic epilepsy in infancy

4. Childhood absence epilepsy (pyknolepsy)

5. Juvenile absence epilepsy

6. Juvenile myoclonic epilepsy (impulsive petit mal)

7. Epilepsies with grand mal (GTCS) seizures on awakening

8. Others generalized idiopathic epilepsies not defined above

9. Epilepsies with seizures precipitated by specific modes of activation

B. Kriptogenik / Simptomatik

1. West syndrome (infantile spasms, blitz Nick-Salaamm Krampfe)

2. Lennox-Gastaut syndrome

3. Epilepsy with myoclonic-astatic seizures

4. Epilepsy with myoclonic absence

C. Simptomatik (dengan etiologi yang spesifik atau nonspesifik) 1. Dengan etiologi yang Nonspesifik

a. Early myoclonic encephalopathy

b. Early infantile epileptic encephalopathy with suppression burst

c. Other symptomatic generalized epilepsies not defined above

2. Sindroma spesifik

a. Bangkitan epilepsy yang disebabkan oleh penyakit lain III. Tidak dapat ditentukan apakah fokal atau umum

1. Campuran bangkitan umum dan fokal a. Neonatal seizures

b. Severemyoclonic epilepsy in infancy

c. Epilepsy with continuous spike wave during slow-wave sleep

d. Acquired epileptic aphasia (Landau-Kleffner syndrome)

e. Other undetermined epilepsies

2. Campuran bangkitan umum atau fokal (sama banyak) IV. Sindrom khusus

1. Bangkitan yang berhubungan dengan situasi a. Febrile convulsion

(5)

b. Isolated seizures atau isolated status epilepticus

c. Seizures occurring only when there is an acute metabolic or toxic event, due to factors such as alcohol, drugs, eclampsia, nonketotic hyperglycemia

Klasifikasi Bangkitan Epilepsi: (menurut ILAE tahun 1981) I. Bangkitan Parsial (fokal)

A. Parsial sederhana

1. Disertai gejala motorik

2. Disertai gejala somato-sensorik 3. Disertai gejala-psikis

4. Disertai gejata autonomik B. Parsial kompleks

1. Disertai dengan gangguan kesadaran sejak awitan dengan atau tanpa automatism 2. Parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran dengan atau tanpa automatism C. Parsial sederhana yang berkembang menjadi umum sekunder

1. Parsial sederhana menjadi umum tonik klonik 2. Parsial kompleks menjadi umum tonik klonik

3. Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi umum tonik klonik II. Bangkitan Umum

A. Bangkitan Lena (absence) & atypical absence

B. Bangkitan Mioklonik C. Bangkitan Klonik D. Bangkitan Tonik E. Bangkitan Tonik-klonik F. Bangkitan Atonik

III. Bangkitan yang tidak terklasifikasikan Laboratorium/ Pemeriksaan Penunjang: 1. EEG

2. Laboratorium: (atas indikasi)

A. Untuk penapisan dini metabolik Perlu selalu diperiksa:

1. Kadar glukosa darah

2. Pemeriksaan elektrolit termasuk kalsium dan magnesium Atas indikasi

1. Penapisan dini racun/toksik 2. Pemeriksaan serologis

3. Kadar vitamin dan nutrient lainnya Perlu diperiksa pada sindroma tertentu 1. Asam Amino 2. Asam Organik 3. NH3 4. Enzim Lysosomal 5. Serum laktat 6. Serum piruvat

B. Pada kecurigaan infeksi SSP akut Lumbat Pungsi

Radiologi

1. Computed Tomography (CT) Scan kepala dengan kontras 2. Magnetic Resonance Imaging kepala (MRI)

3. Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS) : merupakan pilihan utama untuk epilepsi 4. Functional Magnetic Resonance Imaging

5. Positron Emission Tomography (PET)

6. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT) Gold Standard

1. EEG iktal dengan subdural atau depth EEG 2. Long term video EEG monitoring

Patologi Anatomi

Hanya khas pada keadaan tertentu seperti hypocampal sclerosis dan mesial temporal sclerosis

(6)

DIAGNOSIS BANDING 1. Bangkitan Psychogenik

2. Gerak lnvolunter (Tics, headnodding, paroxysmalchoreoathethosisl dystonia, benign sleep myoclonus, paroxysmal torticolis, startle response, jitterness, dll.)

3. Hilangnya tonus atau kesadaran (sinkop, drop attacks, TIA, TGA, narkolepsi, attention deficit)

4. Gangguan respirasi (apnea, breath holding, hiperventilasi)

5. Gangguan perilaku (night terrors, sleepwalking, nightmares, confusion, sindroma psikotik

akut)

6. Gangguan persepsi (vertigo, nyeri kepala, nyeri abdomen)

7. Keadaan episbdik dari penyakit tertentu (tetralogy speels, hydrocephalic spells, cardiac arrhythmia, hipoglikemi, hipokalsemi, periodic paralysis, migren, dll)

PENATALAKSANAAN Medikamentosa

Pemilihan obat anti epilepsi (OAE) sangat tergantung pada bentuk bangkitan dan sindroma epilepsi, selain itu juga perlu dipikirkan kemudahan pemakaiannya. Penggunaan terapi tunggal dan dosis tunggal menjadi pilihan utama. Kepatuhan pasien juga ditentukan oleh harga dan efek samping OAE yang timbul

Antikonvulsan Utama

1. Fenobarbital : dosis 2-4 mg/kgBB/hari 2. Phenitoin : 5-8 mg/kgBB/hari

3. Karbamasepin : 20 mg/kgBB/hari 4. Valproate : 30-80 mg/kgBB/hari

Keputusan pemberian pengobatan setelah bangkitan pertama dibagi dalam 3 kategori: 1. Definitely treat (pengobatan perlu dilakukan segera)

Bila terdapat lesi struktural, seperti : a. Tumor otak

b. AVM

c. Infeksi : seperti abses, ensefalitis herpes Tanpa lesi struktural :

a. Terdapatnya riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan orang tua) b. EEG dengan gambaran epileptik yang jelas

c. Riwayat bangkitan simpomatik

d. Riwayat trauma kepala, stroke, infeksi SSP e. Status epilepstikus pada awitan kejang

2. Possibly treat (kemungkinan harus dilakukan pengobatan)

Pada bangkitan yang tidak dicetuskan (diprovokasi) atau tanpa disertai faktor resiko diatas 3. Probably not treat (walaupun pengobatan jangka pendek mungkin diperlukan)

a. Kecanduan alkohol

b. Ketergantungan obat obatan

c. Bangkitan dengan penyakit akut (demam tinggi, dehidrasi, hipoglikemia) d. Bangkitan segera setelah benturan di kepala

e. Sindroma epilepsi spesifik yang ringan, seperti kejang demam, BECT f. Bangkitan yang diprovokasi oleh kurang tidur

PEMILIHAN OAE BERDASARKAN TIPE BANGKITAN EPILEPSI

Tipe Bangkitan OAE lini pertama OAE lini kedua

Bangkitan parsial

(sederhana atau kompleks) Fenitoin, karbamasepin (terutama untuk CPS), asam valproat Acetazolamide, clobazam, clonazepam, ethosuximide, felbamate, gabapentin, lamotrigine, levetiracetam, oxcarbazepine, tiagabin, topiramate, vigabatrin, phenobarbital, pirimidone Bangkitan umum sekunder Karbamasepin, phenitoin,

asam valproat Idem diatas

Bangkitan umum tonik klonik Karbamazepin, phenytoin,

asam valproat, phenobarbital Acetazolamide, clobazam, clonazepam, ethosuximide, felbamate, gabapentin, lamotrigine, levetiracetam, oxcarbazepine, tiagabin,

(7)

Bangkitan lena Asam valproat, ethosuximide (tidak tersedia di Indonesia)

Acetazolamide, clobazam, clonazepam, lamotrigine, phenobarbital, pirimidone Bangkitan mioklonik Asam valproat Clobazam, clonazepam,

ethosuximide, lamotrigine, phenobarbital, pirimidone, piracetam

Penghentian OAE: dilakukan secara bertahap setelah 2-5 tahun pasien bebas kejang, tergantung dari bentuk bangkitan dan sindroma epilepsi yang diderita pasien (Dam,1997). Penghentian OAE dilakukan secara perlahan dalam beberapa bulan.

(8)

STATUS EPILEPTIKUS

(ICD G 41.0)

(Epilepsy Foundation of America's Working Group on Status Epileptic)

Adalah bangkitan yang berlangsung lebih dari 30 menit atau dua atau lebih bangkitan, dimana diantara dua bangkitan tidak terdapat pemulihan kesadaran. Penanganan kejang harus dimulai dalam 10 menit setelah awitan suatu kejang.

PENANGANAN STATUS EPILEPTIKUS

Stadium Penatalaksanaan

Stadium I (0-10 menit) Memperbaiki fungsi kardio-respiratorik,

Memperbaiki jalan nafas, pemberian oksigen, resusitasi Stadium II (0-60 menit) Memasang infus pada pembuluh darah besar

Mengambil 50-100 cc darah untuk pemeriksaan lab

Pemberian OAE emergensi : Diazepam 10-20 mg iv (kecepatan pemberian < 2-5 mg/menit atau rectal dapat diulang 15 menit kemudian.

Memasukan 50 cc glukosa 40% dengan atau tanpa thiamin 250 mg intravena

Menangani asidosis Stadium III (0-60 - 90 menit) Menentukan etiologi

Bila kejang berlangsung terus 30 menit setelah pemberian diazepam pertama, beri phenytoin iv 15-18 mg/kgBB dengan kecepatan 50 mg/menit

Memulai terapi dengan vasopresor bila diperlukan Mengoreksi komplikasi

Stadium IV (30-90 menit) Bila kejang tetap tidak teratasi selama 30-60 menit, transfer pasien ke ICU, beri Propofol (2mg/kgBB bolus iv, diulang bila perlu) atau Thiopentone (100-250 mg bolus iv pemberian dalam 20 menit, dilanjutkan dengan bolus 50 mg setiap 2-3 menit), dilanjutkan sampai 12-24 jam setelah bangkitan klinis atau bangkitan EEG terakhir, lalu dilakukan tapering off.

Memonitor bangkitan dan EEG, tekanan intracranial, memulai pemberian OAE dosis maintenance

Tindakan: 1. Operasi

Indikasi operasi :

a. Fokal epilesi yang intraktabel terhadap obat obatan b. Sindroma Epilepsi fokal dan simptomatik

Kontraindikasi:

Kontraindikasi absolut

a. Penyakit neurologik yang progresif (baik metabolic maupun degeneratif)

b. Sindroma epilepsi yang benigna, dimana diharapkan terjadi remisi dikemudian hari Kontraindikasi relatif:

a. Ketidak patuhan terhadap pengobatan b. Psikosis interiktal

c. Mental retardasi Jenis jenis operasi:

a. Operasi reseksi; pada mesial temporal lobe, neokortikal b. Diskoneksi : korpus kalosotomi, multiple supial transection c. Hemispherektomi

2. Stimulasi Nervus vagus PENYULIT

Prognosis pengobatan pada kasus-kasus baru pada umumnya baik, pada 70-80% kasus bangkitan kejang akan berhenti dalam beberapa tahun pertama. Setelah bangkitan epilepsi berhenti, kemungkinan rekurensinya rendah, dan pasien dapat menghentikan OAE.

(9)

Prognosis epilepsi akan menjadi lebih buruk bila terdapat hal-hal sebagai berikut: a. Terdapat lesi struktural otak

b. Bangkitan epilepsi parsial c. Sindroma epilepsi berat

d. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga

e. Frekuensi bangkitan tonik-klonik yang tinggi sebelum dimulainya pengobatan f. Terdapat kelainan neurologis maupun psikiatris

KONSULTASI

Konsultasi: (atas indikasi) 1. Bagian Psikiatri 2. Bagian Interna 3. Bagian Anak

4. Bagian Bedah Saraf

5. Bagian Anestesi (bila pasien masuk ICU) JENIS PELAYANAN 1. Rawat jalan 2. Rawat inap Indikasi rawat : 1. Status Epileptikus 2. Bangkitan berulang 3. Kasus Bangkitan Pertama 4. Epilepsi intraktabel TENAGA: 1. Spesialis saraf 2. Epileptologist 3. Electro encephalographer 4. Psychologist 5. Teknisi EEG LAMA PERAWATAN

1. Pada kasus bukan status epileptikus: pasien dirawat sampai diagnosis dapat ditegakkan 2. Pada status epileptikus: pasien dirawat sampai kejang dapat diatasi dan pasien kembali ke

(10)
(11)

S T R O K E

Definisi :

Stroke adalah suatu keadaan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi neurologis (defisit neurologik fokal atau global) yang terjadi secara mendadak, berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian, yang semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak karena berkurangnya suplai darah (stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah secara spontan (stroke perdarahan).

Pembagian Stroke 1. Etiologis :

1.1. Infark : aterotrombotik, kardioembolik, lakunar

1.2. Perdarahan : Perdarahan Intra Serebral, Perdarahan Subarahnoid, Perdarahan Intrakranial et causa AVM

2. Lokasi :

2.1. Sistem Karotis

2.2. Sistem Vertebrobasiler Dasar Diagnosis :

1. Anamnesa dari pasien keluarga atau pembawa pasien. 2. Pemeriksaan fisik :

Keadaan umum, kesadaran (Glasgow Coma Scale/ kwantitas/ kwalitas), tanda vital, status generalis, status neurologist.

3. Alat Bantu scoring (skala) :

Siriraj Stroke Score ( SSS ), Algoritme Stroke Gajah Mada ( ASGM ). 4. Pemeriksaan penunjang :

Pungsi lumbal (bila neuroimejing tidak tersedia). Neuroimejing : CT Scan, MRI, MRA, Angiografi, DSA. KRITERIA DIAGNOSIS

Klinis :

• Anamnesis:

Defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat aktifitas/ istirahat, kesadaran baik/ terganggu, nyeri kepala/ tidak, muntah/ tidak, riwayat hipertensi (faktor risiko strok lainnya), lamanya (onset), serangan pertama/ulang.

• Pemeriksaan Fisik (Neurologis dan Umum) :

Ada defisit neurologis, hipertensi/ hipotensi/ normotensi.

Pemeriksaan penunjang

Tergantung gejala dan tanda, usia, kondisi pre dan paska stroke, resiko pemeriksaan, biaya, kenyamanan pemeriksaan penunjang.

Tujuan : Membantu menentukan diagnosa, diagnosa banding, faktor risiko, komplikasi, prognosa dan pengobatan.

Laboratorium

Dilakukan pemeriksaan Darah Perifer Lengkap (DPL), Gula Darah Sewaktu (GDS), Fungsi Ginjal (Ureum, Kreatinin dan Asam Urat), Fungsi Hati (SGOT dan SGPT), Protein darah (Albumin, Globulin), Hemostasis, Profil Lipid (Kolesterol, Trigliserida, HDL, LDL), Homosistein, Analisa Gas Darah dan Elektrolit. Jika perlu pemeriksaan cairan serebrospinal.

Radiologis

• Pemeriksaan Rontgen dada untuk melihat ada tidaknya infeksi maupun kelainan jantung • Brain CT-Scan tanpa kontras (Golden Standard)

• MRI kepala

Pemeriksaan Penunjang Lain : • EKG

Echocardiography (TTE dan atau TEE) • CarotidDoppler (USG Carotis)

TranscranialDoppler (TCD) Golden Standard/ Baku Emas CT-Scan kepala tanpa kontras

(12)

DIAGNOSIS BANDING

1. Ensefalopati toksik atau metabolik

2. Kelainan non neurologist / fungsional (contoh : kelainan jiwa) 3. Bangkitan epilepsi yang disertai paresis Todd’s

4. Migren hemiplegik.

5. Lesi struktural intrakranial (hematoma subdural, tumor otak, AVM). 6. Infeksi ensefalitis, abses otak.

7. Trauma kepala. 8. Ensefalopati hipertensif. 9. Sklerosis multiple PENATALAKSANAAN / TERAPI Penatalaksanaan Umum 1. Umum :

Ditujukan terhadap fungsi vital: paru-paru, jantung, ginjal, keseimbangan elektrolit dan cairan, gizi, higiene.

2. Khusus

Pencegahan dan pengobatan komplikasi Rehabilitasi

Pencegahan stroke : tindakan promotif, primer dan sekunder Penatalaksanaan Khusus

1. Stroke iskemik / infark :

- Anti agregasi platelet : Aspirin, tiklopidin, klopidogrel, dipiridamol, cilostazol - Trombolitik : rt-PA (harus memenuhi kriteria inklusi)

- Antikoagulan : heparin, LMWH, heparinoid (untuk stroke emboli) (Guidelines stroke 2004) - Neuroprotektan 2. Perdarahan subarakhnoid : - Antivasospasme : Nimodipin - Neuroprotektan 3. Perdarahan intraserebral : Konservatif:

- Memperbaiki faal hemostasis (bila ada gangguan faal hemostasis) - Mencegah / mengatasi vasospasme otak akibat perdarahan : Nimodipine - Neuroprotektan

Operatif : Dilakukan pada kasus yang indikatif/memungkinkan:

- Volume perdarahan lebih dari 30 cc atau diameter > 3 cm pada fossa posterior.

- Letak lobar dan kortikal dengan tanda-tanda peninggian TIK akut dan ancaman herniasi otak

- Perdarahan serebellum

- Hidrosefalus akibat perdarahan intraventrikel atau serebellum - GCS > 7

Terapi Komplikasi

- Antiedema : larutan Manitol 20%

- Antibiotika, Antidepresan, Antikonvulsan : atas indikasi - Anti trombosis vena dalam dan emboli paru.

Penatalaksanaan faktor risiko:

- Antihipertensi : fase akut stroke dengan persyaratan tertentu (Guidelines stroke 2004)

- Antidiabetika : fase akut stroke dengan persyaratan tertentu (Guidelines stroke 2004)

- Antidislipidemia : atas indikasi Terapi Nonfarmaka

- Operatif - Phlebotomi

- Neurorestorasi (dalam fase akut) dan Rehabilitasi medik - Edukasi KOMPLIKASI / PENYULIT Fase akut : - Neurologis : Stroke susulan Edema otak

(13)

Infark berdarah Hidrosefalus - Non Neurologis :

Hipertensi / hiperglikemia reaktif Edema paru

Gangguan jantung Infeksi

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Fase lanjut :

- Neurologis : gangguan fungsi luhur - Non Neurologis : Kontraktur Dekubitus Infeksi Depresi KONSULTASI

- Dokter Spesialis Penyakit Dalam (Ginjal/ Hipertensi, Endokrin), Kardiologi bila ada kelainan organ terkait.

- Dokter Spesialis Bedah Saraf untuk kasus hemorhagis yang perlu dioperasi (aneurisma, SVM, evakuasi hematom)

- Gizi

- Rehabilitasi medik (setelah dilakukan prosedur Neurorestorasi dalam 3 bulan pertama pasca onset)

JENIS PELAYANAN

• Rawat inap : Stroke Corner, Stroke Unit atau Neurologic High Care Unit pada fase akut • Rawat jalan pasca fase akut

TENAGA STANDAR

Dokter Spesialis Saraf, Dokter Umum, Perawat, Terapis LAMA PERAWATAN

• Stroke perdarahan : rata-rata 3-4 minggu (tergantung keadaan umum penderita) • Stroke iskemik : 2 minggu bila tidak ada penyulit / penyakit lain.

PROGNOSIS

Ad vitam

Tergantung berat stroke dan komplikasi yang timbul.

Ad Functionam

Penilaian dengan parameter :

- Activity Daily Living (Barthel Index)

- NIH Stroke Scale (NIHSS)

(14)
(15)

SEREBRITIS & ABSES OTAK

ICD G 06.0

DEFINISI / ETIOLOGI

v Penumpukan material piogenik yang terlokalisir di dalam / di antara parenkim otak. v Etiologi:

• Bakteri (yang sering) : Staphylococcus aureus, streptococcus anaerob, S.beta hemolitikus, S. alfa hemalitikus, E. coli Bacteroides.

• Jamur : N. asteroids, spesies candida, aspergillus.

• Parasit (jarang) : E. Histolitika, cystecircosis, schistosomiasis. Patogenesis

Mikroorganisme (MO) mencapai parenkim otak melalui : - Hematogen : dari suatu tempat infeksi yang jauh

- Perluasan di sekitar otak : sinusitis frontalis, otitis media. - Trauma tembus kepala / operasi otak.

- Komplikasi dari kardiopulmoner, meningitis piogenik. - 20 % kasus tak diketahui sumber infeksinya.

Lokasi :

- Hematogen paling sering pada substansia alba dan grisea. - Perkontinutatum : daerah yang dekat dengan permukaan otak. Sifat :

- Dapat soliter atau multiple. Yang multiple sering pada jantung bawaan sianotik karena ada shunt kanan ke kiri.

Tahap-tahap :

- Awal : Reaksi radang yang difus pada jaringan otak (infiltrat leukosit, edema, perlunakan dan kongesti) kadang disertai bintik-bintik perdarahan.

- Beberapa hari-minggu : Nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk rongga abses. Astroglia, fibroblas, makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik sehingga terbentuk abses yang tidak berbatas tegas.

- Tahap lanjut : fibrosis yang progresif sehingga terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris.

Stadium:

- Serebritis dini (hari I – III) - Serebritis lanjut (hari IV – IX) - Serebritis kapsul dini (hari X – XIII) - Serebritis kapsul lanjut (> XIV hari) KRITERIA DIAGNOSIS

• Gambaran kliniknya tidak khas, kriteria terdapat tanda infeksi + TIK Khas bila terdapat trias : gejala infeksi + TIK + tanda neurologik fokal.

• Darah rutin : 50 – 60 % didapati leukositosis 10.000-20.000 / cm2 70 – 95 % LED meningkat.

• LP : bila tak ada kontraindikasi untuk kultur dan tes sensifitas. • Radiologi :

§ Foto polos kepala biasanya normal.

§ CT-Scan kepala tanpa kontras dan pakai kontras bila abses berdiameter > 10 mm. § Antiografi

Pemeriksaan Penunjang • Darah rutin (leukosit, LED)

• LP : bila tak ada kontraindikasi untuk kultur dan tes sensitifitas.

• Rontgen : Foto polos kepala, CT-Scan kepala tanpa kontras dan pakai kontras, atau angiografi.

DIAGNOSIS BANDING

• Space occupying lesion lainnya (metastase tumor, glioblastoma) • Meningitis

TATALAKSANA

• Prinsipnya menghilangkan fokus infeksi dan efek massa. • Kausal:

§ Ampisillin 2 gr/6 jam iv (200-400 mg/kgBB/hari selama 2 minggu). § Kloramfenikol 1 gr/6 jam iv selama 2 minggu.

(16)

§ Antiedema : dexamethason/ manitol.

§ Operasi bila tindakan konservatif gagal atau abses berdiameter 2 cm. PENYULIT • Herniasi • Hidrosefalus obstruktif • Koma KONSULTASI Bedah Saraf TEMPAT PELAYANAN Perawatan di RS A atau B TENAGA STANDAR

Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf LAMA PERAWATAN

Minimal 6 minggu PROGNOSIS

Sembuh, sembuh + cacat, atau meninggal

(17)

MENINGITIS TUBERKULOSA

ICD A 17.0

DEFINISI ETIOLOGI

Meningitis tuberkulosa adalah reaksi peradangan yang mengenai selaput otak yang disebabkan oleh kuman tuberkulosa.

KRITERIA DIAGNOSIS Anamnesis

Didahului oleh gejala prodromal berupa nyeri kepala, anoreksia, mual/muntah, demam subfebris, disertai dengan perubahan tingkah laku dan penurunan kesadaran, onset subakut, riwayat penderita TB atau adanya fokus infeksi sangat mendukung.

Pemeriksaan Fisik

v Tanda-tanda rangsangan meninggal berupa kaku kuduk dan tanda lasegue dan kernig. v Kelumpuhan saraf otak dapat sering dijumpai.

Pemeriksaan Penunjang

v Pemeriksaan Laboratorium : pemeriksaan LCS (bila tidak ada tanda tanda peninggian tekanan intrakranial), pemeriksaan darah rutin kimia, elektrolit.

Pemeriksaan sputum BTA (+) v Pemeriksan Radiologik

§ Foto polos paru

§ CT-Scan kepala atau MRI dibuat sebelum dilakukan pungsi lumbi bila dijumpai peninggian tekanan intrakranial.

v Pemeriksaan penunjang lain:

§ IgG anti TB (Untuk mendapatkan antigen bakteri diperiks counter- immunoelectrophoresis, radioimmunoassay atau teknik ELISA).

§ PCR

Pada Pemeriksaan Laboratorium :

Pemeriksaan LCS (bila tidak ada tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial) v Pelikel (+) / Cobweb Appearance (+)

v Pleiositosis 50-500/mm3, dominan set mononuklear, protein meningkat 100-200 mg%, glukosa menurun < 50% - 60% dari GDS, kadar laktat, kadar asam amino, bakteriologis Ziehl Nielsen (+), kultur BTA (+).

Pemeriksaan penunjang lain seperti IgG anti-TB atau PCR DIAGNOSIS BANDING

v Meningoensefalitis karena virus

v Meningitis bakterial yang pengobatannya tidak sempurna

v Meningitis oleh karena infeksi jamur/parasit (Cryptococcus neoformans atau Toxoplasma gondii), Sarkoid meningitis.

v Tekanan selaput yang difus oleh sel ganas, termasuk karsinoma, limfoma, leukemia, glioma, melanoma, dan meduloblastoma.

TATALAKSANA v Umum

v Terapi kausal : Kombinasi Obat Anti Tuberkulosa (OAT). • INH • Pyrazinamida • Rifampisin • Etambutol v Kortikosteroid PENYULIT/KOMPLIKASI v Hidrosefalus

v Kelumpuhan saraf kranial

v Iskemi dan infark pada otak dan mielum v Epilepsi

v SIADH

v Retardasi mental v Atrofi nervus optikus

(18)

KONSULTASI Bedah Saraf

JENIS PELAYANAN Rawat Inap

TENAGA STANDAR

Dokter spesialis saraf, dokter umum, perawat LAMA PERAWATAN

Minimal 3 minggu, tergantung respon pengobatan. PROGNOSIS

v Meningitis tuberkulosis sembuh lambat dan umumnya meninggalkan sekuele neurologis. v Bervariasi dari sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, meninggal

(19)

R A B I E S

ICD A 82

DEFINISI/ ETIOLOGI:

Rabies adalah penyakit peradangan akut SSP oleh virus rabies, bermanifestasi sebagai kelainan neurologi yang umumnya berakhir dengan kematian.

KRITERIA DIAGNOSIS Anamnesis

Penderita mempunyai riwayat tergigit, tercakar dengan anjing, kucing atau binatang lainnya yang : • Positif rabies (hasil pemeriksaan otak hewan tersangka)

• Mati dalam waktu 10 hari sejak menggigit (bukan dibunuh)

• Tak dapat diobservasi setelah menggigit (dibunuh, lari, sebagainya) • Tersangka rabies (hewan berubah sifat, malas makan dll).

Gambaran Klinik

v Stadium prodromal (2-10 hari)

Sakit dan rasa kesemutan di sekitar luka gigitan (tanda awal rabies), sakit kepala, lemah, anoreksia, demam, rasa takut, cemas, agitasi.

v Stadium kelainan neurologis (2-7 hari)

§ Bentuk spastik : Peka terhadap rangsangan ringan, kontraksi otot farings dan esofagus, kejang, aerofobia, hidrofobia, kaku kuduk, delirium, semikoma, meninggal setelah 3-5 hari.

§ Bentuk demensia

§ Kepekaan terhadap rangsangan bertambah, gila mendadak, dapat melakukan tindakan kekerasan, koma, mati.

§ Bentuk paralitik (7-10 hari)

Gejala tidak khas, penderita meninggal sebelum diagnosis tegak, terdapat monoplegi atau paraplegi flaksid, gejala bulbar, kematian karena kelumpuhan otot napas.

Pemeriksaan Penunjang

v Pemeriksaan laboratorium: Lekosit, hematokrit, Hb, Albumin urine, dan Lekosit urine, Likuor Serebrospinal bila perlu.

v Pemeriksaan radiologik : Dapat dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala untuk menyingkirkan kausa lain.

v Pemeriksaan penunjang lain: tidak ada Menunjang diagnosis bila ditemukan: v Darah: § Lekosit : 8.000-13.000/mm3 § Hematokrit : berkurang § Hb : berkurang v Urine: § Albuminuria § Sedikit lekosit

v CSF: Protein dan set normal atau sedikit meninggi. DIAGNOSIS BANDING v Intoksikasi obat-obatan v Ensefalitis v Tetanus v Histerikal pseudorabies v Poliomielitis TERAPI

v Bila sudah timbul gejala prodromal prognosis infaust dalam 3 hari.

v Terapi hanya bersifat simptomatis dan supportif (Infus Dextrose, antikejang). v Vaksin antirabies/serum antirabies : tidak diperlukan.

PENYULIT

Dehidrasi, gagal napas KONSULTASI

(20)

JENIS PELAYANAN

Perawatan RS diperlukan untuk menenangkan pasien TENAGA STANDAR

Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf LAMA PERAWATAN

Dirawat di kamar isolasi 1-10 hari (umumnya penderita meninggal dalam 1-2 hari perawatan) PROGNOSIS

Infaust/ meninggal dunia

PENATALAKSANAAN PENDERITA TERGIGIT ANJING ATAU HEWAN TERSANGKA DAN POSITIF RABIES:

KRITERIA TERSANGKA RABIES SEBAGAI BERIKUT :

1. Anjing/hewan yang menggigit terbukti secara laboratorium adalah positif rabies. 2. Anjing atau hewan yang menggigit mati datam waktu 5 - 10 hari

3. Anjing atau hewan yang menggigit menghilang atau terbunuh 4. Anjing atau hewan yang menggigit dengan gejala rabies. Catatan :

1. Penyuntikan dilakukan secara lengkap bila :

a. hewan atau anjing yang menggigit positif rabies.

b. hewan atau anjing liar atau gila yang tidak dapat diobservasi atau hewan tersebut dibunuh. 2. Penyuntikan VAR tidak dilanjutkan apabila hewan atau anjing yang menggigit penderita tetap

sehat selama observasi sampai dengan 10 hari.

3. Petugas (tenaga medis atau Perawat) harus memakai sarung tangan, pakaian dan masker. 4. Dokter/ Perawat harus terlebih dahulu memberikan penjelasan secukupnya tentang jumlah

kali pemberian vaksin anti rabies (VAR) / serum anti rabies (SAR), termasuk manfaat maupun efek samping yang mungkin timbul.

5. Sebelum dilakukan vaksinasi dengan VAR/ pemberian serum anti rabies (SAR) terhadap penderita terlebih dahulu dimintai persetujuan dari penderita ataupun keluarga terdekat penderita atas pemberian vaksinasi/ serum tersebut. Dalam hal ini penderita atau keluarga terdekat penderita harus menandatangani surat persetujuan (informed consent) disaksikan oleh dua orang saksi termasuk dokter/ Perawat.

(21)

PENATALAKSANAAN PENDERITA TERGIGIT ANJING ATAU HEWAN TERSANGKA DAN POSITIF RABIES

No I N D I K A S I T I N D A K A N Jenis VAR+Dosis Boster Keterangan 1. Luka Gigitan 1. Dicuci dengan air ---- -- Ø menunda

sabun (detergen) 5-10 penjahitan luka,

menit kemudian jika penjahitan

dibilas dengan air diperlukan

bersih. gunakan anti

2. Alkohol 40-70% serum lokal.

3. Berikan yodium, Ø bila diindikasikan

betadin solusio atau dapat diberikan

senyawa amonium Toxoid Tetanus,

kuartener 0,1% antibiotik, anti

4. Penyuntikan SAR inflamasi dan

secara infiltrasi analgetik

sekeliling luka 2. Kontak, tetapi --- ---- --- --- tanpa lesi, kontak tak langsung, tak ada kontak.

3. Menjilat kulit, Berikan VAR Imovax atau --- Dosis untuk semua garukan atau Ø hari 0 : 2 x suntikan verorab umur sama

abrasi kulit, Intra muskuter 0,5 ml

gigitan kecil deltoideus kiri

(daerah dan 0,5 ml

tertutup), deltoideus

lengan, badan kanan

dan tungkai.

Ø hari 7 : 1 x suntikan 0,5 ml

Intra muskuler deltoideus kiri atau kanan Ø hari 21 : 1 x suntikan 0,5 ml

intra muskuler deltoideus kiri atau kanan 4. Menjilat Serum anti rabies (SAR) Imovag rabies

mukosa, luka w ½ dosis disuntikkan

gigitan besar secara infiltrasi 20 IU/kg BB atau dalam, di sekitar luka

multipel, luka w ½ dosis yang sisa pada muka, disuntikkan kepala, leher, intramuskuler jari tangan dan diregio glutea.

jari kaki. Vaksin anti rabies (VAR)

w Sesuai poin 3A & B Imovag, verorab hari 90: 0,5 ml im pada deltoid kiri atau kanan

5. Kasus gigitan Berikan VAR hari 0 imovag, verorab ---- 0,5 mL IM

ulang SMBV deltoideus

A. Kurang dari 1 umur < 3th 0,1 ml

tahun IC flexor lengan

bawah

umur > 3 th 0,25 ml IC flexor lengan bawah.

B. Lebih dari 1 Berikan SAR + VAR Imovax, Sesuai poin 1, 3, 4, 5 tahun secara lengkap verorab, SMBV,

(22)

6. Bila ada reaksi Berikan anti histamin penyuntikan : sistemik atau lokal reaksi lokal Tidak boleh diberikan kemerahan, kortikosteroid.

gatal,

pembengkakan

7. Bisa timbul efek samping pemberian VAR berupa meningoensefalitis Th/ - Kortikosteroid dosis tinggi

(23)

ENSEFALITIS VIRAL

ICD G 05

DEFINISI / ETIOLOGI

v Suatu penyakit demam akut dengan kerusakan jaringan parenkim sistem saraf pusat yang menimbulkan kejang, kesadaran menurun, atau tanda-tanda neurologis fokal.

v Etiologi: § Virus DNA

- Poxviridae : Poxvirus

- Herpetoviridae : Virus Herpes Simpleks, Varicella Zoster, Virus Sitomegalik § Virus RNA

- Paramiksoviridae : Virus Parotitis, Virus morbili (Rubeola) - Picornaviridae : Enterovirus, Virus Poliomielitis, Echovirus - Rhabdoviridae : Virus Rabies

- Togaviridae : Virus ensefalitis alpha, Flavivirus ensefalitis jepang B, Virus demam kuning, Virus Rubi

- Bunyaviridae : Virus ensefalitis California - Arenaviridae : Khoriomeningitis Limfositaria - Retroviridae : Virus HIV

KRITERIA DIAGNOSIS v Bentuk asimtomatik :

Gejala ringan, kadang ada nyeri kepala ringan atau demam tanpa diketahui penyebabnya. Diplopia, vertigo, parestesi berlangsung sepintas. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan cairan serebrospinal

v Bentuk abortif :

Nyeri kepala, demam yang tidak tinggi, kaku kuduk ringan. Umumnya terdapat infeksi saluran napas bagian atas atau gastrointestinal.

v Bentuk fulminan :

Berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari yang berakhir dengan kematian. Pada stadium akut demam tinggi, nyeri kepala difus yang hebat, apatis, kaku kuduk, disorientasi, sangat qelisah dan dalam waktu singkat masuk ke dalam koma dalam. Kematian biasanya terjadi dalam 2-4 hari akibat kelainan bulbar atau jantung.

v Bentuk khas ensefalitis :

Gejala awal nyeri kepala ringan, demam, gejala infeksi saluran napas bagian atas atau gastrointestinal selama beberapa hari. Kaku kuduk, tanda Kernig positif, gelisah, lemah, dan sukar tidur. Defisit neurologis yang timbul tergantung tempat kerusakan. Selanjutnya kesadaran menurun sampai koma, kejang fokal atau umum, hemiparesis, gangguan koordinasi, kelainan kepribadian, disorientasi, gangguan bicara, dan gangguan mental.

v Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan laboratorium

§ Pungsi lumbal (bila tak ada kontra indikasi)

- Cairan serebrospinal jernih dan tekanannya dapat normal atau meningkat

- Fase dini dapat dijumpai peningkatan set PMN diikuti pleositosis limfositik, umumnya kurang dari 1000/ul

- Glukosa dan Klorida normal

- Protein normal atau sedikit meninggi (80-200 mg/dl) § Pemeriksaan darah

- Lekosit : Normal atau lekopeni atau lekositosis ringan - Amilase serum sering meningkat pada parotitis

- Fungsi hati abnormal dijumpai pada hepatitis virus dan mononukleosis infeksiosa - Pemeriksaan antibodi-antigen spesifik untuk HSV, cytomegalovirus, dan HIV Pemeriksaan Radiologik

- Foto Thoraks - CT scan - MRI

Pemeriksaan Penunjang Lain

Bila tersedia fasilitas virus dapat dibiakkan dari cairan serebrospinal, tinja, urin, apusan nasofaring, atau darah.

(24)

DIAGNOSIS BANDING

• Infeksi bakteri, mikobakteri, jamur, protozoa • Meningitis tuberkulosa, meningitis karena jamur • Abses otak

• Lues serebral

• Intoksikasi timah hitam

• Infiltrasi neoplasma (Lekemia, Limfoma, Karsinoma) TERAPI

• Perawatan Umum

• Anti udema serebri : Deksamethason dan Manitol 20%

• Atasi kejang : Diazepam 10-20 mg iv perlahan-lahan dapat diulang sampai 3 kali dengan interval 15-30 menit. Bila masih kejang berikan fenitoin 100-200 mg/ 12 jam/ hari dilarutkan dalam NaCI dengan kecepatan maksimal 50 mg/menit.

• Terapi kausal : Untuk HSV : Acyclovir PENYULIT / KOMPLIKASI

• Defisit neurologis sebagai gejala sisa • Hidrosefalus

• Gangguan mental Epilepsi • SIADH

KONSULTASI :

JENIS PELAYANAN Rawat Inap, segera TENAGA STANDAR

Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf LAMA PERAWATAN

• Satu bulan bila tidak ada sequale neurologist • Minimal 1 (satu) Minggu

PROGNOSIS

(25)

MENINGITIS BAKTERIAL

ICD G 00

DEFINISI/ ETIOLOGI

• Meningitis bakterial (disebut juga meningitis piogenik akut atau meningitis purulenta) adalah suatu infeksi cairan likuorserebrospinalis dengan proses peradangan yang melibatkan piamater, arakhnoid, ruangan subarakhnoid dan dapat meluas ke permukaan otak dan medula spinalis.

• Etiologi: Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis, H. Influenzae, Staphylococci,

Listerio monocytogenes, basil gram negatif. KRITERIA DIAGNOSIS

Anamnesis

Gejala timbul dalam 24 jam setelah onset, dapat juga subakut antara 17 hari. Gejala berupa demam tinggi, menggigil, sakit kepala, fotofobia, mialgia, mual, muntah, kejang, perubahari status mental sampai penurunan kesadaran.

Pemeriksaan fisik

• Tanda-tanda rangsang meningeal

• Papil edema biasanya tampak beberapa jam setelah onset • Gejala neurologis fokal berupagangguan saraf kranialis

• Gejala lain: infeksi ekstrakranial misalnya sinusitis, otitis media, mastoiditis, pneumonia, infeksi saluran kemih, arthritis (N. Meningitidis).

Pemeriksaan Penunjang Laboratorium

• Lumbal pungsi • Pemeriksaan Likuor

• Pemeriksaan kultur likuor dan darah • Pemeriksaan darah rutin

• Pemeriksaan kimia darah (gula darah, fungsi ginjal, fungsi hati) dan elektrolit darah Radiologis

• Foto polos paru • CT-Scan kepala

Pemeriksaan penunjang lain: Pemeriksaan antigen bakteri spesifik seperti C Reactive Protein atau PCR (Polymerase Chain Reaction).

Pemeriksaan Laboratorium diperoleh :

• Lumbal pungsi: Mutlak dilakukan bila tidak ada kontraindikasi. Pemeriksaan Likuor : Tekanan meningkat>180 mmH20,Pleiositosis lebih dari 1.000/mm3 dapat sampai 10.000/mm3 terutama PMN, Protein meningkat lebih dari 150 mg/dLdapat>1.000 mg/dL, Glukosa menurun < 40% dari GDS. Dapat ditemukan mikroorganisme dengan pengecatan gram.

• Pemeriksaan darah rutin: Lekositosis, LED meningkat. Pemeriksaan penunjang lain

Bila hasil analisis likuor serebrospinalis mendukung, tetapi pada pengecatan gram negatif maka untuk menentukan bakteri penyebab dapat dipertimbangakn pemeriksaan antigen bakteri spesifik seperti C Reactive Protein atau PCR (Polymerase Chain Reaction).

DIAGNOSIS BANDING

Meningitis virus, Perdarahan Subarakhnoid, Meningitis khemikal, Meningitis TB, Meningitis Leptospira, Meningoensefalitis fungal.

TATALAKSANA • Perawatan umum

• Kausal: Lama Pemberian 10-14 hari

Usia Bakteri Penyebab Antibiotika

≤ 50 tahun S. Pneumonioe Cefotaxime 2 g/6 jam max. 12 g/hari

N. Meningitidis atau Ceftriaxone 2 g/12 jam +

L. Monocytogenes Ampicillin 2 g/4 jam/IV (200 mg/kg BB/IV/hari)

Chloramphenicol 1 g/6 jam + Chloramphenicol 1 g/6 jam + Trimetoprim/sulfametoxazole 20 mg/kg BB/hari.

(26)

Usia Bakteri Penyebab Antibiotika

Bila prevalensi S. Pneumoniae Resisten Cephalosporin > 2% diberikan :

Cefotaxime / Ceftriaxone+Vancomycin 1 g / 12 jam / IV (max. 3 g/hari)

≤ 50 tahun S. Pneumonioe Cefotaxime 2 g/6 jam max. 12 g/hari

H. Influenzae atau Ceftriaxone 2 g/12 jam +

Species Listeria Ampicillin 2 g/4 jam/IV (200 mg/kg BB/IV/hari)

Pseudomonas aeroginosa

N. Meningitidis Bila prevalensi S. Pneumioniane Resiten Cephalosporin ≥ 2% diberikan:

Cefoxtaxime / Ceftriaxone+Vancomycin 1g / 12 jam / IV (max. 3g / hari)

Ceftadizime 2g / 8 jam / IV

Bila bakteri penyebab tidak dapat diketahui, maka terapi antibiotik empiris sesuai dengan kelompok umur, harus segera dimulai

• Terapi tambahan : Dianjurkan hanya pada penderita risiko tinggi, penderita dengan status mental sangat terganggu, edema otak atau TIK meninggi yaitu dengan Deksametason 0,15 mg/ kgBB/ 6 jam/ IV selama 4 hari dan diberikan 20 menit sebelum pemberian antibiotik. • Penanganan peningkatan TIK :

- Meninggikan letak kepala 30o dari tempat tidur

- Cairan hiperosmoler : manitol atau gliserol

- Hiperventilasi untuk mempertahankan pC02 antara 27-30 mmHg PENYULIT • Gangguan serebrovaskuler • Edema otak • Hidrosefalus • Perdarahan otak • Shock sepsis

• ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome) • Disseminated Intravascular Coagulation • Efusi subdural

• SIADH KONSULTASI

Konsultasi dengan bagian lain sesuai sumber infeksi. JENIS PELAYANAN

Perawatan RS diperlukan segera TENAGA STANDAR

Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf LAMA PERAWATAN

1-2 bulan di ruang perawatan intermediet PROGNOSIS

(27)

T E T A N U S

ICD X : A 35

DEFINISI

Penyakit sistem saraf yang perlangsungannya akut dengan karakteristik spasme tonik persisten dan eksaserbasi singkat.

KRITERIA DIAGNOSIS v Hipertoni dan spasme otot

§ Trismus, risus sardonikus, otot leher kaku dan nyeri, opistotonus, dinding perut tegang, anggota gerak spastik.

§ Lain-lain : Kesukaran menelan, asfiksia dan sianosis, nyeri pada otot-otot di sekitar luka v Kejang tonik dengan kesadaran tidak terganggu

v Umumnya ada luka/ riwayat luka v Retensi urine dan hiperpireksia v Tetanus lokal

Pemeriksaan Penunjang

v Bila memungkinkan, periksa bakteriologik untuk menemukan C. tetani. v EKG bila ada tanda-tanda gangguan jantung.

v Foto toraks bila ada tanda-tanda komplikasi paru-paru. DIAGNOSIS BANDING

v Kejang karena hipokalsemia v Reaksi distonia

v Rabies v Meningitis

v Abses retrofaringeal, abses gigi, sulbluksasi mandibula v Sindrom hiperventilasi/ reaksi histeri

v Epilepsi/ kejang tonik klonik umum TATA LAKSANA

v IVFD dekstrose 5% : RL = 1 : 1 / 6 jam v Kausal :

§ Antitoksin tetanus:

a. Serum antitetanus (ATS) diberikan dengan dosis 20.000 IU/hari/i.m. selama 3-5 hari. TES KULIT SEBELUMNYA. ATAU

b. Human Tetanus lmmunoglobulin (HTlG). Dosis 500-3.000 lU/I.M. tergantung beratnya penyakit. Diberikan SINGLE DOSE.

§ Antibiotik :

a. Metronidazole 500 mg/ 8 jam drips i.v.

b. Ampisilin dengan dosis 1 gr/8 jam i.v. (TES KULIT SEBELUMNYA). Bila alergi terhadap Penilisin dapat diberikan :

- Eritromisin 500 mg/6 jam/oral. ATAU - Tetrasiklin 500mg/6 jam/oral.

§ Penanganan luka :

Dilakukan crossincision dan irigasi menggunakan H2O2. v Simtomatis dan supportif

§ Diazepam

- Setelah masuk rumah sakit, segera diberikan diazepam dengan dosis 10 mg i.v. perlahan 2-3 menit. Dapat diulangi bila diperlukan.

- Dosis maintenance : 10 ampul = 100 mg/500 ml cairan infus (10-12 mg/KgBB/hari) diberikan secara drips (syringe pump).

Untuk mencegah terbentuknya kristalisasi, cairan dikocok setiap 30 menit.

- Setiap kejang diberikan bolus diazepam 1 ampul / IV perlahan selama 3-5 menit, dapat diulangi setiap 15 menit sampai maksimal 3 kali. Bila tak teratasi segera rawat di ICU.

- Bila penderita telah bebas kejang selama ± 48 jam maka dosis diazepam diturunkan secara bertahap ± 10% setiap 1-3 hari (tergantung keadaan). Segera setelah intake peroral memungkinkan maka diazepam diberikan peroral dengan frekuensi pemberian setiap 3 jam.

(28)

§ Nutrisi

Diberikan TKTP dalam bentuk lunak, saring, atau cair. Bila perlu, diberikan melalui pipa nasogastrik.

§ Menghindari tindakan/ perbuatan yang bersifat merangsang, termasuk rangsangan suara dan cahaya yang intensitasnya bersifat intermitten.

§ Mempertahankan/ membebaskan jalan nafas : pengisapan lendir oro/ nasofaring secara berkala.

§ Posisi/ letak penderita diubah-ubah secara periodik. § Pemasangan kateter bila teriadi retensi urin.

PENYULIT

v Asfiksia akibat depresi pernapasan, spasme jalan napas v Pneumonia aspirasi

v Kardiomiopati v Fraktur kompresi KONSULTASI v Dokter Gigi v Dokter Ahli Bedah

v Dokter Ahli Kebidanan dan Kandungan v Dokter Ahli THT

v Dokter Ahli Anestesi JENIS PELAYANAN

Rawat segera, bila diperlukan, rawat di ICU TENAGA STANDAR

Perawat, dokter umum/ residen, dokter spesialis saraf LAMA PERAWATAN

minggu – 1 bulan

PROGNOSIS / LUARAN v Angka kematian tinggi bila

§ Usia tua

§ Masa inkubasi singkat § Onset periode yang singkat § Demam tinggi

§ Spasme yang tidak cepat diatasi

v Sebelum KRS : Tetanus Toksoid (TT1) 0,5 ml IM.

(29)

MALARIA SEREBRAL

KRITERIA DIAGNOSIS

Merupakan komplikasi dari malaria. Paling sering disebabkan oleh P. falciparum. Diagnosis ditegakkan pada penderita malaria (terbukti dari pemeriksaan apus darah) yang mengalami penurunan kesadaran (GCS < 7) disertai gejala lain gangguan serebral (ensefalopati)

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan apus darah tebal : ditemukan parasit malaria DIAGNOSIS BANDING

Penurunan kesadaran sebab lain :

Hipoglikemi, asidosis berat, syok karena hipotensi. TERAPI

Antimalaria : Kinin dihidroklorida lV Terapi suportif : antikonvulsan

antipirektika

penanganan hipoglikemia

menjaga keseimbangan cairan dan etektrolit

Pencegahan : Anti malaria oral sejak dua minggu sebelum perjalanan ke daerah endemis PENYULIT

Hipoglikemia, Asidosis, Edema paru, Syok hemodinamik, Gagal ginjal KONSULTASI

Bag. Ilmu Penyakit Dalam JENIS PELAYANAN Rawat inap

TENAGA

Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf LAMA RAWAT

Tergantung klinis PROGNOSIS

(30)

SINUS TROMBOFLEBITIS

KRITERIA DIAGNOSIS

Definisi : adalah infeksi sinus venosus intrakranial yang disebabkan berbagai bakteria. Biasanya berasal dari penjalaran infeksi sekitar wajah atas (furunkel) dan kepala (luka, mastoiditis dll). Gejala tergantung sinus venosus mana yang terkena. Pada trombosis sinus cavernosus, bisa didapat oftalmoplegi dan khemosis. Pada sinus sagitalis trombosis bisa didapat paraplegi.

Pemeriksaan Penunjang

Darah rutin : gambaran infeksi umum dan leukositosis.

Pemeriksaan penunjang lain : cari sumber infeksi wajah atau kepala DIAGNOSIS BANDING

Pseudotumor serebri TATALAKSANA

Terapi farmaka : Antibiotika seperti meningitis purulenta KOMPLIKASI / PENYULIT Meningitis purulenta Abses otak KONSULTASI : - JENIS PELAYANAN Rawat inap TENAGA

Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf PROGNOSIS

(31)

MENINGITIS KRIPTOKOKKUS / JAMUR

KRITERIA DIAGNOSIS

Definisi : adalah meningitis yang disebabkan oleh jamur kriptokokus. Diagnosis pasti : pemeriksaan sediaan langsung dan kultur dari CSS.

Predisposisi : gangguan imunitas berat (AIDS, penerima transplantasi jaringan atau sedang dalam terapi keganasan)

Pemeriksaan Penunjang

- Pungsi Lumbal : - Profit LCS menyerupai MTB

- Pengecatan Tinta India / Gram terhadap CSS - Pemeriksaan serologis.

- Kultur Sabauraud. DIAGNOSIS BANDING Meningitis serosa sebab lain TATALAKSANA

- Terapi kausal : Amfoterisin B dan 5 Floro-sitosin IV (2 minggu) dilanjutkan Flukonazol 200 mg/hari

- Terapi simtomatik / suportif : Disesuaikan keadaan pasien. PENYULIT

Herniasi KONSULTASI

Atas indikasi ke Bag Ilmu Penyakit Dalam & Bag. Bedah Saraf JENIS PELAYANAN

Rawat inap di ruang perawatan khusus TENAGA

Perawat, dokter umum, dokter spesialis saraf PROGNOSIS

(32)

Nama Penyakit / Diagnosis

HIV-AIDS Susunan Saraf Pusat

DEFINISI / ETIOLOGI

Deflnisi WHO untuk AIDS di Asia Tenggara adalah pasien yang memenuhi kriteria A dan B dibawah ini :

A. Hasil positif untuk antibodi HIV dari dua kali test yang menggunakan dua antigen yang berbeda.

B. Salah satu dari kriteria yang dibawah ini :

1. - Berat badan menurun 10% atau lebih yang tidak diketahui sebabnya. - Diare kronik selama 2 bulan terus menerus atau periodik.

2. Tuberkulosis milier atau menyebar.

3. Kandidiasis esofagus yang dapat didiagnosis dengan adanya kandidiasis mulut yang disertai disfagia / odinofagia.

4. Gangguan neurologis disertai gangguan aktifitas sehari-hari, yang tidak diketahui sebabnya.

5. Sarkoma kaposi.

Infeksi HIV akan menimbulkan penyakit yang kronik dan progresif sehingga setelah bertahun-tahun tampaknya mengancam jiwa. Pengobatan yang tersedia sekarang dapat memperpanjang masa hidup dan kualitas hidup dengan cara memperlambat penurunan sistim imun dan mencegah infeksi oportunistik. Terdapat variasi yang luas dari respon imun terhadap efek patologik HIV. Karena itu mungkin saja sebagian dari mereka tetap hidup dan sehat dalam jangka panjang sedangkan sekitar 40-50% dari mereka menjadi AIDS dalam wakru 10 tahun.

- Etiologi : Virus RNA (Retrovirus) Patofisiologi infeksi HIV

HIV dapat ditularkan melalui hubungan seksual dan non seksual. Didalam tubuh HIV akan menginfeksi set yang mempunyai reseptor CD4 seperti sel limfosit, monosit dan makrofag dan beberapa sel tertentu lain, walaupun tidak mempunyai reseptor CD4 misalnya set-set glia dan sel langerhans. Secara umum ada dua kelas sel dimana HIV ber-replikasi yaitu di dalam set T limfosit dan didalam sel makrofag, karena itu disebut T-tropik atau syncytium inducing isolates dan Makrofag-tropik atau non-syncytium inducing isolates. Isolat M-tropik lebih sering tertular, tetapi isolat T-tropik terlihat pada 50% dari infeksi HIV stadium lanjut dan menimbulkan progresivitas penyakit yang sangat cepat. Bahkan diketahui bahwa yang menimbulkan perbedaan tropisme adalah kadar ko-reseptor yang penting yaitu CXCR4 dan CCR5.

Sebagai akibatnya akan terjadi dua kelompok gejala utama yaitu :

1. Akibat penekanan pada sistim kekebalan tubuh, sehingga mudah terjadi infeksi, kanyeri kepalaer yang spesifik dan penurunan berat badan yang drastis.

2. Disfungsi neurologik baik susunan saraf pusat maupun susunan saraf perifer. KRITERIA DIAGNOSIS

- Fase I - Infeksi HIV primer (infeksi HIV akut)

- Fase II - Penurunan imunitas dini (sel CD4 > 500 / µl)

- Fase III - Penurunan imunitas sedang (sel CD4 500 – 200 / µl) - Fase lV - Penurunan imunitas berat (sel CD4 < 200 / µl) Kriteria diagnosis presumtif untuk indikator AIDS :

a. Kandidiiasis Esofagus : nyeri retrosternal saat menelan dan bercak putih diatas dasar kemerahan.

b. Retinitis virus sitomegalo c. Mikobakteriosis

d. Sarkoma Kaposi : bercak merah atau ungu pada kulit atau selaput mukosa.

e. Pnemonia Pnemosistis Karini : Riwayat sesak nafas/ batuk nonproduktif dalam 3 bulan terakhir.

f. Toksoplasmosis otak Pemeriksaan Penunjang:

v Enzym-linked immunosorbent assay (Eliza) dan aglutinasi partikel.

v Western Blot Analysis, indirect immunofluorescence assays (IFA) dan

radioimmunoprecipitation assays (RIPA) v Biakan darah, urin dan sifilis

v Antigen/ antibody HIV

(33)

v Viral load

v Serologi sifilis, antigen kriptokokus v Lumbal Pungsi

v Pemeriksaan tinta India cairan serebrospinal. v Brain CT scan , MRI

v Electromyograpky (EMG) v Memory test

v Roentgen thorax

v Mikroskopis dan biakan dahak. DIAGNOSIS BANDING

v Massa intrakranial v TBC

v Polineuropathy kerena penyebab lain v Demensia karena penyebab lain TATALAKSANA

Dosis Anti Retroviral untuk ODHA dewasa (Pedoman Nasional 2004)

Gol / Nama obat Dosis

Nucleoside RTI

Abacavir (ABC) 300 mg setiap 12 jam Didanoside (ddl) 400 mg sekali sehari

250 mg @ 12 jam (BB < 60kg)

Atau 250 mg sekali sehari bila diberi bersama TDF diberi bersama TDF

Lamivudine (3TC) 150 mg setiap 12 jam atau 300 mg sekali sehari

Stavudine (d4T) 30 mg @ 12 jam (BB < 60 kg) Zidovudine (ZDV atau AZT) 300 mg @ 12 jam

Nucleotide RTI

Tenofovir (TDF) 300 mg sekali sehari Non-nucleoside RTIs

Efavirenz (EFV) 600 mg sekali sehari

Nevirapine (NVP) 200 mg sekali sehari (14 hari) kemudian 200 mg @ 12 jam Protease Inhibitors

Indinavir / Ritonavir (IDV/r) 800 mg / 100 mg @ 12 jam Lopinavir / Ritonavir (LPV/r) 400 mg / 100 mg @ 12 jam Nelfinavir (NFV) 1250 mg @ 12 jam

Squinavir / Ritonavir (SQV/r) 1000 mg / 100 mg @ 12 jam atau 1600 mg / 200 mg sekali sehari Ritovanir (RTV/r) Capsule 100 mg

Larutan oral 400 mg / 5 ml Infeksi Opportunistik

1. Sitomegalovirus pada HIV : Pada funduskopi = Retinitis sitomegalovirus Gansiklovir 5 mg/KgBB dua kali sehari parenteral selama 14-21 hari. Selanjutnya 5 mg/KgBB sekali sehari

dianjurkan sampai CD4 lebih dari 100 sel/ml. 2. Ensefalitis Toksoplasma

Pirimetamin 50-75 mg perhari dengan Sulfadiazin 100 mg/KgBB/ hari Asam Folat 10-20 mg perhari

Atau :

Fansidar 2-3 tablet per hari dan Klindamisin 4 x 600 mg perhari Disertai leukovorin 10 mg perhari.

(Fansidar mengandung : Pirimetamine 25 mg + Sulfadoksin 500 mg) Untuk mencegah kekambuhan : Kotrimoksazol 2 tab perhari.

3. Meningitis Cryptoccocus

Terapi primer fase akut : Amfoterisin B 0,7 mg/kgBB/hari iv – 2 minggu. Selanjutnya Fluconazale 400 mg per hari peroral selama 8-10 minggu. Terapi pencegahan kekambuhan :

Fluconazole 100 mg perhari seterusnya selama jumlah sel CD4 masih dibawah 300 sel/mL

(Flow chart sesuai grafik gambar di belakang) Antiretroviral rekomendasi WHO 2004

ARV first line :

• d4T / 3TC / NVP (Stavudin / Lamifudin / Nevirapin) • d4T / 3TC / EFV (Stavudin / Lamifudin / Efavirens)

(34)

• AZT / 3TC / NVP (Zidovudin / Lamifudin / Nevirapin) • AZT / 3TC / EFV (Zidovudin / Lamifudin / Efavirens) PENYULIT / KOMPLIKASI

1. Drug toxicity

2. AIDP

3. CIDP

4. Mononeuropathy

5. Focal brain lesions

6. Distal Symmetric Polineuropathy

7. Inflammatory demyelinating polyneuropathy

8. Progressive polyradiculopathy

9. Mononeuritis multiplex

10. Spinal cord syndrome / vacuolar myelopathy

KONSULTASI :

Pokja HIV-AIDS RS Setempat, VCT Clinic JENIS PELAYANAN

Rawat Inap dan Rawat Jalan TENAGA STANDAR :

Spesialis Saraf, Spesialis Penyakit Dalam, Perawat Terlatih PROGNOSIS :

Angka kekambuhan tinggi Angka kematian tinggi

Gambar 1 : Algoritme penatalaksanaan keluhan intraserebral pada penderita HIV/AIDS

Keluhan Intraserebral

MRI

CT Scan

Meningeal enhanceme

Normal Atrofi Hidrosefalus Lesi desak

ruang Evaluasi CSF Positif Negatif Observasi Terapi sesuai Shunt (kalau perlu) Efek

massa (-) Lesi massa

(35)

Gambar 2 : Algoritme penatalaksanaan lesi massa intracranial pada penderita HIV / AIDS Steroid ? + - Ancaman Herniasi Ya tidak

Lesi Masa Intrakranial

• Alert-lethargic • Stabil

• Stupor-coma • Perburukan cepat • Massa besar dengan

resiko herniasi

Lesi multipel Lesi tunggal

Serologi Toksoplasma Obat antitokplasma Perbaikan Obat Antitoksoplasma seumur hidup Biopsi Stereotaktik Terapi sesuai etiologi Dekompresi biopsi terbuka

(36)
(37)

DEMENSIA ALZHEIMER

ICD F.00

DEFINISI DEMENSIA:

Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual progresif yang menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional, sehingga mengakibatkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan aktivitas sehari-hari.

KRITERIA DIAGNOSIS

Probable Demensia Alzheimer

• Demensia ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinik dan tes neuropsikologi (algoritma penanganan demensia, MMSE, CDT, ADL, IADL, FAQ, CDR, NPI, Skala Depresi Geriatrik, Trial Making test A dan B terlampir)

• Defisit meliputi dua atau lebih area kognisi terutama perburukan memori yang disertai gangguan kognisi lain yang progresif

• Tidak terdapat gangguan kesadaran

• Awitan (onset) antara usia 40-90 tahun, sering setelah usia 65 tahun

• Tidak ditemukan gangguan sistemik atau penyakit otak sebagai penyebab gangguan memori dan fungsi kognisi yang progresif tersebut

Possible Demensia Alzheimer

• Penyandang sindroma demensia tanpa gangguan neurologis, psikiatris dan gangguan sistemik lain yang dapat menyebabkan demensia

• Awitan, presentasi atau perjalanan penyakit yang bervariasi dibanding demensia Alzheimer klasik

• Pasien demensia dengan komorbiditas (gangguan sistemik/ gangguan otak sekunder) tetapi bukan sebagai penyebab demensia

• Dapat dipergunakan untuk keperluan penelitian bila terdapat suatu defisit kognisi berat, progresif bertahap tanpa penyebab tain yang teridentifikasi.

KLINIS

• Awitan penyakit perlahan-lahan

• Perburukan progresif memori (jangka pendek) disertai gangguan fungsi berbahasa (afasia), ketrampilan motorik (apraksia), dan persepsi (agnosia) dan perubahan perilaku penderita yang mengakibatkan gangguan aktivitas hidup sehari-hari (ADL)

• Bisa didapatkan riwayat keluarga dengan penyakit yang serupa Kelainan neurologis lain pada tahap lanjut berupa gangguan motorik seperti hipertonus, mioklonus, gangguan lenggang jalan (gait), atau bangkitan (seizure)

• Gejala penyerta lain berupa depresi, insomnia, inkontinensia, delusi, ilusi, halusinasi, pembicaraan katastrofik, gejolak emosional atau fisikal, gangguan seksual, dan penurunan berat badan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Radioimaging :

• CT sken : Atrofi serebri terutama daerah temporal dan parietal • MRI : Atrofi serebri dan atrofi hipokampus

• SPECT : Penurunan serebral blood flow terutama di kedua kortek temporoparietal • PET : Penurunan tingkat metabolisme kedua kortek temporoparietal

Laboratorium : • Urinalisis • Elektrolit serum • Kalsium • BUN • Fungsi hati • Hormon tiroid

• Kadar asam Folat dan Vitamin B 12

• Absorpsi antibodi treponemal flouresen pemeriksaan HIV pada pasien resiko tinggi • Pemeriksaan cairan otak untuk biomarker

EEG

• Stadium awal : gambaran EEG normal atau aspesifik

(38)

BAKU EMAS (PEMERIKSAAN PATOLOGI ANATOMI) : • Ditemukan neurofibrillary tangles dan senile plaque DIAGNOSA BANDING

• Demensia Vaskuler • Demensia Lewi body • Demensia lobus frontal • Pseudodemensia (depresi) PENATALAKSANAAN Farmakotogi

• Simptomatik :

Ø Penyekat Asetilkolinesterasa:

§ Donepezil HCl tablet 5 mg, 1 x 1 tablet / hari

§ Rivastigmin tablet, interval titrasi 1 bulan, mulai dari 2 x 1,5 mg sampai maksimal 2 x 6 mg

§ Galantamin tablet, interval titrasi 1 bulan mulai dari 2 x 4 mg sampai maksimal 2 x 16 mg

• Gangguan perilaku : Ø Depresi :

§ Antidepresan golongan SSRI (pilihan utama) : Sertraline tablet 1 x 50 mg, Flouxetine tablet 1 x 20 mg

§ Golongan Monoamine Oxidase (MAO) Inhibitors : Reversible MAO-A inhibitor (RIMA) : Moclobemide

Ø Delusi / halusinasi / agitasi § Neuroleptik atipikal

o Risperidon tablet 1 x 0,5 mg - 2 mg / hari

o Olanzapin

o Quetiapin tablet : 2 x 25 mg – 100 mg § Neuroleptik tipikal

o Haloperidol tablet : 1 x 0,5 mg – 2 mg / hari Non Farmakologis

Untuk mempertahankan fungsi kognisi

Program adaptif dan restoratif yang dirancang individual : • Orientasi realitas

• Stimulasi kognisi : memory enhancement program

Reminiscence

• Olah raga Gerak Latih Otak Edukasi pengasuh

• Training dan konseling Intervensi lingkungan

• Keamanan dan keselamatan lingkungan rumah • Fasilitasi aktivitas

• Terapi cahaya • Terapi musik • Pet therapy

Penanganan gangguan perilaku

• Mendorong untuk melakukan aktivitas keluarga (menyanyi, ibadah, rekreasi dll) • Menghindari tugas yang kompleks.

• Bersosialisasi TINDAKAN

• Tidak ada tindakan spesifik PENYULIT

• Infeksi saluran kemih dan pernafasan

• Gangguan gerak dan jatuh pada tahap lanjut KONSULTASI

• Bila diagnosa demensia belum tegak / ragu-ragu seperti presentasi klinik spesifik atau terdapat progresitas yang tidak khas.

• Bila keluarga membutuhkan pendapat kedua.

(39)

JENIS PELAYANAN

• Poliklinik konsultatif TENAGA

• Dokter spesialis Ilmu Penyakit Saraf LAMA PERAWATAN

(40)

DEMENSIA VASKULER

ICD E01 DEFINISI:

Demensia Vaskuler (VaD) meliputi semua kasus demensia yang disebabkan oteh gangguan serebrovaskuler dengan penurunan kognisi mulai dari yang ringan sampai paling berat dan meliputi semua domain, tidak harus prominen gangguan memori.

Dalam pembagian klinis dibedakan atas: I. VaD pasca stroke / Post stroke demensia

• Demensia infark strategik • MID (Multiple infark dementia) • Perdarahan intraserebral II. VaD subkortikal

• Lesi iskemik substansia alba • Infark lakuner subkortikal • Infark non takuner subkortikal III. AD + CVD (VaD tipe campuran) KRITERIA DIAGNOSIS VAD PROBABLE VAD PASCA STROKE

1. Adanya demensia secara klinis dan test neuropsikologis (sesuai dengan demensia Alzheimer) 2. Adanya penyakit serebrovaskuler (CVD) yang ditandai dengan :

• Defisit neurologik fokal pada pemeriksaan fisik sesuai gejala stroke (dengan atau tanpa riwayat stroke)

• CT sken atau MRI adanya tanda-tanda gangguan serebrovaskuler

3. Terdapat hubungan antara kedua gangguan diatas (1 atau lebih keadaan dibawah ini) • Awitan demensia berada dalam kurun waktu 3 bulan pasca stroke

• Deteriorasi fungsi kognisi yang mendadak atau berfluktuasi, defisit kognisi yang progresif dan bersifat stepwise.

PROBABLE VAD SUBKORTIKAL 1. Sindroma kognisi meliputi :

• Sindroma Diseksekusi: Gangguan formulasi tujuan, inisiasi, perencanaan, pengorganisasian, sekuensial, eksekusi, set-shifting, mempertahankan kegiatan dan abstraksi

• Deteriorasi fungsi memori sehingga terjadi gangguan fungsi okupasi kompleks dan sosial yang bukan disebabkan oleh gangguan fisik karena stroke

2. CVD yang meliputi :

• CVD yang dibuktikan dengan neuroimaging

• Riwayat defisit neurologi sebagai bagian dari CVD : hemiparese, parese otot wajah, tanda Babinski, gangguan sensorik, disartri, gangguan berjalan, gangguan ekstrapiramidal yang berhubungan dengan lesi subkortikal otak

KLINIS :

a. Episode gangguan lesi UMN ringan seperti drifting, refleks asimetri, dan inkoordinasi b. Gangguan berjalan pada tahap dini demensia

c. Riwayat gangguan keseimbangan, sering jatuh tanpa sebab

d. Urgensi miksi yang dini yang tidak berhubungan dengan kelainan urologi e. Disartri, disfagi dan gejala ekstrapiramidal

f. Gangguan perilaku dan psikis seperti depresi, perubahan kepribadian, emosi labil, dan retardasi psikomotor

PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium

• Darah : hematologi faktor resiko stroke Radiologis :

• Foto thorak • Radioimaging Computed Tomography

• VaD pasca stroke

o Infark (kortikal dan/atau subkortikal)

o Perdarahan Intraserebral

(41)

• VaD subkortikal

o Lesi periventrikuler dan substansia alba luas

o Tidak ditemukan adanya : infark di kortikal dan kortikolsubkortikal dan infark watershed; perdarahan pembuluh darah besar; hidrosefalus tekanan normal (NPH) dan penyebab spesifik substansia alba (multiple sklerosis, sarkoidosis, radiasi otak). Magnetic Resonance Imaging VaD subkortikal

a. Lesi luas periventrikuler dan substansia alba atau multipel lakuner (>5) di substansia gresia dalam dan paling sedikit ditemukan lesi substansia alba moderat

b. Tidak ditemukan infark di teritori non lakuner, kortiko-subkortikal dan infark watershed, perdarahan, tanda-tanda hidrosefalus tekanan normal dan penyebab spesifik lesi substansia alba (mis. multiple sklerosis, sarkoidosis, radiasi otak).

DIAGNOSA BANDING

• Demensia Alzheimer (dengan menggunakan Hachinski score/ terlampir) PENATALAKSANAAN

Farmakologi

• Terapi medikamentosa terhadap faktor resiko vaskuler • Terapi simptomatik terhadap gangguan kognisi simptomatik :

• Penyekat Asetilkolinesterase:

i. Donepezil Hcl tablet 5 mg, 1 x 1 tablet / hari

ii. Rivastigmin tablet, interval titrasi 1 bulan, mulai dari 2 x 1,5 mg sampai maksimal 2 x 6 mg

iii. Galantamin tablet, interval titrasi 1 bulan mulai dari 2 x 4 mg sampai maksimal 2 x 16 mg

• Gangguan perilaku : • Depresi :

• Antidepresan golongan SSRI (pilihan utama) : Sertraline tablet 1 x 50 mg, tablet 1 x 20 mg, Flbuxetine tablet 1 x 20 mg

• Golongan Monoamine Oxidase (MAO) Inhibitors: Reversible MAO-A inhibitor

(RIMA) : Moclobemide

• Delusi/ halusinasi/ agitasi • Neuroleptik atipikal

• Risperidon tablet 1 x 0,5 mg – 2 mg / hari • Olanzapin

• Quetiapin tablet : 2 x 25 mg – 100 mg • Neuroleptik tipikal

• Haloperidol tablet : 1x 0,5 mg – 2 mg / hari Non farmakolo$is

Untuk mempertahankan fungsi kognisi

Program adaptif dan restoratif yang dirancang individual : • Orientasi realitas

• Stimulasi kognisi : memory enhancement program

Reminiscence

• Olah raga Gerak Latih Otak Edukasi pengasuh

• Training dan konseling Intervensi lingkungan

• Keamanan dan keselamatan lingkungan rumah • Fasilitasi aktivitas

• Terapi cahaya • Terapi musik • Pet therapy TINDAKAN

• Tidak ada tindakan spesifik PENYULIT

• Infeksi saluran kemih dan pernafasan

(42)

KONSULTASI

• Bila diagnosa demensia belum tegak/ ragu-ragu seperti presentasi klinik spesifik atau terdapat progresitas yang tidak khas.

• Bila keluarga membutuhkan pendapat kedua.

• Bila tidak ada perbaikan dengan terapi farmokologi spesifik. RUJUKAN

• Dokter spesialis Ilmu Penyakit Saraf JENIS PELAYANAN :

• Poliklinik konsultatif TENAGA :

• Dokter spesialis Ilmu Penyakit Saraf LAMA PERAWATAN :

(43)

Gambar

Gambar 1 : Algoritme penatalaksanaan keluhan intraserebral pada penderita HIV/AIDS
Gambar 2 : Algoritme penatalaksanaan lesi massa intracranial pada penderita HIV / AIDS    Steroid ?  +   -  Ancaman  Herniasi  Ya      tidak
Tabel : Sindroma Mayor Cedera Spinal
Foto toraks CT scan dengan kontras : terdapat penyangatan di daerah basal  Laboratorium :
+3

Referensi

Dokumen terkait

Stroke iskemik secara klinis adalah defisit neurologis fokal yang timbul akut dan berlangsung lebih lama dari 24 jam dan tidak disebabkan oleh

Stroke iskemik secara klinis adalah defisit neurologis fokal yang timbul akut dan berlangsung lebih lama dari 24 jam dan tidak disebabkan oleh perdarahan.Stroke iskemik

Stroke merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh adanya defisit neurologi fokal atau global yang berlangsung mendadak selama 24 jam atau lebih atau kurang dari 24 jam yang

neurologis fokal akut yang timbul karena gangguan aliran darah otak sepintas dimana kemudian defisit neurologis menghilang secara lengkap dalam waktu &lt;24 jam.. • Reversible

§ Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak, progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau

§ Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak, progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau

Definisi stroke menurut WHO adalah suatu gangguan fungsional otak dengan tanda dan gejala fokal maupun global, yang terjadi secara mendadak, berlangsung lebih dari

Menurut Perdossi (2011) stroke merupakan suatu kejadian dimana fungsi sebagian atau fungsi seluruh neurologis yang meliputi defisit neurologik fokal maupun global