• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Komunikasi Keperawatan II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Komunikasi Keperawatan II"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I BAB I

PENDAHULUAN PENDAHULUAN

1.1

1.1 Latar BelakangLatar Belakang

Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi hubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan metoda utama dalam lebih bermakna karena merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan. Pengalaman ilmu untuk mengimplementasikan proses keperawatan. Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati, 1989).

yang besar (Abdalati, 1989).

Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang mencakup ketrampilan intelektual, tehnical dan interpersonal sosial yang mencakup ketrampilan intelektual, tehnical dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku “caring” atau kasih sayang / cinta (Johnson, yang tercermin dalam perilaku “caring” atau kasih sayang / cinta (Johnson, 1989) dalam berkomunikasi dengan orang lain.

1989) dalam berkomunikasi dengan orang lain.

Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit, tetapi yang paling penting adalah mengamalkan serta citra rumah sakit, tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia.

ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia. 1.2

1.2 Rumusan MasalahRumusan Masalah 1.2.1.

1.2.1. Apa yang dimaksud dengan komunikasi?Apa yang dimaksud dengan komunikasi? 1.2.2.

1.2.2. Apa saja unsur-unsur komunikasi?Apa saja unsur-unsur komunikasi? 1.2.3.

1.2.3. Bagaimana karakteristik perawat memfasilitasi hubungan terapeutik?Bagaimana karakteristik perawat memfasilitasi hubungan terapeutik? 1.2.4.

1.2.4. Apa saja komponen dari komunikasi terapeutik?Apa saja komponen dari komunikasi terapeutik? 1.2.5.

1.2.5. BagaimanaBagaimana fase hubungan komunikasi terapeutik?fase hubungan komunikasi terapeutik? 1.2.6.

1.2.6. Bagaimana sikap komunikasi terapeutik?Bagaimana sikap komunikasi terapeutik? 1.2.7.

(2)

1.3

1.3 Tujuan PenulisanTujuan Penulisan

Tujuan Umum untuk membuat makalah ini, yaitu: Tujuan Umum untuk membuat makalah ini, yaitu: 1.3.1

1.3.1 Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti proses belajar KomunikasiSebagai salah satu syarat untuk mengikuti proses belajar Komunikasi Keperawatan II.

Keperawatan II. 1.3.2

1.3.2 Untuk mengetahui materi tentang Karakteristik Perawat YangUntuk mengetahui materi tentang Karakteristik Perawat Yang Memfasilitasi Hubungan Terapeutik.

Memfasilitasi Hubungan Terapeutik.

Tujuan Khusus untuk membuat makalah ini, yaitu: Tujuan Khusus untuk membuat makalah ini, yaitu: 1.3.3

1.3.3 Untuk mengetahui Pengertian Komunikasi.Untuk mengetahui Pengertian Komunikasi. 1.3.4

1.3.4 Untuk mengetahui Unsur-unsur Komunikasi.Untuk mengetahui Unsur-unsur Komunikasi. 1.3.5

1.3.5 Untuk mengetahui Karakteristik Perawat Yang MemfasilitasiUntuk mengetahui Karakteristik Perawat Yang Memfasilitasi Hubungan Terapeutik.

Hubungan Terapeutik. 1.3.6

1.3.6 Untuk mengetahui Komponen Dari Komunikasi Terapeutik.Untuk mengetahui Komponen Dari Komunikasi Terapeutik. 1.3.7

1.3.7 Untuk mengetahui Fase Hubungan Komunikasi Terapeutik.Untuk mengetahui Fase Hubungan Komunikasi Terapeutik. 1.3.8

1.3.8 Untuk mengetahui Sikap Komunikasi Terapeutik.Untuk mengetahui Sikap Komunikasi Terapeutik. 1.3.9

1.3.9 Untuk mengetahui Teknik Komunikasi Terapeutik.Untuk mengetahui Teknik Komunikasi Terapeutik. 1.4

1.4 Manfaat PenulisanManfaat Penulisan

Manfaat yang diperoleh dari pembuatan makalah ini, yaitu: Manfaat yang diperoleh dari pembuatan makalah ini, yaitu: 1.4.1

1.4.1 Mahasiswa jadi mengetahui tentang Pengertian Komunikasi.Mahasiswa jadi mengetahui tentang Pengertian Komunikasi. 1.4.2

1.4.2 Mahasiswa jadi mengetahui tentang Unsur-unsur komunikasi.Mahasiswa jadi mengetahui tentang Unsur-unsur komunikasi. 1.4.3

1.4.3 Mahasiswa jadi mengetahui tentangMahasiswa jadi mengetahui tentang Karakteristik Perawat YangKarakteristik Perawat Yang Memfasilitasi Hubungan Terapeutik.

Memfasilitasi Hubungan Terapeutik. 1.4.4

1.4.4 Mahasiswa jadi mengetahui tentang Komponen Dari KomunikasiMahasiswa jadi mengetahui tentang Komponen Dari Komunikasi Terapeutik.

Terapeutik. 1.4.5

1.4.5 Mahasiswa jadi mengetahui tentang Fase Hubungan KomunikasiMahasiswa jadi mengetahui tentang Fase Hubungan Komunikasi Terapeutik.

Terapeutik. 1.4.6

1.4.6 Mahasiswa jadi mengetahui tentang Sikap Komunikasi Terapeutik.Mahasiswa jadi mengetahui tentang Sikap Komunikasi Terapeutik. 1.4.7

1.4.7 Mahasiswa jadi mengetahui tentang Teknik Komunikasi Terapeutik.Mahasiswa jadi mengetahui tentang Teknik Komunikasi Terapeutik. 1.5

1.5 Sistematika PenulisanSistematika Penulisan

Penulis akan menjelaskan bagaimana sistematika penulisan pada makalah Penulis akan menjelaskan bagaimana sistematika penulisan pada makalah

(3)

 penulisan, dan metode penulisan. Selanjutnya adalah Bab kedua, yaitu berisi tentang pembahasan mengenai materi Karakteristik Perawat Yang Memfasilitasi Hubungan Terapeutik.  Dan yang terakhir adalah bab ketiga, yaitu merupakan bab penutup dalam makalah ini. Pada bagian ini penulis menyimpulkan dan memberi saran mengenai Karakteristik Perawat Yang Memfasilitasi Hubungan Terapeutik.

1.6 Metode Penulisan

Untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan, penulis memakai teknik kepustakaan, yaitu melalui buku.

(4)

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Komunikasi

Komunikasi adalah penyampaian informasi verbal atau non verbal untuk mencapai persamaan pengertian (Suliswati dkk, 2005). Komunikasi adalah proses yang digunakan seseorang untuk tukar menukar informasi. (Devito, 2004). Komunikasi merupakan proses penkaran informasi atau  proses yang menimbulkan dan meneruskan makna atau arti (Taylor dkk, 1993). Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi, makna dan  pemahaman dari pengirim pesan kepada penerima pesan (Burgess, 1998) 2.2 Unsur-unsur Komunikasi

Unsur-unsur komunikasi adalah; komunikator, pesan, komunikan, media, dan respon atau umpan balik.

1) Komunikator

Komunikator atau orang yang menyampaikan pesan harus berusaha merumuskan isi pesan yang akan disampaikan. Sikap dari komunikator harus empati, jelas. Kejelasan kalimat dan kemudahan bahasa akan sangat mempengaruhi penerimaan pesan oleh komunikan.

2) Pesan

Pesan adalah pernyataan yang didukung oleh lambang. Lambang  bahasa dinyatakan baik lisan maupun tulisan. Lambang suara berkaitan dengan intonasi suara. Lambang gerak adalah ekspresi wajah dan gerakan tubuh, sedangkan lambang warna berkaitan dengan pesan yang disampaikan melalui warna tertentu yang mempunyai makna, yang sudah diketahui secara umum, misalnya merah, kuning, dan hijau pada lampu lalu lintas.

(5)

menafsirkan pesan yang diterimanya. Satu hal penting yang harus diperhatikan adalah persepsii komunikan terhadap pesan harus sama dengan persepsi komunikator yang menyampaikan pesan.

4) Media

Media adalah sarana atau saluran dari komunikasi. Bisa berupa media cetak, audio, visual dan audio-visual. Gangguan atau kerusakan pada media akan mempengaruhi penerimaan pesan dari komunikan.

5) Respon/umpan balik

Respon atau umpan balik adalah reaksi komunikan sebagai dampak atau pengaruh dari pesan yang disampaikan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Umpan balik langsung disampaikan komunikan secara verbal, yaitu dengan kalimat yang diucapkan langsung dan nonverbal melalui ekspresi wajah atau gerakan tubuh. Umpan balik secara tidak langsung dapat berupa perubahan perilaku setelah proses komunikasi berlangsung, bisa dalam waktu yang relative singkat atau bahkan memerlukan waktu cukup lama.

2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi 1) Situasi/suasana

Situasi/suasana yang hiruk pikuk atau penuh kebisangan akan mempengaruhi baik/tidaknya pesan diterima oleh komunikan, suara  bising yang diterima komunikan saat proses komunikasi berlangsung membuat pesan tidak jelas, kabur, bahkan sulit diterima. Oleh karena itu, sebelum proses komunikasi dilaksanakan, lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa supaya tenang dan nyaman. Komunikasi yang berlangsung dan dilakukan pada waktu yang kurang tepat mungkin diterima dengan kurang tepat pula. Misalnya, apabila perawat memberikan penjelasan kepada orang tua tentang cara menjaga kesterilan luka pada saat orang tua sedang sedih, tentu saja pesan tersebut kurang diterima dengan baik oleh orang tua karena perhatian orang tua tidak berfokus pada pesan yang disampaikan perawat, melainkan pada perasaan sedihnya.

(6)

2) Kejelasan pesan

Kejelasan pesan akan sangat mempengaruhi keefektifan komunikasi. Pesan yang kurang jelas dapat ditafsirkan berbeda oleh komunikan sehingga antara komunikan dan komunikator dapat berbeda persepsi tentang pesan yang disampaikan. Hal ini akan sangat mempengaruhi  pencapaian tujuan komunikasi yang dijalankan. Oleh karena itu, komunikator harus memahami pesan sebelum menyampaikannya pada komunikan, dapat dimengerti komunikan dan menggunakan artikulasi dan kalimat yang jelas.

2.4 Teknik Komunikasi Yang Efektif

1) Yakinkan apa yang akan dikomunikasikan dan bagaimana mengkomunikasikannya. Hal yang berkaitan dengan kejelasan pesan yang ingin disampaikan.

2) Gunakan bahasa yang jelas dan dapat dimengerti komunikan. Seringkali perawat menemui pesan yang tidak dapat berbahasa Indonesia, sedangkan perawat itu sendiri tidak dapat berbahasa seperti  pasien. Dalam kondisi seperti ini, orang ketiga diperlukan untuk

menjembatani proses komunikasi tersebut.

3) Gunakan media komunikasi yang tepat dan adekuat. Media tertentu tepat digunakan untuk komunikasi tertentu. Perawat yang sedang memberi penyuluhan pada satu orang pasien tidak perlu menggunakan flip chart, tetapi cukup dengan brosur atau leaflet. Sebaliknya dalam satu kegiatan penyuluhan pada 25 orang tidak cukup hanya dengan  brosur saja, tetapi diperlukan media yang tepat seperti flip chart atau

film.

4) Ciptakan iklim komunikasi yang baik dan tepat. Untuk berlangsungnya  proses komunikasi yang efektif diperlukan suasana tenang dan tidak  bising. Akan lebih baik lagi apabila disertai dengan udara yang nyaman

(7)

5) Dengarkan dengan penuh perhatian terhadap apa yang sedang diutarakan komunikan karena apa yang diutarakan komunikan adalah umpan balik terhadap pesan yang diberikan komunikator.

6) Hindarkan komunikasi yang tidak disengaja. Setiap proses komunikasi yang dijalankan hendaknya mempunyai tujuan yang jelas dan dilakukan dengan berencana.

7) Ingat bahwa komunikasi adalah proses dua arah, yaitu harus terjadi umpan balik antara komunikator dan komunikan.

8) Yakinkan bahwa tindakan yang dilakukan tidak kontradiksi dengan apa yang diucapkan. Dengan kata lain ekspresi verbal harus sesuai dengan ekspresi non verbal. Hindari mengatakan saya turut berbahagia tetapi dengan ekspresi wajah yang datar dan tidak menunjukkan rasa bahagia. 2.5 Tinjauan Umum Tentang Komunikasi Terapeutik

2.5.1 Pengertian

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses  penyembuhan klien (Depkes RI, 1997). Dalam pengertian lain mengatakan bahwa komunikasi terapeutik adalah proses yang digunakan oleh perawat memakai pendekatan yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan pada klien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antara perawat dengan klien. Persoalan yang mendasar dari komunikasi ini adalah adanya saling membutuhkan antara perawat dan klien, sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan klien, perawat membantu dan klien menerima bantuan. Menurut Stuart dan Sundeen (dalam Hamid, 1996), tujuan hubungan terapeutik diarahkan pada pertumbuhan klien meliputi :

1) Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan terhadap diri.

(8)

3) Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang intim dan saling tergantung dengan kapasitas untuk mencintai dan dicintai. 4) Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan

serta mencapai tujuan personal yang realistik. Tujuan komunikasi terapeutik adalah :

1) Membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila klien pecaya pada hal yang diperlukan.

2) Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.

3) Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.

Tujuan terapeutik akan tercapai bila perawat memiliki karakteristik sebagai berikut, yaitu:

1) Kesadaran diri. 2) Klarifikasi nilai. 3) Eksplorasi perasaan.

4) Kemampuan untuk menjadi model peran. 5) Motivasi altruistik.

6) Rasa tanggung jawab dan etik. 2.5.2 Komponen Komunikasi Terapeutik

Model struktural dari komunikasi mengidentifikasi lima komponen fungsional berikut, yaitu:

1) Pengirim: yang menjadi asal dari pesan.

2) Pesan: suatu unit informasi yang dipindahkan dari pengirim kepada  penerima.

3) Penerima: yang mempersepsikan pesan, yang perilakunya dipengaruhi oleh pesan.

4) Umpan balik: respon dari penerima pesan kepada pengirim pesan. 5) Konteks: tatanan di mana komunikasi terjadi.

(9)

Jika perawat mengevaluasi proses komunikasi dengan menggunakan lima elemen struktur ini maka masalah-masalah yang spesifik atau kesalahan yang potensial dapat diidentifikasi.

Menurur Roger, terdapat beberapa karakteristik dari seorang perawat yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik. Karakteristik tersebut antara lain, yaitu:

1. Kejujuran (trustworthy). Kejujuran merupakan modal utama agar dapat melakukan komunikasi yang bernilai terapeutik, tanpa kejujuran mustahil dapat membina hubungan saling percaya. Klien hanya akan terbuka dan jujur pula dalam memberikan informasi yang benar hanya bila yakin bahwa perawat dapat dipercaya.

2. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif. Dalam berkomunikasi hendaknya perawat menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti oleh klien. Komunikasi nonverbal harus mendukung komunikasi verbal yang disampaikan. Ketidaksesuaian dapat menyebabkan klien menjadi bingung.

3. Bersikap positif. Bersikap positif dapat ditunjukkan dengan sikap yang hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien. Roger menyatakan inti dari hubungan terapeutik adalah kehangatan, ketulusan, pemahaman yang empati dan sikap positif.

4. Empati bukan simpati. Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti yang dirasakan dan dipikirkan oleh klien. Dengan empati seorang perawat dapat memberikan alternatif pemecahan masalah bagi klien, karena meskipun dia turut merasakan permasalahan yang dirasakan kliennya, tetapi tidak larut dalam masalah tersebut sehingga perawat dapat memikirkan masalah yang dihadapi klien secara objektif. Sikap simpati membuat perawat tidak mampu melihat permasalahan secara objektif karena dia terlibat secara emosional dan terlarut didalamnya.

(10)

5. Mampu melihat permasalahan klien dari kacamata klien.Dalam memberikan asuhan keperawatan perawat harus berorientasi pada klien, (Taylor, dkk ,1997) dalam Suryani 2005. Untuk itu agar dapat membantu memecahkan masalah klien perawat harus memandang  permasalahan tersebut dari sudut pandang klien. Untuk itu perawat harus menggunakan terkhnik active listening dan kesabaran dalam mendengarkan ungkapan klien. Jika perawat menyimpulkan secara tergesa-gesa dengan tidak menyimak secara keseluruhan ungkapan klien akibatnya dapat fatal, karena dapat saja diagnosa yang dirumuskan perawat tidak sesuai dengan masalah klien dan akibatnya tindakan yang diberikan dapat tidak membantu bahkan merusak klien.

6. Menerima klien apa adanya. Jika seseorang diterima dengan tulus, seseorang akan merasa nyaman dan aman dalam menjalin hubungan intim terapeutik. Memberikan penilaian atau mengkritik klien  berdasarkan nilai-nilai yang diyakini perawat menunjukkan bahwa  perawat tidak menerima klien apa adanya.

7. Sensitif terhadap perasaan klien. Tanpa kemampuan ini hubungan yang terapeutik sulit terjalin dengan baik, karena jika tidak sensitif  perawat dapat saja melakukan pelanggaran batas, privasi dan

menyinggung perasaan klien.

8. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri. Seseorang yang selalu menyesali tentang apa yang telah terjadi pada masa lalunya tidak akan mampu berbuat yang terbaik hari ini. Sangat sulit bagi perawat untuk membantu klien, jika ia sendiri memiliki segudang masalah dan ketidakpuasan dalam hidupnya.

2.5.3 Fase Hubungan Komunikasi Terapeutik

(11)

orientasi; (3) fase kerja; dan (4) fase terminasi (Suryani,2005). Dalam setiap fase terdapat tugas atau kegiatan perawat yang harus terselesaikan. 1. Fase preinteraksi

Tahap ini adalah masa persiapan sebelum memulai berhubungan dengan klien. Tugas perawat pada fase ini yaitu:

1) Mengeksplorasi perasaan,harapan dan kecemasannya;

2) Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri, dengan analisa diri ia akan terlatih untuk memaksimalkan dirinya agar bernilai tera[eutik bagi klien, jika merasa tidak siap maka perlu belajar kembali, diskusi teman kelompok;

3) Mengumpulkan data tentang klien, sebagai dasar dalam membuat rencana interaksi;

4) Membuat rencana pertemuan secara tertulis, yang akan di implementasikan saat bertemu dengan klien.

2. Fase orientasi

Fase ini dimulai pada saat bertemu pertama kali dengan klien. Pada saat pertama kali bertemu dengan klien fase ini digunakan perawat untuk berkenalan dengan klien dan merupakan langkah awal dalam membina hubungan saling percaya. Tugas utama perawat pada tahap ini adalah memberikan situasi lingkungan yang peka dan menunjukkan penerimaan, serta membantu klien dalam mengekspresikan perasaan dan pikirannya. Tugas-tugas perawat pada tahap ini antara lain:

1) Membina hubungan saling percaya, menunjukkan sikap penerimaan dan komunikasi terbuka. Untuk membina hubungan saling percaya  perawat harus bersikap terbuka, jujur, ihklas, menerima klien apa

danya, menepati janji, dan menghargai klien;

2) Merumuskan kontrak bersama klien. Kontrak penting untuk menjaga kelangsungan sebuah interaksi.Kontrak yang harus disetujui bersama dengan klien yaitu, tempat, waktu dan topik pertemuan;

(12)

3) Menggali perasaan dan pikiran serta mengidentifikasi masalah klien. Untuk mendorong klien mengekspresikan perasaannya, maka tekhnik yang digunakan adalah pertanyaan terbuka;

4) Merumuskan tujuan dengan klien. Tujuan dirumuskan setelah masalah klien teridentifikasi. Bila tahap ini gagal dicapai akan menimbulkan kegagalan pada keseluruhan interaksi (Stuart,G.W,1998 dikutip dari Suryani,2005).

Hal yang perlu diperhatikan pada fase ini antara lain, yaitu:

1) Memberikan salam terapeutik disertai mengulurkan tangan jabatan tangan

2) Memperkenalkan diri perawat

3) Menyepakati kontrak. Kesepakatan berkaitan dengan kesediaan klien untuk berkomunikasi, topik, tempat, dan lamanya pertemuan.

4) Melengkapi kontrak. Pada pertemuan pertama perawat perlu melengkapi penjelasan tentang identitas serta tujuan interaksi agar klien percaya kepada perawat.

5) Evaluasi dan validasi. Berisikan pengkajian keluhan utama, alasan atau kejadian yang membuat klien meminta bantuan. Evaluasi ini juga digunakan untuk mendapatkan fokus pengkajian lebih lanjut, kemudian dilanjutkan dengan hal-hal yang terkait dengan keluhan utama. Pada pertemuan lanjutan evaluasi/validasi digunakan untuk mengetahui kondisi dan kemajuan klien hasil interaksi sebelumnya. 6) Menyepakati masalah. Dengan teknik memfokuskan perawat bersama

klien mengidentifikasi masalah dan kebutuhan klien. Selanjutnya setiap awal pertemuan lanjutan dengan klien lakukan orientasi. Tujuan orientasi adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini dan mengevaluasi tindakan  pertemuan sebelumnya.

(13)

dihadapi klien.Perawat dan klien mengeksplorasi stressor dan mendorong perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan  persepsi, perasaan dan perilaku klien.Tahap ini berkaitan dengan  pelaksanaan rencana asuhan yang telah ditetapkan.Tekhnik komunikasi terapeutik yang sering digunakan perawat antara lain mengeksplorasi, mendengarkan dengan aktif, refleksi, berbagai  persepsi, memfokuskan dan menyimpulkan (Geldard,D,1996, dikutip

dari Suryani, 2005). 4. Fase terminasi

Fase ini merupakan fase yang sulit dan penting, karena hubungan saling percaya sudah terbina dan berada pada tingkat optimal. Perawat dan klien keduanya merasa kehilangan. Terminasi dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau saat klien akan  pulang. Perawat dan klien bersama-sama meninjau kembali proses

keperawatan yang telah dilalui dan pencapaian tujuan. Untuk melalui fase ini dengan sukses dan bernilai terapeutik, perawat menggunakan konsep kehilangan. Terminasi merupakan akhir dari pertemuan  perawat, yang dibagi dua yaitu:

1) Terminasi sementara, berarti masih ada pertemuan lanjutan;

2) Terminasi akhir, terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara menyeluruh. Tugas perawat pada fase ini yaitu : 1) Mengevaluasi pencapaian tujuan interaksi yang telah dilakukan,

evaluasi ini disebut evaluasi objektif. Brammer & Mc Donald (1996) menyatakan bahwa meminta klien menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan atau respon objektif setelah tindakan dilakukan sangat berguna pada tahap terminasi (Suryani,2005);

2) Melakukan evaluasi subjektif, dilakukan dengan menanyakan  perasaan klien setalah berinteraksi atau setelah melakukan tindakan

tertentu;

3) Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Hal ini sering disebut pekerjaan rumah (planning klien). Tindak lanjut

(14)

yang diberikan harus relevan dengan interaksi yang baru dilakukan atau yang akan dilakukan pada pertemuan berikutnya. Dengan tindak lanjut klien tidak akan pernah kosong menerima proses keperawatan dalam 24 jam;

4) Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya, kontrak yang perlu disepakati adalah topik, waktu dan tempat pertemuan. Perbedaan antara terminasi sementara dan terminasi akhir, adalah bahwa pada terminasi akhir yaitu mencakup keseluruhan hasil yang telah dicapai selama interaksi.

2.5.4 Sikap Komunikasi Terapeutik 

Lima sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi yang terapeutik menurut Egan, yaitu:

1) Berhadapan. Artinya dari posisi ini adalah “Saya siap untuk anda”. 2) Mempertahankan kontak mata. Kontak mata pada level yang sama

 berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap  berkomunikasi.

3) Membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar sesuatu.

4) Mempertahankan sikap terbuka, tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.

5) Tetap rileks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon kepada klien.

Selain hal-hal di atas sikap terapeutik juga dapat teridentifikasi melalui perilaku non verbal. Stuart dan Sundeen (1998) mengatakan ada lima kategori komunikasi non-verbal, yaitu:

1) Isyarat vokal, yaitu isyarat paralingustik termasuk semua kualitas  bicara non verbal misalnya tekanan suara, kualitas suara, tertawa,

irama dan kecepatan bicara.

(15)

3) Isyarat objek, yaitu objek yang digunakan secara sengaja atau tidak sengaja oleh seseorang seperti pakaian dan benda pribadi lainnya. 4) Ruang memberikan isyarat tentang kedekatan hubungan antara dua

orang. Hal ini didasarkan pada norma-norma sosial budaya yang dimiliki.

5) Sentuhan, yaitu fisik antara dua orang dan merupakan komunikasi non verbal yang paling personal. Respon seseorang terhadap tindakan ini sangat dipengaruhi oleh tatanan dan latar belakang budaya, jenis hubungan, jenis kelamin, usia dan harapan.

2.5.5 Teknik Komunikasi Terapeutik

Ada dua persyaratan dasar untuk komunikasi yang efektif (Stuart dan Sundeen, 1998) yaitu :

1. Semua komunikasi harus ditujukan untuk menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan.

2. Komunikasi yang menciptakan saling pengertian harus dilakukan lebih dahulu sebelum memberikan saran, informasi maupun masukan. Stuart dan Sundeen, (1998) mengidentifikasi teknik komunikasi terapeutik sebagai berikut :

1) Mendengarkan dengan penuh perhatian

Dalam hal ini perawat berusaha mengerti klien dengan cara mendengarkan apa yang disampaikan klien. Mendengar merupakan dasar utama dalam komunikasi. Dengan mendengar perawat mengetahui perasaan klien. Beri kesempatan lebih banyak pada klien untuk berbicara. Perawat harus menjadi pendengar yang aktif.

2) Menunjukkan penerimaan

Menerima tidak berarti menyetujui, menerima berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan.

3) Menanyakan pertanyaan yang berkaitan

Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai apa yang disampaikan oleh klien.

(16)

4) Mengulangi ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri

Melalui pengulangan kembali kata-kata klien, perawat memberikan umpan balik bahwa perawat mengerti pesan klien dan berharap komunikasi dilanjutkan.

5) Mengklasifikasi

Klasifikasi terjadi saat perawat berusaha untuk menjelaskan dalam kata-kata ide atau pikiran yang tidak jelas dikatakan oleh klien.

6) Memfokuskan

Metode ini bertujuan untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga  percakapan menjadi lebih spesifik dan dimengerti.

7) Menyatakan hasil observasi

Dalam hal ini perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh isyarat non verbal klien.

8) Menawarkan informasi

Memberikan tambahan informasi merupakan tindakan penyuluhan kesehatan untuk klien yang bertujuan memfasilitasi klien untuk mengambil keputusan.

9) Diam

Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisir. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri, mengorganisir pikiran dan memproses informasi.

10) Meringkas

Meringkas pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat.

11) Memberi penghargaan

Penghargaan janganlah sampai menjadi beban untuk klien dalam arti  jangan sampai klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi

(17)

12) Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan

Memberi kesempatan kepada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik pembicaraan.

13) Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan

Teknik ini memberikan kesempatan kepada klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan.

14) Menempatkan kejadian secara berurutan

Mengurutkan kejadian secara teratur akan membantu perawat dan klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif.

15) Memberikan kesempatan kepada klien untuk menguraikan  persepsinya

Apabila perawat ingin mengerti klien, maka perawat harus melihat segala sesuatunya dari perspektif klien.

16) Refleksi

Refleksi memberikan kesempatan kepada klien untuk mengemukakan dan menerima ide dan perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri. 2.5.6 Hambatan Komunikasi Terapeutik

Hambatan komunikasi terapeutik dalam hal kemajuan hubungan  perawat-klien terdiri dari tiga jenis utama: resistens, transferens, dan

kontertransferens (Hamid, 1998). Ini timbul dari berbagai alasan dan mungkin terjadi dalam bentuk yang berbeda, tetapi semuanya menghambat komunikasi terapeutik. Perawat harus segera mengatasinya. Oleh karena itu hambatan ini menimbulkan perasaan tegang baik bagi perawat maupun  bagi klien. Untuk lebih jelasnya marilah kita bahas satu-persatu mengenai

hambatan komunikasi terapeutik itu. 1. Resistens

Resistens adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek  penyebab ansietas yang dialaminya. Resisten merupakan keengganan

alamiah atau penghindaran verbalisasi yang dipelajari atau mengalami  peristiwa yang menimbulkan masalah aspek diri seseorang. Resisten sering merupakan akibat dari ketidaksediaan klien untuk berubah

(18)

ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan. Perilaku resistens  biasanya diperlihatkan oleh klien selama fase kerja, karena fase ini

sangat banyak berisi proses penyelesaian masalah. 2. Transferens

Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien mengalami  perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam kehidupannya di masa lalu. Sifat yang paling menonjol adalah ketidaktepatan respon klien dalam intensitas dan  penggunaan mekanisme pertahanan pengisaran (displacement) yang

maladaptif. Ada dua jenis utama reaksi bermusuhan dan tergantung. 3. Kontertransferens

Kontertransferens, yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh  perawat bukan oleh klien. Konterrtransferens merujuk pada respon emosional spesifik oleh perawat terhadap klien yang tidak tepat dalam isi maupun konteks hubungan terapeutik atau ketidaktepatan dalam intensitas emosi. Reaksi ini biasanya berbentuk salah satu dari tiga  jenis reaksi sangat mencintai, reaksi sangat bermusuhan atau

membenci dan reaksi sangat cemas sering kali digunakan sebagai respon terhadap resisten klien.

Untuk mengatasi hambatan komunikasi terapeutik, perawat harus siap untuk mengungkapkan perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat-klien (Hamid, 1998). Awalnya, perawat harus mempunyai pengetahuan tentang hambatan komunikasi terapeutik dan mengenali perilaku yang menunjukkan adanya hambatan tersebut.

(19)

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Komunikasi adalah penyampaian informasi verbal atau non verbal untuk mencapai persamaan pengertian. Sedangkan komunikasi terapeutik dalam praktik keperawatan yaitu untuk komunikasi yang direncaakan untuk membantu penyembuhan klien.

Dalam sebuah komunikasi memiliki beberapa komponen untuk mendukung komunikasi yang efektif adalah adanya komunikator, pesan, komunikan, media, dan umpan balik. Karakteristik perawat dalam memfasilitasi tumbuhnya hubungan terapeutik yaitu kejujuran, tidak membingungkan dan cukup expresif, bersikap positif, empati bukan simpati, mampu melihat permasalahan klien dari kacamata klien, menerima klien apa adanya, sensitif terhadap perasaan klien tidak mudah terpengaruh oleh masalah klien ataupun perawat sendiri.

Komunikasi terapeutik memiliki beberapa fase dalam berkomunikasi yaitu, fase preinteraksi, fase orientasi, fase kerja, dan yang terakhir adalah fase terminasi. Dalam berkomunikasi yang baik sikap kita sebagai perawat adalah berhadapan, mempertahankan kontak, membungkukan kearah klien, mempertahankan sikap terbuka dan tetap rileks.

3.2 Saran

Saran kepada para perawat untuk tidak lupa mengunakan komunikasi terapeutik dalam mejalankan tugasnya sebagai seorang perawat. Karena komunikasi terapeutik itu sangat penting, membantu proses penyumbuhan klien. Kepada teman-teman dan dosen pengampu mata kuliah komunikasi keperawatan II untuk memberikan kritik dan saran untuk membangun makalah ini menjadi lebih baik.

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Cangara, Hafid. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi. Grafindo Persada. Jakarta. Purwanto, H. 1998. Komunikasi Untuk Perawat . EGC. Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Lambang yang digunakan dalam komunikasi tersebut misalnya, lambang suara dalam komunikasi lisan yang berupa intonasi suara dalam penyampaian pesan, lambang gerak berupa

Dari serangkaian proses komunikasi politik yang dilakukan, komunikator politik berharap pesan politik yang dibawa mampu diterima oleh komunikan politik, yang

Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah

 Noise : Gangguan tak terencana yang terjadi dalam proses komunikasi sebagai akibat diterimanya pesan lain oleh komunikan yang berbeda dengan pesan yang

Penetapan metode dalam komunikasi mampu mempengaruhi proses penyampaian pesan dari komunikator terhadap komunikan. Terdapat dua aspek untuk melihat metode penyampaian

Apabila da’i tidak bersedia mendengar dengan baik, maka pesan yang diterima tidak akan sesuai dengan harapan komunikan (mad’u). Kemampuan ini diperlukan untuk

Hal itu dikarenakan berlangsungnya suatu proses komunikasi akan ditentukan oleh bagaimana umpan balik dari komunikan atas pesan yang disampaikan komunikator (sumber)..

Stimulus yang merupakan pesan yang disampaikan kepada komunikan dapat diterima atau ditolak, komunikasi yang terjadi dapat berjalan apabila komunikan memberikan perhatian