• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Mucocele Dan Ranula

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Mucocele Dan Ranula"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Mucocele

A. Definisi

Menurut Kruger (1974), mucocele adalah kista retensi yang terbentuk akibat obstruksi saluran kelenjar. Sedangkan Neville (2002) mengatakan mucocele adalah lesi pada mukosa oral yang terjadi akibat pecahnya saluran kelenjar saliva, sehingga musin masuk ke jaringan lunak.

Mucocele merupakan lesi mukosa oral yang terbentuk akibat rupturnya duktus glandula saliva minor dan penumpukan mucin pada sekeliling jaringan lunak. Umumnya sering diakibatkan oleh trauma lokal atau mekanik. Mucocele merupakan kista benigna, tetapi dikatakan bukan kista yang sesungguhnya, karena tidak memiliki epithelial lining pada gambaran histopatologisnya.

(2)

B. Epidemiologi

Lokasi mucocele bervariasi. Bibir bawah merupakan bagian yang paling sering terkena mucocele, yaitu lebih dari 60% dari seluruh kasus yang ada. Umumnya terletak di bagian lateral mengarah ke midline. Beberapa kasus ditemui pada mukosa bukal dan ventral lidah, dan jarang terjadi pada bibir atas.

Kebanyakan kasus melaporkan insidensi tertinggi mucocele adalah usia muda. Sekitar 70% pada usia dibawah 20 tahun, dengan prevalensi tertinggi pada usia 10-20 tahun.

Pada penelitian 151 pasien di Afrika Selatan, lokasi yang paling sering terlibat adalah pada bibir bawah (53,5%) diikuti oleh dasar /ventral lidah (19,4%)

C. Etiologi

Mucocele disebabkan oleh 2 hal, yaitu trauma lokal, misalnya bibir yang sering tergigit pada saat sedang makan, atau pukulan di wajah. Dapat juga disebabkan karena adanya penyumbatan pada duktus (saluran) kelenjar saliva minor. Mucocele juga dapat disebabkan akibat penggunaan obat-obatan yang menimbulkan efek mengentalkan ludah atau saliva. Pembengkakan terjadi jika duktus kelenjar saliva tersumbat dan saliva mengumpul di dalam saluran. Jika pembengkakan terjadi karena submandibular duct, mucocele tersebut dinamakan ranula. Sebuah ranula mempunyai ukuran yang cukup besar dan muncul di bawah lidah. Mucocele juga dapat terjadi jika kelenjar ludah terluka. Saliva dikeluarkan dari kelenjar ludah melalui saluran kecil yang disebut duktus. Jika salah satu duktus ini terpotong. Hasil sekresi saliva tersebut kemudian mengumpul pada titik yang terpotong tadi dan menyebabkan pembengkakan (mucocele).

Saat terjadi trauma misalnya bibir sering tergigit secara tidak sengaja, air liur menjadi tertahan dan tidak dapat mengalir keluar serta menyebabkan pembengkakan (mucocele). Dikenal pula tipe mucocele kongenital yang etiologinya trauma pada proses kelahiran bayi.

(3)

Berdasarkan etiologi, patogenesis, dan secara umum mukokel dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu mucocele ekstravasasi mukosa yang sering disebut sebagai mucocele superfisial dimana etiologinya trauma lokal atau mekanik, dan mucocele retensi mukosa atau sering disebut kista retensi mukus dimana etiologinya plug mukus akibat sialolith atau inflamasi pada mukosa mulut yang menyebabkan duktus glandula saliva tertekan dan tersumbat secara tidak langsung.

D. Gambaran Klinis

Gambaran klinis khas mucocele yaitu massa atau pembengkakan lunak yang berfluktuasi, berwarna translusen kebiruan apabila massa belum begitu dalam letaknya, kadang-kadang warnanya normal seperti warna mukosa mulut apabila massa sudah terletak lebih dalam, apabila dipalpasi pasien tidak sakit. Massa ini berdiameter 1 mm hingga beberapa sentimeter, beberapa literatur menuliskan diameter mukokel umumnya kurang dari 1 cm.

(4)

E. Gambaran Histopatologis

a. Ekstravasasi

Area yang mengandung musin dengan bagian tepinya berupa jaringan granulasi Pada inflamasi terdapat infiltrasi foamy histiocytes (makrofag).

b. Retensi

• Mukokel dilapisi epitel toraks bertingkat dengan sel goblet

F. Diagnosa G.

(5)

H. Diagnosa Banding

Beberapa penyakit mulut memiliki kemiripan gambaran klinis dengan mukokel, diantaranya hemangioma, lipoma dan mixed tumor. Untuk dapat membedakan mucocele dengan penyakit-penyakit tersebut maka dibutuhkan riwayat timbulnya massa dan gambaran klinis yang jelas yang menggambarkan ciri khas mukokel yang tidak dimiliki oleh penyakit mulut lain, dan dibutuhkan hasil pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan pendukung lain yang akurat seperti pemeriksaan laboratorium, bahkan sampai pemeriksaan radiografi.

 Hemangioma Kavernosus – PRO:

berbentuk nodul;

letak (bibir, mukosa bukal, palatum); berwarna merah kebiruan

– KONTRA:

dilatasi pembuluh darah;

- Mucocele : dilatasi saluran kelenjar saliva tidak berfluktuasi

- Mucocele : berfluktuasi

 Lipoma – PRO

berbentuk nodul;

letak (bibir, mukosa bukal, palatum)

– KONTRA

berwarna kekuningan

- Mucocele : berwarna merah kebiruan lembut

- Mucocele: berfluktuasi

 Mixed Tumor – PRO

(6)

berbentuk nodul;

letak (bibir, mukosa bukal, palatum) – KONTRA

palpasi keras

- Mucocele: berfluktuasi

H. Terapi

Untuk mucocele yang berukuran kecil, jenis lesi ini tidak berumur panjang, bervariasi dari beberapa hari hingga beberapa minggu, dan dapat hilang dengan sendirinya. Namun banyak juga lesi yang sifatnya kronik dan membutuhkan pembedahan eksisi. Semua kelenjar liur minor yang berdekatan turut diangkat, dan dilakukan pemeriksaan mikroskopis untuk menegaskan diagnosa dan menentukan apakah ada kemungkinan tumor kelenjar liur. Selain dengan pembedahan, mucocele juga dapat diangkat dengan laser.

Mucocele dapat dieksisi dengan memakai modifikasi elips. Setelah anastesi local, dibuat dua insisi elips yang menembus mukosa, di luar batas dari permukaan lesi. Pada tahap ini, mucocele yang berbentuk seperti kista cenderung menonjol dari jaringan dasar di bawahnya. Dataran antara mucocele dan lapisan muscular atau glandula dapat dengan mudah diindentifikasi, dan lesi dipotong.

Pengambilan glandula mucus asesoris didekatnya dari dasar eksisi akan mengurangi kemungkinan kekambuhan. Penutupan jaringan dilakukan dengan jahitan terputus. Penanganan mucocele dengan cara aspirasi kurang bisa mengatasi masalah,karena lesi akan segera timbul lagi setelah luka pungsi sembuh.

Beberapa dokter saat ini ada juga yang menggunakan menggunakan injeksi kortikosteroid sebelum melakukan pembedahan. Terapi ini terkadang dapat mengempiskan pembengkakan. Jika berhasil, maka tidak perlu dilakukan pembedahan.

(7)

RANULA

A. Definisi

Kata ranula berasal dari bahasa latin “RANA” yang berarti katak, karena pembengkakannya menyerupai bentuk tenggorokan bagian bawah dari katak. Ranula adalah istilah yang digunakan untuk menyebut mukokel yang letaknya di dasar mulut. Merupakan pembengkakan dasar mulut yang melibatkan glandula sublingualis, dapat juga melibatkan glandula salivari minor. Ukuran ranula dapat membesar, jika tidak diatasi akan memberikan dampak yang buruk, karena pembengkakannya dapat mengganggu fungsi bicara, mengunyah, menelan, dan bernafas.

B. Etiologi

Etiologinya tidak diketahui namun diduga ranula terjadi akibat trauma, obstruksi kelenjar saliva, dan aneurisma duktus glandula saliva. Trauma pada glandula sublingual atau submandibula akan menyebabkan ekstravasasi mukus, sehingga terbentuk pseudokista. Ranula juga dikatakan berkaitan dengan penyakit kelenjar saliva dan anomali kongenital dimana duktus saliva tidak terbuka.

(8)

C. Patogenesis

Ada dua konsep patogenesis ranula superfisial. Pertama pembentukan kista akibat obstruksi duktus saliva dan kedua pembentukan pseudokista yang diakibatkan oleh injuri duktus dan ekstravasasi mukus. Obstruksi duktus saliva dapat disebabkan oleh sialolith, malformasi kongenital, stenosis, pembentukan parut pada periduktus akibat trauma, agenesis duktus atau tumor. Ekstravasasi mukus pada glandula sublingual menjadi penyebab ranula servikal. Kista ini berpenetrasi ke otot milohioideus. Sekresi mukus mengalir ke arah leher melalui otot milohioideus dan menetap di dalam jaringan fasial sehingga terjadi pembengkakan yang difus pada bagian lateral atau submental leher. Sekresi saliva yang berlangsung lama pada glandula sublingual akan menyebabkan akumulasi mukus sehingga terjadi pembesaran massa servikal secara konstan. Trauma dari tindakan bedah yang dilakukan untuk mengeksisi ranula menimbulkan jaringan parut atau disebut juga jaringan fibrosa pada permukaan superior ranula, sehingga apabila kambuh kembali ranula akan tumbuh dan berpenetrasi ke otot milohioideus dan membentuk ranula servikal. Sekurang-kurangnya 45% dari ranula servikal terjadi setelah eksisi ranula superfisial.

D. Klasifikasi

Berdasarkan letaknya ranula dibedakan menjadi dua, yaitu ranula simpel dan ranula plunging. Ranula simpel yang juga disebut dengan oral ranula merupakan ranula yang terbentuk karena obstruksi duktus glandula saliva tanpa diikuti dengan rupturnya duktus tersebut. Letaknya tidak melewati ruang submandibula, dengan kata lain tidak berpenetrasi ke otot milohioideus. Sedangkan ranula plunging atau sering disebut ranula diving merupakan massa yang terbentuk akibat rupturnya glandula saliva tanpa diikuti rupturnya ruang submandibula yang kemudian menimbulkan plug pseudokista yang meluas hingga ke ruang submandibula atau dengan kata lain berpenetrasi ke otot milohioideus. Ranula juga dapat dibedakan atas fenomena ekstravasasi mukus dan kista retensi mukus. Ekstravasasi mukus merupakan akibat dari trauma, sedangkan kista retensi mukus terjadi akibat obstruksi duktus glandula saliva. Selain tipe ranula di atas, dikenal pula ranula kongenital, yaitu ranula yang diakibatkan anomali kongenital, misalnya atresia duktus saliva atau kegagalan pada proses pembentukan kanal/duktus ekskresi, tetapi kasus seperti ini sangat jarang ditemui.

(9)

E. Gambaran Klinis

Seperti mukokel, gambaran klinis ranula merupakan massa lunak yang berfluktusi dan berwarna translusen kebiruan, yang membedakannya dengan mukokel adalah letaknya di dasar mulut atau bagian bawah lidah. Apabila dipalpasi, massa ini tidak akan berubah warna menjadi pucat. Jika massa ini terletak agak jauh ke dasar mulut, maka massa ini tidak lagi berwarna kebiruan melainkan berwarna normal seperti mukosa mulut yang sehat. Diameternya mulai dari 1 sampai dengan beberapa sentimeter. Ranula tidak diikuti rasa sakit. Keluhan yang paling sering diungkapkan pasien adalah mulutnya terasa penuh dan lidah terangkat ke atas. Apabila tidak segera diatasi akan terus mengganggu fungsi bicara, mengunyah, menelan, dan bernafas. Ranula yang berukuran besar akan menekan duktus glandula saliva dan menyebabkan aliran saliva menjadi terganggu. Akibatnya muncul gejala obstruksi glandula saliva seperti sakit saat makan atau sakit pada saat glandula saliva terangsang untuk mengeluarkan saliva dan akhirnya kelenjar saliva membengkak. Ranula plunging akan menimbulkan pembengkakan pada leher. Dan biasanya berdiameter 4-10 cm dan melibatkan ruang submandibula. Terdapat juga laporan yang menunjukkan ruang submental, daerah kontralateral leher, nasofaring, retrofaring, dan juga mediastinum.

F. Gambaran Radiologis

(10)

G. Gambaran Histopatologis

Secara histopatologi, kebanyakan ranula tidak mempunyai lapisan epitel dan dinding dari ranula terdiri dari jaringan ikat fibrous yang menyerupai jaringan granulasi. Penemuan histopatologi menunjukkan ruang dalam kista dan dindingnya didominasi oleh histiosit, dan juga dijumpai mucin.

(11)

H. Diagnosa

Untuk menegakkan diagnosa ranula dilakukan prosedur-prosedur yang meliputi beberapa tahap. Pertama melakukan anamnese dan mencatat riwayat pasien. Pada pasien anak dilakukan aloanamnese yaitu anamnese yang diperoleh dari orang terdekat pasien. Pada pasien dewasa dengan autoanamnese yaitu yang diperoleh dari pasien itu sendiri. Kedua melakukan pemeriksaan terhadap pasien dan pemeriksaan pendukung.Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan fisik dengan tujuan melihat tanda-tanda yang terdapat pada pasien, yaitu pemeriksaan keadaan umum mencakup pengukuran temperatur dan pengukuran tekanan darah, pemeriksaan ekstra oral mencakup pemeriksaan kelenjar limfe, pemeriksaan keadaan abnormal dengan memperhatikan konsistensi, warna, dan jenis keadaan abnormal, kemudian pemeriksaan intra oral yaitu secara visual melihat pembengkakan pada rongga mulut yang dikeluhkan pasien dan melakukan palpasi pada massa tersebut. Diperhatikan apakah ada perubahan warna pada saat dilakukan palpasi pada massa. Ditanyakan kepada pasien apakah ada rasa sakit pada saat dilakukan palpasi. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan pendukung meliputi pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiografi. Pemeriksaan laboratorium sangat membantu dalam menegakkan diagnosa. Pada kasus mukokel, cairan diambil secara aspirasi dan jaringan diambil secara biopsi, kemudian dievaluasi secara mikroskopis untuk mengetahui kelainan-kelainan jaringan yang terlibat. Kemudian dapat dilakukan pemeriksaan radiografi, meliputi pemeriksaan secara MRI (Magnetic Resonance Imaging), CT Scan (Computed Tomography Scan), ultrasonografi, sialografi, dan juga radiografi konvensional.

I. Diagnosa Banding

Sama halnya dengan mukokel, ada beberapa penyakit mulut yang memiliki kemiripan gambaran klinis dengan ranula, diantaranya kista dermoid, kista branchial, dan lain-lain. Untuk dapat membedakan ranula dengan penyakit-penyakit tersebut maka dibutuhkan riwayat timbulnya massa atau pembengkakan yang jelas, gambaran klinis yang jelas yang menggambarkan ciri khas ranula yang tidak dimiliki oleh penyakit mulut lain, dan dibutuhkan hasil pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan pendukung lain yang akurat seperti pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiografi.

(12)

J. Terapi

Umumnya pasien yang berkunjung ke dokter gigi dan meminta perawatan, memiliki ukuran ranula yang relatif besar. Perawatan ranula umumnya dilakukan untuk mengurangi dan menghilangkan gangguan fungsi mulut yang dirasakan pasien akibat ukuran dan keberadaan massa.

Penatalaksanan ranula meliputi eksisi lesi (enukleasi) dan Marsupialisasi. Marsupialisasi adalah tindakan incisi dari sebagian dinding kista dan melakukan penjahitan disekelilingnya kemudian dimasukan tampon untuk 7 sampai 10 hari kemudian dipotong sedikit demi sedikit. Teknik ini tidak dianjurkan pada ranula yang besar disebabkan tingkat rekurensi yang tinggi.

(13)

Daftar Pustaka

1. Bradley PJ. Head and Neck : Pathology and Treatment of Salivary Gland Conditions. Elsevier Ltd,2006:304.

2. Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE. Oral & Maxillofacial Pathology : Salivary Gland Pathology. 2nd ed. W.B. Saunders Co, 2002:389-93.

3. Shear M, Speight PM. Cyst of the Oral and Maxillofacial Regions. Munksgaard: Blackwell; 2007.

4. Balaji SM. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. India:Elsevier. 2007. 340-357

5. Darby H, Leonardi M. Comprehensive Riview of Dental Hygiene : Head and Neck Anatomy and Phisiology.6th ed. Mosby’s Elsevier,2006:163-4.

6. Regezi JA, Sciubba J. Oral Pathology: Clinical pathologic correlations, 3rd ed. Philadelphia. Saunders. 1999.

7. Jaafari Ashkavandi Z.et al.Mucocele Accompanied by a Traumatic Neuroma: A Case Report. J Dent Shiraz Univ Med Scien 2013; 14(1): 46-48

8. Ryohei Ito, et al. A case of congenital ranula: The importance of timely and precise treatment. Journal of Oral and Maxillofacial Surgery,

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008) patogenesis dari faringitis akut yaitu bakteri maupun virus dapat secara langsung menginfasi mukosa faring yang kemudian

Selanjutnya representasi atomik ini diklasifikasikan berdasarkan relasi unitary equivalence dan ditunjukkan bahwa representasi atomik secara umum dapat didekomposisi menjadi

• HAL-HAL YANG PENTING DIPELAJARI PADA PATOFISIOLOGI: etiologi penyakit, patogenesis penyakit, manifestasi penyakit, diagnosa --à Konsep..

• HAL-HAL YANG PENTING DIPELAJARI PADA PATOFISIOLOGI: etiologi penyakit, patogenesis penyakit, manifestasi penyakit,.. diagnosa -- Konsep

Periodontitis kronis dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis yakni tipe  generalized dan localized   berdasarkan banyaknya gigi yang terjadi kehilangan perlekatan dan resorbsi

Berdasarkan dengan tujuan dari pemodelan dan simulasi, secara umum model sistem dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelas, antara lain: model fisika, biologi, sosial;

Bagian-bagian mulut serangga dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe umum, mandibulata (pengunyah) dan haustelata (penghisap). Tipe alat mulut pengunyah, mandibel bergerak

Sinusitis diartikan dengan inflamasi mukosa sinus paranasal yang sering diikuti dengan rinitis sehingga sehingga umunya disebut rinosinusitis.1 Sinusitis umumnya diklasifikasikan