• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUBAHAN KANDUNGAN NUTRIENT WHEAT BRAN YANG DIFERMENTASI MENGGUNAKAN LEVEL STARTER Aspergillus niger YANG BERBEDA SKRIPSI SUCI MERLINA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERUBAHAN KANDUNGAN NUTRIENT WHEAT BRAN YANG DIFERMENTASI MENGGUNAKAN LEVEL STARTER Aspergillus niger YANG BERBEDA SKRIPSI SUCI MERLINA"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

PERUBAHAN KANDUNGAN NUTRIENT WHEAT BRAN

YANG DIFERMENTASI MENGGUNAKAN LEVEL

STARTER Aspergillus niger YANG BERBEDA

SKRIPSI SUCI MERLINA

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

(2)

ii RINGKASAN

SUCI MERLINA. D24080166. 2012. Perubahan Kandungan Nutrient Wheat

Bran yang Difermentasi Menggunakan Level Starter Aspergillus niger yang

Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Ahmad Darobin Lubis M.Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Yuli Retnani M.Sc.

Wheat bran (dedak gandum kasar) merupakan hasil samping sebesar 13% dari proses penggilingan gandum menjadi tepung terigu dan mempunyai kandungan nutrien yang cukup baik. Namun, selama ini pemanfaatan wheat bran terbatas hanya sebagai bahan pengisi untuk roti dan pakan ternak ruminansia maupun kuda. Pada ternak unggas, khususnya ayam broiler, wheat bran dipakai dalam jumlah kecil karena ayam broiler mempunyai keterbatasan dalam mencerna dan memanfaatkan serat kasar. Oleh karena itu, diperlukan pengolahan sehingga pemakaiannya dalam ransum unggas dapat ditingkatkan. Fermentasi merupakan pengolahan biologis dengan memanfaatkan enzim yang dikeluarkan oleh mikroba. Fermentasi ini menggunakan kapang Aspergillus niger. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi perubahan kandungan nutrien wheat bran fermentasi menggunakan level yang berbeda dari Aspergillus niger.

Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Mei hingga Juni 2012. Bahan yang digunakan adalah wheat bran dan kapang Aspergillus niger. Perlakuan penggunaan level starter Aspergillus niger adalah tanpa fermentasi (R0), 0.2% (R1), 0.4% (R2), dan 0.6% (R3) dari bahan kering wheat bran. Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Peubah yang diamati adalah perubahan bahan kering, kadar abu, serat kasar, protein kasar dan lemak kasar. Analisis data menggunakan ANOVA dan dilanjutkan dengan uji kontras ortogonal (Steel dan Torrie, 1997). Hasil penelitian menunjukkan bahwa fermentasi Aspergillus niger nyata (P<0.01) menurunkan bahan kering, lemak kasar dan BETN. Namun, nyata (P<0.05), meningkatkan kadar abu protein kasar dan serat kasar. Penggunaan starter Aspergillus niger 0.2% lebih efisien dan ekonomis dikarenakan tidak berbeda nyata dengan perlakuan 0.4 dan 0.6%.

(3)

iii ABSTRACT

Changes in Nutrient of Wheat Bran Fermented Using Different Level of

Aspergillus niger

S. Merlina, A. Darobin Lubis, Y. Retnani

Wheat bran is a product that resulted with amount of 13% from wheat hulling processing into flour and have still in good nutrient content. Commonly, the utilization of wheat bran is limited, i.e. for a filler material of the bread and feed for ruminants or horses. For the poultry, especially broiler, wheat bran utilization is limited, because of high in its crude fiber. Therefore, required the processing technology to improved its utilization on poultry rations. Fermentation is one of the biological process by using the enzyme that it is produced by microbe. The objective of this experiment its to evaluate changing of nutrient content of wheat bran fermented using different level of Aspergillus niger.

The research was carryout at Laboratory of Feed Science and Technology, Animal Science Faculty, Bogor Agricultural University, from May to June 2012. The materials that were utilized wheat bran and Aspergillus niger. The treatments were R0 (without addition of Aspergillus niger), R1 (with addition of 0.2% Aspergillus

niger), R2 (with addition of 0.4% Aspergillus niger), and R3 (with addition of 0.6%

Aspergillus niger). The experiment of design utilized Complete Randomized Design (CRD) by four treatments and four replications. The measured variables were the alteration of dry materials, ash, crude fiber, crude protein and crude fat. The data analyzed by ANOVA and followed by orthogonal contrast test (Steel and Torrie, 1997). The results showed that Aspergillus niger fermentation significantly (P <0.01) decreased dry matter, crude fat and NFE. However, significantly (P <0.05) increased ash, crude protein and crude fiber content. The used of Aspergillus niger starter with amount of 0.2% more efficient and economical because of the result were not significantly different with 0.4 and 0.6%.

(4)

PERUBAHAN KANDUNGAN NUTRIENT WHEAT BRAN

YANG DIFERMENTASI MENGGUNAKAN LEVEL

STARTER Aspergillus niger YANG BERBEDA

SUCI MERLINA D24080166

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

(5)
(6)

vi RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kebumen pada tanggal 20 Februari 1990 dengan Bapak Nurhocim dan Ibu Suti Yati. Penulis mengawali pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Tanah Sereal 01 Pagi Jakarta pada tahun 1996 dan diselesaikan pada tahun 2002. Pendidikan lanjutan pertama dimulai pada tahun 2002 dan diselesaikan pada tahun 2005 di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) 54 Jakarta. Penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum

Negeri (SMUN) 25 Jakarta pada tahun 2005 dan lulus pada tahun 2008.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui program Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis aktif dalam kegiatan belajar mengajar program PAUD Melati Putih Jakarta Pusat dan komunitas Taman Hijau Ceria di Bogor.

(7)

vii KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’aalamiin. Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini berjudul Perubahan Kandungan Nutrient

Wheat Bran yang Difermentasi Menggunakan Level Starter Aspergillus niger

yang Berbeda. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan mulai bulan Mei–Juni 2012 bertempat di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB.

Wheat bran (dedak gandum kasar) merupakan hasil samping sebesar 13% dari proses penggilingan gandum menjadi tepung terigu dan mempunyai kualitas nutrisi yang baik. Selama ini pemanfaatan wheat bran terbatas hanya sebagai bahan pengisi untuk roti whole wheat bran dan pakan ternak ruminansia maupun kuda. Pada ternak unggas, khususnya ayam broiler, wheat bran dipakai dalam jumlah kecil karena ayam broiler mempunyai keterbatasan dalam mencerna dan memanfaatkan serat kasar. Oleh karena itu, diperlukan pengolahan sehingga pemakaiannya dalam ransum unggas dapat ditingkatkan. Fermentasi merupakan pengolahan biologis dengan memanfaatkan enzim yang dikeluarkan oleh mikroba. Fermentasi dilakukan dengan menggunakan kapang yang mempunyai pertumbuhan yang cepat dan tidak menghasilkan racun. Jenis kapang yang digunakan dalam proses fermentasi ini adalah Aspergillus niger.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Desember 2012

(8)

viii DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ... ii ABSTRACT ... iii RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Wheat Bran (Dedak Gandum) ... 3

Jenis Fermentasi ... 6

Fermentasi menggunakan Aspergillus niger ... 7

Pertumbuhan Mikroorganisme ... 12

METODE ... 14

Lokasi dan Waktu ... 14

Materi Penelitian ... 14

Alat ... 14

Bahan ... 14

Metode Penelitian ... 14

Pembuatan Kultur Aspergillus niger ... 14

Fermentasi Wheat Bran dengan Aspergillus niger ... 15

Pengamatan Kondisi Umum Penelitian ... 16

Rancangan Percobaan ... 19

Peubah yang Diamati ... 19

Metode Analisis Zat Makanan ... 20

Analisis Bahan Kering ... 20

Analisis Kadar Abu ... 20

Analisis Kadar Serat Kasar ... 20

Analisis Protein Kasar ... 21

Analisis Kadar Lemak Kasar ... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

(9)

ix Perubahan Kandungan Nutrient Wheat Bran yang Difermentasi

Bebagai Level Starter Aspergillus niger ... 24

Bahan Kering ... 24

Kadar Abu ... 26

Protein Kasar ... 27

Serat Kasar ... 29

Lemak Kasar ... 30

BETN (Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen) ... 31

KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

Kesimpulan ... 33

Saran ... 33

UCAPAN TERIMA KASIH ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35

(10)

x DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Kandungan Nutrient Wheat Bran (100% BK) ... 4 2. Kandungan Asam Amino dan Vitamin Dedak Gandum Kasar dan

Nilai Kimiawi Dedak Gandum Kasar... 5 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada Substrat Wheat Bran selama

Fermentasi... 22 4. Pengaruh Pemberian Level Starter Aspergillus niger pada

Kandungan Bahan Kering Wheat Bran... 24 5. Penyusutan Bahan Kering Wheat Bran Fermentasi... 25 6. Pengaruh Pemberian Level Starter Aspergillus niger pada

Kandungan Kadar Abu Wheat Bran... 26 7. Pengaruh Pemberian Level Starter Aspergillus niger pada

Kandungan Protein Kasar Wheat Bran... 27 8. Pengaruh Pemberian Level Starter Aspergillus niger pada

Kandungan Serat Kasar Wheat Bran... 29 9. Pengaruh Pemberian Level Starter Aspergillus niger pada

Kandungan Lemak Kasar Wheat Bran... 30 10. Pengaruh Pemberian Level Starter Aspergillus niger pada

(11)

xi DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Karakteristik Penampang Biji Gandum ... 3

2. Aspergillus niger... ... 9

3. Mekanisme Hidrolisis Selulosa ... 10

4. Kurva Pertumbuhan Kapang... ... 13

5. Tahapan Kultur Aspergillus niger... ... 17

6. Tahapan Fermentasi Wheat Bran dengan Aspergillus niger ... 18

(12)

xii DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Anova dan Uji Kontras Ortogonal Bahan Kering ... 42

2. Anova danUji Kontas Ortogonal Kadar Abu... 42

3. Anova dan Uji Kontras Ortogonal Serat Kasar ... 43

4. Anova dan Uji Kontras Ortogonal Protein Kasar... 43

5. Anova dab Uji Kontras Ortogonal Lemak Kasar... ... 44

6. Anova dan Uji Kontras Ortogonal BETN ... 44

(13)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Wheat bran atau yang dikenal dengan dedak gandum, merupakan hasil samping terbesar yaitu 13% dari proses penggilingan gandum menjadi tepung terigu (Wardani, 2002). Scott et al. (1982) menyatakan bahwa wheat bran adalah bagian luar yang kasar dari biji gandum yang terpisah karena pembersihan dan pemecahan gandum dalam proses penggilingan menjadi tepung terigu. Menurut Welirang (2012) memperkirakan Indonesia mengimpor gandum tahun 2012 ini mencapai 6 juta ton atau meningkat 9% dari tahun 2011. Jadi, Indonesia memiliki potensi wheat bran sebesar 780.000 ton.

Wheat bran mempunyai kandungan nutrient yang cukup baik. Kandungan protein yang terdapat pada wheat bran sebesar 14% dan serat kasar sebesar 15% (Azhar, 2002). Namun, selama ini pemanfaatan wheat bran terbatas hanya sebagai bahan pengisi untuk roti whole wheat bran dan pakan ternak ruminansia maupun kuda. Pada ternak unggas, khususnya ayam broiler, wheat bran dipakai dalam porsi kecil karena ayam broiler tidak mempunyai enzim selulase di dalam saluran pencernaannya, sehingga ayam broiler mempunyai keterbatasan dalam mencerna dan memanfaatkan serat kasar. Oleh karena itu, diperlukan pengolahan tertentu sehingga pemakaiannya dalam ransum unggas dapat ditingkatkan. Pengolahan merupakan suatu cara agar kandungan nutrient dan kecernaan wheat bran dapat meningkat.

Teknik pengolahan pakan dapat berupa pengolahan secara biologis, kimia, maupun fisik. Fermentasi merupakan pengolahan biologis dengan memanfaatkan enzim yang dikeluarkan oleh mikroba. Fermentasi dilakukan dengan menggunakan kapang yang mempunyai pertumbuhan yang cepat dan tidak menghasilkan racun. Aspergillus niger.merupakan jenis kapang yang banyak digunakan dalam proses fermentasi pakan ternak. Aspergillus niger memiliki kemampuan baik dalam menghasilkan enzim. Beberapa jenis enzim yang penting penerapannya dalam bidang industry pertanian yang dihasilkan oleh Aspergillus niger adalah amilase, selulase, dan amiloglukosidase. Proses fermentasi pakan oleh Aspergillus niger menghasilkan perubahan-perubahan yang menguntungkan seperti perbaikan mutu

(14)

2 pakan, baik dari segi nutrisi maupun daya cernanya serta dapat meningkatkan daya simpan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi perubahan kandungan nutrient wheat bran fermentasi dengan menggunakan starter Aspergillus niger dengan taraf 0 (tanpa fermentasi), 0,2, 0,4, dan 0,6% dari substrat.

(15)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Wheat Bran (Dedak Gandum Kasar)

Wheat bran atau yang lebih dikenal dedak gandum kasar, merupakan hasil samping proses penggilingan gandum menjadi tepung terigu. Azhar (2002) menyatakan bahwa wheat bran adalah bagian luar yang kasar dari biji gandum yang terpisah karena pembersihan dan pemecahan gandum dalam proses penggilingan menjadi tepung. Menurut Ikhsanudin (2010) hasil samping proses penggilingan gandum terdiri dari millrun, shorts dan bran kasar. Millrun adalah seluruh fraksi yang dihasilkan dari tepung terigu. Shorts merupakan fraksi hasil samping gandum yang terutama terdiri dari red dog dan germ. Bran kasar adalah hasil penggilingan setelah didapatkan tepung terigu tetapi tidak termasuk red dog. Bran terdiri dari kulit luar (epidermis), kulit kedua (epicarp), testa, dan aleuron. Bran tersusun dari serat, mengandung vitamin B dan elemen mineral, sedangkan lapisan aleuronnya kaya akan protein dan vitamin B, terutama asam nikotinat (niasin). Red dog adalah hasil samping proses penggilingan gandum setelah bran kasar dan germnya. Karakteristik penampang biji gandum terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Karakteristik Penampang Biji Gandum (Triticum sp) Sumber : Europen Flour Milling Association (2012)

(16)

4 Proses penggilingan gandum menjadi tepung terigu melalui beberapa proses. Proses tersebut antara lain dalam gudang penyimpanan biji gandum dilakukan proses pra pembersihan, kemudian mengalami proses pembersihan I, pembersihan II dan terakhir proses penggilingan untuk mendapatkan tepung terigu. Pada proses penggilingan tersebut dihasilkan hasil samping berupa wheat bran dan wheat pollard.Wheat bran memiliki tekstur yang lebih besar dibandingkan dengan pollard (Bogasari, 1999).

PT. Bogasari Flour Mills menghasilkan tepung terigu sebesar 10.500 metrik ton per hari dari pabrik yang berada di Jakarta dan 5.500 metrik ton dari pabrik yang berada di Surabaya sehingga akan menghasilkan hasil samping masing-masing sebesar 2.625 dan 1.375 metrik ton per hari (Sugijianto, 2000). Proses penggilingan gandum di PT. Indofood Sukses Makmur Bogasari Flour Mills menghasilkan 74% tepung terigu dan hasil sampingan sebesar 25-26%. Hasil samping terbesar berupa bran sebanyak 13%, pollard 10% dan 3% lainnya untuk bahan kayu lapis (Wardani, 2002). Kandungan nutrient wheat bran menurut literatur disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan Nutrient Wheat Bran (100%BK)

Zat nutrisi (%) A B Bahan kering 86.00 87.00 Protein 16.86 18.16 Abu 7.56 - Lemak 4.65 5.52 Serat Kasar 11.05 11.95 BETN 59.88 -

Sumber : A: Bogasari(1999), B : Leeson dan Summers (2005)

Dedak gandum kasar sangat potensial sebagai pakan ternak karena mempunyai protein 18.16% dan energi metabolis 3.672 kkal/kg ransum (Leeson dan Summers, 2005). Menurut Lorenz dan Kulp (1991) protein dedak gandum kasar lebih tinggi daripada protein tepung terigu. Selain itu, dedak gandum kasar mengandung vitamin yang jauh lebih banyak daripada tepung terigu. Asam amino pembatas pada dedak gandum kasar adalah methionin dengan nilai kimiawi 37.84% (Tabel 2).

(17)

5 Tabel 2. Kandungan asam amino dan vitamin dedak gandum kasar dan nilai kimiawi

dedak gandum kasar

Zat nutrisi Dedak gandum kasar 1)

Nilai kimiawi dedak gandum kasar (%) 2) Asam amino (%) Lisin 4.50 52.32 Histidin 2.80 100.00 Argini 6.00 88.88 Asam aspartic 7.30 60.38 Treonin 3.50 61.40 Serin 4.60 51.68 Asam glutamik 20.80 133.33 Prolin 6.90 143.75 Glisin 5.50 137.50 Alanin 4.90 73.13 Sistin - - Valin 5.10 69.86 Metionin 1.40 37.84 Isoleusin 3.80 38.46 Leusin 6.70 65.69 Tirosin 2.10 42.86 Fenilalanin 4.00 62.50 Protein 17.70 Vitamin (µg/g bk) Tiamin 13.20 Riboflavin 5.50 Niasin 171.4 Biotin 0.16 Folasin 1.59 Asam Panthotenik 31.70 Vitamin B6 13.00

Sumber : 1. Lorenz dan Kulp (1991), 2. Hasil perhitungan data Lorenz dan Kulp (1991) dan Amarican Egg Board (2002)

(18)

6 Jenis Fermentasi

Fermentasi secara umum dibagi menjadi dua menurut jenis medium yaitu fermentasi medium cair (liquid state fermentation,LSF) dan fermentasi medium padat (solid state fermentation, SSF) (Muchtadi et al., 1992). Fermentasi medium cair diartikan sebagai fermentasi yang melibatkan air sebagai fermentasi yang melibatkan air sebagai fase kontinu dari sistem pertumbuhan sel yang bersangkutan atau substrat baik sumber karbon maupun mineral terlarut sebagai partikel-partikel dalam fase cair. Fermentasi medium padat merupakan proses fermentasi yang berlangsung dalam substrat tidak terlarut, namun mengandung air yang cukup sekalipun tidak mengalir bebas. Fermentasi pada penelitian ini menggunakan fermentasi medium padat.

Fermentasi medium (substrat) padat mempunyai kandungan nutrient per volume jauh lebih pekat sehingga hasil per volume dapat lebih besar. Produksi protein mikroba untuk pakan ternak dari keseluruhan hasil fermentasi dapat dilakukan dengan pengeringan sel-sel mikroba dan sisa substrat. Fermentasi substrat padat dengan kapang mempunyai keuntungan, yaitu : medium yang digunakan relatif sederhana, ruang yang diperlukan untuk peralatan fermentasi relatif kecil karena air yang digunakan sedikit, inokulum dapat disiapkan secara sederhana, kondisi medium tempat pertumbuhan fungi mendekati kondisi habitat alaminya, aerasi dihasilkan dengan mudah karena ada ruang udara diantara tiap partikel substrat, dan produk yang dihasilkan dapat dipanen dengan mudah (Harjo et al., 1989). Secara umum, media fermentasi harus menyediakan semua zat makanan yang dibutuhkan oleh mikroba untuk memperoleh energi, pertumbuhan, bahan pembentuk sel dan biosintesis produk–produk metabolis (Rachman, 1989). Menurut Presscott dan Dunn (1982) menyatakan bahwa bahan–bahan seperti onggok, dedak padi dan dedak gandum dapat digunakan sebagai medium fermentasi meskipun kadang-kadang masih memerlukan penambahan sumber nitrogen dan unsur–unsur mineral.

Menurut Akmal (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi medium padat diantaranya yaitu :

1. Kadar air : kadar air optimum tergantung pada substrat, organisme dan tipe produk akhir. Kisaran kadar air yang optimum adalah 50-75%. Kadar air

(19)

7 yang tinggi akan mengakibatkan penurunan porositas, pertukaran gas, difusi oksigen, volume gas, tetapi meningkatkan resiko kontaminasi dengan bakteri. 2. Temperatur : Temperatur berpengaruh pada laju reaksi biokimia selama

proses fermentasi.

3. Pertukaran gas : Pertukaran gas antara fase dengan substrat padat mempengaruhi proses fermentasi.

Fermentasi menggunakan Aspergillus niger

Proses fermentasi terjadi melalui serangkaian reaksi biokimiawi yang mengubah bahan kering bahan menjadi energi (panas), molekul air (H2O) dan CO2 (Fardiaz, 1988). Energi untuk pertumbuhan kapang dapat berasal dari karbohidrat, protein, lemak, mineral, dan zat lain pada substrat (wheat bran). Kapang merupakan mikroorganisme oleaginous yang paling tepat untuk menghasilkan lemak dibandingkan dengan bakteri dan khamir. Hal ini disebabkan karena kapang lebih mudah ditangani, dapat mendegradasi sumber karbon (C) yang kompleks dan mampu tumbuh cepat pada limbah serta dapat menghasilkan berbagai asam lemak (Sumanti et al., 2009). Perubahan bahan kering dapat terjadi karena pertumbuhan mikroorganisme, proses dekomposisi substrat dan perubahan kadar air. Perubahan kadar air terjadi akibat evaporasi, hidrolisis substrat atau produksi air metabolik (Gervais 2008). Fermentasi dapat didefinisikan sebagai perubahan gradual oleh enzim beberapa bakteri, khamir dan jamur (Hidayat et al. 2006). Kadar air mempengaruhi pertumbuhan bakteri dan dinamika yang terjadi selama proses ensilase karena air dibutuhkan untuk sintesis protoplasma mikroorganisme dan melarutkan senyawa organik. Selama fermentasi, terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga terjadi perubahan pH, kelembaban, aroma dan beberapa gizi lainnya (Paderson, 1971). Pertumbuhan kapang juga dipengaruhi oleh pH, suhu, dan kebutuhan oksigen yang diatur cermat (Smith et.al., 1980). Thanh dan Wu (1976) menyatakan bahwa pertumbuhan kapang yang maksimal perlu ditunjang dengan kandungan nutrient dasar yang merupakan sumber karbon, nitrogen, energi, mineral, dan vitamin. Jamarun et al. (2001) menjelaskan bahwa kapang yang mempunyai pertumbuhan dan perkembangbiakan yang baik akan merubah lebih banyak

(20)

8 komponen penyusun media menjadi suatu massa sel, sehingga akan terbentuk protein yang berasal dari tubuh kapang itu sendiri dan dapat meningkatkan protein kasar dari bahan. Sehingga dengan adanya penambahan bahan anorganik dan semakin besar penambahan bahan anorganik dapat semakin meningkatkan kadar protein.

Peningkatan kandungan protein yang sejalan dengan pertumbuhan kapang (jamur) dikarenakan tumbuhnya jamur terdiri dari elemen yang mengandung nitrogen. Selain itu enzim yang dihasilkan oleh jamur juga merupakan protein (Noferdiman et al., 2008). Menurut Perlman (1979), enzim ekstraseluler yang dihasilkan di dalam sel mikroba dan dikeluarkan dari sel ke medium fermentasi untuk menghidrolisis dan mendegradasi komponen kompleks substrat menjadi senyawa yang lebih sederhana yang mudah larut dan lebih mudah diserap oleh mikroba, selanjutnya akan dapat membantu pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba itu sendiri. Hal ini didukung oleh Garraway dan Evans (1984) yang menyatakan dinding sel jamur mengandung 6.3% protein, sedangkan membran sel pada jamur yang berhifa mengandung protein 25-45% dan karbohidrat 25-30%. Sedangkan menurut Saono (1974) sel kapang mengandung protein sebesar 13-44%.

Pertumbuhan jamur menggunakan karbon dan nitrogen untuk komponen sel tumbuh jamur (Musnandar, 2004). Hal ini terjadi karena selama fermentasi, kapang Aspergillus niger menggunakan zat gizi (terutama karbohidrat) untuk pertumbuhannya dan kandungan protein meningkat. Pertumbuhan miselia kapang dapat meningkatkan kandungan serat kasar karena terbentuknya dinding sel yang mengandung selulosa (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Dinding sel terdiri dari karbohidrat, seperti selulosa, hemiselulosa, pektin, dan bagian non karbohidrat (Winarno et al, 1983).

Aspergilus niger adalah kapang anggota genus Aspergilus, famili Eurotiaceae, ordo Eutiales, sub kelas Plectomycetetidae, kelas Ascomycetes, sub divisi Ascomycotina dari divisi Amastigmycota, Aspergilus niger mempunyai kepala yang besar, dipak secara padat, bulat dan berwarna hitam coklat atau ungu coklat (Gambar 2). Kapang ini mempunyai bagian yang khas yaitu hifa aseptat, spora yang bersifat aseksual dan tumbuh memasang di atas stigma, mempunyai sifat aerobik, sehingga dalam pertumbuhannya memerlukan oksigen dalam jumlah yang cukup. Aspergilus niger termasuk mikroba mesofilik dengan pertumbuhan maksimum pada

(21)

9 suhu 35°C–37°C. Derajat keasaman untuk pertumbuhan mikroba ini adalah 2-8.8 tetapi pertumbuhannya akan lebih baik pada kondisi asam atau pH yang rendah (Fardiaz, 1989). Ciri-ciri umum dari Apergillus niger antara lain : warna konidia kelam atau hitam kecoklatan dan berbentuk bulat, bersifat temofilik, tidak terganggu pertumbuhannya karena adanya peningkatan suhu, dapat hidup dalam kelembapan nisbi 80, dapat menguraikan benzoate dengan hidroksilasi menggunakan enzim benzoate-4 hidroksibenzoat menjadi hidroksibenzoat, memiliki enzim 4-hidroksibenzoat hidroksilase yang dapat menghidroksilase 4-hidroksilasibenzoat menjadi 3,4-dihudroksi benzoate, natrium dan formalin dapat menghambat pertumbuhan Aspergillus niger, dapat hidup dalam spons, dapat merusak bahan pangan yang dikeringkan atau bahan uang memiliki kadar garam tinggi, dan dapat mengakumulasi asm sitrat.

Gambar 2. Aspergillus niger Sumber : Singh et al. (2011)

Aspergillus niger adalah salah suatu jenis mikroorganisme yang berkemampuan baik dalam menghasilkan enzim. Beberapa jenis enzim yang penting penerapannya dalam bidang industri pertanian yang dapat dihasilkan oleh Aspergillus niger adalah amilase, selulase (Frazier dan Westhoff, 1981) dan amiloglukosidase (Blain, 1975). Enzim yang dapat menghidrolisis ikatan β(1-4) pada selulosa adalah selulase. Mekanisme hidrolisis selulosa oleh enzim selulase dapat dilihat pada Gambar 3.

(22)

10

Gambar 3. Mekanisme hidrolisis selulosa Sumber : Wikipedia (2012)

Beberapa hasil penelitian dilaporkan bahwa penggunaan Aspergillus niger dalam proses fermentasi adalah yang terbaik. Tarram (1995) meneliti onggok yang difermentasi dengan Aspergillus niger selama enam hari dan mampu meningkatkan protein murni 25.75% dan kehilangan bahan kering 16.8%. Penelitian Palinggi (2003) menghasilkan bahwa dedak halus yang diinkubasikan dengan Aspergillus niger sebanyak 5 g/kg bahan dan kemudian ditambah air 100%, kandungan proteinnya meningkat dari 10% menjadi 18.30%. Menurut Kompiang (1993), fermentasi Aspergillus niger pada onggok dapat meningkatkan kadar proteinnya dari 1-2% menjadi 18-25% yang ditambahkan dengan mineral. Akmal dan Mairizal (2003) menyatakan bahwa pada proses fermentasi pada bungkil kelapa dengan menggunakan Aspergillus niger dapat meningkatkan protein kasar dari 22.41 menjadi 35.27%.

Peningkatan protein disebabkan peningkatan aktivitas mikroba yang mengubah nitrogen anorganik menjadi protein sel. Raharjo et.al (2000) menyatakan bahwa evaluasi nilai nutrisi pollard gandum terfermentasi dengan Aspergillus niger dapat meningkatkan kandungan protein pollard meningkat lebih dari 100% dan meningkatkan kandungan komponen serat 27-34%. Menurut Bintang et al. (1998) menjelaskan bahwa kandungan gizi bungkil inti sawit setelah difermentasi dengan Aspergillus niger dapat meningkatkan kandungan protein kasar sebesar 76.60%,

(23)

11 protein sejati sebesar 33.83%, dan kadar abu sebesar 121.43%, serta dapat menurunkan kandungan lemak kasar sebesar 30.21%. Peningkatan kandungan protein juga dilaporkan oleh Zurriyati (1995) bahwa protein murni elod sagu meningkat sebesar 14.97% dari 1.52% menjadi 16.49% setelah difermentasi dengan Aspergillus niger. Menurut Mirwandhono dan Zulfikar (2004), menyatakan bahwa Apergillus niger sampai fermentasi 6 hari masih melakukan perombakan terhadap bahan kering yang ditandai dengan masih tumbuhnya miselia dan kandungan lemak kasar semakin turun karena kapang telah mencapai pertumbuhan yang eksponensial. Mirwandhono dan Zulfikar (2004) menyatakan limbah kelapa sawit yang difermentasi dengan Aspergillus niger mengalami kehilangan bahan kering sekitar 20-37%.

Menurut Mirwandhono et al. (2006), menyatakan bahwa fermentasi 2 sampai 4 hari dapat menurunkan serat kasar, akan tetapi pada fermentasi 6 hari serat kasar kembali mengalami peningkatan serat kasar seiring dengan pertumbuhan jamur yang semakin pesat dan terjadi juga penurunan lemak kasar. Menurut Miskiyah (2006), penurunan lemak disebabkan karena Aspergillus niger dapat memproduksi enzim lipase sehingga lemak yang terkandung di dalam bahan dapat menurun. Suhartono (1989) dan Wang et al. (1996), selain menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi, kapang juga dapat memanfaatkan lemak sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya. Taram (1995) melaporkan bahwa perlakuan lama fermentasi dengan jenis kapang Aspergillus niger selama 6 hari pada onggok, mampu meningkatkan kandungan protein murni dari 0.75% sampai 25.72%, kandungan serat kasar dari 15.46% menjadi 16.80%, dan kadar abu dari 2.25% menjadi 4,24%, sedangkan perubahan bahan kering dari 22.72% menjadi 13.75%. Menurut Suhartono (2001) fermentasi onggok dengan Aspergillus niger pada lama fermentasi 6 hari mampu meningkatkan kadar abu dari 0.75% menjadi 4.05%, protein kasar dari 1.85% menjadi 5.03%, dan menurunkan serat kasar dari 8.40% menjadi 6.64%. Menurut penelitian Putri et al. (2009) lama fermentasi Aspergillus niger yang terbaik pada onggok adalah selama enam hari karena mampu meningkatkan kandungan protein kasar dari 2.56% menjadi 4.47%, kadar abu dari 4.34% menjadi 4.47%, dan menurunkan kandungan serat kasar dari 6.74% menjadi 5.26%.

(24)

12 Pertumbuhan Mikroorganisme

Pertumbuhan mikroorganisme merupakan puncak aktivitas fsiologis yang saling mempengaruhi secara berurutan. Proses pertumbuhan ini sangat kompleks mencakup pemasukan nutrient dasar dari lingkungan ke dalam sel, konversi bahan-bahan nutrient menjadi energi dan berbagai konstituen vital sel serta perkembang biakan. Pertumbuhan mikroorganisme ditandai dengan peningkatan jumlah dan massa sel serta kecepatan pertumbuhan tergantung lingkungan dan kimia.

Menurut Gadjar dan Wellyzar (2006) pertumbuhan kapang mempunyai beberapa fase, antara lain :

1. Fase lag, yaitu fase penyesuaian sel-sel dengan lingkungan pembentukan enzim-enzim untuk mengurai substrat.

2. Fase akselerasi, yaitu fase mulainya sel-sel membelah dan fase lag menjadi fase aktif.

3. Fase eksponensial, merupakan fase perbanyakan jumlah sel yang sangat banyak, aktivitas sel sangat meningkat, dan fase ini merupakan fase yang penting bagi kehidupan fungi. Pada awal fase-fase ini kita dapat memanen enzim-enzim dan akhir pada fase ini.

4. Fase deselerasi, yaitu waktu sel-sel mulai kurang aktif membelah, kita dapat memanen biomassa sel atau senyawa-senyawa yang tidak lagi diperlukan oleh sel.

5. Fase stasioner, yaitu fase jumlah sel yang bertambah dan jumlah sel yang mati relatif seimbang. Kurva pada fase ini merupakan garis lurus yang horizontal. Banyak senyawa metabolit sekunder yang dapat dipanen pada fase ini.

6. Fase kematian dipercepat, jumlah sel yang mati lebih banyak daripada sel-sel yang masih hidup.

Kurva pertumbuhan suatu kapang dapat dilihat pada Gambar 4. Soeprijanto et al.(2009) menambahkan bahwa kapang Aspergillus niger melewati fase adaptasi dimulai pada jam ke 8, dilanjutkan dengan fase eksponensial pada jam ke 16-24. Fase stasioner merupakan jumlah kapang yang tumbuh sama dengan kapang yang mati, fase stasioner terjadi pada jam ke 40-100. Setelah jam ke 100 terjadi penurunan biomassa kapang yang mati lebih banyak yang tumbuh.

(25)

13 Gambar 4. Kurva pertumbuhan kapang: 1. fase lag, 2. fase akselerasi, 3. fase eksponensial, 4. fase deselerasi, 5. fase stationer, dan 6. fase kematian, Sumber : Gandjar dan Wellyzar (2006)

(26)

14 METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan yaitu bulan Mei-Juni 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Materi Penelitian

Alat

Peralatan yang dipergunakan dalam penelitian antara lain alat ekstrasi soxhlet, neraca analitik, eksikator, cawan porselin, gelas piala, pompa vakum, labu penyuling, labu Erlenmeyer, oven 105oC, oven 60ºC, tanur, gegep, autoclave, destilator, corong Buchner, buret, kertas saring, kondensor, kapas wol, dan termometer.

Bahan

Bahan yang diperlukan untuk fermentasi adalah wheat bran, kapang Aspergillus niger, larutan pengencer, pelarut dietil eter atau petroleum eter NaOH 1,5N, H2SO4 pekat, H2SO4 0,3N, air panas, dan aseton.

Metode Penelitian

Pembuatan Kultur Aspergillus niger :

a. Pembuatan Ekstrak Toge Agar (ETA)

Ekstrak toge didapat dengan cara merebus 200 g toge dalam 1000 ml aquadest selama ± 3jam, disaring dan ditetapkan menjadi 1000 ml. Media ETA dibuat dengan cara memasukkan bacto agar sebanyak 3 g, gula pasir 4 g, dan ekstrak

(27)

15 toge 200 ml ke dalam gelas piala, setelah itu dipanaskan perlahan-lahan sambil diaduk hingga mendidih. Kemudian larutan tersebut dituangkan ke dalam tabung reaksi masing-masing ± 4ml, ditutup dengan kapas dan dilapisi dengan alumunium foil, kemudian di autoclave pada suhu 120oC selama 15 menit. Tabung reaksi diangkat dan diletakkan dengan posisi miring (Azhar,2002).

b. Pebanyakan Inokulum Murni

Perbanyakan inokulum murni diambil dari stock kapang murni yang berasal dari IPB Culture Collection dengan cara mengambil satu ose didekat api bunsen. Kemudian digoreskan pada agar miring, setelah itu di inkubasi selama 4 hari (Azhar,2002). (Gambar 3).

Fermentasi Wheat Bran dengan Aspergillus niger :

a. Pembuatan Starter

Media yang digunakan untuk membuat starter adalah wheat bran sebanyak 15 g ditambahkan dengan air aquadest sebanyak 13 ml, diaduk sampai rata di dalam cawan petri. Cawan petri tersebut dibungkus menggunakan kertas dan dilapisi dengan plastik tahan panas, kemudian di autoclave pada suhu 120oC selama 15 menit. Setelah cawan petri tersebut dingin dimasukkan biakan kapang Aspergillus niger yang sudah diberi aquadest steril, kemudian media yang ada di dalam cawan diaduk menggunakan spatula sampai tercampur merata. Selanjutnya media tersebut di inkubasi selama 4 hari, lalu di oven selama 3 hari pada suhu 40oC. Setelah kering ditumbuk halus (Azhar, 2002).

b. Fermentasi Wheat Bran

Wheat bran 112 g yang telah ditambah aquadest sebanyak 100 ml diaduk rata dan di autoclave selama 15 menit dengan suhu 120oC. Kemudian wheat bran tersebut diangkat dan dibiarkan dingin. Setelah itu, diberikan starter dengan taraf 0.2, 0.4, dan 0.6 persen, diaduk sampai merata. Adonan tersebut dimasukkan ke dalam plastik, kemudian dilubangi dan di inkubasi selama 6 hari. Setelah itu, dikeringkan dalam oven suhu 60oC sampai kering dan dilakukan analisis proksimat. (Gambar 4), (Azhar, 2012)

(28)

16 Pengamatan Kondisi Umum Penelitian :

a. Pertumbuhan Aspergillus niger

Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran pengamatannya dilakukan setiap hari, dimulai pada hari ke-0 sampai dengan hari ke-6 fermentasi. Substrat wheat bran yang belum terlihat adanya pertumbuhan Aspergillus niger diberikan tanda (-), substrat yang telah ditumbuhi hifa sekitar 25% diberi tanda (+), substrat ditumbuhi hifa sekitar 60% diberikan tanda(++), dan substrat sudah tebal merata ditumbuhi hifa diberikan tanda (+++). Substrat ditumbuhi spora sekitar 25% diberikan tanda (*), substrat ditumbuhi spora sekitar 40% diberikan tanda (**), dan substrat ditumbuhi spora sekitar 60% diberikan tanda (***).

b. Suhu

Pengukuran suhu dilakukan menggunakan thermometer suhu. Pengukuran suhu diawali dengan pengukuran suhu ruangan terlebih dahulu sebelum fermentasi dilakukan. Setelah 12 jam substrat wheat bran difermentasi dilihat peningkatan suhu ruangan fermentasi. Peningkatan suhu ini terus diamati selama proses fermentasi. Proses fermentasi yang dilakukan selama 6 hari.

(29)

17 Kultur Aspergillus niger

Diagram alur metode kultur Aspergillus niger disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Tahapan kultur Aspergillus niger (Azhar, 2002)

Erlenmeyer

Diambil 4 ml agar untuk setiap tabung, ditutup kapas Dipanaskan dan diaduk sampai homogen

Ditambahkan bacto agar

sebanyak 3 g dan gula sebanyak 4 g

Autoclave (120ºC, tekanan 250 psi, 15 menit)

Media agar miring

Ditutup kapas dan alumunium foil

Kapang Aspergillus niger dioles diatas media agar

Inkubator (4hari) Air ekstrak toge diambil sebanyak 200 ml untuk 50 tabung

(30)

18 Fermentasi Wheat bran dengan Aspergillus niger

Diagram alur proses fermentasi Wheat bran dengan Aspergillus niger di sajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Tahapan fermentasi wheat bran dengan Aspergillus niger (Azhar, 2002)

wheat bran terkontaminasi Aspergillus niger (di oven 40ºC selama 4hari untuk starter) Inkubasi (4 hari)

Dicampur ke dalam 15 g wheat bran

Kultur Aspergillus niger ditambahkan aquades steril

112 g wheat bran di tambahkan aquades steril sebanyak 100 ml

di autoclave (120ºC, tekanan 250 psi, 15 menit)

Di oven 60ºC (2hari) Inkubasi 6 hari

Starter dicampur dengan wheat bran yang sudah di autoclave dengan taraf 0, 0.2, 0.4, dan 0.6 persen (4 kali ulangan)

(31)

19 Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

R0 = wheat bran tanpa difermentasi

R1 = wheat bran fermentasi menggunakan 0.2 persen starter Aspergillus niger R2 = wheat bran fermentasi menggunakan 0.4 persen starter Aspergillus niger R3 = wheat bran fermentasi menggunakan 0.6 persen starter Aspergillus niger

Model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut : Xij =  + i + ij

Keterangan :

Xij = Variabel hasil pengamatan  = Rataan umum

i = Pengaruh perlakuan ke-i (0,1,2,3) ij = Error perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Analisis data untuk percobaan ini menggunakan sidik ragam (ANOVA) dan jika berbeda nyata akan dilanjutkan dengan uji kontras orthogonal (Steel and Torrie,1997).

Peubah yang Diamati : a. Bahan kering b. Kadar abu c. Protein Kasar d. Serat Kasar e. Lemak Kasar

(32)

20 Metode Analisis Zat Makanan

Analisis Bahan Kering (AOAC, 2005)

Penentuan kadar air adalah dengan mengeringkan cawan dalam oven pada suhu 105˚ C selama 1 jam, kemudian dimasukkan dalam eksikator dan ditimbang (x), setelah itu sampel ditimbang kira-kira 5 gram (y) dan dimasukkan ke dalam cawan dan sampel dioven pada suhu 105˚ C selama 6-8 jam, kemudian didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang (z). Bahan kering dapat diketahui dengan menggunakan rumus :

Kadar Air = (x+y-z) x 100% y

Bahan Kering = (100 – Kadar Air) %

Analisis Kadar Abu (AOAC, 2005)

Cawan porselin dikeringkan dalam oven pada suhu 105˚ C selama beberapa jam, kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang (x). Sampel ditimbang kira-kira 5 gram (y) dan dimasukkan ke dalam cawan porselin. Setelah itu dipijarkan sampai tidak berasap, lalu dimasukkan dalam tanur pada suhu 400-600˚ C. Setelah abu menjadi putih seluruhnya, dimasukkan dalam eksikator dan ditimbang (z). Kadar Abu dapat diketahui dengan menggunakan rumus:

Kadar Abu =

(z-x) x 100% y

Analisis Kadar Serat Kasar (AOAC, 2005)

Sampel kira-kira 1 gram (x) dimasukkan dalam gelas piala 500 ml dan ditambahkan 50 ml H2SO4 0.3 N, lalu dipanaskan selam 30 menit (dari mendidih). Setelah itu tambahkan 25 ml NaOH 1.5 N dan dididihkan kembali selama 30 menit. Cairan disaring dengan kertas saring (a) dengan corong Buchner dan dicuci berturut-turut dengan: 50 ml air panas, 50 ml H2SO4, 50 ml air panas dan 25 ml Aceton. Kertas saring dan isinya dimasukkan dalam cawan porselin, lalu dioven pada suhu 105˚ C sampai kering. Setelah itu dimasukkan dalam eksikator selama 1 jam dan ditimbang (y), lalu dipijarkan dalam tanur sampai putih dan didinginkan kembali serta ditimbang (z). penentuan nilai kadar serat kasar dengan menggunakan rumus:

(33)

21 Kadar Serat Kasar = (y-z-a) x 100%

y Analisis Protein Kasar (AOAC, 2005)

Sampel kira-kira 0,3 gram (x) dimasukkan ke labu destruksi dan ditambahkatalis secukupnya serta 25 ml H2SO4 pekat. Kemuian dipanaskan dalam ruangan asam sampai larutan menjadi jernih dan berwarna hijau kekuningan. Setelah itu didinginkan dan dimasukkan dalam labu penyulingan dan diencerkan dengan 300 ml air serta ditambah batu didih dan 100 ml NaOH 33%. Labu penyulingan dipasang dengan cepat diatas alat penyulingan hingga 2/3 cairan dalam labu penyulingan menguap yang ditangkap larutan H2SO4 berindikator dalam labu erlenmeyer. Hasil penyulingan dalam labu Erlenmeyer dititar dengan larutan NaOH 0.3N sampai warna menjadi biru kehijauan. Volume NaOH dihitung sebagai z ml dan dibandingkan dengan titar blanko y ml. penentuan nilai kadar protein kasar dengan menggunakan rumus:

Kadar Protein Kasar = (y-z) x titar NaOH x 0,014 x 6,25 x x 100%

Analisis Kadar Lemak Kasar (AOAC, 2005)

Labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ektraksi soxhlet dikeringkan dalam oven. Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga bobot tetap. Sebanyak 5 g sampel sampel dibungkus dengan kertas saring, kemudian ditutup dengan kapas wol yang bebas lemak. Kertas saring yang berisi sampel tersebut dimasukkan dalam alat ekstrasi soxhlet, kemudian dipasang alat kondensor di atasnya dan labu lemak dibawahnya. Pelarut dietil eter atau petroleum eter dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya sesuai dengan ukuran yang digunakan. Selanjutnya dilakukan refluks minimum 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada didalam labu lemak didestilasi dan ditampung. Kemudian labu lemak yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105˚ C. selanjutnya didinginkan dalam eksikator dan dilakukan penimbangan hingga diperoleh bobot tetap.

(34)

22 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Penelitian

Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga terjadi perubahan pH, kelembaban, aroma dan beberapa gizi lainnya (Paderson, 1971). Secara umum pertumbuhan kapang Aspergillus niger pada substrat terdiri dari pengamatan deskriptif meliputi perubahan warna menjadi hitam, rasa hangat, adanya spora pada substrat dan perubahan aroma menjadi asam.

Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi Perlakuan R1 R2 R3 0 - - - 1 + + + 2 + + ++ 3 ++ ++* ++* 4 ++* +++* +++** 5 +++* +++** +++** 6 +++** +++** +++***

Keterangan: - = belum terlihat adanya pertumbuhan, + = hifa tumbuh sekitar 25%, tidak merata, ++ = hifa tumbuh sekitar 60%, tidak merata, +++ = hifa tumbuh merata dipermukaan substrat dan tebal, * = spora tumbuh sekitar 25%, ** = spora tumbuh sekitar 40%, *** = spora tumbuh sekitar 60%

Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran (Tabel 3) hari ke-0 belum terlihat adanya hifa ataupun spora Aspergillus niger pada semua perlakuan yaitu R1, R2, dan R3. Pada hari ke-1 setiap perlakuan mulai terlihat adanya hifa yang tumbuh tidak merata sekitar 25%. Hari ke-2, perlakuan R1 dan R2 hifa yang tumbuh sekitar 25%, sedangkan perlakuan R3 hifa yang tumbuh lebih banyak daripada perlakuan R1 dan R2. Pertumbuhan hifa terus meningkat pada hari ke-3, akan tetapi perlakuan R2 dan R3 mulai terlihat adanya spora yang tumbuh pada substrat sekitar 25%. Pada hari ke-4, hifa yang tumbuh di setiap perlakuan sudah diikuti dengan adanya spora, akan tetapi perlakuan R3 hifa yang tumbuh sudah merata dan terlihat

(35)

23 tebal serta spora yang tumbuh sekitar 40%. Hifa yang tumbuh sudah merata di permukaan substrat dan terlihat tebal pada hari ke-5 serta pertumbuhan spora sekitar 25-40%. Setelah hari ke-6 spora yang tumbuh semakin banyak pada setiap perlakuan sekitar 40-60%.

Pertumbuhan kapang juga dipengaruhi oleh pH, suhu, dan kebutuhan oksigen yang diatur cermat (Smith et.al., 1980). Pengamatan suhu juga dilakukan selama proses fermentasi berlangsung. Pada awal fermentasi suhu fermentasi sekitar 27-28oC. Setelah 12 jam kemudian terjadi peningkatan suhu sekitar 1-3oC yang menunjukkan adanya aktivitas biologis dari kapang, walaupun demikian belum terlihat adanya pertumbuhan kapang pada awal fermentasi. Suhu terus meningkat selama proses fermentasi berlangsung sejalan dengan meningkatnya massa sel kapang. Pada saat tersebut berturut-turut mulai terlihat adanya hifa, misellium dan adanya spora pada permukaan substrat. Peningkatan suhu ini disebabkan karena dalam pertumbuhannya, kapang menggunakan karbohidrat sebagai sumber karbon. Pemecahan karbon ini diikuti dengan pembebasan energi dalam bentuk panas, CO2 dan H2O.

Gambar 7. Grafik Perubahan Suhu Selama Fermentasi

Pada hari ke-6 proses fermentasi, suhu mulai menurun. Perubahan suhu selama proses fermentasi dapat dilihat pada Gambar 7. Hal ini diduga pertumbuhan dan aktivitas kapang di dalam substrat mulai mengalami penurunan karena jumlah sel-sel yang mati lebih banyak daripada sel-sel yang hidup. Pada saat tersebut juga ketersediaan sumber karbon yang dibutuhkan oleh kapang juga mulai berkurang . Menurut Fardiaz (1989) menyatakan bahwa Aspergillus niger merupakan mikroba mesofilik dengan pertumbuhan maksimum pada suhu 35-37ºC.

(36)

24 Pemanenan hasil fermentasi wheat bran dengan kapang Aspergillus niger dilakukan pada lama fermentasi enam hari. Disaat tersebut terlihat misellium telah menyebar rata dipermukaan substrat yang menyebabkan tekstur substrat terikat kompak dan spora kapang semakin banyak terbentuk. Menurut penelitian Putri et al. (2009) lama fermentasi Aspergillus niger yang terbaik adalah selama enam hari.

Perubahan Kandungan Nutrient Wheat Bran yang Difermentasi Berbagai Level Starter Aspergillus niger

Bahan Kering

Bahan kering (BK) merupakan berat suatu bahan setelah dilakukan pengeringan pada suhu 105ºC (Suparjo, 2000). Bahan kering sering dipengaruhi jumlah kadar air suatu bahan. Selama proses fermentasi berlangsung, terjadi perombakan terhadap bahan-bahan penyusun media yang disebabkan oleh aktivitas mikroba. Perombakan tersebut dapat mengakibatkan perubahan bahan kering.

Tabel 4. Pengaruh Pemberian Level Starter Aspergillus niger pada Kandungan Bahan Kering Wheat Bran

Ulangan Perlakuan (%) Rata-Rata R0 R1 R2 R3 1 86.63 48.71 50.14 47.60 58.27±18.94 2 89.39 49.45 50.26 51.93 60.26±19.45 3 90.19 49.00 50.01 47.55 59.19±20.69 4 88.87 49.32 44.54 46.46 57.30±21.14 Rata-Rata 88.77±1.53b 49.12±0.33a 48.74±2.80a 48.39±2.42a

keterangan : R0: wheat bran tanpa fermentasi, R1: wheat bran fermentasi menggunakan 0.2% starter

Aspergillus niger, R2: wheat bran fermentasi menggunakan 0.4% starter Aspergillus niger, R3: wheat

bran fermentasi menggunakan 0.6% starter Aspergillus niger

Hasil analisis statistik perlakuan penggunaan level starter Aspergillus niger terhadap perubahan bahan bahan kering menunjukan berbeda nyata (P<0.01) (Tabel 4). Perubahan ini dikarenakan adanya penyusutan bahan kering selama proses fermentasi (Tabel 5). Wheat bran tanpa fermentasi mempunyai bahan kering lebih tinggi dibandingkan wheat bran fermentasi. Fermentasi dengan level 0.2% menghasilkan bahan kering yang tidak berbeda nyata dengan level 0.4 dan 0.6%.

(37)

25 Tabel 5. Penyusutan Bahan Kering Wheat Bran Fermentasi

Ulangan Perlakuan (%) R0 R1 R2 R3 1 - 37.92 36.49 39.03 2 - 39.94 39.13 37.46 3 - 41.19 40.18 42.64 4 - 39.55 44.33 42.41 Rata-Rata - 39.65±1.35a 40.03±3.26a 40.39±2.55a

keterangan : R0: wheat bran tanpa fermentasi, R1: wheat bran fermentasi menggunakan 0.2% starter

Aspergillus niger, R2: wheat bran fermentasi menggunakan 0.4% starter Aspergillus niger, R3: wheat

bran fermentasi menggunakan 0.6% starter Aspergillus niger

Perubahan bahan kering ini dikarenakan adanya perombakan bahan organik terutama karbohidrat untuk dijadikan sumber energi bagi pertumbuhan dan aktivitas kapang Aspergillus niger. Karbohidrat tersebut akan dipecah melalui suatu degradasi dari gula monosakarida yaitu glukosa menjadi asam piruvat, kemudian dilanjutkan sampai terbentuk energi. Selain itu juga, perubahan bahan kering tidak hanya memanfaatkan karbohidrat akan tetapi lemak juga dapat dimanfaatkan dengan baik oleh kapang Aspergillus niger sebagai sumber energi bagi pertumbuhannya. Dari hasil proses tersebut akan diperoleh hasil sampingan berupa CO2 dan H2O (Fardiaz, 1988). Menurut Mirwandhono dan Zulfikar (2004), menyatakan bahwa Apergillus niger sampai fermentasi 6 hari masih melakukan perombakan bahan kering yang ditandai dengan masih tumbuhnya miselia sehingga terjadi perubahan bahan kering.

Adanya perubahan bahan kering wheat bran setelah proses fermentasi diduga karena pertumbuhan Aspergillus niger yang baik, hal ini mengindikasikan nutrisi yang terkandung dalam bahan kering wheat bran dirombak oleh Aspergillus niger untuk mendapatkan energi yang cukup. Perubahan bahan kering juga terkait dengan perubahan kadar air terjadi akibat evaporasi, hidrolisis substrat atau produksi air metabolis (Gervais, 2008). Mirwandhono dan Zulfikar (2004) menyatakan limbah kelapa sawit yang difermentasi dengan Aspergillus niger mengalami perubahan bahan kering sekitar 20-37%. Thanh dan Wu (1976) menyatakan bahwa pertumbuhan kapang yang maksimal perlu ditunjang dengan kandungan nutrient dasar yang merupakan sumber karbon, nitrogen, energi, mineral, dan vitamin.

(38)

26 Kadar Abu

Kandungan abu dalam bahan makanan mencerminkan kandungan mineral yang terdapat dalam bahan makanan tersebut, walaupun nilai abu tidak dapat dipakai sebagai indeks untuk menentukan jumlah unsur-unsurnya.

Tabel 6. Pengaruh Pemberian Level starter Aspergillus niger pada Kandungan Kadar Abu Wheat Bran (% BK)

Ulangan Perlakuan (%) Rata-Rata R0 R1 R2 R3 1 8.38 8.76 8.93 7.42 8.37±0.69 2 3.36 7.05 8.26 8.10 7.19±1.33 3 5.37 8.30 7.83 8.16 7.42±1.38 4 4.59 8.18 7.90 8.18 7.21±1.75 Rata-Rata 5.92±1.68b 8.07±0.73a 8.23±0.50a 7.97±0.36a

keterangan : R0: wheat bran tanpa fermentasi, R1: wheat bran fermentasi menggunakan 0.2% starter

Aspergillus niger, R2: wheat bran fermentasi menggunakan 0.4% starter Aspergillus niger, R3: wheat

bran fermentasi menggunakan 0.6% starter Aspergillus niger

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan level fermentasi berbeda nyata (P<0.05) terhadap peningkatan kadar abu wheat bran. Wheat bran fermentasi mempunyai kadar abu berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan wheat bran tanpa fermentasi (Tabel 6). Fermentasi dengan level 0.2% menghasilkan kadar abu yang tidak berbeda nyata dengan level 0.4 dan 0.6%.

Kadar abu wheat bran fermentasi dengan Aspergillus niger mengalami peningkatan sebesar 2.14% pada level 0.2%, 2.30% pada level 0.4%, dan 2.04% pada level 0.6% (Tabel 6). Peningkatan persentase kadar abu disebabkan karena banyaknya miselium kapang yang tumbuh dan perubahan persentase bahan organik substrat. Perubahan bahan organik ini erat kaitannya dengan perubahan berat kering substrat. Semakin tinggi perubahan bahan kering, maka perubahan bahan organik substrat juga akan semakin besar. Hal ini disebabkan karena bahan organik yang terdiri dari protein, karbohidrat, dan lemak dimanfaatkan oleh kapang untuk keperluan pertumbuhan dan pembentukan massa sel.

Peningkatan persentase kadar abu juga disebabkan karena penggunaan bahan anorganik. Penggunaan bahan anorganik berfungsi mencukupi kebutuhan Aspergillus niger akan nitrogen terpenuhi yang nantinya dibutuhkan dalam pertumbuhan. Akan

(39)

27 tetapi, pada penelitian ini kebutuhan Aspergillus niger akan nitrogen tidak tercukupi karena tidak adanya penambahan bahan anorganik sehingga mengakibatkan pertumbuhan kapang yang tidak maksimal. Menurut Thanh dan Wu (1976) menyatakan bahwa pertumbuhan kapang yang maksimal perlu ditunjang dengan kandungan nutrient dasar yang merupakan sumber karbon, nitrogen, energi, mineral, dan vitamin.

Protein Kasar

Fermentasi adalah aplikasi metabolisme mikroba untuk mengubah bahan baku menjadi produk yang bernilai lebih tinggi, seperti asam-asam organik, protein sel tunggal, antibiotika, dan biopolymer, protein mikroba ini kemudian dikenal dengan sebutan Single Cell Protein (SCP) atau protein sel tunggal. Protein sel tunggal adalah istilah yang digunakan untuk protein kasar atau murni yang berasal dari mikroorganisme, seperti bakteri, khamir, kapang, ganggang, dan protozoa. Tabel 7. Pengaruh Pemberian Level starter Aspergillus niger pada Kandungan

Protein Kasar Wheat Bran (% BK) Ulangan Perlakuan (%) Rata-Rata R0 R1 R2 R3 1 16.71 20.56 21.31 20.95 19.88±2.14 2 16.47 20.86 20.41 21.35 19.77±2.23 3 16.88 20.83 20.70 20.92 19.83±1.97 4 18.09 20.49 20.82 21.01 20.10±1.36 Rata-Rata 17.04±0.72b 20.69±0.19a 20.81±0.38a 21.06±0.20a

keterangan : R0: wheat bran tanpa fermentasi, R1: wheat bran fermentasi menggunakan 0.2% starter

Aspergillus niger, R2: wheat bran fermentasi menggunakan 0.4% starter Aspergillus niger, R3: wheat

bran fermentasi menggunakan 0.6% starter Aspergillus niger

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan level fermentasi berbeda nyata (P<0.01) terhadap peningkatan kandungan protein kasar wheat bran. Wheat bran fermentasi mempunyai kandungan protein kasar berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan wheat bran tanpa fermentasi (Tabel 7). Fermentasi dengan level 0.2% menghasilkan kandungan protein kasar yang tidak berbeda nyata dengan level 0.4 dan 0.6%.

(40)

28 Kandungan protein kasar wheat bran fermentasi dengan Aspergillus niger mengalami peningkatan sebesar 3.65% pada level 0.2%, 3.77% pada level 0.4%, dan 4.02% pada level 0.6% (Tabel 7). Peningkatan kandungan protein juga dilaporkan oleh Zurriyati (1995) bahwa protein murni elod sagu meningkat sebesar 14,97% dari 1,52% menjadi 16,49% setelah fermentasi dengan Aspergillus niger.

Peningkatan kandungan protein fermentasi diakibatkan karena terjadinya perubahan bahan kering, dan peningkatan protein juga berasal dari kapang Aspergillus niger dikarenakan tubuh kapang terdiri dari elemen yang mengandung nitrogen. Selain itu, enzim yang dihasilkan oleh kapang juga merupakan protein (Noferdiman et. al., 2008). Menurut Perlman (1979), enzim ekstraseluler yang dihasilkan di dalam sel mikroba dan dikeluarkan dari sel ke medium fermentasi untuk menghidrolisis dan mendegradasi komponen kompleks substrat menjadi senyawa yang lebih sederhana yang mudah larut dan lebih mudah diserap oleh mikroba, selanjutnya akan dapat membantu pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba itu sendiri. Sehingga mikroba dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kandungan protein substrat sebagai protein sel. Menurut Saono (1974) sel kapang mengandung protein sebesar 13-44%.

Pertumbuhan kapang Aspergillus niger dapat optimal bila ditunjang dengan komposisi media fermentasi (media untuk tumbuh) yang baik, oleh karena itu penambahan bahan anorganik sangat diperlukan karena untuk merangsang pertumbuhan Aspergillus niger. Jamarun et al. (2001) menjelaskan bahwa kapang yang mempunyai pertumbuhan dan perkembang biakan yang baik akan merubah lebih banyak komponen penyusun media menjadi suatu massa sel, sehingga akan terbentuk protein yang berasal dari tubuh kapang itu sendiri dan dapat meningkatkan protein kasar dari bahan. Sehingga dengan adanya penambahan bahan anorganik dan semakin besar penambahan bahan anorganik dapat semakin meningkatkan kadar protein. Akan tetapi, pada penelitian ini tidak menggunakan penambahan bahan anorganik sehingga dapat dilihat bahwa peningkatan kadar protein kasar tidak maksimal. Kapang dalam pertumbuhannya menggunakan karbon dan nitrogen untuk komponen sel tubuhnya (Musnandar, 2004).

(41)

29 Serat kasar

Serat kasar merupakan bagian dari karbohidrat. Kandungan serat kasar dipengaruhi oleh intensitas pertumbuhan miselia kapang, kemampuan kapang memecah serat kasar untuk memenuhi kebutuhan energi, dan kehilangan bahan kering selama fermentasi. Pertumbuhan miselia kapang dapat meningkatkan kandungan serat kasar karena terbentuknya dinding sel yang mengandung selulosa (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Dinding sel terdiri dari karbohidrat, seperti selulosa, hemiselulosa, pektin, dan bagian non karbohidrat (Winarno et al, 1983).

Tabel 8. Pengaruh Pemberian Level starter Aspergillus niger pada Kandungan Serat Kasar Wheat Bran (% BK)

Ulangan Perlakuan (%) Rata-Rata R0 R1 R2 R3 1 18.01 21.11 21.11 20.89 20.28±1.52 2 17.37 20.59 20.85 21.57 20.10±1.86 3 17.49 20.65 20.59 20.67 19.85±1.57 4 18.45 20.81 21.37 20.90 20.38±1.31 Rata-Rata 17.83±0.50b 20.79±0.23a 20.98±0.34a 21.01±0.39a

keterangan : R0: wheat bran tanpa fermentasi, R1: wheat bran fermentasi menggunakan 0.2% starter

Aspergillus niger, R2: wheat bran fermentasi menggunakan 0.4% starter Aspergillus niger, R3: wheat

bran fermentasi menggunakan 0.6% starter Aspergillus niger

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa kandungan serat kasar wheat bran berbeda nyata (P<0.01) dipengaruhi oleh perlakuan level fermentasi. Wheat bran fermentasi mempunyai kandungan serat kasarnya berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan wheat bran tanpa fermentasi (Tabel 8). Fermentasi dengan level 0.2% menghasilkan kandungan serat kasar yang tidak berbeda nyata dengan level 0.4 dan 0.6%. Kandungan serat kasar wheat bran fermentasi dengan Aspergillus niger mengalami peningkatan sebesar 2.96% pada level 0.2%, 3.15% pada level 0.4%, dan 3.18% pada level 0.6% (Tabel 8).

Wheat bran mengandung serat kasar (selulosa) yang tinggi sehingga hal ini mendukung enzim pemecah serat seperti enzim selulase bekerja aktif memecah serat, peningkatan serat kasar yang relatif sedikit dibandingkan dengan perubahan bahan kering selama fermentasi berlangsung. Hal ini, disebabkan karena sejalan dengan terjadinya pemecahan serat, terbentuk pula dinding sel mikroba yang juga

(42)

30 mengandung selulosa. Selain itu, lama waktu inkubasi menyebabkan meningkatnya kesempatan Aspergillus niger untuk melakukan fermentasi. Menurut Mirwandhono, et al. (2006), menyatakan bahwa fermentasi 2 sampai 4 hari dapat menurunkan serat kasar, akan tetapi pada fermentasi 6 hari serat kasar kembali mengalami peningkatan serat kasar seiring dengan pertumbuhan jamur yang semakin pesat.

Penambahan bahan anorganik saat fermentasi dapat meningkatkan pertumbuhan kapang yang optimal dan akan mempengaruhi kandungan serat kasar. Hal ini dapat mempengaruhi produksi enzim selulase yang ada dalam kapang, sehingga selama proses fermentasi diperlukan ketersediaan nitrogen yang cukup Perkembangan kapang yang optimal dapat menyebabkan produksi enzim selulosa yang optimal. Akan tetapi, pada penelitian ini tidak menggunakan penambahan bahan anorganik sehingga pertumbuhan dan perkembangan kapang tidak optimal.

Lemak Kasar

Lemak adalah kelompok senyawa heterogen yang masih berkaitan, baik secara aktual maupun potensial dengan asam lemak. Lipid mempunyai sifat umum yang relatif tidak larut dalam air dan larut dalam pelarut non polar seperti eter, kloroform, dan benzena. Lemak berfungsi sebagai sumber energi yang efisien secara langsung dan secara potensial bila disimpan dalam jaringan adipose, lemak juga berfungsi sebagai pelarut yang membantu dalam penyerapan vitamin yang larut dalam lemak.

Tabel 9. Pengaruh Pemberian Level starter Aspergillus niger pada Kandungan Lemak Kasar Wheat Bran (% BK)

Ulangan Perlakuan (%) Rata-Rata R0 R1 R2 R3 1 2.53 0.89 0.84 1.31 1.39±0.79 2 2.70 0.91 1.23 0.77 1.40±0.89 3 2.57 1.36 0.99 0.82 1.44±0.79 4 3.08 1.05 0.92 0.91 1.49±1.06 Rata-Rata 2.72±0.25b 1.05±0.22a 1.00±0.17a 0.95±0.25a

keterangan : R0: wheat bran tanpa fermentasi, R1: wheat bran fermentasi menggunakan 0.2% starter

Aspergillus niger, R2: wheat bran fermentasi menggunakan 0.4% starter Aspergillus niger, R3: wheat

(43)

31 Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan level fermentasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.01) terhadap kandungan lemak kasar wheat bran. Wheat bran fermentasi kandungan lemak kasarnya berbeda nyata lebih rendah dibandingkan wheat bran tanpa fermentasi (9). Fermentasi dengan level 0.2% menghasilkan kandungan lemak kasar yang tidak berbeda nyata dengan level 0.4 dan 0.6%.

Kandungan lemak kasar wheat bran fermentasi dengan Aspergillus niger mengalami penurunan sebesar 1.67% pada level 0.2%, 1.72% pada level 0.4%, dan 1.77% pada level 0.6%. Penurunan kadar lemak disebabkan oleh adanya perubahan bahan kering selama proses fermentasi berlangsung, serta adanya pemanfaatan sebagai energi untuk pertumbuhan dan perkembangan kapang membentuk massa sel. Penurunan kandungan lemak kasar wheat bran terfermentasi ini sesuai dengan penelitian Mirwandhono et al.(2006) bahwa penambahan Aspergillus niger selama 6 hari kandungan lemak kasar semakin turun karena kapang telah mencapai pertumbuhan yang eksponensial sehingga laju pertumbuhan populasi kapang mulai mengalami penurunan. Menurut Miskiyah (2006), penurunan lemak disebabkan karena Aspergillus niger dapat memproduksi enzim lipase sehingga lemak yang terkandung di dalam bahan dapat menurun. Suhartono (1989) dan Wang et al. (1996), selain menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi, kapang juga dapat memanfaatkan lemak sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya. Energi untuk pertumbuhan kapang dapat berasal dari karbohidrat, protein, lemak, mineral, dan zat lain pada substrat (wheat bran). Kapang merupakan mikroorganisme oleaginous yang paling tepat untuk menghasilkan lemak dibandingkan dengan bakteri dan khamir. Hal ini disebabkan karena kapang lebih mudah ditangani, dapat mendegradasi sumber karbon (C) yang kompleks dan mampu tumbuh cepat pada limbah serta dapat menghasilkan berbagai asam lemak (Sumanti et al., 2009).

BETN (Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen)

Bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) merupakan karbohidrat yang mudah larut. BETN terdiri dari pati, gula, dan sakarida lainnya. Kandungan BETN suatu pakan tergantung pada komponen lainnya, yaitu abu, protein kasar, serat kasar, dan lemak kasar.

(44)

32 Tabel 10. Pengaruh Pemberian Level starter Aspergillus niger pada Kandungan

BETN Wheat Bran (% BK) Ulangan Perlakuan (%) Rata-Rata R0 R1 R2 R3 1 54.37 48.68 47.81 49.43 49.82±2.46 2 58.10 50.59 49.25 48.21 51.66±4.73 3 57.69 48.86 49.89 49.43 51.59±4.42 4 55.79 49.47 48.99 49.00 50.81±3.33 Rata-Rata 56.49±1.74a 49.40±0.86b 48.99±0.87b 49.02±0.58b

keterangan : R0: wheat bran tanpa fermentasi, R1: wheat bran fermentasi menggunakan 0.2% starter

Aspergillus niger, R2: wheat bran fermentasi menggunakan 0.4% starter Aspergillus niger, R3: wheat

bran fermentasi menggunakan 0.6% starter Aspergillus niger

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan level fermentasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.01) terhadap kandungan BETN wheat bran.Wheat bran fermentasi kandungan BETNnya berbeda nyata lebih rendah dibandingkan wheat bran tanpa fermentasi (Tabel 10). Fermentasi dengan level 0.2% menghasilkan kandungan BETN yang tidak berbeda nyata dengan level 0.4 dan 0.6%.

Kandungan BETN wheat bran fermentasi dengan Aspergillus niger mengalami penurunan sebesar 7.09% pada level 0.2%, 7.50% pada level 0.4%, dan 7.47% pada level 0.6%. Penurunan BETN ini sejalan dengan pertumbuhan kapang Aspergillus niger, dimana dalam pertumbuhannya kapang memerlukan karbohidrat. Karbohidrat mudah larut ini dirombak oleh kapang Aspergillus niger sebagai energi untuk pertumbuhannya. Selama proses fermentasi, kapang Aspergillus niger memanfaatkan karbohidrat dan lemak substrat untuk mensuplai energi yang dibutuhkan dalam pertumbuhan. BETN merupakan karbohidrat mudah larut, sehingga akan terlebih dahulu dimanfaatkan oleh kapang Aspergillus niger untuk tumbuh sehingga BETN akan mengalami penurunan setelah proses fermentasi dilakukan oleh kapang. Menurut Hermana et al. (2010), bakteri anaerob akan merombak BETN menjadi asam lemak terbang pada proses fermentasi. Hal ini sesuai dengan penelitian Purwanti (2012) bahwa setelah proses fermentasi kandungan nutrient onggok mengalami penurunan BETN dari 89.09% menjadi 79.97%.

(45)

33 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Fermentasi wheat bran dengan Aspergillus niger dapat menurunkan bahan kering, lemak kasar dan BETN, namun meningkatkan kadar abu, protein kasar dan serat kasar. Penggunaan starter Aspergillus niger 0.2% lebih efisien dan ekonomis dikarenakan kualitasnya tidak berbeda nyata dengan perlakuan 0.4 dan 0.6%.

Saran

Perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang berapa jumlah spora Aspergillus niger terbaik untuk fermentasi, lama fermentasi dan pengaruh penambahan larutan mineral yang sesuai kebutuhan Aspergillus niger untuk meningkatkan kualitas wheat bran fermentasi.

Gambar

Gambar 1. Karakteristik Penampang Biji Gandum (Triticum sp)  Sumber : Europen Flour Milling Association (2012)
Tabel 1. Kandungan Nutrient Wheat Bran (100%BK)
Gambar 2. Aspergillus niger  Sumber : Singh et al. (2011)
Gambar 3. Mekanisme hidrolisis selulosa  Sumber : Wikipedia (2012)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN.. Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah S.W.T karena berkat, pertolongan, pendampingan, rahmat, dan kasih karunia-Nya, Penulis dapat menyelesaikan Laporan

Sejalan dengan undang-undang tersebut pula penulis berpendapat bahwa Indonesia sebagai negara yang menganut prinsip teokrasi, demokrasi dan nomokrasi maka dalam

bahwa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Probolinggo Tahun 2013 - 2018 telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Probolinggo

Sekurang-kurangnya LAKIP terdiri dari : (1) Ikhtisar Eksekutif, (2) Pendahuluan yang meliputi Latar Belakang, Tugas Pokok dan Fungsi Instansi, serta Analisis

Katarak adalah proses terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul lensa, umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65

Kebanggaan pada yang baik, berhasil dan sukses secara terus menerus tak terkontrol secara tidak sadar sedang mambawa kita pada kelupaan akan belarasa bahwa semua yang baik

Berdasarkan hasil dan pembahasan mulai dari pratindakan, observasi sampai dengan nilai rata-rata dan ketuntasan klasikal dengan menggunakan rumus-rumus yang telah