4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit
Pertumbuhan dan produksi kelapa sawit dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor dari luar maupun dari tanaman kelapa sawit itu sendiri. Faktor-faktor tersebut pada dasarnya dapat dibedakan menjadi faktor lingkungan, genetik, dan faktor teknis agronomis. Dalam faktor tersebut saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Untuk mencapai produksi kelapa sawit yang maksimal, diharapkan ketiga faktor tersebut selalu dalam keadaan optimal. (Fauzi, dkk, 2012).
2.1.1 Tanah
Kelapa sawit banyak dibudidayakan pada lahan-lahan marginal (Winarna dkk., 2014). Mulyani dkk, 2003) mengatakan kelapa sawit tumbuh dengan baik pada ordo tanah Ultisol, Oxisol, Inceptisol, Alfisols, Mollisols, dan gambut (Histosols), asalkan syarat tumbuh yang mendukung terpenuhi. Keberagaman lahan mempengaruhi produktivitas kelapa sawit sehingga dibutuhkan informasi karakteristik lahan yang spesifik. Karakteristik lahan menjadi faktor dalam budidaya kelapa sawit. Karakteristik lahan dengan topografi yang miring dan keadaan tanah yang memiliki PH yang rendah mempengaruhi pemberian input ke tanaman kelapa sawit.
Kemiringan yang semakin curam dapat mempermudah pencucian hara dalam tanah sehingga ketersediaan hara dalam tanah berkurang (Arsyad dkk, 2012). Selain iitu, Menurut Hartono (2006) tanah yang baik untuk budidaya kelapa sawit mengandung cukup banyak lempung, beraerasi baik dan subur, berdrainase baik, permukaan air tanah cukup dalam, dan tidak berbatu. Ketinggian tempat yang ideal bagi pertumbuhan tanaman kelapa sawit yaitu antara 1-400 MDPL, topografi datar dan berombak sampai bergelombang dengan kelerengan berkisar antara 0-25%.
5
Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH asam sampai netral (>4-7) dan produksi optimum dapat diperoleh pada pH 5,0-6,5. Kandungan minyak kelapa sawit yang tinggi dapat dipengaruhi faktor kelembapan selain kesuburan tanah dan varietas tanaman. Stabilitas iklim sangat penting dalam pertumbuhan kelapa sawit seperti curah hujan, suhu udara, radiasi matahari, dan kecepatan angin (Nasir dkk, 2014). Kelapa sawit tumbuh dengan baik dengan curah hujan antara 1500-4000 mm/tahun. Suhu yang sesuai bagi tanaman kelapa sawit untuk mencapai produksi yang optimum antara 24-28 0C, walaupun demikian kelapa sawit masih dapat tumbuh pada suhu terendah 18 oC dan tertinggi pada suhu 32 oC (Mulyani dkk, 2003).
2.1.2 Iklim
Faktor iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tandan kelapa sawit. Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah diantara 12° LU-12°LS pada ketinggian 0-500 MDPL. Di daerah sekitar garis khatulistiwa, tanaman kelapa sawit liar masih dapat menghasilkan buah pada ketinggian 1.300 MDPL. Beberapa unsur iklim yang penting dan saling mempengaruhi adalah curah hujan, sinar matahari, suhu, kelembapan udara, dan angin.
a. Curah Hujan
Ketersediaan air di lapangan sangat mempengaruhi produktivitas kelapa sawit. Ketersediaan air dapat dilihat dari kemerataan curah hujan. Pola curah hujan tahunan mempengaruhi perilaku pembungaan dan produksi buah sawit. Curah hujan yang tinggi dapat menghambat terjadinya penyerbukan karena serbuk sari hilang terbawa air dan serangga penyerbuk tidak keluar dari sarangnya. Curah hujan yang tinggi dapat menghambat kegiatan panen karena rusaknya sarana transportasi dan kesulitan pemanen dalam pengumpulan berondolan karena bercampur dengan tanah. Kelapa sawit tumbuh dengan produksi optimum dengan curah hujan 2.200-2.500 mm/tahun dengan bulan kering kurang dari satu bulan. Curah hujan rata-rata yang dibutuhkan sawit antara 150
6
mm/bulan dengan kelembapan 75% (Verheye, 2010). Apabila dalam 1-2 tahun sebelum panen tanaman kelapa sawit mengalami kekeringan yang berkesinambungan selama 5-6 bulan, maka produksi kelapa sawit dapat menurun 20- 30% (Murtilaksono dkk, 2009). Nasir dkk, (2014) menyatakan bahwa hasil produksi minyak sawit dapat menurun drastis jika mengalami musim kering 2-3 bulan.
b. Sinar Matahari
Tanaman kelapa sawit memerlukan intensitas cahaya yang tinggi untuk berfotosintesis, kecuali saat kondisi tanaman masih juvenile di pre-nursery. Sinar matahari diperlukan untuk memproduksi karbohidrat dan memacu pembentukan bunga dan buah. Untuk itu, intensitas, kualitas, dan lama penyinaran amat berpengaruh. Lama penyinaran optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit antara 5-12 jam/hari. Beberapa daerah seperti Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan sering terjadi penyinaran matahari kurang dari 5 jam pada bulan-bulan tertentu. Penyinaran yang kurang dapat menyebabkan kurangnya asimilasi dan gangguan penyakit.
c. Suhu
Suhu optimum yang dibutuhkan agar tanaman kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik adalah 24-28°C. Sementara itu untuk produksi TBS yang tinggi, diperlukan suhu rata-rata tahunan berkisar 25-27°C, meskipun demikian tanaman masih bisa tumbuh pada suhu terendah 18°C dan tertinggi 32°C. Pada suhu 15°C pertumbuhan tanaman kelapa sawit sudah mulai terhambat. Beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi rendah suhu adalah lama penyinaran dan ketinggian tempat. Semakin lama penyinaran atau semakin rendah suatu tempat maka semakin tinggi suhunya. Suhu berpengaruh terhadap masa pembangunan dan kematangan buah. Tanaman kelapa sawit yang ditanam pada ketinggian di atas 500 MDPL akan berbunga lebih lambat satu tahun dibandingkan dengan yang ditanam di dataran rendah.
7 d. Kelembaban Udara
Kelembapan udara adalah faktor penting yang menunjang pertumbuhan kelapa sawit. Kelembapan optimum bagi pertumbuhan kelapa sawit adalah 80%. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelembapan adalah suhu, sinar matahari, lama penyinaran, curah hujan, dan evapotranspirasi. Kecepatan angin 5-6 km/jam sangat baik untuk membantu proses penyerbukan bunga kelapa sawit (anemophily). Angin yang kering menyebabkan penguapan lebih besar, mengurangi kelembapan, dan dalam waktu lama mengakibatkan tanaman layu. Sementara itu, angin yang terlalu kencang dapat menjadikan tanaman baru miring.
e. Ketinggian Tempat
Tanaman kelapa sawit masih dapat tumbuh dan berbuah sampai ketinggian 1000 m di atas permukaan laut, namun secara ekonomis tanaman kelapa sawit diusahakan pada daerah sampai ketinggian 400 m di atas permukaan 15 laut. Areal dengan ketinggian tempat lebih dari 400 MDPL tidak disarankan lagi untuk pengembangan kelapa sawit.
2.2 Kelas Kesesuaian Lahan
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tanaman perkebunan yang sangat toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik. Untuk menghasilkan pertumbuhan yang sehat dan jagur serta menghasilkan produksi yang tinggi dibutuhkan kondisi lingkungan tertentu.
Kelas Kesesuaian Lahan (KKL) menurut FAO (1976) dibagi menjadi dua, yaitu sesuai atau suitable (S) dan tidak sesuai atau no suitable (N). Kelas sesuai dibagi menjadi tiga sub kelas, yaitu sangat sesuai (S1), sesuai (S2), agak sesuai (S3). Kelas tidak sesuai dibagi menjadi 2, yaitu tidak sesuai bersyarat (N1), tidak sesuai permanen (N2). Kelas kesesuaian lahan dinilai dari karakteristik lahan yang ada dilapangan karena setiap sub-kelas terdiri dari satu atau lebih unit yang lebih menjelaskan tentang jumlah dan intensitas faktor pembatas.
8
Kelas lahan diperoleh dari hasil penelitian kesesuaian lahan, penelitian ini didasarkan pada karakteristik lahan yang erat kaitannya dengan pertumbuhan tanaman kelapa sawit. Karakteristik lahan yang digunakan untuk penelitian adalah sifat fisik dan sifat kimia, kecuali pH tanahnya. Hal ini disebabkan karena sifat tanah dianggap cinderung mudah diperbaiki dengan aplikasi pemupukan (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2008).
Kelas S1 : Sangat sesuai, lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan atau lahan ini ditandai dengan adanya satu faktor pembatas ringan (light limitation), atau faktor pembatas bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas lahan secara nyata. Lahan ini memiliki bentuk wilayah datar hingga berombak dengan pH 4,5% - 5,0%, tekstur tanah adalah liat dengan drainase agak terhambat.
Kelas S2 : Cukup sesuai, lahan mempunyai faktor pembatas ringan dan satu faktor pembatas sedang (moderate limition) dan faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, biasanya lahan ini memiliki bentuk wilayah bergelombang sehingga memerlukan tambahan masukan (input). Kelas S3 : Lahan mempunyai faktor pembatas yang sedang, lebih dari satu faktor pembatas ini akan sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya, faktor pembatas memiliki bentuk wilayah berbukit dengan kelas drainase terhambat sehingga memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan tergolong S2. Untuk mengatasi faktor pembatas pada S3 memerlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan (investasi) pemerintah atau pihak swasta.
Kelas N : lahan yang mempunyai faktor pembatas yang sangat berat (severelimination) dan atau sulit diatasi. Faktor pembatas ini yaitu kelas lahan dengan drainase tergenang, pH tanah kurang dari 4 dengan bentuk wilayah perbukitan terjal (Adiwiganda, 2007).
9 2.3 Potensi Produksi
Produktivitas tandan buah segar (TBS) dan CPO per hektar menjadi indikator penting dalam mengukur efisiensi dan efektivitas perkebunan sawit. Komponen yang menentukan produksi tanaman kelapa dalam satuan luas adalah kerapatan tanaman, varietas, umur tanaman dan produksi per tanaman. Pengaturan kerapatan tanaman bertujuan untuk meminimalkan kompetisi intrapopulasi agar kanopi dan akar tanaman dapat memanfaatkan lingkungan secara optimal. Jumlah tanaman yang berlebihan dapat menurunkan hasil karena terjadi kompetisi terhadap unsur hara, air, radiasi matahari, dan ruang tumbuh. Varietas tanaman akan menentukan produksi tanaman dalam waktu jangka panjang. Menurut Dradjat dan Wibawa (2008) varietas unggul kelapa sawit memiliki potensi produktivitas 32-39 ton TBS ha/tahun, setara dengan 7,0-8,5 ton CPO ha/tahun.
Produktivitas kelapa sawit dipengaruhi umur tanaman, dimana semakin tua umur tanaman maka produktivitasnya semakin menurun. Kelapa sawit memiliki umur tanaman yang ekonomis antara 25-30 tahun (Omar et al, 2001), sesudahnya perlu dilakukan peremajaan karena pertimbangan kegiatan teknis maupun ekonomis (Adiwiganda, 2007). Semakin bertambah umur tanaman maka semakin bertambah tinggi tanaman. Hal ini dapat mempengaruhi kegiatan pemanenan TBS sawit. Wigena dkk, (2009) mengatakan bahwa produktivitas sawit mulai mengalami penurunan pada saat umur 16-25 tahun. Produktivitas tanaman menurun ketika melewati umur ekonomis dengan penurunan hasil 15 ton ha-1 (Kamalrudin dan Abdullah, 2014).
10
Tabel 2.1 Potensi Produksi Kelapa Sawit Umur 3-25 Tahun
Umur Produksi TBS (ton/ha) Rata-rata Jumlah Tandan Rata-rata Bobot Tandan (kg/tandan) S1 S2 S3 S1 S2 S3 S1 S2 S3 3 6.0 5.0 4.0 10.8 9.4 8.0 4.2 4.0 3.8 4 16.0 14.0 12.0 18.1 16.8 15.1 6.7 6.3 6.0 5 19.0 17.0 15.0 18.5 17.2 16.0 7.8 7.5 7.1 6 23.0 21.0 19.0 17.1 16.1 15.5 10.2 9.9 9.3 7 28.0 26.0 23.0 16.5 15.4 15.1 13.2 12.8 11.5 8 32.0 28.0 26.0 15.3 14.8 14.3 15.8 14.3 13.8 9 34.0 30.0 27.0 14.1 13.0 12.4 18.2 17.5 16.5 10 35.0 31.0 28.0 13.0 12.5 12.2 20.4 18.8 17.4 11 35.0 32.0 29.0 12.2 11.5 10.8 21.8 21.1 20.4 12 35.0 32.0 30.0 11.4 10.9 10.6 23.2 22.2 21.4 13 34.0 32.0 30.0 10.8 10.6 10.2 23.9 22.9 22.3 14 33.0 31.0 29.5 10.2 9.9 9.6 24.5 23.7 23.3 15 32.0 30.0 28.5 9.1 8.9 8.7 26.6 25.5 24.8 16 30.5 28.5 27.0 8.2 7.9 7.7 28.2 27.3 26.6 17 29.0 27.5 26.0 7.6 7,4 7.2 28.9 28.2 27.4 18 28.0 27.0 25.0 7.1 6.9 6.7 30.0 29.6 28.3 19 27.0 26.0 24.0 6.7 6.5 6.1 30.5 30.3 29.8 20 26.0 25.0 23.0 6.2 6.0 5.6 31.8 31.6 31.1 21 25.5 24.0 22.0 5.9 5.7 5.3 32.8 31.9 31.5 22 25.0 23.0 21.0 5.7 5.4 5.0 33.2 32.3 31.8 23 24.0 22.0 20.0 5.4 5.1 4.7 33.6 32.7 32.2 24 23.0 21.5 19.5 5.0 4.8 4.4 34.8 33.9 33.5 25 22.5 21.0 19.5 4.8 4.5 4.2 35.6 35.4 35.1 Rerata 27.1 25.0 23.0 10.4 9.9 9.4 23.3 22.6 22.0 Sumber : Pusat Penelitian Kelapa Sawit (2015)
2.4 Faktor Penentu Produksi
Kualitas bahan tanaman sangat mempengaruhi hasil atau produksi kelapa sawit dan produktivitas tanaman dipengaruhi oleh umur tanaman. Tanaman tua berumur lebih dari 15 tahun memiliki tandan yang lebih berat dibandingkan dengan tanaman yang muda. Untuk kelapa sawit yang berumur di atas 10
11
tahun, berat tandan rata-rata sama untuk setiap tahunnya. Berikut merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi produksi kelapa sawit :
2.4.1 Varietas
Varietas unggul kelapa sawit dihasilkan melalui program pemuliaan yang panjang, sistematis dan berkelanjutan. Penemuan cara pewarisan sifat ketebalan cangkang menjadi dasar untuk penyusunan program perakitan bahan tanaman. Secara garis besar, program pemuliaan kelapa sawit memiliki tujuan utama untuk menghasilkan varietas kelapa sawit yang memiliki keunggulan dalam produksi CPO, dan keunggulan pada karakter-karakter sekunder, seperti kualitas minyak yang tinggi, toleran terhadap serangan hama dan penyakit, serta adaptif terhadap cekaman lingkungan.
Program seleksi yang diterapkan di PPKS mengacu pada hasil pengamatan pengujian keturunan (projeni test). Metode seleksi yang digunakan adalah Reciprocal Recurrent Selection (RRS) dengan fokus mengeksploitasi karakter-karakter yang diinginkan dari individu-individu terbaik. Setelah melalui tahapan pengujian projeni, tetua terbaik diseleksi untuk keperluan reproduksi benih komersial. Selain itu, tetua-tetua terbaik akan saling direkombinasikan untuk mencari materi persilangan potensial yang akan digunakan pada siklus pemuliaan berikutnya. Penggunaan metode RRS siklus pertama di PPKS dimulai tahun 1973. Sebanyak 410 persilangan dari 139 tetua Tenera/Pisifera yang berbeda disilangkan 161 tetua Dura. Pengujian dilakukan pada 1974-1985, dan menghasilkan 6 (enam) varietas kelapa sawit. Siklus kedua RRS dimulai sejak tahun 1986 dan direvisi pada tahun 1992. Dari hasil seleksi siklus kedua telah dihasilkan 4 (empat) varietas baru dari RRS siklus kedua ini, yakni varietas DxP Simalungun, DxP Langkat, DxP PPKS 540 dan DxP PPKS 718 yang mampu berproduksi sampai rata-rata 8-9 ton CPO/ha/tahun.
12 2.4.2 Umur Tanaman
Jika berbicara mengenai produksi maka umur tanaman menjadi hal yang penting, dimana hal tersebut dikarenakan pada setiap umur tanaman yang berbeda akan memiliki potensi produksi yang juga berbeda. Produktivitas tandan kelapa sawit meningkat dengan cepat dan mencapai maksimum pada umur tanaman 8-12 tahun, kemudian menurun secara perlahan-lahan sesuai dengan umur tanaman yang semakin tua hingga umur ekonomis 25 tahun (Yohansah dan Lubis, 2014).
2.4.3 Pemupukan
Pemupukan merupakan kegiatan yang sangat penting di perkebunan kelapa sawit. Pemupukan memiliki peran penting dalam penyuplai unsur hara yang dibutuhkan tanaman dan menjaga ketersediaan hara dalam tanah sehingga kelapa sawit mampu mencapai produksi yang tinggi. Kebutuhan pupuk yang tercukupi akan mendorong pertumbuhan vegetatif tanaman yang baik dan produksi TBS yang maksimum. Menurut Winarna dkk, (2014) perbaikan sifat fisik tanah dan tingkat kesuburan tanah dapat dilakukan antara lain dengan aplikasi bahan organik (janjang kosong dan limbah cair), penanaman tanaman kacangan penutup tanah, dan pemupukan yang berimbang.
Kemampuan tanah menyediakan hara bagi tanaman sangat sedikit karena ada faktor fiksasi, mobilisasi serta kemudahan hara mencapai zona perakaran sehingga diperlukan diagnosis kebutuhan pupuk. Oleh karena itu, perlu diketahui jumlah pupuk yang harus diaplikasikan (Arsyad, dkk 2012). Tanaman kelapa sawit akan tumbuh baik jika hara yang dibutuhkan berada dalam keadaan cukup tersedia. Tanaman kelapa sawit membutuhkan unsur hara dalam jumlah yang besar untuk mencapai produktivitas sebanyak 30 ton tandan buah segar/hektar/tahun (Ng, et al, 2011). Poeloengan dkk, (2003) menyatakan produktivitas tanaman kelapa sawit yang tinggi tidak terlepas dari pemupukan. Tanaman kelapa sawit membutuhkan unsur hara dan air yang cukup dalam pertumbuhannya. Unsur hara yang dibutuhkan kelapa sawit adalah N, P, K,
13
Mg, dan B. Arsyad dkk, (2012) menyatakan ketersediaan hara dalam tanah menyebabkan peningkatan dan penurunan produksi berat TBS per pohon. Pemupukan anorganik pada kelapa sawit harus mengacu pada konsep efektivitas dan efisiensi yang maksimum sehingga dibutuhkan rekomendasi dosis pupuk di lapangan dari hasil uji tanah (Rochayati dan Adiningsih, 2002).
Manajemen pemupukan yang efektif dan efisien dibutuhkan dalam peningkatan produktivitas kelapa sawit. Efisiensi pemupukan dapat dicapai dengan pelaksanaan yang tepat meliputi penentuan dosis pupuk, jenis pupuk, cara pemupukan, waktu pemberiaan dan kombinasi hara (Adiwiganda, 2007). Poeloengan (2003) menyatakan bahwa biaya pemupukan untuk budidaya kelapa sawit yang dikeluarkan perusahaan adalah 40-60% dari biaya pemeliharaan. Prayitno dkk, (2008) menyatakan aplikasi pupuk kompos berupa TKKS dapat meningkatkan produktivitas sebesar 25%. Produktivitas TBS kelapa sawit akan meningkat seiring dengan bertambahnya umur tanaman dan meningkatnya penggunaan pupuk organik untuk TM serta pupuk NPK untuk TBM (Hafif dkk, 2014).
2.5 Fungsi Produksi Coob-Douglas
Fungsi produksi adalah hubungan fisik antara masukan produksi (input) dengan produksi (output). Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, di mana variabel satu disebut
variabel dependen (Y) dan yang lain disebut variabel independen (X). Penyelesaian hubungan antara X dan Y adalah biasanya dengan cara regresi, di mana variasi dari Y akan dipengaruhi variasi dari X. Dengan demikian kaidah-kaidah pada garis regresi juga berlaku dalam penyelesaian fungsi Cobb-Douglas (Soekartawi, 2003).
14 Fungsi Produksi Cobb-Douglas :
Y = αX
1b1, X
2b2,……X
nbne
nDimana :
Y = Variabel yang dijelaskan X = Variabel yang menjelaskan a,b = Besaran yang akan diduga e = Kesalahan